KETRITUNGGALAN ALLAH

Oleh: Henry Clarence Thiessen.

Sifat-Dasar Allah: Ketritunggalan Allah
KETRITUNGGALAN ALLAH
KETRITUNGGALAN ALLAH

Ajaran trinitas atau ketritunggalan Allah bukanlah suatu kebenaran yang diperoleh melalui akal budi atau yang dikenal dengan istilah teologi natural, tetapi suatu kebenaran yang dapat diketahui melalui penyataan atau wahyu. Akal manusia mungkin dapat menunjukkan kepada kita keesaan Allah, tetapi ajaran tentang trinitas langsung berasal dari penyataan yang khusus. 

Sekalipun istilah "trinitas" tidak ada dalam Alkitab, tetapi istilah ini dipakai sejak awal di dalam gereja. Bentuk Yunaninya, trias, nampaknya pertama kali dipakai oleh Teofilus dari Antiokhia (wafat tahun 181 M), sedangkan bentuk Latinnya, trinitas, pertama kali dipakai oleh Tertulianus (wafat ~ tahun 220 M).

Dalam teologi Kristen, istilah "trinitas" atau tritunggal berarti bahwa ada tiga oknum kekal dalam hakikat ilahi yang satu itu, yang masing-masing dikenal sebagai Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Tiga oknum ini dapat dikatakan sebagai tiga kepribadian Allah. Kita menyembah Allah tritunggal.

Syahadat Athanasius mengungkapkan keyakinan akan tritunggal ini sebagai berikut, "Kita menyembah satu Allah dalam ke- Tritunggalan, dan ke-Tritunggalan dalam keesaan; kita membedakan antara tiga pribadi, tetapi kita tidak memisahkan hakikatnya." Syahadat ini selanjutnya mengatakan, "Ketiga pribadi ilahi ini sama kekal dan sama kedudukan satu dengan yang lain, sehingga ... kita memuja keesaan utuh dalam Trinitas dan Trinitas dalam keesaan."

Ajaran tentang tritunggal ini harus dibedakan dari pandangan Triteisme dan Sabelianisme. Triteisme tidak dapat menerima keesaan hakikat Allah dan beranggapan bahwa ada tiga Allah yang berbeda. Satu-satunya kesatuan antara ketiga Allah ini. Satu-satunya keesaan yang diakui oleh golongan ini ialah keesaan maksud dan tujuan. Allah tritunggal merupakan suatu keesaan hakikat maupun keesaan maksud dan tujuan.

Ketiga pribadi Allah Tritunggal itu sehakikat. Sabelianisme mengakui ketritunggalan penyataan, namun tidak menerima ketritunggalan sifat. Sabelianisme mengajarkan bahwa Allah, sebagai Bapa, adalah pencipta dan pemberi hukum; sebagai Anak, Allah yang sama itu menjelma untuk menunaikan tugas penebus; dan sebagai Roh Kudus, tetap Allah yang sama namun yang kini mengerjakan pembaharuan dan pengudusan.

Dengan kata lain, Sabelianisme mengajarkan Tritunggal modalitas yang berbeda dari Tritunggal ontologis. Modalisme yang dianut oleh Sabelianisme ini mengajarkan adanya tiga aspek tabiat Allah, sebagaimana halnya seseorang laki-laki bisa menjadi seorang seniman, seorang guru, dan sekaligus seorang sahabat, atau ia bisa menjadi seorang ayah, seorang putra, dan seorang saudara laki-laki. Ajaran semacam ini sebenarnya merupakan penolakan terhadap ajaran Tritunggal. Karena pandangan ini tidak mengakui adanya tiga pribadi dalam satu hakikat, tetapi tiga pemeranan atau tiga hubungan dalam satu pribadi.

Harus diakui, ajaran tentang tritunggal Allah adalah suatu rahasia yang besar sekali. Seakan-akan ajaran ini merupakan suatu teka-teki intelektual yang sulit dipecahkan atau bahkan merupakan suatu kontradiksi. Ajaran Kristen tentang tritunggal, betapapun misteriusnya, bukanlah hasil pemikiran berspekulasi, tetapi hasil penyataan Allah sendiri. Apa yang telah disingkapkan oleh Allah tentang ajaran ini dalam Firman-Nya?

A. PETUNJUK-PETUNJUK AWAL DALAM PERJANJIAN LAMA

Sekalipun hal yang terutama ditekankan dalam Perjanjian Lama adalah keesaan Allah, namun tidak kurang isyarat mengenai adanya berbagai pribadi dalam ke-Allahan, demikian juga tidak kurang isyarat bahwa pribadi-pribadi ini merupakan satu ketritunggalan.

Menarik untuk dicatat bahwa Allah berkali-kali memakai kata ganti jamak (Kejadian 1:26; 3:22; 11:7; Yesaya 6:8) serta kata kerja jamak (Kejadian 1:26; 11:7) ketika menunjuk kepada diri-Nya sendiri. Nama Allah yang dipakai dalam ayat-ayat ini ialah Elohim yaitu sebuah istilah jamak yang mungkin saja menyiratkan perihal jamak, sekalipun hal ini tidak dapat dikatakan dengan pasti. Bentuk jamak ini barangkali dipakai untuk mengungkapkan kesungguhan dan bukan mengungkapkan perihal jamak.

