EKSPOSISI KISAH PARA RASUL 1:8 (KUASA, BERSAKSI DAN SAMPAI UJUNG BUMI)

EKSPOSISI KISAH PARA RASUL 1:8 (KUASA, BERSAKSI DAN SAMPAI UJUNG BUMI)
gadget, bisnis, otomotif
Kisah Para Rasul 1:8 TB. -Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.

1. Kata “kuasa” berasal dari kata dunamin dari akar kata dunamis yang secara literal berarti, power, might, strength, force (Matius 14:2; 22:29; Kis. 1:8; Roma 1:4; Kolose 1:11; 2 Timotius 3:5; Ibrani 7:16; 2 Petrus 1:3). Secara sederhana dunamis dapat diartikan suatu kekuatan, kuasa, kemampuan yang memungkin sesuatu untuk dilakukan atau diselesaikan.

Dalam konteks ini, berarti dengan dunamis dari Roh Kudus para murid akan dimampukan, diperlengkapi untuk bersaksi. Peterson menjelaskan, “the power that is promised in 1:8 is essentially related to the task of being Christ’s witnesses, though this is not all that Acts teaches about the role of the Spirit in believers.” Bahkan dunamis dari Roh Kudus akan menjadi kekuatan bagi para murid Kristus untuk mendobrak segala halangan dan rintangan dalam bersaksi.

Kata dunamis digunakan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul sebanyak sepuluh kali dengan beberapa konteks pemakaian. Tiga kali (Kisah Para Rasul 2:22; 8:13; 19:11) yang merujuk kepada kuasa dalam mukjizat-mukjizat; tiga kali untuk menjelaskan tentang kuasa yang menyebabkan terjadinya mukjizat-mukjizat (3:12; 4:7; 10:38). Dua kali merujuk kepada kuasa yang menyertai perbuatan para rasul (Kisah Para Rasul 4:33) dan Stefanus (6:8) seperti dalam perkataan mereka dan juga termasuk perbuatan mukjizat yang mereka lakukan.

Sementara Kisah Para Rasul 8:10 merujuk kepada kuasa di balik perbuatan sihir seorang yang bernama Simon si tukang sihir. Dan yang terakhir, yang dapat dikatakan yang terpenting – yang kelihatannya Lukas hendak merujuk semua pemakaian dunamis dalam Kisah Para Rasul pada bagian ini adalah 1:8. Barrett menegaskan, “This last reference contributes nothing, but the others may be added up to give the sense of δύναμις in 1:8.” Dan kata dunamis itu sendiri hanya akan didapatkan kalau Roh Kudus turun ke atas mereka.

Oleh sebab itu, Yesus sebagaimana dicatat Lukas dalam ayat 4 telah mengingatkan mereka supaya tidak meninggal-kan Yerusalem untuk menanti kedatangan Roh Kudus (1:5 bdg. Lukas 24:49). Dalam ayat 4, Lukas menghubungkan Roh Kudus sebagai Pribadi yang dijanjikan oleh Bapa yang akan memberikan kuasa bagi orang percaya (bdg. Lukas 24:29; Kisah Para Rasul 2:17-21; dan perhatikan Yoel 2:28-32). Dan di dalam Kisah Para Rasul, Lukas secara historis membuktikan bagaimana Pribadi tersebut berkarya membangun gereja-gereja-Nya melalui para penginjil. Barrett mengeaskan, “The Holy Spirit is one of the major themes of Acts; some would say the central and most important theme.”

Ini menjadi alasan kuat mengapa Lukas menggunakan bagian prolog ini untuk memperkenalkan Roh Kudus yang secara profetik telah dijanjikan Bapa akan segera datang. Pasal 2 mencatat secara detail bagaimana janji Bapa tersebut digenapi secara supernatural melaui peristiwa Pentakosta – pencurahan Roh Kudus (2:1-13).

Sejak itu secara tidak langsung, Lukas memperlihatkan bagaimana Roh Kudus bekerja di balik pribadi-pribadi yang diurapi-Nya pasal demi pasal yang dimulai dari rasul Petrus di dalam khotbahnya yang telah mempertobatkan kira-kira tiga ribu orang (2:14-41). Kuasa Roh Kudus juga diperlihatkan bekerja di dalam kehidupan komunitas orang percaya. Inilah signifikansi peran dan karya Roh Kudus dalam pembangunan Kerajaan Allah yang hendak diperlihatkan Lukas dalam Kisah ParaRasul.

Kuasa (δύναμις) dari Roh Kudus ketika dikaitkan dengan bersaksi (μάρτυρες, martures) bagi Bock mempunyai pengertian “to being empowered to speak boldly by testifying to the message of God’s work through Jesus.” Kuasa Roh Kudus dalam bersaksi bukan hanya berbicara tentang keberanian, namun juga harus dipahami sebagai pemberian hikmat oleh Roh Kudus kepada para penginjil dalam bersaksi misalnya Stefanus dengan penuh hikmat dari Roh Kudus melakukan pembelaan di hadapan imam besar (7:1-53).

