KHOTBAH YOHANES 2:1-11 (YESUS DAN PERNIKAHAN DI KANA)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
Yohanes 2:1-11 - “(1) Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ; (2) Yesus dan murid-muridNya diundang juga ke perkawinan itu. (3) Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepadaNya: ‘Mereka kehabisan anggur.’ (4) Kata Yesus kepadanya: ‘Mau apakah engkau dari padaKu, ibu? SaatKu belum tiba.’ (5) Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: ‘Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!’ (6) Di situ ada enam tempayan yang disediakan untuk pembasuhan menurut adat orang Yahudi, masing-masing isinya dua tiga buyung. (7) Yesus berkata kepada pelayan-pelayan itu: ‘Isilah tempayan-tempayan itu penuh dengan air.’ Dan merekapun mengisinya sampai penuh. (8) Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Sekarang cedoklah dan bawalah kepada pemimpin pesta.’ Lalu merekapun membawanya. (9) Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu - dan ia tidak tahu dari mana datangnya, tetapi pelayan-pelayan, yang mencedok air itu, mengetahuinya - ia memanggil mempelai laki-laki, (10) dan berkata kepadanya: ‘Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.’ (11) Hal itu dibuat Yesus di Kana yang di Galilea, sebagai yang pertama dari tanda-tandaNya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaanNya, dan murid-muridNya percaya kepadaNya.”gadget, bisnis, otomotif
I) Pernikahan di Kana (Yohanes 2: 1-2).
Ay 1-2: “(1) Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ; (2) Yesus dan murid-muridNya diundang juga ke perkawinan itu.”.
1) Itu terjadi pada hari ketiga.
William Hendriksen: “‘And on the third day there was a wedding at Cana in Galilee.’ It was the third day after Jesus had gained two more disciples: Philip and Nathaniel. We may probably assume that on the two preceding days (and perhaps even on part of the third day) the Lord and his first six disciples (Andrew, John, Peter, James, Philip, and Nathaniel) had been traveling afoot toward the place where the event recorded in John 2 occurred. Hence, on the third day we find the little company present at Cana in Galilee.” [= ‘Dan pada hari ketiga di sana ada suatu pernikahan di Kana yang di Galilea’. Itu adalah hari yang ketiga setelah Yesus mendapatkan dua murid lagi: Filipus dan Natanael. Kita mungkin boleh menganggap bahwa pada dua hari sebelumnya (dan mungkin bahkan pada sebagian dari hari ketiga) Tuhan dan enam murid pertamaNya (Andreas, Yohanes, Petrus, Yakobus, Filipus, dan Natanael) telah berjalan kaki menuju tempat dimana peristiwa yang dicatat dalam Yoh 2 itu terjadi. Jadi, pada hari ketiga kita mendapati kelompok kecil itu hadir di Kana di Galilea.].
Pulpit Commentary: “It took place on ‘the third day;’ that is, the third day from the place - fifty miles away - where Nathanael had met Jesus. The Lord had then displayed his omniscience, and he now displays his omnipotence.” [= Itu terjadi pada ‘hari ketiga’; yaitu hari ketiga dari tempat - 50 mil jauhnya - dimana Natanael telah bertemu Yesus. Pada saat itu Tuhan telah menunjukkan kemahatahuanNya, dan sekarang Ia menunjukkan kemahakuasaanNya.].
Catatan: saya kira penafsir yang berbicara tentang Kana yang berbeda, karena ini jaraknya terlalu jauh.
Bdk. Yohanes 1:47-50 - “(47) Kata Filipus kepadanya: ‘Mari dan lihatlah!’ Yesus melihat Natanael datang kepadaNya, lalu berkata tentang dia: ‘Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!’ (48) Kata Natanael kepadaNya: ‘Bagaimana Engkau mengenal aku?’ Jawab Yesus kepadanya: ‘Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara.’ (49) Kata Natanael kepadaNya: ‘Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!’ (50) Yesus menjawab, kataNya: ‘Karena Aku berkata kepadamu: Aku melihat engkau di bawah pohon ara, maka engkau percaya? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu.’”.
2) Kana.
William Hendriksen: “The statement that the mother of Jesus, who lived at Nazareth, was also present, may indicate that Cana and Nazareth were not very far apart. There seem to have been several Cana’s, however, even in the province of Galilee. The exact location of the one where the wedding was held no one knows. Present-day commentators and geographers favor a spot situated about 8 or 9 miles north of Nazareth.” [= Pernyataan bahwa ibu Yesus, yang tinggal di Nazaret, juga hadir, mungkin menunjukkan bahwa Kana dan Nazaret tidak jauh jaraknya. Tetapi, kelihatannya di sana ada beberapa Kana, bahkan di propinsi Galilea. Lokasi yang tepat dari Kana dimana pernikahan itu dilakukan tak seorangpun yang tahu. Penafsir-penafsir dan ahli-ahli ilmu bumi saat ini lebih memilih suatu tempat yang terletak sekitar 8 atau 9 mil di Utara Nazaret.].
J. C. Ryle: “‘A marriage in Cana.’ Let it be remembered, that we are told elsewhere that Nathanael was an inhabitant of Cana. (John 21:2.) This makes it far from improbable, that Nathanael, after he became a disciple, invited our Lord to visit the place where he lived. Cana is a place not mentioned in the Old Testament. Robinson, in his Biblical Researches, says it was a village about three hours’ journey from Nazareth.” [= ‘Suatu pernikahan di Kana’. Hendaklah diingat bahwa kita diberitahu di tempat lain bahwa Natanael adalah seorang penduduk dari Kana (Yoh 21:2). Ini membuat mungkin bahwa Natanael, setelah ia menjadi seorang murid, mengundang Tuhan kita untuk mengunjungi tempat dimana ia tinggal. Kana adalah suatu tempat yang tidak disebutkan dalam Perjanjian Lama. Robinson, dan ‘Biblical Researches’nya, mengatakan bahwa itu adalah sebuah desa kira-kira tiga jam perjalanan dari Nazaret.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Yohanes 21:2 - “Di pantai itu berkumpul Simon Petrus, Tomas yang disebut Didimus, Natanael dari Kana yang di Galilea, anak-anak Zebedeus dan dua orang muridNya yang lain.”.
3) Tradisi pernikahan pada saat itu.
William Barclay: “It was the Jewish law that the wedding of a virgin should take place on a Wednesday.” [= Merupakan hukum Yahudi bahwa pernikahan dari seorang perawan harus terjadi pada hari Rabu.].
The Bible Exposition Commentary: “Jewish tradition required that virgins be married on a Wednesday, while widows were married on a Thursday.” [= Tradisi Yahudi mengharuskan bahwa perawan-perawan dinikahkan pada hari Rabu, sedangkan janda-janda dinikahkan pada hari Kamis.].
Catatan: Leon Morris mengatakan hal yang sama.
Sekalipun tradisi seperti ini tidak harus kita ikuti, tetapi ada satu yang penting. Mereka tidak menikah pada hari Sabat, yang pada saat itu adalah Sabtu! Hari Sabat adalah hari untuk berbakti, bukan hari untuk menikah! Sekarang hari Sabat bagi kita adalah Minggu. Hari Minggu adalah hari untuk berbakti, bukan hari untuk menikah!
Menikah pada hari Minggu menyebabkan banyak orang tidak berbakti (khususnya kemanten perempuan), karena mereka menganggap bahwa pada waktu mereka datang pada ‘kebaktian’ pernikahan mereka sudah berbakti kepada Tuhan. Ini hanyalah upacara pemberkatan nikah, bukan kebaktian!
William Barclay: “The wedding festivities lasted for far more than one day. The wedding ceremony itself took place late in the evening, after a feast. After the ceremony, the young couple were conducted to their new home. By that time it was dark and they were conducted through the village streets by the light of flaming torches and with a canopy over their heads. They were taken by as long a route as possible so that as many people as possible would have the opportunity to wish them well. But a newly married couple did not go away for their honeymoon; they stayed at home; and for a week they kept open house. They wore crowns and dressed in their bridal robes. They were treated like a king and queen, were actually addressed as king and queen, and their word was law. In a life where there was much poverty and constant hard work, this week of festivity and joy was one of the supreme occasions.” [= Perayaan / pesta pernikahan berlangsung jauh lebih lama dari satu hari. Upacara pernikahan itu sendiri terjadi pada malam hari, setelah suatu pesta. Setelah upacara, pasangan muda itu dibimbing ke rumah mereka yang baru. Pada saat itu sudah gelap dan mereka dibimbing melalui jalan-jalan desa itu oleh cahaya dari obor-obor yang menyala dan dengan suatu penutup / tudung di atas kepala mereka. Mereka dibawa melalui suatu rute yang sepanjang mungkin sehingga sebanyak mungkin orang mendapatkan kesempatan untuk memberi selamat / mengharapkan kebaikan mereka. Tetapi suatu pasangan yang baru menikah tidak pergi untuk bulan madu mereka; mereka tinggal di rumah; dan untuk satu minggu mereka membiarkan rumah terbuka. Mereka memakai mahkota dan dipakaiani dengan jubah pernikahan mereka. Mereka diperlakukan seperti seorang raja dan ratu, betul-betul disebut sebagai raja dan ratu, dan kata-kata mereka adalah hukum. Dalam suatu kehidupan dimana di sana ada banyak kemiskinan dan pekerjaan berat terus menerus, minggu perayaan / pesta dan sukacita ini merupakan salah satu dari peristiwa-peristiwa terbesar / terpenting.].
4) Ibu Yesus (Maria) ada di pesta pernikahan itu.
Adam Clarke: “The mother of Christ, the most pure of all virgins, the most holy of all wives, and the first Christian mother, was also at it.” [= Ibu dari Kristus, yang paling murni dari semua perawan, yang paling suci dari semua istri, dan ibu Kristen pertama, juga hadir di sana.].
Merupakan sesuatu yang memuakkan bagi saya kalau melihat seorang Protestan berbicara secara terlalu meninggikan tentang Maria! Mengapa tidak menjadi Katolik saja sekalian??? Seharusnya dalam bicara tentang Maria, kita berbicara sedemikian rupa, sehingga menetralisir pandangan Katolik yang terlalu meninggikan Maria, dan bukan malah mendukung pandangan itu, seperti yang dilakukan oleh Adam Clarke di sini!
Bandingkan Paulus dengan Yakobus dalam urusan iman, keselamatan dan perbuatan baik. Paulus berhubungan dengan orang-orang dari Yudaisme yang menekankan perbuatan baik untuk selamat, dan karena itu ia menekankan keselamatan oleh iman saja tanpa andil apapun dari perbuatan baik. Sedangkan Yakobus berhubungan dengan orang-orang yang mengaku Kristen, tetapi hidupnya sama sekali tidak mirip Kristen. Karena itu ia justru menekankan perbuatan baik sebagai bukti dari iman (Yak 2:14-26).
Penyeimbangan seperti ini harus dilakukan baik dalam urusan rohani / doktrinal, maupun dalam urusan jasmani / sekuler.
Misalnya dalam urusan Covid. Karena begitu banyaknya orang-orang di negara kita yang meremehkan, dan bahkan tidak percaya, akan adanya Covid, merupakan sesuatu yang sangat tidak bijaksana (kasarnya ‘bodoh’), dan bahkan membahayakan, untuk membuat dan menyebarkan berita yang ‘menghibur’ bahwa mayoritas orang yang kena Covid bisa disembuhkan dan sebagainya. Kalaupun ini dilakukan untuk menghindarkan kepanikan, menurut saya itu tetap salah besar. Jauh lebih baik orang-orang takut dan panik, dan menjadi sangat berhati-hati, dari pada orang-orang tenang dan menjadi gegabah!
William Barclay: “There is no mention of Joseph. The explanation most probably is that by this time Joseph was dead. It would seem that Joseph died quite soon, and that the reason why Jesus spent eighteen long years in Nazareth was that he had to take upon himself the support of his mother and his family. It was only when his younger brothers and sisters were able to look after themselves that he left home.” [= Yusuf tidak disebutkan. Penjelasan yang paling memungkinkan adalah bahwa pada saat itu Yusuf sudah mati. Kelihatannya Yusuf mati cukup cepat, dan bahwa alasan mengapa Yesus menghabiskan 18 tahun yang lama di Nazaret adalah bahwa Ia harus menopang ibuNya dan keluargaNya. Pada waktu saudara-saudara dan saudari-saudariNya yang lebih muda bisa memelihara / menjaga diri mereka sendiri barulah Ia meninggalkan rumah.].
J. C. Ryle: “The absence of Joseph’s name, both here and in other places where the mother of our Lord is mentioned in the Gospels and Acts, has induced most commentators to think that Joseph was dead when our Lord began His public ministry. The point is one of which we know nothing except by conjecture. It deserves notice, however, that the Jews of Capernaum speak of Jesus as ‘the son of Joseph, whose father and mother we know.’ (John 6:42) If it had been profitable to us to know more about Joseph, we should have been told more. The Roman Catholic Church has already given him a superstitious reverence, upon the authority of tradition, and without the slightest warrant of Scripture. What would have not (?) been said about Joseph by the Romish Church, if he had been more prominently mentioned in God’s Word?” [= Absennya nama Yusuf, baik di sini, maupun di tempat-tempat lain dimana ibu dari Tuhan kita disebutkan dalam kitab-kitab Injil dan Kisah Para Rasul, telah mendorong para penafsir untuk berpikir bahwa Yusuf sudah mati pada waktu Tuhan kita memulai pelayanan umumNya. Pokok ini adalah pokok tentang mana kita tidak tahu apapun kecuali oleh dugaan. Tetapi layak diperhatikan, bahwa orang-orang Yahudi dari Kapernaum berbicara tentang Yesus sebagai ‘anak laki-laki dari Yusuf, yang bapa dan ibuNya kita tahu / kenal (present tense)’ (Yoh 6:42). Seandainya merupakan sesuatu yang berguna bagi kita untuk tahu lebih banyak tentang Yusuf, kita sudah akan diberitahu lebih banyak. Gereja Roma Katolik telah memberinya rasa hormat yang bersifat takhyul, berdasarkan otoritas dari tradisi, dan tanpa otoritas yang terkecil dari Kitab Suci. Apa yang tidak (?) akan dikatakan tentang Yusuf oleh Gereja Roma, seandainya ia telah disebutkan secara lebih menonjol dalam Firman Allah?] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Catatan: memang semua Kitab Suci bahasa Inggris menterjemahkan ‘know’ (present tense), tetapi dalam bahasa Yunani kata yang digunakan adalah OIDAMEN, yang merupakan bentuk perfect.
William Hendriksen: “It is probable that Mary was not an invited guest but rather an assistant at the wedding. This might explain how it was that she knew about the wine giving out.” [= Adalah mungkin bahwa Maria bukanlah seorang tamu yang diundang tetapi lebih merupakan seorang penolong / asisten pada pernikahan. Ini bisa menjelaskan bagaimana ia tahu tentang anggur yang habis.].
5) Yesus dan murid-muridNya juga hadir dalam pesta itu.
a) Mengapa Yesus diundang dalam pernikahan itu?
The Bible Exposition Commentary: “Were Jesus and His disciples invited because of Mary, or because of Nathanael? (John 21:2) Our Lord was not yet well known; He had performed no miracles as yet. It was not likely that He was invited because the people knew who He was. It was probably His relationship with Mary that brought about the invitation.” [= Apakah Yesus dan murid-muridNya diundang karena Maria atau karena Natanael? (Yoh 21:2). Tuhan kita belum dikenal; Ia belum melakukan mujizat-mujizat. Rasanya tidak mungkin bahwa Ia diundang karena orang-orang tahu siapa Dia. Mungkin hubunganNya dengan Maria yang menyebabkan undangan itu.].
b) Mengundang Kristus dalam pernikahan kita.
Pulpit Commentary: “1. If married couples wish a happy life, let them commence it by inviting Jesus to their marriage-feast. ... 2. Many invite Jesus to their scenes of sorrow, but not to their scenes of joy. ... He is invited to the sick and death-bed, but not to the marriage-feast. This is neither kind nor wise. Let us remember that he can enjoy as well as suffer and pity. He can rejoice with those that rejoice, as well as weep with those that weep. And if we invite him to the sunshine of marriage, we have claim on his presence in the gloom of dissolution.” [= 1. Jika pasangan yang menikah itu menginginkan suatu kehidupan yang bahagia, hendaklah mereka memulainya dengan mengundang Yesus pada pesta pernikahan mereka. ... 2. Banyak orang mengundang Yesus pada peristiwa / situasi sedih mereka, tetapi tidak pada peristiwa / situasi sukacita mereka. ... Ia diundang pada ranjang penyakit dan kematian, tetapi tidak pada pesta pernikahan. Ini bukanlah baik ataupun bijaksana. Hendaklah kita ingat bahwa Ia bisa menikmati maupun menderita dan berbelas kasihan. Ia bisa bersukacita dengan mereka yang bersukacita, maupun menangis bersama dengan mereka yang menangis. Dan jika kita mengundang Dia pada sinar matahari dari pernikahan, kita mempunyai hak atas kehadiran-Nya pada kesuraman / kegelapan dari kematian / perceraian.].
J. C. Ryle: “Christ’s blessing and presence are essential to a happy wedding. The marriage at which there is no place for Christ and His disciples, is not one that can justly be expected to prosper.” [= Berkat dan kehadiran Kristus merupakan sesuatu yang hakiki bagi suatu pernikahan yang bahagia. Pernikahan dimana di sana tidak ada tempat bagi Kristus dan murid-muridNya, bukanlah pernikahan yang secara benar bisa diharapkan untuk sukses.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
c) Pandangan Katolik tentang pernikahan, dan kehadiran Yesus dalam pernikahan.
Pulpit Commentary: “Jesus and the marriage-state. Of the services which our Lord Christ has rendered to human society, none is more conspicuous and undeniable than the honour which he has put upon marriage. Of all institutions and relations existing among men, there is none which has met with so much slander, hate, and scorn, as matrimony. The sinful and the selfish, not content with avoiding marriage themselves, overwhelm those who honour and enter upon wedded life with ridicule and contempt. This is not to be wondered at, inasmuch as true and honourable marriage involves abstinence from unlawful pleasures, and also a fidelity and constancy of affection amidst the changes, responsibilities, and troubles incident to this estate.” [= Yesus dan keadaan menikah. Dari pelayanan-pelayanan yang Tuhan Kristus telah berikan kepada masyarakat, tak ada yang lebih nyata / menarik perhatian dan tak bisa disangkal dari pada kehormatan yang telah Ia berikan pada pernikahan. Dari semua tradisi / praktek dan hubungan yang ada di antara manusia, di sana tidak ada yang telah mengalami begitu banyak fitnah, kebencian, dan hinaan / kejijikan, seperti pernikahan. Orang-orang berdosa dan egois, tidak puas dengan menghindari pernikahan untuk diri mereka sendiri, membebani mereka yang menghormati dan memasuki kehidupan pernikahan dengan ejekan dan hinaan. Kita tidak perlu heran akan hal ini, karena pernikahan yang benar dan terhormat menyangkut / melibatkan pengekangan terhadap kesenangan-kesenangan yang tidak sah, dan juga suatu kesetiaan dan kekonstanan dari kasih di tengah-tengah perubahan-perubahan, tanggung jawab - tanggung jawab, dan kesukaran-kesukaran yang menyertai keadaan ini.] - hal 98.
J. C. Ryle: “Let it be noted, that the presence of Jesus, and His disciples, and the Virgin Mary at a marriage, is a significant fact, which stands out in strong contrast to the Patristic and Roman Catholic doctrine, of the imperfection of the state of marriage compared to that of celibacy. ‘Forbidding to marry’ is a doctrine of Antichrist, not of Christ. (1 Tim. 4:3.)” [= Hendaklah diperhatikan, bahwa kehadiran Yesus, dan murid-muridNya, dan sang Perawan Maria di suatu pernikahan, adalah suatu fakta yang penting / berarti, yang bertentangan dalam kontras yang kuat dengan doktrin dari bapa-bapa gereja awal dan Roma Katolik, tentang ketidak-sempurnaan dari keadaan pernikahan dibandingkan dengan keadaan celibat / tidak menikah. ‘Melarang untuk menikah’ adalah suatu doktrin dari Anti Kristus, bukan dari Kristus. (1Tim 4:3).] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
1Timotius 4:1-3 - “(1) Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan (2) oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka. (3) Mereka itu melarang orang kawin, melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang telah mengenal kebenaran.”.
Pulpit Commentary: “His presence does not, as Roman Catholics say, turn marriage into a sacrament. That requires a word of institution, of which there is no trace in this (?) history.” [= KehadiranNya tidaklah, seperti orang-orang Roma Katolik katakan, mengubah pernikahan menjadi suatu sakramen. Itu membutuhkan suatu firman yang menetapkan, tentang mana di sana tidak ada jejak dalam sejarah.] - hal 94.
J. C. Ryle: “The Roman Catholic argument, that Christ, by His presence, made marriage a sacrament, is utterly worthless. Dyke remarks that we might as well call feasts and burials sacraments, because Christ was present at them. He says, ‘There is required a word of institution to make a sacrament. Let the Papists show any such word here used. And if Christ did make marriage a sacrament, why do they call it a work of the flesh? Are sacraments works of the flesh?’” [= Argumentasi Roma Katolik, bahwa Kristus, oleh kehadiranNya, membuat pernikahan suatu sakramen, adalah sama sekali tak bernilai / tak berharga. Dyke mengatakan bahwa kita juga bisa menyebut pesta dan penguburan sebagai sakramen, karena Kristus hadir di sana. Ia berkata, ‘Di sana dibutuhkan suatu firman yang menetapkan untuk membuat suatu sakramen. Hendaklah para pengikut Paus menunjukkan firman yang manapun yang digunakan di sini. Dan jika Kristus memang membuat pernikahan suatu sakramen, mengapa mereka menyebutnya suatu pekerjaan / perbuatan dari daging? Apakah sakramen adalah perbuatan daging?’] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Memang merupakan sesuatu yang aneh dan bersifat kontradiksi kalau Gereja Roma Katolik di satu sisi menganggap keadaan tidak menikah (celibat) lebih baik dari pada keadaan menikah, dan bahkan melarang pastor, suster dsb untuk menikah, tetapi di lain pihak mereka menganggap pernikahan sebagai suatu sakramen!
Sisi pertama merendahkan pernikahan, sisi kedua meninggikan pernikahan!
d) Kehadiran Yesus dalam pesta pernikahan, dan artinya yang benar.
1. Yesus tidak anti pernikahan ataupun pestanya.
Pulpit Commentary: “It is allowable to rejoice on such occasions. Our Lord sanctions by his presence both the marriage and the feast.” [= Merupakan sesuatu yang diizinkan untuk bersukacita pada peristiwa-peristiwa seperti itu. Tuhan kita menyetujui / mendukung dengan kehadiranNya, baik pernikahannya maupun pestanya.].
J. C. Ryle: “We learn, firstly, from these verses, how honourable in the sight of Christ is the estate of matrimony. To be present at a ‘marriage’ was almost the first public act of our Lord’s earthly ministry.” [= Kita mempelajari, pertama-tama, dari ayat-ayat ini, betapa terhormat dalam pandangan Kristus keadaan pernikahan. Hadir dalam suatu pernikahan hampir merupakan tindakan umum pertama dari pelayanan duniawi Tuhan kita.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
J. C. Ryle: “We learn, secondly, from these verses, that there are times when it is lawful to be merry and rejoice. Our Lord Himself sanctioned a wedding-feast by His own presence. He did not refuse to be a guest at ‘a marriage in Cana of Galilee.’ ‘A feast,’ it is written, ‘is made for laughter, and wine maketh merry.’ (Eccles. 10:19.) Our Lord, in the passage before us, countenances both the feast and the use of wine.” [= Kita mempelajari, yang kedua, dari ayat-ayat ini, bahwa di sana ada saat-saat dimana diizinkan oleh hukum untuk bersenang-senang dan bersukacita. Tuhan kita sendiri menyetujui / mendukung suatu pesta pernikahan dengan kehadiranNya sendiri. Ia tidak menolak untuk menjadi seorang tamu pada suatu pernikahan di Kana di Galilea’. ‘Suatu pesta’, ada tertulis, ‘dibuat untuk menyebabkan tertawa, dan anggur membuat gembira’. (Pkh 10:19). Tuhan kita, dalam text di depan kita, menyetujui / mendukung baik pestanya maupun penggunaan anggur.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Pengkhotbah 10:19 - “Untuk tertawa orang menghidangkan makanan; anggur meriangkan hidup dan uang memungkinkan semuanya itu.”.
KJV: “A feast is made for laughter, and wine maketh merry:” [= Suatu pesta dibuat untuk menyebabkan tertawa, dan anggur membuat gembira:].
Lain lagi dengan apa yang dilakukan oleh orang kaya ini.
Lukas 16:19 - “‘Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan.”.
Bdk. Lukas 21:34 - “‘Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.”.
KJV/ASV: “be overcharged” [= dipenuhi sampai meluap].
RSV/NIV: “weighed down” [= dibebani]
J. C. Ryle: “The subject no doubt is a difficult and delicate one. On no point of Christian practice is it so hard to hit the mean between that which is lawful and that which is unlawful, between that which is right and that which is wrong. It is very hard indeed to be both merry and wise. High spirits soon degenerate into levity. Acceptance of many invitations to feasts soon leads to waste of time, and begets leanness of soul. Frequent eating and drinking at other men’s tables, soon lowers a Christian’s tone of religion. Going often into company is a heavy strain on spirituality of heart. Here, if anywhere, God’s children have need to be on their guard. Each must know his own strength and natural temperament, and act accordingly. One believer can go without risk where another cannot. Happy is he who can use his Christian liberty without abusing it! It is possible to be sorely wounded in soul at marriage feasts and the tables of friends.” [= Pokok ini tak diragukan merupakan suatu pokok yang sukar dan harus ditangani dengan hati-hati. Tak ada pokok dari praktek Kristen dimana begitu sukar untuk mencapai bagian di tengah-tengah di antara apa yang sah dan apa yang tidak sah, antara apa yang benar dan apa yang salah. Memang merupakan sesuatu yang sangat sukar untuk bersenang-senang dan bijaksana. Hati yang senang segera / dengan cepat memburuk menjadi ketidak-seriusan / kebodohan. Penerimaan terhadap banyak undangan pada pesta-pesta segera / dengan cepat membimbing pada pemborosan waktu, dan menyebabkan jiwa yang kurus. Sering makan dan minum di meja orang lain, segera / dengan cepat merendahkan nada agama dari seorang Kristen. Sering pergi ke dalam suatu kumpulan orang merupakan suatu ketegangan yang berat pada kerohanian dari hati. Di sinilah anak-anak Allah mempunyai kebutuhan untuk berjaga-jaga. Setiap orang harus tahu kekuatannya dan temperamen alamiahnya sendiri, dan bertindak sesuai dengannya. Seorang percaya bisa pergi tanpa resiko dimana seorang yang lain tidak bisa. Berbahagialah ia yang bisa menggunakan kebebasan Kristennya tanpa menyalah-gunakannya! Adalah mungkin untuk mengalami jiwa yang sangat terluka pada pesta-pesta pernikahan dan meja-meja dari sahabat-sahabat.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Bdk. Amsal 10:19 - “Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi.”.
J. C. Ryle: “One golden rule on the subject may be laid down, the use of which will save us much trouble. Let us take care that we always go to feasts in the spirit of our divine Master, and that we never go where He would not have gone. Like Him, let us endeavour to be always ‘about our Father’s business.’ (Luke 2:49.) Like Him, let us willingly promote joy and gladness, but let us strive that it may be sinless joy, if not joy in the Lord. Let us endeavour to bring the salt of grace into every company, and to drop the word in season in every ear we address. Much good may be done in society by giving a healthy tone to conversation. Let us never be ashamed to show our colours, and to make men see whose we are and whom we serve. ... if Christ went to a marriage feast in Cana there is surely something that Christians can do on similar occasions. Let them only remember that if they go where their Master went, they must go in their Master’s spirit.” [= Satu hukum / peraturan emas tentang pokok ini bisa dinyatakan, yang penggunaannya bisa menyelamatkan / mencegah kita dari banyak problem / kesukaran. Hendaklah kita berhati-hati bahwa kita selalu pergi ke pesta-pesta dalam roh / kecondongan dari Tuan / Guru Ilahi kita, dan bahwa kita tidak pernah pergi dimana Ia tidak akan pernah pergi. Seperti Dia, marilah kita berusaha untuk selalu ‘di sekitar / di dekat urusan BapaKu?’ (Luk 2:49). Seperti Dia, marilah kita dengan sukarela memajukan sukacita dan kesenangan, tetapi marilah kita berusaha supaya itu bisa merupakan sukacita yang tidak berdosa, jika bukannya sukacita di dalam Tuhan. Hendaklah kita berusaha untuk membawa garam dari kasih karunia ke dalam setiap kumpulan orang, dan meneteskan firman pada waktu yang tepat di setiap telinga kepada siapa kita berbicara. Banyak kebaikan bisa dilakukan dalam masyarakat dengan memberikan suatu nada yang sehat pada percakapan. Hendaklah kita tidak pernah malu untuk menunjukkan warna kita, dan membuat orang-orang melihat siapa yang memiliki kita dan siapa yang kita layani. ... jika Kristus pergi ke suatu pesta pernikahan di Kana pastilah di sana ada yang orang-orang Kristen bisa lakukan pada peristiwa-peristiwa yang serupa. Hanya hendaklah mereka ingat bahwa jika mereka pergi kemana Tuan / Guru mereka pergi, mereka harus pergi dalam roh / kecondongan dari Tuan / Guru mereka.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Lukas 2:49 - “JawabNya kepada mereka: ‘Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah BapaKu?’”.
RSV/NIV/NASB: my Father’s house [= rumah BapaKu].
Dalam bahasa Yunaninya kata ‘house’ / ‘rumah’ itu sebetulnya tidak ada. Jadi terjemahan hurufiahnya hanyalah: ‘I must be in my Father’s’ [= Aku harus ada dalam milik BapaKu].
KJV: ‘my Father’s business’ [= kesibukan / urusan BapaKu].
3. Yesus kontras dengan Yohanes Pembaptis.
William Hendriksen: “Jesus accepted the invitation for the entire group. He was not an ascetic. He came eating and drinking (Matt. 11:19).” [= Yesus menerima undangan untuk seluruh kelompok. Ia bukanlah seorang pertapa. Ia datang makan dan minum (Mat 11:19).].
The Bible Exposition Commentary: “Our Lord was not a recluse, as was John the Baptist (Matt 11:16-19). He accepted invitations to social events, even though His enemies used this practice to accuse Him (Luke 15:1-2).” [= Tuhan kita bukanlah orang yang hidup menyendiri, seperti Yohanes Pembaptis (Matius 11:16-19). Ia menerima undangan-undangan pada aktivitas-aktivitas sosial, sekalipun musuh-musuhNya menggunakan praktek ini untuk menuduhNya (Lukas 15:1-2).].
Kita harus tiru ini; tidak usah takut untuk melakukan apapun yang benar, tak peduli akan diserang orang.
Mat 11:16-19 - “(16) Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada teman-temannya: (17) Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak berkabung. (18) Karena Yohanes datang, ia tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan. (19) Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya.’”.
Lukas 15:1-2 - “(1) Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. (2) Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: ‘Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.’”.
Pulpit Commentary: “His disciples had been disciples of John the Baptist, and John was an ascetic, a Nazarite, a man of the wilderness; and now that these disciples of John had become disciples of Jesus, they cannot learn too soon that their new Teacher proceeds by different methods from those of John. Not that blame of John is thereby implied. John and his own work to do in his own way, and Jesus had his work to do in his way. Jesus will become all things to all men, that he may save some. He cannot truly weep with the weeping unless he can also rejoice with the rejoicing.” [= Murid-muridNya dulunya adalah murid Yohanes Pembaptis, dan Yohanes adalah seorang pertapa, seorang Nazir, orang dari padang gurun; dan sekarang pada waktu murid-murid Yohanes ini telah menjadi murid-murid Yesus, mereka tidak bisa belajar terlalu cepat bahwa Guru mereka yang baru maju / berjalan dengan metode-metode yang berbeda dari metode-metode Yohanes. Ini tidaklah secara implicit menyalahkan Yohanes. Yohanes dan pekerjaannya melakukannya dengan caranya sendiri, dan Yesus mempunyai pekerjaanNya untuk dilakukan dengan caraNya sendiri. Yesus akan menjadi segala sesuatu bagi semua orang, supaya Ia bisa menyelamatkan beberapa / sebagian dari mereka. Ia tidak bisa dengan sungguh-sungguh menangis dengan orang-orang yang menangis kecuali ia juga bisa bersukacita dengan orang-orang yang bersukacita.].
J. C. Ryle: “True religion was never meant to make men melancholy. On the contrary, it was intended to increase real joy and happiness among men. ... The Christian who withdraws entirely from the society of his fellow-men, and walks the earth with a face as melancholy as if he was always attending a funeral, does injury to the cause of the Gospel. A cheerful, kindly spirit is a great recommendation to a believer. It is a positive misfortune to Christianity when a Christian cannot smile. A merry heart, and a readiness to take part in all innocent mirth, are gifts of inestimable value. They go far to soften prejudices, to take up stumbling-blocks out of the way, and to make way for Christ and the Gospel.” [= Agama yang benar tidak pernah dimaksudkan untuk membuat orang-orang sedih / suram. Sebaliknya, itu dimaksudkan untuk meningkatkan sukacita dan kebahagiaan yang sejati di antara manusia. ... Orang Kristen yang menarik diri sepenuhnya dari kumpulan sesama manusianya, dan berjalan di bumi dengan suatu wajah yang sedih / suram seakan-akan ia sedang selalu menghadiri suatu penguburan, melukai / merugikan perkara dari Injil. Suatu roh / kecondongan yang gembira dan baik merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan bagi seorang percaya. Merupakan suatu bencana positif bagi kekristenan pada waktu seorang Kristen tidak bisa tersenyum. Suatu hati yang gembira, dan suatu kesediaan untuk ambil bagian dalam semua kegembiraan yang tak bersalah / berdosa, merupakan karunia-karunia yang tak ternilai. Mereka pergi jauh untuk melembutkan prasangka-prasangka, menyingkirkan batu-batu sandungan dari jalan, dan membuka jalan bagi Kristus dan Injil.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
II) Mereka kehabisan anggur.
Yohanes 2: 3: “Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepadaNya: ‘Mereka kehabisan anggur.’”.
1) Anggur (wine) atau grape juice (juice buah anggur)?
Barnes’ Notes: “The wine referred to here was doubtless such as was commonly drunk in Palestine. That was the pure juice of the grape. It was not brandied wine, nor drugged wine, nor wine compounded of various substances, such as we drink in this land. The common wine drunk in Palestine was that which was the simple juice of the grape. WE use the word ‘wine’ now to denote the kind of liquid which passes under that name in this country - always containing a considerable portion of alcohol not only the alcohol produced by fermentation, but alcohol ‘added’ to keep it or make it stronger. But we have no right to take THAT sense of the word, and go with it to the interpretation of the Scriptures. We should endeavor to place ourselves in the exact circumstances of those times, ascertain precisely what idea the word would convey to those who used it then, and apply THAT sense to the word in the interpretation of the Bible; and there is not the slightest evidence that the word so used would have conveyed any idea but that of the pure juice of the grape,” [= Anggur yang dibicarakan di sini tak diragukan adalah apa yang biasanya diminum di Palestina. Itu adalah juice buah anggur yang murni. Itu bukanlah anggur yang beralkohol, ataupun anggur yang dicampur obat, ataupun anggur yang dicampur dengan bermacam-macam zat, sebagaimana yang kita minum di negara ini. Anggur yang umum yang diminum di Palestina adalah hanya juice buah anggur. Kita menggunakan kata ‘anggur’ sekarang untuk menunjuk pada jenis cairan yang disebut dengan nama itu di negara ini - selalu mengandung suatu bagian yang besar dari alkohol, bukan hanya alkohol yang dihasilkan oleh proses fermentasi, tetapi alkohol yang ditambahkan untuk mengawetkannya atau membuatnya lebih kuat. Tetapi kita tidak punya hak untuk mengambil arti itu dari kata itu, dan menggunakannya untuk menafsirkan Kitab Suci. Kita harus berusaha untuk menempatkan diri kita sendiri dalam keadaan yang pasti dari saat itu, memastikan secara tepat arti apa yang kata itu akan nyatakan bagi mereka yang menggunakannya pada saat itu, dan menerapkan arti itu pada kata dalam penafsiran Alkitab; dan di sana TIDAK ADA BUKTI YANG TERKECIL bahwa kata yang digunakan seperti itu menyatakan arti apapun kecuali juice buah anggur yang murni,].
Saya tidak tahu dari mana Barnes mendapatkan tradisi seperti ini, tetapi setahu saya tak ada satupun penafsir yang setuju dengan arti yang ia berikan. Semua penafsir menganggap bahwa yang dimaksudkan dengan anggur betul-betul adalah anggur yang bisa memabukkan.