Petunjuk-petunjuk yang lebih tegas bahwa keadaan jamak ini merupakan suatu trinitas dapat ditemukan dalam kenyataan-kenyataan berikut:

(1) Tuhan dibeda-bedakan dari Tuhan (Allah). 

Kejadian 19:24 berbunyi, "Kemudian Tuhan menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari Tuhan [Allah], dari langit," sedangkan Hosea 1:7 menyatakan, "Aku akan menyayangi kaum Yehuda dan menyelamatkan mereka demi Tuhan, Allah mereka" (bandingkan dengan Zakharia 3:2; II Timotius 1:18).

(2) Allah Anak dibeda-bedakan dari Allah Bapa. 

Allah Anak yang berbicara dengan perantaraan Nabi Yesaya mengatakan, 'Tuhan Allah mengutus aku dengan Roh-Nya" (Yesaya 48:16, bandingkan dengan Mazmur 45:7-8; Yesaya 63:9-10). Mazmur 2:7 berbunyi, "Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini." Yesus tidak saja disebut Anak Allah (Roma 1:4), tetapi juga Anak Tunggal Allah (Yohanes 3:16,18) dan Anak-Nya yang sulung (Ibrani 1:6). Kristus tidak menjadi Anak Allah yang kekal pada saat penjelmaan-Nya; Dia adalah Anak Allah sebelum Ia diberikan (Yesaya 9:5). "... Yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala" (Mikha 5: Ib).

(3) Roh jelas juga dibedakan dari Allah Bapa. 

Kejadian 1:1 berbunyi, "Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi." Lalu ayat 2 berbunyi, "... dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air." Perhatikan juga ayat berikut, "Berfirmanlah Tuhan, ’Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia’" (Kejadian 6:3, bandingkan juga Bilangan 27:18; Mazmur 51:13; Yesaya 40:13; Hagai 2:4-5). (4) Disebutnya "Kudus" sebanyak tiga kali dalam Yesaya 6:3 dapat dianggap sebagai isyarat mengenai tritunggal (bandingkan Wahyu 4:8) sebagaimana pula berkat lipat tiga dalam Bilangan 6:24-26.

Istilah yang sering dipakai, yaitu "malaikat Tuhan", di seluruh Perjanjian Lama, merupakan petunjuk khusus kepada pribadi kedua dalam ke-Allahan sebelum penjelmaan-Nya. Penampilan-Nya dalam Perjanjian Lama ini merupakan pertanda dari kedatangan-Nya sebagai manusia di kemudian hari. Malaikat Tuhan ini disamakan dengan Tuhan, namun berbeda dengan Tuhan.

Ia menampakkan diri kepada Hagar (Kejadian 16:7-14), Abraham (Kejadian 22:11-18), Yakub (Kejadian 31:11-13), Musa (Keluaran 3:2-5), Israel (Keluaran 14:19), Bileam (Bilangan 22:22-35), Gideon (Hakim- Hakim 6:11-23), Manoah (Hakim-Hakim 13:2-25), Elia (I Raja- Raja 19:5-7), dan Daud (I Tawarikh 21:15-17). Malaikat Tuhan ini membunuh 185.000 orang Asyur (II Raja-Raja 19:35), berdiri di antara pohon-pohon murad dalam penglihatan Zakharia (1:11), membela Yosua, imam besar, terhadap dakwaan Iblis (Zakharia 3:1- 2), dan merupakan satu dari tiga tamu Abraham (Kejadian 18).

Berdasarkan isyarat-isyarat di atas tentang trinitas dalam Perjanjian Lama, kami menyimpulkan bersama Berkhof, 'Perjanjian Lama dengan jelas mengantisipasi datangnya penyataan yang lebih lengkap tentang Trinitas dalam Perjanjian Baru."

B. AJARAN PERJANJIAN BARU

Ajaran tentang trinitas, diuraikan dengan lebih jelas dalam Perjanjian Baru daripada dalam Perjanjian Lama. Kenyataan ini dapat dibuktikan dengan dua cara: melalui pernyataan-pernyataan dan kiasan-kiasan umum dan dengan menunjukkan bahwa ada tiga pribadi ke-Allahan yang diakui sebagai Allah.

1. Pernyataan-pernyataan dan kiasan-kiasan umum. Beberapa kali ketiga pribadi tritunggal ditampilkan bersama dan nampaknya setaraf satu dengan yang lain. Pada saat Yesus dibaptis, Roh turun ke atas-Nya dan suara Allah terdengar dari sorga serta menyatakan Yesus sebagai Anak yang dikasihi-Nya (Matius 3:16-17). Yesus berdoa agar Bapa mengutus seorang Penolong yang lain (Yohanes 14:16). Para murid ditugaskan untuk membaptis orang dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Matius 28:19). Ketiga pribadi dalam tritunggal itu bergabung bersama-sama dalam melaksanakan pekerjaan Mereka (I Korintus 12:4-6; Efesus 1:3-14; I Petrus 1:2; 3:18; dan Wahyu 1:4-5). Lagi pula, doa berkat rasuli mempersatukan ketiga oknum tritunggal tersebut (II Korintus 13:13).

