AMSAL 1:7 (9 BENTUK TAKUT AKAN TUHAN)

Amsal 1:7 TB -Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.
AMSAL 1:7 (9 BENTUK TAKUT AKAN TUHAN)
Takut akan Tuhan dimulai dari kesadaran akan siapa pribadi Tuhan itu. Dia adalah Allah yang maha kudus, pencipta langit dan bumi yang layak disembah dan dihormati. Takut akan Tuhan juga berarti melihat Tuhan sebagai pemegang otoritas tertinggi, pemberi hukum, Raja diatas segala raja. Pengakuan inilah yang membangkitkan ketaatan pada hukum-hukum-Nya. Lebih lanjut takut akan Tuhan menjadi motivasi manusia untuk hidup saleh sesuai dengan kebenaran firman Tuhan dan dengan tegas menjauhi kejahatan.

9 (sembilan) Bentuk takut akan Tuhan menurut Kitab Amsal, dalam konteks Amsal 1:7 adalah:

1. Memiliki Hikmat.

Kata hikmat berasal dari bahasa ibrani yakni hokma, Istilah hikmat (hokma) yang dipergunakan pada Amsal 1:2 ini berfungsi sebagai kata kunci bagi seluruh kitab Amsal. Istilah itu sering digunakan dalam seluruh Perjanjian Lama.

Dalam kebanyakan bagian Perjanjian Lama, baik yang berasal dari masa sebelum kerajaan sampai sesudah pembuangan istilah ini dipergunakan dengan makna umum yang sama yaitu “kepandaian”, kecerdasan”, dan kebijaksanaan”. Misalnya dalam Ulangan 4:6; 34:9;2 Samuel 14:20; 1 Raj. 2:6; 3:28; 4:29-31; 10:24; 2 Tawarikh 1:10-11; 9:23; Pkh. 1:13, 16, 17,18; 8:1, 19; 10:8; Yesaya 10:13.

Jadi terjemahan yang digunakan dalam tafsiran ini tetap “didikan”, dengan pengertian bahwa didikan itu bersifat mengoreksi, menertibkan, atau mendisiplinkan.

Dalam Perjanjian Lama, yang berasal dari masa sebelum Pembuangan Keluaran 31:3; Hak. 5:29; Samuel 20:22, istilah ini digunakan dengan makna pengetahuan teknis dan praktis, sedangkan istilah ini dengan makna pengetahuan teknis dan praktis dan di masa Pembuangan dan sesudahnya Ezr. 7:14, 25; Pengkhotbah 7:12; Daniel 5:11, arti yang ada di dalamnya bersifat etis dan menyangkut moral.

Jadi dari hal ini istilah hokma mengalami perkembangan dari makna yang bersifat teknis kepada yang bersifat religius. James C. Pantou menjelaskan bahwa hikmat adalah pengetahuan praktis yang menolong seseorang untuk mengetahui bagaimana bertindak dan bertutur kata dalam situasi-situasi yang berbeda.

Hikmat berkaitan dengan kemampuan untuk menghindari sekaligus keterampilan untuk menangani berbagai masalah yang muncul. Jadi, orang yang memiliki hikmat tidak hanya menjelaskan tentang intelektual namun mampu menjalani kehidupannya dengan bijak, mampu mengendalikan dirinya ketika situasi tidak memungkinkan, mampu memotivasi dirinya sendiri, dan mampu bertindak menuntaskan berbagai masalah yang terjadi dalam hidupnya.

2. Kedua, Menerima Didikan.

Kata “didikan” (musar) yang juga diterjemahkan dengan kata “koreksi”. kata ini menunjukkan keseriusan dari konsep hikmat. Didikan atau koreksi menyiratkan ancaman atau penerapan hukuman bila instruksi itu tidak ditaati. Artinya bahwa orang yang takut akan Tuhan menerima didikan atau koreksi, ia tidak akan menolak didikan itu karena ia sadar bahwa didikan itu mengoreksi dirinya untuk menjadi lebih baik lagi.

Didikan yang dimaksud berasal dari orangtua dalam keluarga, bisa juga dari guru-guru hikmat di sekolah, orang berjalan menuju kehidupan mengindahkan didikan dan orang ini bersedia dididik dengan didikan keras sekalipun. Jadi, didikan itu akan menolong dia menghindari kebodohan dan bahaya, didikan itu akan mengarahkan dia kepencapaian tujuan hidup.

3. Ketiga, Hidup Pandai.

Kata musar haskel adalah ungkapan bagi hikmat tua yang berasal dari masa sebelum Pembuangan. Kata haskel atau kepandaian digunakan untuk kepandaian dalam hal yang bersifat teknis dan praktis. Kepandaian ini berguna dalam pemerintahan serta pendidikan, tetapi kepandaian itu diberikan oleh Tuhan sendiri umumnya menghasilkan kekayaan atau nama baik (1 Samuel 18:12-16; Yeremia 3:15;10:21; 20:11).

Jadi, orang yang pandai bukan karena usahanya tetapi itu semata dari Allah diberikannya kepada orang yang takut akan Dia.