William Barclay: “For a Jewish feast, wine was essential. ‘Without wine,’ said the Rabbis, ‘there is no joy.’ It was not that people were drunk, but in this part of the world wine was an essential. Drunkenness was in fact a great disgrace, and they actually drank their wine in a mixture composed of two parts of wine to three parts of water.” [= Bagi suatu pesta Yahudi, anggur merupakan sesuatu yang harus ada / sangat penting. ‘Tanpa anggur’, kata rabi-rabi, ‘di sana tidak ada sukacita’. Bukan bahwa orang-orang itu mabuk, tetapi dalam bagian dunia ini anggur adalah sesuatu yang harus ada / sangat penting. Memang mabuk merupakan sesuatu yang sangat memalukan, dan mereka secara hurufiah meminum anggur mereka dalam suatu campuran yang terdiri dari dua bagian anggur dan tiga bagian air.].
William Hendriksen: “In Palestine grapes ripened from June to September. There is, accordingly, no good reason to suppose that wine served at weddings which took place during the period October-May would be anything else but fermented grape-juice, in other words, actual wine.” [= Di Palestina buah anggur matang dari Juni sampai September. Karena itu, disana tidak ada alasan yang baik untuk menganggap bahwa anggur yang disediakan pada pesta pernikahan yang terjadi selama masa Oktober - Mei adalah apapun yang lain kecuali juice buah anggur yang difermentasi, dengan kata lain, betul-betul anggur.].
Catatan: saat itu dekat dengan Paskah Perjanjian Lama (lihat ay 13), dan karena itu kira-kira adalah bulan April. Karena itu tidak mungkin bisa ada grape juice (juice buah anggur).
Yohanes 2:12-13 - “(12) Sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama dengan ibuNya dan saudara-saudaraNya dan murid-muridNya, dan mereka tinggal di situ hanya beberapa hari saja. (13) Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem.”.
William Hendriksen: “The fact that wine was considered a staple article of food is clear from such passages as Gen. 14:18; Num. 6:20; Deut. 14:26; Neh. 5:18; Matt. 11:19. Because of its intoxicating character its use was definitely restricted: in connection with the execution of certain functions it was forbidden; excessive indulgence was always definitely condemned (Lev. 10:9; Prov. 31:4, 5; Eccl. 10:17; Isa. 28:7; I Tim. 3:8).” [= Fakta bahwa anggur dianggap sebagai makanan yang penting adalah jelas dari text-text seperti Kej 14:18; Bil 6:20; Ul 14:26; Neh 5:18; Mat 11:19. Karena sifatnya yang memabukkan maka penggunaannya dibatasi secara pasti: dalam hubungannya dengan pelaksanaan dari aktivitas-aktivitas tertentu itu dilarang; pemuasan yang berlebihan selalu dikecam secara jelas / explicit (Im 10:9; Amsal 31:4, 5; Pkh 10:17; Yesaya 28:7; 1Timotius 3:8).].
Catatan: saya hanya memberikan ayat-ayat yang saya anggap cocok dari ayat-ayat yang diberikan sebagai referensi oleh William Hendriksen.
Ulangan 14:26 - “dan haruslah engkau membelanjakan uang itu untuk segala yang disukai hatimu, untuk lembu sapi atau kambing domba, untuk anggur atau minuman yang memabukkan, atau apapun yang diingini hatimu, dan haruslah engkau makan di sana di hadapan TUHAN, Allahmu dan bersukaria, engkau dan seisi rumahmu.”.
Nehemia 5:18 - “Yang disediakan sehari atas tanggunganku ialah: seekor lembu, enam ekor kambing domba yang terpilih dan beberapa ekor unggas, dan bermacam-macam anggur dengan berlimpah-limpah setiap sepuluh hari. Namun, dengan semuanya itu, aku tidak menuntut pembagian yang menjadi hak bupati, karena pekerjaan itu sangat menekan rakyat.”.
Amsal 31:4-5 - “(4) Tidaklah pantas bagi raja, hai Lemuel, tidaklah pantas bagi raja meminum anggur, ataupun bagi para pembesar mengingini minuman keras, (5) jangan sampai karena minum ia melupakan apa yang telah ditetapkan, dan membengkokkan hak orang-orang yang tertindas.”.
Pkh 10:17 - “Berbahagialah engkau tanah, kalau rajamu seorang yang berasal dari kaum pemuka, dan pemimpin-pemimpinmu makan pada waktunya dalam keperkasaan dan bukan dalam kemabukan!”.
Yesaya 28:7 - “Tetapi orang-orang di sinipun pening karena anggur dan pusing karena arak. Baik imam maupun nabi pening karena arak, kacau oleh anggur; mereka pusing oleh arak, pening pada waktu melihat penglihatan, goyang pada waktu memberi keputusan.”.
1Tim 3:8 - “Demikian juga diaken-diaken haruslah orang terhormat, jangan bercabang lidah, jangan penggemar anggur, jangan serakah,”.
KJV: “not given to much wine” [= tidak cenderung pada banyak anggur].
RSV: “not addicted to much wine” [= tidak mencandu pada banyak anggur].
NIV: “not indulging in much wine” [= tidak menuruti keinginannya dalam banyak anggur].
NASB: “not ... addicted to much wine” [= tidak ... mencandu pada banyak anggur].
Lenski: “the Scriptures nowhere condemn wine and its right use but only any and all forms of its abuse.” [= Tak ada dimanapun Kitab Suci mengecam anggur dan penggunaannya yang benar, tetapi hanya bentuk apapun dan semua bentuk dari penyalah-gunaannya.].
The Bible Exposition Commentary: “Finally, it is worth noting that the Jews always diluted the wine with water usually to the proportion of three parts water to one part wine. While the Bible does not command total abstinence, it certainly magnifies it and definitely warns against drunkenness.” [= Akhirnya, adalah layak diperhatikan bahwa orang-orang Yahudi selalu mengencerkan anggur dengan air biasanya dengan perbandingan 3 bagian air dengan 1 bagian anggur. Sekalipun Alkitab tidak memerintahkan kepantangan total, Alkitab pasti membesarkan persoalan itu, dan pasti memperingatkan terhadap kemabukan.].
Jelas bahwa Alkitab memang banyak mengecam orang yang minum sampai mabuk. Dan Alkitab juga sangat sering menceritakan orang yang minum anggur sampai mabuk (seperti Nuh, Lot dsb). Kalau seperti kata-kata Barnes di atas bahwa mereka selalu minum juice buah anggur, maka mengapa ada kecaman-kecaman dan kejadian-kejadian seperti itu???
Juga ay 10 menunjukkan secara pasti bahwa itu memang anggur / wine, bukan juice buah anggur!
Yohanes 2: 10: “dan berkata kepadanya: ‘Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.’”.
Kata-kata dalam ayat ini tidak mungkin bisa berlaku untuk juice buah anggur, tetapi hanya bisa berlaku untuk anggur / wine.
2) Kehabisan anggur: mengapa dan apa resikonya.
a) Pesta pernikahan di sana pada saat itu bisa berlangsung satu minggu, dan menurut Lenski kadang-kadang bisa dua minggu!
Kejadian 29:27 - “Genapilah dahulu tujuh hari perkawinanmu dengan anakku ini; kemudian anakku yang lainpun akan diberikan kepadamu sebagai upah, asal engkau bekerja pula padaku tujuh tahun lagi.’”.
Hak 14:12 - “Kata Simson kepada mereka: ‘Aku mau mengatakan suatu teka-teki kepada kamu. Jika kamu dapat memberi jawabnya yang tepat kepadaku dalam tujuh hari selama perjamuan ini berlangsung dan menebaknya, maka aku akan memberikan kepadamu tiga puluh pakaian lenan dan tiga puluh pakaian kebesaran.”.
b) Pada peristiwa seperti pernikahan bisa banyak sekali orang yang diundang, dan ini bisa membutuhkan biaya yang sangat besar, untuk makanan dan untuk anggur. Rupanya keluarga yang menikah ini bukan orang kaya sehingga mereka kehabisan anggur.
c) Kehabisan angur bukanlah suatu persoalan kecil. Itu merupakan sesuatu yang memalukan. Lebih dari itu, di sana ada suatu tradisi yang bagi kita rasanya aneh!
Leon Morris (NICNT): “J. Duncan M. Derrett has a very valuable discussion of this miracle. He points out that in the ancient Near East there was a strong element of reciprocity about weddings, and that, for example, it was possible to take legal action in certain circumstances against a man who had failed to provide the appropriate wedding gift. This is quite foreign to our wedding customs and we are apt to overlook such possibilities. But it means that when the supply of wine failed more than social embarrassment was involved. The bridegroom and his family may well have become involved in a heavy pecuniary liability.” [= J. Duncan M. Derrett mempunyai suatu diskusi yang sangat berharga tentang mujizat ini. Ia menunjukkan bahwa di Timur Dekat kuno di sana ada suatu elemen yang kuat tentang kewajiban timbal balik tentang pernikahan, dan bahwa, sebagai contoh, adalah mungkin untuk mengambil tindakan hukum dalam keadaan-keadaan tertentu terhadap seseorang yang gagal untuk menyediakan hadiah pernikahan yang cocok / layak. Ini cukup asing bagi kebiasaan pernikahan kita dan kita condong untuk mengabaikan kemungkinan-kemungkinan seperti itu. Tetapi itu berarti bahwa pada waktu suplai dari anggur kurang, lebih dari rasa malu yang bersifat sosial yang terlibat. Pengantin laki-laki dan keluarganya bisa terlibat dalam suatu pertanggung-jawaban dalam hal keuangan.].
The Bible Exposition Commentary: “Since Jewish wedding feasts lasted a week it was necessary for the groom to have adequate provisions. For one thing, it would be embarrassing to run out of either food or wine; and a family guilty of such gaucherie could actually be fined! So, to run out of wine could be costly both financially and socially.” [= Karena pesta-pesta pernikahan Yahudi berlangsung satu minggu adalah perlu bagi pengantin laki-laki untuk mempunyai persediaan yang cukup. Setidaknya, itu merupakan sesuatu yang memalukan untuk kehabisan makanan atau anggur; dan suatu keluarga yang bersalah tentang keadaan memalukan / tak pantas seperti itu bisa betul-betul didenda! Jadi, kehabisan anggur bisa merupakan sesuatu yang mahal baik secara keuangan maupun secara sosial.].
d) Penerapannya untuk kita.
Pulpit Commentary: “Ver. 3. - ‘They have no wine.’ Just as the scarcity of provisions in the wilderness gave Jesus an opportunity to supply the need of a multitude; just as it was permitted that a man should be born blind, ‘that the works of God should be manifest in him;’ so the falling short of the supply of wine at Cana gave an opportunity for the performance by Christ of a beneficent and instructive miracle. And the lesson is one widely impressive and helpful which is thus conveyed concerning human need and Divine grace and supply.” [= Ay 3. - ‘Mereka kehabisan anggur’. Sama seperti kekurangan persediaan / makanan di padang gurun memberi Yesus suatu kesempatan untuk menyuplai kebutuhan dari banyak orang; sama seperti diizinkan bahwa seseorang dilahirkan dalam keadaan buta, ‘supaya pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia’; begitu juga kekurangan persediaan anggur di Kana memberi suatu kesempatan untuk pelaksanaan dari suatu mujizat yang baik / bermanfaat oleh Kristus. Dan pelajarannya adalah sangat mengesankan dan berguna yang disampaikan seperti itu berkenaan dengan kebutuhan manusia dan kasih karunia Ilahi dan suplai.].
Pulpit Commentary: “I. God lets men want. It is a paradox, but it is a truth, that it is for our good to suffer need of many kinds. 1. Thus he teaches us how slender are our resources, and how soon exhausted. 2. Thus it is suggested to us to look without, to look above, for the satisfaction of our desires. 3. Thus it is arranged that, when God interposes upon our behalf, we shall welcome and value his intervention.” [= I. ALLAH MEMBIARKAN ORANG-ORANG KEKURANGAN / MEMPUNYAI KEBUTUHAN. Ini adalah sesuatu yang bersifat paradox, tetapi itu merupakan suatu kebenaran, bahwa itu adalah untuk kebaikan kita untuk mengalami kebutuhan dari bermacam-macam hal. 1. Dengan demikian Ia mengajar kita betapa sedikit sumber / persediaan kita, dan betapa cepat habisnya. 2. Karena itu diusulkan kepada kita untuk melihat keluar, untuk melihat ke atas, untuk pemuasan dari keinginan-keinginan kita. 3. Maka diaturlah supaya, pada waktu Allah ikut campur demi kepentingan kita, kita akan menerima dengan sukacita dan menghargai campur tanganNya.].
J. C. Ryle: “Melancthon, Chemnitius, and others, think that this want of wine at the marriage feast is purposely mentioned in order to remind married persons, or those who intend marriage, that matrimony brings with it cares as well as comforts, and specially cares from poverty. They that marry do well, and with Christ’s blessing will have happiness. But they must not expect to escape ‘trouble in the flesh’ from the very day of marriage. (1 Cor. 7:28.)” [= Melancthon, Chemnitius, dan orang-orang lain berpikir bahwa kekurangan anggur di pesta pernikahan ini disebutkan secara sengaja untuk mengingatkan orang-orang yang sudah menikah, atau mereka yang bermaksud untuk menikah, bahwa pernikahan membawa dengannya kekuatiran maupun penghiburan, dan secara khusus kekuatiran dari kemiskinan. Mereka yang menikah melakukan hal yang baik, dan dengan berkat Kristus akan mendapatkan kebahagiaan. Tetapi mereka tidak boleh berharap untuk lolos dari ‘kesukaran / problem dalam daging’ sejak saat pernikahan. (1Kor 7:28).] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
1Korintus 7:28 - “Tetapi, kalau engkau kawin, engkau tidak berdosa. Dan kalau seorang gadis kawin, ia tidak berbuat dosa. Tetapi orang-orang yang demikian akan ditimpa kesusahan badani dan aku mau menghindarkan kamu dari kesusahan itu.”.
Catatan: kita harus berhati-hati dalam menggunakan ayat-ayat dalam 1Kor 7, karena banyak ayat dalam pasal itu yang hanya berlaku dalam keadaan khusus pada saat itu.
Bdk. 1Korintus 7:26 - “Aku berpendapat, bahwa, mengingat waktu darurat sekarang, adalah baik bagi manusia untuk tetap dalam keadaannya.”.
3) Kata-kata Maria kepada Yesus berkenaan dengan hal itu.
Yohanes 2: 3b: “ibu Yesus berkata kepadaNya: ‘Mereka kehabisan anggur.’”.
Ada macam-macam penafsiran tentang kata-kata Maria kepada Yesus ini:
a) Gereja Roma Katolik menganggapnya sebagai dasar untuk menggunakan Maria sebagai pengantara dalam doa kita kepada Tuhan.
Pulpit Commentary: “There is nothing in her appeal to her Son to justify the Roman Catholic argument in favour of the Virgin Mary’s intercession in heaven, because (1) it does not follow that, because the prayers of living saints are answered on earth, therefore the prayers of dead saints will be either heard or answered in heaven; (2) the rebuke that our Lord administers to his mother does not strengthen the argument in favour of the prayers of dead saints.” [= Disana tidak ada apapun dalam permohonannya kepada Anaknya untuk membenarkan argumentasi Roma Katolik untuk mendukung pengantaraan sang Perawan Maria di surga, karena (1) tidak bisa dianggap sebagai konsekwensi bahwa karena doa-doa dari orang-orang kudus dijawab di bumi, karena itu doa-doa dari orang-orang kudus yang sudah mati akan didengarkan atau dijawab di surga; (2) teguran yang Tuhan kita berikan kepada ibuNya tidak menguatkan argumentasi yang mendukung doa-doa kepada orang-orang kudus yang sudah mati.].
J. C. Ryle: “The argument which the Roman Catholics draw from this expression in favour of the Virgin Mary’s intercession in heaven for sinners, and the consequent lawfulness of praying to her, is utterly worthless, and most unhappy. ... it is an unfortunate fact, that this petition, the only one that we ever find addressed to our Lord by the Virgin Mary, brought from Him an immediate rebuke! Men must be in great straits for an argument when they can reason in this way in defence of the invocation of saints!” [= Argumentasi yang orang-orang Roma Katolik tarik dari ungkapan ini untuk mendukung pengantaraan sang Perawan Maria di surga untuk orang-orang berdosa, dan sebagai konsekwensinya, keabsahan untuk berdoa kepadanya, sama sekali tak berharga, dan sangat tidak cocok. ... merupakan suatu fakta yang sial, bahwa permohonan ini, satu-satunya yang kita pernah temukan ditujukan kepada Tuhan kita oleh sang Perawan Maria, mendapatkan dengan segera dariNya suatu teguran! Orang-orang harus ada dalam kesukaran yang besar untuk suatu argumentasi pada waktu mereka bisa beralasan dengan cara ini untuk membela doa dari orang-orang kudus yang telah mati!] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
b) Orang-orang Protestanpun memberikan macam-macam penafsiran tentang kata-kata Maria itu.
Calvin: “It may be doubted if she expected or asked any thing from her Son, since he had not yet performed any miracle; and it is possible that, without expecting any remedy of this sort, she advised him to give some pious exhortations which would have the effect of preventing the guests from feeling uneasiness, and at the same time of relieving the shame of the bridegroom.” [= Bisa diragukan jika ia mengharapkan atau meminta apapun dari Anaknya, karena Ia belum melakukan mujizat apapun; dan adalah mungkin bahwa, tanpa mengharapkan pembetulan apapun dari jenis ini, ia menasehatiNya untuk memberikan nasehat / penguatan yang saleh yang akan mencegah tamu-tamu untuk merasa tidak nyaman, dan pada saat yang sama mengurangi rasa malu dari pengantin laki-laki.].
Catatan: saya betul-betul heran bagaimana Calvin bisa memberikan tafsiran sejelek ini.
William Hendriksen: “‘The mother of Jesus said to him, They have no wine.’ Now in these embarrassing circumstances, when the wine failed, Mary comes to the rescue with the remark, addressed to Jesus, ‘They have no wine.’ Of all those present no one knew better than Mary who Jesus actually was and what task had been assigned to him. (Cf. Luke 1:26–38.) Did she show a degree of impatience because he did not at once do something about the present embarrassing situation? Note, however, that she did not in so many words tell him what to do. She merely mentioned the need, but the hint was clear enough. That Mary expected a miracle seems certain.” [= ‘Ibu Yesus berkata kepadaNya, Mereka kehabisan anggur’. Sekarang dalam keadaan yang memalukan ini, pada waktu anggur habis / kurang, Maria datang untuk menolong dengan suatu kata-kata singkat yang ditujukan kepada Yesus, ‘Mereka kehabisan anggur’. Dari semua orang yang hadir tak seorangpun mengenal lebih baik dari Maria siapa sesungguhnya Yesus itu dan tugas apa yang telah ditetapkan bagiNya. (Bdk. Luk 1:26-38). Apakah ia menunjukkan suatu tingkat ketidak-sabaran karena Ia tidak segera melakukan sesuatu tentang keadaan yang memalukan pada saat itu? Tetapi perhatikan bahwa ia tidak dengan banyak kata-kata memberitahuNya apa yang harus dilakukan. Ia semata-mata menyebutkan kebutuhannya, tetapi petunjuk / isyaratnya cukup jelas. Bahwa Maria mengharapkan suatu mujizat kelihatannya pasti.].
Leon Morris (NICNT): “she knew that angels had spoken about Jesus before his birth and that she had conceived him while still a virgin. She knew that his whole manner of life stamped him as different. She knew, in short, that Jesus was the Messiah, and it is not unlikely that she now tried to make him take such action as would show him to all as the Messiah she knew him to be.” [= ia tahu bahwa malaikat-malaikat telah berbicara tentang Yesus sebelum kelahiranNya dan bahwa ia akan mengandungNya pada saat ia masih seorang perawan. Ia tahu bahwa seluruh cara hidupNya menunjukkan Dia sebagai orang yang berbeda. Ia tahu, singkatnya, bahwa Yesus adalah Mesias, dan bukannya tidak mungkin bahwa sekarang ia mencoba untuk membuatNya untuk melakukan tindakan seperti itu sehingga akan menunjukkan Dia kepada semua orang sebagai Mesias sebagaimana yang ia ketahui tentang Dia.].
J. C. Ryle: “‘The mother of Jesus.… saith.… no wine.’ This little sentence has given rise to various and strange interpretations. Some have thought, as Bengel, that Mary suggested to our Lord that it was time for Him and His disciples to depart and leave the feast, in order to spare the feelings of the bride and bridegroom, and to avoid exposing their poverty. Some have thought, as Calvin, that she wished our Lord to occupy the minds of the guests by profitable discourse, and so to take off their attention from the deficiency of wine. By far the most reasonable and probable idea is, that Mary conjectured that our Lord might in some way supply the deficiency of wine. How it would be done she could not tell. There is not the slightest ground for supposing that our Lord had ever worked a miracle up to this time. But it would be foolish to suppose that Mary did not remember well all the miraculous circumstances of our Lord’s birth, and all the words spoken before by the angel Gabriel concerning Him. - We cannot doubt, that although our Lord had lived a quiet life at Nazareth for thirty years, and done no miracles, His mother must have observed in Him a perfection of word and deed utterly unlike the behaviour of common men. - We cannot doubt that she was aware of all the events of the last few weeks, - our Lord’s baptism by John, John’s public proclamation of Him as the Messiah, and the gathering around Jesus of a small knot of disciples. - Remembering all these things, we surely need not wonder that Mary’s expectations were greatly raised. She looked for her Son speedily doing some great miracle. She was in daily expectation that He would prove Himself the Messiah by some mighty act. And it was under these feelings that she turned to Him, saying, ‘They have no wine.’ It is as though she said, - ’Surely the time is come for declaring thyself. Manifest thy power, as I have long expected thee to do, by providing a supply of wine.’” [= ‘Ibu Yesus ... berkata ... kehabisan anggur’. Kalimat pendek ini telah menimbulkan bermacam-macam penafsiran yang aneh. Beberapa telah berpikir, seperti Bengel, bahwa Maria mengusulkan kepada Tuhan kita bahwa itu adalah waktu bagiNya dan murid-muridNya untuk pergi dan meninggalkan pesta, untuk menjaga perasaan dari pengantin perempuan dan laki-laki, dan untuk menghindari terbukanya kemiskinan mereka. Beberapa orang telah berpikir, seperti Calvin, bahwa ia berharap Tuhan kita memenuhi / menyibukkan pikiran dari para tamu dengan pembicaraan yang berguna, dan dengan demikian menyingkirkan perhatian mereka dari kekurangan anggur. Jauh lebih masuk akal dan memungkinkan adalah gagasan bahwa Maria mengira bahwa Tuhan kita bisa dengan suatu cara menyuplai kekurangan anggur itu. Bagaimana itu akan dilakukan ia tidak tahu. Disana tidak ada dasar terkecilpun untuk menganggap bahwa Tuhan kita pernah mengerjakan suatu mujizat sampai pada saat ini. Tetapi adalah bodoh untuk menganggap bahwa Maria tidak mengingat dengan baik semua peristiwa yang bersifat mujizat tentang kelahiran Tuhan kita, dan semua kata-kata yang diucapkan oleh malaikat Gabriel berkenaan dengan Dia. - Kita tidak bisa meragukan, bahwa sekalipun Tuhan kita telah menjalani kehidupan yang tenang di Nazaret selama 30 tahun, dan tidak melakukan mujizat, ibuNya pasti telah memperhatikan di dalam Dia suatu kesempurnaan dari kata-kata dan tindakan-tindakan yang sama sekali tidak seperti tingkah laku dari orang-orang biasa. - Kita tidak bisa meragukan bahwa ia menyadari semua peristiwa dari beberapa minggu terakhir, - baptisan Tuhan kita oleh Yohanes, proklamasi umum Yohanes tentang Dia sebagai Mesias, dan pengumpulan di sekitar Yesus suatu kumpulan kecil dari murid-murid. - Mengingat semua hal-hal ini, kita pasti tidak perlu heran bahwa pengharapan Maria sangat ditinggikan. Ia mencari Anaknya dengan cepat untuk melakukan mujizat yang besar. Ia ada dalam pengharapan setiap hari bahwa Ia akan membuktikan diriNya sendiri sebagai Mesias oleh tindakan yang hebat. Dan di bawah perasaan-perasaan inilah ia datang kepada Dia dan berkata ‘Mereka kehabisan anggur’. Itu adalah seakan-akan ia berkata, - ‘pastilah saatnya sudah tiba untuk menyatakan diriMu sendiri. Tunjukkan kuasaMu, yang telah lama aku harapkan untuk Engkau lakukan, dengan menyediakan suatu suplai anggur’.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
4) Jawaban Yesus kepada Maria.
Yohanes 2: 4: “Kata Yesus kepadanya: ‘Mau apakah engkau dari padaKu, ibu? SaatKu belum tiba.’”.
a) Cara Yesus menyebut Maria.
Ay 4a: “Kata Yesus kepadanya: ‘Mau apakah engkau dari padaKu, ibu?”.
RSV: “O woman, what have you to do with Me?” [= O perempuan, apa urusanmu dengan Aku?].
NIV: “Dear woman, why do you involve me?” [= Perempuan, mengapa engkau melibatkan Aku?].
NASB/KJV: “Woman, what have I to do with you / thee?” [= Perempuan, apa urusanKu denganmu?].
NKJV: “Woman, what does your concern have to do with Me?” [= Perempuan, apa urusannya perhatianmu itu dengan Aku?].
Lit: “What to me and to thee, woman?” [= Apa bagiKu dan bagimu, perempuan?].
1. Sebutan ‘ibu’.
a. Yesus bukan menyebut Maria ‘ibu / mama’ tetapi ‘perempuan’.
Yohanes 2:3-5 - “(3) Ketika mereka kekurangan anggur, ibu (Yunani: METER) Yesus berkata kepadaNya: ‘Mereka kehabisan anggur.’ (4) Kata Yesus kepadanya: ‘Mau apakah engkau dari padaKu, ibu (Yunani: GUNAI)? SaatKu belum tiba.’ (5) Tetapi ibu (Yunani: METER) Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: ‘Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!’”.
NIV: “(3) When the wine was gone, Jesus’ mother said to him, ‘They have no more wine.’ (4) Dear woman, why do you involve me? Jesus replied. ‘My time has not yet come.’ (5) His mother said to the servants, ‘Do whatever he tells you.’”.
METER = mother / ibu / mama.
GUNAI = woman / perempuan.
Dalam sepanjang Alkitab, Maria memang disebut ibu / mama (METER) dari Yesus, tetapi Yesusnya sendiri tidak pernah menyebutnya ‘mama’ (METER). Ia selalu menyebutnya ‘perempuan’ (GUNAI).
F. F. Bruce: “when the NEB makes him say ‘Your concern, mother, is not mine’, it misses the point, which is that ‘mother’ is precisely what he did not call her. If she sought his help now, she must not seek it on the basis of their mother-and-son relationship.” [= pada waktu NEB membuatNya berkata, ‘Urusanmu, ibu / mama, bukanlah urusanKu’, itu menyalah-tafsirkan, yang mana ‘ibu / mama’ itu adalah persis / justru apa yang tidak Ia gunakan untuk menyebutnya. Jika ia mencari pertolonganNya sekarang, ia tidak boleh mencarinya berdasarkan hubungan ibu dan Anak.] - hal 69.
b. Pandangan Calvin tentang sebutan GUNAI [= woman / perempuan].
Calvin: “It is a remarkable passage certainly; for why does he absolutely refuse to his mother what he freely granted afterwards, ... Again, why is he not satisfied with a bare refusal? and why does he reduce her to the ordinary rank of women, and not even deign to call her mother? This saying of Christ openly and manifestly warns men to beware lest, by too superstitiously elevating the honor of the name of mother in the Virgin Mary, they transfer to her what belongs exclusively to God. Christ, therefore, addresses his mother in this manner, in order to lay down a perpetual and general instruction to all ages, that his divine glory must not be obscured by excessive honor paid to his mother.” [= Ini pasti merupakan suatu text yang patut diperhatikan; karena mengapa Ia menolak ibuNya secara mutlak apa yang Ia kabulkan dengan cuma-cuma setelah itu, ... Juga, mengapa Ia tidak puas dengan semata-mata suatu penolakan? dan mengapa Ia merendahkan dia pada tingkat perempuan biasa, dan bahkan tidak merendahkan diri untuk menyebutnya ibu / mama? Kata-kata Kristus ini secara terbuka dan secara jelas memperingatkan orang-orang untuk berhati-hati supaya jangan, dengan peninggian terlalu tinggi yang muncul dari takhyul kehormatan dari sebutan ‘ibu’ kepada Perawan Maria, mereka memindahkan kepadanya apa yang secara exklusif adalah milik Allah. Karena itu, Kristus, menyebut ibuNya dengan cara ini, untuk meletakkan suatu instruksi yang kekal dan bersifat umum kepada semua zaman, bahwa kemuliaan IlahiNya tidak boleh dikaburkan oleh penghormatan yang berlebih-lebihan yang diberikan kepada ibuNya.].
Catatan: saya tidak menganggap Calvin mengatakan bahwa sebutan ‘perempuan’ itu merupakan teguran ataupun sebutan yang tidak menghormat. Yang ia katakan dalam kutipan di atas ini adalah melakukan perbandingan antara sebutan ‘perempuan’ dan sebutan ‘ibu / mama’.
Calvin: “How necessary this warning became, in consequence of the gross and disgraceful superstitions which followed afterwards, is too well known. For Mary has been constituted the Queen of Heaven, the Hope, the Life, and the Salvation of the world; and, in short, their fury and madness proceeded so far that they stripped Christ of his spoils, and left him almost naked. And when we condemn those horrid blasphemies against the Son of God, the Papists call us malignant and envious; and - what is worse - they maliciously slander us as deadly foes to the honor of the holy Virgin. As if she had not all the honor that is due to her, unless she were made a Goddess; or as if it were treating her with respect, to adorn her with blasphemous titles, and to substitute her in the room of Christ. The Papists, therefore, offer a grievous insult to Mary when, in order to disfigure her by false praises, they take from God what belongs to Him.” [= Betapa menjadi penting / perlunya peringatan ini, sebagai akibat dari takhyul-takhyul yang kasar dan memalukan yang mengikuti belakangan, diketahui dengan baik. Karena Maria telah disebut Ratu Surga, Pengharapan, Kehidupan, dan Keselamatan dari dunia; dan singkatnya, tindakan liar dan kegilaan mereka berjalan / maju begitu jauh sehingga mereka merampok / menelanjangi Kristus dari jarahan kemenanganNya, dan meninggalkanNya hampir telanjang. Dan pada waktu kita mengecam hujatan-hujatan yang menghina / sangat tidak bisa diterima terhadap Anak Allah itu, para pengikut Paus (orang-orang Katolik) menyebut kami jahat / membahayakan dan iri hati; dan - lebih buruk lagi - mereka secara jahat memfitnah kami sebagai musuh-musuh yang mematikan bagi kehormatan dari sang Perawan yang kudus. Seakan-akan ia tidak mempunyai semua kehormatan yang cocok baginya, kecuali ia dibuat menjadi seorang Dewi; atau seakan-akan merupakan suatu tindakan memperlakukan dia dengan hormat, untuk menghiasinya dengan gelar-gelar yang bersifat menghujat, dan menggantikan dia di tempat dari Kristus. Karena itu, para pengikut Paus (orang-orang Katolik) mempersembahkan suatu penghinaan yang menyedihkan kepada Maria, pada waktu, untuk / supaya merusak bentuknya, mereka mengambil dari Allah apa yang merupakan milikNya.].
Karena itu adalah aneh dan tidak masuk akal kalau ada orang-orang Protestan yang ‘berdamai’ dengan Katolik!!! Itu sama dengan menganulir seluruh Reformasi!
c. Sebutan ‘perempuan’ bukanlah sebutan yang tidak hormat.
J. C. Ryle: “This remarkable verse has naturally attracted great attention. In interpreting it, it is very important to avoid the extremes into which some Protestants and nearly all Roman Catholic writers have fallen, in their interpretations. On the one side we must not lay too much stress on the expression ‘Woman.’ It is surely a mistake to suppose, as Calvin and others suggest, that it conveys any reproof, or is anywise inconsistent with reverence and respect. The very same expression was used by our Lord when He addressed His mother for the last time on the cross, and affectionately commended her to John’s care. He said, ‘Woman, behold thy son.’ (John 19:26.)” [= Ayat yang menarik ini secara wajar telah menarik perhatian yang besar. Dalam menafsirkannya, adalah sangat penting untuk menghindari extrim-extrim ke dalam mana sebagian orang Protestan dan hampir semua penulis Roma Katolik telah jatuh, dalam penafsiran-penafsiran mereka. Pada satu sisi kita tidak boleh memberikan penekanan yang terlalu besar pada ungkapan ‘Perempuan’. Pastilah merupakan suatu kesalahan untuk menganggap, seperti Calvin dan orang-orang lain mengusulkan, bahwa ungkapan itu memberikan teguran apapun, atau dengan cara apapun tidak konsisten dengan rasa hormat. Ungkapan yang persis sama digunakan oleh Tuhan kita pada waktu Ia berbicara kepada ibuNya untuk terakhir kalinya di salib, dan dengan penuh kasih menyerahkannya pada pemeliharaan Yohanes. Ia berkata, ‘Perempuan, lihatlah anakmu’. (Yoh 19:26).] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Catatan: menurut saya Calvin tidak memaksudkan kata ‘perempuan’ itu sebagai teguran, tetapi seluruh kalimat, ‘Perempuan, apa urusanmu dengan Aku?’.
Yoh 19:26 - “Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’”.
Catatan: dua kata ‘ibu’ yang pertama berasal dari kata Yunani METER [= mother / ibu / mama], tetapi kata ‘ibu’ yang ketiga berasal dari kata Yunani GUNAI [= woman / perempuan].
Barnes’ Notes: “It is the same term by which he tenderly addressed Mary Magdalene after his resurrection (John 20:15), and his mother when he was on the cross, John 19:26. Compare also Matt 15:28; John 4:21; 1 Cor 7:16.” [= Itu adalah istilah yang sama dengan mana Ia dengan lembut menyebut Maria Magdalena setelah kebangkitanNya (Yoh 20:15), dan ibuNya pada waktu Ia ada di salib, Yoh 19:26. Bandingkan juga Mat 15:28; Yoh 4:21; 1Kor 7:16.].
Yoh 20:15 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?’ Maria menyangka orang itu adalah penunggu taman, lalu berkata kepadaNya: ‘Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambilNya.’”.
Mat 15:28 - “Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: ‘Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.’ Dan seketika itu juga anaknya sembuh.”.
1Kor 7:16 - “Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu?”.
William Barclay: “The word ‘woman’ (GUNAI) is also misleading. It sounds to us very rough and abrupt. But it is the same word that Jesus used on the cross to address Mary as he left her to the care of John (John 19:26). In Homer, it is the title by which Odysseus addresses Penelope, his well-loved wife. It is the title by which Augustus, the Roman emperor, addressed Cleopatra, the famous Egyptian queen. So far from being a rough and discourteous way of address, it was a title of respect. We have no way of speaking in English which exactly renders it; but it is better to translate it ‘lady,’ which gives at least the courtesy in it.” [= Kata ‘perempuan’ (GUNAI) juga cenderung untuk membingungkan. Itu kedengarannya bagi kita sangat kasar dan tidak sopan. Tetapi itu adalah kata yang sama yang Yesus gunakan di salib untuk menyebut Maria pada waktu Ia menyerahkan dia pada pemeliharaan Yohanes (Yoh 19:26). Dalam Homer, itu adalah gelar / sebutan dengan mana Odysseus menyebut Penelope, istrinya yang dicintainya. Itu adalah gelar / sebutan dengan mana Agustus, kaisar Roma, menyebut Cleopatra, ratu Mesir yang termasyhur. Jauh dari suatu cara penyebutan yang kasar dan tidak sopan, itu adalah suatu gelar / sebutan kehormatan. Kita tidak mempunyai cara berbicara dalam bahasa Inggris yang secara tepat menterjemahkannya; tetapi adalah lebih baik untuk menterjemahkannya ‘lady’, yang setidaknya memberi kesopanan di dalamnya.].
d. Sekalipun demikian, itu merupakan suatu sebutan yang sangat tidak lazim, dan pasti mempunyai maksud tertentu.