2. Bapa dikenal sebagai Allah. Membaca Perjanjian Baru sepintas kilas akan menunjukkan bahwa Allah Bapa banyak kali dikenal sebagai Allah (Yohanes 6:27; Roma 1:7; Galatia 1:1).

3. Anak dikenal sebagai Allah. Ajaran tentang keilahian Kristus sangat penting bagi iman Kristen. "Apakah pendapatmu tentang Kristus?" merupakan pertanyaan utama dalam kehidupan setiap orang Kristen (Matius 16:15; 22:42). Memang Yesus adalah manusia yang paling luhur, namun Ia jelas jauh lebih besar daripada manusia biasa. Perjanjian Baru menunjukkan bahwa Dia adalah Allah dengan berbagai cara.

a. Sifat-sifat ilahi. Kristus memiliki lima sifat yang secara khas dan jelas adalah ilahi: kekal, mahahadir, mahatahu, mahakuasa, dan tidak berubah.

(1) Yesus itu kekal. 

Ia sudah ada bukan saja sebelum Yohanes Pembaptis (Yohanes 1:15), sebelum Abraham (Yohanes 8:58), dan bahkan sebelum dunia dijadikan (Yohanes 17:5, 24), melainkan Dialah "... yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan ..." (Kolose 1:15), yang sudah ada "pada mulanya" (Yohanes 1:1, bandingkan dengan I Yohanes 1:1); dan, sebenarnya, "sejak dahulu kala" (Mikha 5:1). Dan mengenai masa depan, Ia tetap ada (Yesaya 9:5-6; Ibrani 1:11-12; 13:8). Hidup yang diberikan Bapa kepada-Nya merupakan suatu proses yang kekal (Yohanes 5:26, bandingkan Yohanes 1:4).

(2) Yesus itu mahahadir. 

Ia berada di sorga sekalipun sedang berada di bumi (Yohanes 3:13) dan berada di bumi ketika Ia di sorga (Matius 18:20; 28:20). Ia memenuhi segala sesuatu (Efesus 1:23).

(3) Yesus itu mahatahu. 

Yesus tahu segala sesuatu (Yohanes 16:30; 21:17). Sesungguhnya, di dalam Dia "tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan" (Kolose 2:3). Beberapa contoh tentang kemahatahuan-Nya diuraikan dalam kitab- kitab Injil. Ia mengetahui apa yang ada di dalam hati manusia (Yohanes 2:24-25), Ia mengetahui riwayat hidup wanita Samaria itu (Yohanes 4:29), pikiran manusia (Lukas 6:8; 11:17), waktu dan cara-Nya meninggalkan dunia ini (Matius 16:21; Yohanes 12:33; 13:1), Ia juga mengetahui siapa yang akan mengkhianati-Nya (Yohanes 6:70-71), serta keadaan dan akhirnya zaman ini (Matius 24, 25). Ia mengenal Bapa dengan sangat akrab dan tak seorang pun yang dapat mengenal Bapa seperti itu (Matius 11:27).

Memang harus diakui bahwa ada beberapa pernyataan Yesus yang seakan-akan menunjukkan bahwa Ia tidak mahatahu. Yesus tidak mengetahui saat Ia akan datang untuk kedua kalinya (Markus 13:32); Ia merasa heran atas ketidakpercayaan orang Israel (Markus 6:6), dan tercatat pula bahwa Ia mendekati sebatang pohon ara dengan harapan untuk mendapatkan buah ara pada pohon itu (Markus 11:13). Sekalipun demikian, haruslah diingat bahwa pada masa Ia merendahkan diri-Nya, Yesus tidak memakai sifat-sifat ilahi-Nya sekehendak hati-Nya. Allah Bapa tidak mengizinkan-Nya memakai kemahatahuan-Nya dalam kasus-kasus tersebut. Pastilah, sekarang Yesus tahu saat kedatangan-Nya untuk kedua kalinya.

(4) Yesus itu mahakuasa (Yohanes 5:19). 

Dialah Allah yang perkasa (Yesaya 9:5, bandingkan juga dengan Wahyu 1:8), Ia "menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan" (Ibrani 1:3), dan juga segala kuasa telah diserahkan kepada-Nya (Matius 28:18). Ia berkuasa atas setan-setan (Markus 5:11-15), penyakit (Lukas 4:38-41), kematian (Matius 9:18-25; Lukas 7: 12-16; Yohanes 11:38-44), unsur-unsur alamiah (Matius 21:19; Yohanes 2:3-11), ya, segala sesuatu (Matius 28:18).

Selama melayani di bumi, Kristus tunduk kepada kehendak Allah, dan sekalipun dilakukan dengan kuasa Roh, namun mukjizat-mukjizat-Nya itu dianggap sebagai bukti-bukti keilahian-Nya (Yohanes 5:36; 10:25, 38; 20:30-31). Yesus sendiri mengatakan, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak" (Yohanes 5:19).

