10 KEUNIKAN PENGAJARAN YESUS
Daniel Sutoyo.
Ada 10 Keunikan Pengajaran Yesus Kristus, yaitu:
Kegiatan Yesus lebih sering digambarkan dengan kata kerja didasko (mengajar). Ia mengajar di rumah-rumah (Matius 4:23), Yesus mengajar di atas bukit (Matius 5:2, 19; 7:29), Ia mengajar di rumah ibadah (Matius 9:35; Markus 6:2). Hal ini menunjukkan bahwa Yesus sangat mementingkan pekerjaan mengajar, misalnya dalam Markus 9 dicatat bahwa Yesus tidak mau ditemui atau dinganggu orang karena ia sedang mengajar.
otomotif, gadget |
Kata jadiannya didaskalia (perbuatan mengajar; ajaran), didaktos (orang yang diajar; apa yang diajarkan), didaktikos (orang yang pandai mengajar), didakhe (pengajaran). Kata bendanya adalah didaskolos artinya pengajar; guru. Dalam Perjanjian Baru kata didaskalos muncul sebanyak 59 kali, yang diterjemahkan guru; pengajar; master (Matius 8:19; 9:11; 10:24; Markus 4:38; 5:35; dll). Misalnya Paulus mengatakan, “Aku telah ditetapkan...sebagai pengajar (didaskolos) orang-orang bukan Yahudi....” (1Timotius 2:7).
Jadi sebutan Yesus sebagai Guru Agung menekankan bahwa pengajaran-Nya merupakan salah satu pelayanan utama yang dilakukan Yesus selain kotbah. Sebenarnya keduanya dalam beberapa kali muncul bersamaan yang tidak dapat dipisahkan (Matius 4:23; 9:35; 11:1; Kisah Para Rasul 4:2; 28:31), dengan demikian menunjukkan keterkaitan antara dua aktifitas tersebut.
Fakta bahwa “mengajar” diletakkan di depan kata “memberitakan Injil” dan “menyembuhkan” di dalam Matius 4:23 menunjukkan bahwa mengajar merupakan pelayanan Yesus yang sangat penting. Kata “mengajar dalam kitab-kitab Injil dipakai untuk Yesus sekitar 50 kali.
Maka bukan hal yang aneh jika Yesus dipanggil dengan sebutan Guru atau Rabi. Sebelum Yesus terangkat ke surga, Ia tidak lupa menyinggung masalah pengajaran (Matius 28:20). Tidaklah heran, pengajaran tetap menjadi prioritas pelayanan bagi para rasul, bapa-bapa gereja, bahkan tokoh-tokoh Kristen pada era sesudahnya.17 Salah satu tonggak sejarah atau peninggalan gereja mula-mula yang membuktikan keseriusan gereja mula-mula terhadap pengajaran adalah buku didache.
2. Mencari Murid
Matius mencatat tentang Yesus sedang mencari murid-murid-Nya; “Dan ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia. Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.
Dan setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia” (Matius 4:18-22)
Pembelajaran model guru mencari murid merupakan keunikan model pembelajaran Yesus yang berbeda dengan para rabi di kalangan Yahudi pada waktu itu. Yesus selalu mencari murid-murid untuk dijadikan sebagai pengikutnya untuk diajar supaya mereka dapat meneruskan ajaran-Nya. Tetapi bagi tradisi Yahudi murid-murid selalu mencari para rabi.
Maka bukan hal yang aneh jika Yesus dipanggil dengan sebutan Guru atau Rabi. Sebelum Yesus terangkat ke surga, Ia tidak lupa menyinggung masalah pengajaran (Matius 28:20). Tidaklah heran, pengajaran tetap menjadi prioritas pelayanan bagi para rasul, bapa-bapa gereja, bahkan tokoh-tokoh Kristen pada era sesudahnya.17 Salah satu tonggak sejarah atau peninggalan gereja mula-mula yang membuktikan keseriusan gereja mula-mula terhadap pengajaran adalah buku didache.
2. Mencari Murid
Matius mencatat tentang Yesus sedang mencari murid-murid-Nya; “Dan ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia. Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.
Dan setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia” (Matius 4:18-22)
Pembelajaran model guru mencari murid merupakan keunikan model pembelajaran Yesus yang berbeda dengan para rabi di kalangan Yahudi pada waktu itu. Yesus selalu mencari murid-murid untuk dijadikan sebagai pengikutnya untuk diajar supaya mereka dapat meneruskan ajaran-Nya. Tetapi bagi tradisi Yahudi murid-murid selalu mencari para rabi.
Hal yang lebih menarik pada Matius 4:18-22 adalah Yesus mencari murid dengan cara berjalan menyusur danau Galilea, model ini asing bagi para guru di zaman itu. Keunikan pengajaran Yesus di sini yang berbeda dengan para rabi pada saat itu adalah murid-murid-Nya langsung meninggalkan pekerjaannya dan mengikut Yesus.
Yesus mendapatkan murid-murid dalam satu cara yang sangat berbeda dengan para rabi Yahudi. Pada umumnya murid-murid Yahudi mencari guru-guru mereka, tetapi murid-murid Yesus bukan mencari Dia, melainkan Ia yang mencari dan memanggil mereka di tengah-tengah aktivitas-aktivitas mereka setiap hari (Yohanes 1:35-51). Selain itu, murid- murid Yesus juga harus meninggalkan segala profesi dan masa lalu mereka yang berdosa (Lukas 5:27-32) untuk secara total, penuh kesetiaan, dan seumur hidup mengikuti Yesus sebagai murid-murid-Nya.
Dan Matius menuliskan bahwa Yesus seorang guru yang mencari murid dengan tujuan yang jelas, sebab dengan tujuan yang jelaslah maka akan mempengaruhi seluruh proses pembelajaran. Guru yang mengajar dengan sasaran yang jelas, murid yang mengikuti proses pembelajaran pun jelas arahnya. Jadi, guru mencari murid dengan tujuan pembelajaran yang jelas. Tujuan pembelajaran dalam Matius adalah murid-murid mampu menjadi penjala manusia.
3. Memenuhi Kebutuhan Para Pengikut
Yesus mengajar sebagai Guru dengan mendekati para pendengar yang berbeda-beda, Ia peduli dengan kebutuhan orang-orang diajar-Nya, Ia mengajar dengan penuh kasih dan kemurahan-Nya sebagaimana terlihat ketika Ia menolong setiap orang yang kesulitan.
