YESUS MEMARAHI MARIA (YOHANES 2:4)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
2. ‘Mau apakah engkau dari padaKu’.
KJV: “What have I to do with thee?” [= Apa urusanKu denganmu?]
gadget, bisnis, otomotif |
2. ‘Mau apakah engkau dari padaKu’.
KJV: “What have I to do with thee?” [= Apa urusanKu denganmu?]
Yohanes 2:4 Kata Yesus kepadanya: ‘Mau apakah engkau dari padaKu, ibu? SaatKu belum tiba
a) Yohanes 2:4a. ‘Mau apakah engkau dari padaKu’.
KJV: “What have I to do with thee?” [= Apa urusanKu denganmu?].
J. C. Ryle: “The Greek expression, rendered ‘what have I to do with thee,’ would be translated literally, ‘what to me and thee?’ It is an elliptical expression, of which the full meaning probably is, ‘What is there in common to me and thee?’ ‘My thoughts,’ as Bengel says, ‘are one thing, and thine another.’ - It is the same phrase that is used in an interrogative form in Matt. 8:29; Markus 1:24, 5:7; Luke 8:28; and in an imperative form in Matt. 27:19.” [= Ungkapan Yunani, yang diterjemahkan ‘apa urusanKu denganmu’, diterjemahkan secara hurufiah, ‘apa bagiKu dan bagimu?’ Itu merupakan suatu ungkapan yang tidak lengkap tetapi cukup untuk dimengerti, dan arti sepenuhnya mungkin adalah, ‘Apa ada disana persamaan bagiKu dan bagimu?’ ‘PikiranKu’, seperti kata Bengel, ‘adalah satu hal, dan pikiranmu hal yang lain’. - Itu adalah ungkapan yang sama yang digunakan dalam bentuk pertanyaan dalam Matius 8:29; Markus 1:24; Markus 5:7; Lukas 8:28; dan dalam suatu bentuk perintah dalam Matius 27:19.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
William Barclay: “The Authorized Version translation of Jesus’ reply makes it sound very discourteous. It makes him say: ‘Woman, what have I to do with thee?’ That is indeed a translation of the words, but it does not in any way give the tone. The phrase, ‘What have I to do with you?’ was a common conversational phrase. When it was uttered angrily and sharply it did indicate complete disagreement and reproach, but when it was spoken gently it indicated not so much reproach but misunderstanding. It means: ‘Don’t worry; you don’t quite understand what is going on; leave things to me, and I will settle them in my own way.’ Jesus was simply telling Mary to leave things to him, that he would have his own way of dealing with the situation.” [= Terjemahan AV (KJV) tentang jawaban Yesus membuatnya kedengaran sangat kasar / tidak sopan. Itu membuat Dia berkata: ‘Perempuan, apa urusanKu denganmu?’ Itu memang merupakan terjemahan dari kata-kata itu, tetapi bagaimanapun itu tidak memberikan nadanya. Ungkapan, ‘Apa urusanKu denganmu?’ adalah suatu ungkapan pembicaraan yang umum. Pada waktu itu diucapkan dengan marah dan dengan tajam, itu memang menunjukkan ketidak-setujuan dan celaan yang sepenuhnya / mutlak, tetapi pada waktu itu diucapkan dengan lembut, itu tidak menunjukkan celaan tetapi kesalah-mengertian. Itu berarti: ‘Jangan kuatir; kamu tidak cukup mengerti apa yang sedang terjadi; serahkanlah hal-hal itu kepadaKu, dan Aku akan membereskannya dengan caraKu sendiri’. Yesus hanya memberitahu Maria untuk menyerahkan hal-hal itu kepada Dia, bahwa Ia mempunyai caraNya sendiri untuk menangani keadaan itu.].
Pulpit Commentary: “the proverbial Τί ἐμοὶ καἰ σοί̀ wheresover the words occur, imply, if not personal estrangement, yet as to the matter in hand some divergence of feeling (see Matt. 8:29; Mark 1:24; Luke 8:28; see also 2 Sam. 16:10; 1 Kings 17:18; 2 Chron. 35:21). Almost all commentators seem to suggest that our Lord refused to be guided by a mother’s direction; that he wished her to understand that he was breaking off from her control and from that silent submission which he had hitherto willingly yielded (so Meyer, Hengstenberg, Godet, Westcott, Tholuck, Ebrard, and Lange). Schaff has quoted from the Fathers before the Nestorian controversy clear proof that they admitted censure, and therefore blame, in the blessed Virgin Mary.” [= kata-kata yang bersifat kiasan TI EMOI KAI SOI {= Apa bagiKu dan bagimu} dimanapun kata-kata itu muncul, menunjukkan secara implicit, jika bukan permusuhan / sikap tidak simpatik secara pribadi, tetapi berkenaan dengan pokok yang dipersoalkan saat ini (menunjukkan) perbedaan perasaan (lihat Matius 8:29; Markus 1:24; Lukas 8:28; lihat juga 2Sam 16:10; 1Raja 17:18; 2Tawarikh 35:21). Hampir semua penafsir kelihatannya menyatakan secara tidak langsung bahwa Tuhan kita menolak untuk dibimbing oleh pengarahan dari seorang ibu / mama; bahwa Ia berharap dia mengerti bahwa Ia sedang berhenti / berpisah dari kontrolnya dan dari ketundukan yang diam yang sampai saat itu Ia berikan secara sukarela (demikianlah Meyer, Hengstenberg, Godet, Westcott, Tholuck, Ebrard, dan Lange). Schaff telah mengutip dari Bapa-bapa gereja sebelum kontroversi Nestorianisme bukti yang jelas bahwa mereka mengakuinya sebagai kritikan / celaan, dan karena itu keadaan bersalah, dalam diri sang Perawan Maria yang diberkati.].
Hak 11:12 - “Kemudian Yefta mengirim utusan kepada raja bani Amon dengan pesan: ‘Apakah urusanmu dengan aku, sehingga engkau mendatangi aku untuk memerangi negeriku?’”.
KJV: “What hast thou to do with me” [= Apa urusanmu denganku?].
2Samuel 16:10 - “Tetapi kata raja: ‘Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?’”.
KJV: “What have I to do with you” [= Apa urusanku denganmu?].
1Raja 17:18 - “Kata perempuan itu kepada Elia: ‘Apakah maksudmu datang ke mari, ya abdi Allah? Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan kesalahanku dan untuk menyebabkan anakku mati?’”.
KJV: “What have I to do with thee” [= Apa urusanku denganmu?].
2Raja 3:13 - “Tetapi berkatalah Elisa kepada raja Israel: ‘Apakah urusanku dengan engkau? Pergilah kepada para nabi ayahmu dan kepada para nabi ibumu.’ Jawab raja Israel kepadanya: ‘Jangan begitu, sebab TUHAN memanggil ketiga raja ini untuk menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Moab!’”.
KJV: “What have I to do with thee?” [= Apa urusanku denganmu?].
2Tawarikh 35:21 - “Ia mengirim utusan kepada Yosia, dengan pesan: ‘Apakah urusanmu dengan aku, raja Yehuda? Saat ini aku tidak datang melawan engkau, tetapi melawan keluarga raja yang sedang kuperangi. Allah memerintahkan aku supaya segera bertindak. Hentikanlah niatmu menentang Allah yang menyertai aku, supaya engkau jangan dimusnahkanNya!’”.
KJV: “What have I to do with thee” [= Apa urusanku denganmu?].
Ezra 4:3 - “Tetapi Zerubabel, Yesua dan para kepala kaum keluarga orang Israel yang lain berkata kepada mereka: ‘Bukanlah urusan kita bersama, sehingga kamu dan kami membangun rumah bagi Allah kami, karena kami sendirilah yang hendak membangun bagi TUHAN, Allah Israel, seperti yang diperintahkan kepada kami oleh Koresh, raja negeri Persia.’”.
KJV: “Ye have nothing to do with us” [= Kamu tak punya urusan dengan kami].
Markus 1:24 - “‘Apa urusanMu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.’”.
KJV: “what have we to do with thee” [= apa urusan kami dengan Engkau].
Mat 8:29 - “Dan mereka itupun berteriak, katanya: ‘Apa urusanMu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?’”.
KJV: “What have we to do with thee” [= Apa urusan kami dengan Engkau].
Markus 5:7 - “dan dengan keras ia berteriak: ‘Apa urusanMu dengan aku, hai Yesus, Anak Allah Yang Mahatinggi? Demi Allah, jangan siksa aku!’”.
KJV: “What have we to do with thee” [= Apa urusan kami dengan Engkau].
Lukas 8:28 - “Ketika ia melihat Yesus, ia berteriak lalu tersungkur di hadapanNya dan berkata dengan suara keras: ‘Apa urusanMu dengan aku, hai Yesus Anak Allah Yang Mahatinggi? Aku memohon kepadaMu, supaya Engkau jangan menyiksa aku.’”.
KJV: “What have I to do with thee” [= Apa urusanku dengan Engkau].