(5) Yesus tidak berubah (Ibrani 1:12; 13:8). 

Hal ini berlaku bagi semua rencana, janji, serta diri-Nya sendiri. Namun, kenyataan ini tidak mencegah kemungkinan bahwa Ia dapat memberikan beberapa manifestasi lainnya, ataupun membatasi beberapa perintah dan tujuan-Nya kepada masa dan orang tertentu saja.

b. Jabatan-jabatan ilahi. Yesus adalah pencipta (Yohanes 1:3; Kolose 1:16; Ibrani 1:10) serta penopang segala sesuatu yang ada (Kolose 1:17; Ibrani 1:3). Tidak ada hal yang kebetulan ataupun hukum alam yang menciptakan alam semesta atau menopang alam semesta. Pekerjaan tersebut adalah pekerjaan ilahi (II Petrus 3:5-7).

c. Hak-hak istimewa Allah. Kristus mengampuni dosa (Matius 9:2, 6; Lukas 7:47-48). Tidak ada satu orang murid pun yang berani mengatakan bahwa ia memiliki wewenang ini (bandingkan Matius 16:19; 18:18; dan Yohanes 20:23 dengan Kisah 8:20-22 dan I Yohanes 1:9). Ia akan membangkitkan orang mati pada hari Kebangkitan (Yohanes 5:25-29; 6:39-40, 54; 11:25). Kebangkitan ini akan berbeda sifatnya dengan kebangkitan tiga orang mati yang di- lakukan-Nya ketika Ia di bumi (Lukas 7:12-16; Markus 5:35-43; Yohanes 11:38-44).

Di masa yang akan datang, semua orang kudus- Nya akan dibangkitkan; mereka akan dibangkitkan dari tubuh yang busuk dan dari kematian; mereka akan bangkit dan takkan mati lagi; dan mereka akan dibangkitkan oleh kuasa yang ada di dalam Kristus dan bukan oleh kuasa Roh Kudus. Dan, akhirnya, Ia akan menghakimi (Yohanes 5:22) orang-orang percaya (Roma 14:10; II Korintus 5:10), binatang itu beserta para pengikutnya (Wahyu 19:15, 19- 20) dan bangsa-bangsa (Matius 25:31-32; Kisah 17:31), Iblis (Kejadian 3:15), dan orang fasik yang sudah mati (Kisah 10:42; II Timotius 4:1; I Petrus 4:5).

d. Ia disamakan dengan Yehova dari Perjanjian Lama. Apa yang dalam Perjanjian Lama dikatakan mengenai Yehova juga dikatakan mengenai Kristus dalam Perjanjian Baru. Ia adalah pencipta (Mazmur 102:26-28; Ibrani 1:10-12), dilihat oleh Yesaya (Yesaya 6:1-4; Yohanes 12:41), akan didahului oleh seorang pelopor (Yesaya 40:3; Matius 3:3), mendisiplinkan umat-Nya (Bilangan 21:6-7; I Korintus 10:9), harus dipandang sebagai Yang Kudus (Yesaya 8:13; I Petrus 3:15), menguasai tawanan (Mazmur 68:19; Efesus 4:8), dan menjadi sasaran iman (Yoel 2:32; Roma 10:9, 13).

e. Nama-nama Yesus yang menyatakan keilahian.

(1) Yesus memakai beberapa kiasan yang menyiratkan sifat adikodrati. Misalnya, Yesus mengatakan, "Akulah roti yang telah turun dari sorga" (Yohanes 6:41, 50); "Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat" (Yohanes 10:9); "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yohanes 14:6); "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa" (Yohanes 15:5). Ia juga memakai beberapa nama bagi diri-Nya yang menyiratkan keilahian, misalnya, "Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir" (Wahyu 22:13), "kebangkitan dan hidup" (Yohanes 11:25), dan "Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah" (Wahyu 3:14). Lagi pula, Yesus mengatakan, "Sebelum Abraham jadi, Aku telah ADA" (Yohanes 8:58, bandingkan Keluaran 3:14).

(2) Ia disebut Imanuel. Matius secara jelas sekali menerapkan Yesaya 7:14 kepada Yesus (Matius 1:22-23). Ia lahir dari seorang perawan dan diberi nama Imanuel, yang artinya Allah menyertai kita. Di Perjanjian Baru nama ini hanya muncul sekali dalam Matius, walaupun konsep Allah menyertai kita itu ada juga dalam kitab lain (Yohanes 1:14; Wahyu 21:3). (3) Istilah "Firman" (Logos) dipakai untuk menekankan keilahian-Nya (Yohanes 1:1-14; Wahyu 19:13). Sekalipun istilah ini agaknya pertama kali dipakai oleh Heraklitus dengan arti akal manusia, dan kemudian diambil alih oleh Plato dan kaum Stoa, serta akhirnya diterima dalam teologi Yahudi oleh Philo, jelas bahwa Yohanes samasekali tidak mengacu ke sumber-sumber ini ketika memakai istilah logos. Pasti, ia mengambilnya dari Perjanjian Lama dari personifikasi kebijaksanaan dan istilah Ibrani memra, lalu mengisinya dengan konsep Kristen tentang keilahian.