Yesus mendapatkan murid-murid dalam satu cara yang sangat berbeda dengan para rabi Yahudi. Pada umumnya murid-murid Yahudi mencari guru-guru mereka, tetapi murid-murid Yesus bukan mencari Dia, melainkan Ia yang mencari dan memanggil mereka di tengah-tengah aktivitas-aktivitas mereka setiap hari (Yohanes 1:35-51). Selain itu, murid- murid Yesus juga harus meninggalkan segala profesi dan masa lalu mereka yang berdosa (Lukas 5:27-32) untuk secara total, penuh kesetiaan, dan seumur hidup mengikuti Yesus sebagai murid-murid-Nya.
Dan Matius menuliskan bahwa Yesus seorang guru yang mencari murid dengan tujuan yang jelas, sebab dengan tujuan yang jelaslah maka akan mempengaruhi seluruh proses pembelajaran. Guru yang mengajar dengan sasaran yang jelas, murid yang mengikuti proses pembelajaran pun jelas arahnya. Jadi, guru mencari murid dengan tujuan pembelajaran yang jelas. Tujuan pembelajaran dalam Matius adalah murid-murid mampu menjadi penjala manusia.
3. Memenuhi Kebutuhan Para Pengikut
Yesus mengajar sebagai Guru dengan mendekati para pendengar yang berbeda-beda, Ia peduli dengan kebutuhan orang-orang diajar-Nya, Ia mengajar dengan penuh kasih dan kemurahan-Nya sebagaimana terlihat ketika Ia menolong setiap orang yang kesulitan.
Yesus mengajar dengan kuasa, sehingga orang menderita sakit disembuhkan seperti, menyembuhkan mertua Petrus (Markus 1:29-31; Matius 8:14-15; Lukas 4:38-39), menyembuhkan orang menderita kusta (Markus 1:40-45; Matius 8:2-4; Lukas 5:12-14), menyembuhkan orang lumpuh (Markus 2:1-12; Mat. 9:1-8; Lukas 5:17-26), menyembuhkan orang yang mati sebelah tangan (Markus 3:1-6; Matius 12:10-14; Lukas 6:6-11), menyembuhkan hamba perwira yang sakit lumpuh (Matius 8:5-13; Lukas 7:1-10), menyembuhkan seorang wanita sakit pendarahan (Markus 5:25-34; Matius 9:20-22; Lukas 8:43-48), menyembuhkan orang tuli dan gagap (Markus 7:31-37; Matius 15:29-31), menyembuhkan orang buta di Betsaida (Markus 8:22-26), menyembahkan dua orang buta (Matius 9:27-31), menyembuhkan Bartimeus yang buta (Markus 10:46-52; Matius 20:29-34; Lukas 18:35-43), menyembuhkan wanita bungkuk yang 18 tahun dirasuk roh jahat (Lukas 13:10-17), menyembuhkan anak yang sakit ayan (Matius 17:15-18), Yesus menyembuhkan 10 orang sakit kusta (Lukas 17:11-19), menyembuhkan telinga Malkus yang dipenggal Petrus (Lukas 22:49-51).
Demikian juga Yesus mengajar dengan kuasa sangat nyata di dalam pelayanan pengusiran setan seperti, Yesus mengusir roh jahat di sinagoge (Markus 1:21-28; Lukas 4:33-37), mengusir roh Legion di Gerasa (Markus 5:1-20; Matius 8:28-34; Lukas 8:26-37), mengusir roh jahat dari orang Siro-Fenisi di Tirus (Markus 7:24-30; Matius 15:21-28), mengusir roh yang membuat seorang anak bisu (Markus 9:14-29; Matius 17:14-21; Lukas 9:37- 42), mengusir setan yang menyebabkan bisu (Matius 9:32-34), mengusir setan yang menyebabkan bisu dan buta (Matius 12:22; Lukas 11:14).
Bahkan pengajaran Yesus disertai dengan membangkitkan orang mati, yaitu membangkitkan anak Yairus, seorang kepala rumah ibadat (Markus 5:22-43; Matius 9:18-26; Lukas 8:41-56) dan membangkitkan Lazarus (Yohanes 11:1-44).
4. Media yang Kontekstual
Yesus mengajar sering kali menggunakan sarana natural di sekitar murid-murid-Nya, seperti pohon ara, menabur, pukat, ragi roti, cuaca, domba, serigala, gembala, dan sebagainya untuk menyampaikan dan mengajarkan kebenaran Injil-Nya. Dengan demikian pengajaran Yesus sangat menarik perhatian para pendengar-Nya dan mereka dapat memahami dan mengerti pesan dengan jelas. Maka pengajaran Yesus sangat nyata melalui perumpamaan- perumpamaan, amsal-amsal, simbol-simbol dan pelajaran-pelajaran melalui fenomena alam ini.
Pendekatan pengajaran Yesus ini ajaran-ajaran Yesus menjadi suatu fakta dan riil, yang secara langsung menyentuh realitas kehidupan mereka setiap hari. Di samping itu, Yesus juga menggunakan berbagai pendekatan yang berbeda-beda dalam rangka mendekati para pendengar-Nya yang berdeda-beda sesuai dengan status dan keberadaan mereka. Inilah pendekatan pengajaran Yesus yang relevan dan kontekstual.
Sebagai contoh, ketika Tuhan Yesus mengajar tentang apa yang layak diberikan kepada Tuhan, Ia menggunakan mata uang sebagai alat peraga (Matius 22:19-20); Dia memakai seorang anak untuk mengajar tentang sikap hati yang patuh dan jujur (Matius 18:2); Dia juga menggunakan pohon ara untuk mengajarkan pelajaran tentang iman (Matius 21:19); Dia menjelaskan hubungan Yesus dengan orang-orang percaya dengan menggunakan media pohon anggur (Yohanes 15:1-8) dan masih banyak lagi contoh Tuhan Yesus dalam memanfaatkan media alat peraga dalam pengajaran-Nya.
Tuhan Yesus sangat kreatif dan menemukan berbagai cara dalam mengajar. Dalam menghadapi berbagai situasi dan keadaan para pendengar-Nya, Yesus selalu menggunakan media atau alat peraga untuk menyampaikan pesan atau maksud pengajaran-Nya, sehingga pengajaran-Nya lebih menarik dan dapat dipahami dengan baik. Salah satu contoh pengajaran Tuhan Yesus yang terkenal adalah dengan menggunakan berbagai macam atau bentuk perumpamaan.
