FILIPI 4:4-9 (4 CARA MENIKMATI DAMAI SEJAHTERA)

Artikel ini akan mengulas tentang bagaimana orang percaya bisa memperoleh damai sejahtera. Di dalamnya ada 4 (empat) petunjuk yang diberikan sebagai usaha memperoleh damai sejahtera.

FILIPI 4:4-9 (4 CARA MENIKMATI DAMAI SEJAHTERA)
gadget, bisnis, otomotif
1.Bersukacitalah Senantiasa (Filipi 4: 4-5)

Sukacita menjadi tema utama dalam Kitab Filipi, kata ini digunakan dalam sebelas ayat (Filipi 1:4; 1:18; 1:25; 2:2; 2:17-18; 2:28; 2:29; 3:1; 4:1; 4:4; 4:10). Sukacita dalam bahasa Yunani ταρά (khara) digunakan dengan berbagai perubahan. Secara khusus dalam bagian ini sukacita menggunakan kata ταίρεηε (khairete) yaitu kata kerja, present, aktif, imperatif, orang kedua, jamak dari kata ταίρω (khairo). 

Berdasarkan kaidah bahasa Yunani penggunaan kata kerja imperatif present, dimaksudkan untuk melanjutkan tindakan yang sudah ada. Jadi kata ταίρεηε (khairete) lebih kompatibel kalau diterjemahkan menjadi “teruslah kalian bersukacita.” 

Adina Chapman dalam tulisannya mengatakan bahwa: Ini adalah suatu paradoks yang sukar dipikirkan, khususnya di mana orang percaya harus bersukacita sementara mengalami kesusahan dan kesulitan. Dalam diri manusia tidak ada kesanggupan untuk bersukacita sementara mengalami penderitaan, namun ada sumber yang memberikan kesanggupan, dan itu hanya ada di dalam Tuhan Yesus.

Sukacita yang bersumber dari Allah tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Bahkan keadaan fisik atau finansial juga tidak mampu mempengaruhi sukacita ini. Kondisi ini hanya bisa diperoleh melalui hubungan yang berkualitas dengan Allah. 

Ken L. Williams dan Gaylyn William Whalin dalam bukunya Unlocking The Door to Joy mendefinisikan: “Sukacita adalah suatu keyakinan yang beroperasi tanpa memandang suasana hati. Sukacita adalah kepastian bahwa segala sesuatunya baik, apa pun perasaan kita.”

Paulus telah menjadi teladan yang luar biasa tentang bersukacita. Kondisinya seharusnya tidak memungkinkan dia untuk bersukacita. Dia mengalami penganiayaan, pemenjaraan, bahkan ancaman kematian. Namun, dia memiliki kehidupan batin yang penuh sukacita. Paulus tidak meminta jemaat untuk berbahagia, tetapi bersukacita, terus bersukacita dalam Tuhan. Rupanya anjuran Paulus ini sejalan dengan nasehat para penulis Perjanjian Lama juga. 

Pemazmur menuliskan: “Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, hai orang-orang jujur!” (Mazmur 32:11); “Bersukacitalah karena TUHAN, hai orang-orang benar, dan nyanyikanlah syukur bagi nama-Nya yang kudus.” (Mazmur 97:12). Yesaya 66:10 menyerukan: “Bersukacitalah bersama-sama Yerusalem, dan bersorak-soraklah karenanya, hai semua orang yang mencintainya! Bergiranglah bersama-sama dia segirang-girangnya, hai semua orang yang berkabung karenanya!” Masih banyak ayat-ayat dalam Perjanjian Lama yang mengajak umat untuk bersukacita bahkan saat dalam keadaan yang sangat sulit sekalipun. Paulus mengaitkan sukacita dengan kebaikan hati. 

Dalam Filipi 4:5 dikatakan: “Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!” Sukacita itu berada di dalam hati, tidak terlihat namun hasil dari sukacita (kebaikan hati) bisa dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya. Rasul Paulus menggunakan kata ηὸ ἐπηεηθὲς (to epieikhes) untuk menerangkan kata kebaikan hati. Kata ini merupakan kata sifat, yang berarti “kelembutan”. 