(4) Nama yang disenangi oleh Yesus sendiri adalah Anak Manusia. Dalam setiap hal, kecuali satu (Kisah 7:56), Yesus sendiri yang menggunakan istilah ini untuk menyebut diri-Nya di Perjanjian Baru. Istilah ini tidak selalu menunjuk kepada keilahian seperti dalam Matius 8:20; 11:18-19; 17:12; dan Lukas 9:44, namun sering kali istilah ini menunjuk kepada keilahian. Misalnya, sebagai Anak Manusialah Ia berkuasa di bumi mengampuni dosa (Matius 9:6), menafsirkan hukum Sabat (Matius 12:8), dan menghakimi (Yohanes 5:27).

Sebagai Anak Manusia Ia menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan untuk banyak orang (Matius 20:28), mengutus malaikat- malaikat-Nya mengumpulkan lalang (Matius 13:41), akan duduk di takhta kemuliaan (Matius 19:28; 25:31), dan sebagai Anak Manusia Ia akan datang lagi (Matius 24:44; 26:64). Ketika Yesus menyatakan bahwa Ia adalah Anak Manusia yang disebut dalam kitab Daniel, yang akan datang dengan kuasa yang besar, imam besar menuduhnya sebagai penghujat (Matius 26:63-64; Daniel 7:13).

(5) Kristus disebut Tuhan. Dalam Perjanjian Baru istilah bahasa Yunani untuk Tuhan dipakai dengan empat cara. Istilah itu dipakai untuk menunjuk kepada Allah Bapa (Matius 4:7; 11:25; Lukas 2:29;

Kisah 17:24; Roma 4:8; II Korintus 6:17-18; Wahyu 4:8), untuk menunjukkan rasa hormat (Matius 13:27; 21:29; 27:63; Lukas 13:8; Yohanes 12:21), sebagai nama untuk seorang majikan atau pemilik (Matius 20:8; Lukas 12:46; Yohanes 15:15; Kolose 4:1), dan sebagai sebutan bagi Kristus (Matius 7:22; 8:2; 14:28; Markus 7:28). Belum tentu bahwa semua yang menyebut Yesus "Tuhan" itu berpikir tentang Dia sebagai Allah, namun ada cukup banyak kejadian di mana mereka benar-benar menganggap Dia demikian (Matius 7:21-22; Lukas 1:43; 2:11; Yohanes 20:28; Kisah 16:31; I Korintus 12:3; Filipi 2:11). Gelar 'Tuhan" yang sering dipakai untuk Yesus merupakan terjemahan dari nama Ibrani Yehova. Jadi, Kristus disamakan dengan Yehova dari Perjanjian Lama (Yohanes 12:40-41; Roma 10:9, 13; dan I Petrus 3:15 dibandingkan secara berurutan dengan Yesaya 6:1-2; Yoel 2:32; dan Yesaya 8:13).

(6) Kristus dinamakan Anak Allah. Gelar ini secara penuh tidak pernah dipakai oleh Yesus untuk diri-Nya dalam Injil-Injil Sinoptis, tetapi dalam Injil Yohanes satu kali hal itu dilakukan-Nya (Yohanes 10:36, bandingkan dengan 10:33). Bagaimanapun juga, istilah ini dipakai untuk Yesus Kristus oleh orang lain, dan Ia menerima sedemikian sehingga menegaskan bahwa Ia benar-benar Anak Allah. Walaupun istilah ini dipakai juga untuk menunjuk malaikat-malaikat (Ayub 2:1), Adam (Lukas 3:38), bangsa Ibrani (Keluaran 4:22; Hosea 11:1), raja Israel (II Samuel 7:14), dan semua orang kudus (Galatia 4:6), namun dalam Yohanes 5:18; 10:33, 36 pernyataan Yesus bahwa Ia Anak Allah jelas dimaksudkan untuk menunjuk kepada keilahian.

Hal ini tersirat di dalam istilah "Anak-Nya yang tunggal" (Yohanes 3:16, 18). Ketika Yesus mengakui diri-Nya sebagai Anak Allah, Ia dituduh telah menghujat Allah (Matius 26:63- 65, bandingkan dengan Yohanes 5:18; 10:36). Sebagai Anak Allah, dikatakan bahwa Ia akan melaksanakan penghakiman (Yohanes 5:22), memiliki hidup dalam diri-Nya dan menghidupkan siapa saja yang dikehendaki-Nya (Yohanes 5:21, 26) serta memberikan hidup kekal (Yohanes 10:10). Adalah kehendak Bapa bahwa semua memuliakan Sang Anak sebagaimana semua memuliakan Sang Bapa (Yohanes 5:23). Yesus juga disebut sebagai Anak Allah dalam arti Mesias, yang diurapi oleh Tuhan (Yohanes 1:49; 11:27). Melalui pengalaman penjelmaan, Yesus juga dinamakan Anak (Lukas 1:32, 35; Yohanes 1:14).

