4 MAKNA PERJAMUAN KUDUS DALAM ALKITAB
Terdapat empat pembahasan mengenai Perjamuan Kudus dalam Alkitab yaitu Matius 26:26-29; Markus 14:22-25; Lukas 22:15-20 dan I Korintus 11:23-25. Dalam pembahasan akan terlihat bahwa makna Perjamuan Kudus berkaitan dengan masa lalu, kini, dan yang akan datang, dan makna praktis.
1. Makna Masa Lalu
Perjamuan Kudus merupakan sebuah peringatan karya pengorbanan Kristus bagi orang percaya. Dalam I Korintus 11:23-24 Rasul Paulus membicarakan tentang Penetapan Perjamuan Kudus. Kata “kuteruskan” dan “telah kuterima”, adalah ungkapan yang umum dalam pengajaran kekristenan (bd. 11:2; 15:3), (Guthrie, 2007, p. 503).
Di sini Paulus menyampaikan kepada jemaat Tuhan di Korintus bahwa Perjamuan Kudus adalah perayaan yang diperintahkan secara lisan oleh Tuhan Yesus sendiri untuk dilaksanakan. Kemudian beralih kepada kata perbuatlah ini dan peringatan dalam ayat 24.
Kata Yunani untuk perbuatlah ini hanya dapat berarti: ‘lakukanlah perbuatan ini’, bukan ‘korbankanlah ini’. Lagi kata Yunani bagi menjadi peringatan akan Aku tak mengandung arti ‘ingatkanlah Allah akan daku’ melainkan ‘ingatkanlah dirimu sendiri akan kematian yang Aku (tekanan) untuk mendapatkan keselamatanmu (Guthrie, 2007, p. 503).
Perintah untuk terus mengulang Perjamuan Kudus dimaksudkan untuk terus memperingati apa yang dikerjakan Kristus di atas kayu salib untuk keselamatan manusia. Melalui karya Kristus di atas kayu salib manusia berdosa beroleh pengampunan dan penebusan. Pintu pengampunan dosa dibuka oleh Tuhan melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib. Kristus berfungsi sebagai imam besar dan sekaligus membawa darah-Nya sendiri sebagai korban pendamaian (Ibrani 9:11).
Pengorbanan Kristus terus diingat sebagai bentuk pengucapan syukur (Yun: eucharistia) atas anugerah keselamatan Allah melalui karya Kristus di kayu salib (Matius 26:27; Markus 14:23, Lukas 22:19), (Stamps, 1984, p. 1900). Pengampunan dosa membawa keselamatan bagi yang percaya kepada-Nya dan menantikan-Nya, anugerah termulia yang sudah sepantasnya selalu disyukuri.
Perjamuan Kudus tampak menjadi sebuah ziarah ke masa lalu untuk mengingat karya Allah dalam Kristus Yesus. Pola ini sebenarnya menjadi penekanan dalam Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama, terkait dengan syema, bangsa Israel diberi perintah untuk terus mengajarkan berulang-ulang agar mengingat karya Allah (Darmawan, 2019b; Rantesalu, 2018).
Demikian pula sakramen Perjamuan Kudus membawa jemaat pada ingatan akan karya penyelamatan Kristus bagi manusia yang berdosa. Hal ini menunjukkan bahwa Perjamuan Kudus memiliki penekanan pedagogis dalam pembinaan jemaat. Menurut Groome (2011), pendidikan merupakan sebuah ziarah untuk merenungkan karya Allah pada manusia. Karena Perjamuan Kudus adalah sebuah ziarah masa lalu maka, sakramen memiliki aspek pedagogis yang berkaitan dengan makna masa lalu.
