PEMURIDAN MENURUT ALKITAB

Pemuridan Menurut Alkitab. Amanat Agung dengan jelas memberikan perintah kepada semua umat percaya untuk melakukan pemuridan. Pemuridan adalah cara yang dipakai Yesus semasa Dia hidup di dunia kepada kedua belas rasul. Setelah kebangkitan-Nya, Dia memerintahkan murid-murid-Nya untuk menjangkau dan memuridkan semua suku bangsa di dunia. Orang-orang yang dahulu adalah murid berubah peran menjadi guru dan orang-orang yang dimuridkanpun kelak akan menjadi guru dan memuridkan orang-orang lainnya. Prinsip ini diadopsi John Wesley menjadi visinya dalam penginjilan yaitu “Gereja mengubah dunia bukan dengan cara mempertobatkannya melainkan dengan cara memuridkannya”.
PEMURIDAN MENURUT ALKITAB
bisnis, tutorial
Secara ringkas, George Barna menyatakan bahwa pemuridan itu penting karena beberapa alasan sebagai berikut:

1. Karena Yesus memberikan contoh dan memerintahkannya.

2. Karena pemuridan dibutuhkan gereja untuk menjadi sehat dan produktif.

3. Karena kita tidak dapat mencapai potensi kita tanpa pertumbuhan rohani.

4. Karena kita tidak dapat mempengaruhi dunia kecuali kita dapat menunjukkan transformasi berdasarkan iman.

Dasar Alkitabiah Pemuridan

Pemuridan adalah sebuah contoh yang dilakukan Yesus terhadap murid- murid-Nya dan diperintahkan-Nya untuk dilakukan semua orang percaya. Rick Warren dalam bukunya yang fenomenal “The Purpose Driven Chuch” menggolongkan pemuridan sebagai salah satu fungsi gereja. Sebagai salah satu fungsi organisasi gereja, pemuridan mendapat perhatian yang besar dari organisasi saat ini. Berbagai seminar melalui departemen Sekolah minggu, Rumah Tangga dan Penginjilan Perorangan serta lokakarya tentang pemuridan banyak diselenggarakan dengan harapan pemuridan dimengerti dan dilaksanakan untuk menjangkau dunia bagi kemuliaan Allah.

Secara ringkas, ada dua dasar Alkitabiah bagi pemuridan yaitu:

1. Alasan Teologis: Dalam Amanat Agung Yesus memerintahkan para murid untuk menjadikan semua suku bangsa murid Kristus dengan cara pergi untuk menjangkau suku-suku bangsa, memasukkan mereka ke dalam persekutuan orang-orang kudus dan mengajarkan kebenaran Firman Tuhan sampai mereka dapat melakukan firman dalam hidup mereka.

Dalam Matius 28:19-20, ada empat kata kerja yaitu pergi, jadikan, baptiskan, dan ajarkan. Dari empat kata kerja itu, menjadikan murid adalah kata kerja induk yang menempatkannya pada pusat, dengan tiga tugas yang diungkapkan dalam tiga kata kerja bantu yaitu pergi, baptis, dan ajar

Selain berdasarkan pada Amanat Agung, Alkitab memberikan contoh pemuridan dalam dua tingkat. Dalam tingkat pertama orang-orang percaya berkumpul tiap hari di Bait Allah untuk mendengarkan pengajaran para rasul. Pada tingkat berikutnya mereka mengadakan kelompok-kelompok rumah untuk penginjilan, saling menolong yang membutuhkan, persekutuan, dan pengajaran yang lebih mendetail (Kisah Para Rasul 2:46; 5:42; 20:20).

Sementara itu Rick Warren menyatakan bahwa tugas orang percaya tidak sekedar menjangkau orang lain, melainkan juga mengajar mereka.

2. Alasan Sejarah: Kisah penyebaran dua belas murid Yesus ke seluruh dunia dimulai dari pemanggilan mereka oleh Yesus. Dalam pemanggilan ini Yesus mengkhususkan mereka dengan melatih mereka untuk menjangkau dunia dengan Kabar Baik. Waktu pelayanan Yesus kurang lebih tiga setengah tahun segera dilanjutkan para murid. Mereka menjadi generasi pertama dalam mata rantai pemuridan. Kisah Para Rasul pasal 2 mengisahkan mereka berkumpul dalam kelompok besar dan kelompok kecil di rumah-rumah.