(7) Yesus disebut Allah sebanyak beberapa kali dalam Perjanjian Baru. Dalam Yohanes 1:1 penekanannya sangat kuat dalam bahasa Yunani. Ayat itu berbunyi, "Dan Firman itu adalah Allah." Ketiadaan kata sandang sebelum istilah theos menunjukkan bahwa Allah dalam kalimat ini berfungsi sebagai predikat. Yang dipertanyakan dalam ayat itu bukan siapa Allah itu, tetapi siapa Logos. Ia bukan saja Anak yang tunggal, tetapi juga Allah yang tunggal (Yohanes 1:18).

Tomas menyebut Kristus, "Tuhanku dan Allahku" (Yohanes 20:28). Titus 2:13 merujuk kepada "Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus." Allah berkata kepada Anak-Nya, 'Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran" (Ibrani 1:8). Petrus menulis soal "Allah dan Juruselamat kita Yesus Kristus" (II Petrus 1:1). I Yohanes 5:20 berbunyi "di dalam Anak- Nya Yesus Kristus. Ia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal" (bandingkan dengan Roma 9:5).

f. Beberapa hubungan membuktikan keilahian Yesus Kristus. Bapa dan Anak disejajarkan satu sama lain dan dengan Roh Kudus dalam formula baptisan (Matius 28:19, bandingkan dengan Kisah 2:38; Roma 6:3) dan juga dalam doa berkat rasuli (II Korintus 13:13, bandingkan dengan I Korintus 1:3). Ia merupakan cahaya kemuliaan (Ibrani 1:3) serta gambar Allah (Kolose 1:15, bandingkan 2:9). Dia adalah satu dengan Bapa (Yohanes 10:30; kata "satu" itu netral dalam tata bahasa bukan maskulin; satu substansi, bukan satu pribadi, bandingkan Yohanes 14:9; 17:11). Yesus dan Allah Bapa bertindak bersama-sama Yohanes 14:23; I Tesalonika 3:11; II Tesalonika 2:16-17). Apa pun yang dimiliki oleh Bapa juga dimiliki oleh Kristus (Yohanes 16:15; 17:10). Orang Kristen memiliki hubungan yang sama terhadap Allah Bapa dan terhadap Allah Anak (Efesus 5:5; Wahyu 20:6).

g. Penyembahan yang dinyatakan kepada dan diterima oleh Yesus Kristus (Matius 14:33; 28:9; Lukas 5:8; I Korintus 1:2). Karena Perjanjian Lama (Keluaran 34:14) dan Kristus sendiri (Matius 4:10) menyatakan bahwa hanya Allah saja yang patut disembah, dan karena manusia biasa dan malaikat tidak bersedia disembah (Kisah 10:25-26; Wahyu 19:10; 22:8-9), jadi bilamana Kristus menerima penyembahan jika Dia bukan Allah maka itu berarti Ia menghujat.

Apalagi Alkitab tidak saja memberi tahu bahwa Yesus disembah, tetapi bahkan menyuruh kita menyembah Dia (Yohanes 5:23; Ibrani 1:6). Jika Kristus bukan Allah, Dia adalah seorang penipu atau seorang yang menipu dirinya sendiri, dan bila benar bahwa Ia bukan Allah maka Ia seorang yang tidak baik.

h. Kesadaran dan tuntutan Kristus sendiri merupakan bukti bahwa Ia adalah Allah. Ketika berusia dua belas tahun Yesus sudah menyadari tuntutan-tuntutan khusus Bapa-Nya atas diri-Nya (Lukas 2:49). Pada saat dibaptis kedudukan-Nya sebagai Anak diteguhkan (Matius 3:17). Ketika berkhotbah di bukit Yesus mengemukakan pendirian yang menentang sikap nenek moyang orang Yahudi (Matius 5:21-28, 33-36). Ketika mengutus para murid Ia memberi mereka kuasa untuk mengadakan mukjizat (Matius 10:1, 8; Lukas 10:9, 19). Yesus menegaskan bahwa Ia sudah ada sejak dahulu kala (Yohanes 8:58; 17:5) serta menuntut agar doa dipanjatkan dalam nama-Nya (Yohanes 16:23-24). Ia menyatakan bahwa diri-Nya satu dengan Bapa (Yohanes 10:30; 14:9; 17:11), dan Ia juga menyatakan bahwa Ia adalah Anak Allah (Yohanes 10:36). Logika nampaknya menuntut bahwa Yesus adalah sebagaimana yang Ia katakan tentang diri-Nya sendiri yaitu Allah, atau Dia adalah orang yang tidak perlu diperhatikan.

Roh Kudus dikenal sebagai Allah.

a. Roh Kudus berkepribadian. Sebelum dapat ditunjukkan bahwa Roh Kudus itu Allah, hams ditetapkan dulu bahwa Ia berkepribadian dan bukan sekadar pengaruh atau kuasa ilahi. Penetapan ini dilaksanakan seperti berikut:

(1) Kata ganti orang dipakai untuk menunjuk kepada Dia. Sekalipun istilah Yunani untuk roh itu netral, dalam Yohanes 14:26 dan 16:13-14 Yesus memakai kata ganti orang demonstratif "Dia" dalam bentuk maskulin untuk Roh Kudus.