2. Makna Masa Kini
Pertama, Perjamuan Kudus memiliki makna persekutuan (Yun: Koinonia). Melalui Perjamuan Kudus orang percaya turut menikmati keuntungan dari kematian Kristus, bahkan turut serta dalam persekutuan baik dengan anggota tubuh Kristus dan bahkan Kristus itu sendiri (Stamps, 1984, p. 1900). Dalam Roma 6:6, Paulus menggunakan dua istilah yaitu
1) Manusia lama yang merujuk kepada manusia yang belum diperbaharui dan kehidupan dalam dosa. Melalui Perjamuan Kudus orang percaya diingatkan secara berulang-ulang bahwa telah disalibkan atau dimatikan manusia lama tersebut dan mereka menerima kehidupan yang baru. Secara pedagogis, Perjamuan Kudus yang dilakukan berulang-ulang sama seperti pembelajaran memorisasi yang mengingat karya Allah.
otomotif, gadget |
Perjamuan Kudus merupakan sebuah peringatan karya pengorbanan Kristus bagi orang percaya. Dalam I Korintus 11:23-24 Rasul Paulus membicarakan tentang Penetapan Perjamuan Kudus. Kata “kuteruskan” dan “telah kuterima”, adalah ungkapan yang umum dalam pengajaran kekristenan (bd. 11:2; 15:3), (Guthrie, 2007, p. 503).
Di sini Paulus menyampaikan kepada jemaat Tuhan di Korintus bahwa Perjamuan Kudus adalah perayaan yang diperintahkan secara lisan oleh Tuhan Yesus sendiri untuk dilaksanakan. Kemudian beralih kepada kata perbuatlah ini dan peringatan dalam ayat 24.
Kata Yunani untuk perbuatlah ini hanya dapat berarti: ‘lakukanlah perbuatan ini’, bukan ‘korbankanlah ini’. Lagi kata Yunani bagi menjadi peringatan akan Aku tak mengandung arti ‘ingatkanlah Allah akan daku’ melainkan ‘ingatkanlah dirimu sendiri akan kematian yang Aku (tekanan) untuk mendapatkan keselamatanmu (Guthrie, 2007, p. 503).
Perintah untuk terus mengulang Perjamuan Kudus dimaksudkan untuk terus memperingati apa yang dikerjakan Kristus di atas kayu salib untuk keselamatan manusia. Melalui karya Kristus di atas kayu salib manusia berdosa beroleh pengampunan dan penebusan. Pintu pengampunan dosa dibuka oleh Tuhan melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib. Kristus berfungsi sebagai imam besar dan sekaligus membawa darah-Nya sendiri sebagai korban pendamaian (Ibrani 9:11).
Pengorbanan Kristus terus diingat sebagai bentuk pengucapan syukur (Yun: eucharistia) atas anugerah keselamatan Allah melalui karya Kristus di kayu salib (Matius 26:27; Markus 14:23, Lukas 22:19), (Stamps, 1984, p. 1900). Pengampunan dosa membawa keselamatan bagi yang percaya kepada-Nya dan menantikan-Nya, anugerah termulia yang sudah sepantasnya selalu disyukuri.
Perjamuan Kudus tampak menjadi sebuah ziarah ke masa lalu untuk mengingat karya Allah dalam Kristus Yesus. Pola ini sebenarnya menjadi penekanan dalam Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama, terkait dengan syema, bangsa Israel diberi perintah untuk terus mengajarkan berulang-ulang agar mengingat karya Allah (Darmawan, 2019b; Rantesalu, 2018).
Demikian pula sakramen Perjamuan Kudus membawa jemaat pada ingatan akan karya penyelamatan Kristus bagi manusia yang berdosa. Hal ini menunjukkan bahwa Perjamuan Kudus memiliki penekanan pedagogis dalam pembinaan jemaat. Menurut Groome (2011), pendidikan merupakan sebuah ziarah untuk merenungkan karya Allah pada manusia. Karena Perjamuan Kudus adalah sebuah ziarah masa lalu maka, sakramen memiliki aspek pedagogis yang berkaitan dengan makna masa lalu.
2. Makna Masa Kini
Pertama, Perjamuan Kudus memiliki makna persekutuan (Yun: Koinonia). Melalui Perjamuan Kudus orang percaya turut menikmati keuntungan dari kematian Kristus, bahkan turut serta dalam persekutuan baik dengan anggota tubuh Kristus dan bahkan Kristus itu sendiri (Stamps, 1984, p. 1900). Dalam Roma 6:6, Paulus menggunakan dua istilah yaitu
1) Manusia lama yang merujuk kepada manusia yang belum diperbaharui dan kehidupan dalam dosa. Melalui Perjamuan Kudus orang percaya diingatkan secara berulang-ulang bahwa telah disalibkan atau dimatikan manusia lama tersebut dan mereka menerima kehidupan yang baru. Secara pedagogis, Perjamuan Kudus yang dilakukan berulang-ulang sama seperti pembelajaran memorisasi yang mengingat karya Allah.