Leon Morris (NICNT): “Jesus’ address to her, ‘Woman,’ is not as cold in the Greek as in English. He uses it, for example, in his last moments as he hangs on the cross and tenderly commends her to the beloved disciple (19:26). This vocative was ‘a term of respect or affection’ (LS). Yet we must bear in mind that it is most unusual to find it when a son addresses his mother. There appear to be no examples of this use cited other than those in this Gospel. It is neither a Hebrew nor a Greek practice. That Jesus calls Mary ‘Woman’ and not ‘Mother’ probably indicates that there is a new relationship between them as he enters his public ministry.” [= Penyebutan Yesus kepadanya, ‘perempuan’, dalam bahasa Yunani tidaklah sedingin (tak berperasaan) dalam bahasa Inggris. Ia menggunakannya, sebagai contoh, dalam saat-saat terakhirnya pada waktu Ia tergantung di salib dan dengan lembut menyerahkannya pada pemeliharaan dari murid yang dikasihiNya (19:26). Kata panggilan ini adalah ‘suatu istilah dari hormat dan kasih’ (LS). Tetapi kita harus mencamkan bahwa itu adalah sangat tidak umum untuk mendapatinya pada waktu seorang anak menyebut ibunya. Di sana kelihatannya tidak ada contoh tentang penggunaan ini dikutip selain dari contoh-contoh dalam Injil ini. Itu bukanlah praktek Ibrani maupun Yunani. Bahwa Yesus menyebut Maria ‘Perempuan’ dan bukan ‘Ibu / Mama’ mungkin menunjukkan bahwa disana ada suatu hubungan yang baru di antara mereka pada waktu Ia memasuki pelayanan umumNya.].
Lenski: “He does not say ‘mother’ but ‘woman,’ for, while Mary will forever remain his mother, in his calling Jesus knows no mother or earthly relative, he is their Lord and Savior as well as of all men. The common earthly relation is swallowed up in the divine. Matt. 12:46–50.” [= Ia tidak mengatakan ‘ibu / mama’ tetapi ‘perempuan’, karena sekalipun Maria akan selamanya tetap adalah ibu / mamaNya, dalam panggilanNya Yesus tak mengenal ibu / mama atau keluarga duniawi, Ia adalah Tuhan dan Juruselamat dari mereka maupun dari semua orang. Hubungan duniawi yang umum ditelan dalam (hubungan) Ilahi. Mat 12:46-50.].
Mat 12:46-50 - “(46) Ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak itu, ibuNya dan saudara-saudaraNya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia. (47) Maka seorang berkata kepadaNya: ‘Lihatlah, ibuMu dan saudara-saudaraMu ada di luar dan berusaha menemui Engkau.’ (48) Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepadaNya: ‘Siapa ibuKu? Dan siapa saudara-saudaraKu?’ (49) Lalu kataNya, sambil menunjuk ke arah murid-muridNya: ‘Ini ibuKu dan saudara-saudaraKu! (50) Sebab siapapun yang melakukan kehendak BapaKu di sorga, dialah saudaraKu laki-laki, dialah saudaraKu perempuan, dialah ibuKu.’”.
Catatan: semua kata ‘ibu’ dalam text di atas ini berasal dari kata bahasa Yunani METER.
William Hendriksen: “When the Lord said, ‘Woman,’ he did not indulge in rudeness. On the contrary, it was very kind of him to emphasize, by the use of this word, that Mary must no longer think of him as being merely her son; ... Mary must begin to look upon Jesus as her Lord.” [= Pada waktu Tuhan berkata, ‘Perempuan’, Ia tidak terlibat dalam kekasaran / ketidak-sopanan. Sebaliknya, adalah sangat baik dariNya untuk menekankan, oleh penggunaan kata ini, bahwa Maria tidak boleh lebih lama berpikir tentang Dia sebagai semata-mata Anaknya; ... Maria harus mulai melihat kepada Yesus sebagai Tuhannya.].
William Hendriksen: “she did not fully realize that the mother-son relationship would be replaced by the believer-Savior relationship.” [= ia tidak sepenuhnya menyadari bahwa hubungan ibu / mama dan Anak akan digantikan dengan hubungan orang percaya dan Juruselamat.].
Pulpit Commentary: “Moreover, the link at the present moment between our Lord and his mother must begin to shade into something more spiritual. It was not possible that he should be holden by it.” [= Lebih lagi / selanjutnya, hubungan pada saat ini antara Tuhan kita dan ibuNya harus mulai berubah secara bertahap ke dalam sesuatu yang lebih rohani. Adalah tidak mungkin bahwa Ia harus ditahan olehnya.].
Bdk. Mat 22:41-46 - “(41) Ketika orang-orang Farisi sedang berkumpul, Yesus bertanya kepada mereka, kataNya: (42) ‘Apakah pendapatmu tentang Mesias? Anak siapakah Dia?’ Kata mereka kepadaNya: ‘Anak Daud.’ (43) KataNya kepada mereka: ‘Jika demikian, bagaimanakah Daud oleh pimpinan Roh dapat menyebut Dia Tuannya, ketika ia berkata: (44) Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kananKu, sampai musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu. (45) Jadi jika Daud menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?’ (46) Tidak ada seorangpun yang dapat menjawabNya, dan sejak hari itu tidak ada seorangpun juga yang berani menanyakan sesuatu kepadaNya.”.
KJV/RSV/NIV/NASB: “Lord” [= Tuhan].
H. P. Liddon: “David’s Son is David’s Lord. ... David describes his great descendant Messiah as his ‘Lord’ (Psa. 110:1). ... He is David’s descendant; the Pharisees knew that truth. But He is also David’s Lord. How could He both if He was merely human? The belief of Christendom can alone answer the question which our Lord addressed to the Pharisees. The Son of David is David’s Lord because He is God; the Lord of David is David’s Son because He is God incarnate.” [= Anak dari Daud adalah Tuhan dari Daud. ... Daud menggambarkan keturunannya yang agung, Mesias, sebagai ‘Tuhan’nya (Maz 110:1). ... Ia adalah keturunan dari Daud; orang-orang Farisi mengetahui kebenaran itu. Tetapi Ia juga adalah Tuhan dari Daud. Bagaimana Ia bisa adalah keduanya jika Ia hanya manusia semata-mata? Hanya kepercayaan dari orang-orang kristen yang bisa menjawab pertanyaan yang ditujukan oleh Tuhan kita kepada orang-orang Farisi. Anak dari Daud adalah Tuhan dari Daud karena Ia adalah Allah; Tuhan dari Daud adalah Anak dari Daud karena Ia adalah Allah yang berinkarnasi / menjadi manusia.] - ‘The Divinity of the Lord and Saviour Jesus Christ’, hal 43.
Mazmur 110:1 - “Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku: ‘Duduklah di sebelah kananKu, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu.’”.
KJV/NIV/NASB: “my Lord” [= Tuhanku].
Jadi ada hubungan dualisme antara Yesus dengan Daud. Secara sama ada hubungan dualisme antara Yesus dan Maria!
Kalau Maria saja, yang adalah ibu / mama dari Yesus, harus mempercayai Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, apalagi kita????
2. ‘Mau apakah engkau dari padaKu’.
KJV: “What have I to do with thee?” [= Apa urusanKu denganmu?].
J. C. Ryle: “The Greek expression, rendered ‘what have I to do with thee,’ would be translated literally, ‘what to me and thee?’ It is an elliptical expression, of which the full meaning probably is, ‘What is there in common to me and thee?’ ‘My thoughts,’ as Bengel says, ‘are one thing, and thine another.’ - It is the same phrase that is used in an interrogative form in Matt. 8:29; Mark 1:24, 5:7; Luke 8:28; and in an imperative form in Matt. 27:19.” [= Ungkapan Yunani, yang diterjemahkan ‘apa urusanKu denganmu’, diterjemahkan secara hurufiah, ‘apa bagiKu dan bagimu?’ Itu merupakan suatu ungkapan yang tidak lengkap tetapi cukup untuk dimengerti, dan arti sepenuhnya mungkin adalah, ‘Apa ada disana persamaan bagiKu dan bagimu?’ ‘PikiranKu’, seperti kata Bengel, ‘adalah satu hal, dan pikiranmu hal yang lain’. - Itu adalah ungkapan yang sama yang digunakan dalam bentuk pertanyaan dalam Mat 8:29; Mark 1:24; Mark 5:7; Luk 8:28; dan dalam suatu bentuk perintah dalam Mat 27:19.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
William Barclay: “The Authorized Version translation of Jesus’ reply makes it sound very discourteous. It makes him say: ‘Woman, what have I to do with thee?’ That is indeed a translation of the words, but it does not in any way give the tone. The phrase, ‘What have I to do with you?’ was a common conversational phrase. When it was uttered angrily and sharply it did indicate complete disagreement and reproach, but when it was spoken gently it indicated not so much reproach but misunderstanding. It means: ‘Don’t worry; you don’t quite understand what is going on; leave things to me, and I will settle them in my own way.’ Jesus was simply telling Mary to leave things to him, that he would have his own way of dealing with the situation.” [= Terjemahan AV (KJV) tentang jawaban Yesus membuatnya kedengaran sangat kasar / tidak sopan. Itu membuat Dia berkata: ‘Perempuan, apa urusanKu denganmu?’ Itu memang merupakan terjemahan dari kata-kata itu, tetapi bagaimanapun itu tidak memberikan nadanya. Ungkapan, ‘Apa urusanKu denganmu?’ adalah suatu ungkapan pembicaraan yang umum. Pada waktu itu diucapkan dengan marah dan dengan tajam, itu memang menunjukkan ketidak-setujuan dan celaan yang sepenuhnya / mutlak, tetapi pada waktu itu diucapkan dengan lembut, itu tidak menunjukkan celaan tetapi kesalah-mengertian. Itu berarti: ‘Jangan kuatir; kamu tidak cukup mengerti apa yang sedang terjadi; serahkanlah hal-hal itu kepadaKu, dan Aku akan membereskannya dengan caraKu sendiri’. Yesus hanya memberitahu Maria untuk menyerahkan hal-hal itu kepada Dia, bahwa Ia mempunyai caraNya sendiri untuk menangani keadaan itu.].
Pulpit Commentary: “the proverbial Τί ἐμοὶ καἰ σοί̀ wheresover the words occur, imply, if not personal estrangement, yet as to the matter in hand some divergence of feeling (see Matt. 8:29; Mark 1:24; Luke 8:28; see also 2 Sam. 16:10; 1 Kings 17:18; 2 Chron. 35:21). Almost all commentators seem to suggest that our Lord refused to be guided by a mother’s direction; that he wished her to understand that he was breaking off from her control and from that silent submission which he had hitherto willingly yielded (so Meyer, Hengstenberg, Godet, Westcott, Tholuck, Ebrard, and Lange). Schaff has quoted from the Fathers before the Nestorian controversy clear proof that they admitted censure, and therefore blame, in the blessed Virgin Mary.” [= kata-kata yang bersifat kiasan TI EMOI KAI SOI {= Apa bagiKu dan bagimu} dimanapun kata-kata itu muncul, menunjukkan secara implicit, jika bukan permusuhan / sikap tidak simpatik secara pribadi, tetapi berkenaan dengan pokok yang dipersoalkan saat ini (menunjukkan) perbedaan perasaan (lihat Mat 8:29; Mark 1:24; Luk 8:28; lihat juga 2Sam 16:10; 1Raja 17:18; 2Taw 35:21). Hampir semua penafsir kelihatannya menyatakan secara tidak langsung bahwa Tuhan kita menolak untuk dibimbing oleh pengarahan dari seorang ibu / mama; bahwa Ia berharap dia mengerti bahwa Ia sedang berhenti / berpisah dari kontrolnya dan dari ketundukan yang diam yang sampai saat itu Ia berikan secara sukarela (demikianlah Meyer, Hengstenberg, Godet, Westcott, Tholuck, Ebrard, dan Lange). Schaff telah mengutip dari Bapa-bapa gereja sebelum kontroversi Nestorianisme bukti yang jelas bahwa mereka mengakuinya sebagai kritikan / celaan, dan karena itu keadaan bersalah, dalam diri sang Perawan Maria yang diberkati.].
Hak 11:12 - “Kemudian Yefta mengirim utusan kepada raja bani Amon dengan pesan: ‘Apakah urusanmu dengan aku, sehingga engkau mendatangi aku untuk memerangi negeriku?’”.
KJV: “What hast thou to do with me” [= Apa urusanmu denganku?].
2Samuel 16:10 - “Tetapi kata raja: ‘Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?’”.
KJV: “What have I to do with you” [= Apa urusanku denganmu?].
1Raja 17:18 - “Kata perempuan itu kepada Elia: ‘Apakah maksudmu datang ke mari, ya abdi Allah? Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan kesalahanku dan untuk menyebabkan anakku mati?’”.
KJV: “What have I to do with thee” [= Apa urusanku denganmu?].
2Raja 3:13 - “Tetapi berkatalah Elisa kepada raja Israel: ‘Apakah urusanku dengan engkau? Pergilah kepada para nabi ayahmu dan kepada para nabi ibumu.’ Jawab raja Israel kepadanya: ‘Jangan begitu, sebab TUHAN memanggil ketiga raja ini untuk menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Moab!’”.
KJV: “What have I to do with thee?” [= Apa urusanku denganmu?].
2Taw 35:21 - “Ia mengirim utusan kepada Yosia, dengan pesan: ‘Apakah urusanmu dengan aku, raja Yehuda? Saat ini aku tidak datang melawan engkau, tetapi melawan keluarga raja yang sedang kuperangi. Allah memerintahkan aku supaya segera bertindak. Hentikanlah niatmu menentang Allah yang menyertai aku, supaya engkau jangan dimusnahkanNya!’”.
KJV: “What have I to do with thee” [= Apa urusanku denganmu?].
Ezra 4:3 - “Tetapi Zerubabel, Yesua dan para kepala kaum keluarga orang Israel yang lain berkata kepada mereka: ‘Bukanlah urusan kita bersama, sehingga kamu dan kami membangun rumah bagi Allah kami, karena kami sendirilah yang hendak membangun bagi TUHAN, Allah Israel, seperti yang diperintahkan kepada kami oleh Koresh, raja negeri Persia.’”.
KJV: “Ye have nothing to do with us” [= Kamu tak punya urusan dengan kami].
Markus 1:24 - “‘Apa urusanMu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.’”.
KJV: “what have we to do with thee” [= apa urusan kami dengan Engkau].
Mat 8:29 - “Dan mereka itupun berteriak, katanya: ‘Apa urusanMu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?’”.
KJV: “What have we to do with thee” [= Apa urusan kami dengan Engkau].
Mark 5:7 - “dan dengan keras ia berteriak: ‘Apa urusanMu dengan aku, hai Yesus, Anak Allah Yang Mahatinggi? Demi Allah, jangan siksa aku!’”.
KJV: “What have we to do with thee” [= Apa urusan kami dengan Engkau].
Lukas 8:28 - “Ketika ia melihat Yesus, ia berteriak lalu tersungkur di hadapanNya dan berkata dengan suara keras: ‘Apa urusanMu dengan aku, hai Yesus Anak Allah Yang Mahatinggi? Aku memohon kepadaMu, supaya Engkau jangan menyiksa aku.’”.
KJV: “What have I to do with thee” [= Apa urusanku dengan Engkau].
Mat 27:19 - “Ketika Pilatus sedang duduk di kursi pengadilan, isterinya mengirim pesan kepadanya: ‘Jangan engkau mencampuri perkara orang benar itu, sebab karena Dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam.’”.
KJV: “Have thou nothing to do with that just man” [= Jangan engkau berurusan dengan orang benar itu].
Dari ayat-ayat ini maka kita bisa melihat bahwa ungkapan seperti itu selalu diucapkan untuk menunjukkan ketidak-senangan! Jadi jelaslah bahwa permintaan Maria di sini merupakan permintaan yang tidak menyenangkan Yesus.
J. C. Ryle: “The Virgin Mary was an erring woman, like all other believing women, but we must not lay more blame on her than Scripture warrants. On the other side, it is useless to deny that our Lord’s words were intended, as Chrysostom, Theophylact, and Euthymius say, to be a rebuke to Mary. She erred here, perhaps from affectionate desire to bring honour to her Son, as she erred on other occasions. The words before us were meant to remind her, that she must henceforth leave our Lord to choose His own times and modes of acting. The season of subjection to her and Joseph was over. The season of his public ministry had at length begun. In carrying on that ministry, she must not presume to suggest to Him. The utter contrariety of this verse to the teaching of the Roman Catholic Church about the Virgin Mary is too palpable to be explained away. She was not without error and sin, as Romish writers have dared to assert, and was not meant to be prayed to and adored. If our Lord would not allow His mother even to suggest to Him the working of a miracle, we may well suppose that all Roman Catholic prayers to the Virgin Mary, and especially prayers entreating her to ‘command her Son,’ are most offensive and blasphemous in His eyes.” [= Sang Perawan Maria adalah seorang perempuan yang bisa berbuat salah, seperti semua perempuan percaya yang lain, tetapi kita tidak boleh mengecam dia lebih dari yang Kitab Suci nyatakan. Di sisi lain, adalah sia-sia untuk menyangkal bahwa kata-kata Tuhan kita dimaksudkan, seperti Chrysostom, Theophylact, dan Euthymius katakan, sebagai suatu teguran kepada Maria. Ia bersalah di sini, mungkin dari keinginan yang penuh kasih untuk menyebabkan kehormatan bagi Anaknya, sebagaimana ia bersalah dalam peristiwa-peristiwa yang lain. Kata-kata di depan kita dimaksudkan untuk memperingatkan dia, bahwa ia mulai saat itu harus membiarkan Tuhan kita untuk memilih saat dan cara bertindakNya sendiri. Masa ketundukan kepada dia dan Yusuf telah berlalu. Masa dari pelayanan umumNya akhirnya telah mulai. Dalam terlibat dalam pelayanan itu, ia tidak boleh bertindak melampaui batas untuk mengusulkan kepadaNya. Kontradiksi sepenuhnya antara ayat ini dengan ajaran dari Gereja Roma Katolik tentang sang Perawan Maria adalah terlalu menyolok untuk disingkirkan. Ia bukannya tanpa kesalahan dan dosa, seperti penulis-penulis dari Gereja Roma Katolik telah berani untuk tegaskan, dan tidak dimaksudkan untuk menjadi tujuan doa dan pemujaan. Jika Tuhan kita tidak mengizinkan ibuNya bahkan untuk mengusulkan kepadaNya untuk mengerjakan suatu mujizat, kita bisa secara benar menganggap bahwa semua doa-doa orang-orang Roma Katolik kepada sang Perawan Maria, dan khususnya doa-doa yang memohon kepadanya untuk ‘memerintah Anaknya’ adalah sangat menyebabkan kemarahan dan bersifat menghujat di mataNya.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Kalau Maria saja dimarahi pada waktu secara implicit meminta Yesus melakukan mujizat, apalagi banyak pendeta-pendeta dan orang-orang Kristen yang kalau berdoa ‘memerintah’ Kristus untuk menyembuhkan, melakukan mujizat dsb!
Matthew Henry: “It therefore bespeaks a resentment, yet not at all inconsistent with the reverence and subjection which he paid to his mother, according to the fifth commandment (Luke 2:51); for there was a time when it was Levi’s praise that he ‘said to his father, I have not known him,’ Deut 33:9. Now this was intended to be, First, A check to his mother for interposing in a matter which was the act of his Godhead, which had no dependence on her, and which she was not the mother of. Though, as man, he was David’s Son and hers; yet, as God, he was David’s Lord and hers, and he would have her know it. The greatest advancements must not make us forget ourselves and our place, nor the familiarity to which the covenant of grace admits us breed contempt, irreverence, or any kind or degree of presumption. Secondly, It was an instruction to others of his relations (many of whom were present here) that they must never expect him to have any regard to his kindred according to the flesh, in his working miracles, or that therein he should gratify them, who in this matter were no more to him than other people. In the things of God we must not know faces. Thirdly, It is a standing testimony against that idolatry which he foresaw his church would in after-ages sink into, in giving undue honours to the virgin Mary, a crime which the Roman catholics, as they call themselves, are notoriously guilty of, when they call her the ‘queen of heaven,’ the ‘salvation of the world,’ their ‘mediatrix,’ their ‘life’ and ‘hope;’ not only depending upon her merit and intercession, but beseeching her to command her Son to do them good: Monstra te esse matrem - Show that thou art his mother. Jussu matris impera salvatori - Lay thy maternal commands on the Saviour. Does he not here expressly say, when a miracle was to be wrought, even in the days of his humiliation, and his mother did but tacitly hint an intercession, ‘Woman, what have I to do with thee?’ This was plainly designed either to prevent or (?) aggravate such gross idolatry, such horrid blasphemy. The Son of God is appointed our Advocate with the Father; but the mother of our Lord was never designed to be our advocate with the Son.” [= Karena itu, hal itu menunjukkan suatu kemarahan / ketidak-senangan, tetapi bukannya sama sekali tidak konsisten dengan hormat dan ketundukan yang Ia berikan kepada ibuNya, sesuai dengan hukum kelima (Luk 2:51); karena disana ada satu waktu dimana Lewi dipuji pada waktu ia ‘berkata kepada bapanya, aku tidak mengenal dia’, Ul 33:9. Ini dimaksudkan sebagai, Pertama, Suatu pengekangan terhadap ibuNya untuk ikut campur dalam suatu persoalan yang merupakan tindakan dari Allah / KeilahianNya, yang tak mempunyai ketergantungan kepada dia, dan yang ia bukan merupakan ibu darinya. Sekalipun, sebagai manusia, Ia adalah Anak Daud dan Anaknya (Maria); tetapi sebagai Allah, Ia adalah Tuhan dari Daud dan Tuhan darinya (Maria), dan Ia mau ia mengetahuinya. Kemajuan yang terbesar tidak boleh membuat kita melupakan diri kita sendiri dan tempat kita, keakraban pada mana perjanjian kasih karunia menerima kita tidak boleh membiakkan kejijikan, rasa tidak hormat, atau jenis atau tingkat apapun dari sikap yang sombong. Kedua, Merupakan suatu pengajaran bagi orang-orang lain dari keluargaNya (yang banyak yang hadir di sana) bahwa mereka tidak pernah boleh mengharapkan Dia untuk mempunyai pertimbangan apapun kepada keluargaNya menurut daging, dalam melakukan mujizat-mujizat, atau bahwa dalam hal itu Ia harus menyenangkan / memuaskan mereka, yang dalam persoalan ini bagi Dia tidak lebih dari orang-orang lain. Dalam hal-hal dari Allah kita tidak boleh memandang muka. Ketiga, Itu merupakan suatu kesaksian yang permanen terhadap / menentang penyembahan berhala itu yang Ia lihat lebih dulu lama setelah itu gerejaNya akan tenggelam ke dalamnya, dalam memberikan kehormatan-kehormatan yang tidak seharusnya kepada sang Perawan Maria, suatu kejahatan yang orang-orang Roma Katolik, sebagaimana mereka menyebut diri mereka sendiri, terkenal secara buruk dalam kesalahan mereka, pada waktu mereka menyebutnya ‘Ratu Surga’, ‘Keselamatan dari dunia’, ‘Pengantara’ mereka, ‘Hidup’ dan ‘Pengharapan’ mereka; bukan hanya bergantung pada jasa / kebaikan dan syafaat / pengantaraannya, tetapi memohon dia untuk memerintah Anaknya untuk melakukan hal yang baik bagi mereka: MONSTRA TE ESSE MATREM - Tunjukkanlah bahwa engkau adalah ibuNya. JUSSU MATRIS IMPERA SALVATORI - Berikanlah perintah-perintah yang berhubungan dengan keibuanmu kepada sang Juruselamat. Tidakkah Ia di sini secara explicit berkata, pada waktu suatu mujizat akan dilakukan, bahkan pada masa perendahanNya, dan ibuNya hanya mengisyaratkan suatu syafaat yang tak diucapkan, ‘Perempuan, apa urusanKu denganmu?’ Ini secara jelas dirancang atau untuk mencegah atau memperburuk penyembahan berhala yang begitu jelas, penghujatan yang begitu menjijikkan. Anak Allah ditetapkan sebagai Pengantara / Advokat kita dengan Bapa, tetapi ibu dari Tuhan kita tidak pernah dirancang untuk menjadi pengantara / advokat kita dengan Anak.].
Lukas 2:51 - “Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibuNya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.”.
Bagian yang saya garis-bawahi salah terjemahan.
KJV: “and was subject unto them” [= dan tunduk kepada mereka].
RSV/NIV: “and was obedient to them” [= dan taat kepada mereka].
NASB: “and He continued in subjection to them” [= dan Ia terus ada dalam ketundukan kepada mereka].
Ul 33:8-10 - “(8) Tentang Lewi ia berkata: ‘Biarlah Tumim dan UrimMu menjadi kepunyaan orang yang Kaukasihi, yang telah Kaucoba di Masa, dengan siapa Engkau berbantah dekat mata air Meriba; (9) yang berkata tentang ayahnya dan tentang ibunya: aku tidak mengindahkan mereka; ia yang tidak mau kenal saudara-saudaranya dan acuh tak acuh terhadap anak-anaknya. Sebab orang-orang Lewi itu berpegang pada firmanMu dan menjaga perjanjianMu; (10) mereka mengajarkan peraturan-peraturanMu kepada Yakub, hukumMu kepada Israel; mereka menaruh ukupan wangi-wangian di depanMu dan korban yang terbakar seluruhnya di atas mezbahMu.”.
Ul 33:9 bdk. Mat 10:37 - “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu.”.
b) “SaatKu belum tiba”.
Ada 2 kemungkinan untuk menafsirkan kata-kata ini:
1. Yesus hanya menunda sebentar tindakan melakukan mujizat itu.
Barnes’ Notes: “It is clear that he did not intend to refuse to provide wine, but only to DELAY it a little;” [= Adalah jelas bahwa Ia tidak bermaksud untuk menolak untuk menyediakan anggur, tetapi hanya MENUNDAnya sebentar.].
Pulpit Commentary: “3. His further reply, ‘Mine hour is not yet come,’ does not imply a refusal of her request, but only a postponement of the time for working the miracle. He would hold in his own hands the supreme disposal of his power.” [= 3. JawabanNya selanjutnya, ‘SaatKu belum tiba’, tidak menunjukkan suatu penolakan terhadap permohonannya, tetapi hanya suatu penundaan tentang saat untuk mengerjakan mujizat itu. Ia mau memegang dalam tanganNya sendiri kuasa tertinggi untuk menggunakan kuasaNya.].
J. C. Ryle: “‘Mine hour is not yet come.’ The simplest and most reasonable view of these words is to refer them to Christ’s ‘hour’ or time for working a miracle. It is like the expression, ‘my time is not yet full come.’ (John 7:8.) Our Lord did not tell Mary that He would not work a miracle. But He would have her know that she must not expect Him to do mighty works to please His relatives after the flesh. He would only work a miracle, upon this or any other occasion, when the fitting season for it, the time appointed in God’s counsel, had arrived.” [= ‘SaatKu belum tiba’. Pandangan yang paling sederhana dan masuk akal tentang kata-kata ini adalah menghubungkan kata-kata itu dengan saat Kristus untuk mengerjakan suatu mujizat. Itu adalah seperti ungkapan, ‘waktuKu belum tiba’. (Yoh 7:8). Tuhan kita tidak mengatakan kepada Maria bahwa Ia tidak mau mengerjakan suatu mujizat. Tetapi Ia mau Maria tahu bahwa ia tidak boleh mengharapkan Dia untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang hebat untuk menyenangkan keluargaNya menurut daging. Ia hanya akan mengerjakan suatu mujizat, pada kesempatan ini atau kesempatan yang lain manapun, pada saat waktu yang cocok untuknya, waktu yang ditetapkan dalam rencana Allah, telah tiba.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Yang terjadi di Kana, mirip dengan yang ada dalam text di bawah ini.
Yohanes 7:1-10 - “(1) Sesudah itu Yesus berjalan keliling Galilea, sebab Ia tidak mau tetap tinggal di Yudea, karena di sana orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuhNya. (2) Ketika itu sudah dekat hari raya orang Yahudi, yaitu hari raya Pondok Daun. (3) Maka kata saudara-saudara Yesus kepadaNya: ‘Berangkatlah dari sini dan pergi ke Yudea, supaya murid-muridMu juga melihat perbuatan-perbuatan yang Engkau lakukan. (4) Sebab tidak seorangpun berbuat sesuatu di tempat tersembunyi, jika ia mau diakui di muka umum. Jikalau Engkau berbuat hal-hal yang demikian, tampakkanlah diriMu kepada dunia.’ (5) Sebab saudara-saudaraNya sendiripun tidak percaya kepadaNya. (6) Maka jawab Yesus kepada mereka: ‘WaktuKu belum tiba, tetapi bagi kamu selalu ada waktu. (7) Dunia tidak dapat membenci kamu, tetapi ia membenci Aku, sebab Aku bersaksi tentang dia, bahwa pekerjaan-pekerjaannya jahat. (8) Pergilah kamu ke pesta itu. Aku belum pergi ke situ, karena waktuKu belum genap.’ (9) Demikianlah kataNya kepada mereka, dan Iapun tinggal di Galilea. (10) Tetapi sesudah saudara-saudara Yesus berangkat ke pesta itu, Iapun pergi juga ke situ, tidak terang-terangan tetapi diam-diam.”.
Persamaannya adalah: beda waktu antara ‘saatKu belum tiba’ dan ‘saatKu sudah tiba’ sangat singkat.
2. Yang Yesus maksudkan bukanlah sekedar ‘tindakan melakukan mujizat’, tetapi ‘melakukan mujizat, dan dengan itu menyatakan diriNya sebagai Mesias’.
Penafsiran ini mungkin juga berlaku untuk Yoh 7:1-10 (yang Ia maksudkan bukan ‘belum waktuNya untuk pergi’, tetapi ‘belum waktuNya untuk pergi dan menyatakan diri sebagai Mesias’).
Pulpit Commentary: “He said, ‘Mine hour is not yet come.’ It would have come if the provision of wine was the ground of divergence of sentiment; if the moment for the supply of these temporal wants were the point of difference between them. The ‘hour’ for Christ to tell the world all that Mary knew had not come. The hour of the full revelation of his Messianic claims had not come, nor did it come in the temple, or by the lake, or in the feast-day; not till the awful moment of rejection, when death was hovering over him, and the blow was about to fall, did he say, ‘The hour has come’ (see ch. 12:23 17:1) - the hour of his greatest glory.” [= Ia berkata, ‘SaatKu belum tiba’. Itu sudah tiba seandainya penyediaan anggur merupakan dasar dari perbedaan pemikiran; seandainya saat dari suplai dari kebutuhan-kebutuhan sementara ini adalah titik / pokok perbedaan di antara mereka. ‘Saat’ bagi Kristus untuk memberitahu dunia semua yang Maria ketahui belum tiba. Saat dari penyataan / wahyu yang penuh tentang claim-claim MesianikNya belum tiba, juga itu belum tiba di Bait Suci, atau di tepi danau, atau pada hari raya; tidak sampai saat penolakan yang sangat buruk, pada waktu kematian ada di dekatNya, dan pukulan hampir terjadi, Ia berkata ‘Saatnya telah tiba’ (lihat pasal 12:23 17:1) - saat dari kemuliaanNya yang terbesar.].
Yoh 12:23 - “Tetapi Yesus menjawab mereka, kataNya: ‘Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan.”.
Yohanes 17:1 - “Demikianlah kata Yesus. Lalu Ia menengadah ke langit dan berkata: ‘Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah AnakMu, supaya AnakMu mempermuliakan Engkau.”.
Saya lebih condong pada penafsiran ini.
Tetapi yang manapun arti yang benar dari 2 arti di atas, itu menunjukkan bahwa Yesus selalu melakukan segala sesuatu sesuai dengan rencana kekal Allah!
Pulpit Commentary: “Ver. 4. - ‘Mine hour is not yet come.’ God has his own times for all his works. His Son Christ Jesus, knew no haste; he laboured sometimes to exhaustion; he shrank from no suffering or privation. Yet he was thirty years of age before he began his ministry; and now and again in the course of that ministry he withdrew from the public gaze. When the time came for conflict and death, he was ready for the encounter. But until the time came he was not to be forced into the position which he knew he was to take. Neither the urgency of his mother and his brethren, nor the restlessness of some of his disciples, nor the impulses of the multitude, could move him to take a step for which he was not yet prepared. ‘Mine hour,’ said he, ‘is not yet come.’ There was - I. An hour for his advent. This seems to us to have come late in the history of our sinful humanity. But it was in ‘the fulness of the time’ that Jesus came. II. A season for his entrance upon the public ministry. Why this should have been deferred so long, it is impossible for us to say; but there was a sufficient reason. A delay which seems to us protracted is as a moment to the Eternal. III. A time for the manifestation of his glory by miracles. Again and again the Jews, and even his own disciples, impatiently urged the Lord to assert his supernatural power. It was characteristic of him that he commenced his series of ‘signs’ in the quiet domestic scene at Cana. He was not to be hastened in this or in any of his plans. IV. An hour for his giving up of himself to die. We cannot read the words of the text, spoken at the commencement of his public life, without having our thoughts carried, by way of contrast, to the close of that wonderful career, when our Lord exclaimed, ‘Father, the hour is come!’ Until then, none could take from him his life. V. A time for the outpouring of the Holy Spirit, and for the evangelization of the world. Jesus had waited, and, after his ascension, his disciples were enjoined to wait. The promise of the Father was to be fulfilled in its appointed time; when they should receive power from on high, then was to commence the great work of their life. VI. An hour for the second coming. ‘God hath appointed a day.’ ‘Of that day and hour knoweth no man.’ Why should we, like Mary, like the short-sighted disciples, urge and implore the immediate appearance of the Lord? His hour has not yet arrived, or he himself would be here. It is ours reverently to expect, patiently to wait and hope. ‘He that cometh will come, and will not tarry.’” [= Ay 4. - ‘SaatKu belum tiba’. Allah mempunyai saatNya sendiri untuk semua pekerjaan-pekerjaanNya. AnakNya, Yesus Kristus, tak mengenal ketergesa-gesaan; Ia berjerih payah kadang-kadang sampai kehabisan tenaga; Ia tidak mundur dari penderitaan atau kekurangan. Tetapi ia berusia 30 tahun sebelum Ia memulai pelayananNya; dan berulang-ulang dalam perjalanan dari pelayanan itu Ia menarik diri dari pandangan / perhatian umum. Pada waktu saatnya tiba untuk konflik dan kematian, Ia siap untuk menghadapinya. Tetapi sampai saat itu tiba Ia tidak boleh dipaksa ke dalam posisi / keadaan yang Ia tahu akan harus Ia ambil. Baik desakan dari ibu dan saudara-saudaraNya, atau kegelisahan dari beberapa murid-muridNya, atau dorongan hati yang tiba-tiba dari orang banyak, tidak bisa menggerakanNya untuk mengambil satu langkah untuk mana Ia belum siap. ‘SaatKu’, kataNya, ‘belum tiba’. Disana ada - I. SAAT DARI KEDATANGANNYA (yang pertama). Ini kelihatannya bagi kita telah datang terlambat dalam sejarah dari kemanusiaan kita yang berdosa. Tetapi adalah ‘setelah genap waktunya’ maka Yesus datang. II. SUATU WAKTU UNTUK MASUK KE DALAM PELAYANAN UMUMNYA. Mengapa ini harus ditunda begitu lama, adalah mustahil bagi kita untuk mengatakan; tetapi disana ada suatu alasan yang cukup. Suatu penundaan yang kelihatan bagi kita sangat lama adalah seperti satu saat bagi Yang Kekal. III. SUATU SAAT UNTUK MANIFESTASI DARI KEMULIAANNYA DENGAN MUJIZAT-MUJIZAT. Berulang-ulang orang-orang Yahudi, dan bahkan murid-muridNya sendiri, dengan tidak sabar mendesak Tuhan untuk mendemonstrasikan kuasa supranaturalNya. Itu adalah suatu sifat / ciri yang khas dariNya bahwa Ia memulai seri-seri dari ‘tanda-tanda’Nya dalam suatu rumah tangga di Kana. Ia tidak boleh disuruh cepat-cepat dalam hal ini atau dalam hal apapun dari rencana-rencanaNya. IV. SUATU SAAT UNTUK MENYERAHKAN DIRINYA SENDIRI UNTUK MATI. Kita tidak bisa membaca kata-kata dari text, diucapkan pada permulaan dari pelayanan umumNya, tanpa pikiran-pikiran kita dibawa, dengan suatu kontras, pada akhir yang karir yang luar biasa itu, pada waktu Tuhan kita berteriak, ‘Bapa, saatnya telah tiba!’ Sampai saat itu, tidak ada orang yang bisa mengambil nyawaNya dari Dia. V. SUATU SAAT UNTUK PENCURAHAN ROH KUDUS, DAN UNTUK PENGINJILAN DUNIA. Yesus telah menunggu, dan setelah kenaikanNya, murid-muridNya diperintahkan untuk menunggu. Janji Bapa harus digenapi pada waktu yang ditetapkan; pada waktu mereka harus menerima kuasa dari tempat tinggi, maka pada saat itu mereka memulai pekerjaan yang besar / agung dari hidup mereka. VI. SUATU SAAT UNTUK KEDATANGANNYA YANG KEDUA. ‘Allah telah menetapkan suatu hari’. ‘Tentang hari dan saat itu tak seorangpun yang tahu’. Mengapa kita harus, seperti Maria, seperti murid-murid yang cupet, mendesak dan memohon pemunculan / segera dari Tuhan? SaatNya belum tiba, atau Ia sendiri akan ada di sini. Kita harus berharap dengan rasa takut / hormat, menunggu dan berharap dengan sabar. ‘Ia yang mendatang akan datang, dan tak akan menunda’.] - hal 100-101.