Kuasa Roh Kudus dalam Kisah Para Rasul juga berkaitan erat dengan karunia Allah, yakni kemampuan dalam melakukan tanda-tanda dan mukjizat sebagai bukti peneguhan datangnya zaman baru atau kovenan baru, lebih tepatnya Kerajaan Allah.

2. “Bersaksi” (μάρτυρες, martures) sebenarnya bukan konsep baru dalam era kovenan baru. Konsep ini memiliki akar dalam Perjanjian Lama (Bilangan 35:30; Ulangan 17:6–7; Yesaya 43:10–12; 44:8). Pentateukh merujuk kata “saksi” (Ibrani êd) ke dalam konteks yustisi, yakni saksi dalam sebuah pengadilan. Sementara dalam Yesaya merujuk kepada saksi Allah.

Catatan dalam Yesaya 43:10-1251 sekalipun bagian ini mengandung makna profetik – memberi bukti bahwa bangsa Israel sebenarnya telah diamanatkan oleh Allah akan panggilan untuk menjadi saksi Allah, bahkan dari sejak panggilan pertama kali datang kepada Abraham (bdk. Kejadian 12:2-3). Namun umat kovenan lama gagal menjalankan panggilan Allah tersebut, khususnya mereka gagal untuk menjadi saksi Allah bagi bangsa-bangsa lain. Dan panggilan ini dialamatkan kembali kepada umat kovenan baru. Bahkan Kisah Para Rasul 1:8 memperlihatkan, menjadi saksi Kristus merupakan panggilan utama umat kovenanbaru.

Para murid dipanggil untuk menjadi saksi bagi Kristus, berarti modal mereka dalam bersaksi adalah pengalaman mereka tentang kebersamaan dengan Yesus Kristus. Lukas menegaskan bahwa modal utama para murid dalam bersaksi adalah apa yang mereka saksikan dengan mata mereka tentang Yesus Kristus, khususnya tentang kebangkitan-Nya (bdg. Lukas 24:48; 1:22). Bahkan dapat dipastikan bahwa inilah tujuan utama dari Lukas lewat bukunya, Kisah Para Rasul, sebagai kesaksian tertulis tentang siapakah Yesus Kristus, Sang Mesias yang hidup, dan bagaimana kesaksian itu secara dinamis diteruskan para penginjil sampai ke ujung bumi.

Roh Kudus yang memberi mereka kapabilitas untuk dapat bersaksi dengan berani dan penuh kuasa. Secara tidak langsung Lukas dalam pasal 2 memperlihatkan bagaimana Petrus seorang yang pernah menyangkal Yesus sebanyak tiga kali diubahkan dan dimampukan menjadi seorang saksi Kristus yang efektif yang berhasil mempertobatkan kira-kira tiga ribu jiwa dalam sekali berkotbah

Yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan Paulus, Stefanus, Filipus dan yang lainnya yang bukan berasal dari dua belas murid? Apakah mereka memiliki kualifikasi sebagai saksi-saksi Kristus? Melalui Kisah Para Rasul, Lukas justru memperlihatkan mereka sebagai saksisaksi Kristus yang hebat.

Sekalipun mereka tidak menjadi saksi mata langsung, namun bisa saja mereka juga pernah menjadi saksi mata langsung tentang Yesus selama Dia masih bersama para murid dalam kesempatan tertentu maka dapat dipastikan mereka memperoleh kesaksian itu dari para murid yang pernah menjadi saksi mata langsung. Dan tentu pengalaman spiritual bersama Yesus Kristus yang akan menjadi modal berharga bagi kesaksian mereka.

Sebagai contoh, Paulus yang memiliki pengalaman spiritual bersama Yesus dalam perjalanannya ke Damsyik (9:1-19). Dan yang terpenting adalah kuasa Roh Kudus yang memberi kualifikasi dan kapabilitas bagi mereka dalam bersaksi adalah modal terbesar dan yang terutama.

Tanpa peristiwa Pentakosta, maka dapat dipastikan gereja tidak akan memiliki “kuasa” untuk bersaksi. Oleh sebab itu, para saksi dapat bersaksi bagi Kristus sehingga Kerajaan Allah diberitakan dengan sempurna, maka gereja-Nya harus diberikan kuasa Roh Kudus terlebih dahulu. Inilah pesan yang hendak Lukas tegaskan sebagai pendahuluan dari tulisannya yang hendak mengisahkan tentang sejarah per- kembangan Kerajaan Allah melalui para saksi-Nya di dalam pimpinan dan kuasa Roh Kudus

3.Menjadi Saksi Kristus dari Yerusalem sampai “ke Ujung Bumi”

Secara garis besar Yesus dalam amanat-Nya sebagaimana tercatat dalam Kisah Para Rasul 1:8 menginstruksikan bahwa kesaksian para penginjil akan dimulai dari Yerusalem, dan kemudian akan menyebar ke daerah Yudea dan Samaria, sampai ke “ujung bumi”.