Dari penjelasan di atas, pemuridan adalah sebuah hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh setiap umat Kristen. Dasar untuk melakukan pemuridan tidak hanya karena hal ini diperintahkan Yesus dalam Amanat Agung saja, melainkan karena Yesus juga memberikan teladan dalam melaksanakan pemuridan. Selain itu, Alkitab juga mencatat jemaat mula-mula melakukan pemuridan.

Definisi Pemuridan

Dalam dunia teologi pemuridan bukan hal yang baru. Ada banyak sekali orang yang sudah melakukan penelitian dan menjalankan pemuridan. Oleh karenanya tidak heran terdapat berbagai definisi pemuridan, baik definisi secara singkat maupun definisi secara lengkap. Beberapa definisi pemuridan adalah sebagai berikut:

1. Pemuridan adalah suatu proses hubungan yang di dalamnya seorang pengikut Kristus yang lebih berpengalaman berbagi pengetahuan dengan orang percaya baru tentang: komitmen pengertian, serta keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk mengenal dan mentaati Yesus Kristus sebagai Tuhan.

2. Pemuridan adalah proses menjadikan pria dan perempuan seorang pengikut Kristus yang berkomitmen, yang menjalani kehidupannya sesuai dengan cara hidup Kristus (1 Yohanes 2:6).

3. Pemuridan adalah proses membawa orang kepada Kristus, melibatkan dia ke dalam kehidupan jemaat untuk bertumbuh dan bertambah dalam iman, yang pada gilirannya ia akan terlibat memuridkan orang lain.

4. Pemuridan adalah proses untuk menolong orang menjadi lebih seperti Kristus dalam pikiran, perasaan, dan tindakannya. Proses ini dimulai ketika seseorang dilahirkan kembali dan terus berlanjut di sepanjang sisa hidupnya.

5. Pemuridan adalah proses membina orang menjadi murid Tuhan Yesus Kristus.

6. Pemuridan adalah memperlengkapi orang percaya bagi pelayanan menurut panggilan mereka (Efesus 4:11-16), dan untuk menjadikan mereka cukup memberikan jawaban yang cerdas dan masuk akal mengenai harapan yang mereka miliki (1 Petrus 3:15).

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pemuridan adalah sebuah proses mendidik umat percaya dengan seluruh kebenaran Alkitab. Proses pemuridan sendiri bersifat pribadi dan berlangsung seumur hidup agar menjadi semakin mirip dengan Kristus.

Tujuan Pemuridan

Sebuah kehidupan tanpa tujuan akan sangat membingungkan dan membosankan. Rick Warren menyatakan bahwa pencarian tujuan hidup telah membingungkan banyak orang selama ribuan tahun. Sebuah tujuan yang jelas dan terperinci akan menjadi sebuah “kompas” dalam mengarungi bahtera kehidupan di dunia. Sebuah tujuan yang ingin dicapai akan menjadi lebih mudah dipenuhi dengan sebuah rencana. Sebuah rencana yang baik akan memberikan panduan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Marvin Leech mengatakan dalam pemuridan orang Kristen harus tahu kemana akan pergi dan bagaimana caranya agar sampai ke tujuan itu. Langkah pertama dalam merumuskan rencana pemuridan adalah menentukan tujuan-tujuan. Tujuan Alkitabiah dari pelayanan pemuridan direncanakan secara perorangan maupun kelompok.

Ada enam tujuan dalam pembinaan pemuridan sebagai berikut:

1. Supaya murid yakin bahwa ia sudah diselamatkan dan dimiliki oleh Kristus.

Salah satu tujuan utama pemuridan adalah agar para murid mempunyai keyakinan pribadi bahwa dia sudah diselamatkan dan dimiliki oleh Kristus.

2. Supaya murid melakukan tugas-tugas dasar kekristenan secara teratur.

Setelah yakin akan keselamatan dan kedudukannya, ada tugas-tugas mendasar kekristenan untuk dilakukan. Menjalankan renungan pribadi setiap hari, aktif dan mengambil bagian dalam persekutuan, belajar Alkitab, memberikan kesaksian pribadi, dan menginjili orang lain

3. Supaya murid mantap dalam memegang asas-asas kepercayaan Kristen.

Memantapkan seorang murid berdasarkan pengetahuan akan kebenaran adalah salah satu tujuan pokok pemuridan. Tujuan ini dapat dicapai melalui pembelajaran pribadi maupun kelompok. Efesus 4:14 memberikan peringatan: “Sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan.”