Matius 27:19 - “Ketika Pilatus sedang duduk di kursi pengadilan, isterinya mengirim pesan kepadanya: ‘Jangan engkau mencampuri perkara orang benar itu, sebab karena Dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam.’”.
KJV: “Have thou nothing to do with that just man” [= Jangan engkau berurusan dengan orang benar itu].
Dari ayat-ayat ini maka kita bisa melihat bahwa ungkapan seperti itu selalu diucapkan untuk menunjukkan ketidak-senangan! Jadi jelaslah bahwa permintaan Maria di sini merupakan permintaan yang tidak menyenangkan Yesus.
J. C. Ryle: “The Virgin Mary was an erring woman, like all other believing women, but we must not lay more blame on her than Scripture warrants. On the other side, it is useless to deny that our Lord’s words were intended, as Chrysostom, Theophylact, and Euthymius say, to be a rebuke to Mary. She erred here, perhaps from affectionate desire to bring honour to her Son, as she erred on other occasions. The words before us were meant to remind her, that she must henceforth leave our Lord to choose His own times and modes of acting. The season of subjection to her and Joseph was over. The season of his public ministry had at length begun. In carrying on that ministry, she must not presume to suggest to Him. The utter contrariety of this verse to the teaching of the Roman Catholic Church about the Virgin Mary is too palpable to be explained away. She was not without error and sin, as Romish writers have dared to assert, and was not meant to be prayed to and adored. If our Lord would not allow His mother even to suggest to Him the working of a miracle, we may well suppose that all Roman Catholic prayers to the Virgin Mary, and especially prayers entreating her to ‘command her Son,’ are most offensive and blasphemous in His eyes.” [= Sang Perawan Maria adalah seorang perempuan yang bisa berbuat salah, seperti semua perempuan percaya yang lain, tetapi kita tidak boleh mengecam dia lebih dari yang Kitab Suci nyatakan. Di sisi lain, adalah sia-sia untuk menyangkal bahwa kata-kata Tuhan kita dimaksudkan, seperti Chrysostom, Theophylact, dan Euthymius katakan, sebagai suatu teguran kepada Maria. Ia bersalah di sini, mungkin dari keinginan yang penuh kasih untuk menyebabkan kehormatan bagi Anaknya, sebagaimana ia bersalah dalam peristiwa-peristiwa yang lain. Kata-kata di depan kita dimaksudkan untuk memperingatkan dia, bahwa ia mulai saat itu harus membiarkan Tuhan kita untuk memilih saat dan cara bertindakNya sendiri. Masa ketundukan kepada dia dan Yusuf telah berlalu. Masa dari pelayanan umumNya akhirnya telah mulai. Dalam terlibat dalam pelayanan itu, ia tidak boleh bertindak melampaui batas untuk mengusulkan kepadaNya. Kontradiksi sepenuhnya antara ayat ini dengan ajaran dari Gereja Roma Katolik tentang sang Perawan Maria adalah terlalu menyolok untuk disingkirkan. Ia bukannya tanpa kesalahan dan dosa, seperti penulis-penulis dari Gereja Roma Katolik telah berani untuk tegaskan, dan tidak dimaksudkan untuk menjadi tujuan doa dan pemujaan. Jika Tuhan kita tidak mengizinkan ibuNya bahkan untuk mengusulkan kepadaNya untuk mengerjakan suatu mujizat, kita bisa secara benar menganggap bahwa semua doa-doa orang-orang Roma Katolik kepada sang Perawan Maria, dan khususnya doa-doa yang memohon kepadanya untuk ‘memerintah Anaknya’ adalah sangat menyebabkan kemarahan dan bersifat menghujat di mataNya.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Kalau Maria saja dimarahi pada waktu secara implicit meminta Yesus melakukan mujizat, apalagi banyak pendeta-pendeta dan orang-orang Kristen yang kalau berdoa ‘memerintah’ Kristus untuk menyembuhkan, melakukan mujizat dsb!
Matthew Henry: “It therefore bespeaks a resentment, yet not at all inconsistent with the reverence and subjection which he paid to his mother, according to the fifth commandment (Luke 2:51); for there was a time when it was Levi’s praise that he ‘said to his father, I have not known him,’ Deut 33:9. Now this was intended to be, First, A check to his mother for interposing in a matter which was the act of his Godhead, which had no dependence on her, and which she was not the mother of. Though, as man, he was David’s Son and hers; yet, as God, he was David’s Lord and hers, and he would have her know it. The greatest advancements must not make us forget ourselves and our place, nor the familiarity to which the covenant of grace admits us breed contempt, irreverence, or any kind or degree of presumption. Secondly, It was an instruction to others of his relations (many of whom were present here) that they must never expect him to have any regard to his kindred according to the flesh, in his working miracles, or that therein he should gratify them, who in this matter were no more to him than other people. In the things of God we must not know faces. Thirdly, It is a standing testimony against that idolatry which he foresaw his church would in after-ages sink into, in giving undue honours to the virgin Mary, a crime which the Roman catholics, as they call themselves, are notoriously guilty of, when they call her the ‘queen of heaven,’ the ‘salvation of the world,’ their ‘mediatrix,’ their ‘life’ and ‘hope;’ not only depending upon her merit and intercession, but beseeching her to command her Son to do them good: Monstra te esse matrem - Show that thou art his mother. Jussu matris impera salvatori - Lay thy maternal commands on the Saviour. Does he not here expressly say, when a miracle was to be wrought, even in the days of his humiliation, and his mother did but tacitly hint an intercession, ‘Woman, what have I to do with thee?’ This was plainly designed either to prevent or (?) aggravate such gross idolatry, such horrid blasphemy. The Son of God is appointed our Advocate with the Father; but the mother of our Lord was never designed to be our advocate with the Son.” [= Karena itu, hal itu menunjukkan suatu kemarahan / ketidak-senangan, tetapi bukannya sama sekali tidak konsisten dengan hormat dan ketundukan yang Ia berikan kepada ibuNya, sesuai dengan hukum kelima (Luk 2:51); karena disana ada satu waktu dimana Lewi dipuji pada waktu ia ‘berkata kepada bapanya, aku tidak mengenal dia’, Ul 33:9. Ini dimaksudkan sebagai, Pertama, Suatu pengekangan terhadap ibuNya untuk ikut campur dalam suatu persoalan yang merupakan tindakan dari Allah / KeilahianNya, yang tak mempunyai ketergantungan kepada dia, dan yang ia bukan merupakan ibu darinya. Sekalipun, sebagai manusia, Ia adalah Anak Daud dan Anaknya (Maria); tetapi sebagai Allah, Ia adalah Tuhan dari Daud dan Tuhan darinya (Maria), dan Ia mau ia mengetahuinya. Kemajuan yang terbesar tidak boleh membuat kita melupakan diri kita sendiri dan tempat kita, keakraban pada mana perjanjian kasih karunia menerima kita tidak boleh membiakkan kejijikan, rasa tidak hormat, atau jenis atau tingkat apapun dari sikap yang sombong. Kedua, Merupakan suatu pengajaran bagi orang-orang lain dari keluargaNya (yang banyak yang hadir di sana) bahwa mereka tidak pernah boleh mengharapkan Dia untuk mempunyai pertimbangan apapun kepada keluargaNya menurut daging, dalam melakukan mujizat-mujizat, atau bahwa dalam hal itu Ia harus menyenangkan / memuaskan mereka, yang dalam persoalan ini bagi Dia tidak lebih dari orang-orang lain. Dalam hal-hal dari Allah kita tidak boleh memandang muka. Ketiga, Itu merupakan suatu kesaksian yang permanen terhadap / menentang penyembahan berhala itu yang Ia lihat lebih dulu lama setelah itu gerejaNya akan tenggelam ke dalamnya, dalam memberikan kehormatan-kehormatan yang tidak seharusnya kepada sang Perawan Maria, suatu kejahatan yang orang-orang Roma Katolik, sebagaimana mereka menyebut diri mereka sendiri, terkenal secara buruk dalam kesalahan mereka, pada waktu mereka menyebutnya ‘Ratu Surga’, ‘Keselamatan dari dunia’, ‘Pengantara’ mereka, ‘Hidup’ dan ‘Pengharapan’ mereka; bukan hanya bergantung pada jasa / kebaikan dan syafaat / pengantaraannya, tetapi memohon dia untuk memerintah Anaknya untuk melakukan hal yang baik bagi mereka: Monstra te esse matrem - Tunjukkanlah bahwa engkau adalah ibuNya. Jussu matris impera salvatori - Berikanlah perintah-perintah yang berhubungan dengan keibuanmu kepada sang Juruselamat. Tidakkah Ia di sini secara explicit berkata, pada waktu suatu mujizat akan dilakukan, bahkan pada masa perendahanNya, dan ibuNya hanya mengisyaratkan suatu syafaat yang tak diucapkan, ‘Perempuan, apa urusanKu denganmu?’ Ini secara jelas dirancang atau untuk mencegah atau memperburuk penyembahan berhala yang begitu jelas, penghujatan yang begitu menjijikkan. Anak Allah ditetapkan sebagai Pengantara / Advokat kita dengan Bapa, tetapi ibu dari Tuhan kita tidak pernah dirancang untuk menjadi pengantara / advokat kita dengan Anak.].