Bible Knowledge Commentary: “My time has not yet come or similar words occur five times in John (2:4; 7:6,8,30; 8:20). Later the fact that His time had come is mentioned three times (12:23; 13:1; 17:1).” [= ‘SaatKu belum tiba’ atau kata-kata yang mirip muncul lima kali dalam Injil Yohanes (2:4; 7:6,8,30; 8:20). Belakangan fakta bahwa saatNya telah tiba disebutkan tiga kali (12:23; 13:1; 17:1).].
Yoh 7:6,8 - “(6) Maka jawab Yesus kepada mereka: ‘WaktuKu belum tiba, tetapi bagi kamu selalu ada waktu. ... (8) Pergilah kamu ke pesta itu. Aku belum pergi ke situ, karena waktuKu belum genap.’”.
Yoh 7:30 - “Mereka berusaha menangkap Dia, tetapi tidak ada seorangpun yang menyentuh Dia, sebab saatNya belum tiba.”.
Yohanes 8:20 - “Kata-kata itu dikatakan Yesus dekat perbendaharaan, waktu Ia mengajar di dalam Bait Allah. Dan tidak seorangpun yang menangkap Dia, karena saatNya belum tiba.”.
Yoh 12:23 - “Tetapi Yesus menjawab mereka, kataNya: ‘Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan.”.
Yoh 13:1 - “Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saatNya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-muridNya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya.”.
Yoh 17:1 - “Demikianlah kata Yesus. Lalu Ia menengadah ke langit dan berkata: ‘Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah AnakMu, supaya AnakMu mempermuliakan Engkau.”.
William Hendriksen: “The words, ‘My hour has not yet come,’ clearly indicate Christ’s consciousness of the fact that he was accomplishing a task entrusted to him by the Father, every detail of which had been definitely marked off in the eternal decree; so that for each act there was a stipulated moment. (See also 7:6, 8; 7:30; 8:20; 12:23; 13:1; and 17:1.) When Jesus knew that this moment had arrived, he would act, not before.” [= Kata-kata ‘SaatKu belum tiba’, secara jelas menunjukkan kesadaran Kristus tentang fakta bahwa Ia sedang melaksanakan / menyelesaikan suatu tugas yang dipercayakan kepadaNya oleh Bapa, setiap detail / bagian darinya telah ditandai dengan pasti dalam ketetapan kekal; sehingga untuk setiap tindakan di sana ada waktu yang telah ditentukan. (Lihat juga 7:6,8; 7:30; 8:20; 12:23; 13:1; dan 17:1). Pada waktu Yesus tahu bahwa saatNya telah tiba, Ia akan bertindak, tidak sebelumnya.].
Adam Clarke: “It is the folly and sin of men that they are ever finding fault with the Divine Providence. According to them, God never does anything in due time - he is too early or too late: whereas it is utterly impossible for the Divine wisdom to forestall itself; or for the Divine goodness to delay what is necessary.” [= Merupakan kebodohan dan dosa manusia bahwa mereka selalu menyalahkan Providensia ilahi. Menurut mereka, Allah tidak pernah melakukan apapun pada waktunya - Ia terlalu awal atau terlambat: padahal merupakan sesuatu yang sama sekali mustahil bagi kebijaksanaan Ilahi untuk bertindak lebih dulu; atau bagi kebaikan Ilahi untuk menunda apa yang perlu.].
Calvin: “the instruction conveyed here is still more extensive that whenever the Lord holds us in suspense, and delays his aid, he is not therefore asleep, but, on the contrary, regulates all His works in such a manner that he does nothing but at the proper time.” [= pelajaran yang diberikan di sini adalah lebih luas lagi bahwa kapanpun Tuhan menahan kita dalam kekuatiran akan ketidak-pastian, dan menunda pertolonganNya, itu tidak berarti bahwa Ia sedang tertidur, tetapi sebaliknya, Ia mengatur semua pekerjaan-pekerjaanNya dengan cara sedemikian rupa sehingga Ia tidak melakukan apapun kecuali pada saat yang tepat.].
Bdk. Yes 55:8-9 - “(8) Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman TUHAN. (9) Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu.”.
5) Tanggapan Maria (ay 5).
Yohanes 2: 5: “Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: ‘Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!’”.
KJV: “Whatsoever” [= Apapun].
RSV/NIV/NASB: “whatever” [= apapun].
Pulpit Commentary: “‘Whatsoever he saith unto you do it.’ Though in some sense slighted or reproved, she exhibits the most entire confidence in her Son and Lord. She encourages the servants to do whatever he might command.” [= ‘Apapun yang Ia katakan kepadamu lakukan itu’. Sekalipun dalam arti tertentu diabaikan atau ditegur / dimarahi, ia menunjukkan keyakinan yang paling lengkap / penuh kepada Anak dan Tuhannya. Ia mendorong pelayan-pelayan untuk melakukan apapun yang Ia perintahkan.].
John G. Mitchell: “Mary did not argue. She merely said to the servants, ‘Whatever he says, you do.’ Isn’t that good advice? And may I suggest that full obedience brings joy, satisfaction, and transformation. Too many Christians are only partial in their obedience. They will do certain things, but not others. But Christ asks for complete obedience. Now remember, He is God. Because He has absolute authority, He demands absolute obedience. ‘Whatever He says, you do it.’” [= Maria tidak membantah / mendebat. Ia hanya berkata kepada pelayan-pelayan, ‘Apapun yang Ia katakan, lakukanlah itu’. Bukankah itu nasehat yang baik? Dan bolehkah saya mengusulkan bahwa ketaatan sepenuhnya membawa sukacita, kepuasan dan perubahan. Terlalu banyak orang-orang Kristen yang hanya taat sebagian. Mereka mau melakukan hal-hal tertentu, tetapi tidak hal-hal yang lain. Tetapi Kristus meminta ketaatan yang lengkap. Sekarang ingatlah, Ia adalah Allah. Karena Ia mempunyai otoritas mutlak, Ia menuntut ketaatan mutlak. ‘Apapun yang Ia katakan, lakukanlah itu’.].
Lenski: “Mary speaks not to Jesus but to the διάκονοι. This means that she is wholly satisfied with her Son’s reply, which also is evidenced by what she tells ‘the servants.’ These evidently had not heard her conversation with Jesus. The term διάκονοι is significant. They are not δοῦλοι, ‘slaves’ or ‘servants’ in the lowest sense of our English word, who just obey orders and no more. These are voluntary assistants, come in to help in a friendly way with the work at the wedding feast.” [= Maria tidak berbicara kepada Yesus tetapi kepada DIAKONOI {= pelayan-pelayan}. Ini berarti bahwa ia sepenuhnya puas dengan jawaban Anaknya, yang juga dibuktikan dengan apa yang ia perintahkan kepada ‘pelayan-pelayan’. Orang-orang ini jelas tidak mendengar pembicaraan Maria dengan Yesus. Istilah DIAKONOI adalah sesuatu yang penting. Mereka bukanlah DOULOI, ‘hamba-hamba / budak-budak’ atau ‘servants’ / ‘pelayan-pelayan’ dalam arti yang paling rendah dari kata bahasa Inggris kita, yang hanya mentaati perintah dan tidak lebih dari itu. Orang-orang ini adalah pembantu-pembantu sukarela, datang untuk membantu dengan suatu cara yang ramah / bersahabat dengan pekerjaan pada pesta pernikahan.].
Kalau Yesus yang memerintah mereka, Ia tidak punya hak. Tetapi Maria kelihatannya punya hubungan keluarga dengan orang yang menikah, dan memang punya hak.
William Hendriksen: “‘his mother said to the waiters’ (servants, in the sense of assistants at the wedding), ‘Whatever he tells you, do.’ That she regarded it necessary to speak to the servants should not cause surprise. She was aware of two things: a. that otherwise it might seem rather strange that waiters should receive orders from a guest; and b. that what Jesus would order these attendants to do would, perhaps, even seem foolish, so that they might not have been willing to do it.” [= ‘ibuNya berkata kepada pelayan-pelayan’ (pelayan-pelayan, dalam arti dari pembantu-pembantu pada pernikahan), ‘Apapun yang Ia katakan, lakukanlah’. Bahwa ia menganggap perlu untuk berbicara kepada pelayan-pelayan tidak perlu menyebabkan kejutan. Ia sadar tentang dua hal: a. bahwa kalau tidak akan kelihatan agak aneh bahwa pelayan-pelayan harus menerima perintah-perintah dari seorang tamu; dan b. bahwa apa yang Yesus akan perintahkan untuk dilakukan pembantu-pembantu ini, bahkan terlihat bodoh, sehingga mereka bisa tidak mau untuk melakukannya.].
Lenski: “If only more of us would obey Mary’s word, ‘Whatever he tells you, do!’” [= Seandainya saja lebih banyak dari kita yang mentaati kata-kata Maria, ‘Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!’].
J. C. Ryle: “Dyke observes, "The direction which Mary gives to the servants belongs to us all. We must perform simple obedience to Christ in all things; His sayings must be our doings. No reasoning of the matter must there be, no inquiry, as into men’s commandments and speeches; but this must suffice, ‘Christ hath said it.’ This is the blind obedience which Jesuits yield to their superiors, but it is the obedience that belongs to Christ. Many will do something that Christ says, but not whatsoever He says."” [= Dyke berkata, "Perintah yang Maria berikan kepada pelayan-pelayan cocok bagi kita semua. Kita harus melakukan ketaatan yang tulus kepada Kristus dalam segala sesuatu; kata-kataNya harus menjadi tindakan-tindakan kita. Tak ada argumentasi tentang hal itu boleh ada di sana, tak ada pertanyaan, seperti pada perintah-perintah dan ucapan-ucapan manusia; tetapi ini harus cukup, ‘Kristus telah mengatakannya’. Ini adalah ketaatan yang buta yang orang-orang Jesuit (suatu kelompok dalam gereja Katolik) berikan kepada atasan-atasan mereka, tetapi itu adalah ketaatan yang merupakan milik Kristus. Banyak orang mau melakukan sesuatu yang Kristus katakan, tetapi bukan apapun yang Ia katakan".] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Calvin: “We are taught generally by these words, that if we desire any thing from Christ, we will not obtain our wishes, unless we depend on him alone, look to him, and, in short, ‘do whatever he commands.’ On the other hand, he does not send us to his mother, but rather invites us to himself.” [= Kita diajar secara umum oleh kata-kata ini, bahwa jika kita menginginkan apapun dari Kristus, kita tidak akan mendapatkan keinginan kita, kecuali kita bergantung / bersandar kepada Dia saja, memandang kepadaNya, dan singkatnya, ‘melakukan apapun yang Ia perintahkan’. Di sisi lain, Ia tidak mengutus / mengirim kita kepada ibuNya, tetapi sebaliknya mengundang kita kepada diriNya sendiri.].
Mungkin lebih tepat bahwa Maria mengirim orang kepada Kristus, dan bukan sebaliknya.
Matthew Henry: “Sense of our Lord’s frowns and rebukes. Afflictions are continued, deliverances delayed, and God seems angry at our prayers. This was the case of the mother of our Lord here, and yet she encourages herself with hope that he will at length give in an answer of peace, to teach us to wrestle with God by faith and fervency in prayer, even when he seems in his providence to walk contrary to us.” [= Mengerti / sadar akan ketidak-senangan dan teguran Tuhan kita. Penderitaan-penderitaan berlanjut, pembebasan-pembebasan ditunda, dan Allah kelihatannya marah pada doa-doa kita. Ini adalah kasus dari ibu Tuhan kita di sini, tetapi ia menguatkan dirinya sendiri dengan pengharapan bahwa akhirnya Ia akan memberikan jawaban damai, untuk mengajar kita untuk bergumul dengan Allah dengan iman dan semangat / kesungguhan dalam doa, bahkan pada waktu dalam ProvidensiaNya Ia kelihatannya berjalan bertentangan dengan kita.].
Bdk. Roma 4:18-19 - “(18) Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.’ (19) Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup.”.`
III) Mujizat air menjadi anggur.
Yohanes 2: 6-8: “(6) Di situ ada enam tempayan yang disediakan untuk pembasuhan menurut adat orang Yahudi, masing-masing isinya dua tiga buyung. (7) Yesus berkata kepada pelayan-pelayan itu: ‘Isilah tempayan-tempayan itu penuh dengan air.’ Dan merekapun mengisinya sampai penuh. (8) Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Sekarang cedoklah dan bawalah kepada pemimpin pesta.’ Lalu merekapun membawanya.”.
1) Tradisi Yahudi tentang pembasuhan (ay 6a).
Yohanes 2: 6: “Di situ ada enam tempayan yang disediakan untuk pembasuhan menurut adat orang Yahudi, masing-masing isinya dua tiga buyung.”.
William Hendriksen: “Somewhere in the vicinity of the room where the feast was held six stone water-jars were standing. These were considerably larger than the one used by the Samaritan woman (4:28). The purpose of these larger jars is explained in Mark 7:3, ‘For the Pharisees and all the Jews do not eat unless they wash their hands, observing the tradition of the elders.’” [= Di dekat ruangan dimana pesta diadakan ada enam tempayan. Mereka sangat lebih besar dari pada tempayan yang digunakan oleh perempuan Samaria (4:28). Tujuan dari tempayan-tempayan yang lebih besar ini dijelaskan dalam Mark 7:3, ‘Sebab orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kecuali mereka mencuci tangan mereka, mentaati tradisi dari tua-tua mereka’.].
Yohanes 4:28 - “Maka perempuan itu meninggalkan tempayannya di situ lalu pergi ke kota dan berkata kepada orang-orang yang di situ:”.
Catatan: baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Yunaninya (HUDRIA) kata yang digunakan dalam Yoh 4:28 sama dengan yang digunakan dalam Yoh 2:6. Ini memang bukan satuan volume, tetapi hanya merupakan tempat air, sehingga bisa besar ataupun kecil.
Lenski: “‘In accord with the purification of the Jews’ is added by John for the sake of his Greek readers. The old regulations for purification were greatly extended in unauthorized ways during the post-Babylonian period, so that also cups, pots, brazen vessels were washed (‘baptized’) as a matter of ritual observance, Mark 7:4, and some texts add ‘couches,’ those on which a person reclined when dining. The washing of hands, especially before eating, Mark 7:3, was done only in a formal way, merely by dipping the finger into water.” [= ‘Sesuai dengan penyucian orang-orang Yahudi’ ditambahkan oleh Yohanes demi pembaca-pembaca Yunani. Peraturan-peraturan kuno untuk penyucian sangat diperluas dengan cara yang tidak sah selama masa setelah Babilonia, sehingga juga cawan-cawan, belanga-belanga, bejana-bejana tembaga dicuci (‘dibaptis’) sebagai suatu persoalan ketaatan ritual / yang bersifat upacara, Mark 7:4, dan beberapa text (manuscript-manuscript) menambahkan ‘sofa-sofa’ / ‘ranjang-ranjang’, yaitu pada mana seseorang bersandar pada waktu makan. Pencucian tangan, khususnya sebelum makan, Mark 7:3, dilakukan hanya dengan cara formal, semata-mata dengan mencelupkan jari ke dalam air.].
J. C. Ryle: “St. John mentions these details in describing the miracle, with a special reference to Gentile readers. He meant them to understand that there was nothing remarkable in the circumstance that there were six large water-pots of stone in the place where the feast was held. The peculiar customs of the Jews about ceremonial washings and purifyings, made it necessary to have a large supply of water at hand. The words of St. Mark throw light on the verse before us: - ‘The Pharisees, and all the Jews, except they wash their hands oft, eat not, holding the tradition of the elders,’ &c. (Mark 7:3, &c.) The presence of the six water-pots, therefore, could not arise from collusion or pre-arrangement. It was a natural consequence of Jewish habits in our Lord’s times.” [= Santo Yohanes menyebutkan detail-detail ini dalam menggambarkan mujizat itu, dengan suatu referensi khusus kepada pembaca-pembaca non Yahudi. Ia memaksudkan mereka untuk mengerti bahwa di sana tidak ada sesuatu yang aneh / luar biasa dalam peristiwa itu bahwa di sana ada enam tempayan-tempayan yang besar di tempat dimana pesta itu diadakan. Tradisi yang khas dari orang-orang Yahudi tentang pembasuhan dan pencucian, membuat perlu untuk mempunyai suatu suplai air yang banyak di dekat tempat itu. Kata-kata dari Santo Markus memberi terang pada ayat di depan kita: - ‘Orang-orang Farisi, dan semua orang-orang Yahudi, kecuali mereka sering mencuci tangan mereka, tidak makan, memegang tradisi dari tua-tua’, dst. (Mark 7:3, dst.) Karena itu, adanya enam tempayan-tempayan, tidak bisa muncul dari konspirasi atau pengaturan sebelumnya. Itu adalah suatu konsekwensi alamiah dari kebiasaan-kebiasaan Yahudi pada zaman Tuhan kita.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
William Barclay: “John was writing his gospel for Greeks, and so he explains that these jars were there to provide water for the purifying ceremonies of the Jews. Water was required for two purposes. First, it was required for cleansing the feet on entry to the house. The roads were not surfaced. Sandals were merely a sole attached to the foot by straps. On a dry day the feet were covered by dust and on a wet day they were soiled with mud; and the water was used for cleansing them. Second, it was required for the handwashing. Strict Jews washed their hands before a meal and between each course. First the hand was held upright and the water was poured over it in such a way that it ran right to the wrist; then the hand was held pointing down and the water was poured in such a way that it ran from the wrist to the fingertips. This was done with each hand in turn; and then each palm was cleansed by rubbing it with the fist of the other hand. The Jewish ceremonial law insisted that this should be done not only at the beginning of a meal but also between courses. If it was not done, the hands were technically unclean. It was for this footwashing and handwashing that these great stone jars of water stood there.” [= Yohanes sedang menuliskan Injilnya untuk orang-orang Yunani, dan karena itu ia menjelaskan bahwa tempayan-tempayan ini ada di sana untuk menyediakan air untuk upacara-upacara penyucian dari orang-orang Yahudi. Air dibutuhkan untuk dua tujuan. Pertama, itu dibutuhkan untuk membersihkan kaki pada waktu memasuki rumah. Jalanan tidak dilapisi. Sandal-sandal hanyalah suatu sol yang dilekatkan pada kaki dengan tali-tali. Pada hari yang kering kaki dilapisi dengan debu dan pada hari basah mereka dikotori dengan lumpur; dan air digunakan untuk membersihkan mereka. Kedua, itu dibutuhkan untuk pencucian tangan. Orang-orang Yahudi yang ketat mencuci tangan mereka sebelum suatu makanan dan di antara setiap durasi. Pertama-tama tangan ditahan dalam posisi vertikal dan air dicurahkan atasnya sedemikian rupa sehingga air itu mengalir ke pergelangan; lalu tangan ditahan mengarah ke bawah dan air dicurahkan sedemikian rupa sehingga air itu mengalir dari pergelangan ke ujung-ujung jari. Ini dilakukan dengan setiap tangan secara bergantian; dan lalu setiap telapak juga dibersihkan dengan menggosokkannya dengan kepalan dari tangan yang lain. Hukum upacara Yahudi berkeras bahwa ini harus dilakukan bukan hanya pada permulaan dari suatu makanan tetapi juga di antara durasi. Jika itu tidak dilakukan, tangan secara prinsip / teoretis adalah najis. Adalah untuk pencucian kaki dan pencucian tangan ini maka tempayan-tempayan yang besar itu ada di sana.].
Barnes’ Notes: “‘Of the purifying.’ Of the ‘washings’ or ablutions of the Jews. They were for the purpose of washing the hands before and after eating (Matt 15:2), and for the formal washing of vessels, and even articles of furniture, Luke 11:39; Mark 7:3-4.” [= ‘Tentang pemurnian / penyucian’. Tentang ‘pencucian’ atau pembasuhan dari orang-orang Yahudi. Mereka ada untuk tujuan pencucian tangan sebelum dan sesudah makan (Mat 15:2), dan untuk pencucian formil dari bejana-bejana, dan bahkan perabot-perabot, Luk 11:39; Mark 7:3-4.].
Mat 15:2 - “‘Mengapa murid-muridMu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan.’”.
KJV/RSV/NIV/NASB: “the tradition” [= tradisi].
Lukas 11:39 - “Tetapi Tuhan berkata kepadanya: ‘Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan.”.
Mark 7:3-4 - “(3) Sebab orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau tidak melakukan pembasuhan tangan lebih dulu, karena mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka; (4) dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga.”.
KJV/RSV/NIV/NASB: “the tradition” [= tradisi].
Dalam KJV ada tambahan pada bagian akhir dari Mark 7:4 kata-kata ‘and of tables’ [= dan (dari) meja-meja].
KJV: “And when they come from the market, except they wash, they eat not. And many other things there be, which they have received to hold, as the washing of cups, and pots, brasen vessels, and of tables.” [= Dan pada waktu mereka datang dari pasar, kecuali mereka mencuci, mereka tidak makan. Dan banyak hal-hal / benda-benda lain yang ada di sana, yang mereka telah terima untuk dipegang, seperti pencucian dari cawan-cawan, dan kendi-kendi, bejana-bejana tembaga, dan dari meja-meja.].
NKJV/YLT: ‘and couches’ [= dan sofa-sofa].
Catatan: Kata ‘couches’ diterjemahkan dari kata Yunani KLINE yang menurut Bible Works 8 artinya bisa ‘bed’ [= ranjang], ‘a small bed’ [= suatu ranjang kecil], ‘a couch to recline on at meals’ [= sebuah sofa untuk bersandar pada saat makan], ‘a couch on which a sick man is carried’ [= sebuah sofa pada mana seorang yang sakit dibawa / digotong].
William Barclay (tentang Mark 7:1-4): “Originally, for a Jew, the law meant two things: it meant, first and foremost, the Ten Commandments, and, second, the first five books of the Old Testament, or, as they are called, the Pentateuch. Now it is true that the Pentateuch contains a certain number of detailed regulations and instructions; but, in the matter of moral questions, what is laid down is a series of great moral principles which individuals must interpret and apply for themselves. For a long time, the Jews were content with that. But in the fourth and fifth centuries before Christ, there came into being a class of legal experts whom we know as the ‘scribes.’ They were not content with great moral principles; they had what can only be called a passion for definition. They wanted these great principles amplified, expanded and broken down until they issued in thousands and thousands of little rules and regulations governing every possible action and every possible situation in life. These rules and regulations were not written down until long after the time of Jesus. They are what is called the ‘oral law;’ these rules make up ‘the tradition of the elders.’” [= Mula-mula, bagi seorang Yahudi, hukum Taurat berarti dua hal: itu berarti, pertama-tama dan terutama, 10 hukum Tuhan, dan kedua, lima kitab pertama dari Perjanjian Lama, atau, seperti mereka menyebutnya Pentateuch. Adalah benar bahwa Pentateuch mengandung sejumlah peraturan-peraturan dan instruksi-instruksi mendetail tertentu, tetapi dalam persoalan pokok-pokok moral, apa yang dinyatakan secara explicit adalah suatu seri tentang prinsip-prinsip moral yang besar yang orang-orang harus tafsirkan dan terapkan untuk diri mereka sendiri. Untuk waktu yang lama orang-orang Yahudi puas dengan hal itu. Tetapi pada abad keempat dan kelima sebelum Kristus, di sana muncul suatu golongan dari ahli-ahli hukum yang kita kenal sebagai ‘ahli-ahli Taurat’. Mereka tidak puas dengan prinsip-prinsip moral yang besar; mereka mempunyai apa yang hanya bisa disebut suatu semangat untuk definisi. Mereka ingin prinsip-prinsip yang besar ini dikuatkan, diperluas dan dibagi-bagi / dianalisa sampai mereka menghasilkan beribu-ribu peraturan-peraturan kecil yang mengontrol setiap tindakan yang memungkinkan dan setiap sikon yang memungkinkan dalam kehidupan. Peraturan-peraturan ini tidak dituliskan sampai lama setelah zaman Yesus. Mereka adalah apa yang disebut ‘hukum lisan (tak tertulis)’; peraturan-peraturan ini membentuk ‘tradisi dari tua-tua’.].
William Barclay (tentang Markus 7:1-4): “The word ‘elders’ does not mean, in this phrase, the officials of the synagogue; rather it means the ancients, the great legal experts of the old days, like Hillel and Shammai. Much later, in the third century after Christ, a summary of all these rules and regulations was made and written down, and that summary is known as the Mishnah.” [= Kata ‘tua-tua’ tidak berarti, dalam ungkapan ini, pejabat-pejabat dari sinagog; tetapi itu berarti ahli-ahli hukum yang besar dari zaman kuno, seperti Hillel dan Shammai. Jauh lebih belakangan lagi, pada abad ketiga setelah Kristus, suatu ringkasan dari semua peraturan-peraturan itu dibuat dan dituliskan, dan ringkasan itu dikenal sebagai Mishnah.].
Catatan: kata-kata ‘adat istiadat nenek moyang mereka’ (Mark 7:3) dalam terjemahan LAI, oleh semua Alkitab bahasa Inggris diterjemahkan ‘the tradition of the elders’ [= tradisi dari tua-tua].
William Barclay (tentang Mark 7:1-4): “There are two aspects of these scribal rules and regulations which emerge in the argument in this passage. One is about ‘the washing of hands.’ The scribes and Pharisees accused the disciples of Jesus of eating with unclean hands. The Greek word is KOINOS. Ordinarily, KOINOS means common; then it comes to describe something which is ordinary in the sense that it is not sacred, something that is ‘profane’ as opposed to sacred things; and finally it describes something, as it does here, which is ceremonially unclean and unfit for the service and worship of God.” [= Di sana ada dua aspek dari peraturan-peraturan ahli-ahli Taurat ini yang muncul dalam argumentasi / debat dalam text ini. Yang satu adalah tentang ‘pencucian tangan’. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi menuduh murid-murid Yesus makan dengan tangan yang najis. Kata Yunaninya adalah KOINOS. Biasanya KOINOS berarti ‘umum’; lalu itu jadi menggambarkan sesuatu yang biasa dalam arti bahwa itu bukanlah sesuatu yang keramat / kudus, sesuatu yang ‘biasa / duniawi / cemar’ dipertentangkan dengan hal-hal yang keramat / kudus; dan akhirnya itu menggambarkan sesuatu, seperti itu menggambarkan di tempat ini, yang secara upacara adalah najis dan tidak cocok untuk pelayanan dan penyembahan Allah.].
William Barclay (tentang Mark 7:1-4): “There were definite and rigid rules for the washing of hands. Note that this handwashing was not in the interests of hygienic purity; it was ‘ceremonial cleanness’ which was at stake. Before every meal, and between each of the courses, the hands had to be washed, and they had to be washed in a certain way. The hands, to begin with, had to be free of any coating of sand or mortar or gravel or any such substance. The water for washing had to be kept in special large stone jars, so that it itself was clean in the ceremonial sense and so that it might be certain that it had been used for no other purpose, and that nothing had fallen into it or had been mixed with it. First, the hands were held with fingertips pointing upwards; water was poured over them and had to run at least down to the wrist; the minimum amount of water was one quarter of a log, which is equal to one and a half eggshells full of water. While the hands were still wet, each hand had to be cleansed with the fist of the other. That is what the phrase about using the fist means; the fist of one hand was rubbed into the palm and against the surface of the other. This meant that at this stage the hands were wet with water; but that water was now unclean because it had touched unclean hands. So, next, the hands had to be held with fingertips pointing downwards and water had to be poured over them in such a way that it began at the wrists and ran off at the fingertips. After all that had been done, the hands were clean.” [= Di sana ada peraturan-peraturan yang pasti dan kaku untuk pencucian tangan. Perhatikan bahwa pencucian tangan ini bukanlah demi kepentingan kebersihan yang berhubungan dengan kesehatan; itu adalah ‘kenajisan yang bersifat upacara’ yang dipersoalkan. Sebelum setiap makanan, dan di antara setiap durasi, tangan harus dicuci, dan mereka harus dicuci dengan suatu cara tertentu. Pertama-tama tangan harus bebas dari lapisan tanah atau semen atau kerikil atau bahan apapun yang seperti itu. Air untuk pencucian harus ditaruh dalam tempayan-tempayan batu besar yang khusus, sehingga tempayan itu sendiri bersih dalam arti upacara dan sehingga itu bisa dipastikan bahwa itu tidak digunakan untuk tujuan yang lain, dan bahwa tak ada apapun yang telah jatuh ke dalamnya atau telah tercampur dengannya. Pertama-tama, tangan diarahkan dengan ujung-ujung jari menunjuk ke atas; air dicurahkan atas mereka dan harus mengalir ke bawah sedikitnya sampai pergelangan; jumlah minimum dari air itu adalah seperempat log, yang sama dengan satu setengah kulit telur penuh dengan air. Sementara tangan masih basah, setiap tangan harus dibersihkan dengan kepalan dari tangan yang lain. Itu adalah apa yang dimaksudkan oleh ungkapan tentang menggunakan kepalan; kepalan dari tangan yang satu digosokkan ke dalam telapak dan terhadap permukaan dari tangan yang lain. Ini berarti bahwa pada tahap ini tangan basah dengan air; tetapi air itu sekarang jadi najis karena itu telah menyentuh tangan yang najis. Maka selanjutnya, tangan-tangan itu harus diarahkan dengan ujung-ujung jari menghadap ke bawah dan air harus dicurahkan atas mereka dengan cara sedemikian rupa sehingga itu mulai pada pergelangan dan mengalir sampai ujung-ujung jari. Setelah semua yang telah dilakukan, tangan-tangan itu bersih / tahir.].
Catatan:
a) Kata ‘log’ keluar beberapa kali dalam kitab Imamat, dan kalau dilihat dalam Bible Works 8 maka artinya adalah “a liquid measure equal to about one half litre” [= suatu ukuran cairan yang setara dengan sekitar setengah liter]. Lihat Im 14:10 dalam Bible Works 8.
b) Kata ‘kepalan’ muncul dalam Mark 7:3, tetapi hanya ada dalam bahasa Yunaninya (PUGME), dan tidak ada dalam bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia.
Markus 7:3 - “Sebab orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau tidak melakukan pembasuhan tangan lebih dulu, karena mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka;”.
KJV: “except they wash their hands oft, eat not,” [= kecuali mereka sering mencuci tangan mereka, tidak makan,].
RSV: “do not eat unless they wash their hands,” [= tidak makan kecuali mereka mencuci tangan mereka,].
NIV: “do not eat unless they give their hands a ceremonial washing,” [= tidak makan kecuali mereka memberikan tangan mereka suatu pencucian yang bersifat upacara,].
NASB: “do not eat unless they carefully wash their hands,” [= tidak makan kecuali mereka dengan teliti mencuci tangan mereka,].
ASV: “except they wash their hands diligently, eat not,” [= kecuali mereka mencuci tangan mereka dengan tekun / rajin, tidak makan,].
NKJV: “do not eat unless they wash their hands in a special way,” [= tidak makan kecuali mereka mencuci tangan mereka dengan suatu cara yang khusus,].
YLT: “if they do not wash the hands to the wrist, do not eat,” [= jika mereka tidak mencuci tangan sampai pergelangan, tidak makan,].
Mengapa Alkitab-Alkitab bahasa Inggris menterjemahkan secara begitu bervariasi? Perhatikan kata-kata Adam Clarke di bawah ini.
Adam Clarke (tentang Mark 7:3): “‘Except they wash their hands’. PUGMEE, ‘the hand to the wrists’ - Unless they wash the hand up to the wrist, eat not. ... But instead of PUGMEE, ‘the fist or hand’, the Codex Bezae has PUKNEE, ‘frequently:’” [= ‘Kecuali mereka mencuci tangan mereka’. PUGME, ‘tangan sampai pergelangan’ - Kecuali mereka mencuci tangan sampai pada pergelangan, tidak makan. ... Tetapi alih-alih dari PUGME, ‘kepalan atau tangan’, Codex Bezae mempunyai PUKNE, ‘sering’:].
Jadi dalam Mark 7:3 ini ada problem text / perbedaan manuscript.
William Barclay (tentang Mark 7:1-4): “To fail to do this was in Jewish eyes not to be guilty of bad manners, not to be dirty in the health sense, but to be unclean in the sight of God. Anyone who ate with unclean hands was subject to the attacks of a demon called Shibta. To omit so to wash the hands was to become liable to poverty and destruction. Bread eaten with unclean hands was not better than excrement. A Rabbi who once omitted the ceremony was buried in excommunication. Another Rabbi, imprisoned by the Romans, used the water given to him for handwashing rather than for drinking and in the end nearly perished of thirst, because he was determined to observe the rules of cleanliness rather than satisfy his thirst.” [= Gagal untuk melakukan ini di mata orang Yahudi bukanlah sebagai bersalah tentang kesopanan yang buruk, bukan sebagai kotor dalam arti kesehatan, tetapi sebagai najis dalam pandangan Allah. Siapapun yang makan dengan tangan yang najis menjadi sasaran dari serangan-serangan dari seorang setan / roh jahat yang disebut Shibta. Menghapuskan pencucian tangan seperti itu akan menjadikan orang itu mengalami kemiskinan dan kehancuran / kebinasaan. Roti yang dimakan dengan tangan yang najis tidak lebih baik dari tahi. Seorang Rabi yang sekali menghapuskan upacara itu dikubur / dibuang secara upacara dalam pengucilan. Seorang Rabi yang lain, yang dipenjara oleh orang-orang Romawi, menggunakan air yang diberikan kepadanya untuk mencuci tangan dari pada untuk minum, dan pada akhirnya hampir mati kehausan, karena ia berketetapan untuk mentaati peraturan-peraturan ketahiran dari pada memuaskan kehausannya.].
William Barclay (tentang Markus 7:1-4): “That, to the Pharisaic and scribal Jew, was religion. It was ritual, ceremonial, and regulations like that which they considered to be the essence of the service of God. Ethical religion was buried under a mass of tabus and rules.” [= Itu, bagi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat Yahudi, adalah agama. Itu adalah ritual, bersifat upacara, dan peraturan-peraturan seperti itulah yang mereka anggap sebagai hakekat dari pelayanan / penyembahan Allah. Agama yang sesuai dengan prinsip-prinsip tentang tingkah laku yang benar dikubur di bawah sejumlah besar larangan-larangan dan peraturan-peraturan.].
William Barclay (tentang Mark 7:1-4): “The last verses of the passage deal further with this conception of uncleanness. A thing might in the ordinary sense be completely clean and yet in the legal sense be unclean. There is something about this conception of uncleanness in Leviticus 11–15 and in Numbers 19. Nowadays we would talk rather of things being ‘tabu’ than of being ‘unclean.’ Certain animals were unclean (Leviticus 11). A woman after childbirth was unclean; a leper was unclean; anyone who touched a dead body was unclean. And those who had become unclean in this way made unclean anything they in turn touched. A Gentile was unclean; food touched by a Gentile was unclean; any vessel touched by a Gentile was unclean. So, then, when a strict Jew returned from the market place he immersed his whole body in clean water to take away the taint he might have acquired.” [= Ayat-ayat terakhir dari text itu menangani lebih jauh dengan konsep tentang kenajisan ini. Suatu benda / hal bisa dalam arti yang biasa sepenuhnya bersih / tahir tetapi dalam arti hukum adalah najis. Di sana ada sesuatu tentang konsep kenajisan ini dalam Imamat 11-15 dan dalam Bilangan 19. Sekarang kita lebih berbicara tentang hal-hal sebagai ‘tabu / terlarang’ dari pada sebagai ‘najis’. Binatang-binatang tertentu adalah najis (Imamat 11). Seorang perempuan setelah melahirkan anak adalah najis; seorang kusta adalah najis; siapapun yang menyentuh mayat adalah najis. Dan mereka yang menjadi najis dengan cara ini membuat najis apapun yang lalu mereka sentuh. Seorang non Yahudi adalah najis; makanan yang disentuh oleh seorang non Yahudi adalah najis; bejana apapun yang disentuh oleh seorang non Yahudi adalah najis. Maka, karena itu, pada waktu seorang Yahudi yang ketat kembali dari pasar ia merendam seluruh tubuhnya dalam air yang bersih untuk membuang pengaruh yang merusak / menajiskan yang mungkin telah ia dapatkan.].
William Barclay (tentang Matius 15:1-9): “It was clearly impossible to avoid all kinds of ceremonial uncleanness. People might personally avoid unclean things, but how could they possibly know when on the street they had touched someone who was unclean? This was further complicated by the fact that there were Gentiles in Palestine, and the very dust touched by a Gentile foot became unclean.” [= Jelas bahwa adalah mustahil untuk menghindari semua jenis kenajisan yang bersifat upacara. Orang-orang bisa secara pribadi menghindari hal-hal yang najis, tetapi bagaimana mereka bisa tahu pada waktu di jalan mereka telah menyentuh seseorang yang najis? Ini diperumit lebih jauh oleh fakta bahwa di sana ada orang-orang non Yahudi di Palestina, dan debu yang disentuh oleh kaki seorang non Yahudi menjadi najis.].