W.E. Vine menerjemahkan kata ini dengan “lemah lembut” yang digunakan untuk menggambarkan tindakan seorang perawat dengan anak-anak, guru dengan murid dan orang tua kepada anak-anaknya. Paulus menggunakan kata ini untuk menjelaskan contoh tindakannya kepada orang-orang yang dilayaninya. 

John F. Walvoord dan Roy B. Zuck menjelaskan kata kelembutan ini dengan memberikan arti “sabar dan tidak membalas.” Sukacita adalah kualitas batin dalam hubungan dengan keadaan, mungkin tidak terlihat; tetapi cara seseorang memberi respon terhadap orang lain, itulah yang diperhatikan oleh orang lain.

Maksud Paulus dalam bagian ini, adalah seseorang akan mampu terus bersukacita kalau dia bisa memberikan reaksi yang benar (kelembutan) terhadap keadaan yang dialaminya. Sukacita dan kelembutan disertai dengan kesadaran akan kedatangan kembali Tuhan Yesus yang akan segera terjadi, menghasilkan damai sejahtera dalam hati. Pilihan untuk bersukacita membutuhkan perjuangan dan latihan intensif, sampai menjadi suatu kenyataan, yaitu gaya hidup bersukacita. Bukti sederhana seseorang bersukacita adalah cukup dengan senyuman. 

Zig Ziglar seorang motivator hebat dalam kepemimpinan berpendapat bahwa “Orang yang paling melarat di dunia adalah yang tanpa senyum. Karenanya, seberat apa pun keadaannya, seorang percaya akan mampu merespon dengan kelembutan yang diwujudkan dalam senyuman. Senyuman menjadikan hidup lebih manis. 

Selanjutnya Zig Ziglar mengutip William A. Ward yang mengatakan: “Rasa humor yang berkembang baik adalah tongkat yang menambah keseimbangan terhadap langkah-langkah Anda sementara Anda melintasi tambang kehidupan yang ketat. Hidup masih berlanjut, masalah masih datang silih berganti, tantangan tetap ada, namun anak-anak Tuhan akan tetap bisa tenang dan damai kalau bersukacita. Teruslah bersukacita!

2.Berhentilah Kuatir (Filipi 4: 6-7)

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan untuk mengusahakan damai sejahtera adalah menghentikan kekuatiran. Salah satu perintah penting dalam Alkitab adalah jangan kuatir. Perintah ini setara penegasannya dengan perintah-perintah yang lain. Bahkan Yesus sendiri dalam khotbahnya di bukit (Matius 6:25, 27, 28, 31 dan 34), memperingatkan para murid untuk tidak kuatir. 

Matius 6:27 mengatakan: “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” Kekuatiran tidak memberikan keuntungan apa pun dalam hidup, tetapi justru membawa kepada sikap dan tindakan yang salah, kekuatiran merampas damai sejahtera. 

Webster‟s New World College Dictionary memberikan penjelasan tentang kekuatiran: pertama: keadaan gelisah, kuatir, atau kuatir tentang apa yang mungkin terjadi, kekuatiran tentang kemungkinan kejadian di masa depan; kedua: keadaan abnormal yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan tidak mampu mengatasi peristiwa yang mengancam, biasanya khayalan, ketegangan fisik yang ditandai dengan berkeringat, dan gemetar; ketiga: keinginan yang bersemangat tetapi seringkali merasa tidak nyaman.

Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan Filipi 4:6: “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.” Dalam teks bahasa Yunani kalimat janganlah hendaknya kamu kuatir menggunakan satu kata saja yaitu κερηκλᾶηε (merimnate), ini adalah kata kerja, present, aktif, imperatif, orang kedua, jamak dari kata κερηκλάω (merimnao). 

Bauer memberikan arti untuk kata ini, memiliki kecemasan, cemas, menjadi (terlalu) kuatir, mengkuatirkan dirinya sendiri. Dengan penambahan pronoun κεδὲλ (meden) yang memberikan indikasi bahwa kata ini adalah perintah ingkar/negatif, sehingga terjemahan yang pas adalah berhentilah kuatir, atau berhentilah cemas.

