MUJIZAT YESUS KRISTUS : MENGUBAH AIR MENJADI ANGGUR (YOHANES 2:1-11)


otomotif, gadget, bisnis
MENGUBAH AIR MENJADI ANGGUR (YOHANES 2:1-11). Kana di Galilea, disebut demikian untuk membedakannya dari Kana di Coelo-Suriah. Itu adalah sebuah desa yang cukup dekat dengan Nazareth. Jerome, yang tinggal di Palestina, mengatakan bahwa dia melihatnya dari Nazaret. Di Kana ada pesta pernikahan yang dihadiri Maria dan di sana ia mendapat tempat khusus. Sepertinya Maria punya hubungan kekerabatan dengan keluarga mempelai, sehingga ia ikut kuatir ketika ia mengertahui bahwa anggur habis. Dan ia memiliki wewenang yang cukup untuk memerintahkan para pelayan melakukan apa pun yang Yesus perintahkan untuk mereka lakukan.

Dalam kisah ini sama sekali tidak disebutkan tentang Yusuf. Penjelasan yang paling mungkin adalah bahwa pada saat itu Jusuf sudah mati. Tampaknya Yusuf meninggal segera, dan itu menjadi salah satu alasan logis mengapa Yesus menghabiskan delapan belas tahun yang lama di Nazaret adalah karena ia harus menanggung sendiri dukungan ibu dan keluarganya. Hanya ketika adik laki-laki dan perempuannya mampu menjaga diri mereka sendiri, dia meninggalkan rumah.

Adegannya adalah pesta pernikahan desa. Di Palestina, pernikahan adalah peristiwa yang sangat penting. Itu adalah hukum Yahudi bahwa pernikahan seorang perawan harus dilakukan pada hari Rabu. Ini menarik karena memberi kita tanggal untuk bekerja kembali; dan jika pernikahan ini terjadi pada hari Rabu itu pasti hari Sabat ketika Yesus pertama kali bertemu Andreas dan Yohanes dan mereka tinggal bersamanya sepanjang hari. Pesta pernikahan berlangsung lebih dari satu hari.

Upacara perkawinan itu sendiri berlangsung sore hari, setelah pesta. Setelah upacara, pasangan muda itu dibawa ke rumah baru mereka. Saat itu hari sudah gelap dan mereka dibawa melalui jalan-jalan desa dengan cahaya obor yang menyala dan dengan kanopi di atas kepala mereka. Mereka diambil dengan rute sepanjang mungkin sehingga sebanyak mungkin orang memiliki kesempatan untuk mendoakan mereka dengan baik.

Tetapi pasangan yang baru menikah tidak pergi untuk berbulan madu; mereka tinggal di rumah; dan selama seminggu mereka tetap open house. Mereka mengenakan mahkota dan mengenakan jubah pengantin mereka. Mereka diperlakukan seperti raja dan ratu, benar-benar disapa sebagai raja dan ratu, dan kata-kata mereka adalah hukum. Dalam kehidupan di mana ada banyak kemiskinan dan kerja keras terus-menerus, minggu perayaan dan kegembiraan ini adalah salah satu kesempatan tertinggi.
Di saat bahagia seperti inilah Yesus dengan senang hati berbagi. Tapi ada yang tidak beres. 

Kemungkinan besar kedatangan Yesus menyebabkan suatu masalah. Dia telah diundang ke pesta itu, tetapi dia datang tidak sendirian tetapi dengan lima murid. Tambahan lima orang itu barangkali bisa menyebabkan hal-hal yang merepotkan. Pada saat itulah anggur habis.

Untuk pesta Yahudi, anggur sangat penting. "Tanpa anggur," kata para rabi, "tidak ada sukacita." Bukan karena orang mabuk, tetapi di Timur anggur sangat penting. Mabuk sebenarnya adalah aib besar, dan mereka benar-benar meminum anggur mereka dalam campuran yang terdiri dari dua bagian anggur dan tiga bagian air.