5. Berintegritas
Integritas berarti tanpa kedok, bertindak sesuai dengan yang diucapkan, konsisten antara iman dan perbuatan, antara sikap dan tindakan. Yesus berintegritas atau dapat dipercaya karena konsisten dengan kata, karakter dan tindakan. Yesus sebagai Guru mempunyai gaya hidup yang sesuai dengan apa yang Ia ajarkan.
Demikian juga Yesus mengajar dengan kuasa sangat nyata di dalam pelayanan pengusiran setan seperti, Yesus mengusir roh jahat di sinagoge (Markus 1:21-28; Lukas 4:33-37), mengusir roh Legion di Gerasa (Markus 5:1-20; Matius 8:28-34; Lukas 8:26-37), mengusir roh jahat dari orang Siro-Fenisi di Tirus (Markus 7:24-30; Matius 15:21-28), mengusir roh yang membuat seorang anak bisu (Markus 9:14-29; Matius 17:14-21; Lukas 9:37- 42), mengusir setan yang menyebabkan bisu (Matius 9:32-34), mengusir setan yang menyebabkan bisu dan buta (Matius 12:22; Lukas 11:14).
Bahkan pengajaran Yesus disertai dengan membangkitkan orang mati, yaitu membangkitkan anak Yairus, seorang kepala rumah ibadat (Markus 5:22-43; Matius 9:18-26; Lukas 8:41-56) dan membangkitkan Lazarus (Yohanes 11:1-44).
4. Media yang Kontekstual
Yesus mengajar sering kali menggunakan sarana natural di sekitar murid-murid-Nya, seperti pohon ara, menabur, pukat, ragi roti, cuaca, domba, serigala, gembala, dan sebagainya untuk menyampaikan dan mengajarkan kebenaran Injil-Nya. Dengan demikian pengajaran Yesus sangat menarik perhatian para pendengar-Nya dan mereka dapat memahami dan mengerti pesan dengan jelas. Maka pengajaran Yesus sangat nyata melalui perumpamaan- perumpamaan, amsal-amsal, simbol-simbol dan pelajaran-pelajaran melalui fenomena alam ini.
Pendekatan pengajaran Yesus ini ajaran-ajaran Yesus menjadi suatu fakta dan riil, yang secara langsung menyentuh realitas kehidupan mereka setiap hari. Di samping itu, Yesus juga menggunakan berbagai pendekatan yang berbeda-beda dalam rangka mendekati para pendengar-Nya yang berdeda-beda sesuai dengan status dan keberadaan mereka. Inilah pendekatan pengajaran Yesus yang relevan dan kontekstual.
Sebagai contoh, ketika Tuhan Yesus mengajar tentang apa yang layak diberikan kepada Tuhan, Ia menggunakan mata uang sebagai alat peraga (Matius 22:19-20); Dia memakai seorang anak untuk mengajar tentang sikap hati yang patuh dan jujur (Matius 18:2); Dia juga menggunakan pohon ara untuk mengajarkan pelajaran tentang iman (Matius 21:19); Dia menjelaskan hubungan Yesus dengan orang-orang percaya dengan menggunakan media pohon anggur (Yohanes 15:1-8) dan masih banyak lagi contoh Tuhan Yesus dalam memanfaatkan media alat peraga dalam pengajaran-Nya.
Tuhan Yesus sangat kreatif dan menemukan berbagai cara dalam mengajar. Dalam menghadapi berbagai situasi dan keadaan para pendengar-Nya, Yesus selalu menggunakan media atau alat peraga untuk menyampaikan pesan atau maksud pengajaran-Nya, sehingga pengajaran-Nya lebih menarik dan dapat dipahami dengan baik. Salah satu contoh pengajaran Tuhan Yesus yang terkenal adalah dengan menggunakan berbagai macam atau bentuk perumpamaan.
5. Berintegritas
Integritas berarti tanpa kedok, bertindak sesuai dengan yang diucapkan, konsisten antara iman dan perbuatan, antara sikap dan tindakan. Yesus berintegritas atau dapat dipercaya karena konsisten dengan kata, karakter dan tindakan. Yesus sebagai Guru mempunyai gaya hidup yang sesuai dengan apa yang Ia ajarkan.
Hal ini merupakan bukti integritas diri sebagai Guru Agung. Yesus mengajar bukan hanya dengan kata-kata yang manis dan bombastis atau muluk-muluk seperti para rabi Yahudi, tetapi pengajaran Yesus disertai dengan perbuatan-perbuatan-Nya yang sesuai dengan ajaran-Nya. Ia mengajarkan sesuatu kepada para pendengar dan murid-murid-Nya dan selanjutnya mempraktikkan apa yang Ia ajarkan dan meminta para pendengar dan murid-murid untuk mengikuti teladan-Nya (bdk. Yohanes 13:12-17).
Integritas Yesus tampak pada pernyataan Yesus sebagai gembala yang bertanggung jawab terhadap domba-dombanya. Yesus sebagai Guru bertanggung jawab terhadap murid-murid-Nya.
Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku (Yohanes 10:11-14).
Yesus sebagai Seorang Guru bersedia kehilangan hidup-Nya atau hak-hak istimewanya demi kesejahteraan hidup murid-murid-Nya. Yesus sebagai Seorang Guru menjalankan tugasnya dengan tanggung jawab. Yesus sebagai Seorang Guru mengenal kebutuhan-kebutuhan mendasar dari murid-murid-Nya.
Pernyataan Yesus sebagai Guru yang berintegritas dalam Matius 20:25-27: Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar- pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu.
Para rabi Yahudi mengajar dengan motivasi mengejar status dan gila hormat, bahkan bersikap memerintah, menggunakan kekuasaan, kekerasan, cenderung otoriter atau diktator. Tetapi dalam pengajaran Yesus, Ia turun menjadi hamba, melayani, menyediakan kebutuhan bawahan, mengangkat, membimbing, dan merawat.