William Barclay (tentang Mark 7:1-4): “Obviously vessels could easily become unclean; they might be touched by an unclean person or by unclean food. This is what our passage means by the washings of cups and pitchers and vessels of bronze. In the Mishnah there are no fewer than twelve treatises on this kind of uncleanness. If we take some actual examples, we will see how far this went. A hollow vessel made of pottery could contract uncleanness inside but not outside; that is to say, it did not matter who or what touched it outside, but it did matter what touched it inside. If it became unclean it must be broken; and no unbroken piece must remain which was big enough to hold enough oil to anoint the little toe. A flat plate without a rim could not become unclean at all; but a plate with a rim could. If vessels made with leather, bone or glass were flat they could not contract uncleanness at all; if they were hollow they could become unclean outside and inside. If they were unclean they must be broken; and the break must be a hole at least big enough for a medium-sized pomegranate to pass through. To cure uncleanness, earthen vessels must be broken; other vessels must be immersed, boiled, purged with fire - in the case of metal vessels - and polished. A three-legged table could contract uncleanness; if it lost one or two legs it could not; if it lost three legs it could, for then it could be used as a board, and a board could become unclean. Things made of metal could become unclean, except a door, a bolt, a lock, a hinge, a knocker and a gutter. Wood used in metal utensils could become unclean; but metal used in wood utensils could not. Thus a wooden key with metal teeth could become unclean; but a metal key with wooden teeth could not.” [= Jelas bahwa bejana-bejana bisa dengan mudah menjadi najis; mereka bisa disentuh oleh orang yang najis atau oleh makanan yang najis. Ini adalah apa yang text kita maksudkan dengan pencucian cawan-cawan dan kendi-kendi dan bejana-bejana dari tembaga. Dalam Mishnah di sana ada tidak kurang dari dua belas tulisan exposisi tentang jenis kenajisan ini. Jika kita mengambil beberapa contoh, kita akan melihat betapa jauh hal ini berjalan. Suatu bejana yang cekung yang dibuat dari tanah liat bisa mendapatkan kenajisan di dalam tetapi tidak di luar; artinya, tak jadi masalah siapa atau apa yang menyentuhnya di luar, tetapi jadi masalah apa yang menyentuhnya di dalam. Jika bejana itu menjadi najis, itu harus dihancurkan; dan tak ada pecahan yang boleh tertinggal yang cukup besar untuk menampung minyak untuk mengoles jari kelingking kaki. Sebuah piring ceper / rata tanpa tepi / pinggiran sama sekali tidak bisa menjadi najis; tetapi sebuah piring dengan tepi / pinggiran bisa. Jika bejana-bejana dibuat dengan kulit, tulang atau beling / kaca dan mereka ceper / rata, mereka sama sekali tidak bisa mendapatkan kenajisan; jika mereka cekung mereka bisa menjadi najis di luar dan di dalam. Jika mereka najis mereka harus dihancurkan; dan pecahannya haruslah sebuah lubang yang sedikitnya cukup besar untuk bisa dilewati sebuah buah delima ukuran sedang. Untuk mentahirkan kenajisan bejana-bejana tanah / tanah liat harus dihancurkan; bejana-bejana yang lain harus direndam, direbus, dimurnikan dengan api - dalam kasus dari bejana-bejana dari logam - dan dipoles / digosok. Sebuah meja berkaki tiga bisa mendapatkan kenajisan; jika ia kehilangan satu atau dua kaki ia tidak bisa; jika ia kehilangan tiga kaki ia bisa, karena kalau demikian ia bisa digunakan sebagai sebuah papan, dan sebuah papan bisa menjadi najis. Benda-benda dari logam bisa menjadi najis, kecuali sebuah pintu, sebuah pegangan pengunci pintu, sebuah kunci, sebuah engsel, sebuah pengetuk dan sebuah talang. Kayu yang digunakan dalam perkakas logam bisa menjadi najis; tetapi logam yang digunakan perkakas kayu tidak bisa. Jadi suatu kunci kayu dengan gigi logam bisa menjadi najis; tetapi suatu kunci logam dengan gigi kayu tidak bisa.].
Bdk. Im 11:32-35 - “(32) Dan segala sesuatu menjadi najis, kalau seekor yang mati dari binatang-binatang itu jatuh ke atasnya: perkakas kayu apa saja atau pakaian atau kulit atau karung, setiap barang yang dipergunakan untuk sesuatu apapun, haruslah dimasukkan ke dalam air dan menjadi najis sampai matahari terbenam, kemudian menjadi tahir pula. (33) Kalau seekor dari binatang-binatang itu jatuh ke dalam sesuatu belanga tanah, maka segala yang ada di dalamnya menjadi najis dan belanga itu harus kamu pecahkan. (34) Dalam hal itu segala makanan yang boleh dimakan, kalau kena air dari belanga itu, menjadi najis, dan segala minuman yang boleh diminum dalam belanga seperti itu, menjadi najis. (35) Kalau bangkai seekor dari binatang-binatang itu jatuh ke atas sesuatu benda, itu menjadi najis; pembakaran roti dan anglo haruslah diremukkan, karena semuanya itu najis dan haruslah najis juga bagimu;”.
William Barclay (tentang Mark 7:1-4): “We have taken some time over these scribal laws, this tradition of the elders, because that is what Jesus was up against. To the scribes and Pharisees, these rules and regulations were the essence of religion. To observe them was to please God; to break them was to sin. This was their idea of goodness and of the service of God. In the religious sense, Jesus and these people spoke different languages. It was precisely because he had no use for all these regulations that they considered him a bad man. There is a fundamental split here - that between those who see religion as ritual, ceremonial, rules and regulations, and those who see in religion loving God and loving their fellow men and women.” [= Kita telah menggunakan beberapa waktu tentang hukum-hukum dari ahli-ahli Taurat ini, tradisi dari tua-tua ini, karena itulah yang ditentang oleh Yesus. Bagi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, peraturan-peraturan ini adalah hakekat dari agama. Mentaati mereka berarti menyenangkan Allah; melanggar mereka berarti berbuat dosa. Ini adalah gagasan mereka tentang kebaikan dan tentang pelayanan / penyembahan Allah. Dalam arti relijius, Yesus dan orang-orang ini berbicara dalam bahasa yang berbeda. Adalah persis karena Ia tidak menggunakan semua peraturan-peraturan ini maka mereka menganggap Dia seorang yang jahat. Di sana ada suatu perpecahan dasari di sini - antara mereka yang melihat agama sebagai ritual, upacara, peraturan-peraturan, dan mereka yang melihat dalam agama kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama laki-laki dan perempuan mereka.].
Apa yang bisa kita pelajari dari semua tradisi Yahudi ini? Kita harus hati-hati dalam menafsirkan firman, supaya jangan menambahi dengan hal-hal lain, sehingga menjadi sangat berbeda dengan aslinya!
2) Banyaknya air yang bisa ditampung oleh tempayan-tempayan itu.
Adam Clarke: “‘Containing two or three firkins apiece.’ ... Dr. Cumberland supposes that the Syrian metretes is here meant, which he computes to have held seven pints and one eighth of a pint; and, if this computation be right, the whole six water pots might have contained about fourteen gallons and a quart. Others make each metretes to contain ten gallons and two pints: see Arbuthnot. But the contents of the measures of the ancients are so very uncertain that it is best, in this and numberless other cases, to attempt to determine nothing.” [= ‘Masing-masing bisa menampung dua atau tiga buyung’. ... Dr. Cumberland menganggap bahwa METRETES Siria yang dimaksudkan di sini, yang ia hitung bisa menampung 7 1/8 pint; dan, jika perhitungan ini benar, seluruh 6 tempayan itu bisa menampung sekitar 14 ¼ galon (hampir 54 liter). Orang-orang lain membuat setiap METRETES bisa menampung 10 galon dan 2 pint (hampir 39 liter): lihat Arbuthnot. Tetapi isi dari ukuran-ukuran kuno adalah begitu tidak pasti sehingga yang terbaik, dalam kasus ini dan tak terhitung kasus-kasus lain, adalah tidak berusaha untuk menentukan apapun.].
Catatan:
1 gallon = 3,785 liter.
1 Gallon = 8 pints.
1 pint = 0,47325 liter.
Lenski: “John adds that the number of pots was six and tells us how much water each (ἀνά, distributive) could hold, namely two or three ‘firkins.’ The Attic μετρητής is estimated at over 8½ gallons (Josephus) and answers in general to the Hebrew bath. The Rabbinists, however, make the bath equal to a little less than 4½ gallons. Which estimate John has in mind is hard to decide, see Smith, Bible Dictionary for all the available data. The higher and more probable estimate reaches at least 110 gallons, the lower and less probable about 60 gallons.” [= Yohanes menambahkan bahwa jumlah dari tempayan-tempayan adalah enam dan memberitahu kita berapa banyak air yang masing-masing (ANA, ‘masing-masing’) bisa tampung, yaitu dua atau tiga ‘buyung’. METRETES / buyung Athena diperkirakan pada lebih dari 8 ½ galon (Josephus) dan secara umum sesuai dengan kata Ibrani ‘BATH’. Tetapi Rabi-rabi membuat BATH sama dengan sedikit lebih sedikit dari 4 ½ gallon. Perkiraan yang mana yang ada dalam pikiran Yohanes sukar untuk diputuskan, lihat Smith, Bible Dictionary untuk semua data yang tersedia. Perkiraan yang lebih tinggi dan lebih memungkinkan mencapai sedikitnya 110 gallon (415 liter), perkiraan yang lebih rendah dan lebih tidak memungkinkan sekitar 60 gallon (226 liter).].
William Barclay: “At the door, there were six great water jars. The word that the Authorized Version translates as ‘firkin’ represents the Hebrew measure called the BATH, which was a measure equivalent to between eight and nine gallons. The jars were very large; they would each hold between twenty and thirty gallons.” [= Di dekat pintu, di sana ada enam tempayan air yang besar. Kata yang Authorized Version (KJV) terjemahkan sebagai ‘firkin’ {= buyung} mewakili ukuran Ibrani yang disebut BATH, yang adalah suatu ukuran yang setara dengan antara delapan dan sembilan gallon. Tempayan-tempayan itu sangat besar; mereka masing-masing menampung antara dua puluh dan tiga puluh galon (95,6 - 143,4 liter).].
Catatan: Jadi 6 tempayan bisa menampung 573,6 - 860,4 liter.
Calvin: “‘And there were there six water-pots of stone.’ According to the computation of Budaeus, we infer that these water-pots were very large; for as the metreta (μετρητης) contains twenty congii, each contained, at least, a Sextier of this country. Christ supplied them, therefore, with a great abundance of wine, as much as would be sufficient for a banquet to a hundred and fifty men. Besides, both the number and the size of the water-pots serve to prove the truth of the miracle. If there had been only two or three jars, many might have suspected that they had been brought from some other place. If in one vessel only the water had been changed into wine, the certainty of the miracle would not have been so obvious, or so well ascertained. It is not, therefore, without a good reason that the Evangelist mentions the number of the water-pots, and states how much they contained.” [= ‘Dan di sana ada enam tempayan’. Menurut perhitungan dari Budaeus, kami menyimpulkan bahwa tempayan-tempayan ini sangat besar; karena ‘buyung’ (METRETES) bisa menampung 20 congii, masing-masing bisa menampung, sedikitnya satu Sextier dari negara ini. Karena itu, Kristus menyuplai mereka, dengan anggur yang berlimpah-limpah / sangat banyak, sebanyak yang akan mencukupi suatu pesta bagi 150 orang. Disamping, baik jumlah maupun ukuran dari tempayan berfungsi untuk membuktikan kebenaran dari mujizat ini. Seandainya di sana hanya ada dua atau tiga tempayan, banyak orang bisa telah mencurigai bahwa mereka telah dibawa dari tempat lain. Seandainya hanya dalam satu tempayan airnya telah berubah menjadi anggur, kepastian dari mujizat ini tidak akan begitu jelas, atau begitu dipastikan. Karena itu, bukan tanpa alasan bahwa sang Penginjil menyebutkan jumlah dari tempayan, dan menyatakan betapa banyak mereka bisa menampung.].
Catatan: ‘Sextier’ merupakan satuan volume di Savoy pada zaman Calvin, yang saya tidak tahu berapa banyaknya, tetapi ‘congii’ merupakan bentuk jamak dari ‘congius’, yaitu “an ancient Roman liquid measure of one eighth of an amphora, equal in modern terms to about 6.4 pints (3.6 liters).” [= suatu ukuran cairan Roma kuno dari 1/8 dari satu amphora, setara dengan istilah modern sekitar 6,4 pint (3,6 liter)] - https://www.google.com/search?client=firefox-b-d&q=congii
Jadi, Calvin menganggap satu congius bisa menampung 1/8 x 3,6 liter = 0,45 liter. Satu buyung = 20 congii = 9 liter. Satu tempayan = 2-3 buyung, sehingga enam tempayan secara total bisa menampung 12-18 buyung, atau 108-162 liter.
William Hendriksen: “Each (of the jars) holding two or three measures. A measure was the equivalent of about 8½ gallons; hence, each jar was able to hold between 17 and 25 gallons of water. Accordingly, the six jars had a total capacity of between 100 and 150 gallons! But why is this fact stated? Obviously, in order to emphasize the greatness of Christ’s gift!” [= Masing-masing (dari tempayan itu) bisa menampung dua atau tiga buyung. Satu buyung setara dengan sekitar 8 ½ gallon; jadi setiap tempayan bisa menampung antara 17 - 25 gallon air. Maka enam tempayan mempunyai kapasitas total antara 100-150 gallon (378-567 liter)! Tetapi mengapa fakta ini dinyatakan? Jelas, untuk menekankan kebesaran dari pemberian / karunia Kristus!].
Sekalipun semua penafsir berbeda-beda dalam menentukan banyaknya air yang menjadi anggur itu, tetapi yang jelas, itu tetap merupakan jumlah anggur yang sangat banyak!
3) Yesus menyuruh mengisi keenam tempayan itu dengan air sampai penuh, lalu menyuruh mereka mencedoknya dan membawa kepada pemimpin pesta, dan pelayan-pelayan itu mentaatiNya (ay 7-8).
Yohanes 2:7-8: “(7) Yesus berkata kepada pelayan-pelayan itu: ‘Isilah tempayan-tempayan itu penuh dengan air.’ Dan merekapun mengisinya sampai penuh. (8) Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Sekarang cedoklah dan bawalah kepada pemimpin pesta.’ Lalu merekapun membawanya.”.
a) Ini kelihatan sebagai suatu perintah yang konyol / menggelikan.
Pulpit Commentary: “At first the order must have seemed like folly, as when Moses called on Israel to ‘go forward’ into the Red Sea, or as when Jesus said to the paralytic, ‘Take up thy bed, and walk.’” [= Mula-mula perintah itu pasti kelihatan seperti kebodohan, seperti pada waktu Musa menyuruh bangsa Israel untuk maju ke dalam Laut Merah, atau seperti pada waktu Yesus berkata kepada orang lumpuh, ‘Angkat tilammu dan berjalanlah’.].
Juga Naaman disuruh mandi 7 x di sungai Yordan (2Raja 5:10), dan 10 orang kusta disuruh menghadap imam (Lukas 17:11-19), perintah untuk mengangkat batu penutup kubur Lazarus yang sudah mati 4 hari (Yoh 11:39), perintah supaya Petrus memancing ikan yang nanti ada uangnya (Matius 17:27).
Calvin: “‘Fill the water-pots with water.’ The servants might be apt to look upon this injunction as absurd; for they had already more than enough of water. But in this way the Lord often acts towards us, that his power may be more illustriously displayed by an unexpected result; though this circumstance is added to magnify the miracle; for when the servants drew wine out of vessels which had been filled with water, no suspicion can remain.” [= ‘Isilah tempayan-tempayan itu penuh dengan air.’ Pelayan-pelayan itu bisa condong untuk menganggap perintah ini sebagai konyol / menggelikan; karena mereka telah mempunyai air lebih dari cukup. Tetapi dengan cara ini Tuhan sering bertindak terhadap kita, supaya kuasaNya bisa ditunjukkan dengan lebih menonjol oleh suatu hasil yang tidak terduga; sekalipun keadaan ini ditambahkan untuk memperbesar mujizat itu; karena pada saat pelayan-pelayan mencedok anggur dari tempayan-tempayan yang telah dipenuhi dengan air, tak ada kecurigaan bisa tersisa.].
b) Tempayan-tempayan itu diisi penuh dengan air.
William Hendriksen: “Also this detail of the story places the emphasis on the greatness of the gift. Besides, the phrase ‘with water’ is added, to show that the jars contained nothing else, and that nothing else could be added, for they were full to the very top.” [= Juga detail dari cerita ini memberikan penekanan pada besarnya pemberian itu. Disamping, kata-kata ‘dengan air’ ditambahkan, untuk menunjukkan bahwa tempayan-tempayan itu tidak berisikan sesuatu yang lain, dan tak ada apapun yang lain bisa ditambahkan, karena tempayan-tempayan itu penuh sampai puncaknya.].
c) Yesus menyuruh para pelayan itu mencedok dari tempayan-tempayan itu dan memberikannya kepada pemimpin pesta. Dan para pelayan itu mentaati perintah Yesus itu.
“You would not think of drinking water that is not entirely pure. You may wash your hands with it, but you would certainly not drink it. This ceremonial cleansing ‘water’ may not have been considered suitable for drinking. Wine is to be drunk at such times. I doubt that any devout Jew would have considered drinking water from one of those six stone pots. With this in mind one can better imagine what it must have been like for the servants when they finished filling the stone waterpots and returned to Jesus for further instructions. Not one of them could have ever imagined what Jesus would say next: ‘Now draw some out and take it to the head steward.’ In absolute unbelief they must have thought, ‘I know Mary said to do whatever Jesus said, but surely He can’t be serious! We are to serve this ‘water’ to the head steward? When he finds out it is only water, and not wine, he’ll have our jobs. And if he finds out where this water came from, we’re really in big trouble.’ No one could even remotely imagine what was about to happen. Jesus does not wave his arms over the waterpots, commanding the water to become wine. It appears that He never even touched the water or the pots. Jesus does not even tell them that the water has become wine, or that it is about to do so. As far as they know, Jesus is instructing them to serve water, ceremonial cleansing water, to the head steward no less! This is horrifying! ... As far as we know, the servants immediately obey our Lord. We read of no hesitation, no words of protest.” [= Kamu tidak akan berpikir untuk meminum air yang tidak sepenuhnya murni / bersih. Kamu bisa mencuci tanganmu dengan itu, tetapi kamu pasti tidak akan mau meminumnya. Air untuk pembersihan yang bersifat upacara ini bisa tidak dianggap cocok untuk diminum. Anggur harus diminum pada saat-saat seperti itu. Saya meragukan bahwa ada orang Yahudi yang berbakti pada agama mau mempertimbangkan untuk meminum air dari satu dari tempayan-tempayan itu. Dengan hal ini dalam pikiran, seseorang bisa membayangkan dengan lebih baik seperti apa hal itu bagi pelayan-pelayan itu pada waktu mereka selesai memenuhi tempayan-tempayan itu dan kembali kepada Yesus untuk instruksi-instruksi lebih lanjut. Tidak seorangpun dari mereka bisa pernah membayangkan apa yang Yesus katakan setelah itu: ‘Sekarang cedoklah sedikit dan bawalah kepada pemimpin pesta’. Dalam ketidak-percayaan mutlak / total mereka pasti berpikir, ‘Aku tahu Maria berkata untuk melakukan apapun yang Yesus katakan, tetapi pastilah Ia tidak bisa sungguh-sungguh memaksudkannya! Kami harus memberikan ‘air’ ini kepada pemimpin pesta? Pada waktu ia tahu bahwa itu hanyalah air, dan bukan anggur, ia akan mengambil pekerjaan kami. Dan jika ia tahu dari mana air ini datang, kami sungguh-sungguh ada dalam problem yang besar’. Tidak seorangpun bisa bahkan membayangkan sedikitpun apa yang akan terjadi. Yesus tidak melambaikan lengan / tanganNya atas tempayan-tempayan itu, memerintahkan air itu untuk menjadi anggur. Kelihatannya Ia bahkan tidak pernah menyentuh air atau tempayan-tempayan itu. Yesus bahkan tidak memberitahu mereka bahwa air itu telah menjadi anggur, atau bahwa akan terjadi seperti itu. Sejauh yang mereka tahu, Yesus memerintahkan mereka untuk memberikan air, air pembersih yang bersifat upacara, kepada pemimpin pesta! Ini menakutkan! ... Sejauh yang kami tahu, pelayan-pelayan itu segera mentaati Tuhan kita. Kita tidak membaca ada keragu-raguan, atau kata-kata protes.] - https://bible.org/seriespage/5-first-sign-jesus-turns-water-wine-john-21-11
d) Tidak ada pameran, upacara dsb pada waktu Yesus melakukan mujizat ini.
Matthew Henry: “As soon as they had filled the water-pots, presently he said, ‘Draw out now’ (v. 8), and it was done, (a.) Without any ceremony, in the eye of the spectators. One would have thought, as Naaman, he should have come out, and stood, and called on the name of God, 2 Kings 5:11. No, he sits still in his place, says not a word, but wills the thing, and so works it. Note, Christ does great things and marvellous without noise, works manifest changes in a hidden way. Sometimes Christ, in working miracles, used words and signs, but it was for their sakes that stood by, ch. 11:42.” [= Begitu mereka telah memenuhi tempayan-tempayan itu, Ia segera berkata, ‘Cedoklah sekarang’ (ay 8), dan itu dilakukan, (a.) Tanpa upacara apapun, di depan mata penonton-penonton. Seseorang akan berpikir, seperti Naaman, ‘ia datang ke luar, dan berdiri, dan memanggil nama Allah’, 2Raja 5:11. Tidak, Ia duduk diam di tempatNya, tidak mengatakan sepatah katapun, tetapi menghendaki hal itu, dan dengan demikian mengerjakannya. Perhatikan, Kristus melakukan hal-hal yang besar dan luar biasa / mengherankan tanpa bunyi, pekerjaan-pekerjaan menunjukkan perubahan-perubahan dengan cara tersembunyi. Kadang-kadang Kristus, dalam mengerjakan mujizat-mujizat, menggunakan kata-kata dan gerakan-gerakan, tetapi itu adalah demi mereka yang berdiri di dekatNya, psl 11:42.].
Yohanes 11:41-43 - “(41) Maka mereka mengangkat batu itu. Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata: ‘Bapa, Aku mengucap syukur kepadaMu, karena Engkau telah mendengarkan Aku. (42) Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.’ (43) Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: ‘Lazarus, marilah ke luar!’”.
Barnes’ Notes: “As soon as they were filled the servants were directed to take to the governor of the feast. Jesus made no parade about it, and it does not even appear that he approached the waterpots. He willed it, and it was done. This was a clear exertion of divine power,” [= Begitu tempayan-tempayan itu dipenuhi pelayan-pelayan itu diperintahkan untuk membawa kepada pemimpin pesta. Yesus tidak membuat pertunjukan / pameran tentang hal itu, dan bahkan tidak ditunjukkan bahwa Ia mendekati tempayan-tempayan itu. Ia menghendaki hal itu, dan hal itu terjadi. Ini merupakan suatu pengerahan yang jelas dari kuasa Ilahi.].
Bandingkan dengan para pendeta / gereja yang mau mengadakan KKR kesembuhan dan sebagainya. Mereka iklankan besar-besaran, pasang baliho dsb!
d) Yesus tidak mau mengubah batu jadi roti untuk diriNya sendiri (Matius 4:3-4), tetapi Ia mengubah air menjadi anggur, untuk kepentingan orang lain.
4) Betulkah Yesus mengubah air menjadi anggur?
Penafsiran-penafsiran yang tidak mempercayai hal ini sebagai mujizat.
a) Teori humor.
F. F. Bruce (tentang Yoh 2:9-10): “The point of the Evangelist’s narrative is missed entirely by those popular commentators who suggest that the water remained water all the time, but that Jesus had it served up under the name of wine in a spirit of good-humoured playfullness, while the chief steward accepted it in the same spirit and said, ‘Yes, of course, the best wine! Adam’s wine! But why have you kept it to the last?’” [= Tujuan / gagasan utama dari cerita sang Penginjil gagal ditangkap sepenuhnya oleh penafsir-penafsir populer itu, yang mengusulkan bahwa air tetap tinggal sebagai air selama waktu itu, tetapi bahwa Yesus menyuruh memberikannya dengan nama anggur dalam suatu sikap guyonan yang baik, sedangkan pemimpin pesta menerimanya dengan sikap yang sama dan berkata, ‘Ya, tentu saja, anggur yang terbaik! Anggur dari Adam! Tetapi mengapa engkau menahannya sampai saat terakhir?’] - hal 71-72.
“Liberal scholarship is unwilling to take the words of Scripture at face value. They do not believe this was a miracle at all. They explain the story this way: There was a wedding, and they were running out of wine. Jesus told the servants to serve water when the wine ran out. This was like a child’s make-believe tea party. To try to play down the embarrassing situation, the head steward tastes the water that is served in place of the wine and says (in good humor), ‘Good wine!’ Then, someone else at the celebration catches the spirit of the moment and adds, ‘Yes, this is the best wine yet!’” [= Pengetahuan sarjana liberal tidak mau menerima kata-kata dari Kitab Suci apa adanya / sebagai kebenaran. Mereka tidak percaya ini adalah suatu mujizat sama sekali. Mereka menjelaskan cerita itu dengan cara ini: Di sana ada suatu pernikahan, dan mereka kehabisan anggur. Yesus menyuruh pelayan-pelayan menyajikan air pada waktu anggur habis. Ini adalah seperti seorang anak yang bermain pesta-pestaan. Untuk meminimalisir keadaan yang memalukan itu, pemimpin pesta mencicipi air yang disajikan sebagai pengganti anggur dan berkata (dengan sikap menghargai kejenakaan yang baik), ‘Anggur yang bagus!’ Lalu, seseorang lain pada perayaan itu menyadari / mengerti arti dari keadaan itu dan menambahkan, ‘Ya, ini adalah anggur yang terbaik!’] - https://bible.org/seriespage/5-first-sign-jesus-turns-water-wine-john-21-11
b) Penjelasan William Barclay.
William Barclay: “Now we must think of the deep and permanent truth which John is seeking to teach when he tells this story. We must remember that John was writing out of a double background. He was a Jew and he was writing for Jews; but his great object was to write the story of Jesus in such a way that it would come home also to the Greeks. Let us look at it first of all from the Jewish point of view. We must always remember that beneath John’s simple stories there is a deeper meaning which is open only to those who have eyes to see. In all his gospel, John never wrote an unnecessary or an insignificant detail. Everything means something, and everything points beyond. ... There is another thing to note in this connection. There were six water pots; each held between twenty and thirty gallons of water; Jesus turned the water into wine. That would give anything up to 180 gallons of wine. Simply to state that fact is to show that John did not mean the story to be taken with crude literalness. What John did mean to say is that when the grace of Jesus comes to men and women there is enough and to spare for all. No wedding party on earth could drink 180 gallons of wine. No need on earth can exhaust the grace of Christ; there is a glorious superabundance in it. John is telling us that in Jesus ... the grace has become illimitable, sufficient and more than sufficient for every need. ... To the Jews, John said: ‘Jesus has come to turn the imperfection of the law into the perfection of grace.’” [= Sekarang kita harus memikirkan kebenaran yang dalam dan permanen yang Yohanes sedang berusaha untuk ajarkan pada waktu ia menceritakan cerita ini. Kita harus mengingat bahwa Yohanes sedang menulis dari suatu latar belakang ganda. Ia adalah seorang Yahudi dan ia sedang menulis untuk orang-orang Yahudi; tetapi tujuannya yang besar / agung adalah untuk menulis cerita Yesus dengan cara sedemikian rupa sehingga itu juga menjadi jelas juga bagi orang-orang Yunani. Mari kita melihat pertama-tama dari sudut pandang Yahudi. Kita harus selalu mengingat bahwa di bawah cerita-cerita yang sederhana dari Yohanes di sana ada suatu arti yang lebih dalam yang terbuka hanya bagi mereka yang mempunyai mata untuk melihat. Dalam seluruh Injilnya, Yohanes tidak pernah menuliskan detail yang tidak perlu atau tidak berarti. Segala sesuatu berarti sesuatu, dan segala sesuatu menunjuk lebih jauh. ... Di sana ada suatu hal lain untuk diperhatikan dalam hubungan ini. Di sana ada enam tempayan; masing-masing bisa menampung 20 atau 30 gallon air; Yesus mengubah air itu menjadi anggur. Itu akan memberikan sampai 180 gallon anggur. Hanya / sekedar menunjukkan fakta itu berarti bahwa Yohanes tidak memaksudkan cerita itu untuk diterima / dimengerti dengan kehurufiahan yang kasar / sederhana / tidak berhati-hati. Apa yang Yohanes bermaksud untuk mengatakan adalah bahwa pada waktu kasih karunia Yesus datang kepada laki dan perempuan di sana ada cukup dan menyuplai untuk semua. Tak ada pesta pernikahan di bumi bisa meminum 180 galon anggur. Tak ada kebutuhan di bumi bisa menghabiskan kasih karunia Kristus; di sana ada suatu keberlimpahan yang mulia di dalamnya. Yohanes sedang memberitahu kita bahwa dalam Yesus ... kasih karunia telah menjadi tidak bisa dibatasi, cukup dan lebih dari cukup untuk setiap kebutuhan. ... Bagi orang-orang Yahudi, Yohanes berkata: ‘Yesus telah datang untuk mengubah ketidak-sempurnaan dari hukum Taurat menjadi kesempurnaan kasih karunia’.].
William Barclay: “Let us look at it now from the Greek point of view. It so happens that the Greeks actually possessed stories like this. Dionysos was the Greek god of wine. Pausanias was a Greek who wrote a description of his country and of its ancient ceremonies. In his description of Elis, he describes an old ceremony and belief: ‘Between the market place and the Menius is an old theatre and a sanctuary of Dionysos; the image is by Praxiteles. No god is more revered by the Eleans than Dionysos is, and they say that he attends their festival of the Thyia. The place where they hold the festival called the Thyia is about a mile from the city. Three empty kettles are taken into the building and deposited there by the priests in the presence of the citizens and of any strangers who may happen to be staying in the country. On the doors of the buildings the priests, and all who choose to do so, put their seals. Next day they are free to examine the seals, and on entering the building they find the kettles full of wine. I was not there myself at the time of the festival, but the most respectable men of Elis, and strangers too, swore that the facts were as I have said.’ So the Greeks, too, had their stories like this; and it is as if John said to them: ‘You have your stories and your legends about your gods. They are only stories and you know that they are not really true. But Jesus has come to do what you have always dreamed that your gods could do. He has come to make the things you longed for come true.’ ... To the Greeks, he said: ‘Jesus has come really and truly to do the things you only dreamed the gods could do.’” [= Sekarang mari kita melihatnya dari sudut pandang Yunani. Kebetulan bahwa orang-orang Yunani sungguh-sungguh mempunyai cerita-cerita seperti ini. Dionysos adalah dewa anggur Yunani. Pausianias adalah seorang Yunani yang menulis suatu penggambaran tentang negaranya dan tentang upacara-upacara kunonya. Dalam penggambarannya tentang Elis, ia menggambarkan suatu upacara dan kepercayaan kuno: ‘Antara pasar dan Menius ada suatu theater tua dan suatu kuil dari Dionysos; Patungnya dibuat oleh Praxiteles. Tidak ada dewa yang lebih dipuja oleh orang-orang Elis dari pada Dionysos, dan mereka berkata bahwa ia menghadiri pesta / perayaan Thyia mereka. Tempat dimana mereka mengadakan pesta / perayaan yang disebut Thyia berada sekitar satu mil dari kota. Tiga ceret kosong dibawa ke dalam bangunan itu dan diletakkan di sana oleh imam-imam di hadapan warga dan orang asing manapun yang kebetulan tinggal di negara itu. Pada pintu-pintu dari bangunan imam-imam, dan semua orang yang memilih untuk melakukan demikian, memasang segel-segel / meterai-meterai mereka. Hari berikutnya mereka bebas / boleh memeriksa segel-segel / meterai-meterai itu, dan pada waktu memasuki bangunan mereka mendapati ceret-ceret itu penuh dengan anggur. Saya sendiri tidak berada di sana pada saat pesta / perayaan itu, tetapi orang-orang terhormat dari Elis, dan orang-orang asing juga, bersumpah bahwa faktanya adalah seperti yang telah saya katakan’. Jadi orang-orang Yunani juga mempunyai cerita-cerita mereka seperti ini; dan itu adalah seakan-akan Yohanes berkata kepada mereka: ‘Kamu mempunyai cerita-ceritamu dan dongeng-dongengmu tentang dewa-dewamu. Itu hanya cerita dan kamu tahu bahwa itu tidak sungguh-sungguh benar. Tetapi Yesus telah datang untuk melakukan apa yang kamu selalu mimpikan bahwa dewa-dewamu bisa melakukannya. Ia telah datang untuk membuat hal-hal yang kamu rindukan menjadi kenyataan’. ... Bagi orang-orang Yunani, ia berkata: ‘Yesus telah sungguh-sungguh datang dan sungguh-sungguh melakukan hal-hal yang kamu hanya mimpikan dewa-dewa bisa lakukan’.].
Catatan:
1. Elis adalah nama daerah Yunani kuno (https://en.wikipedia.org/wiki/Elis).
2. Menius saya tak tahu dengan pasti, karena tidak bisa mencarinya. Tetapi kelihatannya itu nama suatu tempat di Yunani kuno juga.
3. Praxiteles adalah nama seorang pemahat yang terkenal pada abad 4 S. M. (https://en.wikipedia.org/wiki/Praxiteles).
4. Thyia juga adalah nama seorang dewi Yunani kuno [https://en.wikipedia.org/wiki/Thyia_(naiad)].
c) Kelihatannya ada juga orang-orang yang menganggap bahwa semua ini hanyalah semacam trik sulap yang dilakukan oleh Yesus.
Bantahannya:
1. Tentang ‘teori humor’ ini perhatikan komentar F. F. Bruce di bawah ini.
F. F. Bruce: “Such a reconstruction is not even worthy to be dignified with the name of rationalization.” [= Rekonstruksi seperti itu bahkan tidak layak untuk dihormati dengan sebutan rasionalisasi.] - ‘The New Testament Documents: Are They Reliable?’, hal 69.
Dalam bukunya di atas ini F. F. Bruce juga memberikan dua text sebagai dasar untuk menentang ‘teori humor’ ini:
a. Yohanes 2: 11: “Hal itu dibuat Yesus di Kana yang di Galilea, sebagai yang pertama dari tanda-tandaNya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaanNya, dan murid-muridNya percaya kepadaNya.”.
Ayat ini secara mutlak memastikan bahwa Yesus betul-betul mengubah air menjadi anggur.
b. Yoh 20:30-31 - “(30) Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-muridNya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, (31) tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya.”.
Yohanes 20:30-31 ini menyatakan tujuan penulisan seluruh Injil Yohanes.
Kedua text ini menjadi konyol kalau ‘teori humor’ itu benar!
2. Tentang kata-kata William Barclay:
a. Dua komentar yang ia berikan saling bertentangan. Yang dari sudut pandang Yahudi, cerita itu tidak sungguh-sungguh terjadi, dan lalu ia menafsirkannya secara alegoris. Yang dari sudut pandang Yunani ia menyatakan cerita itu benar-benar terjadi.
b. Barclay memaksakan pengalegorian, hanya dengan alasan bahwa tak ada pesta yang bisa menghabiskan 180 gallon anggur.
Ini jawabannya:
(1) Apapun alasannya, pengalegorian suatu cerita sejarah merupakan suatu cara penafsiran yang menyalahi prinsip Hermeneutics!
(2) Yang bilang anggur itu dihabiskan siapa?
Tidak ada yang aneh kalau Yesus memberikan anggur berlimpah-limpah / berlebih-lebihan. Dalam pelipat-gandaan roti dan ikan, yang terjadi 2 x, juga akhirnya berlebihan.
Matius 16:9-10 - “(9) Belum juga kamu mengerti? Tidak kamu ingat lagi akan lima roti untuk lima ribu orang itu dan berapa bakul roti kamu kumpulkan kemudian? (10) Ataupun akan tujuh roti untuk empat ribu orang itu dan berapa bakul kamu kumpulkan kemudian?”.
Matius 14:19-20 - “(19) Lalu disuruhNya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambilNya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-muridNya, lalu murid-muridNya membagi-bagikannya kepada orang banyak. (20) Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh.”.