Menurut Darmawan (2019b) melalui pembelajaran memorisasi, orang akan dapat mengingat pesan yang disampaikan dan karena secara terus menerus maka akan mendorong timbulnya pemahaman yang dapat mendorong terjadinya perubahan hidup. Pakpahan (2013) mengungkapkan bahwa sakramen Perjamuan Kudus sangat kental dengan penekanan pada ingatan akan karya Allah;
2) Tubuh dosa. Frasa ini mengacu pada keinginan dosa dalam tubuh manusia. Hidup dan tubuh tidak lagi dikuasai cara hidup lama (I Korintus 5:17). Melalui Perjamuan Kudus, orang percaya diingatkan akan kasih Allah pada manusia. Secara pedagogis, sakramen Perjamuan Kudus membimbing orang percaya pada kesadaran akan kasih dan anugerah Allah.
Kedua, Perjamuan Kudus juga sebuah tanda memproklamirkan perjanjian yang baru kepada Allah. Dengan karya Agung Kristus setiap orang yang percaya dibenarkan oleh iman kepada Kristus (Mawikere, 2017). Melalui pelaksanaan Perjamuan Kudus, orang percaya diingatkan akan panggilan untuk setia kepada-Nya. Hal ini sejalan dengan Roma 3:22-24.
Kata pisteos Iesou Khristou pada ayat Roma 3:22 diterjemahkan dengan “iman dalam Yesus Kristus” dan pisteos Iesou pada Roma 3:26 diterjemahkan dengan “percaya kepada Yesus”. Keduanya memiliki makna yang mirip. Terjemahan Baru Lembaga Alkitab Indonesia melihat ini sebagai genetifobjek (Santoso, 2011, p. 177). Namun terjemahan NRSV memberikan catatan kaki pada Roma 3:22 yang mengindikasikan, bahwa frasa ini bukan hanya dapat diterjemahkan dengan ‘iman kepada Kristus’ (Santoso, 2018, p. 9). Jika dilihat sebagai genetif subjek, maka kata pistis tidak diterjemahkan dengan “iman” melainkan “kesetiaan”. Sebagai genetif-subjek, frasa ini dapat diterjemahkan dengan “kesetiaan Kristus”.
Frasa ini memiliki makna “kesetiaan” yang berasal dari kesetiaannya Kristus (Santoso, 2018, p. 9). Sehingga dapat dikatakan, setiap orang yang percaya dibenarkan oleh kesetiaan Kristus dan orang dibenarkan karena iman kepada Kristus. Dari analisis frasa tersebut diperoleh dua hal pokok dalam ajaran pembenaran Allah bagi manusia, yaitu pembenaran manusia didapat melalui kesetiaan Kristus dan melalui iman kepada Kristus.
Martin Luther mencanangkan reformasi berdasarkan teologi Paulus tadi, bahwa manusia menjadi selamat bukan melalui usaha dan jerih payahnya, melainkan itu hanya merupakan anugerah Allah. Untuk itu dia mencanangkan ajaran Sola Gratia. Lebih lanjut, pembenaran tersebut terjadi melalui dua hal: kesetiaan Kristus, yang kemudian oleh Marthin Luther disebut dengan ajaran Solus Christus dan iman kepada Kristus, yang kemudian disebut dengan ajaran sola fide (Santoso, 2018, p. 13). Orang percaya diselamatkan sola gratia, hanya oleh anugerah Allah (Kadarmanto, 2018; Katarina & Darmawan, 2019; Susanti, 2017).