Di dalam kehidupan sehari-hari, persediaan anggur harus selalu ada. Kalau anggur tidak ada maka keluarga yang bersangkutan merasa mendapat persoalan besar, sebab keramah-tamahan yang dibarengi dengan anggur merupakan tugas suci setiap orang dan keluarga. Kehabisan anggur di dalam suatu pesta perkawinan merupakan penghinaan yang tak terhingga bagi kedua mempelai. Jadi Maria datang kepada Yesus untuk memberitahu Dia mengenai hal itu.

Dalam Perjanjian Baru terjemahan Bode, kita temukan jawaban Yesus sebagai berikut: “Hai perempuan, apakah yang kena-mengena di antara Aku dengan engkau?” Terjemahan Bode ini terlalu harfiah dan kehilangan makna yang sebenarnya. Di situ jawab Yesus sangat kasar dan kurang hormat. Padahal yang dimaksudkan ialah agar Maria tidak khawatir dan bahwa Yesus akan menyelesaikan soal itu menurut cara-Nya sendiri. Perjanjian Baru Terjemahan Baru menterjemahkan jawaban Yesus itu demikian: “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu?” Terjemahan ini lebih baik dari yang terdahulu.

Kata Yunani “gunai” yang diterjemahkan “perempuan” memang bisa mengandung arti yang agak menyesatkan. Kata “perempuan” bisa mengandung arti yang kasar, apalagi kalau dipakai dalam hubungan kekerasan. Tetapi kata tersebut bisa juga mengandung arti yang halus dan penghormatan. Kata “gunai” itu dipakai oleh Yesus di kayu salib ketika Ia berkata kepada Maria, ibu-Nya, dan menyerahkannya kepada Yohanes (Yohanes 19:26). Kata itu juga dipakai oleh Agustus, kaisar Romawi, untuk Cleopatra isterinya yang dari Mesir. Dalam bahasa Indonesia, dan khususnya dalam cerita yang kita pelajari sekarang, kata “gunai” diterjemahkan dengan “ibu”. Terjemahan itu tepat sekali.

Bagaimana pun cara Yesus menjawab kegelisahan Maria, Maria tetap percaya kepada-Nya. Dia menyuruh para pelayan untuk melakukan apa yang Yesus perintahkan. Di depan pintu ada enam tempayan yang bisa memuat dua sampai tiga buyung air. Jadi tempayan itu berukuran besar.
Yohanes menulis kitab Injilnya itu untuk orang Yunani. Itulah sebabnya ia memberikan keterangan, bahwa tempayan itu ada di situ serta berisi air untuk upacara pembersihan menurut kebiasaan Yahudi. 

Air itu mempunyai dua maksud:

Pertama, dipakai untuk membasuh kaki sebelum orang masuk ke dalam rumah. Jalan-jalan di Palestina adalah jalan tanah biasa. Sandal sebagai alas kaki hanyalah sekedar alas telapak kaki yang diikatkan dengan tali. Pada hari-hari yang panas, kaki akan tertutup oleh debu dan pada hari-hari hujan kaki terkena lumpur. Air dipergunakan untuk membasuh kaki yang kotor itu.

Kedua, air diperlukan untuk membasuh tangan. Orang Yahudi yang asli akan membasuh tangan sebelum makan dan selama makan kalau tangan dirasa kotor. Caranya ialah, mula-mula tangan diangkat agak tinggi, lalu disiram dengan air sampai ke pergelangan. Setelah itu taqngan diturunkan sedikit, lalu disiram air dan air mengalir dari pergelangan ke jari-jari. Cara tersebut dilakukan untuk masing-masing tangan. Akhirnya telapak tangan dibasuh dengan cara menggosok-gosokkannya pada pergelangan tangan yang lain. Peraturan upacara Yahudi mengatakan bahwa pembasuhan tangan seperti itu harus dijalankan sebelum mulai makan dan kalau akan mengambil makanan lain yang disajikan. Kalau tidak dilakukan. Maka tangan tetap akan dianggap tidak bersih.