Lukas 2:51 - “Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibuNya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.”.
Bagian yang saya garis-bawahi salah terjemahan.
KJV: “and was subject unto them” [= dan tunduk kepada mereka].
RSV/NIV: “and was obedient to them” [= dan taat kepada mereka].
NASB: “and He continued in subjection to them” [= dan Ia terus ada dalam ketundukan kepada mereka].
Ulangan 33:8-10 - “(8) Tentang Lewi ia berkata: ‘Biarlah Tumim dan UrimMu menjadi kepunyaan orang yang Kaukasihi, yang telah Kaucoba di Masa, dengan siapa Engkau berbantah dekat mata air Meriba; (9) yang berkata tentang ayahnya dan tentang ibunya: aku tidak mengindahkan mereka; ia yang tidak mau kenal saudara-saudaranya dan acuh tak acuh terhadap anak-anaknya. Sebab orang-orang Lewi itu berpegang pada firmanMu dan menjaga perjanjianMu; (10) mereka mengajarkan peraturan-peraturanMu kepada Yakub, hukumMu kepada Israel; mereka menaruh ukupan wangi-wangian di depanMu dan korban yang terbakar seluruhnya di atas mezbahMu.”.
Ulangan 33:9 bdk. Matius 10:37 - “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu.”.
b) Yohanes 2:4b “SaatKu belum tiba”.
Ada 2 kemungkinan untuk menafsirkan kata-kata ini:
1. Yesus hanya menunda sebentar tindakan melakukan mujizat itu.
Barnes’ Notes: “It is clear that he did not intend to refuse to provide wine, but only to DELAY it a little;” [= Adalah jelas bahwa Ia tidak bermaksud untuk menolak untuk menyediakan anggur, tetapi hanya menundanya sebentar.].
Pulpit Commentary: “3. His further reply, ‘Mine hour is not yet come,’ does not imply a refusal of her request, but only a postponement of the time for working the miracle. He would hold in his own hands the supreme disposal of his power.” [= 3. JawabanNya selanjutnya, ‘SaatKu belum tiba’, tidak menunjukkan suatu penolakan terhadap permohonannya, tetapi hanya suatu penundaan tentang saat untuk mengerjakan mujizat itu. Ia mau memegang dalam tanganNya sendiri kuasa tertinggi untuk menggunakan kuasaNya.].
J. C. Ryle: “‘Mine hour is not yet come.’ The simplest and most reasonable view of these words is to refer them to Christ’s ‘hour’ or time for working a miracle. It is like the expression, ‘my time is not yet full come.’ (John 7:8.) Our Lord did not tell Mary that He would not work a miracle. But He would have her know that she must not expect Him to do mighty works to please His relatives after the flesh. He would only work a miracle, upon this or any other occasion, when the fitting season for it, the time appointed in God’s counsel, had arrived.” [= ‘SaatKu belum tiba’. Pandangan yang paling sederhana dan masuk akal tentang kata-kata ini adalah menghubungkan kata-kata itu dengan saat Kristus untuk mengerjakan suatu mujizat. Itu adalah seperti ungkapan, ‘waktuKu belum tiba’. (Yoh 7:8). Tuhan kita tidak mengatakan kepada Maria bahwa Ia tidak mau mengerjakan suatu mujizat. Tetapi Ia mau Maria tahu bahwa ia tidak boleh mengharapkan Dia untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang hebat untuk menyenangkan keluargaNya menurut daging. Ia hanya akan mengerjakan suatu mujizat, pada kesempatan ini atau kesempatan yang lain manapun, pada saat waktu yang cocok untuknya, waktu yang ditetapkan dalam rencana Allah, telah tiba.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Yang terjadi di Kana, mirip dengan yang ada dalam text di bawah ini.
Yohanes 7:1-10 - “(1) Sesudah itu Yesus berjalan keliling Galilea, sebab Ia tidak mau tetap tinggal di Yudea, karena di sana orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuhNya. (2) Ketika itu sudah dekat hari raya orang Yahudi, yaitu hari raya Pondok Daun. (3) Maka kata saudara-saudara Yesus kepadaNya: ‘Berangkatlah dari sini dan pergi ke Yudea, supaya murid-muridMu juga melihat perbuatan-perbuatan yang Engkau lakukan. (4) Sebab tidak seorangpun berbuat sesuatu di tempat tersembunyi, jika ia mau diakui di muka umum. Jikalau Engkau berbuat hal-hal yang demikian, tampakkanlah diriMu kepada dunia.’ (5) Sebab saudara-saudaraNya sendiripun tidak percaya kepadaNya. (6) Maka jawab Yesus kepada mereka: ‘WaktuKu belum tiba, tetapi bagi kamu selalu ada waktu. (7) Dunia tidak dapat membenci kamu, tetapi ia membenci Aku, sebab Aku bersaksi tentang dia, bahwa pekerjaan-pekerjaannya jahat. (8) Pergilah kamu ke pesta itu. Aku belum pergi ke situ, karena waktuKu belum genap.’ (9) Demikianlah kataNya kepada mereka, dan Iapun tinggal di Galilea. (10) Tetapi sesudah saudara-saudara Yesus berangkat ke pesta itu, Iapun pergi juga ke situ, tidak terang-terangan tetapi diam-diam.”.
Persamaannya adalah: beda waktu antara ‘saatKu belum tiba’ dan ‘saatKu sudah tiba’ sangat singkat.
2. Yang Yesus maksudkan bukanlah sekedar ‘tindakan melakukan mujizat’, tetapi ‘melakukan mujizat, dan dengan itu menyatakan diriNya sebagai Mesias’.
Penafsiran ini mungkin juga berlaku untuk Yoh 7:1-10 (yang Ia maksudkan bukan ‘belum waktuNya untuk pergi’, tetapi ‘belum waktuNya untuk pergi dan menyatakan diri sebagai Mesias’).
Pulpit Commentary: “He said, ‘Mine hour is not yet come.’ It would have come if the provision of wine was the ground of divergence of sentiment; if the moment for the supply of these temporal wants were the point of difference between them. The ‘hour’ for Christ to tell the world all that Mary knew had not come. The hour of the full revelation of his Messianic claims had not come, nor did it come in the temple, or by the lake, or in the feast-day; not till the awful moment of rejection, when death was hovering over him, and the blow was about to fall, did he say, ‘The hour has come’ (see ch. 12:23 17:1) - the hour of his greatest glory.” [= Ia berkata, ‘SaatKu belum tiba’. Itu sudah tiba seandainya penyediaan anggur merupakan dasar dari perbedaan pemikiran; seandainya saat dari suplai dari kebutuhan-kebutuhan sementara ini adalah titik / pokok perbedaan di antara mereka. ‘Saat’ bagi Kristus untuk memberitahu dunia semua yang Maria ketahui belum tiba. Saat dari penyataan / wahyu yang penuh tentang claim-claim MesianikNya belum tiba, juga itu belum tiba di Bait Suci, atau di tepi danau, atau pada hari raya; tidak sampai saat penolakan yang sangat buruk, pada waktu kematian ada di dekatNya, dan pukulan hampir terjadi, Ia berkata ‘Saatnya telah tiba’ (lihat pasal 12:23 17:1) - saat dari kemuliaanNya yang terbesar.].
Yohanes 12:23 - “Tetapi Yesus menjawab mereka, kataNya: ‘Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan.”.
Yoh 17:1 - “Demikianlah kata Yesus. Lalu Ia menengadah ke langit dan berkata: ‘Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah AnakMu, supaya AnakMu mempermuliakan Engkau.”.
Saya lebih condong pada penafsiran ini.
Tetapi yang manapun arti yang benar dari 2 arti di atas, itu menunjukkan bahwa Yesus selalu melakukan segala sesuatu sesuai dengan rencana kekal Allah!