Mat 15:32-38 - “(32) Lalu Yesus memanggil murid-muridNya dan berkata: ‘HatiKu tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak itu. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Aku tidak mau menyuruh mereka pulang dengan lapar, nanti mereka pingsan di jalan.’ (33) Kata murid-muridNya kepadaNya: ‘Bagaimana di tempat sunyi ini kita mendapat roti untuk mengenyangkan orang banyak yang begitu besar jumlahnya?’ (34) Kata Yesus kepada mereka: ‘Berapa roti ada padamu?’ ‘Tujuh,’ jawab mereka, ‘dan ada lagi beberapa ikan kecil.’ (35) Lalu Yesus menyuruh orang banyak itu duduk di tanah. (36) Sesudah itu Ia mengambil ketujuh roti dan ikan-ikan itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-muridNya, lalu murid-muridNya memberikannya pula kepada orang banyak. (37) Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, tujuh bakul penuh. (38) Yang ikut makan ialah empat ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak.”.
Juga mujizat penangkapan ikan, 153 ekor.
Yohanes 21:5-11 - “(5) Kata Yesus kepada mereka: ‘Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?’ Jawab mereka: ‘Tidak ada.’ (6) Maka kata Yesus kepada mereka: ‘Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh.’ Lalu mereka menebarkannya dan mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan. (7) Maka murid yang dikasihi Yesus itu berkata kepada Petrus: ‘Itu Tuhan.’ Ketika Petrus mendengar, bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau. (8) Murid-murid yang lain datang dengan perahu karena mereka tidak jauh dari darat, hanya kira-kira dua ratus hasta saja dan mereka menghela jala yang penuh ikan itu. (9) Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ikan dan roti. (10) Kata Yesus kepada mereka: ‘Bawalah beberapa ikan, yang baru kamu tangkap itu.’ (11) Simon Petrus naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak.”.
Lukas 5:4-7 - “(4) Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: ‘Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.’ (5) Simon menjawab: ‘Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.’ (6) Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. (7) Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.”.
Hal seperti itu juga dilakukan oleh nabi Elisa.
2Raja 4:1-7 - “(1) Salah seorang dari isteri-isteri para nabi mengadukan halnya kepada Elisa, sambil berseru: ‘Hambamu, suamiku, sudah mati dan engkau ini tahu, bahwa hambamu itu takut akan TUHAN. Tetapi sekarang, penagih hutang sudah datang untuk mengambil kedua orang anakku menjadi budaknya.’ (2) Jawab Elisa kepadanya: ‘Apakah yang dapat kuperbuat bagimu? Beritahukanlah kepadaku apa-apa yang kaupunya di rumah.’ Berkatalah perempuan itu: ‘Hambamu ini tidak punya sesuatu apapun di rumah, kecuali sebuah buli-buli berisi minyak.’ (3) Lalu berkatalah Elisa: ‘Pergilah, mintalah bejana-bejana dari luar, dari pada segala tetanggamu, bejana-bejana kosong, TETAPI JANGAN TERLALU SEDIKIT. (4) Kemudian masuklah, tutuplah pintu sesudah engkau dan anak-anakmu masuk, lalu tuanglah minyak itu ke dalam segala bejana. Mana yang penuh, angkatlah!’ (5) Pergilah perempuan itu dari padanya; ditutupnyalah pintu sesudah ia dan anak-anaknya masuk; dan anak-anaknya mendekatkan bejana-bejana kepadanya, sedang ia terus menuang. (6) Ketika bejana-bejana itu sudah penuh, berkatalah perempuan itu kepada anaknya: ‘Dekatkanlah kepadaku sebuah bejana lagi,’ tetapi jawabnya kepada ibunya: ‘Tidak ada lagi bejana.’ Lalu berhentilah minyak itu mengalir. (7) Kemudian pergilah perempuan itu memberitahukannya kepada abdi Allah, dan orang ini berkata: ‘Pergilah, juallah minyak itu, bayarlah hutangmu, dan hiduplah dari lebihnya, engkau serta anak-anakmu.’”.
Jadi, tidak ada alasan bahwa 180 gallon anggur itu terlalu banyak untuk pesta itu, dan karena itu harus dialegorikan!
3. Tentang pandangan orang-orang yang menganggap bahwa cerita Yesus mengubah air menjadi anggur itu hanyalah suatu trik (semacam trik pesulap), maka perhatikan komentar-komentar di bawah ini:
J. C. Ryle: “‘Up to the brim.’ This circumstance is no doubt mentioned in order to show that there was no room left for trick, jugglery, or imposture. What was put into the water-pots was water, and only water, and they were so filled that nothing could be infused, or mingled with their contents.” [= ‘Sampai penuh’. Keadaan ini tidak diragukan disebutkan untuk menunjukkan bahwa di sana tidak ada kesempatan yang tertinggal untuk trik, keahlian, atau penipuan. Apa yang dimasukkan ke dalam tempayan-tempayan adalah air, dan hanya air, dan tempayan-tempayan itu begitu dipenuhi sehingga tidak ada apapun bisa dimasukkan, atau dicampurkan dengan isi tempayan-tempayan itu.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Barnes’ Notes: “‘And knew not whence it was.’ This is said, probably, to indicate that his judgment was not biased by any favor, or any lack of favor, toward Jesus. Had he known what was done, he would have been less likely to have judged impartially. As it is, we have his testimony that this was REAL wine, and of so fine a body and flavor as to surpass that which had been provided for the occasion. Everything in this miracle shows that there was no collusion or understanding between Jesus and any of the persons at the feast.” [= ‘Dan ia tidak tahu dari mana datangnya’. Ini dikatakan, mungkin untuk menunjukkan bahwa penilaiannya tidak dicondongkan oleh kesukaan, atau ketidak-sukaan, terhadap Yesus. Seandainya ia tahu apa yang telah dilakukan, akan lebih sedikit kemungkinannya ia telah menilai secara fair / adil. Dalam sikon sekarang ini, kita mempunyai kesaksiannya bahwa ini adalah anggur yang SUNGGUH-SUNGGUH, dan begitu bagus / enak dalam rasa dan bau sehingga melampaui / melebihi apa yang telah disedikan dalam peristiwa itu. Segala sesuatu dalam mujizat ini menunjukkan bahwa di sana tidak ada persekongkolan untuk menipu atau persetujuan diam-diam antara Yesus dan orang manapun di pesta itu.].
Barnes’ Notes: “This is shown to be a REAL miracle by the following considerations: 1. Real water was placed in the vessels. This the servants believed, and there was no possibility of deception. 2. The water was placed where it was not customary to keep wine. It could not be pretended that it was merely a mixture of water and wine. 3. It was judged to be wine without knowing whence it came. There was no agreement between Jesus and the governor of the feast to impose on the guests.” [= Ini ditunjukkan sebagai suatu mujizat yang SUNGGUH-SUNGGUH oleh pertimbangan-pertimbangan yang berikut: 1. Air yang sungguh-sungguh ditempatkan dalam tempayan-tempayan. Pelayan-pelayan percaya ini, dan di sana tidak ada kemungkinan penipuan. 2. Air ditempatkan di tempat dimana tidak biasanya disimpan anggur. Tidak bisa dianggap bahwa itu hanyalah semata-mata suatu campuran air dan anggur. 3. Itu dinilai sebagai anggur tanpa mengetahui dari mana itu datang. Di sana tidak ada persetujuan antara Yesus dan pemimpin pesta untuk menipu tamu-tamu.].
Jamieson, Fausset & Brown: “It will be observed that our Lord here directs everything, but Himself touches nothing: thus excluding all appearance or suspicion of collusion. Compare Elijah’s methods on Carmel, 1 Kings 18:33-35.” [= Bisa diperhatikan bahwa Tuhan kita di sini mengarahkan sesuatu, tetapi Ia sendiri tidak menyentuh apapun: dan karena itu membuang semua indikasi atau kecurigaan tentang kolusi / persekongkolan untuk menipu. Bandingkan dengan metode Elia di Karmel, 1Raja 18:33-35.].
1Raja 18:33-35 - “(33) Ia menyusun kayu api, memotong lembu itu dan menaruh potongan-potongannya di atas kayu api itu. (34) Sesudah itu ia berkata: ‘Penuhilah empat buyung dengan air, dan tuangkan ke atas korban bakaran dan ke atas kayu api itu!’ Kemudian katanya: ‘Buatlah begitu untuk kedua kalinya!’ Dan mereka berbuat begitu untuk kedua kalinya. Kemudian katanya: ‘Buatlah begitu untuk ketiga kalinya!’ Dan mereka berbuat begitu untuk ketiga kalinya, (35) sehingga air mengalir sekeliling mezbah itu; bahkan parit itupun penuh dengan air.”.
Matthew Henry: “It was certain that this was wine. The governor knew this when he drank it, though he knew not whence it was; the servants knew whence it was, but had not yet tasted it. If the taster had seen the drawing of it, or the drawers had had the tasting of it, something might have been imputed to fancy; but now no room is left for suspicion.” [= Adalah pasti bahwa ini adalah anggur. Pemimpin pesta mengetahui ini pada waktu ia meminumnya, sekalipun ia tidak tahu dari mana datangnya; pelayan-pelayan mengetahui dari mana itu datang, tetapi tidak mengecap / mencicipinya. Seandainya si pengecap melihat pencedokannya, atau para pencedok mengecap / mencicipinya, sesuatu bisa telah dianggap berasal dari imajinasi; tetapi sekarang tak ada kemungkinan yang tersisa untuk kecurigaan.].
Orang Kristen sejati harus mempercayai bahwa Yesus betul-betul mengubah air menjadi anggur.
The Bible Exposition Commentary: “I am reminded of the story of the drunken coal miner who was converted and became a vocal witness for Christ. One of his friends tried to trap him by asking, ‘Do you believe that Jesus turned water into wine?’ ‘I certainly do!’ the believer replied. ‘In my home, He has turned wine into furniture, decent clothes, and food for my children!’” [= Saya diingatkan tentang cerita tentang seorang pekerja tambang batu bara yang dulunya adalah seorang pemabuk tetapi yang telah bertobat dan menjadi seorang saksi yang vokal bagi Kristus. Salah satu dari teman-temannya mencoba untuk menjebak dia dengan bertanya, ‘Apakah kamu percaya bahwa Yesus mengubah air menjadi anggur?’ ‘Tentu saya percaya’ orang percaya itu menjawab. ‘Di rumahku, Ia telah mengubah anggur menjadi perabot rumah tangga, pakaian-pakaian yang cukup bagus, dan makanan untuk anak-anakku!’].
5) Mengapa Yesus menggunakan air, dan bukannya langsung menciptakan anggur.
Pulpit Commentary: “III. Making use of existing materials. It would, perhaps, have been as easy for Jesus to have filled the empty vessels with wine as to transform the water with which he chose that they should be filled. But this would not have been his way. He did not work marvels for the marvels’ sake. He took the material which was to hand, and wrought upon it. It is a good lesson for us to learn; let us take the circumstances in which Providence has placed us, the characters with whom Providence has associated us, and seek and strive to use them for God’s glory.” [= III. MENGGUNAKAN BAHAN-BAHAN YANG ADA. Mungkin adalah sama mudahnya bagi Yesus untuk memenuhi belanga-belanga / tempayan-tempayan kosong dengan anggur seperti mengubah air dengan mana Ia memilih bahwa belanga-belanga / tempayan-tempayan itu harus dipenuhi. Tetapi ini bukanlah caraNya. Ia tidak melakukan mujizat-mujizat demi mujizat-mujizat itu sendiri. Ia mengambil bahan yang ada, dan mengerjakannya. Ini merupakan suatu pelajaran yang bagus bagi kita untuk dipelajari; hendaklah kita menggunakan keadaan-keadaan dalam mana Providensia telah menempatkan kita, orang-orang dengan siapa Providensia telah menghubungkan / menyatukan kita, dan berusaha dan berjuang untuk menggunakan mereka untuk kemuliaan Allah.].
6) Mujizat mengubah air menjadi anggur, khususnya caraNya melakukannya, membuktikan keilahianNya.
Bible Knowledge Commentary: “Each year He turns water to wine in the agricultural and fermentation processes. Here He simply did the process immediately.” [= Tiap tahun Ia mengubah air menjadi anggur dalam proses-proses pertanian dan fermentasi. Di sini Ia hanya melakukan proses itu secara langsung.].
Matthew Henry: “By this Christ showed himself to be the God of nature, who maketh the earth to bring forth wine, Ps 104:14,15. The extracting of the blood of the grape every year from the moisture of the earth is no less a work of power, though, being according to the common law of nature, it is not such a work of wonder, as this.” [= Dengan ini Kristus menunjukkan diriNya sendiri sebagai Allah dari alam, yang membuat bumi mengeluarkan / menghasilkan anggur, Maz 104:14,15. Penarikan darah dari buah anggur setiap tahun dari embun / air dari bumi tidak kurang dari suatu pekerjaan kuasa, sekalipun, karena sesuai dengan hukum alam yang biasa, itu bukanlah suatu pekerjaan yang luar biasa seperti ini.].
Maz 104:14-15 - “(14) Engkau yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk diusahakan manusia, yang mengeluarkan makanan dari dalam tanah (15) dan anggur yang menyukakan hati manusia, yang membuat muka berseri karena minyak, dan makanan yang menyegarkan hati manusia.”.
J. C. Ryle: “The manner in which the miracle was worked deserves especial notice. We are not told of any outward visible action which preceded or accompanied it. It is not said that He touched the waterpots containing the water that was made wine. It is not said that He commanded the water to change its qualities, or that He prayed to His Father in Heaven. He simply willed the change, and it took place. We read of no prophet or apostle in the Bible who ever worked a miracle after this fashion. He who could do such a mighty work, in such a manner, was nothing less than very God.” [= Cara dalam mana mujizat itu dikerjakan layak mendapatkan perhatian khusus. Kita tidak diberitahu tentang tindakan lahiriah yang bisa dilihat yang mendahului atau menyertainya. Tidak dikatakan bahwa Ia menyentuh tempayan-tempayan berisikan air yang dibuat jadi anggur itu. Tidak dikatakan bahwa Ia memerintahkan air itu untuk mengubah kwalitet-kwalitetnya, atau bahwa Ia berdoa kepada BapaNya di surga. Ia hanya menghendaki perubahan itu, dan itu terjadi. Kita tidak membaca tentang nabi atau rasul dalam Alkitab yang pernah mengerjakan suatu mujizat dengan cara ini. Ia yang bisa melakukan suatu pekerjaan yang sangat hebat, dengan cara seperti itu, adalah tidak kurang dari Allah yang sungguh-sungguh.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Kalau hanya dengan ‘menghendaki’ air menjadi anggur, dan itu terjadi, maka hal yang sama berlaku untuk keselamatan kita dan kebutuhan rohani kita. Ia hanya perlu ‘menghendaki’nya dan itu pasti terjadi.
J. C. Ryle: “It is a comfortable thought that the same almighty power of will which our Lord here displayed is still exercised on behalf of His believing people. They have no need of His bodily presence to maintain their cause. They have no reason to be cast down because they cannot see Him with their eyes interceding for them, or touch Him with their hands, that they may cling to Him for safety. If He ‘wills’ their salvation and the daily supply of all their spiritual need, they are as safe and well provided for as if they saw Him standing by them. Christ’s will is as mighty and effectual as Christ’s deed. The will of Him who could say to the Father, ‘I will that they whom thou hast given me be with me where I am,’ is a will that has all power in heaven and earth, and must prevail. (John 17:24.)” [= Merupakan suatu pemikiran yang menghibur bahwa kuasa yang maha kuasa yang sama dari kehendak yang Tuhan kita tunjukkan di sini tetap dipraktekkan demi kepentingan umatNya yang percaya. Mereka tidak punya kebutuhan tentang kehadiranNya secara jasmani untuk menyokong / mempertahankan kepentingan mereka. Mereka tidak punya alasan untuk kecil hati karena mereka tidak bisa melihatNya dengan mata mereka menengahi / membela mereka, atau menyentuh Dia dengan tangan mereka, supaya mereka bisa berpegang teguh kepada Dia untuk keamanan / keselamatan. Jika Ia ‘menghendaki’ keselamatan mereka dan suplai harian dari semua kebutuhan rohani mereka, mereka sama aman dan diberi persediaan dengan baik seakan-akan mereka melihat Dia berdiri di dekat mereka. Kehendak Kristus sama berkuasa dan efektifnya seperti tindakan Kristus. Kehendak Dia yang bisa berkata kepada Bapa, ‘Aku mau / menghendaki supaya mereka yang telah Engkau berikan kepadaKu ada bersama Aku dimana Aku berada’, adalah suatu kehendak yang mempunyai semua kuasa di surga dan di bumi, dan pasti menang / berhasil. (Yoh 17:24).] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
7) Kapan persisnya, dan dimana persisnya, mujizat itu terjadi.
Ada 2 pandangan tentang hal ini:
a) Mujizat itu terjadi pada saat air dicedok, dan hanya air yang dicedok yang berubah menjadi anggur.
Adam Clarke: “A question has been asked, ‘Did our Lord turn all the water into wine which the six measures contained?’ To which I answer: There is no proof that he did; and I take it for granted that he did not. It may be asked, ‘How could a part be turned into wine, and not the whole?’ To which I answer: The water, in all likelihood, was changed into wine as it was drawn out, and not otherwise. ... Our Lord does not appear to have furnished any extra quantity, but only what was necessary.” [= Suatu pertanyaan telah ditanyakan, ‘Apakah Tuhan kita mengubah semua air yang ada dalam enam tempayan menjadi anggur?’ Terhadap mana saya menjawab: Di sana tidak ada bukti bahwa Ia melakukannya; dan saya menganggap bahwa Ia tidak melakukannya. Mungkin ditanyakan, ‘Bagaimana bisa sebagian berubah menjadi anggur, dan bukan seluruhnya?’ Terhadap mana saya menjawab: Air itu, sangat mungkin, diubah menjadi anggur pada saat itu dicedok, dan yang lain tidak. ... Tuhan kita tidak kelihatan telah memberi / menyuplai kwantitas yang berlebihan, tetapi hanya apa yang dibutuhkan.].
b) Mujizat itu terjadi di dalam tempayan-tempayan itu, antara ‘saat penuhnya tempayan-tempayan itu dengan air’ dan ‘saat pencedokan air (yang telah berubah menjadi anggur)’. Dan semua air di dalam tempayan-tempayan itu berubah menjadi anggur.
Pulpit Commentary: “The miracle took place between the filling of the jars and their being drawn upon.” [= Mujizat itu terjadi di antara pemenuhan tempayan-tempayan dan dicedoknya mereka.].
J. C. Ryle: “‘And he saith … draw out now.’ It was at this moment, no doubt, that the miracle took place. By an act of will our Lord changed the contents of the water-pots. That which was poured in was water. That which was drawn out was wine.” [= ‘Dan Ia berkata ... cedoklah sekarang’. Pada saat inilah, tak diragukan, bahwa mujizat itu terjadi. Oleh suatu tindakan dari kehendak Tuhan kita mengubah isi dari tempayan-tempayan itu. Yang dicurahkan ke dalam tempayan-tempayan adalah air. Yang dicedok adalah anggur.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Pulpit Commentary: “we cannot evade the enormous capacity of the jars, and therefore the abundance of the gift thus provided. Various efforts have been made to reduce the extent of the provision; but the obvious implication of the narrative is that the six jars were the locale of the miracle. Dr. Moulton and Dr. Westcott suggest that these water-pots were filled with pure water, but that the wine was ‘drawn’ from the water-supply to which the servants had access, and that no more wine was provided than that which was borne to the governor of the feast. Others have supposed that simply the water drawn from the jars was transformed in the process. These suppositions make the entire reference to the water-pots extremely obscure and unnecessary.” [= kita tidak bisa menghindari kapasitas yang sangat besar dari tempayan-tempayan itu, dan karena itu kelimpahan dari pemberian yang disediakan dengan cara ini. Bermacam-macam usaha telah dibuat untuk menurunkan volume dari suplai itu; tetapi petunjuk tak langsung yang jelas dari cerita itu adalah bahwa enam tempayan itu adalah tempat terjadinya mujizat itu. Dr. Moulton dan Dr. Westcott mengusulkan bahwa tempayan-tempayan air itu dipenuhi dengan air murni, tetapi bahwa anggur yang ‘dicedok’ dari suplai air pada mana pelayan-pelayan mempunyai jalan masuk, dan bahwa tak ada lebih banyak anggur lagi yang disediakan dari pada yang dibawa kepada pemimpin pesta. Orang-orang lain telah menganggap bahwa hanya air yang dicedok dari tempayan-tempayan itu yang diubahkan dalam proses itu. Anggapan-anggapan ini membuat seluruh referensi dengan tempayan-tempayan air itu menjadi sangat kabur dan tidak perlu.].
Leon Morris (NICNT): “He does not even tell us how much water was changed into wine. It is usually held that it was all the water in the six waterpots, in which case Jesus was making a bountiful wedding gift to the couple, who were evidently poor. ... It is possible that John refers to the water actually drawn out ... On this view, however, it is hard to see a reason for mentioning the size of the pots.” [= Ia bahkan tidak memberi tahu kita berapa banyak air yang berubah menjadi anggur. Biasanya dipercaya / dianggap bahwa itu adalah semua air dalam enam tempayan-tempayan itu, dalam kasus mana Yesus membuat suatu hadiah pernikahan yang berlimpah-limpah kepada pasangan, yang secara jelas adalah miskin. ... Adalah mungkin bahwa Yohanes menunjuk / berbicara tentang air yang sungguh-sungguh dicedok ... Tetapi tentang pandangan ini, adalah sukar untuk melihat alasan untuk menyebutkan ukuran dari tempayan-tempayan itu.].
Saya berpendapat bahwa bantahan yang diberikan oleh Pulpit Commentary dan Leon Morris di atas sangat kuat. Kalau yang berubah menjadi anggur hanya air yang dicedok, maka tidak ada gunanya Yohanes menunjukkan volume yang besar dari 6 tempayan-tempayan itu.
8) Transubstantiation yang asli / sejati vs Transubstantiation yang abal-abal.
Kata ‘transubstantiation’ artinya ‘a change of substance’ [= perubahan zat].
Dalam mujizat yang Yesus lakukan betul-betul terjadi perubahan zat dari air menjadi anggur. Dalam transubstantiation yang asli / sejati ini rasa (dan pasti juga bau, penampilan dsb) dari air itu juga ikut berubah menjadi rasa (dan pasti juga bau, penampilan dsb) dari anggur.
Yohanes 2: 9-10: “(9) Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu - dan ia tidak tahu dari mana datangnya, tetapi pelayan-pelayan, yang mencedok air itu, mengetahuinya - ia memanggil mempelai laki-laki, (10) dan berkata kepadanya: ‘Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.’”.
Jelas-jelas pemimpin pesta itu mengecap, dan merasakan itu sebagai anggur, bahkan anggur yang sangat baik! Ini transubstantiation yang sungguh-sungguh!
Tetapi dalam komuni / ekaristi yang dilakukan oleh Gereja Roma Katolik (juga Gereja Orthodox, dan Anglikan), dipercayai oleh mereka juga terjadi transubstantiation / perubahan zat dari roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus, tetapi accidents-nya (penampilan, bau, rasa dsb) tetap sama (https://en.wikipedia.org/wiki/Transubstantiation).
Gereja Roma Katolik percaya bahwa pada saat pastor mengucapkan kata-kata bahasa Latin: “HOC EST CORPUS MEUM” [= This is my body / Inilah TubuhKu], roti dan anggur betul-betul berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Doktrin ini disebut TRANSUBSTANTIATION [= a change of substance / perubahan zat]. Doktrin ini mulai diajarkan pada abad ke 9 oleh seorang yang bernama Radbertus yang mengatakan bahwa pada saat Eucharist / Ekaristi (Perjamuan Kudus dalam Gereja Roma Katolik), terjadi suatu mujizat dimana roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Transubstantiation menjadi dogma resmi pada tahun 1059 dan diproklamirkan oleh Paus Innocent III pada tahun 1215.
Teori Thomas Aquinas (1225-1274): “The substance of bread and wine are changed into the body and blood of Christ during communion while the accidents (appearence, taste, smell) remain the same.” [= Zat dari roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus pada saat komuni, sementara accidentsnya (penampilannya / kelihatannya, rasanya, baunya) tetap sama.].
Ini transubstantiation yang abal-abal.
Barnes’ Notes: “This is declared by the sacred writer to be a ‘miracle’ - that is, an exertion of divine power, producing a change of the substance of water into wine, which no human power could do.” [= Ini dinyatakan oleh penulis kudus sebagai suatu ‘mujizat’ - yaitu suatu usaha / aktivitas dari kuasa ilahi, menghasilkan suatu perubahan zat dari air menjadi anggur, yang tak ada kuasa manusia bisa lakukan.].
Pulpit Commentary: “The new properties presented themselves to the percipient senses. In this respect the transformation is profoundly different from the supposed change which occurs in the Holy Eucharist. There the accidents and elements all remain; the substantia underlying them is supposed to be replaced by another substantia; but neither the one nor the other substance has ever been present to the senses. Here a new substance, with previously undiscovered attributes, presents itself.” [= Sifat-sifat dasar yang baru menunjukkan / menyatakan diri mereka sendiri kepada indera-indera dari orang yang menerima / merasakan. Dalam hal ini perubahan itu sangat berbeda dari perubahan yang dianggap terjadi dalam Ekaristi Kudus. Di sana ‘accidents’ dan elemen-elemen semua tetap; zat yang ada di bawah mereka dianggap digantikan oleh zat yang lain; tetapi baik zat yang satu ataupun zat yang lain tidak pernah ada bagi indera-indera. Di sini suatu zat yang baru, dengan sifat-sifat dasar yang tadinya tak ada, menyatakan dirinya sendiri.].
Catatan: ‘accidents’ menunjuk pada penampilan / kelihatannya, baunya, dan rasanya.
J. C. Ryle: “Let the word ‘tasted’ be carefully noticed in this place. It supplies a strong incidental argument against the Romish doctrine of transubstantiation. The occasion before us is the only known occasion on which our Lord changed one liquid into another. When He did so change it, the reality of the change was at once proved by the ‘taste.’ Why is it then that in the pretended change of the sacramental wine in the Lord’s Supper into Christ’s blood the change cannot be detected by the senses? Why does the wine after consecration taste like wine, just as it did before? - These are questions which the Roman Catholics cannot satisfactorily answer. The pretended change of the bread and wine in the Lord’s Supper is a complete delusion. It is contradicted by the senses of every communicant. The bread after consecration is still bread, and the wine is still wine. That which contradicts our senses we are nowhere required in God’s Word to believe.” [= Hendaklah kata ‘mengecap’ diperhatikan dengan seksama di tempat ini. Itu menyuplai suatu argumentasi yang menyertai yang kuat terhadap / menentang doktrin transubstantiation dari Gereja Roma Katolik. Kejadian di depan kita ini adalah satu-satunya kejadian yang diketahui dimana Tuhan kita mengubah satu cairan menjadi cairan yang lain. Pada waktu Ia melakukan perubahan itu, realita dari perubahan itu segera terbukti oleh ‘rasa’nya. Lalu mengapa bahwa dalam perubahan yang diakui secara palsu dari anggur sakramen dalam Perjamuan Kudus menjadi darah Kristus, perubahannya tidak bisa dideteksi oleh indera-indera? Mengapa anggur setelah upacara pengudusan terasa seperti anggur, sama seperti rasanya sebelumnya? - Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang orang-orang Roma Katolik tidak bisa menjawab dengan memuaskan. Perubahan yang diakui secara palsu dari roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus adalah suatu pandangan / kepercayaan palsu / menyesatkan sepenuhnya. Itu bertentangan dengan indera-indera dari setiap peserta komuni. Roti setelah upacara pengudusan tetap adalah roti, dan anggur tetap adalah anggur. Tak ada dimanapun dalam Firman Allah kita disuruh untuk mempercayai apa yang bertentangan dengan indera-indera kita.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Matthew Henry: “The miracle itself was turning water into wine; the substance of water acquiring a new form, and having all the accidents and qualities of wine. Such a transformation is a miracle; but the popish transubstantiation, the substance changed, the accidents remaining the same, is a monster.” [= Mujizat itu sendiri mengubah air menjadi anggur; zat dari air mendapatkan bentuk yang baru, dan mempunyai semua penampilan, bau, rasa dan kwalitet dari anggur. Perubahan seperti itu adalah suatu mujizat; tetapi transubstantiation yang berhubungan dengan Gereja Roma Katolik, zatnya berubah, tetapi penampilan, bau, rasa tetap sama, adalah suatu monster / sesuatu yang menimbulkan kejijikan.].
Di bawah ini saya memberikan kutipan-kutipan dari para ahli theologia / penafsir Reformed, Wikipedia, ahli sejarah, dan dari sumber-sumber Gereja Roma Katolik sendiri, berkenaan dengan doktrin transubstantiation dari Gereja Roma Katolik.
Loraine Boettner: “The Roman Church acknowledges that in the mass there is no visible change in the bread and wine, that they continue to have the same properties: the same taste, color, smell, weight, and dimensions. It should be sufficient to refute this doctrine to point out that it involves an impossibility. It is impossible that the attributes or sensible properties of bread and wine should remain if the substance has been changed. It is self-evident that if the attributes of flesh and blood are not there, the actual flesh and blood are not there. When Jesus changed the water into wine at Cana of Galilee, there was no question but that it was wine. It had the properties of wine. But since the bread and wine in the eucharist do not have the attributes of flesh and blood, it is absurd to say that any such change has taken place. That which contradicts our reason must be pronounced irrational. Yet the adherents of Rome, under threat of eternal condemnation, are forced to believe what their church tells them, even though it contradicts their senses. The effect cannot be other than detrimental when men are forced to accept as true that which they know to be false.” [= Pada waktu Yesus mengubah air menjadi anggur di Kana dari Galilea, disana tidak ada pertanyaan / keraguan bahwa itu adalah anggur. Itu mempunyai sifat dasar / kwalitet / ciri-ciri dari anggur. Tetapi karena roti dan anggur dalam ekaristi tidak mempunyai sifat dasar / kwalitet / ciri-ciri dari daging dan darah, adalah konyol / menggelikan untuk mengatakan bahwa ada perubahan apapun seperti itu yang telah terjadi.] - ‘Roman Catholicism’, hal 178-179.
A. H. Strong: “Mat. 26:28 - ‘This is my blood.…which is poured out,’ cannot be meant to be taken literally, since Christ’s blood was not yet shed. Hence the Douay version (Roman Catholic), without warrant, changes the tense and reads, ‘which shall be shed.’.” [= Mat 26:28 - Ini adalah darahKu ... yang dicurahkan’, tidak bisa dimaksudkan untuk diartikan secara hurufiah, karena darah Kristus belum dicurahkan. Karena itu Versi Douay (Roma Katolik), tanpa otoritas / dasar, mengubah tensa dan berbunyi / menuliskan, ‘yang akan dicurahkan.’.] - ‘Systematic Theology’, hal 965.
Wikipedia: “In the arguments which characterised the relationship between Roman Catholicism and Protestantism in the 16th century, the Council of Trent declared subject to the ecclesiastical penalty of anathema anyone who denieth, that, in the sacrament of the most holy Eucharist, are contained truly, really, and substantially, the body and blood together with the soul and divinity of our Lord Jesus Christ, and consequently the whole Christ; but saith that He is only therein as in a sign, or in figure, or virtue (... and anyone who) saith, that, in the sacred and holy sacrament of the Eucharist, the substance of the bread and wine remains conjointly with the body and blood of our Lord Jesus Christ, and denieth that wonderful and singular conversion of the whole substance of the bread into the Body, and of the whole substance of the wine into the Blood - the species only of the bread and wine remaining - which conversion indeed the Catholic Church most aptly calls Transubstantiation, let him be anathema.” [= Sidang Gereja Trent menyatakan ada di bawah hukuman kutukan gerejani siapapun yang menyangkal, bahwa, dalam sakramen Ekaristi yang paling kudus, tercakup dengan benar, sungguh-sungguh dan secara hakiki, tubuh dan darah bersama-sama dengan jiwa dan keilahian dari Tuhan kita Yesus Kristus, dan karena itu seluruh Kristus; ... dan menyangkal bahwa perubahan yang ajaib / mengherankan dan unik / luar biasa dari seluruh zat dari roti menjadi Tubuh, dan dari seluruh zat dari anggur menjadi Darah - hanya ‘accidents’ {= penampilan, bau, rasa} dari roti dan anggur tetap tinggal - perubahan mana memang Gereja Katolik secara paling tepat menyebut Transubstantiation, hendaklah ia dikutuk / terkutuk.] - https://en.wikipedia.org/wiki/Transubstantiation
Catatan: perhatikan kata yang saya beri warna biru dalam kutipan di atas. Kata ‘species’ saya terjemahkan ‘accidents’, karena alasan di bawah ini.
Wikipedia: “The philosophical term ‘accidents’ does not appear in the teaching of the Council of Trent on transubstantiation, which is repeated in the Catechism of the Catholic Church. For what the Council distinguishes from the ‘substance’ of the bread and wine it uses the term ‘species’:” [= Istilah yang bersifat filsafat ‘accidents’ tidak muncul dalam pengajaran dari Sidang Gereja Trent tentang transubstantiation, yang diulangi dalam Katekisasi Gereja Katolik. Karena apa yang Sidang Gereja itu bedakan dari ‘zat’ dari roti dan anggur ia menggunakan istilah ‘species’:] - https://en.wikipedia.org/wiki/Transubstantiation
Wikipedia: “The Catholic Church asserts that the consecrated bread and wine are not merely ‘symbols’ of the body and blood of Christ: they are the body and blood of Christ. It also declares that, although the bread and wine completely cease to be bread and wine (having become the body and blood of Christ), the appearances (the ‘species’ or look) remain unchanged, and the properties of the appearances also remain (one can be drunk with the appearance of wine despite it only being an appearance). They are still the appearances of bread and wine, not of Christ, and do not inhere in the substance of Christ. They can be felt and tasted as before, and are subject to change and can be destroyed. If the appearance of bread is lost by turning to dust or the appearance of wine is lost by turning to vinegar, Christ is no longer present.” [= (seseorang bisa jadi mabuk dengan penampilan dari anggur, sekalipun itu hanya suatu penampilan) ... Jika penampilan dari roti hilang karena berubah menjadi debu atau penampilan dari anggur hilang karena berubah menjadi cuka, Kristus tidak lagi hadir.] - https://en.wikipedia.org/wiki/Transubstantiation
David Schaff: “The culminating point in the history of the mediaeval doctrine of the eucharist was the dogmatic definition of transubstantiation by the Fourth Lateran Council, 1215. Thenceforth it was heresy to believe anything else.” [= Sejak saat itu dan seterusnya adalah kesesatan / bidat untuk mempercayai apapun yang lain.] - ‘History of the Christian Church’, vol V, pasal 115, hal 714 (Libronix).
Catatan: tentang ‘the Fourth Lateran Council’ ini lihat dalam link ini: https://en.wikipedia.org/wiki/Fourth_Council_of_the_Lateran
‘Catechism of the Catholic Church’ (1992):
“1376 The Council of Trent summarizes the Catholic faith by declaring: ‘Because Christ our Redeemer said that it was truly his body that he was offering under the species of bread, it has always been the conviction of the Church of God, and this holy Council now declares again, that by the consecration of the bread and wine there takes place a change of the whole substance of the bread into the substance of the body of Christ our Lord and of the whole substance of the wine into the substance of his blood. This change the holy Catholic Church has fittingly and properly called transubstantiation.’” [= bahwa oleh pengudusan dari roti dan anggur disana terjadi suatu perubahan dari seluruh zat dari roti menjadi zat dari tubuh Kristus Tuhan kita dan dari seluruh zat dari anggur menjadi zat dari darahNya. Perubahan ini Gereja Katolik yang kudus secara cocok dan tepat telah menyebut transubstantiation’.].
“1377 The Eucharistic presence of Christ begins at the moment of the consecration and endures as long as the Eucharistic species subsist. Christ is present whole and entire in each of the species and whole and entire in each of their parts, in such a way that the breaking of the bread does not divide Christ.” [= Kristus hadir secara utuh dan sepenuhnya dalam setiap dari elemen ekaristi itu (roti dan anggur) dan utuh dan sepenuhnya dalam setiap bagian-bagian mereka, dengan cara sedemikian rupa sehingga pemecahan roti tidak memecah Kristus.].
“1378 Worship of the Eucharist. In the liturgy of the Mass we express our faith in the real presence of Christ under the species of bread and wine by, among other ways, genuflecting or bowing deeply as a sign of adoration of the Lord. ‘The Catholic Church has always offered and still offers to the sacrament of the Eucharist the cult of adoration, not only during Mass, but also outside of it, reserving the consecrated hosts with the utmost care, exposing them to the solemn veneration of the faithful, and carrying them in procession.’” [= Penyembahan dalam Ekaristi. Dalam liturgi dari Misa kami menyatakan iman kami pada kehadiran yang sungguh-sungguh dari Kristus di bawah elemen-elemen Ekaristi dari roti dan anggur, di antara cara-cara yang lain, penekukan satu atau kedua lutut atau membungkuk secara dalam sebagai suatu tanda pemujaan Tuhan.].