Untuk kedua maksud itulah maka dalam pesta perkawinan di Kana tersebut disediakan enam tempayan yang besar.

Yesus memerintahkan agar tempayan-temnpayan itu diisi dengan air hingga penuh. Yesus menekankan hal itu agar supaya jelas bahwa memang hanya air-lah yang diisikan ke dalam tempayan tersebut. Kemudian Yesus memerintahkan agar para pelayan mencedok air itu dan membawanya kepada pemimpin pesta, yang dalam bahasa Yunani disebut “arkhitriklinos”. Di dalam pesta-pesta orang Romawi selalu ada pemimpinnya yang disebut “arbiter bibendi” yang mengatur minuman. Kadang-kadang salah seorang tamu bertindak sebagai pembawa acara di dalam pesta perkawinan Yahudi.

Bagi kita, “arkhitriklinos” kira-kira sama dengan pemimpin para pelayanan, yang mengatur tempat para tamu duduk dan mengawasi jalannya pesta. Ketika ia mencicipi air yang telah menjadi anggur, ia sangat keheranan. Ia lalu memanggil mempelai laki-laki, dan berkata sambil bersenda-gurau: “Pada umumnya orang menyajikan anggur yang baik lebih dahulu, dan kalau para tamu sudah mulai mabuk, dan cita rasa mereka mulai tumpul, serta mulai kurang peduli terhadap rasa minuman yang diminum, anggur yang kurang baik mulai disajikan; tetapi engkau baru menyajikan yang terbaik sekarang.”

Jadi Yesus untuk pertama kali menyatakan kemuliaan-Nya justru di suatu pesta perkawinan di desa Kana, Galilea. Dan di situ pula para murid-Nya mengetahui siapa sebenarnya Yesus, meskipun hanya sekejap

Ada beberapa aspek yang muncul dari tindakan mujizat yang dilakukan oleh Yesus, setidaknya ada 3 (tiga) hal yang bisa kita catat, antara lain:

[1]. Kita catat SAAT peristiwa itu terjadi. Peristiwa itu terjadi dalam suatu pesta perkawinan. Yesus sendiri tidak merasa canggung di dalam pesta semacam itu. Ia bukanlah seorang pengganggu kesenangan. Ia senang untuk ikut serta dalam kesukacitaan pesta perkawinan semacam itu.

Memang ada sejumlah penganut agama yang suka menampilkan wajah muram ke manapun mereka pergi. Mereka selalu menaruh curiga terhadap berbagai macam kesenangan dan kegembiraan,. Bagi mereka agama adalah sesuatu yang harus dinampakkan dengan pakaian gelap, suara besar dan bernada rendah, serta menjauhi pergaulan sosial masyarakat.

Charles H. Spurgeon, dalam bukunya yang berjudul “Lectures To My Students” memberikan nasihat yang bijaksana, tetapi juga pedas. Ia mengatakan, “Nada-nada berat yang menakutkan hanya pantas bagi para penggali kubur, sedangkan Lazarus dibangkitkan bukan oleh keluh kesah kosong.” “Aku mengenali banyak orang beragama yang penampilannya, dari kepala sampai ujung kaki, dari pakaiannya, nada bicaranya, tingkah laku, dasi, dan sepatunya, begitu berlagak saleh sehingga kemanusiaannya tidak nampak sedikitpun....” “Beberapa orang laki-laki memakai selendang putih yang dililitkan pada kepalanya, sehingga kemanusiaannya yang asli terselubung di dalamnya..”