Orang percaya sekali lagi dihadapkan pada pengorbanan Kristus yang karena kesetiaan-Nya menganugerahi manusia pembenaran oleh iman kepada Kristus yang membawa kepada keselamatan. Kematian Kristus menjadi motivasi tertinggi untuk meninggalkan dosa. Dengan demikian, Perjamuan Kudus menjadi simbol nyata memproklamasikan kembali ketuhanan Kristus yang telah menganugerahkan pembenaran, melalui iman dan penyerahan diri secara total kepada Kristus, dan mengambil komitmen tinggal setia untuk melawan dosa
Ketiga, Pemberitaan Injil juga merupakan makna Perjamuan Kudus di masa sekarang. Kaum Injili menurut Objantoro (2017) sangat menekankan pada pemberitaan Injil dalam berbagai kondisi. Sebagai orang-orang yang sudah dibenarkan dan diselamatkan diberikan Amanat Agung untuk memberitakan kabar baik, anugerah keselamatan di dalam Kristus.
Tujuan pemberitaan Injil adalah memuridkan mereka yang akan menaati semua perintah Kristus (Darmawan, 2017, 2019a). Dalam I Korintus 11:26, Rasul Paulus menegaskan makna pelaksanaan Perjamuan Kudus adalah pewartaan secara berulang (ditunjukkan dengan kata setiap kali) peristiwa kematian Yesus yang membawa anugerah keselamatan bagi dunia.
3. Makna Masa Yang Akan Datang
Perjamuan Kudus menjadi jaminan menikmati Kerajaan Surga dan perjamuan agung di masa yang akan datang (Matius 8:11, Markus 14:25, Lukas 13:29). Perjamuan Kudus merupakan perwujudan pengharapan akan kedatangan-Nya kembali. Kristus Yesus adalah pengharapan yang pasti.
Ibrani 6:20 menegaskan bahwa Yesus sangat memenuhi syarat sebagai pemberi harapan yang pasti kepada manusia baik di dunia ini maupun pada kekekalan yang akan datang. Karena Yesus telah membuka jalan terwujudnya kembali hubungan yang harmonis antara Allah dan manusia. Yesus telah mati sebagai tebusan sekaligus juga menjadi imam yang melaksanakan penebusan di hadapan Allah. Kematian Yesus juga tidak abadi, hanya tiga hari saja, setelah itu Ia bangkit sebagai pemenang untuk selama-lamanya. Tuhan Yesus pasti akan datang kembali, sebagaimana dituliskan dalam Alkitab.
Brill (2003, p. 303) menerangkan bahwa, kedatangan kembali Kristus merupakan pengharapan bagi umat Allah (Titus 2:13). Sakramen Perjamuan Kudus menjadi momen untuk memberitakan pengharapan di dalam Kristus. Dengan demikian secara pedagogis, Perjamuan Kudus menjadi wadah pengajaran dan pemberitaan pengharapan di dalam Kristus
4. Makna Praktis Perjamuan Kudus
Secara praktis, Perjamuan Kudus mengingatkan tentang pentingnya persekutuan dengan sesama anggota tubuh Kristus. Persekutuan berfungsi membawa jemaat menuju kesatuan sebagai anggota tubuh Kristus dan dalam persekutuan tersebut, jemaat dibawa untuk mengingat karya Kristus di kayu salib melalui Perjamuan Kudus (Pakpahan, 2013, p. 53).
Perjamuan Kudus dilakukan secara bersama-sama dengan anggota tubuh Kristus yang lain. Dalam persekutuan itu, jemaat bersama-sama melihat, menyaksikan, dan mengalami sakramen yang suci (Naat, 2020). Perjamuan Kudus tidak dapat dilakukan seorang diri karena akan mengubah makna Perjamuan Kudus itu sendiri. Perjamuan Kudus menurut Naat (2020, p. 8), mengandung makna rohani tentang persekutuan dalam kematian dan kebangkitan Tuhan melalui Perjamuan Kudus.
Baca Juga: 5 Konsep Sakramen Perjamuan Kudus
2) Tubuh dosa. Frasa ini mengacu pada keinginan dosa dalam tubuh manusia. Hidup dan tubuh tidak lagi dikuasai cara hidup lama (I Korintus 5:17). Melalui Perjamuan Kudus, orang percaya diingatkan akan kasih Allah pada manusia. Secara pedagogis, sakramen Perjamuan Kudus membimbing orang percaya pada kesadaran akan kasih dan anugerah Allah.