Kisah Para Rasul 1:8 ini disejajarkan dengan nubuatan Yesaya dalam Yesaya 49:6.57 Peterson melihatnya sebagai programmatic statement dalam 1:8 tidak dapat dipahami hanya sebatas pemahaman physical geography melainkan juga dalam pemahaman theopolitical sebagaimana dalam nubuatan Yesaya tersebut dapat ditemukan tiga tahap “the new exodus” yang akan terjadi: yang pertama bahwa keselamatan pertama-tama akan turun di Yerusalem, selanjut pada tahap yang kedua akan terjadi reconstitution and reunification of Israel yang mencakup wilayah Yudea dan Samaria, dan yang terakhir bahwa keselamatan akan sampai ke “ujung bumi” sehingga bangsa-bangsa (gentiles) akan disambut ke dalam umat Allah

Sementara Marshall melihat programmatic statement dalam 1:8 ini sebagai sebuah cultural spread. Injil keselamatan pertama-tama akan menjangkau the Aramic-speaking Jews dan juga kelompok the Greek-speaking Hellenists di Yerusalem, dan kemudian akan meluas kepada non-Jews, yang dimulai dengan the Samaritans and the Ethiopian traveler, dan yang terakhir mejangkau bangsa-bangsa (Gentiles) yang meluas dari Kaesarea sampai ke Antiokhia, ke Siprus dan Galatia, ke Asia, ke Makedonia dan Akhaya, dan yang terakhir sampai ke Roma. Dengan perspektif pendekatan yang hampir sama, yakni dari sudut political-cultural.

Dari beberapa pemahaman di atas, maka pemahaman Bock lebih sesuai dengan konteks Kisah Para Rasul. Dari catatan sejarah penyebaran Injil dalam Kisah Para Rasul, ekspansi wilayah dari 1:8 lebih berkaitan dengan pemahaman geografis, yakni dimulai dari kota Yerusalem, yang merupakan kota penting secara teologis, meluas ke seluruh Yudea dan Samaria yang berbicara tentang wilayah geografis Israel secara keseluruhan, dan sampai ke “ujung bumi” dalam arti cakupan geografis bangsa-bangsa lain. Namun yang terpenting bagi Lukas catatan dalam Kisah Para Rasul 1:8 ini merupakan “a prediction and promise of the way this divine plan will be fulfilled, rather than acommand

Kesimpulan

Kisah Para Rasul 1:8 merupakan suatu master plan misi Allah yang Kristus amanatkan kepada para murid. Melalui pertolongan dan kuasa Roh Kudus yang telah dicurahkan para peristiwa Pentakosta, seluruh master plan misi Allah tersebut tergenapi secara progresif. Itulah yang hendak Lukas perlihatkan melalui kitabnya yang kedua, Kisah Para Rasul.Kebenaran ini menjadi landasan pemahaman teologis bahwa bermisi adalah melaksanakan master plan misi Allah.

Baca Juga: Kebangkitan dan Kenaikan Yesus Kristus Ke Surga: Kisah Para Rasul 1:1-11

Secara keseluruhan kitab Kisah Para Rasul memperlihatkan bagaimana Roh Kudus berkarya mengenapi seluruh master plan misi Allah dalam 1:8 melalui para saksi-Nya secara progresif. Dalam hal ini Roh Kudus memimpin mereka, memampukan mereka, serta memperlengkapi mereka dengan kuasa agar para saksi dapat menjalankan tugas mereka secara efektif. Kebenaran ini memberikan suatu prinsip dasar dalam bermisi, yakni menjadikan Roh Kudus sebagai Suksesor keberhasilan suatu program misi. Dengan kata lain mengandalkan pimpinan dan kekuatan Roh Kudus dalam bermisi atau bersaksi.

Kisah Para Rasul memberikan suatu dasar kebenaran bahwa pelayanan misi yang dilakukan gereja-gereja sekarang sesungguhnya merupakan kelanjutan dari fase “ujung bumi.” Misi yang dilakukan oleh gereja-gereja masa kini adalah bagian dari fase memperkenalkan Kristus sampai ke seluruh permukaan bumi secara geografis hingga Kristus kembali untuk kedua kalinya pada akhir zaman.

Daftar Pustaka

1.Peterson, David G. The Acts of the Apostles The Pillar New Testament Commentary. Grand Rapids, MI; Nottingham, England: William B. Eerdmans Publishing Company, 2009.

2.Marshall, I. Howard. The Acts of The Apostles: An Introduction and Commentary. Tyndale New Testament Commentaries. Nottingham & Surabaya: Inter-Varsity Press & Momentum, 2007

3.Bock, Darrell L. Acts. Baker Exegetical Commentary on the New Testament. Grand Rapids, MI: Baker Academic, 2007
Next Post Previous Post