6. Bergantung Mutlak pada Roh Kudus
Pengajaran Yesus berpusat pada Allah sebagai sumber otoritas-Nya. Yesus selama di dunia tidak pernah mencari hormat dan kemuliaan bagi diri-Nya sendiri, melainkan senantiasa bergantung dan memuliakan Bapa dalam menyelesaikan tugas Bapa. Ketergantungan-Nya kepada Bapa dinyatakan oleh tindakan-Nya yang senantiasa bersekutu dan berkomunikasi dengan Bapa melalui doa-doa-Nya. Komunikasi-Nya dengan Bapa membuat Ia dapat senantiasa fokus pada tugas Bapa yang harus Ia laksanakan dan selesaikan. Jadi, pengajaran Yesus yang penuh otoritas merupakan hasil dari doa-Nya dan hubungan-Nya yang intim dengan Allah.
Yesus tidak pernah belajar pada seorang rabi Yahudi yang lain (Yohanes 7:15) seperti kebiasaan para rabi atau guru orang Yahudi pada zaman-Nya. Pada umumnya para rabi Yahudi belajar pada seorang rabi sebelum mereka lulus dari sekolah kerabian dan siap untuk bekerja sebagai seorang rabi Yahudi. Seperti Paulus belajar di bawah kaki rabi Gamaliel. Namun, Yesus sangat berbeda dengan rabi Yahudi, Ia sama sekali tidak pernah menghadiri atau mengikuti satu pendidikan formal dalam sekolah kerabian, melainkan mungkin hanya mengikuti sekolah pendidikan biasa saja.
Kebergantungan Yesus pada kuasa Roh Kudus dilaporkan oleh penulis Injil Sinoptik, khususnya Matius dan Lukas. Injil Matius mengawali dengan pernyataan bahwa Yesus dikandung oleh Roh Kudus (Mat 1:18), dibaptis Roh Kudus (Matius 3:13-17; Markus 1:9-11; Lukas 3:21-22), Roh Kudus membawa-Nya di padang guru untuk dicobai (Matius 4:1-11; Markus 1:12-13; Lukas 4:1-13).
Pelayanan Yesus Kristus sebagai Guru di depan umum dimulai di rumah sembahyang di Nazaret. “Dalam kuasa Roh Yesus ke Galilea ... Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke Rumah Ibadat lalu hendak membaca dari Alkitab” (Lukas 4:14-16). Lukas meringkaskan dan menyifatkan pekerjaan Yesus sebagai Guru yang diurapi Roh Kudus. Setelah Ia diurapi Roh Kudus yang dibuktikan dengan ujian di padang gurun, Ia melakukan tugas misi-Nya sebagai Guru dan Mesias yaitu melakukan pengajaran pelayanan mujizt-mujizat dan tanda- tanda ajaib.
Dan ketika Ia masuk rumah sembahyang Ia membaca Alkitab yaitu kitab Yesaya 61:1-2 yang membicarakan nubuat turunnya Roh Kudus atas-Nya, yang digenapi pada diri Yesus. Stamps mendaftar pekerjaan Yesus sebagai Guru dan Mesias yang diurapi Roh Kudus antara lain:
(1) Untuk menyampaikan Kabar Baik kepada orang miskin, papa, menderita, hina, patah semangat, hancur hati, dan mereka yang gentar kepada Firman-Nya. (2) Untuk menyembuhkan mereka yang memar dan tertindas. Penyembuhan ini meliputi segenap pribadi baik jasmani maupun Rohani. (3) Untuk mencelikkan mata rohani mereka yang dibutakan oleh dunia dan Iblis agar mereka padat melihat kebenaran kabar baik dari Allah. (4) Untuk memberitakan saat pembebasan dan penyelamatan yang sesungguhnya dari kuasa Iblis, dosa, ketakutan dan rasa bersalah.
Beberapa peristiwa pelayanan dan pengajaran Yesus secara khas dalam Injil Sinoptik dihubungkan dengan karya Roh Kudus, seperti inkarnasi, pembaptisan, pencobaan, pengajaran dan pelayanan pengusiran setan, penyembuhan dan pemberitaan. Hal ini menunjukkan bahwa ada ketergantunan Yesus kepada Roh Kudus. Ketergantungan-Nya pada Roh Kudus mempersiapkan para murid, gereja mutlak bergantung pada Roh Kudus dalam pelayanan.
7. Tidak Terikat Tempat
Sepanjang zaman Alkitab, rumah dan sinagoge telah menjadi tempat belajar mengajar yang penting saat itu, rabi dan orang tua sebagai pengajarnya. Rumah dipandang sebagai tempat pertama dan paling efektif dalam proses pendidikan. Orang tua juga sebagai guru yang utama dan paling efektif bagi anak- anaknya. Seorang ayah punya tanggung jawab mengajarkan pengetahuan agama kepada anak-anak lewat teladan, percakapan, dan cerita. Dalam perkembangannya, sinagoge juga menjadi tempat pengajaran. Sistem pendidikan dasar berkembang di sini.
Anak laki-laki mulai masuk sekolah dasar yang disebut bêt has-sefer (rumah kitab) pada usia 5 tahun. Pendidikan di zaman Perjanjian Lama tujuan utamanya adalah mempelajari dan menaati hukum Tuhan, Taurat. Tujuan kedua adalah mengajarkan aspek-aspek praktikan kehidupan sehari-hari. Orang Yahudi percaya bahwa pendidikannya tentang Taurat telah lengkap untuk membantu dia mengenal Hukum dan menjaganya. Di Sinagoge sebagai tempat yang resmi untuk mengajar hukum Taurat.
Tidak seperti para rabi Yahudi yang mengajar di tempat-tempat yang tetap, Yesus mengajar di Bait Allah (Matius 21:23; 26:55; Yohanes 7:14; 8:2, 20), di kota-kota dan di desa-desa (Matius 9:5; Markus 6:6; Lukas 13:22), di rumah- rumah (Markus 2:1-2), di sepanjang jalan (Markus 10:32-34), di atas perahu yang dilabuhkan (Markus 4:1; Lukas 5:3). Segala tempat dapat dijadikan kelas untuk mengajar, hal ini merupakan gambaran bahwa Ia dapat beradaptasi dengan setiap tempat dan merasa nyaman di segala tempat.