“Seseorang yang tidak mempunyai keramah-tamahan terhadap orang lain, sebaiknya menjadi tukang gali kubur untuk para orang mati, karena ia tidak akan pernah bisa mempengaruhi orang lain yang masih hidup.” “Aku inginkan agar setiap orang memiliki keriangan untuk memenang-kan orang lain, bukan jiwa kesemberonoan dan pembual, melainkan jiwa yang ramah dan gembira. Lebih banyak lalat yang terpikat madu daripada cuka, dan lebih banyak orang yang masuk sorga karena perbuatan orang yang berwajah kasih daripada perbuatan orang berwajah durja.”

Yesus sendiri tidak pernah menganggap kegembiraan sebagai kejahatan. Karena itu para pengikut-Nya pun tidak perlu menganggap kegembiraan sebagai kejahatan.

[2]. Kita catat TEMPAT peristiwa itu terjadi. Peristiwa irtu terjadi di suatu rumah yang sederhana di sebuah desa di daerah Galilea. Mungkin itu terjadi bukan dalam suatu peristiwa besar dengan kehadiran banyak orang. Mujizat itu terjadi di dalam suatu rumah.

Di dalam bukunya yang berjudul “A Portrait of St. Luke”, A.H.N. Green Armytage, membicarakan tentang Kesukaan Lukas untuk menampilkan Yesus di tengah-tengah kenyataan keluarga dan orang-orang yang sederhana. Dengan tandas ia mengatakan bahwa Lukas telah menghadirkan Allah di tengah-tengah kehidupan rumah tangga dan ditengah-tengah hal-hal yang biasa di dalam kehidupan manusia. Tindakan Yesus di Kana Galilea menunjukkan sikap dan pandangan Yesus tentang rumah tangga. Di dalam rumah tangga itulah Yesus menyatakan kemuliaan-Nya.

Dalam sikap dan pandangan banyak orang terhadap rumah, terdapat suatu pertentangan yang aneh. Pada satu pihak semua orang akan mengakui bahwa tak ada tempat yang lebih indah di dunia ini kecuali rumah sendiri. Tetapi pada pihak lain, mereka juga mengakui, bahwa justru di dalam rumah sendiri itu mereka merasa berhak untuk bertindak sangat tidak sopan, sangat canggung, sangat egoistis dan kurang ajar. 

Di dalam rumah sendiri mereka justru melakukan banyak hal yang mereka tidak berani lakukan di luar. Banyak di antara kita akan memperlakukan orang-orang yang yang sangat kita kasihi dengan cara-cara yang tidak akan kita pakai untuk memperlakukan teman atau kenalan. Yang sering terjadi ialah, bahwa malah orang lain-lah yang melihat kebaikan kita, sedangkan orang yang tinggal bersama kita hanya melihat keburukan kita. Namun, kita harus selalu ingat, bahwa justru di dalam rumah yang sederhanalah Yesus menyatakan kemuliaan-Nya. Bagi Yesus rumah adalah tempat, di mana tidak ada yang baik kecuali kebaikan-Nya sendiri.

[3]. Kita mencatat MENGAPA peristiwa itu terjadi. Kita telah lihat bahwa di Timur Tengah keramah-tamahan adalah suatu tugas suci. Pada hari itu keluarga yang mengadakan pesta perkawinan akan sangat diper-malukan kalau anggurnya habis. Untuk mendorong sebuah keluarga sederhana di Galilea itulah Yesus menyatakan kuasa-Nya. Yesus melakukan hal itu karena ia menaruh belas kasihan, kebaikan dan pengertian yang mendalam, terhadap rakyat kecil dan sederhana tersebut.

Hampir setiap orang dapat melakukan hal yang besar di dalam dan bagi suatu peristiwa besar. Tetapi hanya Yesuslah yang melakukan hal yang besar di dalam suatu peristiwa keluarga yang kecil dan sederhana. Agaknya ada suatu kejahilan manusiawi yang alamiah, di mana orang merasa gembira kalau ada orang lain yang sengsara. Kejahilan demikian itu nampak pula di mana orang merasa senang untuk memper-gunjingkan kesengsaraan orang lain di tempat dan saat apa saja.