4. Keempat, Hidup Benar.

Kebenaran dalam bahasa ibrani Tsedheg yakni kebenaran etis. Yang didasarkan bukan saja pada undang-undang moral dan agama yang tegas dan keras, tetapi juga pada kasih dalam hubungan antara sesama manusia atau dengan Allah. Hidup benar aplikasinya secara kebenaran etis adalah keadilan, adil di dalam keputusan-keputusan resmi. Dan juga aplikasi selanjutnya secara etis adalah kejujuran dalam tingkah laku, bertentangan dengan penipuan yang melalaikan kebenaran moral.

5. Kelima, Hidup Adil.

Kata adil berasal dari bahasa Ibrani yakni Mispa. Dalam Perjanjian Lama hidup adil merupakan norma didikan dan merupakan sebuah kebenaran, kerena berdasarkan undang-undang agama atau moral tentang hubungan dengan sesama manusia dan Allah. Undang-undang ini bukan saja tegas dan keras melainkan mengandung kasih. Rismawaty Sinulingga menjelaskan bahwa, Keadilan atau adil merupakan kebenaran etis berbentuk keadilan didalam keputusan-keputusan resmi.

Wheaton menjelaskan orang yang adil selalu memutuskan untuk bertindak dengan adil dan tidak memperlakukan seseorang berbeda dengan orang lain. Jadi, orang yang takut akan Tuhan ia memiliki hidup yang adil, orang adil tidak memandang orang lain berbeda baik dari suku, agama, dan ras, status, jabatan yang ada melainkan memiliki sikap yang menyama ratakan semuanya sesuai dengan bagiannya masing-masing.

6. Kenam, Hidup Jujur.

Kata jujur atau kejujuran berasal dari bahsa Ibrani yakni mesyarim. Hidup jujur adalah sebuah kebenaran etis berbentuk kejujuran dalam bertingkah laku, bertentangan dengan penipuan yang melalaikan kebenaran moral.

Hidup jujur dimiliki oleh orang takut akan Tuhan, jujur merupakan bagian diri kita yang percaya pada prinsip suatu perkara itu sendiri. Jujur atau kejujuran tidak memperhatikan perbedaan antara “dusta putih” dan “dusta hitam”, ia melihat semuanya sebagai kebohongan dan berusaha menghindarinya karena prinsip bahwa berbohong adalah salah, kejujuran tidak akan berkompromi walaupun situasi itu nampaknya kecil sekali dan tidak berarti.

7. Ketujuh, Hidup Cerdas.

Dalam bahasa ibrani cerdas berarti orma. Orang yang cerdas akan mampu berpikir logis, khususnya dalam membedakan antara pengaruh yang buruk dan pengaruh yang baik serta membangun. Adi W, Gunawan menjelaskan orang yang hidupnya cerdas ia memiliki kemampuan untuk mempelajari atau mengerti dari pengalaman pengetahuan kemampuan mental dan juga kemampuan untuk memberikan respon secara cepat dan berhasil pada suatu situasi yang baru kemampuan untuk menggunakan nalar dalam memecahkan masalah.

Jadi orang yang hidup cerdas dikatakan bahwa ia belajar dari pengalaman dan mampu melakukan adaptasi atau penyesuaian terhadap lingkungan.

8. Kedelapan, Hidup Bijaksana.

Kata bijaksana berasal dari bahasa asli yakni bahasa ibrani yaitu mezimma. inilah yang akan memampukan morang muda Israel melepaskan diri dari jerat orang fasik yang selalu ada dalam sepanjang sejarah Israel, terutama pada masa pembuangan dan sesudahnya. Istilah mezimma juga digunakan bagi orang muda agar mereka memiliki kemampuan untuk bersikap bijaksana untuk memelihara diri dari jalan orang fasik.

Nestor Nico Tambunan menjelaskan, Bijaksana berarti berpikir dan bertindak dengan baik dan benar melakukan hal yang semestinya dan benar dari sudut atauran dan etika dan tentu disenangi semua orang. Orang yang bijaksana berpegang kepada kebenaran bukan kepada kepentingan dirinya sendiri karena itu menguntungkan dan menyenangkan semua orang. Jadi, hidup bijaksana ia memikirkan segala sesuatunya dengan bijak tanpa ada tindakan menguntungkan diri sendiri.

9. Sembilan, Memiliki Pertimbagan.

Memiliki pertimbangan atau pertimbangan berasal dari bahasa Ibrani yakni tabuloth. Pertimbangan dalam bentuk kata kerja yakni “membimbing” yang artinya bimbingan atau pengarahan yang dibutuhkan para guru hikmat untuk membawa muridnya kepada yang dibutuhkan para guru hikmat untuk membawa muridnya kepada sikap hidup dan tingkah laku yang benar.

Baca Juga: Kajian Tentang Takut Akan Tuhan Di Kitab Amsal

Memiliki pertimbangan artinya bahwa seseorang yang memikirkan baik dan buruknya sebuah rencana ataupun tindakan yang ia lakukan kedepannya, sehingga ia memikirkan dengan matang apa yang menjadi keputusannya sehingga menghasilkan pertimbangan yang baik dan benar guna mencapai sebuah tujuan yang membuahkan hasil yang tidak merugikan tetapi menguntungkan bagi semua orang bukan pribadinya saja diuntungkan.

Jadi, dari hal ini orang yang takut akanTuhan memiliki pertimbangan yang baik dalam setiap aspek kehidupannya, ia tidak cepat-cepat mengambil keputusan tetapi berpikir dengan matang apa yang menjadi keputusan yang harus dibuatnya. https://teologiareformed.blogspot.com/
Next Post Previous Post