Kekuatiran bisa merasuki siapa saja dan kapan saja, tidak seorang pun yang bisa menduga kedatangannya. Itu sebabnya perintah firman Tuhan, sejatinya bukan “jangan kuatir” tetapi “berhentilah kuatir.” Kekuatiran bisa diam-diam menyelinap dalam kehidupan orang percaya, itulah sebabnya langkah yang paling tepat untuk mengatasinya adalah dengan menghentikannya. 

Paulus memberikan solusi untuk bisa menghentikan kekuatiran. Dia memberikan larangan (perintah negatif) untuk kuatir, dan di sisi lain dia juga memberikan perintah (positif) untuk dikerjakan γλωρηδέζζω (gnorizestho) yang bisa diterjamahkan ungkapkan, nyatakan, beritahukan, informasikan. Kata ini diikuti dengan keterangan ἐλ παληὶ (en panti) yang berarti: semua, seluruh, segala. Ada kata τὰ αἰηήκαηα (ta aitemata), keinginan atau permintaan), kata ini muncul sebanyak dua kali dalam Perjanjian Baru (Filipi 4:6 dan 1Yohanes 5:15). 

Jadi tidak ada batasan untuk mengungkapkan keinginan kepada Allah. Strategi tepat untuk menghentikan kekuatiran adalah bangunlah komunikasi yang indah dengan Tuhan, dengan kata lain bawalah semua permintaanmu kepada Tuhan. Sebuah metode praktis yang ditawarkan oleh Paulus, untuk terbebas dari perasaan kuatir atau cemas.

Ada tiga kata berbeda yang digunakan untuk menggambarkan model komunikasi orang percaya dengan Tuhan, yaitu ηῇ προζεστῇ (te proseukhe, doa), ηῇ δεήζεη (te deesei, permohonan) dan εὐταρηζηίας eukharistias, ucapan syukur). Berdasarkan ayat ini, diketahui bahwa kekuatiran tidak datang tanpa adanya penyebab. 

Munculnya berbagai keinginan atau permintaan dalam hati, telah mengundang kehadiran kekuatiran, namun pilihan terbaik adalah menghentikannya. Supaya semua bentuk keinginan maupun permintaan yang muncul dalam hati tidak menghadirkan kekuatiran, hendaknya diungkapkan atau diberitahukan kepada Allah melalui doa dan permohonan. Tῇ προζεστῇ (te proseukhe, doa) adalah istilah yang paling sering digunakan untuk doa, penggunaan dalam Perjanjian Baru sebanyak 36 kali merujuk kepada doa kepada Allah, namun tidak boleh diartikan secara harfiah yang berarti “doa Allah,” (subyektif), tetapi secara objektif, “berdoa kepada Allah.” 

Ini merupakan istilah teknis keagamaan, yaitu permohonan bantuan, yang dilakukan dengan berbicara kepada Allah, biasanya dalam bentuk permohonan, sumpah, atau doa permohonan. NIV (The New International Version) dan The New King James Version (NKJV) menterjemahkan prayer. 

Doa adalah kata umum untuk menyampaikan permintaan kepada Tuhan. Gagasan utama dari kata ini adalah pemujaan, penyembahan dan penyerahan kepada Allah. Ketika kekuatiran mulai datang, yang paling primer dibutuhkan adalah datang kepada Allah, dengan pengagungan. Menyadari kekuasaan Tuhan dan kebesaran-Nya, sampai akhirnya menemukan keperkasaan-Nya yang melampaui segala persoalan yang ada, dengan keyakinan yang demikian, cukup untuk memecahkan segala masalah. 