(2) Roh Kudus dinamakan Penolong (Penghibur). Istilah ini dipakai baik untuk Roh Kudus (Yohanes 14:16, 26; 15:26; 16:7) maupun untuk Kristus (Yohanes 14:16; I Yohanes 2:1), dan karena istilah ini mengungkapkan kepribadian bila digunakan untuk Kristus maka hal yang sama berlaku untuk Roh Kudus.

(3) Beberapa ciri khas kepribadian dikaitkan dengan Roh Kudus. Ia memiliki tiga unsur utama kepribadian: akal (I Korintus 2:11), perasaan (Roma 8:27; 15:30), dan kehendak (I Korintus 12:11).

(4) Roh Kudus melakukan tindakan-tindakan yang menunjukkan bahwa Ia berkepribadian. Ia mengadakan kelahiran kembali (Yohanes 3:5), mengajar (Yohanes 14:26), bersaksi (Yohanes 15:26), menginsafkan akan dosa (Yohanes 16:8-11), menuntun ke dalam kebenaran (Yohanes 16:13), memuliakan Kristus (Yohanes 16:14), memanggil orang ke dalam pelayanan (Kisah 13:2), berbicara (Kisah 13:2; Wahyu 2:7), mengarahkan pelayanan seseorang (Kisah 16:6), memanjatkan doa syafaat (Roma 8:26), menyelidiki segala sesuatu (I Korintus 2:10), dan berkarya (I Korintus 12:11).

(5) Roh Kudus berhubungan dengan Allah Bapa dan Allah Anak sebagai pribadi. Hal ini terlihat dari formula baptisan (Matius 28:19), dalam berkat rasuli (II Korintus 13:13), dan dalam tugas- Nya sebagai pembina gereja (I Korintus 12:4-6, bandingkan dengan I Petrus 1:1-2; Yudas 20, 21).

(6) Roh Kudus sensitif terhadap perlakuan pribadi. Ia dapat dicobai (Kisah 5:9), didustai (Kisah 5:3), didukakan (Efesus 4:30; Yesaya 63:10), ditentang (Kisah 7:51), dihina (Ibrani 10:29), dan dihujat (Matius 12:31-32).

(7) Diri-Nya dibedakan dari kuasa-Nya (Kisah 10:38; Roma 15:13; I Korintus 2:4). Semua ini membuktikan bahwa Roh Kudus itu berkepribadian dan bukan sekadar pengaruh.

b. Dia itu Allah. Namun Dia bukan sekadar berkepribadian. Ia juga Allah. Kenyataan ini dapat ditunjukkan dalam beberapa cara:

(1) Sifat-sifat Allah juga dimiliki-Nya. Dia itu kekal (Ibrani 9:14), mahatahu (I Korintus 2:10-11; Yohanes 14:26; 16:12-13), mahakuasa (Lukas 1:35), mahahadir (Mazmur 139:7-10).

(2) Pekerjaan- pekerjaan ilahi dilakukan oleh-Nya, misalnya penciptaan (Kejadian 1:2; Ayub 33:4; Mazmur 104:30), kelahiran kembali (Yohanes 3:5), pengilhaman Alkitab (II Petrus 1:21, bandingkan dengan Kisah 1:16; 28:25), dan pembangkitan orang mati (Roma 8:11).

(3) Hu-bungan-Nya dengan Allah Bapa dan Allah Anak bukan saja membuktikan bahwa Dia berkepribadian tetapi juga keilahan-Nya, seperti halnya dalam formula baptisan, berkat rasuli, dan pembinaan gereja.

(4) Sabda dan karya Roh dianggap sebagai sabda dan karya Allah (lihat dalam Yesaya 6:9-10, dan bandingkan dengan Yohanes 12:39- 41 dan Kisah 28:25-27; Keluaran 16:7 dengan Mazmur 95:8-11; Yesaya 63:9-10 dengan Ibrani 3:7-9; Kejadian 1:27 dengan Ayub 33:4). (5) Akhirnya, Roh Kudus sendiri secara tegas disebut Allah (Kisah 5:3-4; II Korintus 3:17-18). Beberapa nama ilahi juga diberikan kepada-Nya (bandingkan Keluaran 17:7 dengan Ibrani 3:7- 9; dan II Timotius 3:16 dengan II Petrus 1:21). Semua ayat ini menunjukkan bahwa Roh Kudus itu setara dengan Allah Bapa dan dengan Allah Anak, dan bahwa Ia adalah Allah. Dalam sejarah gereja telah timbul keberatan-keberatan tertentu terhadap ajaran bahwa Roh Kudus itu Allah adanya. Arius dan para pengikutnya berpendapat bahwa Roh Kudus diciptakan oleh Allah Anak; Makedonia, Uskup Konstantinopel, tahun 341-360, dan para pengikutnya berpendapat bahwa Roh Kudus merupakan makhluk yang lebih rendah dari Allah Anak; dan kemudian hari, Socinus mengungkapkan pendapat bahwa Roh Kudus merupakan wujud kekal dari kuasa Allah.