4. Supaya murid memiliki gambar Kristen. Salah satu tujuan pemuridan adalah menghasilkan buah Roh dalam hidup dan pekerjaan sang murid.

5. Supaya murid berdikari dalam mempelajari dan menerapkan Firman Tuhan.

Salah satu tujuan pemuridan adalah agar sang murid dapat berdikari sehingga dapat menggali dan mempraktekkan Firman Tuhan.

6. Supaya murid mengulangi tujuan-tujuan di atas pada waktu membina orang lain. Salah satu tujuan mendasar pemuridan adalah menghasilkan murid-murid yang dewasa dan pada waktunya kelak akan mampu memuridkan orang-orang yang lain.

Sebuah langkah penting dalam mencapai tujuan-tujuan di atas adalah menguraikan isi pemuridan secara terperinci. Isi pemuridan mencakup pokok-pokok yang perlu diajarkan dalam pemuridan. Hal ini dikelompokkan dalam tiga bagian pembinaan yang umum sebagai berikut:

1. Pertumbuhan Pribadi, Hal ini berhubungan erat dengan pertumbuhan dan perkembangan tanda-tanda hidup yang serupa dengan Yesus dalam kehidupan murid secara pribadi.

2. Pengetahuan Alkitab, hal ini berhubungan erat dengan pengetahuan Alkitabiah, asas-asas kepercayaan Kristen, dan pengetahuan lain yang berkaitan dengan ajaran Alkitab.

3. Pengarahan Pelayanan, hal ini berhubungan dengan pengembangan kecakapan murid untuk melayani dengan menggunakan karunia-karunia Roh yang dimilikinya.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa tujuan pemuridan mencakup seluruh aspek hidup manusia. Secara pribadi bertumbuh karakternya menjadi semakin mirip dengan Kristus. Secara teologis bertumbuh dalam pemahaman akan Firman dan pada akhirnya akan melayani dengan memurudkan orang lain.

Karakteristik Pemuridan

Perjanjian Baru hanya tiga kali mencatat para pengikut Yesus sebagai “orang Kristen”. Tiga kali penyebutan “orang Kristen” muncul dalam Kis. 11:26, Kisah Para Rasul 26:28, dan 1 Petrus 4:16. Dalam penyebutan yang pertama, tujuan penggunaan istilah “orang Kristen” adalah untuk menyatukan perbedaan-perbedaan kesukuan dalam kesetiaan pada Kristus. Pada penyebutan yang kedua mengindikasikan bahwa kekristenan sudah mulai dikenal secara luas. Sedangkan pada penyebutan yang ketiga bertujuan untuk membedakan mereka yang menderita sebagai pelaku kriminal dan sebagai orang Kristen.

John Stott dalam buku perpisahannya yang berjudul “The Radical Disciple” memberikan delapan karakteristik dari pemuridan Kristen.

1. Non-Konformitas, yang dimaksud dengan konformitas adalah menjadi serupa dengan dunia. Seorang murid tidak boleh menjadi serupa dengan budaya yang ada di sekitarnya. Prinsip ini merupakan sebuah panggilan untuk menumbuhkan sebuah budaya alternatif (counter culture) Kristiani, sebuah panggilan untuk terlibat namun tidak berkompromi. Stott memberikan empat tren kontemporer yang harus ditolak yaitu pluralisme, materialisme, relativitas etika, dan tantangan narsisme.

Pandangan ini mendapat dukungan dari Sider yang menyatakan bahwa Kerajaan Allah tidak hanya membawa pengampunan Allah dan penyucian pribadi dan batin dalam Roh Kudus, tetapi Ia juga menantang dan mentransformasi tatanan sosial. Pendapat yang disampaikan oleh Stott dan Sider bukan ide yang baru karena pada abad ke-16 John Calvin telah menyatakan bahwa dunia dan seluruh bidang kehidupan di dalamnya adalah panggung kemuliaan Allah (theatron gloria Dei).