Kedua, Perjamuan Kudus juga sebuah tanda memproklamirkan perjanjian yang baru kepada Allah. Dengan karya Agung Kristus setiap orang yang percaya dibenarkan oleh iman kepada Kristus (Mawikere, 2017). Melalui pelaksanaan Perjamuan Kudus, orang percaya diingatkan akan panggilan untuk setia kepada-Nya. Hal ini sejalan dengan Roma 3:22-24.
Kata pisteos Iesou Khristou pada ayat Roma 3:22 diterjemahkan dengan “iman dalam Yesus Kristus” dan pisteos Iesou pada Roma 3:26 diterjemahkan dengan “percaya kepada Yesus”. Keduanya memiliki makna yang mirip. Terjemahan Baru Lembaga Alkitab Indonesia melihat ini sebagai genetifobjek (Santoso, 2011, p. 177). Namun terjemahan NRSV memberikan catatan kaki pada Roma 3:22 yang mengindikasikan, bahwa frasa ini bukan hanya dapat diterjemahkan dengan ‘iman kepada Kristus’ (Santoso, 2018, p. 9). Jika dilihat sebagai genetif subjek, maka kata pistis tidak diterjemahkan dengan “iman” melainkan “kesetiaan”. Sebagai genetif-subjek, frasa ini dapat diterjemahkan dengan “kesetiaan Kristus”.
Frasa ini memiliki makna “kesetiaan” yang berasal dari kesetiaannya Kristus (Santoso, 2018, p. 9). Sehingga dapat dikatakan, setiap orang yang percaya dibenarkan oleh kesetiaan Kristus dan orang dibenarkan karena iman kepada Kristus. Dari analisis frasa tersebut diperoleh dua hal pokok dalam ajaran pembenaran Allah bagi manusia, yaitu pembenaran manusia didapat melalui kesetiaan Kristus dan melalui iman kepada Kristus.
Martin Luther mencanangkan reformasi berdasarkan teologi Paulus tadi, bahwa manusia menjadi selamat bukan melalui usaha dan jerih payahnya, melainkan itu hanya merupakan anugerah Allah. Untuk itu dia mencanangkan ajaran Sola Gratia. Lebih lanjut, pembenaran tersebut terjadi melalui dua hal: kesetiaan Kristus, yang kemudian oleh Marthin Luther disebut dengan ajaran Solus Christus dan iman kepada Kristus, yang kemudian disebut dengan ajaran sola fide (Santoso, 2018, p. 13). Orang percaya diselamatkan sola gratia, hanya oleh anugerah Allah (Kadarmanto, 2018; Katarina & Darmawan, 2019; Susanti, 2017).
Orang percaya sekali lagi dihadapkan pada pengorbanan Kristus yang karena kesetiaan-Nya menganugerahi manusia pembenaran oleh iman kepada Kristus yang membawa kepada keselamatan. Kematian Kristus menjadi motivasi tertinggi untuk meninggalkan dosa. Dengan demikian, Perjamuan Kudus menjadi simbol nyata memproklamasikan kembali ketuhanan Kristus yang telah menganugerahkan pembenaran, melalui iman dan penyerahan diri secara total kepada Kristus, dan mengambil komitmen tinggal setia untuk melawan dosa
Ketiga, Pemberitaan Injil juga merupakan makna Perjamuan Kudus di masa sekarang. Kaum Injili menurut Objantoro (2017) sangat menekankan pada pemberitaan Injil dalam berbagai kondisi. Sebagai orang-orang yang sudah dibenarkan dan diselamatkan diberikan Amanat Agung untuk memberitakan kabar baik, anugerah keselamatan di dalam Kristus.
Tujuan pemberitaan Injil adalah memuridkan mereka yang akan menaati semua perintah Kristus (Darmawan, 2017, 2019a). Dalam I Korintus 11:26, Rasul Paulus menegaskan makna pelaksanaan Perjamuan Kudus adalah pewartaan secara berulang (ditunjukkan dengan kata setiap kali) peristiwa kematian Yesus yang membawa anugerah keselamatan bagi dunia.