Pulpit Commentary: “Ver. 4. - ‘Mine hour is not yet come.’ God has his own times for all his works. His Son Christ Jesus, knew no haste; he laboured sometimes to exhaustion; he shrank from no suffering or privation. Yet he was thirty years of age before he began his ministry; and now and again in the course of that ministry he withdrew from the public gaze. When the time came for conflict and death, he was ready for the encounter. But until the time came he was not to be forced into the position which he knew he was to take. Neither the urgency of his mother and his brethren, nor the restlessness of some of his disciples, nor the impulses of the multitude, could move him to take a step for which he was not yet prepared. ‘Mine hour,’ said he, ‘is not yet come.’ There was - I. An hour for his advent. This seems to us to have come late in the history of our sinful humanity. But it was in ‘the fulness of the time’ that Jesus came. II. A season for his entrance upon the public ministry. Why this should have been deferred so long, it is impossible for us to say; but there was a sufficient reason. A delay which seems to us protracted is as a moment to the Eternal. III. A time for the manifestation of his glory by miracles. Again and again the Jews, and even his own disciples, impatiently urged the Lord to assert his supernatural power. It was characteristic of him that he commenced his series of ‘signs’ in the quiet domestic scene at Cana. He was not to be hastened in this or in any of his plans. IV. An hour for his giving up of himself to die. We cannot read the words of the text, spoken at the commencement of his public life, without having our thoughts carried, by way of contrast, to the close of that wonderful career, when our Lord exclaimed, ‘Father, the hour is come!’ Until then, none could take from him his life. V. A time for the outpouring of the Holy Spirit, and for the evangelization of the world. Jesus had waited, and, after his ascension, his disciples were enjoined to wait. The promise of the Father was to be fulfilled in its appointed time; when they should receive power from on high, then was to commence the great work of their life. VI. An hour for the second coming. ‘God hath appointed a day.’ ‘Of that day and hour knoweth no man.’ Why should we, like Mary, like the short-sighted disciples, urge and implore the immediate appearance of the Lord? His hour has not yet arrived, or he himself would be here. It is ours reverently to expect, patiently to wait and hope. ‘He that cometh will come, and will not tarry.’” [= Ay 4. - ‘SaatKu belum tiba’. Allah mempunyai saatNya sendiri untuk semua pekerjaan-pekerjaanNya. AnakNya, Yesus Kristus, tak mengenal ketergesa-gesaan; Ia berjerih payah kadang-kadang sampai kehabisan tenaga; Ia tidak mundur dari penderitaan atau kekurangan. Tetapi ia berusia 30 tahun sebelum Ia memulai pelayananNya; dan berulang-ulang dalam perjalanan dari pelayanan itu Ia menarik diri dari pandangan / perhatian umum. Pada waktu saatnya tiba untuk konflik dan kematian, Ia siap untuk menghadapinya. Tetapi sampai saat itu tiba Ia tidak boleh dipaksa ke dalam posisi / keadaan yang Ia tahu akan harus Ia ambil. Baik desakan dari ibu dan saudara-saudaraNya, atau kegelisahan dari beberapa murid-muridNya, atau dorongan hati yang tiba-tiba dari orang banyak, tidak bisa menggerakanNya untuk mengambil satu langkah untuk mana Ia belum siap. ‘SaatKu’, kataNya, ‘belum tiba’. Disana ada - I. Saat dari kedatanganNya (yang pertama). Ini kelihatannya bagi kita telah datang terlambat dalam sejarah dari kemanusiaan kita yang berdosa. Tetapi adalah ‘setelah genap waktunya’ maka Yesus datang. II. Suatu waktu untuk masuk ke dalam pelayanan umumNya. Mengapa ini harus ditunda begitu lama, adalah mustahil bagi kita untuk mengatakan; tetapi disana ada suatu alasan yang cukup. Suatu penundaan yang kelihatan bagi kita sangat lama adalah seperti satu saat bagi Yang Kekal. III. Suatu saat untuk mAnifestasi dari kemuliaanNya dengan mujizat-mujizat. Berulang-ulang orang-orang Yahudi, dan bahkan murid-muridNya sendiri, dengan tidak sabar mendesak Tuhan untuk mendemonstrasikan kuasa supranaturalNya. Itu adalah suatu sifat / ciri yang khas dariNya bahwa Ia memulai seri-seri dari ‘tanda-tanda’Nya dalam suatu rumah tangga di Kana. Ia tidak boleh disuruh cepat-cepat dalam hal ini atau dalam hal apapun dari rencana-rencanaNya. IV. Suatu saat untuk menyerahkan diriNya sendiri untuk mati. Kita tidak bisa membaca kata-kata dari text, diucapkan pada permulaan dari pelayanan umumNya, tanpa pikiran-pikiran kita dibawa, dengan suatu kontras, pada akhir yang karir yang luar biasa itu, pada waktu Tuhan kita berteriak, ‘Bapa, saatnya telah tiba!’ Sampai saat itu, tidak ada orang yang bisa mengambil nyawaNya dari Dia. V. Suatu saat untuk pencurahan Roh Kudus, dan untuk penginjilan dunia. Yesus telah menunggu, dan setelah kenaikanNya, murid-muridNya diperintahkan untuk menunggu. Janji Bapa harus digenapi pada waktu yang ditetapkan; pada waktu mereka harus menerima kuasa dari tempat tinggi, maka pada saat itu mereka memulai pekerjaan yang besar / agung dari hidup mereka. VI. Suatu saat untuk kedatanganNya yang kedua. ‘Allah telah menetapkan suatu hari’. ‘Tentang hari dan saat itu tak seorangpun yang tahu’. Mengapa kita harus, seperti Maria, seperti murid-murid yang cupet, mendesak dan memohon pemunculan / segera dari Tuhan? SaatNya belum tiba, atau Ia sendiri akan ada di sini. Kita harus berharap dengan rasa takut / hormat, menunggu dan berharap dengan sabar. ‘Ia yang mendatang akan datang, dan tak akan menunda’.] - hal 100-101.
Bible Knowledge Commentary: “My time has not yet come or similar words occur five times in John (2:4; 7:6,8,30; 8:20). Later the fact that His time had come is mentioned three times (12:23; 13:1; 17:1).” [= ‘SaatKu belum tiba’ atau kata-kata yang mirip muncul lima kali dalam Injil Yohanes (2:4; 7:6,8,30; 8:20). Belakangan fakta bahwa saatNya telah tiba disebutkan tiga kali (12:23; 13:1; 17:1).].
Yohanes 7:6,8 - “(6) Maka jawab Yesus kepada mereka: ‘WaktuKu belum tiba, tetapi bagi kamu selalu ada waktu. ... (8) Pergilah kamu ke pesta itu. Aku belum pergi ke situ, karena waktuKu belum genap.’”.
Yohanes 7:30 - “Mereka berusaha menangkap Dia, tetapi tidak ada seorangpun yang menyentuh Dia, sebab saatNya belum tiba.”.
Yohanes 8:20 - “Kata-kata itu dikatakan Yesus dekat perbendaharaan, waktu Ia mengajar di dalam Bait Allah. Dan tidak seorangpun yang menangkap Dia, karena saat-Nya belum tiba.”.
Yohanes 12:23 - “Tetapi Yesus menjawab mereka, kata-Nya: ‘Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan.”.
Yohanes 13:1 - “Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-muridNya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya.”.
Yohanes 17:1 - “Demikianlah kata Yesus. Lalu Ia menengadah ke langit dan berkata: ‘Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah AnakMu, supaya AnakMu mempermuliakan Engkau.”.
William Hendriksen: “The words, ‘My hour has not yet come,’ clearly indicate Christ’s consciousness of the fact that he was accomplishing a task entrusted to him by the Father, every detail of which had been definitely marked off in the eternal decree; so that for each act there was a stipulated moment. (See also 7:6, 8; 7:30; 8:20; 12:23; 13:1; and 17:1.) When Jesus knew that this moment had arrived, he would act, not before.” [= Kata-kata ‘SaatKu belum tiba’, secara jelas menunjukkan kesadaran Kristus tentang fakta bahwa Ia sedang melaksanakan / menyelesaikan suatu tugas yang dipercayakan kepadaNya oleh Bapa, setiap detail / bagian darinya telah ditandai dengan pasti dalam ketetapan kekal; sehingga untuk setiap tindakan di sana ada waktu yang telah ditentukan. (Lihat juga 7:6,8; 7:30; 8:20; 12:23; 13:1; dan 17:1). Pada waktu Yesus tahu bahwa saatNya telah tiba, Ia akan bertindak, tidak sebelumnya.].
Adam Clarke: “It is the folly and sin of men that they are ever finding fault with the Divine Providence. According to them, God never does anything in due time - he is too early or too late: whereas it is utterly impossible for the Divine wisdom to forestall itself; or for the Divine goodness to delay what is necessary.” [= Merupakan kebodohan dan dosa manusia bahwa mereka selalu menyalahkan Providensia ilahi. Menurut mereka, Allah tidak pernah melakukan apapun pada waktunya - Ia terlalu awal atau terlambat: padahal merupakan sesuatu yang sama sekali mustahil bagi kebijaksanaan Ilahi untuk bertindak lebih dulu; atau bagi kebaikan Ilahi untuk menunda apa yang perlu.].
Calvin: “the instruction conveyed here is still more extensive that whenever the Lord holds us in suspense, and delays his aid, he is not therefore asleep, but, on the contrary, regulates all His works in such a manner that he does nothing but at the proper time.” [= pelajaran yang diberikan di sini adalah lebih luas lagi bahwa kapanpun Tuhan menahan kita dalam kekuatiran akan ketidak-pastian, dan menunda pertolonganNya, itu tidak berarti bahwa Ia sedang tertidur, tetapi sebaliknya, Ia mengatur semua pekerjaan-pekerjaanNya dengan cara sedemikian rupa sehingga Ia tidak melakukan apapun kecuali pada saat yang tepat.].