2. Keserupaan dengan Kristus, tujuan Allah bagi umat-Nya adalah keserupaan dengan Kristus. Dasar Alkitabiah keserupaan dengan Kristus diambil dari tiga buah teks yang mencerminkan cara pandang lampau (Roma 8:29) kepada cara pandang kekinian (2 Korintus 3:18), dan menuju cara pandang masa depan (1 Yohanes 3:22). Ketiga cara pandang ini menunjuk kepada tujuan kekal Allah (kita telah ditentukan.....), tujuan Allah dalam sejarah (kita diubahkan oleh Roh Kudus), dan tujuan eskatologis (kita akan menjadi serupa dengan-Nya....).

Secara aplikasi, Perjanjian Baru memberikan beberapa contoh keserupaan dengan Kristus dalam berbagai hal yaitu keserupaan dalam inkarnasi-Nya, keserupaan dalam pelayanan-Nya, keserupaan dalam kasih-Nya, keserupaan dalam ketabahan-Nya, dan keserupaan dalam misi-Nya. Sedangkan John MacArthur menyatakan bahwa memberikan pengampunan kepada orang yang bersalah adalah sebuah tindakan yang mencerminkan keserupaan dengan Kristus.

3. Kedewasaan, Paulus berbicara tentang kedewasaan dalam Kolose 1:28 – 29.

Kata “kesempurnaan” (teleios) muncul sembilan belas kali dalam Perjanjian Baru (dua puluh kali menurut BibleWorks 8). Kata teleios lebih cocok diterjemahkan sebagai “kedewasaan” bila menyangkut tuntutan hidup kepada manusia. Sedangkan Matius 5:48b memang berarti sebagai “kesempurnaan” mutlak karena menunjuk kepada Allah.

Ada berbagai macam kedewasaan seperti kedewasaan fisik, kedewasaan intelektual, kedewasaan moral, kedewasaan emosional. Namun kedewasaan yang dimaksud oleh Stott adalah kedewasaan rohani. Kedewasaan rohani adalah kedewasaan “di dalam Kristus”, yaitu memiliki sebuah hubungan yang dewasa dalam Kristus dalam penyembahan, iman, kasih, dan ketaatan kepada-Nya. Kedewasaan rohani dapat dibagi dalam beberapa tahap yaitu tahap kedewasaan bayi, kedewasaan muda dan kedewasaan orang tua.

4. Keperdulian terhadap ciptaan, dalam penciptaan Allah mendirikan bagi manusia tiga relasi yang sangat fundamental. Pertama, relasi terhadap diri-Nya sendiri, sebab Ia menciptakan mereka dalam gambar dan rupa-Nya; Kedua, relasi satu terhadap lainnya, sebab manusia adalah makhluk yang majemuk sejak mulanya; Ketiga, relasi terhadap bumi beserta segala ciptaan di dalamnya.

Jadi Tuhan adalah empunya bumi dan bumi diberikan-Nya kepada manusia untuk mengelola bumi dengan tanggung jawab, untuk menjaga dan mengembangkan bumi demi Dia. Dengan demikian, manusia berkolelasi dengan bumi dengan beberapa prinsip yaitu menghindarkan diri untuk mengilahkan alam, menghindarkan diri untuk mengeksploitasi alam, dan bekerja sama dengan Allah untuk menggenapi rencana-Nya, dalam mentransformasi seluruh ciptaan untuk kenikmatan dan keuntungan bagi semuanya.

5. Kesederhanaan, pola hidup sederhana merupakan gaya hidup yang pantas bagi kaum pemberita injil. Allah memberikan panggilan untuk hidup dalam kekudusan, kerendahan hati, kesederhanaan, dan rasa puas. Ketaatan Kristen sebuah gaya hidup sederhana tanpa tergantung oleh kenyataan. Contoh aplikatif gaya hidup sederhana adalah mengevaluasi kembali pendapatan dan pengeluaran sehingga dapat mengatur pengeluaran lebih sedikit dan memberi lebih banyak, tidak menciptakan sampah, tidak melakukan pemborosan dalam kehidupan pribadi, membedakan kebutuhan dari kemewahan.

Baca Juga: Eksposisi Matius 28:18-20 (Amanat Agung)

Pandangan Stott sejalan dengan Calvin yang menafsirkan 2 Korintus 8:15 dengan mengharapkan agar orang kaya belajar hidup dalam rasa kecukupan. Kelebihan dari kelimpahannya tidak dimaksudkan untuk pemuasan diri atau kemewahan, tetapi untuk dibagikan kepada saudara-saudaranya yang membutuhkan.

