MAKNA KASIH DAN PENERAPANNYA

Pdt. Samuel T. Gunawan. M.Th.

Kasih dalam banyak budaya masyarakat kita saat ini telah dianggap sebagai sesuatu yang pasif dan hanya dihubungkan dengan perasaan (emosi) saja. Misalnya, seorang pria jatuh cinta dengan seorang wanita dianggap sebagai perasaan alamiah dan datang dengan sendirinya tanpa perlu diupayakan. 
MAKNA KASIH DAN PENERAPANNYA
gadget, otomotif, bisnis
Dengan kata lain, kita tidak perlu memutuskan untuk jatuh cinta, perasaan itu akan datang dengan sendirinya. Perasaan cinta ini mendorong pria itu untuk memiliki si wanita, karena ia berpikir telah menemukan “cinta sejatinya”. Ternyata, 6 bulan setelah menikah mereka bercerai. 

Berbeda dengan konsep masyarakat saat ini yang mengajarkan kasih sebagai sesuatu yang pasif dan alamiah, Kitab Suci kita justru mengajarkan kasih dengan istilah yang lebih aktif. Konsep kasih lebih berfungsi sebagai kata kerja ketimbang kata benda. Kasih merupakan suatu tugas, yaitu suatu tindakan yang harus dinyatakan. Allah memerintahkan kita untuk mengasihi, di satu sisi kita menyatakan perasaan (afeksi) kasih, di lain sisi kita harus bertindak dalam kasih.

Perjanjian Baru menggunakan dua kata Yunani untuk cinta yaitu: (1) Kata kerja “agapaô” dan kata benda “agape” untuk menyatakan kasih Allah, kasih sejati, tidak mementingkan diri, dan kasih dari hati yang peduli pada orang lain; dan (2) Kata kerja “phileô” yaitu kasih sayang antara sahabat atau teman. Kata ini sering diasosiakan dengan kasih persaudaraan. 

Sedangkan kata Yunani klasik “eros” dan “storge” tidak digunakan dalam Alkitab. Kata kerja “eraô” atau kata benda “eran” seringkali ditulis “eros”, menunjukkan cinta dengan daya tarik seksual atau erotika. Kasih ini sering dihubungkan dengan romantistik; dan kata “stôrge” berarti kasih alami dalam keluarga, seperti kasih seorang ibu dan anaknya tidak digunakan di dalam Alkitab. 

Jadi, kasih dalam pengertian insani atau pun ilahi merupakan bentuk ungkapan yang paling dalam dari kepribadian sekaligus hubungan pribadi paling akrab dan paling dekat.

Rasul Yohanes mengatakan bahwa “Allah adalah kasih” atau “ho theos agapê estin” (1 Yohanes 4:8). Ketika Yohanes berkata “Allah adalah kasih”, kalimat yang digunakannya dalam bentuk artikel definite, artinya tidak ada yang lain yang sama dengan-Nya. Begitu besarnya kasih Allah itu, sehingga tidak ada yang menyamainya. 

Kasih Allah itu bersifat pribadi, kekal, sudah ada sebelum dunia dijadikan dan kasih itu begitu besarnya (Yeremia 31:3; Yohanes 3:16; Efesus 1:4-5). Karena itu, kasih lainnya (philia, eras dan storge) adalah alamiah bahkan manusia yang telah jatuh dapat memilikinya, tetapi kasih agape seperti yang dimiliki Allah tidak dimiliki manusia yang telah jatuh dalam dosa sampai anugerah Roh Kudus dalam Kristus melahir barukannya. Kasih Allah ini dicurahkan dalam hati kita oleh Roh Kudus (Roma 5:5). 

Dengan demikian tidaklah mungkin bagi manusia memiliki kasih sejati di luar relasinya dengan Tuhan. Hanya dengan menerima kasih Tuhan dan anugerah Roh Kudus dalam Kristus yang melahir barukan, barulah kita dapat mengasihi dengan kasih sejati (agape) itu. (Roma 5:5). Pertanyaannya, bagaimanakah menerapkan kasih itu dalam sebuah rumah tangga (keluarga), khususnya rumah tangga Kristen?

1. Penerapan kasih dalam relasi suami dan istri. 

Suami dan istri dalam relasinya satu dengan yang lain harus memiliki kasih agape, eros dan philio. Ketiga jenis kasih itu harus dibagikan oleh suami dan istri kepada pasangannya masing-masing. 

Secara praktis ketiga jenis kasih itu diterapkan demikian: 

(1) Dengan kasih agape, suami dan istri dapat mengasihi dengan tulus, dari hati yang peduli satu sama lainnya, dan tidak mementingkan diri sendiri (bandingkan 1 Korintus 13). 

(2) Dengan kasih eros, suami dan istri dapat saling menunjukkan daya tarik seksual dan romantistik yang sangat perlu bagi kelanggengan suatu pernikahan (Bandingkan 1 Korintus 7:3,4; Amsal 5:18-19; Kidung Agung 2:16). 

(3) Dengan kasih philio, suami dan istri dapat mengembangkan hubungan persahabatan satu sama lainnya (Bandingkan 1 Petrus 3:7).

2. Penerapan kasih dalam relasi orang tua dan anak-anak. 

Orang tua dan anak dalam relasinya satu dengan yang lain harus memiliki kasih agape, storge dan philio. Ketiga jenis kasih itu harus dibagikan oleh oleh orang tua kepada anak-anak mereka, dan demikian juga sebaliknya anak-anak kepada orang tuanya. 


Secara praktis ketiga jenis kasih itu diterapkan demikian: 

(1) Dengan kasih agape, orang tua dan anak-anak dapat mengasihi satu sama lain dengan tulus, dari hati yang peduli, dan tidak mementingkan diri sendiri. 

(2) Dengan kasih storge, orang tua dan anak-anak mengasihi dalam hubungan kasih alami dalam keluarga (kekerabatan) karena faktor keturunan (hubungan darah), seperti kasih seorang ibu atau kasih seorang ayah pada anaknya. 

(3) Dengan kasih Philio, orang tua dan anak-anak dapat mengembangkan hubungan persahabatan atau pertemanan satu sama lainnya. https://teologiareformed.blogspot.com/
Next Post Previous Post