8. Mengajar dengan Kuasa
Pelayanan Tuhan Yesus sangatlah berbeda dan dapat dengan cepat dikenal banyak orang. Mereka berbicara tentang kuasa-Nya yang timbul dari dalam diri-Nya sendiri dan tidak seperti ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang biasa mengutip dari adat-istiadat dan berbagai penafsiran dari Perjanjian Lama yang diajarkan oleh para rabi dan para pengajar pada masa-masa sebelumnya. Orang-orang melihat Dia menyembuhkan orang sakit, mencelikkan mata yang buta, mengusir Setan, dan mengampuni dosa. Orang ini sungguh-sungguh berbeda dari yang lainnya. Perbuatan dan kata-kata Tuhan Yesus membuat orang lain mengerti bahwa pelayanan-Nya akan berbeda.
Yesus mengajar dengan menunjukkan kemurahan hati, kuasa, dan otoritas Allah. Sebab Ia bukan hanya seorang guru biasa, seperti para rabi Yahudi, tetapi juga adalah Tuhan dan Mesias, yang diutus oleh Bapa untuk menyatakan Bapa, melakukan pekerjaan atau pekerjaan-pekerjaan Bapa. Ia mau mengorbankan diri-Nya untuk menyelamatkan, memberikan hidup yang kekal dan hidup dalam segala kelimpahan bagi murid-murid-Nya.
9. Tidak Pandang Bulu
Jika para rabi Yahudi mengajar secara eksklusif hanya bagi murid-murid yang dipilih secara khusus, Yesus mengajar orang banyak, tanpa pandang bulu (Markus 2:13; 3:7-8; 6:34; 10:1). Yesus mengajar kepada semua orang atau pendengar tanpa perbedaan. Hal ini jelas berbeda dengan para rabi Yahudi yang mempunyai pendengar yang terbatas dan mengajar kepada para pendengar tertentu saja. Pada umumnya para rabi Yahudi tidak menghargai perempuan, orang non-Yahudi, dan orang berdosa, apalagi mengajari mereka.
Rabi Yahudi memperlakukan perempuan begitu rendah dan lebih inferior dari laki-laki serta menganggap mereka sebagai sumber masalah dan dosa. Oleh karena itu, para rabi Yahudi umumnya tidak akan mengajari para perempuan mengenai Taurat. Mereka juga tidak mau berhubungan dengan orang-orang non-Yahudi dan orang-orang berdosa. Dengan sikap demikian, mereka telah menutup diri terhadap segala jenis orang dan menjadi satu kelompok yang tertutup dan eksklusif.
Sebaliknya, Yesus sangat berbeda dengan mereka Ia mengajar, melayani, dan bersikap inklusif terhadap bermacam-macam pendengar baik perempuan maupun laki-laki, kaya maupun miskin, pejabat maupun rakyat biasa, orang-orang ‘benar’ dan orang-orang berdosa, orang-orang Yahudi maupun orang-orang non-Yahudi. Ia mau mengajar perempuan Samaria yang berdosa dan orang asing yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang rabi Yahudi (Yohanes 4:1-42). Ia mau makan dan melayani orang-orang berdosa (dan para pemungut cukai; Yohanes 4:1-42; 5:14; 8:1-11) dan orang- orang asing (Yohanes 4:1-42; 12:20).
Pengajaran Yesus dialamatkan kepada massal secara umum, di udara terbuka, di tempat-tempat umum, di tanah Yehuda, maupun di tanah asing (seperti Samaria), dan di Bait Suci. Mereka diberitakan Injil dan diajari oleh Yesus supaya mereka boleh percaya dan memasuki satu hubungan yang khusus dengan Yesus dan ajaran-Nya.
10. Membangun Hubungan Permanen
Hubungan di antara Yesus dan murid-murid-Nya bersifat permanen dan kekal. Berbeda dengan murid- murid rabi Yahudi yang menjadi rabi-rabi sendiri sesudah masa belajar kerabian mereka selesai, murid-murid Yesus dipanggil kepada satu hubungan pribadi yang kekal dengan Dia, dan tidak semata-mata kepada ajaran-Nya.
Integritas Yesus tampak pada pernyataan Yesus sebagai gembala yang bertanggung jawab terhadap domba-dombanya. Yesus sebagai Guru bertanggung jawab terhadap murid-murid-Nya.
Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku (Yohanes 10:11-14).
Yesus sebagai Seorang Guru bersedia kehilangan hidup-Nya atau hak-hak istimewanya demi kesejahteraan hidup murid-murid-Nya. Yesus sebagai Seorang Guru menjalankan tugasnya dengan tanggung jawab. Yesus sebagai Seorang Guru mengenal kebutuhan-kebutuhan mendasar dari murid-murid-Nya.
Pernyataan Yesus sebagai Guru yang berintegritas dalam Matius 20:25-27: Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar- pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu.
Para rabi Yahudi mengajar dengan motivasi mengejar status dan gila hormat, bahkan bersikap memerintah, menggunakan kekuasaan, kekerasan, cenderung otoriter atau diktator. Tetapi dalam pengajaran Yesus, Ia turun menjadi hamba, melayani, menyediakan kebutuhan bawahan, mengangkat, membimbing, dan merawat.
6. Bergantung Mutlak pada Roh Kudus
Pengajaran Yesus berpusat pada Allah sebagai sumber otoritas-Nya. Yesus selama di dunia tidak pernah mencari hormat dan kemuliaan bagi diri-Nya sendiri, melainkan senantiasa bergantung dan memuliakan Bapa dalam menyelesaikan tugas Bapa. Ketergantungan-Nya kepada Bapa dinyatakan oleh tindakan-Nya yang senantiasa bersekutu dan berkomunikasi dengan Bapa melalui doa-doa-Nya. Komunikasi-Nya dengan Bapa membuat Ia dapat senantiasa fokus pada tugas Bapa yang harus Ia laksanakan dan selesaikan. Jadi, pengajaran Yesus yang penuh otoritas merupakan hasil dari doa-Nya dan hubungan-Nya yang intim dengan Allah.
Yesus tidak pernah belajar pada seorang rabi Yahudi yang lain (Yohanes 7:15) seperti kebiasaan para rabi atau guru orang Yahudi pada zaman-Nya. Pada umumnya para rabi Yahudi belajar pada seorang rabi sebelum mereka lulus dari sekolah kerabian dan siap untuk bekerja sebagai seorang rabi Yahudi. Seperti Paulus belajar di bawah kaki rabi Gamaliel. Namun, Yesus sangat berbeda dengan rabi Yahudi, Ia sama sekali tidak pernah menghadiri atau mengikuti satu pendidikan formal dalam sekolah kerabian, melainkan mungkin hanya mengikuti sekolah pendidikan biasa saja.