Bdk. Yesaya 55:8-9 - “(8) Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman TUHAN. (9) Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu.”.
a) Yohanes 2:4a. ‘Mau apakah engkau dari padaKu’.
KJV: “What have I to do with thee?” [= Apa urusanKu denganmu?].
J. C. Ryle: “The Greek expression, rendered ‘what have I to do with thee,’ would be translated literally, ‘what to me and thee?’ It is an elliptical expression, of which the full meaning probably is, ‘What is there in common to me and thee?’ ‘My thoughts,’ as Bengel says, ‘are one thing, and thine another.’ - It is the same phrase that is used in an interrogative form in Matt. 8:29; Markus 1:24, 5:7; Luke 8:28; and in an imperative form in Matt. 27:19.” [= Ungkapan Yunani, yang diterjemahkan ‘apa urusanKu denganmu’, diterjemahkan secara hurufiah, ‘apa bagiKu dan bagimu?’ Itu merupakan suatu ungkapan yang tidak lengkap tetapi cukup untuk dimengerti, dan arti sepenuhnya mungkin adalah, ‘Apa ada disana persamaan bagiKu dan bagimu?’ ‘PikiranKu’, seperti kata Bengel, ‘adalah satu hal, dan pikiranmu hal yang lain’. - Itu adalah ungkapan yang sama yang digunakan dalam bentuk pertanyaan dalam Matius 8:29; Markus 1:24; Markus 5:7; Lukas 8:28; dan dalam suatu bentuk perintah dalam Matius 27:19.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
William Barclay: “The Authorized Version translation of Jesus’ reply makes it sound very discourteous. It makes him say: ‘Woman, what have I to do with thee?’ That is indeed a translation of the words, but it does not in any way give the tone. The phrase, ‘What have I to do with you?’ was a common conversational phrase. When it was uttered angrily and sharply it did indicate complete disagreement and reproach, but when it was spoken gently it indicated not so much reproach but misunderstanding. It means: ‘Don’t worry; you don’t quite understand what is going on; leave things to me, and I will settle them in my own way.’ Jesus was simply telling Mary to leave things to him, that he would have his own way of dealing with the situation.” [= Terjemahan AV (KJV) tentang jawaban Yesus membuatnya kedengaran sangat kasar / tidak sopan. Itu membuat Dia berkata: ‘Perempuan, apa urusanKu denganmu?’ Itu memang merupakan terjemahan dari kata-kata itu, tetapi bagaimanapun itu tidak memberikan nadanya. Ungkapan, ‘Apa urusanKu denganmu?’ adalah suatu ungkapan pembicaraan yang umum. Pada waktu itu diucapkan dengan marah dan dengan tajam, itu memang menunjukkan ketidak-setujuan dan celaan yang sepenuhnya / mutlak, tetapi pada waktu itu diucapkan dengan lembut, itu tidak menunjukkan celaan tetapi kesalah-mengertian. Itu berarti: ‘Jangan kuatir; kamu tidak cukup mengerti apa yang sedang terjadi; serahkanlah hal-hal itu kepadaKu, dan Aku akan membereskannya dengan caraKu sendiri’. Yesus hanya memberitahu Maria untuk menyerahkan hal-hal itu kepada Dia, bahwa Ia mempunyai caraNya sendiri untuk menangani keadaan itu.].
Pulpit Commentary: “the proverbial Τί ἐμοὶ καἰ σοί̀ wheresover the words occur, imply, if not personal estrangement, yet as to the matter in hand some divergence of feeling (see Matt. 8:29; Mark 1:24; Luke 8:28; see also 2 Sam. 16:10; 1 Kings 17:18; 2 Chron. 35:21). Almost all commentators seem to suggest that our Lord refused to be guided by a mother’s direction; that he wished her to understand that he was breaking off from her control and from that silent submission which he had hitherto willingly yielded (so Meyer, Hengstenberg, Godet, Westcott, Tholuck, Ebrard, and Lange). Schaff has quoted from the Fathers before the Nestorian controversy clear proof that they admitted censure, and therefore blame, in the blessed Virgin Mary.” [= kata-kata yang bersifat kiasan TI EMOI KAI SOI {= Apa bagiKu dan bagimu} dimanapun kata-kata itu muncul, menunjukkan secara implicit, jika bukan permusuhan / sikap tidak simpatik secara pribadi, tetapi berkenaan dengan pokok yang dipersoalkan saat ini (menunjukkan) perbedaan perasaan (lihat Matius 8:29; Markus 1:24; Lukas 8:28; lihat juga 2Sam 16:10; 1Raja 17:18; 2Tawarikh 35:21). Hampir semua penafsir kelihatannya menyatakan secara tidak langsung bahwa Tuhan kita menolak untuk dibimbing oleh pengarahan dari seorang ibu / mama; bahwa Ia berharap dia mengerti bahwa Ia sedang berhenti / berpisah dari kontrolnya dan dari ketundukan yang diam yang sampai saat itu Ia berikan secara sukarela (demikianlah Meyer, Hengstenberg, Godet, Westcott, Tholuck, Ebrard, dan Lange). Schaff telah mengutip dari Bapa-bapa gereja sebelum kontroversi Nestorianisme bukti yang jelas bahwa mereka mengakuinya sebagai kritikan / celaan, dan karena itu keadaan bersalah, dalam diri sang Perawan Maria yang diberkati.].
Hak 11:12 - “Kemudian Yefta mengirim utusan kepada raja bani Amon dengan pesan: ‘Apakah urusanmu dengan aku, sehingga engkau mendatangi aku untuk memerangi negeriku?’”.
KJV: “What hast thou to do with me” [= Apa urusanmu denganku?].
2Samuel 16:10 - “Tetapi kata raja: ‘Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?’”.
KJV: “What have I to do with you” [= Apa urusanku denganmu?].
1Raja 17:18 - “Kata perempuan itu kepada Elia: ‘Apakah maksudmu datang ke mari, ya abdi Allah? Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan kesalahanku dan untuk menyebabkan anakku mati?’”.
KJV: “What have I to do with thee” [= Apa urusanku denganmu?].
2Raja 3:13 - “Tetapi berkatalah Elisa kepada raja Israel: ‘Apakah urusanku dengan engkau? Pergilah kepada para nabi ayahmu dan kepada para nabi ibumu.’ Jawab raja Israel kepadanya: ‘Jangan begitu, sebab TUHAN memanggil ketiga raja ini untuk menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Moab!’”.
KJV: “What have I to do with thee?” [= Apa urusanku denganmu?].
2Tawarikh 35:21 - “Ia mengirim utusan kepada Yosia, dengan pesan: ‘Apakah urusanmu dengan aku, raja Yehuda? Saat ini aku tidak datang melawan engkau, tetapi melawan keluarga raja yang sedang kuperangi. Allah memerintahkan aku supaya segera bertindak. Hentikanlah niatmu menentang Allah yang menyertai aku, supaya engkau jangan dimusnahkanNya!’”.
KJV: “What have I to do with thee” [= Apa urusanku denganmu?].
Ezra 4:3 - “Tetapi Zerubabel, Yesua dan para kepala kaum keluarga orang Israel yang lain berkata kepada mereka: ‘Bukanlah urusan kita bersama, sehingga kamu dan kami membangun rumah bagi Allah kami, karena kami sendirilah yang hendak membangun bagi TUHAN, Allah Israel, seperti yang diperintahkan kepada kami oleh Koresh, raja negeri Persia.’”.
KJV: “Ye have nothing to do with us” [= Kamu tak punya urusan dengan kami].
Markus 1:24 - “‘Apa urusanMu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.’”.
KJV: “what have we to do with thee” [= apa urusan kami dengan Engkau].
Mat 8:29 - “Dan mereka itupun berteriak, katanya: ‘Apa urusanMu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?’”.
KJV: “What have we to do with thee” [= Apa urusan kami dengan Engkau].
Markus 5:7 - “dan dengan keras ia berteriak: ‘Apa urusanMu dengan aku, hai Yesus, Anak Allah Yang Mahatinggi? Demi Allah, jangan siksa aku!’”.
KJV: “What have we to do with thee” [= Apa urusan kami dengan Engkau].
Lukas 8:28 - “Ketika ia melihat Yesus, ia berteriak lalu tersungkur di hadapanNya dan berkata dengan suara keras: ‘Apa urusanMu dengan aku, hai Yesus Anak Allah Yang Mahatinggi? Aku memohon kepadaMu, supaya Engkau jangan menyiksa aku.’”.
KJV: “What have I to do with thee” [= Apa urusanku dengan Engkau].
Matius 27:19 - “Ketika Pilatus sedang duduk di kursi pengadilan, isterinya mengirim pesan kepadanya: ‘Jangan engkau mencampuri perkara orang benar itu, sebab karena Dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam.’”.