“1381 "That in this sacrament are the true Body of Christ and his true Blood is something that ‘cannot be apprehended by the senses,’ says St. Thomas, ‘but only by faith, which relies on divine authority.’ For this reason, in a commentary on Luke 22:19 (‘This is my body which is given for you.’), St. Cyril says: ‘Do not doubt whether this is true, but rather receive the words of the Savior in faith, for since he is the truth, he cannot lie.’" Godhead here in hiding, whom I do adore Masked by these bare shadows, shape and nothing more, See, Lord, at thy service low lies here a heart Lost, all lost in wonder at the God thou art. Seeing, touching, tasting are in thee deceived; How says trusty hearing? that shall be believed; What God’s Son has told me, take for truth I do; Truth himself speaks truly or there’s nothing true.” [= "Bahwa dalam sakramen ini ada tubuh Kristus yang sungguh-sungguh dan darahNya yang sungguh-sungguh merupakan sesuatu yang ‘tidak bisa dimengerti oleh pengertian / pikiran’, kata Santo Thomas, ‘tetapi hanya oleh iman, yang bersandar / berdasarkan pada otoritas Ilahi’.].
Catatan: yang dimaksudkan dengan Santo Thomas adalah Thomas Aquinas. Ini bisa terlihat dari catatan kaki yang ada dalam ‘Catechism of the Catholic Church’ ini.
9) Macam-macam penafsiran yang salah tentang mujizat air menjadi anggur ini.
Bible Knowledge Commentary: “The contrast between the old order and the new way is evident (cf. John 4:13; 7:38-39).” [= Kontras antara keadaan lama dan jalan / cara yang baru adalah jelas (bdk. Yoh 4:13; 7:38-39).].
Yoh 4:13-14 - “(13) Jawab Yesus kepadanya: ‘Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, (14) tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.’”.
Yoh 7:38-39 - “(38) Barangsiapa percaya kepadaKu, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.’ (39) Yang dimaksudkanNya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepadaNya; sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan.”.
Bible Knowledge Commentary: “As the master of the banquet tasted the... wine, he found it to be superior to what they had been drinking. In contrast with a common custom in which the best wine was served first and the lesser quality later, he affirmed that this wine, served last, was the best. The significance of this miracle is that Christianity is an advance over Judaism. God has kept the best gift - His Son - until now.” [= Pada waktu pemimpin pesta itu mengecap anggur, ia mendapati itu lebih baik / bagus dari yang telah ia minum sampai saat itu. Bertentangan dengan suatu kebiasaan umum dalam mana anggur yang terbaik diberikan pada awal dan anggur yang kwalitetnya lebih rendah belakangan, ia menegaskan bahwa anggur ini, yang diberikan terakhir, adalah yang terbaik. Arti dari mujizat ini adalah bahwa kekristenan adalah suatu kemajuan atas Yudaisme. Allah telah menyimpan karunia terbaik - AnakNya - sampai sekarang.].
William Barclay: “There were six stone water pots; and at the command of Jesus, the water in them turned to wine. According to the Jews, seven is the number which is complete and perfect; and six is the number which is unfinished and imperfect. The six stone water pots stand for all the imperfections of the Jewish law. Jesus came to do away with the imperfections of the law and to put in their place the new wine of the gospel of his grace. Jesus turned the imperfection of the law into the perfection of grace. ... John is telling us that in Jesus the imperfections have become perfection,” [= Di sana ada enam tempayan; dan atas perintah Yesus, air di dalam mereka berubah menjadi anggur. Menurut orang-orang Yahudi, tujuh adalah bilangan yang lengkap dan sempurna; dan enam adalah bilangan yang belum selesai dan tidak sempurna. Enam tempayan itu mewakili semua ketidak-sempurnaan dari hukum Yahudi. Yesus datang untuk menghentikan / menyingkirkan ketidaksempurnaan dari hukum Taurat dan untuk meletakkan di tempat mereka anggur yang baru dari injil kasih karunia. Yesus mengubah ketidaksempurnaan dari hukum Taurat menjadi kesempurnaan dari kasih karunia. ... Yohanes sedang memberitahu kita bahwa dalam Yesus ketidak-sempurnaan telah menjadi kesempurnaan.].
William Barclay: “Now we can see what John is teaching us. Every story tells us not of something Jesus did once and never again, but of something which he is forever doing. John tells us not of things that Jesus once did in Palestine, but of things that he still does today. And what John wants us to see here is not that Jesus once on a day turned some water pots of water into wine; he wants us to see that whenever Jesus comes into a person’s life, there comes a new quality which is like turning water into wine. Without Jesus, life is dull and stale and flat; when Jesus comes into it, life becomes vivid and sparkling and exciting.” [= Sekarang kita bisa melihat apa yang Yohanes sedang ajarkan kepada kita. Setiap cerita memberitahu kita bukan tentang sesuatu yang Yesus lakukan sekali dan tidak pernah lakukan lagi, tetapi tentang sesuatu yang Ia sedang lakukan selama-lamanya. Yohanes memberitahu kita bukan tentang hal-hal yang Yesus lakukan sekali di Palestina, tetapi tentang hal-hal yang tetap Ia lakukan sekarang. Dan apa yang Yohanes ingin kita lihat di sini bukanlah bahwa Yesus suatu kali pada suatu hari mengubah sejumlah air dalam tempayan-tempayan menjadi anggur; ia ingin kita melihat bahwa kapanpun Yesus datang ke dalam kehidupan seseorang, di sana datang suatu kwalitet yang baru yang seperti pengubahan air menjadi anggur. Tanpa Yesus, kehidupan itu menjemukan / membosankan; pada waktu Yesus datang ke dalamnya, kehidupan menjadi terang / segar dan hidup / bersemangat dan menggairahkan.].
The Bible Exposition Commentary: “The Gospel of John, unlike the other three Gospels, seeks to share the inner meaning - the spiritual significance - of our Lord’s works, so that each miracle is a ‘sermon in action.’ We must be careful not to ‘spiritualize’ these events so that they lose their historical moorings; but at the same time, we must not be so shackled to history that we are blind to (as A. T. Pierson used to say) ‘His story.’ ... If our Lord had preached a sermon after He turned the water into wine, what might He have said? For one thing, He likely would have told the people that the world’s joy always runs out and cannot be regained, but the joy He gives is ever new and ever satisfying. (In the Scriptures, wine is a symbol of joy. See Judg 9:13 and Ps 104:15.) The world offers the best at the first, and then, once you are ‘hooked,’ things start to get worse. But Jesus continues to offer that which is best until we one day enjoy the finest blessings in the eternal kingdom (Luke 22:18). But our Lord would certainly have a special message here for His people, Israel. In the Old Testament, the nation is pictured as ‘married’ to God and unfaithful to her marriage covenant (Isa 54:5; Jer 31:32; Hos 2:2ff). The wine ran out and all Israel had left were six empty water pots! They held water for external washings, but they could provide nothing for internal cleaning and joy. In this miracle, our Lord brought fullness where there was emptiness, joy where there was disappointment, and something internal for that which was only external (water for ceremonial washings).” [= Injil Yohanes, tidak seperti ketiga Injil yang lain, berusaha untuk membagikan arti yang di dalam - arti rohani - dari pekerjaan-pekerjaan Tuhan kita, sehingga setiap mujizat adalah suatu ‘khotbah dalam tindakan’. Kita harus berhati-hati untuk tidak ‘merohanikan’ peristiwa-peristiwa itu sehingga mereka kehilangan ikatan sejarah / history mereka; tetapi pada saat yang sama, kita tidak boleh menjadi begitu dibatasi pada sejarah / history sehingga kita buta terhadap (seperti A. T. Pierson dulu katakan) ‘Cerita Nya’ / ‘His Story’ ... Seandainya Tuhan kita mengkhotbahkan suatu khotbah setelah Ia mengubah air menjadi anggur, apa yang mungkin telah Ia katakan? Salah satunya, Ia sangat mungkin telah memberitahu orang-orang bahwa sukacita dari dunia selalu habis dan tidak bisa didapatkan kembali, tetapi sukacita yang Ia berikan selalu baru dan selalu memuaskan. (Dalam Kitab Suci, anggur adalah simbol dari sukacita. Lihat Hak 9:13 dan Maz 104:15). Dunia menawarkan yang terbaik pada awal, dan lalu, sekali kamu sudah ‘terjebak / mencandu’, hal-hal mulai memburuk. Tetapi Yesus terus memberikan apa yang terbaik sampai suatu hari kita menikmati berkat-berkat terbaik dalam kerajaan kekal (Luk 22:18). Tetapi Tuhan kita pasti mempunyai suatu pesan / berita khusus di sini untuk umatNya, Israel. Dalam Perjanjian Lama, bangsa itu digambarkan sebagai ‘menikah’ dengan Allah dan tidak setia pada perjanjian pernikahannya (Yes 54:5; Yer 31:32; Hos 2:1-dst). Anggur habis dan semua yang Israel punyai hanyalah enam tempayan kosong! Mereka mempunyai air untuk pembasuhan / pencucian luar / lahiriah, tetapi mereka tidak bisa menyediakan apapun untuk pembersihan batin / di dalam dan sukacita. Dalam mujizat ini, Tuhan kita membawa kepenuhan dimana disana ada kekosongan, sukacita dimana disana ada kekecewaan, dan sesuatu di dalam untuk itu yang hanya bersifat lahiriah / luar (air untuk pembasuhan-pembasuhan yang bersifat upacara).].
Hak 9:13 - “Tetapi jawab pohon anggur itu kepada mereka: Masakan aku meninggalkan air buah anggurku, yang menyukakan hati Allah dan manusia, dan pergi melayang di atas pohon-pohon?”.
Mazmur 104:15 - “dan anggur yang menyukakan hati manusia, yang membuat muka berseri karena minyak, dan makanan yang menyegarkan hati manusia.”.
Luk 22:18 - “Sebab Aku berkata kepada kamu: mulai dari sekarang ini Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur sampai Kerajaan Allah telah datang.’”.
Yes 54:5 - “Sebab yang menjadi suamimu ialah Dia yang menjadikan engkau, TUHAN semesta alam namaNya; yang menjadi Penebusmu ialah Yang Mahakudus, Allah Israel, Ia disebut Allah seluruh bumi.”.
Yer 31:32 - “bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjianKu itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN.”.
Hosea 2:1-4 - “(1) ‘Adukanlah ibumu, adukanlah, sebab dia bukan isteriKu, dan Aku ini bukan suaminya; biarlah dijauhkannya sundalnya dari mukanya, dan zinahnya dari antara buah dadanya, (2) supaya jangan Aku menanggalkan pakaiannya sampai dia telanjang, dan membiarkan dia seperti pada hari dia dilahirkan, membuat dia seperti padang gurun, dan membuat dia seperti tanah kering, lalu membiarkan dia mati kehausan. (3) Tentang anak-anaknya, Aku tidak menyayangi mereka, sebab mereka adalah anak-anak sundal. (4) Sebab ibu mereka telah menjadi sundal; dia yang mengandung mereka telah berlaku tidak senonoh. Sebab dia berkata: Aku mau mengikuti para kekasihku, yang memberi roti dan air minumku, bulu domba dan kain lenanku, minyak dan minumanku.”.
F. F. Bruce (tentang Yohanes 2:6-8): “The water, provided for purification as laid down by Jewish law and custom, stands for the whole ancient order of Jewish ceremonial, which Christ was to replace by something better. ... The wine symbolizes the new order as the water in the jars symbolized the old order.” [= Air, yang disediakan untuk penyucian seperti yang ditetapkan oleh hukum dan tradisi Yahudi, berarti seluruh kondisi / keadaan lama dari upacara Yahudi, yang oleh Kristus akan diganti dengan sesuatu yang lebih baik. ... Anggur menyimbolkan kondisi / keadaan yang baru seperti air dalam tempayan menyimbolkan kondisi / keadaan yang lama.] - hal 71.
J. C. Ryle: “‘Thou hast kept the good wine until now.’ A good practical remark has often been raised from these words of the ruler of the feast. The world gives its best things, like the best wine, first, and its worst things last. The longer we serve the world, the more disappointing, unsatisfactory, and unsavoury will its gifts prove. Christ, on the other hand, gives His servants their best things last. They have first the cross, the race, and the battle, and then the rest, the glory, and the crown. Specially will it be found true at his second advent. Then will believers say emphatically, ‘Thou hast kept the good wine until now.’ These are pious and useful thoughts.” [= ‘Engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang’. Suatu pernyataan / pandangan praktis yang baik telah sering diajukan dari kata-kata dari pemimpin pesta ini. Dunia memberikan hal-hal terbaiknya, seperti anggur yang terbaik, mula-mula / pertama-tama, dan hal-hal terburuknya paling akhir. Makin lama kita melayani dunia, makin akan terbukti mengecewakan, tidak memuaskan, dan tidak enak pemberian-pemberiannya. Kristus, di sisi lain, memberi pelayan-pelayanNya hal-hal terbaik mereka paling akhir. Mereka pertama-tama / mula-mula mendapat salib, perlombaan, dan pertempuran, dan lalu istirahat, kemuliaan dan makhkota. Khususnya itu akan didapati benar pada kedatanganNya yang keduakalinya. Pada waktu itu orang-orang percaya akan berkata tanpa keraguan, ‘Engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang’. Ini adalah pemikiran-pemikiran yang saleh dan berguna.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Matthew Henry: “The beginning of Moses’s miracles was turning water into blood (Ex 4:9; 7:20), the beginning of Christ’s miracles was turning water into wine; which intimates the difference between the law of Moses and the gospel of Christ. The curse of the law turns water into blood, common comforts into bitterness and terror; the blessing of the gospel turns water into wine.” [= Permulaan dari mujizat-mujizat Musa adalah pengubahan air menjadi darah (Kel 4:9; 7:20), permulaan dari mujizat-mujizat Kristus adalah pengubahan air menjadi anggur; yang secara tidak langsung menunjukkan perbedaan antara hukum Taurat Musa dan injil Kristus. Kutuk dari hukum Taurat mengubah air menjadi darah, hal-hal umum yang membuat nyaman menjadi kepahitan dan ketakutan; berkat dari injil mengubah air menjadi anggur.].
Matthew Henry: “The common method was otherwise. Good wine is brought out to the best advantage at the beginning of a feast, when the guests have their heads clear and their appetites fresh, and can relish it, and will commend it; but when they have well drank, when their heads are confused, and their appetites palled, good wine is but thrown away upon them, worse will serve then. See the vanity of all the pleasures of sense; they soon surfeit, but never satisfy; the longer they are enjoyed, the less pleasant they grow.” [= Metode yang umum adalah sebaliknya. Anggur yang baik dikeluarkan bagi keuntungan / manfaat yang terbaik pada permulaan pesta, pada waktu tamu-tamu bisa berpikir dengan baik dan mempunyai nafsu makan / selera yang segar, dan bisa menikmatinya sepenuhnya, dan akan memujinya; tetapi pada waktu mereka telah puas minum, pada waktu pikiran mereka sudah tidak bisa berpikir dengan baik, dan nafsu makan / selera mereka sudah kurang bisa menikmati, anggur yang baik dibuang dari mereka, yang lebih buruk akan disajikan pada saat itu. Lihatlah kesia-siaan dari semua kesenangan-kesenangan dari perasaan; mereka segera menyuplai secara berlebihan, tetapi tidak pernah memuaskan; makin lama mereka dinikmati, mereka menjadi makin kurang menyenangkan.].
J. C. Ryle (tentang ay 10): “The words in this sentence must not be pressed too closely, in order to bring out of them a spiritual meaning.” [= Kata-kata dari kalimat ini tak boleh ditekankan dengan terlalu keras, supaya mengeluarkan dari mereka suatu arti rohani.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Lenski: “The word of the steward has frequently been allegorized. The wine that is worse is made to mean all that the world offers us, or again all that the false Judaism of the day offered; while the excellent wine which Jesus created is made to mean the gospel and its true riches and joys. The text itself contains no such thoughts. The word on which these thoughts are based is not even a word of Christ but of an ordinary Jew who voiced a common observation. Allegory, especially in preaching, easily misleads. It only super-imposes our own thoughts on words of Holy Writ. If it is used at all, it should be used with great care and always in such a way that our own thoughts remain clearly distinguished from what the written words actually state.” [= Kata-kata dari pemimpin pesta itu telah sering dialegorikan. Anggur yang lebih buruk dibuat jadi berarti semua yang dunia tawarkan kepada kita, atau juga semua yang Yudaisme yang palsu pada saat itu tawarkan; sedangkan anggur yang sangat baik yang Yesus ciptakan dibuat jadi berarti injil dan kekayaan dan sukacitanya yang sejati. Text itu sendiri tidak berisikan pemikiran-pemikiran seperti itu. Perkataan pada mana pemikiran-pemikiran ini didasarkan bahkan bukan suatu perkataan dari Kristus tetapi dari seorang Yahudi biasa yang mengucapkan suatu komentar yang bersifat umum. Alegory, khususnya dalam khotbah, dengan mudah mengarahkan ke arah yang salah. Itu hanya memaksakan secara extrim pemikiran-pemikiran kita sendiri pada kata-kata dari Tulisan Kudus (Alkitab / Firman Tuhan). Jika itu digunakan dengan cara apapun, itu harus digunakan dengan kehati-hatian yang besar dan selalu dengan cara sedemikian rupa sehingga pemikiran-pemikiran kita sendiri tetap membedakan secara jelas dari apa yang firman tertulis betul-betul nyatakan.].
Memang, saya setuju dengan Lenski. Penafsir-penafsir yang banyak di atas itu, semua mengalegorikan / menyimbolisir secara tidak pada tempatnya.
Mungkin kata-kata mereka bagus dan benar, tetapi didasarkan pada, atau didapatkan dari, ayat yang tidak cocok sama sekali!
Ada 2 hal yang menunjukkan kesalahan penafsiran mereka:
a) Suatu cerita sejarah tidak boleh dialegorikan / disimbolisir, tetapi harus diartikan secara hurufiah!
Ini hukum dalam Hermeneutics! Tetapi memang contoh-contoh pelanggaran hukum Hermeneutics ini sangat banyak.
Misalnya:
1. Musa dengan semak duri yang menyala (Kel 3:1-5).
Kel 3:1-5 - “(1) Adapun Musa, ia biasa menggembalakan kambing domba Yitro, mertuanya, imam di Midian. Sekali, ketika ia menggiring kambing domba itu ke seberang padang gurun, sampailah ia ke gunung Allah, yakni gunung Horeb. (2) Lalu Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu ia melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala, tetapi tidak dimakan api. (3) Musa berkata: ‘Baiklah aku menyimpang ke sana untuk memeriksa penglihatan yang hebat itu. Mengapakah tidak terbakar semak duri itu?’ (4) Ketika dilihat TUHAN, bahwa Musa menyimpang untuk memeriksanya, berserulah Allah dari tengah-tengah semak duri itu kepadanya: ‘Musa, Musa!’ dan ia menjawab: ‘Ya, Allah.’ (5) Lalu Ia berfirman: ‘Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus.’”.
Kasut diartikan sebagai simbol dari sebagai dosa.
2. Murid-murid menangkap ikan atas petunjuk Yesus dan mendapatkan 153 ekor ikan besar-besar (Yoh 21:5-11).
Yoh 21:5-11 - “(5) Kata Yesus kepada mereka: ‘Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?’ Jawab mereka: ‘Tidak ada.’ (6) Maka kata Yesus kepada mereka: ‘Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh.’ Lalu mereka menebarkannya dan mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan. (7) Maka murid yang dikasihi Yesus itu berkata kepada Petrus: ‘Itu Tuhan.’ Ketika Petrus mendengar, bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau. (8) Murid-murid yang lain datang dengan perahu karena mereka tidak jauh dari darat, hanya kira-kira dua ratus hasta saja dan mereka menghela jala yang penuh ikan itu. (9) Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ikan dan roti. (10) Kata Yesus kepada mereka: ‘Bawalah beberapa ikan, yang baru kamu tangkap itu.’ (11) Simon Petrus naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak.”.
Ikan diartikan sebagai bangsa.
3. Orang sakit kusta (Luk 17:11-19).
Lukas 17:11-19 - “(11) Dalam perjalananNya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. (12) Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh (13) dan berteriak: ‘Yesus, Guru, kasihanilah kami!’ (14) Lalu Ia memandang mereka dan berkata: ‘Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.’ Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. (15) Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, (16) lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepadaNya. Orang itu adalah seorang Samaria. (17) Lalu Yesus berkata: ‘Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? (18) Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?’ (19) Lalu Ia berkata kepada orang itu: ‘Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.’”.
Kusta dijadikan simbol dari dosa.
4. Yudas Iskariot pergi pada malam hari (Yoh 13:30).
Yoh 13:30 - “Yudas menerima roti itu lalu segera pergi. Pada waktu itu hari sudah malam.”.
Ini dirohanikan dengan menganggap bahwa malam yang gelap itu juga menunjukkan gelapnya hati Yudas Iskariot.
5. Mereka kehabisan anggur (Yohanes 2:3).
Yohanes 2:1-3 - “(1) Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ; (2) Yesus dan murid-muridNya diundang juga ke perkawinan itu. (3) Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepadaNya: ‘Mereka kehabisan anggur.’”.
Anggur dijadikan simbol dari cinta.
b) Lenski secara hebat menunjukkan bahwa kata-kata yang dialegorikan oleh para penafsir di atas itu bahkan bukan kata-kata Yesus, tetapi kata-kata dari pemimpin pesta, yang adalah seorang Yahudi biasa, yang memberikan komentar berdasarkan kebiasaan umum pada saat itu di sana. Bagaimana mungkin kata-kata dari orang itu diartikan seperti itu?
10)Apakah cerita ini berarti orang Kristen boleh mabuk?
Yohanes 2: 10: “dan berkata kepadanya: ‘Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.’”.
Bahwa Yesus mengubah air menjadi anggur memang menunjukkan bahwa orang Kristen boleh minum anggur, tetapi jelas tidak boleh mabuk.
a) Ada banyak ayat dalam Alkitab yang jelas-jelas melarang kita untuk mabuk, atau bahkan menjadi penggemar / hamba anggur!
Kej 9:20-27 - “(20) Nuh menjadi petani; dialah yang mula-mula membuat kebun anggur. (21) Setelah ia minum anggur, mabuklah ia dan ia telanjang dalam kemahnya. (22) Maka Ham, bapa Kanaan itu, melihat aurat ayahnya, lalu diceritakannya kepada kedua saudaranya di luar. (23) Sesudah itu Sem dan Yafet mengambil sehelai kain dan membentangkannya pada bahu mereka berdua, lalu mereka berjalan mundur; mereka menutupi aurat ayahnya sambil berpaling muka, sehingga mereka tidak melihat aurat ayahnya. (24) Setelah Nuh sadar dari mabuknya dan mendengar apa yang dilakukan anak bungsunya kepadanya, (25) berkatalah ia: ‘Terkutuklah Kanaan, hendaklah ia menjadi hamba yang paling hina bagi saudara-saudaranya.’ (26) Lagi katanya: ‘Terpujilah TUHAN, Allah Sem, tetapi hendaklah Kanaan menjadi hamba baginya. (27) Allah meluaskan kiranya tempat kediaman Yafet, dan hendaklah ia tinggal dalam kemah-kemah Sem, tetapi hendaklah Kanaan menjadi hamba baginya.’”.
Kej 19:31-38 - “(31) Kata kakaknya kepada adiknya: ‘Ayah kita telah tua, dan tidak ada laki-laki di negeri ini yang dapat menghampiri kita, seperti kebiasaan seluruh bumi. (32) Marilah kita beri ayah kita minum anggur, lalu kita tidur dengan dia, supaya kita menyambung keturunan dari ayah kita.’ (33) Pada malam itu mereka memberi ayah mereka minum anggur, lalu masuklah yang lebih tua untuk tidur dengan ayahnya; dan ayahnya itu tidak mengetahui ketika anaknya itu tidur dan ketika ia bangun. (34) Keesokan harinya berkatalah kakaknya kepada adiknya: ‘Tadi malam aku telah tidur dengan ayah; baiklah malam ini juga kita beri dia minum anggur; masuklah engkau untuk tidur dengan dia, supaya kita menyambung keturunan dari ayah kita.’ (35) Demikianlah juga pada malam itu mereka memberi ayah mereka minum anggur, lalu bangunlah yang lebih muda untuk tidur dengan ayahnya; dan ayahnya itu tidak mengetahui ketika anaknya itu tidur dan ketika ia bangun. (36) Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka. (37) Yang lebih tua melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Moab; dialah bapa orang Moab yang sekarang. (38) Yang lebih mudapun melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Ben-Ami; dialah bapa bani Amon yang sekarang.”.
1Sam 1:12-14 - “(12) Ketika perempuan itu terus-menerus berdoa di hadapan TUHAN, maka Eli mengamat-amati mulut perempuan itu; (13) dan karena Hana berkata-kata dalam hatinya dan hanya bibirnya saja bergerak-gerak, tetapi suaranya tidak kedengaran, maka Eli menyangka perempuan itu mabuk. (14) Lalu kata Eli kepadanya: ‘Berapa lama lagi engkau berlaku sebagai orang mabuk? Lepaskanlah dirimu dari pada mabukmu.’”.
Amsal 20:1 - “Anggur adalah pencemooh, minuman keras adalah peribut, tidaklah bijak orang yang terhuyung-huyung karenanya.”.
Amsal 23:20-21 - “(20) Janganlah engkau ada di antara peminum anggur dan pelahap daging. (21) Karena si peminum dan si pelahap menjadi miskin, dan kantuk membuat orang berpakaian compang-camping.”.
Amsal 23:29-35 - “(29) Siapa mengaduh? Siapa mengeluh? Siapa bertengkar? Siapa berkeluh kesah? Siapa mendapat cidera tanpa sebab? Siapa merah matanya? (30) Yakni mereka yang duduk dengan anggur sampai jauh malam, mereka yang datang mengecap anggur campuran. (31) Jangan melihat kepada anggur, kalau merah menarik warnanya, dan mengilau dalam cawan, yang mengalir masuk dengan nikmat, (32) tetapi kemudian memagut seperti ular, dan menyemburkan bisa seperti beludak. (33) Lalu matamu akan melihat hal-hal yang aneh, dan hatimu mengucapkan kata-kata yang kacau. (34) Engkau seperti orang di tengah ombak laut, seperti orang di atas tiang kapal. (35) Engkau akan berkata: ‘Orang memukul aku, tetapi aku tidak merasa sakit. Orang memalu aku, tetapi tidak kurasa. Bilakah aku siuman? Aku akan mencari anggur lagi.’”.
Yes 5:11 - “Celakalah mereka yang bangun pagi-pagi dan terus mencari minuman keras, dan duduk-duduk sampai malam hari, sedang badannya dihangatkan anggur!”.
Yes 28:7 - “Tetapi orang-orang di sinipun pening karena anggur dan pusing karena arak. Baik imam maupun nabi pening karena arak, kacau oleh anggur; mereka pusing oleh arak, pening pada waktu melihat penglihatan, goyang pada waktu memberi keputusan.”.
Yes 56:12 - “‘Datanglah,’ kata mereka, ‘aku akan mengambil anggur, baiklah kita minum arak banyak-banyak; besok akan sama seperti hari ini, dan lebih hebat lagi!’”.
Hos 4:11 - “Anggur dan air anggur menghilangkan daya pikir.”.
Luk 12:45 - “Akan tetapi, jikalau hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba laki-laki dan hamba-hamba perempuan, dan makan minum dan mabuk,”.
Kis 2:13 - “Tetapi orang lain menyindir: ‘Mereka sedang mabuk oleh anggur manis.’”.
Ef 5:18 - “Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh,”.
KJV: “wherein is excess;” [= dalam apa yang berlebihan;].
RSV: “for that is debauchery;” [= karena itu adalah pemuasan yang berlebihan;].
NIV: “which leads to debauchery.” [= yang membimbing pada pemuasan yang berlebihan.].
NASB: “for that is dissipation,” [= karena itu adalah pemuasan yang berlebihan / tak ada penguasaan diri].
1Tesalonika 5:6-8 - “(6) Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar. (7) Sebab mereka yang tidur, tidur waktu malam dan mereka yang mabuk, mabuk waktu malam. (8) Tetapi kita, yang adalah orang-orang siang, baiklah kita sadar (KJV/RSV/NASB: ‘sober’), berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan.”.
1Timotius 3:8 - “Demikian juga diaken-diaken haruslah orang terhormat, jangan bercabang lidah, jangan penggemar anggur, jangan serakah,”.
Tit 2:3 - “Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik”.
Luk 21:34 - “‘Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.”.
1Kor 6:12 - “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun.”.
Anggur / minuman keras memang jelas bisa memperhamba / membuat kita kecanduan!
Kalau saudara mau mempelajari tentang kecanduan alkohol, silahkan membaca link ini: https://recoverycentersofamerica.com/blogs/what-makes-alcohol-addictive/
Link ini memuat tulisan tentang kecanduan alkohol. Seperti mengapa orang bisa kecanduan alkohol, dan betapa sukar melepaskan diri dari kecanduan alkohol dan sebagainya.
b) Kalau memang mabuk / kecanduan alkohol itu buruk, mengapa Yesus mengubah air menjadi anggur, dalam suatu pesta dimana orang-orangnya sudah ‘mabuk’ / ‘puas minum’?
Mujizat yang Yesus lakukan sama sekali tidak berarti bahwa Ia mendukung minum anggur yang berlebihan, sehingga menyebabkan mabuk.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Ada orang-orang yang berusaha membela Yesus (dan Alkitab) dengan melemahkan arti kata ‘mabuk’ dalam ay 10.
Ay 10: “dan berkata kepadanya: ‘Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.’”.
Kelihatannya LAI takut untuk menterjemahkan ‘mabuk’, dan lalu melunakkan menjadi ‘puas minum’.
Barnes’ Notes: “Further, the word translated ‘well drunk’ cannot be shown to mean intoxication; but it MAY mean when they had drunk as much as they judged proper or as they desired.” [= Selanjutnya, kata yang diterjemahkan ‘telah minum secara cukup’ tidak bisa ditunjukkan untuk berarti kemabukan; tetapi itu BISA berarti pada waktu mereka telah minum sebanyak yang mereka nilai tepat atau yang mereka inginkan.].
Catatan: Barnes juga melunakkan arti kata itu, dan saya tidak setuju dengan dia.
Adam Clarke: “‘But did not our Lord by this miracle minister to vice, by producing an excess of inebriating liquor?’ No; for the following reasons: 1. The company was a select and holy company, where no excess could be permitted. And, 2. Our Lord does not appear to have furnished any extra quantity, but only what was necessary.” [= ‘Tetapi tidakkah Tuhan kita, dengan mujizat ini menyuplai pada kebiasaan / praktek yang jahat, dengan memproduksi suatu jumlah yang banyak / berlebihan dari minuman beralkohol yang memabukan?’ Tidak; karena alasan-alasan yang berikut ini: 1. Kumpulan orang itu adalah suatu kumpulan pilihan / yang diseleksi, dimana tidak ada minuman berlebihan yang bisa diizinkan. Dan, 2. Tuhan kita tidak kelihatan telah memberi / menyuplai kwantitas yang berlebihan, tetapi hanya apa yang dibutuhkan.].
Catatan: jangan lupa bahwa Adam Clarke menganggap bahwa hanya air yang dicedok yang berubah menjadi anggur. Tetapi kata-katanya tidak menjelaskan mengapa Yesus mengubah air menjadi anggur untuk kumpulan orang yang mabuk itu.
Sekarang mari kita membandingkannya dengan terjemahan-terjemahan Alkitab bahasa Inggris.
KJV: “when men have well drunk” [= pada waktu orang-orang telah minum secara cukup / telah mabuk].
RSV/NASB: “when men have drunk freely” [= pada waktu orang-orang telah minum banyak / telah mabuk].
NIV: “after the guests have had too much to drink” [= setelah tamu-tamu telah minum terlalu banyak].
Kalau dilihat dalam Bible Works 8 maka arti ‘mabuk’ itu memang juga memungkinkan, dan rasanya arti itulah yang benar.
Perlu diketahui bahwa kata yang diterjemahkan ‘mabuk’ dalam bahasa Yunani dari Ef 5:18 dan 1Tes 5:7 berasal dari kata dasar yang sama / mirip dengan kata yang ada dalam Yohanes 2:10 ini.
Yohanes 2:10 - “dan berkata kepadanya: ‘Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.’”.
Kata dasarnya dalam bahasa Yunani adalah METHUO.
Efesus 5:18 - “Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh,”.
Kata dasarnya dalam bahasa Yunani adalah METHUSKO
1Tesalonika 5:7 - “Sebab mereka yang tidur, tidur waktu malam dan mereka yang mabuk, mabuk waktu malam.”.
Kata dasarnya dalam bahasa Yunani adalah METHUSKO dan METHUO.
Kedua kata itu sebetulnya artinya hampir sama. Lihat 1Tes 5:7 dalam Bible Works 8.
W. E. Vine: “DRUNK. 1. METHUO (μεθύω, ... signifies ‘to be drunk with wine’ ... originally it denoted simply ‘a pleasant drink.’ .... The verb is used of ‘being intoxicated’ in Matt 24:49; Acts 2:15; 1 Cor 11:21; 1 Thess 5:7b;” [= MABUK. 1. METHUO (μεθύω, ... berarti ‘mabuk dengan / karena anggur’ ... mula-mula itu hanya berarti ‘suatu minuman yang menyenangkan’. ... Kata kerjanya digunakan tentang ‘berada dalam keadaan mabuk’ dalam Mat 24:49; Kis 2:15; 1Kor 11:21; 1Tes 5:7b.] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 333.
W. E. Vine: “2. METHUSKO (μεθύσκω, ... signifies ‘to make drunk, or to grow drunk’ (an inceptive verb, marking the process or the state expressed in No. 1), ‘to become intoxicated,’ Luke 12:45; Eph 5:18; 1 Thess 5:7a.” [= 2. METHUSKO (μεθύσκω, ... berarti ‘membuat mabuk’, atau ‘menjadi mabuk’ (suatu kata kerja yang menunjukkan permulaan dari, menandai proses atau keadaan yang dinyatakan dalam No. 1), ‘menjadi mabuk’, Lukas 12:45; Ef 5:18; 1Tes 5:7a.] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 333.
Orang Kristen harus menterjemahkan dan menafsirkan Alkitab secara jujur, dan bukannya melemahkan arti kata itu untuk membela Yesus.
Kalau Yesus (dan Alkitab) benar, dan Ia (dan Alkitab) memang pasti benar, kita pasti tidak perlu membelaNya (dan Alkitab) dengan cara yang tidak fair / tidak jujur!
2. Kita tidak perlu melemahkan arti dari kata-kata pemimpin pesta itu, karena ia hanya berbicara tentang kebiasaan di sana pada saat itu. Ia sama sekali tidak memaksudkan hal itu berkenaan dengan orang-orang yang ada dalam pesta itu.
J. C. Ryle: “The ruler of the feast makes a general remark about the way in which banquets were usually managed. The ordinary custom was to bring the best wine first, and the inferior wine last. But the wine before him, drawn from the water-pots, was so singularly good, that the custom of this day seemed reversed.” [= Pemimpin pesta membuat suatu pernyataan umum tentang cara dalam mana pesta-pesta biasanya diatur / dilaksanakan. Kebiasaan yang biasa adalah menyajikan anggur yang terbaik dahulu, dan anggur yang kurang baik paling akhir. Tetapi anggur di depannya, dicedok dari tempayan-tempayan, adalah begitu baik secara khusus, sehingga kebiasaan dari zaman itu kelihatannya dibalik.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
J. C. Ryle: “‘When men have well drunk.’ Foolish remarks have sometimes been made on this expression, as if our Lord had countenanced excessive drinking on this occasion. For one thing, it may be remarked that the Greek word rendered ‘have well drunk,’ does not necessarily imply intoxication. It may be justly interpreted, as Schleusner and Parkhurst observe, ‘have drunk sufficiently, or drunk freely.’ - Men who have had enough, are indifferent as to the quality of the wine set before them. For another thing, we must remember that the ruler of the feast was only making a general remark about men’s ordinary customs in supplying wine to their guests. There is nothing whatever to show that he was alluding to the guests actually before him.” [= ‘Sesudah orang puas minum’. Pernyataan-pernyataan / komentar-komentar bodoh telah kadang-kadang dibuat tentang ungkapan ini, seakan-akan Tuhan kita mendukung / menoleransi minum berlebihan pada kejadian ini. Salah satu alasan, bisa diperhatikan bahwa kata Yunani yang diterjemahkan ‘telah puas minum’, tidak harus menunjuk pada kemabukan. Itu bisa secara benar ditafsirkan, seperti Schleusner dan Parkhurst katakan, ‘telah minum secara cukup’, atau ‘telah minum banyak’. - Orang-orang yang telah minum cukup, tidak peduli berkenaan dengan kwalitet dari anggur yang disajikan kepada mereka. Satu alasan yang lain, kita harus mengingat bahwa pemimpin pesta itu hanya membuat suatu pernyataan umum tentang kebiasaan umum dari orang-orang dalam menyuplai anggur kepada tamu-tamu mereka. Di sana tidak ada apapun yang menunjukkan bahwa ia sedang menunjuk secara tak langsung kepada tamu-tamu yang betul-betul ada di hadapannya.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Saya tidak setuju dengan alasan pertama, yang juga melunakkan arti. Karena itu, saya hanya menekankan alasan yang kedua. Dan ini yang memang penting dan benar.