6. Keseimbangan, dalam eksposisinya pada 1 Petrus 2:1 – 17, Stott mengatakan bahwa Petrus, sebagai penulis menyamakan seorang percaya sebagai: (a) Bayi yang baru lahir, dengan tanggung-jawab untuk bertumbuh (b) Batu-batu hidup, dengan tanggung-jawab untuk bersekutu. (c) Keimaman kudus, dengan tanggung-jawab dalam penyembahan. (d) Umat kepunyaan Allah sendiri, dengan tanggung-jawab untuk bersaksi. (e) Sebagai perantau dan pendatang kita dipanggil kepada kekudusan (f) Sebagai pelayan-pelayan Allah, dipanggil ke dalam kewarganegaraan surga..

Ke-enam metafor di atas menggambarkan siapakah seorang murid itu. Ke-enam tanggung-jawab ini dapat dirumuskan dalam tiga bagian, di mana tiap bagiannya memuat sebuah prinsip keseimbangan.

Pertama, setiap orang percaya dipanggil, baik kepada pemuridan yang bersifat individual maupun ke dalam persekutuan bersama. Kita harus melepaskan identitas individual untuk menjadi bagian dari keutuhan sebuah bangunan. Nilai penting tidak terdapat dalam diri sendiri melainkan dalam keutuhan secara keseluruhan.

Kedua, setiap orang percaya dipanggil baik dalam penyembahan maupun dalam karya nyata. Sebagai sebuah keimaman menyembah Allah, namun sebagai umat kepunyaan Allah, bertugas untuk bersaksi kepada dunia. Inilah sebuah komunitas penyembahan dan kesaksian.

Ketiga, setiap orang percaya dipanggil baik dalam perjalanan pengembaraan maupun dalam identitas kewarganegaraan surga.

7. Kebergantungan, dengan tegas Stott mengatakan sebagai orang-orang yang berdosa, harus senantiasa bergantung kepada Allah untuk belas kasih dan anugerah-Nya. Mencoba untuk hidup tanpa-Dia adalah makna dosa yang sebenarnya. Selain itu, saling membutuhkan satu dengan lainnya. Penolakan untuk bergantung kepada orang lain bukan tanda kedewasaan melainkan ketidak-dewasaan. Bahkan Kristus sendiri memilih untuk dilahirkan sebagai bayi yang bergantung dalam perawatan Maria. Jika sikap kebergantungan adalah sikap yang dianggap tepat oleh Allah, tentunya sikap itu juga tepat bagi kita.

Baca Juga: 4 Dimensi Pemuridan (Matius 28:19-20)

8. Kematian, kekristenan menawarkan kehidupan kekal, kehidupan yang utuh dan penuh. Namun demikian, jalan menuju kehidupan adalah melalui kematian. Inilah salah satu paradoks yang paling agung dalam iman Kristen. Alkitab menyatakan bahwa kematian bukan akhir kehidupan melainkan sebagai gerbang menuju kehidupan. Kematian Yesus merupakan korban yang bersifat menebus dan menggantikan dosa manusia.

KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemuritan adalah sebuah tugas yang tidak mudah untuk dilakukan. Dibutuhkan sebuah komitmen dan tekad untuk menjadi seorang murid yang meneladani Kristus. Menjadi seorang murid berarti hidup berbeda dengan dunia. Dengan demikian penyangkalan diri adalah esensi dari karakteristik pemuritan. Paulus menggambarkannya dengan mengatakan “orang-orang yang dahulu mati, tetapi sekarang hidup” (Roma 6:13).

Keterlibatan dalam misi adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh semua anggota Gereja. Misi bukan suatu pilihan untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Misi merupakan isi hati Allah, adalah sebuah perintah-Nya untuk dilaksanakan oleh semua umat-Nya. Keterlibatan dalam misi dapat dibedakan menjadi dua kategori yang berbeda sesuai dengan panggilan Tuhan.

Kategori pertama adalah orang-orang yang dipanggil untuk terjun secara langsung dalam ladang misi sebagai misionaris. Kategori kedua adalah orang-orang yang dipanggil untuk menjadi pengutus para misionaris. PEMURIDAN MENURUT ALKITAB
Next Post Previous Post