Istilah berikutnya, adalah ηῇ δεήζεη (te deesei: Permohonan) beberapa menerjemahkan supplication (American Standard Version, King James Version, The New American Standard Bible, New King James Version), tetapi kadang diterjemahkan petition. Perjanjian Baru menggunakan kata ini sebanyak 18 kali dengan berbagai situasi. Merupakan kata yang digunakan untuk menunjukkan permintaan yang mendesak untuk memenuhi kebutuhan, secara eksklusif ditujukan kepada Tuhan, permohonan yang lebih khusus. Membawa berbagai masalah dan kebutuhan dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Yesus memerintahkan memohon dengan kesungguhan. 

Matius 7:7-11 mengatakan:"Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."

Kitab Ibrani mencatat teladan kehidupan doa Tuhan Yesus selama melayani di bumi. “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.” (Ibrani 5:7). Doa bukan masalah lamanya waktu berdoa, tetapi sikap hati, yaitu kesadaran memerlukan pertolongan-Nya.

Hal mendasar yang harus diperhatikan ketika seseorang berdoa dan memohon kepada Allah, adalah ucapan syukur (κεηὰ εὐταρηζηίας, meta eukharistias). Ucapan syukur merupakan syarat yang harus dilengkapi untuk mengiringi proses penyampaian keinginan, ketika seseorang menaikkan doa dan permohonannya kepada Tuhan. Ucapan syukur adalah tindakan atau ekspresi ungkapan terima kasih yang formal kepada publik dalam bentuk doa. Bersyukur atau mengucap syukur, ekaristi yang merupakan kata yang digunakan untuk Perjamuan Kudus, ini merupakan perwujudan dan tindakan syukur tertinggi untuk anugerah terbesar yang diterima dari Tuhan, yaitu pengorbanan Yesus untuk orang berdosa.

Banyak keinginan yang mencuat dalam hati, ketika itu tidak terpenuhi akan menimbulkan kegelisahan, yang bisa merenggut damai sejahtera dalam hati. Namun ketika keinginan itu mengemuka dan segera disampaikan kepada Allah melalui doa, permohonan dan diiringi dengan ucapan syukur yang melimpah bukan karena telah memperoleh pemenuhan dari Allah, tetapi karena dilandasi anugerah pengorbanan yang telah dilakukan oleh Yesus di kayu salib, akan memberikan damai sejahtera di dalam hati orang percaya, sehingga dengan sendirinya segala bentuk kekuatiran akan menyingkir dari kehidupannya. 

Pernyataan John Calvin, sebagaimana yang dikutip oleh Derek Thomas dalam artikelnya, mengatakan bahwa “Mereka yang tidak mengalami damai, adalah mereka yang tidak berdoa.” Calvin meyakini bahwa Tuhan memiliki “Suaka Ilahi.” Itu sebabnya dia menyarankan, ketika gangguan, ancaman, godaan, datang menyerang, betapa pun beratnya, secepatnya larilah kepada perlindungan-Nya, dengan cara berdoa. Ketenangan pikiran bisa diperoleh ketika, seseorang melatih diri untuk terbiasa membawa segala pergumulan kepada-Nya dalam doa yang disertai ucapan syukur yang melimpah. Sikap yang penuh syukur memberikan kontribusi penuh untuk kedamaian dalam batin.

3.Pikirkanlah hal-hal yang Terpuji (Filipi 4: 8)

Setelah menggarap bagian hati, bagian selanjutnya yang harus dibereskan adalah pikiran, karena untuk mengalami damai sejahtera harus melibatkan hati dan pikiran. Langkah yang ketiga untuk bisa menikmati kelimpahan damai sejahtera yang dari pada Allah, adalah berpikirlah terpuji. Paulus menasehati jemaat di Filipi untuk memikirkan hal-hal yang terpuji dan berharga. 

Kata memikirkan Paulus menggunakan kata ιογίδεζζε (logizesthe), ini adalah kata kerja, present, medial/pasif, deponent, imperatif, orang kedua, jamak dari kata λογίζομαι (logizomai). Berdasarkan petunjuk penggunaannya, kata ini lebih baik diterjemahkan teruslah berpikir, teruslah perhitungkan, teruslah pertimbangkan atau teruslah renungkan dengan cermat. Ini merupakan tindakan untuk menjadikan hal-hal yang masuk ke dalam pikiran dipertimbangkan dengan bijaksana atau direnungkan dengan hati-hati. 