3. Makna Masa Yang Akan Datang
Perjamuan Kudus menjadi jaminan menikmati Kerajaan Surga dan perjamuan agung di masa yang akan datang (Matius 8:11, Markus 14:25, Lukas 13:29). Perjamuan Kudus merupakan perwujudan pengharapan akan kedatangan-Nya kembali. Kristus Yesus adalah pengharapan yang pasti.
Ibrani 6:20 menegaskan bahwa Yesus sangat memenuhi syarat sebagai pemberi harapan yang pasti kepada manusia baik di dunia ini maupun pada kekekalan yang akan datang. Karena Yesus telah membuka jalan terwujudnya kembali hubungan yang harmonis antara Allah dan manusia. Yesus telah mati sebagai tebusan sekaligus juga menjadi imam yang melaksanakan penebusan di hadapan Allah. Kematian Yesus juga tidak abadi, hanya tiga hari saja, setelah itu Ia bangkit sebagai pemenang untuk selama-lamanya. Tuhan Yesus pasti akan datang kembali, sebagaimana dituliskan dalam Alkitab.
Brill (2003, p. 303) menerangkan bahwa, kedatangan kembali Kristus merupakan pengharapan bagi umat Allah (Titus 2:13). Sakramen Perjamuan Kudus menjadi momen untuk memberitakan pengharapan di dalam Kristus. Dengan demikian secara pedagogis, Perjamuan Kudus menjadi wadah pengajaran dan pemberitaan pengharapan di dalam Kristus
4. Makna Praktis Perjamuan Kudus
Secara praktis, Perjamuan Kudus mengingatkan tentang pentingnya persekutuan dengan sesama anggota tubuh Kristus. Persekutuan berfungsi membawa jemaat menuju kesatuan sebagai anggota tubuh Kristus dan dalam persekutuan tersebut, jemaat dibawa untuk mengingat karya Kristus di kayu salib melalui Perjamuan Kudus (Pakpahan, 2013, p. 53).
Perjamuan Kudus dilakukan secara bersama-sama dengan anggota tubuh Kristus yang lain. Dalam persekutuan itu, jemaat bersama-sama melihat, menyaksikan, dan mengalami sakramen yang suci (Naat, 2020). Perjamuan Kudus tidak dapat dilakukan seorang diri karena akan mengubah makna Perjamuan Kudus itu sendiri. Perjamuan Kudus menurut Naat (2020, p. 8), mengandung makna rohani tentang persekutuan dalam kematian dan kebangkitan Tuhan melalui Perjamuan Kudus.
Baca Juga: 5 Konsep Sakramen Perjamuan Kudus
Dengan persekutuan setiap orang dapat belajar bahwa tidak semua orang dapat menjadi seperti yang diharapkan. Seseorang bahkan tidak akan pernah dapat mengubah orang lain seperti kehendak hatinya. Namun dalam persekutuan diajarkan untuk saling menerima satu dengan yang lain. Perjamuan Kudus dalam persekutuan ini juga memberi dorongan pada terjadinya rekonsiliasi bagi sesama anggota tubuh Kristus yang berkonflik (Panjaitan, 2013).
Dalam analisis Rumbi (2019) tentang manajemen konflik jemaat mula-mula, tampaknya persekutuan menjadi bagian penting dalam menghadapi konflik sehingga terbangun persekutuan antar orang percaya. Tidak dapat dipungkiri, Perjamuan Kudus dilakukan bersama-sama orang percaya pada masa itu, dan menjadi pengingat kasih dan pendamaian Allah. https://teologiareformed.blogspot.com/
Dalam analisis Rumbi (2019) tentang manajemen konflik jemaat mula-mula, tampaknya persekutuan menjadi bagian penting dalam menghadapi konflik sehingga terbangun persekutuan antar orang percaya. Tidak dapat dipungkiri, Perjamuan Kudus dilakukan bersama-sama orang percaya pada masa itu, dan menjadi pengingat kasih dan pendamaian Allah. https://teologiareformed.blogspot.com/