KJV: “Have thou nothing to do with that just man” [= Jangan engkau berurusan dengan orang benar itu].
Dari ayat-ayat ini maka kita bisa melihat bahwa ungkapan seperti itu selalu diucapkan untuk menunjukkan ketidak-senangan! Jadi jelaslah bahwa permintaan Maria di sini merupakan permintaan yang tidak menyenangkan Yesus.
J. C. Ryle: “The Virgin Mary was an erring woman, like all other believing women, but we must not lay more blame on her than Scripture warrants. On the other side, it is useless to deny that our Lord’s words were intended, as Chrysostom, Theophylact, and Euthymius say, to be a rebuke to Mary. She erred here, perhaps from affectionate desire to bring honour to her Son, as she erred on other occasions. The words before us were meant to remind her, that she must henceforth leave our Lord to choose His own times and modes of acting. The season of subjection to her and Joseph was over. The season of his public ministry had at length begun. In carrying on that ministry, she must not presume to suggest to Him. The utter contrariety of this verse to the teaching of the Roman Catholic Church about the Virgin Mary is too palpable to be explained away. She was not without error and sin, as Romish writers have dared to assert, and was not meant to be prayed to and adored. If our Lord would not allow His mother even to suggest to Him the working of a miracle, we may well suppose that all Roman Catholic prayers to the Virgin Mary, and especially prayers entreating her to ‘command her Son,’ are most offensive and blasphemous in His eyes.” [= Sang Perawan Maria adalah seorang perempuan yang bisa berbuat salah, seperti semua perempuan percaya yang lain, tetapi kita tidak boleh mengecam dia lebih dari yang Kitab Suci nyatakan. Di sisi lain, adalah sia-sia untuk menyangkal bahwa kata-kata Tuhan kita dimaksudkan, seperti Chrysostom, Theophylact, dan Euthymius katakan, sebagai suatu teguran kepada Maria. Ia bersalah di sini, mungkin dari keinginan yang penuh kasih untuk menyebabkan kehormatan bagi Anaknya, sebagaimana ia bersalah dalam peristiwa-peristiwa yang lain. Kata-kata di depan kita dimaksudkan untuk memperingatkan dia, bahwa ia mulai saat itu harus membiarkan Tuhan kita untuk memilih saat dan cara bertindakNya sendiri. Masa ketundukan kepada dia dan Yusuf telah berlalu. Masa dari pelayanan umumNya akhirnya telah mulai. Dalam terlibat dalam pelayanan itu, ia tidak boleh bertindak melampaui batas untuk mengusulkan kepadaNya. Kontradiksi sepenuhnya antara ayat ini dengan ajaran dari Gereja Roma Katolik tentang sang Perawan Maria adalah terlalu menyolok untuk disingkirkan. Ia bukannya tanpa kesalahan dan dosa, seperti penulis-penulis dari Gereja Roma Katolik telah berani untuk tegaskan, dan tidak dimaksudkan untuk menjadi tujuan doa dan pemujaan. Jika Tuhan kita tidak mengizinkan ibuNya bahkan untuk mengusulkan kepadaNya untuk mengerjakan suatu mujizat, kita bisa secara benar menganggap bahwa semua doa-doa orang-orang Roma Katolik kepada sang Perawan Maria, dan khususnya doa-doa yang memohon kepadanya untuk ‘memerintah Anaknya’ adalah sangat menyebabkan kemarahan dan bersifat menghujat di mataNya.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Kalau Maria saja dimarahi pada waktu secara implicit meminta Yesus melakukan mujizat, apalagi banyak pendeta-pendeta dan orang-orang Kristen yang kalau berdoa ‘memerintah’ Kristus untuk menyembuhkan, melakukan mujizat dsb!
Matthew Henry: “It therefore bespeaks a resentment, yet not at all inconsistent with the reverence and subjection which he paid to his mother, according to the fifth commandment (Luke 2:51); for there was a time when it was Levi’s praise that he ‘said to his father, I have not known him,’ Deut 33:9. Now this was intended to be, First, A check to his mother for interposing in a matter which was the act of his Godhead, which had no dependence on her, and which she was not the mother of. Though, as man, he was David’s Son and hers; yet, as God, he was David’s Lord and hers, and he would have her know it. The greatest advancements must not make us forget ourselves and our place, nor the familiarity to which the covenant of grace admits us breed contempt, irreverence, or any kind or degree of presumption. Secondly, It was an instruction to others of his relations (many of whom were present here) that they must never expect him to have any regard to his kindred according to the flesh, in his working miracles, or that therein he should gratify them, who in this matter were no more to him than other people. In the things of God we must not know faces. Thirdly, It is a standing testimony against that idolatry which he foresaw his church would in after-ages sink into, in giving undue honours to the virgin Mary, a crime which the Roman catholics, as they call themselves, are notoriously guilty of, when they call her the ‘queen of heaven,’ the ‘salvation of the world,’ their ‘mediatrix,’ their ‘life’ and ‘hope;’ not only depending upon her merit and intercession, but beseeching her to command her Son to do them good: Monstra te esse matrem - Show that thou art his mother. Jussu matris impera salvatori - Lay thy maternal commands on the Saviour. Does he not here expressly say, when a miracle was to be wrought, even in the days of his humiliation, and his mother did but tacitly hint an intercession, ‘Woman, what have I to do with thee?’ This was plainly designed either to prevent or (?) aggravate such gross idolatry, such horrid blasphemy. The Son of God is appointed our Advocate with the Father; but the mother of our Lord was never designed to be our advocate with the Son.” [= Karena itu, hal itu menunjukkan suatu kemarahan / ketidak-senangan, tetapi bukannya sama sekali tidak konsisten dengan hormat dan ketundukan yang Ia berikan kepada ibuNya, sesuai dengan hukum kelima (Luk 2:51); karena disana ada satu waktu dimana Lewi dipuji pada waktu ia ‘berkata kepada bapanya, aku tidak mengenal dia’, Ul 33:9. Ini dimaksudkan sebagai, Pertama, Suatu pengekangan terhadap ibuNya untuk ikut campur dalam suatu persoalan yang merupakan tindakan dari Allah / KeilahianNya, yang tak mempunyai ketergantungan kepada dia, dan yang ia bukan merupakan ibu darinya. Sekalipun, sebagai manusia, Ia adalah Anak Daud dan Anaknya (Maria); tetapi sebagai Allah, Ia adalah Tuhan dari Daud dan Tuhan darinya (Maria), dan Ia mau ia mengetahuinya. Kemajuan yang terbesar tidak boleh membuat kita melupakan diri kita sendiri dan tempat kita, keakraban pada mana perjanjian kasih karunia menerima kita tidak boleh membiakkan kejijikan, rasa tidak hormat, atau jenis atau tingkat apapun dari sikap yang sombong. Kedua, Merupakan suatu pengajaran bagi orang-orang lain dari keluargaNya (yang banyak yang hadir di sana) bahwa mereka tidak pernah boleh mengharapkan Dia untuk mempunyai pertimbangan apapun kepada keluargaNya menurut daging, dalam melakukan mujizat-mujizat, atau bahwa dalam hal itu Ia harus menyenangkan / memuaskan mereka, yang dalam persoalan ini bagi Dia tidak lebih dari orang-orang lain. Dalam hal-hal dari Allah kita tidak boleh memandang muka. Ketiga, Itu merupakan suatu kesaksian yang permanen terhadap / menentang penyembahan berhala itu yang Ia lihat lebih dulu lama setelah itu gerejaNya akan tenggelam ke dalamnya, dalam memberikan kehormatan-kehormatan yang tidak seharusnya kepada sang Perawan Maria, suatu kejahatan yang orang-orang Roma Katolik, sebagaimana mereka menyebut diri mereka sendiri, terkenal secara buruk dalam kesalahan mereka, pada waktu mereka menyebutnya ‘Ratu Surga’, ‘Keselamatan dari dunia’, ‘Pengantara’ mereka, ‘Hidup’ dan ‘Pengharapan’ mereka; bukan hanya bergantung pada jasa / kebaikan dan syafaat / pengantaraannya, tetapi memohon dia untuk memerintah Anaknya untuk melakukan hal yang baik bagi mereka: Monstra te esse matrem - Tunjukkanlah bahwa engkau adalah ibuNya. Jussu matris impera salvatori - Berikanlah perintah-perintah yang berhubungan dengan keibuanmu kepada sang Juruselamat. Tidakkah Ia di sini secara explicit berkata, pada waktu suatu mujizat akan dilakukan, bahkan pada masa perendahanNya, dan ibuNya hanya mengisyaratkan suatu syafaat yang tak diucapkan, ‘Perempuan, apa urusanKu denganmu?’ Ini secara jelas dirancang atau untuk mencegah atau memperburuk penyembahan berhala yang begitu jelas, penghujatan yang begitu menjijikkan. Anak Allah ditetapkan sebagai Pengantara / Advokat kita dengan Bapa, tetapi ibu dari Tuhan kita tidak pernah dirancang untuk menjadi pengantara / advokat kita dengan Anak.].