Dave Hagelberg memberikan definisi kata kerja ιογίδοκαη (logizomai) sebagai berikut: pertama, menemukan lewat proses sistematis atau menghitung; kedua, “menimbang suatu persoalan dengan seksama,” mempertimbangkan, menaruh pikiran pada suatu persoalan: ketiga, menganut pandangan tertentu tentang sesuatu. 

Dan Hagelberg berpendapat yang nomor dua merupakan definisi yang tepat untuk bagian ini. Dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus, Paulus mengingatkan untuk menaklukkan pikiran. “Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus, (2Korintus 10:5)

Dalam bagian ini digunakan dua kata untuk mengungkapkan pola pemikiran yang benar, yaitu ἀρεηὴ (arête, layak), berbicara tentang hal-hal yang mulia, menyenangkan Tuhan, kebajikan, kesempurnaan dan keunggulan moral dan ἔπαηλος (epainos, praise worthy), sesuatu yang patut dipuji. Dari dua kata ini, diuraikan secara terperinci dengan menggunakan enam kata sifat yang menjelaskan tentang apa saja yang mulia dan layak dipuji untuk dipikirkan.

Filipi 4:9 mencatat: “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar (ἀληθῆ, alethe), semua yang mulia (ζεκλά, semna), semua yang adil (δίθαηα, dikhaia), semua yang suci (ἁγλά, agna), semua yang manis (προζθηιῆ, prosfile), semua yang sedap didengar (εὔθεκα, eufema), semua yang disebut kebajikan (ἀρεηὴ, arete) dan patut dipuji (ἔπαηλος, epainos), pikirkanlah semuanya itu.”

Singkatnya Filipi 4:9 dimaknai sebagai berikut: teruslah pikirkan hal-hal yang layak dan terpuji, yaitu: semua yang benar, semua yang mulia atau layak dihormati, semua yang adil, semua yang suci (murni, tidak tercemar dosa), semua yang menarik atau menyenangkan, semua yang mempunyai reputasi baik. Kalau setiap orang mengisi pikirannya dengan hal-hal yang demikian, dapat dipastikan dia akan mengalami ketenangan batin. 

Tuhan Yesus telah mengingatkan kepada para murid-Nya, dalam Lukas 6:45 dikatakan:“Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya." Kekuatiran, kecemasan bukan sesuatu yang baik. Jika ingin menghasilkan kebaikan, isilah pikiran dengan kebaikan juga. 

Orang percaya tidak bisa menghindari informasi yang berkembang begitu maraknya, tetapi orang percaya bisa mengatur pikirannya untuk hanya memikirkan apa yang layak dan terpuji. Dunia akan terus menawarkan berita-berita yang menarik untuk mengalihkan arah pikiran, tetapi kendali ada pada orang yang bersangkutan. Kekuatan pikiran yang dibangun dari sumber yang benar, akan sanggup mengalahkan segala bentuk kecemasan. Pemikiran yang benar hanya bisa dibangun melalui perenungan firman Tuhan. Zig Ziglar mengingatkan pembacanya untuk berhati-hati mengisi pikiran, karena “Pikiran Anda akan menindaklanjuti apa yang Anda masukkan ke dalamnya. 

Norman Vincent Peale dalam bukunya Stay Alive all Your Life menjelaskan bahwa ada dua kekuatan besar dalam dunia ini, yaitu iman dan ketakutan. Iman lebih kuat daripada ketakutan, tetapi seringkali ketakutan mendesak iman, sehingga menguasai kehidupan. Ketakutan yang normal adalah suatu mekanisme yang dibangun oleh Tuhan dalam diri manusia, tetapi ketakutan yang abnormal adalah pola pemikiran yang tidak sehat, yang merusak dan menghancurkan. 