Kebergantungan Yesus pada kuasa Roh Kudus dilaporkan oleh penulis Injil Sinoptik, khususnya Matius dan Lukas. Injil Matius mengawali dengan pernyataan bahwa Yesus dikandung oleh Roh Kudus (Mat 1:18), dibaptis Roh Kudus (Matius 3:13-17; Markus 1:9-11; Lukas 3:21-22), Roh Kudus membawa-Nya di padang guru untuk dicobai (Matius 4:1-11; Markus 1:12-13; Lukas 4:1-13).
Pelayanan Yesus Kristus sebagai Guru di depan umum dimulai di rumah sembahyang di Nazaret. “Dalam kuasa Roh Yesus ke Galilea ... Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke Rumah Ibadat lalu hendak membaca dari Alkitab” (Lukas 4:14-16). Lukas meringkaskan dan menyifatkan pekerjaan Yesus sebagai Guru yang diurapi Roh Kudus. Setelah Ia diurapi Roh Kudus yang dibuktikan dengan ujian di padang gurun, Ia melakukan tugas misi-Nya sebagai Guru dan Mesias yaitu melakukan pengajaran pelayanan mujizt-mujizat dan tanda- tanda ajaib.
Dan ketika Ia masuk rumah sembahyang Ia membaca Alkitab yaitu kitab Yesaya 61:1-2 yang membicarakan nubuat turunnya Roh Kudus atas-Nya, yang digenapi pada diri Yesus. Stamps mendaftar pekerjaan Yesus sebagai Guru dan Mesias yang diurapi Roh Kudus antara lain:
(1) Untuk menyampaikan Kabar Baik kepada orang miskin, papa, menderita, hina, patah semangat, hancur hati, dan mereka yang gentar kepada Firman-Nya. (2) Untuk menyembuhkan mereka yang memar dan tertindas. Penyembuhan ini meliputi segenap pribadi baik jasmani maupun Rohani. (3) Untuk mencelikkan mata rohani mereka yang dibutakan oleh dunia dan Iblis agar mereka padat melihat kebenaran kabar baik dari Allah. (4) Untuk memberitakan saat pembebasan dan penyelamatan yang sesungguhnya dari kuasa Iblis, dosa, ketakutan dan rasa bersalah.
Beberapa peristiwa pelayanan dan pengajaran Yesus secara khas dalam Injil Sinoptik dihubungkan dengan karya Roh Kudus, seperti inkarnasi, pembaptisan, pencobaan, pengajaran dan pelayanan pengusiran setan, penyembuhan dan pemberitaan. Hal ini menunjukkan bahwa ada ketergantunan Yesus kepada Roh Kudus. Ketergantungan-Nya pada Roh Kudus mempersiapkan para murid, gereja mutlak bergantung pada Roh Kudus dalam pelayanan.
7. Tidak Terikat Tempat
Sepanjang zaman Alkitab, rumah dan sinagoge telah menjadi tempat belajar mengajar yang penting saat itu, rabi dan orang tua sebagai pengajarnya. Rumah dipandang sebagai tempat pertama dan paling efektif dalam proses pendidikan. Orang tua juga sebagai guru yang utama dan paling efektif bagi anak- anaknya. Seorang ayah punya tanggung jawab mengajarkan pengetahuan agama kepada anak-anak lewat teladan, percakapan, dan cerita. Dalam perkembangannya, sinagoge juga menjadi tempat pengajaran. Sistem pendidikan dasar berkembang di sini.
Anak laki-laki mulai masuk sekolah dasar yang disebut bêt has-sefer (rumah kitab) pada usia 5 tahun. Pendidikan di zaman Perjanjian Lama tujuan utamanya adalah mempelajari dan menaati hukum Tuhan, Taurat. Tujuan kedua adalah mengajarkan aspek-aspek praktikan kehidupan sehari-hari. Orang Yahudi percaya bahwa pendidikannya tentang Taurat telah lengkap untuk membantu dia mengenal Hukum dan menjaganya. Di Sinagoge sebagai tempat yang resmi untuk mengajar hukum Taurat.
Tidak seperti para rabi Yahudi yang mengajar di tempat-tempat yang tetap, Yesus mengajar di Bait Allah (Matius 21:23; 26:55; Yohanes 7:14; 8:2, 20), di kota-kota dan di desa-desa (Matius 9:5; Markus 6:6; Lukas 13:22), di rumah- rumah (Markus 2:1-2), di sepanjang jalan (Markus 10:32-34), di atas perahu yang dilabuhkan (Markus 4:1; Lukas 5:3). Segala tempat dapat dijadikan kelas untuk mengajar, hal ini merupakan gambaran bahwa Ia dapat beradaptasi dengan setiap tempat dan merasa nyaman di segala tempat.
8. Mengajar dengan Kuasa
Pelayanan Tuhan Yesus sangatlah berbeda dan dapat dengan cepat dikenal banyak orang. Mereka berbicara tentang kuasa-Nya yang timbul dari dalam diri-Nya sendiri dan tidak seperti ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang biasa mengutip dari adat-istiadat dan berbagai penafsiran dari Perjanjian Lama yang diajarkan oleh para rabi dan para pengajar pada masa-masa sebelumnya. Orang-orang melihat Dia menyembuhkan orang sakit, mencelikkan mata yang buta, mengusir Setan, dan mengampuni dosa. Orang ini sungguh-sungguh berbeda dari yang lainnya. Perbuatan dan kata-kata Tuhan Yesus membuat orang lain mengerti bahwa pelayanan-Nya akan berbeda.
Yesus mengajar dengan menunjukkan kemurahan hati, kuasa, dan otoritas Allah. Sebab Ia bukan hanya seorang guru biasa, seperti para rabi Yahudi, tetapi juga adalah Tuhan dan Mesias, yang diutus oleh Bapa untuk menyatakan Bapa, melakukan pekerjaan atau pekerjaan-pekerjaan Bapa. Ia mau mengorbankan diri-Nya untuk menyelamatkan, memberikan hidup yang kekal dan hidup dalam segala kelimpahan bagi murid-murid-Nya.