Tetapi Yesus, Tuhan semua yang hidup dan Raja kemuliaan, justru memakai kuasa-Nya untuk menolong dan menyelamatkan pasangan muda Galilea itu dari kejatuhan dan merasa dipermalukan. Dengan perbuatan yang sama, yaitu tindakan yang penuh pengertian dan kebaikan yang tanpa banyak bicara kita dapat menunjukkan bahwa kita adalah pengikut Yesus Kristus.

Selanjutnya cerita ini secara indah menunjukkan dua hal tentang kepercayaan Maria terhadap Yesus.

(1). Secara segera dan sengaja Maria datang kepada Yesus ketika ada sesuatu yang tidak bersama-Nya. Ada suatu cerita tradisi kuno yang menceritakan tentang masa kecil Yesus di Nazaret. Cerita itu mengatakan, bahwa banyak orang yang datang kepada Yesus. Mereka datang karena merasa lelah, khawatir, panas, terganggu dan hampir putus asa. Ketika mereka melihat Yesus, semua gangguan itu hilang. Cerita itu cukup menarik. Dan sampai sekarang masih berlaku, bahwa siapa pun yang mengenal Yesus secara akrab akan selalu datang kepada-Nya, kalau ia merasakan adanya sesuatu yang tidak beres. Dan Yesus tidak pernah mengecewakan mereka itu.

(2). Meskipun Maria tidak mengerti apa yang akan dilakukan oleh Yesus, dan meskipun Yesus nampak akan menolak permintaan Maria. Maria tetap percaya kepada-Nya. Itulah sebabnya Maria meminta kepada para pelayan pesta untuk melakukan apa yang dikatakan oleh Yesus. Maria mempunyai iman yang kuat meskipun ia tidak mengerti. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Yesus, tetapi ia yakin bahwa Yesus akan melakukan sesuatu yang benar.

Di dalam kehidupan kita, sering ada masa-masa yang gelap ketika kita tidak mengetahui apa-apa. Sering kita mengalami kejadian-kejadian yang tidak kita mengerti sebab atau maknanya. Berbahagialah orang yang tetap percaya meskipun ia tidak mengerti.

Cerita ini pun menceritakan sesuatu tentang Yesus. Dalam jawaban-Nya kepada Maria, Yesus berkata, “Saat-Ku belum tiba.” Di dalam seluruh cerita Injil Yesus selalu berbicara tentang “saat-Nya”. Di dalam Yohanes 7:6,8, Ia berbicara tentang waktu pemunculan-Nya sebagai Mesias.Di dalam Yohanes 12:23 dan 17:1; Matius 26:18, 45 dan Markus 14:41 Yesus berbicara tentang waktu penyaliban dan kematian-Nya.


Dalam sepanjang hidup-Nya Yesus mengetahui bahwa kedatangan-Nya ke dunia ini adalah untuk suatu maksud dan tugas tertentu. Ia melihat hidup-Nya bukan menurut keinginan-Nya sendiri melainkan menurut kehendak Allah terhadap diri-Nya. Ia melihat hidup-Nya bukan dalam hubungan dengan waktu yang berubah-ubah, melainkan dalam hubungan dengan kekekalan yang abadi. Sepanjang hidup-Nya Yesus secara teguh berjalan menuju saat yang telah ditentukan bagi-Nya, dan yang Ia ketahui, berhubung dengan kedatangan-Nya ke dalam dunia ini.

Demikian pula kita harus berpikir tentang maksud Allah terhadap diri kita dan bukan berpikir maksud serta keinginan kita sendiri. Kita ada di dalam dunia ini bukan untuk memenuhi maksud dan keinginan kita sendiri, melainkan untuk memenuhi maksud dan kehendak Allah.