Ini adalah salah satu musuh kepribadian yang paling kuat. Ketakutan yang tidak normal memiliki kekuatan yang melekat untuk menyebabkan kesehatan yang buruk dan bahkan bencana. Peale menyarankan untuk mengusir ketakutan yang abnormal dengan mengisi pikiran dengan kebenaran firman Tuhan. Hidup yang berkemenangan dimulai dalam pikiran. 

Edwin Louis Cole menasehati kaum pria untuk menjaga pikirannya. Dia mengatakan bahwa “Tidak ada orang menjadi tak bermoral dalam perbuatan tanpa terlebih dahulu menjadi tak bermoral dalam pikiran. Pikiran yang tak baik melahirkan tindakan yang tak bermoral.” Kalau ingin menikmati damai sejahtera, teruslah pikirkan hal-hal yang mulia dan yang terpuji!

4.Hiduplah Konsisten (Filipi 4: 9)

Paulus telah memberikan teladan kehidupan yang baik bagi jemaat Filipi. Dia bukan sekedar mempunyai keyakinan, gagasan dan pengajaran, tetapi dia sendiri telah menjadi pelaku dari apa yang diyakininya. Dalam Filipi 3:17 dia mengatakan: “Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu.” Kata teladan digunakan Perjanjian Baru, yang secara literal dapat diterjemahkan imitasi atau peniru, atau lengkapnya “jadilah imitasiku” atau “jadilah peniruku.”

Filipi adalah jemaat yang dibangun sendiri oleh Paulus. Dia mempunyai hubungan yang baik dengan orang-orang yang dilayaninya. Ada sapaan-sapaan yang menunjukkan kedekatan yang begitu indah. “Karena itu, saudara-saudara yang kukasih dan yang kurindukan, sukacitaku dan mahkotaku, berdirilah juga dengan teguh dalam Tuhan, hai saudara-saudaraku yang kekasih!” (Filipi 4:1). Bahkan ketika Paulus mengalami kekurangan, jemaat mengutus beberapa orang untuk melayani kebutuhan Paulus. Mereka memberikan pemberian-pemberian pada saat jemaat-jemaat lain tidak ada yang mempedulikannya. Ada gambaran mengenai keharmonisan Kristen antara jemaat Filipi dengan Paulus. 

Menilik fakta ini, tentunya tidak mudah bagi Paulus untuk dengan lantang mengajak untuk mengikuti teladan kehidupannya, seandainya dia tidak menjadi contoh yang baik bagi jemaat. Dengan tegas dan berani dia mengatakan: “Ikutilah teladanku.” Ini sangat kontras dengan kehidupan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang diuraikan dalam Kitab Matius tentang kemunafikan mereka.

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan (Matius 23:27-28).

Dave Hagelberg memberikan pendapatnya tentang kehidupan Paulus yang konsisten, dengan menjelaskan bahwa Paulus sendiri telah melakukan hal-hal yang ia bicarakan pada ayat sebelumnya, sehingga ia dapat terang-terangan meminta mereka meniru teladan yang telah ia tunjukkan di hadapan mereka. Meskipun mungkin ada banyak bentuk kemunafikan dalam pelayanan Kristen, Paulus mengakui bahwa ia bukan orang munafik. 

Apa yang Paulus harapkan untuk jemaat Filipi meniru kehidupannya? Dia menggunakan empat kata kerja yang berbeda untuk menjelaskan instruksinya. Dan apa yang telah kamu pelajari (ἐκάζεηε, hematete) dan apa yang telah kamu terima (παρειάβεηε, parelabete), dan apa yang telah kamu dengar (ἠθούζαηε, ekousate) dan apa yang telah kamu lihat (εἴδεηε, eidete) padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu (Filipi 4:9). 

Keempat kata kerja tersebut menggunakan modus indikatif. Modus indikatif menyuguhkan tindakan sebagai suatu kepastian. Disebut “modus penegasan,” pembicara menyuguhkan tindakan sebagaimana adanya, tanpa “dibatasi” oleh sikap terhadapnya. Hanya dalam modus ini aspek dan waktu verba memainkan fungsinya secara utuh. Sehingga seharusnya bagian ini diterjemahkan sebagai berikut: kamu telah belajar, dan kamu telah menerima, dan kamu telah mendengar dan kamu telah melihat dari padaku, lakukanlah hal-hal itu.