Kata-kata “Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik” yang diucapkan oleh pemimpin pesta itu sama sekali bukan menunjukkan keadaan orang-orang dalam pesta itu. Kata-kata itu hanya menunjukkan kebiasaan penyajian anggur di sana pada zaman itu.
Jadi, semua ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa dalam pesta itu orang-orang sudah mabuk, dan Yesus tetap melakukan mujizat dengan mengubah air menjadi anggur, dalam jumlah yang sangat banyak!
3. Kalaupun orang-orang dalam pesta itu tidak mabuk, mengapa Yesus mengubah air menjadi anggur dalam jumlah sebanyak itu? Bukankah itu juga bisa membuat mereka pada akhirnya menjadi mabuk?
Perhatikan jawaban dari Calvin tentang hal ini.
Calvin: “But it is wonderful that a large quantity of wine, and of the very best wine, is supplied by Christ, who is a teacher of sobriety. I reply, when God daily gives us a large supply of wine, it is our own fault if his kindness is an excitement to luxury; but, on the other hand, it is an undoubted trial of our sobriety, if we are sparing and moderate in the midst of abundance; as Paul boasts that ‘he had learned to know both how to be full and to be hungry,’ (Philippians 4:12.)” [= Tetapi adalah mengherankan bahwa suatu jumlah yang besar dari anggur, dan dari anggur yang terbaik, disuplai oleh Kristus, yang adalah seorang guru tentang kewarasan. Saya menjawab, pada waktu Allah setiap hari memberi kita suatu suplai yang besar dari anggur, adalah kesalahan kita sendiri jika kebaikanNya merupakan suatu dorongan pada kemewahan; tetapi di sisi lain, itu tidak diragukan merupakan ujian dari kewarasan kita, jika kita berhati-hati dan bersikap moderat di tengah-tengah kelimpahan; seperti Paulus membanggakan bahwa ‘ia telah belajar untuk tahu baik pada waktu kenyang maupun pada waktu lapar’, (Fil 4:12).].
Catatan: kata ‘waras’ di sini dikontraskan bukan dengan ‘gila’, tetapi dengan ‘mabuk’.
Fil 4:11-12 - “(11) Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. (12) Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.”.
Catatan: kata-kata yang saya beri warna hijau itu, khususnya bagian awalnya, salah terjemahan. Bandingkan dengan terjemahan NIV.
NIV: “I have learned the secret of being content in any and every situation, whether well fed or hungry, whether living in plenty or in want.” [= Aku telah belajar rahasia dari menjadi puas dalam sikon apapun dan dalam setiap sikon, apakah kenyang atau lapar, apakah hidup dalam kelimpahan atau dalam kekurangan.].
Jadi, sekalipun Yesus memberi anggur dalam jumlah yang banyak, yang menunjukkan kemurahan hatiNya pada waktu memberi, itu tidak berarti Ia mendukung kemabukan.
Orang-orang itu harus menggunakan pemberianNya itu dengan baik, dan bukannya menyalah-gunakannya.
Demikian juga kalau Tuhan memberi kita hal-hal lain (misalnya uang, tanah, mobil, dsb) dalam jumlah yang sangat banyak, kita yang harus berhati-hati dalam menggunakannya!
Bdk. 1Kor 10:31 - “Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.”.
c) Sekalipun kita boleh minum anggur / minuman keras, tetapi kita tetap harus berhati-hati supaya tidak menjadi batu sandungan dalam hal itu.
Pulpit Commentary: “VII. There is nothing inconsistent with the character of Christ in his replenishing the supply of wine. Those who maintain that the wine created by miracle was unfermented, and, therefore, unintoxicating, ought to know: 1. That there is no such thing as unfermented wine. 2. That it is no more inconsistent with Christ’s character to create wine than to create the grape; yet the grape was created with a full knowledge of its properties. 3. That while there is nothing in Scripture to justify the statement that it is a sin to drink wine, the argument from expediency asserted by the Apostle Paul (1 Cor. 8:13) ought to have a conclusive weight with Christian people in the way of justifying a total abstinence from strong drink.” [= VII. DISANA TIDAK ADA APAPUN YANG TIDAK KONSISTEN DENGAN KARAKTER KRISTUS DALAM TINDAKANNYA MENAMBAH SUPLAI DARI ANGGUR. Mereka yang mempertahankan / menegaskan bahwa anggur yang diciptakan oleh mujizat adalah anggur yang tidak difermentasi, dan karena itu tidak memabukkan, harus tahu: 1. Bahwa disana tidak ada anggur yang tidak difermentasi. 2. Bahwa tidak lebih tidak konsisten dengan karakter Kristus untuk menciptakan anggur dari pada untuk menciptakan buah anggur; tetapi buah anggur diciptakan dengan suatu pengetahuan penuh tentang sifat-sifat dasarnya. 3. Bahwa sekalipun disana tidak ada apapun dalam Kitab Suci yang membenarkan pernyataan bahwa adalah suatu dosa untuk minum anggur, argumentasi dari kebenaran yang ditegaskan oleh rasul Paulus (1Kor 8:13) seharusnya mempunyai suatu tekanan yang menentukan dengan orang-orang Kristen untuk membenarkan suatu kepantangan total dari minuman keras.].
1Kor 8:13 - “Karena itu apabila makanan menjadi batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku.”.
Catatan:
1. Point no 2 yang saya beri warna hijau perlu dipikir dengan lebih seksama. Kalau semua yang Kristus ciptakan boleh kita minum / makan, maka kita juga tidak bisa melarang orang yang menggunakan ganja dan sebagainya!
2. Untuk point ke 3 yang saya beri warna hijau, perlu diingat bahwa kontext dari ayat itu adalah daging yang dipersembahkan kepada berhala, bukan seadanya daging. Dan karena itu saya berpendapat bahwa Paulus bukannya tidak makan seadanya daging, tetapi hanya daging yang telah dipersembahkan kepada berhala.
Tetapi pointnya memang benar, bahwa sekalipun makan daging seperti itu boleh, tetapi kalau itu menyandungi orang-orang lain maka sebaiknya kita tidak makan.
Dan ini sama halnya dengan minum anggur. Kalau itu menyandungi orang-orang lain maka jangan minum anggur.
3. Saya tidak setuju dengan tindakan mengharuskan orang-orang Kristen untuk pantang total terhadap anggur / minuman keras.
Tetapi saya berpendapat kita sebaiknya tidak minum di depan umum (kecuali dalam Perjamuan Kudus), supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi orang-orang lain.
Karena itu bergaul dengan pemabuk / orang yang suka minum, juga dilarang oleh Alkitab.
Amsal 23:20 - “Janganlah engkau ada di antara peminum anggur dan pelahap daging.”.
Bayangkan kalau kita makan minum di restoran dengan banyak teman, dan di meja kita ada sangat banyak botol bir, apa yang orang akan katakan tentang diri kita (sebagai orang-orang Kristen)??? Ini jelas-jelas bisa menjadi batu sandungan bagi banyak orang.
Apalagi kalau seperti di NTT banyak orang yang mengaku diri sebagai Kristen tetapi mabuk di jalanan!!!
Pendeta-pendeta tidak boleh takut menegur dosa ini, tidak peduli mereka marah kalau ditegur dalam hal ini! Dan para tukang mabuk yang marah karena teguran seperti ini, sebaiknya membaca ayat ini:
Amsal 12:1 - “Siapa mencintai didikan, mencintai pengetahuan; tetapi siapa membenci teguran, ADALAH DUNGU.”.
11)Itu adalah tanda pertama yang dibuat oleh Yesus (ay 11).
Yohanes 2: 11: “Hal itu dibuat Yesus di Kana yang di Galilea, sebagai yang pertama dari tanda-tandaNya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaanNya, dan murid-muridNya percaya kepadaNya.”.
KJV: “miracles” [= mujizat-mujizat].
RSV/NASB: “signs” [= tanda-tanda].
NIV: “miraculous signs” [= tanda-tanda yang bersifat mujizat].
a) Ini adalah tanda pertama yang dibuat oleh Yesus.
The Bible Exposition Commentary: “The fact that this was ‘the beginning of miracles’ automatically declares as false the stories about the miracles performed by Jesus when He was an Infant or a young Child.” [= Fakta bahwa ini adalah ‘permulaan / awal dari mujizat-mujizat’ secara otomatis menyatakan sebagai palsu / dusta cerita-cerita tentang mujizat-mujizat yang dilakukan oleh Yesus pada waktu Ia adalah seorang bayi atau seorang Anak muda.].
J. C. Ryle: “The plain meaning of this sentence seems to be that this was the first miracle which our Lord Jesus Christ ever worked. The miracles which some have reported that He worked in His infancy and childhood, are destitute of the slightest foundation in Scripture, and utterly unworthy of credit.” [= Arti yang jelas dari kalimat ini kelihatannya adalah bahwa ini adalah mujizat yang pertama yang Tuhan Yesus Kristus pernah kerjakan. Mujizat-mujizat yang beberapa orang telah laporkan bahwa Ia mengerjakan pada masa bayi dan kanak-kanak, tidak mempunyai dasar yang terkecil dalam Kitab Suci, dan sama sekali tidak layak mendapatkan pengakuan.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
J. C. Ryle: “Lightfoot suggests the five following reasons why the miracle now before us was purposely the first that Christ worked. 1. As marriage was the first institution ordained by God, so at a marriage was Christ’s first miracle. 2. As Christ had showed Himself miraculous a little while ago by a fast, so He doth now by an extraordinary provision at a feast. When He would not make stones bread, it was not because He could not. 3. He would not make stones into bread to satisfy Satan, but He was willing to turn water into wine to show forth His own glory. 4. The first miracle wrought in the world by man was transformation, (Exod. 7:9,) and the first miracle wrought by the Son of Man was of the same nature. 5. The first time you hear of John the Baptist, you hear of his strict diet, and so the first time you hear of Christ in His public ministry, you hear of Him at a marriage feast.” [= Lightfoot mengusulkan lima alasan berikut ini mengapa mujizat yang ada di depan kita sekarang ini secara sengaja dijadikan mujizat yang pertama yang Kristus kerjakan. 1. Karena pernikahan adalah institusi pertama yang ditentukan oleh Allah, maka di suatu pernikahanlah ada mujizat pertama Kristus. 2. Sebagaimana Kristus telah menunjukkan diriNya sendiri mampu melakukan mujizat sedikit waktu sebelumnya dengan suatu puasa, demikian juga Ia melakukan sekarang oleh suatu persediaan di suatu pesta. Pada waktu Ia tidak mau mengubah batu-batu menjadi roti, itu bukan karena Ia tidak bisa. 3. Ia tidak mau mengubah batu-batu menjadi roti untuk memuaskan Iblis, tetapi Ia mau untuk mengubah air menjadi anggur untuk menyatakan kemuliaanNya sendiri. 4. Mujizat pertama yang dilakukan di dunia oleh manusia adalah transformasi / perubahan, (Kel 7:9), dan mujizat pertama yang dilakukan oleh Anak Manusia adalah dari kwalitas / karakter yang sama. 5. Pertama kali kamu mendengar tentang Yohanes Pembaptis, kamu mendengar tentang dietnya yang ketat, maka pertama kali kamu mendengar tentang Kristus dalam pelayanan umumNya, kamu mendengarNya di suatu pesta pernikahan.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Matius 4:2-4 - “(2) Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus. (3) Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepadaNya: ‘Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti.’ (4) Tetapi Yesus menjawab: ‘Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.’”.
Kel 7:9 - “‘Apabila Firaun berkata kepada kamu: Tunjukkanlah suatu mujizat, maka haruslah kaukatakan kepada Harun: Ambillah tongkatmu dan lemparkanlah itu di depan Firaun. Maka tongkat itu akan menjadi ular.’”.
Mat 3:4 - “Yohanes memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan.”.
Mat 11:16-19 - “(16) Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada teman-temannya: (17) Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak berkabung. (18) Karena Yohanes datang, ia tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan. (19) Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya.’”.
Calvin: “For it is a frivolous and absurd interpretation which some give, that this is reckoned the first among the miracles which Christ performed in Cana of Galilee; as if a place, in which we do not read that he ever was more than twice, had been selected by him for a display of his power. It was rather the design of the Evangelist to mark the order of time which Christ followed in the exercise of his power.” [= Karena itu merupakan suatu penafsiran yang bodoh dan menggelikan yang beberapa orang berikan, bahwa ini dianggap sebagai yang pertama di antara mujizat-mujizat yang Kristus lakukan di Kana yang di Galilea; seakan-akan suatu tempat, dalam mana kita membaca bahwa Dia tidak ada di sana lebih dari dua kali, telah dipilih olehNya sebagai suatu pertunjukan dari kuasaNya. Sebaliknya merupakan rancangan dari sang Penginjil untuk menandai urut-urutan waktu yang Kristus ikuti dalam penggunaan dari kuasaNya.].
Bdk. Yoh 4:54 - “Dan itulah tanda kedua yang dibuat Yesus ketika Ia pulang dari Yudea ke Galilea.”.
Calvin: “For until he was thirty years of age, he kept himself concealed at home, like one who held no public office. Having been consecrated, at his baptism, to the discharge of his office, he then began to appear in public, and to show by clear proofs for what purpose he was sent by the Father. We need not wonder, therefore, if he delayed till this time the first proof of his Divinity.” [= Karena sampai Ia berumur 30 tahun, Ia menahan diriNya sendiri tersembunyi di rumah, seperti seseorang yang tidak mempunyai tugas berkenaan dengan masyarakat. Setelah dikuduskan, pada baptisanNya, untuk melaksanakan tugasNya, Ia lalu mulai muncul di depan umum, dan untuk menunjukkan dengan bukti-bukti yang jelas untuk tujuan apa Ia diutus oleh Bapa. Karena itu, kita tidak perlu heran, jika Ia menunda sampai saat ini bukti pertama dari keilahianNya.].
Calvin: “It is a high honor given to marriage, that Christ not only deigned to be present at a nuptial banquet, but honored it with his first miracle. There are some ancient Canons which forbid the clergy to attend a marriage. The reason of the prohibition was, that by being the spectators of the wickedness which was usually practiced on such occasions, they might in some measure be regarded as approving of it. But it would have been far better to carry to such places so much gravity as to restrain the licentiousness in which unprincipled and abandoned men indulge, when they are withdrawn from the eyes of others. Let us, on the contrary, take Christ’s example for our rule; and let us not suppose that any thing else than what we read that he did can be profitable to us.” [= Itu merupakan suatu kehormatan yang tinggi yang diberikan pada pernikahan, bahwa Kristus bukan hanya merendahkan diri untuk hadir pada suatu pesta makan berkenaan dengan suatu pernikahan, tetapi menghormatinya dengan mujizat pertamaNya. Di sana ada beberapa Kanon (kumpulan peraturan) kuno yang melarang pemimpin-pemimpin agama (pastor) untuk menghadiri suatu pernikahan. Alasan dari larangan itu adalah, bahwa dengan menjadi penonton dari kejahatan yang biasanya dipraktekkan pada peristiwa seperti itu, mereka dalam takaran tertentu bisa dianggap sebagai menyetujuinya. Tetapi adalah jauh lebih baik membawa ke tempat-tempat seperti itu begitu banyak keseriusan / kewibawaan sehingga mengekang tidak adanya pengekangan moral dalam mana orang-orang yang tidak punya prinsip-prinsip moral dan tidak mengekang diri memuaskan nafsu, pada waktu mereka tidak dilihat oleh orang-orang lain. Marilah kita, sebaliknya, mengambil teladan Kristus sebagai peraturan kita; dan janganlah kita menganggap bahwa apapun yang berbeda dengan apa yang kita baca Ia lakukan bisa bermanfaat bagi kita.].
12) Beda tanda dengan mukjizat.
Ay 11: “Hal itu dibuat Yesus di Kana yang di Galilea, sebagai yang pertama dari tanda-tandaNya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaanNya, dan murid-muridNya percaya kepadaNya.”.
KJV: “miracles” [= mujizat-mujizat].
NIV: “miraculous signs” [= tanda-tanda yang bersifat mujizat].
RSV/NASB/ASV/NKJV/YLT: “signs” [= tanda-tanda].
Bible Knowledge Commentary: “The sign points to Jesus as the Word in the flesh, who is the mighty Creator.” [= Tanda itu menunjuk kepada Yesus sebagai Firman dalam daging, yang adalah Pencipta yang berkuasa.].
The Bible Exposition Commentary: “the word John used in his book is not DUNAMIS, which emphasizes power, but SEMEION, which means ‘a sign.’ What is a sign? Something that points beyond itself to something greater. It was not enough for people to believe in Jesus’ works; they had to believe in Him and in the Father who sent Him” [= Kata yang digunakan oleh Yohanes dalam kitabnya bukanlah DUNAMIS, yang menekankan kuasa, tetapi SEMEION, yang berarti ‘suatu tanda’. Apakah tanda itu? Sesuatu yang menunjuk melampaui dirinya sendiri kepada sesuatu yang lebih besar. Tidaklah cukup bagi orang-orang untuk percaya pada pekerjaan-pekerjaan Yesus; mereka harus percaya kepadaNya dan kepada Bapa yang mengutus Dia].
Lenski: “To designate these deeds John uses σημεῖα (σημαίνω, to make known by a σῆμα), ‘signs,’ deeds that indicate something, that convey a great meaning to the mind and to the heart. The translation ‘miracles,’ deeds which produce wonder, is inadequate; for it loses the ethical force of ‘signs.’ These point beyond themselves to something which they accredit and attest, first of all to the person who works these signs and to his significance; by that, however, also, in the case of Jesus most directly, to the new era he is ushering in. The ethical side, then, is that signs always require faith in what is signified, coupled with obedience on the part of those who see the signs. Unbelief and disobedience thus become the great crime against the signs. ... John’s Gospel naturally uses this term in the sense of the strongest and the most tangible testimony for Jesus’ divinity, always counting those guilty who meet the signs with unbelief.” [= Untuk menunjuk / menyebutkan tindakan-tindakan ini Yohanes menggunakan SEMEIA (SEMAINO, menyatakan dengan suatu SEMA), ‘tanda-tanda’, tindakan-tindakan yang menyatakan sesuatu, yang menyampaikan suatu arti yang besar kepada pikiran dan kepada hati. Terjemahan ‘mujizat-mujizat’, tindakan-tindakan yang menghasilkan hal-hal yang luar biasa / mengherankan tidaklah cukup; karena itu kehilangan kekuatan etik dari ‘tanda-tanda’. Ini menunjuk melampaui diri mereka sendiri kepada sesuatu yang mereka akui dan tegaskan, pertama-tama kepada pribadi / orang yang mengerjakan tanda-tanda ini dan kepada kwalitetnya yang menonjol; tetapi dengan itu, dalam kasus Yesus secara paling langsung, kepada masa / zaman yang Ia perkenalkan. Maka, sisi etiknya adalah bahwa tanda-tanda selalu menuntut iman kepada apa yang ditunjukkan, digabungkan dengan ketaatan di pihak mereka yang melihat tanda-tanda itu. Maka ketidak-percayaan dan ketidak-taatan menjadi kejahatan yang besar terhadap tanda-tanda. ... Injil Yohanes secara wajar / alamiah menggunakan istilah ini dalam arti dari kesaksian yang paling kuat dan paling memungkinkan untuk dimengerti untuk keilahian Yesus, selalu memperhitungkan sebagai bersalah mereka yang menjumpai tanda-tanda dengan ketidak-percayaan.].
F. F. Bruce: “The miracles of the fourth Gospel are always called ‘signs’, and elsewhere in the New Testament the word ‘miracle’ or ‘wonder’ is regularly linked with the word for ‘sign’. ‘Signs and wonders’ is a frequent phrase, as if to teach us that the miracles are not related merely for their capacity of begetting wonder in the hearers and readers, but also because of what they signified. Our Lord did not esteem very highly the kind of belief that arose simply from witnessing miracles. His desire was that men should realise what these things signified. They were signs of the messianic age, such as had been told by the prophets of old.” [= Mujizat-mujizat dari Injil keempat selalu disebut ‘tanda-tanda’, dan di tempat lain dalam Perjanjian Baru kata ‘mujizat’ atau ‘hal yang luar biasa’ secara konstan dihubungkan dengan kata untuk ‘tanda’. ‘Tanda-tanda dan hal-hal yang luar biasa’ adalah suatu ungkapan yang cukup sering, seakan-akan mengajar kita bahwa mujizat-mujizat tidak diceritakan semata-mata untuk kapasitas mereka untuk menimbulkan keheranan dalam diri para pendengar dan pembaca, tetapi juga karena apa yang mereka maksudkan. Tuhan kita tidak menilai secara sangat tinggi jenis kepercayaan yang muncul hanya dari penyaksian mujizat-mujizat. KeinginanNya adalah bahwa manusia harus menyadari apa yang dimaksudkan oleh hal-hal ini. Mereka adalah tanda-tanda dari zaman Mesias, seperti yang telah diberitahukan oleh nabi-nabi dari zaman dulu.] - ‘The New Testament Documents: Are They Reliable?’, hal 69.
William Hendriksen: “In chronological order this was the first sign (σημεῖον). The term is used more often by John than by the other Gospel-writers. It indicates a miracle viewed as ‘a proof of divine authority and majesty.’ Hence, it leads the attention of the spectator away from the deed itself to the divine Doer. Often, too, the ‘sign,’ a work of power in the physical realm, illustrates a principle that is operative in the spiritual realm; that which takes place in the sphere of creation points away from itself to the sphere of redemption. Thus, the multiplication of the loaves (a ‘sign,’ 6:14, 26, 30) rivets the attention on Christ as the Bread of Life (6:35); the opening of the eyes of the man born blind (another ‘sign,’ 9:16) centers about the Lord’s saying, ‘I am the light of the world’ (9:5) - light in the realm of the spiritual (9:39-41) -; and the raising of Lazarus (also a ‘sign,’ 11:47; 12:18) is immediately connected with Jesus as the Giver of spiritual (as well as material) life (11:23-27). Whether in any particular passage the term ‘sign’ has this deep meaning - namely, a physical illustration of a spiritual principle - will have to be determined by the context. One thing, however, is certain: the ‘sign’ points away from itself to the One who performed it.” [= Dalam urut-urutan waktu ini adalah tanda (SEMEION) pertama. Istilah ini digunakan lebih sering oleh Yohanes dari pada oleh penulis-penulis Injil yang lain. Itu menunjukkan suatu mujizat yang dipandang sebagai ‘suatu bukti tentang otoritas dan keagungan ilahi’. Jadi, itu membimbing perhatian dari para penonton dari tindakan itu sendiri kepada Pelaku ilahinya. Juga sering, ‘tanda’ itu, suatu pekerjaan dari kuasa dalam dunia fisik, mengilustrasikan / menjelaskan suatu prinsip yang bekerja dalam dunia rohani; yang terjadi dalam ruang lingkup dari ciptaan menunjuk jauh dari dirinya sendiri pada ruang lingkup dari penebusan. Karena itu, pelipat-gandaan dari roti (suatu ‘tanda’, 6:14,26,30) menancapkan perhatian kepada Kristus sebagai Roti Hidup (6:35); pembukaan mata dari orang yang dilahirkan buta (‘tanda’ yang lain, 9:16) mengarahkan pada kata-kata Tuhan, ‘Aku adalah Terang dunia’ (9:5) - terang dalam alam / dunia rohani (9:39-41) -; dan pembangkitan Lazarus (juga suatu ‘tanda’, 11:47; 12:18) berhubungan secara langsung dengan Yesus sebagai Pemberi dari kehidupan rohani (maupun materi) (11:23-27). Apakah dalam text khusus manapun istilah ‘tanda’ mempunyai arti yang dalam ini - yaitu suatu ilustrasi / penjelasan fisik dari suatu prinsip rohani - harus ditentukan oleh kontextnya. Tetapi satu hal adalah pasti: ‘tanda’ menunjuk menjauhi dirinya sendiri kepada ‘Orang’ yang melakukannya.].
Yoh 6:14,26,30 - “(14) Ketika orang-orang itu melihat mujizat yang telah diadakanNya, mereka berkata: ‘Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia.’ ... (26) Yesus menjawab mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. ... (30) Maka kata mereka kepadaNya: ‘Tanda apakah yang Engkau perbuat, supaya dapat kami melihatnya dan percaya kepadaMu? Pekerjaan apakah yang Engkau lakukan?”.
Catatan: adalah aneh untuk membedakan terjemahan dalam ay 14 dengan dalam ay 26 dan ay 30, karena kata Yunani yang digunakan adalah sama. Seharusnya semua diterjemahkan ‘tanda’.
Yohanes 6:35 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepadaKu, ia tidak akan haus lagi.”.
Yoh 9:5,16 - “(5) Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia.’ ... (16) Maka kata sebagian orang-orang Farisi itu: ‘Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat.’ Sebagian pula berkata: ‘Bagaimanakah seorang berdosa dapat membuat mujizat (tanda) yang demikian?’ Maka timbullah pertentangan di antara mereka.”.
Catatan: ini juga seharusnya diterjemahkan ‘tanda’.
Yoh 9:39-41 - “(39) Kata Yesus: ‘Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta.’ (40) Kata-kata itu didengar oleh beberapa orang Farisi yang berada di situ dan mereka berkata kepadaNya: ‘Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?’ (41) Jawab Yesus kepada mereka: ‘Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu.’”.
Yohanes 11:47 - “Lalu imam-imam kepala dan orang-orang Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul dan mereka berkata: ‘Apakah yang harus kita buat? Sebab orang itu membuat banyak mujizat (tanda).”.
Catatan: ini juga seharusnya diterjemahkan ‘tanda’.
Yohanes 12:18 - “Sebab itu orang banyak itu pergi menyongsong Dia, karena mereka mendengar, bahwa Ia yang membuat mujizat (tanda) itu.”.
Catatan: ini juga seharusnya diterjemahkan ‘tanda’.
Yohanes 11:23-27 - “(23) Kata Yesus kepada Marta: ‘Saudaramu akan bangkit.’ (24) Kata Marta kepadaNya: ‘Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman.’ (25) Jawab Yesus: ‘Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, (26) dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepadaKu, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?’ (27) Jawab Marta: ‘Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia.’”.
c) “dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaanNya”.
Yohanes 2: 11: “Hal itu dibuat Yesus di Kana yang di Galilea, sebagai yang pertama dari tanda-tandaNya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaanNya, dan murid-muridNya percaya kepadaNya.”.
Calvin: “‘And manifested his glory;’ that is, because he then gave a striking and illustrious proof, by which it was ascertained that he was the Son of God; for all the miracles which he exhibited to the world were so many demonstrations of his divine power. The proper time for displaying his glory was now come, when he wished to make himself known agreeably to the command of his Father. Hence, also, we learn the end of miracles; for this expression amounts to a declaration that Christ, in order to ‘manifest his glory,’ performed this miracle. What, then, ought we to think of those miracles which obscure the glory of Christ?” [= ‘Dan menyatakan kemuliaanNya’; artinya, karena pada saat itu Ia memberi suatu bukti yang jelas dan menyolok, dengan mana dibuat pasti bahwa Ia adalah Anak Allah; karena semua mujizat-mujizat yang Ia tunjukkan kepada dunia adalah begitu banyak demontrasi tentang / dari kuasa ilahiNya. Sekarang waktu yang tepat untuk menunjukkan kemuliaanNya sudah datang, pada waktu Ia ingin untuk menyatakan diriNya sendiri sesuai dengan perintah dari Bapa. Jadi, kita juga belajar tentang tujuan dari mujizat-mujizat; karena ungkapan ini sama artinya dengan suatu pernyataan bahwa Kristus, untuk ‘menyatakan kemuliaanNya’, melakukan mujizat ini. Lalu apa yang seharusnya kita pikirkan tentang mujizat-mujizat itu, yang mengaburkan kemuliaan Kristus?].
Contoh-contoh mujizat-mujizat yang mengaburkan kemuliaan Kristus:
1. Tentang Maria dan tentang relics.
2. Bahasa roh palsu, nubuat palsu, mujizat-mujizat palsu.
d) Murid-murid percaya kepadaNya.
Yohanes 2: 11: “Hal itu dibuat Yesus di Kana yang di Galilea, sebagai yang pertama dari tanda-tandaNya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaanNya, dan murid-muridNya percaya kepadaNya.”.
Ini menunjukkan bahwa murid-murid menanggapi ‘tanda’ itu dengan cara yang benar!!!
Contoh tanggapan yang salah:
1. Kis 14:8-13 - “(8) Di Listra ada seorang yang duduk saja, karena lemah kakinya dan lumpuh sejak ia dilahirkan dan belum pernah dapat berjalan. (9) Ia duduk mendengarkan, ketika Paulus berbicara. Dan Paulus menatap dia dan melihat, bahwa ia beriman dan dapat disembuhkan. (10) Lalu kata Paulus dengan suara nyaring: ‘Berdirilah tegak di atas kakimu!’ Dan orang itu melonjak berdiri, lalu berjalan kian ke mari. (11) Ketika orang banyak melihat apa yang telah diperbuat Paulus, mereka itu berseru dalam bahasa Likaonia: ‘Dewa-dewa telah turun ke tengah-tengah kita dalam rupa manusia.’ (12) Barnabas mereka sebut Zeus dan Paulus mereka sebut Hermes, karena ia yang berbicara. (13) Maka datanglah imam dewa Zeus, yang kuilnya terletak di luar kota, membawa lembu-lembu jantan dan karangan-karangan bunga ke pintu gerbang kota untuk mempersembahkan korban bersama-sama dengan orang banyak kepada rasul-rasul itu.”.
2. Kis 28:3-6 - “(3) Ketika Paulus memungut seberkas ranting-ranting dan meletakkannya di atas api, keluarlah seekor ular beludak karena panasnya api itu, lalu menggigit tangannya. (4) Ketika orang-orang itu melihat ular itu terpaut pada tangan Paulus, mereka berkata seorang kepada yang lain: ‘Orang ini sudah pasti seorang pembunuh, sebab, meskipun ia telah luput dari laut, ia tidak dibiarkan hidup oleh Dewi Keadilan.’ (5) Tetapi Paulus mengibaskan ular itu ke dalam api, dan ia sama sekali tidak menderita sesuatu. (6) Namun mereka menyangka, bahwa ia akan bengkak atau akan mati rebah seketika itu juga. Tetapi sesudah lama menanti-nanti, mereka melihat, bahwa tidak ada apa-apa yang terjadi padanya, maka sebaliknya mereka berpendapat, bahwa ia seorang dewa.”.
3. Relics dari tempayan-tempayan itu.
Calvin: “Some Popish scoundrels have manifested an amazing degree of wickedness, when they had the effrontery to say that they had among their relics those water-pots with which Christ performed this miracle in Cana, and exhibited some of them, which, first, are of small size, and, next, are unequal in size. And in the present day, when the light of the Gospel shines so clearly around us, they are not ashamed to practice those tricks, which certainly is not to deceive by enchantments, but daringly to mock men as if they were blind; and the world, which does not perceive such gross mockery, is evidently bewitched by Satan.” [= Beberapa bajingan / orang-orang yang tidak berharga yang berhubungan dengan Paus / Gereja Roma Katolik telah menunjukkan suatu tingkat kejahatan yang mengherankan, pada waktu mereka mempunyai keberanian yang tidak tahu malu untuk mengatakan bahwa mereka mempunyai di antara relics mereka tempayan-tempayan itu dengan mana Kristus melakukan mujizat ini di Kana, dan memamerkan beberapa dari mereka, yang, pertama, dari ukuran yang kecil, dan selanjutnya, yang tidak sama dalam ukurannya. Dan pada saat ini, pada waktu terang dari Injil bersinar dengan begitu jelas di sekitar kita, mereka tidak malu untuk mempraktekkan trik-trik itu, yang pasti bukan untuk menipu dengan pesona / sihir, tetapi secara berani menipu orang-orang seakan-akan mereka buta; dan dunia, yang tidak mengerti tipuan yang begitu jelas, dipengaruhi secara jelas oleh Iblis.].
Encyclopedia Britannica: “Relic, in religion, strictly, the mortal remains of a saint; in the broad sense, the term also includes any object that has been in contact with the saint. Among the major religions, Christianity, almost exclusively in Roman Catholicism, and Buddhism have emphasized the veneration of relics.” [= Relic, dalam agama, secara ketat, mayat / bagian-bagian dari mayat dari seorang santa / santo; dalam arti yang luas, istilah itu juga mencakup benda apapun yang pernah bersentuhan dengan santa / santo itu. Di antara agama-agama besar, Kekristenan, hampir secara exklusif dalam Roma Katolik, dan Buddha telah menekankan pemujaan relics.] - https://www.britannica.com/topic/relic
J. C. Ryle: “‘His disciples believed on him.’ These words cannot of course mean that Andrew, and John, and Peter, and Philip, and Nathanael now believed on Jesus for the first time. The probable meaning is, that from this time forth they believed more confidently, more implicitly, and more unhesitatingly. From this time they felt thoroughly convinced, in spite of much remaining ignorance, that He whom they were following was the Messiah.” [= ‘Murid-muridNya percaya kepadaNya’. Kata-kata ini tentu tidak bisa berarti bahwa Andreas, dan Yohanes, dan Petrus, dan Filipus, dan Natanael sekarang percaya kepada Yesus untuk pertama-kalinya. Arti yang memungkinkan adalah, bahwa sejak saat ini dan seterusnya mereka percaya dengan lebih yakin, lebih tanpa keraguan. Sejak saat ini mereka merasa yakin secara mutlak, sekalipun ada banyak ketidak-tahuan yang tersisa, bahwa Ia yang mereka sedang ikuti adalah sang Mesias.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Baca Juga: Mujizat Yesus Kristus: Mengubah Air Menjadi Anggur (Yohanes 2:1-11)
Wahyu 19:9a - “Lalu ia berkata kepadaku: ‘Tuliskanlah: Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba.’”.
Baca Juga: Perkawinan Di Kana: Yohanes 2:1-11
Catatan:
1. Yang saya beri warna ungu harus diwaspadai! Jangan sampai ‘yang bukan iman’ dianggap sebagai ‘iman yang kecil’!
2. Karena Calvin hidup pada zaman Reformasi, ia terus menerapkan kepada Katolik. Tetapi kita sekarang juga bisa menambah penerapan pada ‘mujizat-mujizat’ dari kalangan Kharismatik!
13)Perenungan terhadap seluruh cerita: Semua dibuat kabur, hanya Yesus yang ditonjolkan.
William Hendriksen: “This truth receives a particularly striking illustration in the present account. Note that everything else remains in the background. Who was the bridegroom? We do not know. Who was the bride? We are not told. In exactly what relation did Mary stand to the wedded pair: was she, perhaps, the aunt of bride or groom? Silence again. Did Nathaniel serve as ‘best man’ (friend of the bridegroom)? Also on this score our curiosity receives no satisfaction whatever. ‘In the full light of day stands the Christ. All the rest is shadow.’ What Rembrandt did for art, John, under the Spirit’s guidance, does for religion.” [= Kebenaran ini menerima suatu pencerahan / penjelasan yang menyolok secara khusus dalam cerita ini. Perhatikan bahwa segala sesuatu yang lain tetap ada di latar belakang. Siapa pengantin laki-laki? Kita tidak tahu. Siapa pengantin perempuan? Kita tidak diberitahu. Dalam hubungan apa persisnya Maria berada dengan pasangan yang menikah itu: apakah ia mungkin adalah bibi dari pengantin perempuan atau laki-laki? Diam / tak ada jawaban lagi. Apakah Natanael berfungsi / melayani sebagai ‘pengiring / pembantu dalam pernikahan’ (sahabat dari pengantin laki-laki)? Juga tentang hal khusus ini rasa ingin tahu kita tidak menerima pemuasan apapun. ‘Dalam terang yang penuh dari (siang) hari berdiri Kristus. Semua sisanya adalah bayangan’. Apa yang Rembrandt lakukan untuk seni, Yohanes, di bawah bimbingan Roh, lakukan untuk agama.].
Dalam seluruh kehidupan, pelayanan, pemberitaan firman yang kita lakukan, ini harus direnungkan dan dipraktekkan. Jangan tonjolkan siapapun, biarlah semua orang ada di latar belakang. Termasuk pendeta yang top atau siapapun! Tonjolkan hanya Kristus, yang adalah Mesias, Allah sendiri, Tuhan dan Juruselamat kita!.KHOTBAH YOHANES 2:1-11 (YESUS DAN PERNIKAHAN DI KANA)