Lukas 2:51 - “Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibuNya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.”.
Bagian yang saya garis-bawahi salah terjemahan.
KJV: “and was subject unto them” [= dan tunduk kepada mereka].
RSV/NIV: “and was obedient to them” [= dan taat kepada mereka].
NASB: “and He continued in subjection to them” [= dan Ia terus ada dalam ketundukan kepada mereka].
Ulangan 33:8-10 - “(8) Tentang Lewi ia berkata: ‘Biarlah Tumim dan UrimMu menjadi kepunyaan orang yang Kaukasihi, yang telah Kaucoba di Masa, dengan siapa Engkau berbantah dekat mata air Meriba; (9) yang berkata tentang ayahnya dan tentang ibunya: aku tidak mengindahkan mereka; ia yang tidak mau kenal saudara-saudaranya dan acuh tak acuh terhadap anak-anaknya. Sebab orang-orang Lewi itu berpegang pada firmanMu dan menjaga perjanjianMu; (10) mereka mengajarkan peraturan-peraturanMu kepada Yakub, hukumMu kepada Israel; mereka menaruh ukupan wangi-wangian di depanMu dan korban yang terbakar seluruhnya di atas mezbahMu.”.
Ulangan 33:9 bdk. Matius 10:37 - “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu.”.
b) Yohanes 2:4b “SaatKu belum tiba”.
Ada 2 kemungkinan untuk menafsirkan kata-kata ini:
1. Yesus hanya menunda sebentar tindakan melakukan mujizat itu.
Barnes’ Notes: “It is clear that he did not intend to refuse to provide wine, but only to DELAY it a little;” [= Adalah jelas bahwa Ia tidak bermaksud untuk menolak untuk menyediakan anggur, tetapi hanya menundanya sebentar.].
Pulpit Commentary: “3. His further reply, ‘Mine hour is not yet come,’ does not imply a refusal of her request, but only a postponement of the time for working the miracle. He would hold in his own hands the supreme disposal of his power.” [= 3. JawabanNya selanjutnya, ‘SaatKu belum tiba’, tidak menunjukkan suatu penolakan terhadap permohonannya, tetapi hanya suatu penundaan tentang saat untuk mengerjakan mujizat itu. Ia mau memegang dalam tanganNya sendiri kuasa tertinggi untuk menggunakan kuasaNya.].
J. C. Ryle: “‘Mine hour is not yet come.’ The simplest and most reasonable view of these words is to refer them to Christ’s ‘hour’ or time for working a miracle. It is like the expression, ‘my time is not yet full come.’ (John 7:8.) Our Lord did not tell Mary that He would not work a miracle. But He would have her know that she must not expect Him to do mighty works to please His relatives after the flesh. He would only work a miracle, upon this or any other occasion, when the fitting season for it, the time appointed in God’s counsel, had arrived.” [= ‘SaatKu belum tiba’. Pandangan yang paling sederhana dan masuk akal tentang kata-kata ini adalah menghubungkan kata-kata itu dengan saat Kristus untuk mengerjakan suatu mujizat. Itu adalah seperti ungkapan, ‘waktuKu belum tiba’. (Yoh 7:8). Tuhan kita tidak mengatakan kepada Maria bahwa Ia tidak mau mengerjakan suatu mujizat. Tetapi Ia mau Maria tahu bahwa ia tidak boleh mengharapkan Dia untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang hebat untuk menyenangkan keluargaNya menurut daging. Ia hanya akan mengerjakan suatu mujizat, pada kesempatan ini atau kesempatan yang lain manapun, pada saat waktu yang cocok untuknya, waktu yang ditetapkan dalam rencana Allah, telah tiba.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).
Yang terjadi di Kana, mirip dengan yang ada dalam text di bawah ini.
Yohanes 7:1-10 - “(1) Sesudah itu Yesus berjalan keliling Galilea, sebab Ia tidak mau tetap tinggal di Yudea, karena di sana orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuhNya. (2) Ketika itu sudah dekat hari raya orang Yahudi, yaitu hari raya Pondok Daun. (3) Maka kata saudara-saudara Yesus kepadaNya: ‘Berangkatlah dari sini dan pergi ke Yudea, supaya murid-muridMu juga melihat perbuatan-perbuatan yang Engkau lakukan. (4) Sebab tidak seorangpun berbuat sesuatu di tempat tersembunyi, jika ia mau diakui di muka umum. Jikalau Engkau berbuat hal-hal yang demikian, tampakkanlah diriMu kepada dunia.’ (5) Sebab saudara-saudaraNya sendiripun tidak percaya kepadaNya. (6) Maka jawab Yesus kepada mereka: ‘WaktuKu belum tiba, tetapi bagi kamu selalu ada waktu. (7) Dunia tidak dapat membenci kamu, tetapi ia membenci Aku, sebab Aku bersaksi tentang dia, bahwa pekerjaan-pekerjaannya jahat. (8) Pergilah kamu ke pesta itu. Aku belum pergi ke situ, karena waktuKu belum genap.’ (9) Demikianlah kataNya kepada mereka, dan Iapun tinggal di Galilea. (10) Tetapi sesudah saudara-saudara Yesus berangkat ke pesta itu, Iapun pergi juga ke situ, tidak terang-terangan tetapi diam-diam.”.
Persamaannya adalah: beda waktu antara ‘saatKu belum tiba’ dan ‘saatKu sudah tiba’ sangat singkat.
2. Yang Yesus maksudkan bukanlah sekedar ‘tindakan melakukan mujizat’, tetapi ‘melakukan mujizat, dan dengan itu menyatakan diriNya sebagai Mesias’.
Penafsiran ini mungkin juga berlaku untuk Yoh 7:1-10 (yang Ia maksudkan bukan ‘belum waktuNya untuk pergi’, tetapi ‘belum waktuNya untuk pergi dan menyatakan diri sebagai Mesias’).
Pulpit Commentary: “He said, ‘Mine hour is not yet come.’ It would have come if the provision of wine was the ground of divergence of sentiment; if the moment for the supply of these temporal wants were the point of difference between them. The ‘hour’ for Christ to tell the world all that Mary knew had not come. The hour of the full revelation of his Messianic claims had not come, nor did it come in the temple, or by the lake, or in the feast-day; not till the awful moment of rejection, when death was hovering over him, and the blow was about to fall, did he say, ‘The hour has come’ (see ch. 12:23 17:1) - the hour of his greatest glory.” [= Ia berkata, ‘SaatKu belum tiba’. Itu sudah tiba seandainya penyediaan anggur merupakan dasar dari perbedaan pemikiran; seandainya saat dari suplai dari kebutuhan-kebutuhan sementara ini adalah titik / pokok perbedaan di antara mereka. ‘Saat’ bagi Kristus untuk memberitahu dunia semua yang Maria ketahui belum tiba. Saat dari penyataan / wahyu yang penuh tentang claim-claim MesianikNya belum tiba, juga itu belum tiba di Bait Suci, atau di tepi danau, atau pada hari raya; tidak sampai saat penolakan yang sangat buruk, pada waktu kematian ada di dekatNya, dan pukulan hampir terjadi, Ia berkata ‘Saatnya telah tiba’ (lihat pasal 12:23 17:1) - saat dari kemuliaanNya yang terbesar.].
Yohanes 12:23 - “Tetapi Yesus menjawab mereka, kataNya: ‘Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan.”.
Yoh 17:1 - “Demikianlah kata Yesus. Lalu Ia menengadah ke langit dan berkata: ‘Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah AnakMu, supaya AnakMu mempermuliakan Engkau.”.
Saya lebih condong pada penafsiran ini.
Tetapi yang manapun arti yang benar dari 2 arti di atas, itu menunjukkan bahwa Yesus selalu melakukan segala sesuatu sesuai dengan rencana kekal Allah!