9. Tidak Pandang Bulu
Jika para rabi Yahudi mengajar secara eksklusif hanya bagi murid-murid yang dipilih secara khusus, Yesus mengajar orang banyak, tanpa pandang bulu (Markus 2:13; 3:7-8; 6:34; 10:1). Yesus mengajar kepada semua orang atau pendengar tanpa perbedaan. Hal ini jelas berbeda dengan para rabi Yahudi yang mempunyai pendengar yang terbatas dan mengajar kepada para pendengar tertentu saja. Pada umumnya para rabi Yahudi tidak menghargai perempuan, orang non-Yahudi, dan orang berdosa, apalagi mengajari mereka.
Rabi Yahudi memperlakukan perempuan begitu rendah dan lebih inferior dari laki-laki serta menganggap mereka sebagai sumber masalah dan dosa. Oleh karena itu, para rabi Yahudi umumnya tidak akan mengajari para perempuan mengenai Taurat. Mereka juga tidak mau berhubungan dengan orang-orang non-Yahudi dan orang-orang berdosa. Dengan sikap demikian, mereka telah menutup diri terhadap segala jenis orang dan menjadi satu kelompok yang tertutup dan eksklusif.
Sebaliknya, Yesus sangat berbeda dengan mereka Ia mengajar, melayani, dan bersikap inklusif terhadap bermacam-macam pendengar baik perempuan maupun laki-laki, kaya maupun miskin, pejabat maupun rakyat biasa, orang-orang ‘benar’ dan orang-orang berdosa, orang-orang Yahudi maupun orang-orang non-Yahudi. Ia mau mengajar perempuan Samaria yang berdosa dan orang asing yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang rabi Yahudi (Yohanes 4:1-42). Ia mau makan dan melayani orang-orang berdosa (dan para pemungut cukai; Yohanes 4:1-42; 5:14; 8:1-11) dan orang- orang asing (Yohanes 4:1-42; 12:20).
Pengajaran Yesus dialamatkan kepada massal secara umum, di udara terbuka, di tempat-tempat umum, di tanah Yehuda, maupun di tanah asing (seperti Samaria), dan di Bait Suci. Mereka diberitakan Injil dan diajari oleh Yesus supaya mereka boleh percaya dan memasuki satu hubungan yang khusus dengan Yesus dan ajaran-Nya.
10. Membangun Hubungan Permanen
Hubungan di antara Yesus dan murid-murid-Nya bersifat permanen dan kekal. Berbeda dengan murid- murid rabi Yahudi yang menjadi rabi-rabi sendiri sesudah masa belajar kerabian mereka selesai, murid-murid Yesus dipanggil kepada satu hubungan pribadi yang kekal dengan Dia, dan tidak semata-mata kepada ajaran-Nya.
Selanjutnya, murid-murid Yesus sendiri juga tidak pernah menjadi seorang rabi (bahkan dalam Injil Matius 22:8, Yesus melarang murid-murid-Nya menyebut diri mereka sebagai rabi; karena mereka hanya mempunyai satu Rabi yaitu Yesus sendiri dan mereka semua adalah saudara). Mereka seumur hidup selalu tetap sebagai murid-murid-Nya yang harus setia belajar pada-Nya dan mengikuti pimpinan-Nya. Mereka harus mempraktekkan apa yang mereka telah dengar dan lihat pada Yesus dalam pemberitaan Injil dan pengajaran mereka. Inilah satu komitmen sampai mati.
Tujuan utama Allah mengutus Anak-Nya yang tunggal adalah agar setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Setiap orang yang menerima dan mengaku Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, akan menerima anugerah keselamatan kekal dari Allah. Melalui setiap peristiwa dan pengalaman selama pelayanan Yesus di dunia, murid-murid terus dibawa kepada kebenaran iman ini.
Dan mereka percaya bahwa Yesuslah Mesias. Dalam doa Yesus, kita dapat melihat betapa Yesus bersyukur karena murid-murid-Nya mengenal Bapa melalui Dia. Yesus juga bersyukur karena bukan hanya percaya, murid-murid-Nya juga membawa banyak orang mempercayai bahwa Yesus adalah Sang Mesias. Dalam Matius 16:13-20 kita juga dapat melihat Petrus dengan iman mengatakan, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Ya, Yesus membawa murid-murid-Nya menerima anugerah keselamatan kekal dari Allah.
Kasih terbesar Allah kepada manusia tersebut hendaknya menjadi dasar bagi kita saat melayani Tuhan melalui anak-anak. Mengajar dan mendidik anak-anak layan kita mengenai keselamatan, kemudian membawa mereka menerima anugerah keselamatan itu harus menjadi inti pelayanan kita. Sejak bereksistensi, anak sudah berdosa dan tidak memiliki keselamatan. Oleh karena itu, tanggung jawab kitalah untuk membimbing mereka, sehingga mereka pun mendengar Berita Anugerah dan menerima anugerah
Menjadi Teladan Yesus dalam mengajar bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi diikuti oleh contoh dan teladan-Nya untuk mentransformasi para pendengar-Nya. Jikalau dalam lingkungan pelajaran rabinis mengambil tempat dengan mendengarkan apa yang rabi katakan, dan menerima pengetahuan.
Tujuan utama Allah mengutus Anak-Nya yang tunggal adalah agar setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Setiap orang yang menerima dan mengaku Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, akan menerima anugerah keselamatan kekal dari Allah. Melalui setiap peristiwa dan pengalaman selama pelayanan Yesus di dunia, murid-murid terus dibawa kepada kebenaran iman ini.
Dan mereka percaya bahwa Yesuslah Mesias. Dalam doa Yesus, kita dapat melihat betapa Yesus bersyukur karena murid-murid-Nya mengenal Bapa melalui Dia. Yesus juga bersyukur karena bukan hanya percaya, murid-murid-Nya juga membawa banyak orang mempercayai bahwa Yesus adalah Sang Mesias. Dalam Matius 16:13-20 kita juga dapat melihat Petrus dengan iman mengatakan, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Ya, Yesus membawa murid-murid-Nya menerima anugerah keselamatan kekal dari Allah.
Kasih terbesar Allah kepada manusia tersebut hendaknya menjadi dasar bagi kita saat melayani Tuhan melalui anak-anak. Mengajar dan mendidik anak-anak layan kita mengenai keselamatan, kemudian membawa mereka menerima anugerah keselamatan itu harus menjadi inti pelayanan kita. Sejak bereksistensi, anak sudah berdosa dan tidak memiliki keselamatan. Oleh karena itu, tanggung jawab kitalah untuk membimbing mereka, sehingga mereka pun mendengar Berita Anugerah dan menerima anugerah
Menjadi Teladan Yesus dalam mengajar bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi diikuti oleh contoh dan teladan-Nya untuk mentransformasi para pendengar-Nya. Jikalau dalam lingkungan pelajaran rabinis mengambil tempat dengan mendengarkan apa yang rabi katakan, dan menerima pengetahuan.