Jemaat telah menjadi saksi mata atas kehidupan Paulus. Mereka telah menyaksikan bagaimana perjuangan, pelayanan, penderitaan, ancaman dan kekurangan yang dialaminya. Ada hubungan yang karib antara Paulus dan jemaat yang dilayaninya, terlihat dalam suratnya, dia menggunakan percakapan dari hati ke hati dan ungkapan perasaan yang terbuka. Tidak ada bagian hidupnya yang tidak bisa dilihat oleh jemaat. 


Merril C. Tenney dalam bukunya Survei Perjanjian Batu menjelaskan tentang totalitas kehidupan Paulus. Filipi 3, memberikan suatu pengertian yang mendalam tentang motif pendorong di dalam hidup Paulus. Pengabdiannya yang luar biasa dan semangatnya yang tidak kunjung padam menempatkannya dalam jajaran pemimpin-pemimpin besar dunia yang telah mengabdikan seluruh hidupnya bagi sesuatu yang mereka yakini dengan sepenuh hati. Tetapi, bagi Paulus, seluruh kehidupan berpusat pada Kristus. 

Paulus telah mencurahkan seluruh perhatiannya. Filipi menguraikan suatu totalitas hidup dalam Kristus. Kehidupan yang penuh dedikasi, itulah yang dilihat oleh jemaat Filipi. Kata melihat biasanya menggunakan kata βιέπω (blepo) tetapi ayat ini menggunakan εἴδεηε (eidete) kata kerja, aoris, aktif, inkatif, orang kedua, jamak dari kata εἶδολ (eidon) yang lebih tepat diterjemahkan kalian telah melihat langsung ke obyek, merasakan, menyadari. Bahkan Walter Bauer memberikan pengertian mengunjungi seseorang, datang atau belajar mengenal seseorang.

Paulus meyakinkan umat bahwa, dia telah melakukan apa yang dia yakini dan ajarkan. Keadaan yang berbeda dengan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang hanya mahir dalam berteori namun nihil dalam praktek. Kata lakukanlah mengambil kata πράζζεηε (prassete) adalah kata kerja, present, aktif, imperatif, orang kedua, jamak, dari kata πράζζω (prasso) yang cocok diterjemahkan: teruslah lakukan, teruslah praktekkan. William F. Arndt dan F. Wilbur Gingrich memberikan arti kata tersebut, “melakukan perbuatan yang konsisten dengan pertobatan, teruslah bertindaklah dengan cara konsisten.”

BACA JUGA: MARKUS 10:46-52 (3 PELAJARAN DARI BARTIMEUS YANG BUTA)

Paulus memotivasi jemaat untuk menjalani kehidupan mereka bukan saja sebagai warga negara dunia, tetapi terlebih juga sebagai warga negara sorga.

Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya. (Filipi 3:20-21)

Kehidupan Paulus menjadi kesaksian dari keyakinan yang berkembang di dalam dirinya. Totalitas pelayanan kepada Tuhan dan sesama adalah manifestasi iman yang teguh atas pengorbanan Kristus di kayu salib (Filipi 2:5-11), yang menjadi model tertinggi gaya hidupnya. Paulus telah menjadi pengikut Kristus, dan meniru kehidupan-Nya. 

Timotius dan Epafroditus juga telah mencontohkan kehidupan yang berpusat pada Kristus dan berfokus pada Injil sebagaimana yang telah Paulus buktikan, dan besar harapan Paulus untuk jemaat di Filipi melakukan hal yang sama. Rahasia kehidupan Paulus yang dipenuhi dengan damai sejahtera adalah, karena dia hidup konsisten dengan apa yang dia percayai. Kegelisahan, kecemasan dan ketidaktenangan hidup, diawali dari ketidaksesuaian keyakinan dengan tindakan. Terus bertindaklah konsisten!

Next Post Previous Post