Pulpit Commentary: “Ver. 4. - ‘Mine hour is not yet come.’ God has his own times for all his works. His Son Christ Jesus, knew no haste; he laboured sometimes to exhaustion; he shrank from no suffering or privation. Yet he was thirty years of age before he began his ministry; and now and again in the course of that ministry he withdrew from the public gaze. When the time came for conflict and death, he was ready for the encounter. But until the time came he was not to be forced into the position which he knew he was to take. Neither the urgency of his mother and his brethren, nor the restlessness of some of his disciples, nor the impulses of the multitude, could move him to take a step for which he was not yet prepared. ‘Mine hour,’ said he, ‘is not yet come.’ There was - I. An hour for his advent. This seems to us to have come late in the history of our sinful humanity. But it was in ‘the fulness of the time’ that Jesus came. II. A season for his entrance upon the public ministry. Why this should have been deferred so long, it is impossible for us to say; but there was a sufficient reason. A delay which seems to us protracted is as a moment to the Eternal. III. A time for the manifestation of his glory by miracles. Again and again the Jews, and even his own disciples, impatiently urged the Lord to assert his supernatural power. It was characteristic of him that he commenced his series of ‘signs’ in the quiet domestic scene at Cana. He was not to be hastened in this or in any of his plans. IV. An hour for his giving up of himself to die. We cannot read the words of the text, spoken at the commencement of his public life, without having our thoughts carried, by way of contrast, to the close of that wonderful career, when our Lord exclaimed, ‘Father, the hour is come!’ Until then, none could take from him his life. V. A time for the outpouring of the Holy Spirit, and for the evangelization of the world. Jesus had waited, and, after his ascension, his disciples were enjoined to wait. The promise of the Father was to be fulfilled in its appointed time; when they should receive power from on high, then was to commence the great work of their life. VI. An hour for the second coming. ‘God hath appointed a day.’ ‘Of that day and hour knoweth no man.’ Why should we, like Mary, like the short-sighted disciples, urge and implore the immediate appearance of the Lord? His hour has not yet arrived, or he himself would be here. It is ours reverently to expect, patiently to wait and hope. ‘He that cometh will come, and will not tarry.’” [= Ay 4. - ‘SaatKu belum tiba’. Allah mempunyai saatNya sendiri untuk semua pekerjaan-pekerjaanNya. AnakNya, Yesus Kristus, tak mengenal ketergesa-gesaan; Ia berjerih payah kadang-kadang sampai kehabisan tenaga; Ia tidak mundur dari penderitaan atau kekurangan. Tetapi ia berusia 30 tahun sebelum Ia memulai pelayananNya; dan berulang-ulang dalam perjalanan dari pelayanan itu Ia menarik diri dari pandangan / perhatian umum. Pada waktu saatnya tiba untuk konflik dan kematian, Ia siap untuk menghadapinya. Tetapi sampai saat itu tiba Ia tidak boleh dipaksa ke dalam posisi / keadaan yang Ia tahu akan harus Ia ambil. Baik desakan dari ibu dan saudara-saudaraNya, atau kegelisahan dari beberapa murid-muridNya, atau dorongan hati yang tiba-tiba dari orang banyak, tidak bisa menggerakanNya untuk mengambil satu langkah untuk mana Ia belum siap. ‘SaatKu’, kataNya, ‘belum tiba’. Disana ada - I. Saat dari kedatanganNya (yang pertama). Ini kelihatannya bagi kita telah datang terlambat dalam sejarah dari kemanusiaan kita yang berdosa. Tetapi adalah ‘setelah genap waktunya’ maka Yesus datang. II. Suatu waktu untuk masuk ke dalam pelayanan umumNya. Mengapa ini harus ditunda begitu lama, adalah mustahil bagi kita untuk mengatakan; tetapi disana ada suatu alasan yang cukup. Suatu penundaan yang kelihatan bagi kita sangat lama adalah seperti satu saat bagi Yang Kekal. III. Suatu saat untuk mAnifestasi dari kemuliaanNya dengan mujizat-mujizat. Berulang-ulang orang-orang Yahudi, dan bahkan murid-muridNya sendiri, dengan tidak sabar mendesak Tuhan untuk mendemonstrasikan kuasa supranaturalNya. Itu adalah suatu sifat / ciri yang khas dariNya bahwa Ia memulai seri-seri dari ‘tanda-tanda’Nya dalam suatu rumah tangga di Kana. Ia tidak boleh disuruh cepat-cepat dalam hal ini atau dalam hal apapun dari rencana-rencanaNya. IV. Suatu saat untuk menyerahkan diriNya sendiri untuk mati. Kita tidak bisa membaca kata-kata dari text, diucapkan pada permulaan dari pelayanan umumNya, tanpa pikiran-pikiran kita dibawa, dengan suatu kontras, pada akhir yang karir yang luar biasa itu, pada waktu Tuhan kita berteriak, ‘Bapa, saatnya telah tiba!’ Sampai saat itu, tidak ada orang yang bisa mengambil nyawaNya dari Dia. V. Suatu saat untuk pencurahan Roh Kudus, dan untuk penginjilan dunia. Yesus telah menunggu, dan setelah kenaikanNya, murid-muridNya diperintahkan untuk menunggu. Janji Bapa harus digenapi pada waktu yang ditetapkan; pada waktu mereka harus menerima kuasa dari tempat tinggi, maka pada saat itu mereka memulai pekerjaan yang besar / agung dari hidup mereka. VI. Suatu saat untuk kedatanganNya yang kedua. ‘Allah telah menetapkan suatu hari’. ‘Tentang hari dan saat itu tak seorangpun yang tahu’. Mengapa kita harus, seperti Maria, seperti murid-murid yang cupet, mendesak dan memohon pemunculan / segera dari Tuhan? SaatNya belum tiba, atau Ia sendiri akan ada di sini. Kita harus berharap dengan rasa takut / hormat, menunggu dan berharap dengan sabar. ‘Ia yang mendatang akan datang, dan tak akan menunda’.] - hal 100-101.
Bible Knowledge Commentary: “My time has not yet come or similar words occur five times in John (2:4; 7:6,8,30; 8:20). Later the fact that His time had come is mentioned three times (12:23; 13:1; 17:1).” [= ‘SaatKu belum tiba’ atau kata-kata yang mirip muncul lima kali dalam Injil Yohanes (2:4; 7:6,8,30; 8:20). Belakangan fakta bahwa saatNya telah tiba disebutkan tiga kali (12:23; 13:1; 17:1).].
Yohanes 7:6,8 - “(6) Maka jawab Yesus kepada mereka: ‘WaktuKu belum tiba, tetapi bagi kamu selalu ada waktu. ... (8) Pergilah kamu ke pesta itu. Aku belum pergi ke situ, karena waktuKu belum genap.’”.
Yohanes 7:30 - “Mereka berusaha menangkap Dia, tetapi tidak ada seorangpun yang menyentuh Dia, sebab saatNya belum tiba.”.
Yohanes 8:20 - “Kata-kata itu dikatakan Yesus dekat perbendaharaan, waktu Ia mengajar di dalam Bait Allah. Dan tidak seorangpun yang menangkap Dia, karena saat-Nya belum tiba.”.
Yohanes 12:23 - “Tetapi Yesus menjawab mereka, kata-Nya: ‘Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan.”.
Yohanes 13:1 - “Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-muridNya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya.”.
Yohanes 17:1 - “Demikianlah kata Yesus. Lalu Ia menengadah ke langit dan berkata: ‘Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah AnakMu, supaya AnakMu mempermuliakan Engkau.”.
William Hendriksen: “The words, ‘My hour has not yet come,’ clearly indicate Christ’s consciousness of the fact that he was accomplishing a task entrusted to him by the Father, every detail of which had been definitely marked off in the eternal decree; so that for each act there was a stipulated moment. (See also 7:6, 8; 7:30; 8:20; 12:23; 13:1; and 17:1.) When Jesus knew that this moment had arrived, he would act, not before.” [= Kata-kata ‘SaatKu belum tiba’, secara jelas menunjukkan kesadaran Kristus tentang fakta bahwa Ia sedang melaksanakan / menyelesaikan suatu tugas yang dipercayakan kepadaNya oleh Bapa, setiap detail / bagian darinya telah ditandai dengan pasti dalam ketetapan kekal; sehingga untuk setiap tindakan di sana ada waktu yang telah ditentukan. (Lihat juga 7:6,8; 7:30; 8:20; 12:23; 13:1; dan 17:1). Pada waktu Yesus tahu bahwa saatNya telah tiba, Ia akan bertindak, tidak sebelumnya.].
Adam Clarke: “It is the folly and sin of men that they are ever finding fault with the Divine Providence. According to them, God never does anything in due time - he is too early or too late: whereas it is utterly impossible for the Divine wisdom to forestall itself; or for the Divine goodness to delay what is necessary.” [= Merupakan kebodohan dan dosa manusia bahwa mereka selalu menyalahkan Providensia ilahi. Menurut mereka, Allah tidak pernah melakukan apapun pada waktunya - Ia terlalu awal atau terlambat: padahal merupakan sesuatu yang sama sekali mustahil bagi kebijaksanaan Ilahi untuk bertindak lebih dulu; atau bagi kebaikan Ilahi untuk menunda apa yang perlu.].
Calvin: “the instruction conveyed here is still more extensive that whenever the Lord holds us in suspense, and delays his aid, he is not therefore asleep, but, on the contrary, regulates all His works in such a manner that he does nothing but at the proper time.” [= pelajaran yang diberikan di sini adalah lebih luas lagi bahwa kapanpun Tuhan menahan kita dalam kekuatiran akan ketidak-pastian, dan menunda pertolonganNya, itu tidak berarti bahwa Ia sedang tertidur, tetapi sebaliknya, Ia mengatur semua pekerjaan-pekerjaanNya dengan cara sedemikian rupa sehingga Ia tidak melakukan apapun kecuali pada saat yang tepat.].
Bdk. Yesaya 55:8-9 - “(8) Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman TUHAN. (9) Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu.”.