Yesus mengajar dengan tujuan supaya murid-murid-Nya untuk meneladani Yesus, tetapi murid-murid Yesus dipanggil bukan untuk belajar sejumlah pokok doktrin atau ketrampilan penafsiran-penafsiran dari seorang guru. Murid-murid Yesus dipanggil untuk selalu bersama dengan Yesus, dan mendengarkan perkataan-perkataan-Nya dan mengikuti teladan-Nya supaya mereka boleh menjadi rekan sekerja dengan Dia dalam karya-Nya bagi Kerajaan Surga.
Sebagai konsekuensi, murid-murid-Nya dipanggil untuk ditransformasi; untuk mati bagi diri mereka sendiri; untuk dilahirkan dari atas; dan untuk menjadi seperti anak-anak kecil. Pelajaran-pelajaran demikian tidak dipelajari dalam lokasi-lokasi tertentu, tetapi di jalan dan dalam perbuatan.
Pelayanan Yesus di dunia ini hanya berlangsung selama tiga tahun lebih efektif dibandingkan dengan para rabi Yahudi. Dalam waktu yang singkat itu, Yesus menyiapkan sekelompok murid pilihan untuk melanjutkan pekerjaan-Nya setelah kenaikan-Nya dengan meninggalkan teladan. Apa yang telah Yesus kerjakan dalam tiga tahun tersebut sangat-lah berpengaruh bagi murid-murid-Nya. Teladan adalah bagian penting dari pengajaran pelayanan Kristus.
Perbuatan teladan Yesus yang menyentuh hati para murid-Nya adalah pembasuhan kaki murid-murid-Nya oleh Yesus dalam Yohanes 13:1-17. Teladan Yesus ini akan menjadi semakin jelas apabila kita memperhatikan budaya kuno maupun cara Yohanes mengisahkan peristiwa ini. Apa saja yang menunjukkan teladan Yesus dalam kisah ini? Dalam budaya kuno pembasuhan kaki selalu dilakukan oleh orang posisinya lebih rendah daripada yang dibasuh. Paling umum adalah budak membasuh kaki tuannya.
Baca Juga: 6 Keunggulan Yesus Kristus
Kadangkala ada cerita tentang murid membasuh kaki gurunya (kaki rabi yang dibasuh oleh muridnya), istri melakukan pada suami, dan sebagainya. Di dalam Yohanes 13:1-17 kita menemukan kisah yang memberi gambaran sebaliknya: orang yang lebih tinggi membasuh kaki yang lebih rendah. Dalam hal ini Yesus bukan hanya ditampilkan sebagai Guru dan Tuhan (Yohanes 13:13-14), tetapi juga sebagai Allah yang mahatahu dan berdaulat.
Setelah Yesus selesai melakukan pembasuhan, Ia menanyakan arti dari tindakan itu kepada murid-murid-Nya (Yohanes 13:12). Sebelum mereka menjawab, Ia langsung menjelaskan artinya kepada mereka. Semua berkaitan dengan pengakuan murid-murid kepada Yesus sebagai Guru dan Tuhan (Yohanes 13:13-15).
Sebagai konsekuensi, murid-murid-Nya dipanggil untuk ditransformasi; untuk mati bagi diri mereka sendiri; untuk dilahirkan dari atas; dan untuk menjadi seperti anak-anak kecil. Pelajaran-pelajaran demikian tidak dipelajari dalam lokasi-lokasi tertentu, tetapi di jalan dan dalam perbuatan.
Pelayanan Yesus di dunia ini hanya berlangsung selama tiga tahun lebih efektif dibandingkan dengan para rabi Yahudi. Dalam waktu yang singkat itu, Yesus menyiapkan sekelompok murid pilihan untuk melanjutkan pekerjaan-Nya setelah kenaikan-Nya dengan meninggalkan teladan. Apa yang telah Yesus kerjakan dalam tiga tahun tersebut sangat-lah berpengaruh bagi murid-murid-Nya. Teladan adalah bagian penting dari pengajaran pelayanan Kristus.
Perbuatan teladan Yesus yang menyentuh hati para murid-Nya adalah pembasuhan kaki murid-murid-Nya oleh Yesus dalam Yohanes 13:1-17. Teladan Yesus ini akan menjadi semakin jelas apabila kita memperhatikan budaya kuno maupun cara Yohanes mengisahkan peristiwa ini. Apa saja yang menunjukkan teladan Yesus dalam kisah ini? Dalam budaya kuno pembasuhan kaki selalu dilakukan oleh orang posisinya lebih rendah daripada yang dibasuh. Paling umum adalah budak membasuh kaki tuannya.
Baca Juga: 6 Keunggulan Yesus Kristus
Kadangkala ada cerita tentang murid membasuh kaki gurunya (kaki rabi yang dibasuh oleh muridnya), istri melakukan pada suami, dan sebagainya. Di dalam Yohanes 13:1-17 kita menemukan kisah yang memberi gambaran sebaliknya: orang yang lebih tinggi membasuh kaki yang lebih rendah. Dalam hal ini Yesus bukan hanya ditampilkan sebagai Guru dan Tuhan (Yohanes 13:13-14), tetapi juga sebagai Allah yang mahatahu dan berdaulat.
Setelah Yesus selesai melakukan pembasuhan, Ia menanyakan arti dari tindakan itu kepada murid-murid-Nya (Yohanes 13:12). Sebelum mereka menjawab, Ia langsung menjelaskan artinya kepada mereka. Semua berkaitan dengan pengakuan murid-murid kepada Yesus sebagai Guru dan Tuhan (Yohanes 13:13-15).
Yesus tidak hanya menerima pengakuan ini (Yohanes 13:13), namun Ia juga menjelaskan konsekuensi dari pengakuan tersebut (Yohanes 13:14). Pengakuan ini menuntut keteladanan. Sebagaimana Yesus sebagai Guru dan Tuhan mau membasuh kaki mereka, demikian pula mereka wajib saling membasuh kaki (Yohanes 13:14-15).