Di dalam cerita ini disebutkan ada enam tempat air dari batu; dan atas perintah Yesus air di dalamnya berubah menjadi anggur. Menurut orang Yahudi, angka tujuh merupakan angka yang lengkap dan sempurna, dan angka enam adalah angka yang belum lengkap dan belum sempurna. Enam tempat air dari batu itu menunjuk kepada ketidak-sempurnaan semua hukum Yahudi. Yesus datang untuk menghapuskan ketidaksempurnaan hukum itu dan menggantikannya dengan anggur baru, Injil anugerah-Nya. Yesus merubah ketidak-sempurnaan hukum menjadi kesempurnaan anugerah.

Ada satu hal lagi yang perlu dicatat dalam hubungan ini. Ada enam tempat air dari batu, yang masing-masing berisi air dua sampai tiga buyung, dan diubah oleh Yesus menjadi anggur. Jumlah semua isinya kira-kira bisa mencapai 720 liter. Dan semuanya itu menjadi anggur. 

Cerita ini memang tidak harus dimengerti secara hurufiah. Yang dimaksudkan oleh Yohanes ialah bahwa anugerah Yesus yang datang kepada manusia adalah cukup bagi siapa saja. Tidak ada suatu pesta perkawinan yang akan bisa menghabiskan 720 liter anggur. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang bisa menghabiskan anugerah Yesus. Anugerah itu sungguh-sungguh mulia dan berlimpah-ruah. Yohanes hendak menjelaskan kepada kita bahwa di dalam Yesus ketidak-sempurnaan telah menjadi kesempurnaan, dan anugerah menjadi tidak terbatas, cukup, dan bahkan lebih dari cukup bagis Setiap keperluan.

Sekarang kita tahu apa yang hendak Yohanes ajarkan kepada kita. Setiap cerita tidak hanya menceritakan sesuatu yang dilakukan Yesus untuk satu kali saja, melainkan tentang sesuatu yang Yesus lakukan terus menerus. Yohanes tidak menceritakan tentang hal-hal yang sekali pernah dilakukan Yesus di Palestina, melainkan tentang hal-hal yang masih sedang Yesus lakukan sekarang juga. Dan apa yang diinginkan oleh Yohanes di sini bukannya supaya kita mengetahui bahwa Yesus pernah pada suatu hari merubah air dalam tempayan menjadi anggur. 

Yohanes ingin agar kita mengetahui bahwa apabila Yesus datang ke dalam hidup seseorang, di situ datang juga suatu kualitas baru seperti berubahnya air menjadi anggur. Tanpa Yesus, hidup hanyalah kosong, hambar dan tidak bermakna. Kalau Yesus masuk ke dalamnya, hidup itu menjadi hidup, gairah dan menyenangkah. Tanpa Yesus, hidup adalah membosankan dan tidak menarik. Dengan Yesus, hidup itu bergerak, bergetar dan penuh kegirangan.

Ketika Sir Wilfred Grenfell menghimbau untuk mendapatkan sukarela-wan bagi pekerjaannya di Labrador, ia mengatakan bahwa ia tidak bisa menjanjikan uang banyak, tetapi ia memberi mereka janji mengenai waktu yang bermakna dalam hidup mereka. Janji seperti itulah juga yang diberikan oleh Yesus kepada kita.


Ingatlah bahwa Yohanes menulis Injilnya tujuh puluh tahun setelah Yesus disalib. Selama tujuh puluh tahun itu Yohanes telah memikirkan, merenungkan dan mengingat-ingat Yesus, sampai ia melihat makna serta hal-hal penting yang dahulu tidak dilihatnya. Ketika Yohanes menuturkan cerita ini, ia ingat tentang kenyataan hidup bersama Yesus. Ia mengatakan: “Ke mana saja Yesus pergi dan kapan saja Yesus datang ke dalam hidup, semuanya itu laksana air yang berubah menjadi anggur.”

Di dalam cerita ini Yohanes sendiri berkata kepada kita sekarang: “Kalau anda menginginkan kesukacitaan yang baru, jadilah pengikut Yesus, dan anda akan mengalami perubahan hidup seperti air yang berubah menjadi anggur.” Amin.

Next Post Previous Post