Kekristenan ortodoks senantiasa berkeyakinan bahwa Roh Kudus adalah Allah. Konsili Konstantinopel (tahun 381) mengesahkan ajaran ini, sebagaimana halnya Konsili Nicea (tahun 325) menjelaskan ajaran tentang keilahan Kristus. Kedua konsili ini dianggap sebagai dua sidang utama gereja yang paling awal.

Baca Juga: Mengenal Allah Tritunggal

Sebagaimana Yesus Kristus itu Anak Allah, demikian pula Roh Kudus ialah Roh Allah. Pada awal sejarah gereja terjadi perdebatan tentang asal mula Roh Kudus ini. Apakah Roh Kudus itu berasal dari Bapa saja ataukah dari Bapa dan Anak? Konsili Teledo (tahun 589) mengakui bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa dan dari Anak. Ajaran ini ditetapkan lewat dua kenyataan: Yesus menyatakan bahwa Ia akan mengutus Roh Kudus (Yohanes 15:26), dan Roh Kudus dinamakan Roh Kristus (Roma 8:9), Roh Yesus (Kisah 16:7), dan Roh Anak (Galatia 4:6).

C. BEBERAPA PENGAMATAN DAN KESIMPULAN YANG DIDASARKAN PADA PENELITIAN TENTANG TRINITAS

1. Ajaran ini tidak bertentangan dengan ajaran mengenai keesaan Allah. Ada tiga pribadi atau oknum di dalam satu hakikat. Sekalipun tidak ada persamaan di dalam pengalaman manusia untuk menjelaskan atau mengilustrasikan ajaran trinitas, namun analogi akal manusia memberikan sedikit petunjuk. Akal manusia sanggup berdialog dengan dirinya sendiri dan pada saat yang sama mampu memberi putusan terhadap apa yang telah dipertimbangkannya. Trinitas kira-kira dapat disamakan dengan itu.

2. Perbedaan-perbedaan ini sifatnya kekal. Hal ini jelas dari ayat-ayat yang menyatakan bahwa Yesus sudah ada bersama dengan Bapa sejak dahulu kala (Yohanes 1:1-2; 17:5, 24; Filipi 2:6) dan dari ayat-ayat yang menandaskan keabadian Roh Kudus (Kejadian 1:2; Ibrani 9:14). Sifat hubungan kekal antara Bapa dengan Anak biasanya disebut "generation" (sifat diperanakkan), sedangkan hubungan antara Bapa dan Anak, di satu pihak, dengan Roh Kudus, di pihak lain, disebut "procession” (hal berasal dari). Yang dimaksud dengan hubungan yang pertama ialah "pancaran atau emanasi kekal". Allah berfirman, "Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuper- anakkan pada hari ini" (Mazmur 2:7b). 

Istilah "hari ini" dalam ayat di atas menunjukkan masa kini yang kekal. Ketika Yesus berkata, "Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup di dalam diri- Nya sendiri" (Yohanes 5:26), maka yang dimaksudkan Yesus ialah suatu pemberian hidup secara kekal dari Bapa kepada Anak. Istilah "hal berasal dari", seperti yang digunakan untuk Roh Kudus artinya kurang lebih sama dengan istilah "sifat diperanakkan" dalam hubungan dengan Sang Putra, kecuali bahwa Roh Kudus "keluar" atau berasal dari baik Bapa maupun Anak (Yohanes 14:26; 15:26; Kisah 2:33; Ibrani 9:14).

3. Ketiga oknum trinitas sederajat. Sekalipun demikian, kenyataan di atas tidak meniadakan penetapan urutan bahwa Allah Bapa adalah yang pertama, Allah Anak yang kedua, dan Allah Roh Kudus yang ketiga. Urutan ini bukanlah perbedaan dalam kemuliaan, kuasa, atau usia, tetapi sekadar urutan. Roh dan Anak adalah sederajat dengan Bapa sekalipun Mereka tunduk kepada Bapa. Sikap tunduk ini adalah sikap sukarela dan bukan terpaksa karena keadaan (Filipi 2:5-7).

4. Ajaran ini memiliki nilai praktis yang tinggi,

a. Ajaran ini membuka pintu bagi kasih abadi. Kasih sudah ada sebelum alam diciptakan, namun kasih memerlukan objek. Kasih senantiasa mengalir di antara ketiga oknum trinitas.

b. Hanya Allah yang dapat menyatakan keadaan Allah. Dengan cara Allah Bapa mengutus Allah Anak maka Allah dapat dinyatakan.

c. Hanya Allah yang dapat mengadakan pendamaian karena dosa. Hal ini dilakukan-Nya melalui penjelmaan Allah Anak.

d. Sulit memikirkan adanya kepribadian tanpa masyarakat. Oknum-oknum ke-Allahan berhubungan satu dengan yang lain dalam keselarasan yang sempurna, suatu masyarakat yang sempurna. "Jika tidak ada trinitas maka takkan ada penjelmaan, tidak ada penebusan yang objektif, dan karena itu tidak ada penyelamatan; karena takkan ada oknum yang mampu bertindak sebagai Pengantara antara Allah dan manusia.". KETRITUNGGALAN ALLAH
Next Post Previous Post