EKSPOSISI KOLOSE 3:5-17 (TABIAT MANUSIA LAMA DAN BARU)

Eksposisi Kolose 3:5-17 (Tabiat Manusia Lama Dan Manusia Baru)

1. Manusia Lama: Definisi dan Tabiatnya

Kata ―matikanlah di dalam Kolose 3:5 berasal dari kata kerja (nekrosate) yang secara harfiah memang bernada kuat dan dapat diartikan ―membuat mati atau ―mematikan. Jadi, semua hal yang didaftarkan Paulus di dalam ayat ini—percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala—bukan hanya perlu ditekan atau dikendalikan, melainkan dihapuskan sepenuhnya dari kehidupan orang percaya.
EKSPOSISI KOLOSE 3:5-17 (TABIAT MANUSIA LAMA DAN BARU)
otomotif, gadget, bisnis
Adapun tabiat manusia lama yang harus dimatikan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: pertama, memiliki hawa nafsu, nafsu jahat, dan percabulan (Kolose 3:5). Dalam bahasa aslinya kata hawa nafsu adalah παζνο (patos) atau dalam bahasa Inggrisnya passion yang memiliki arti keinginan besar yang menunjuk kepada keinginan seksual. 

Sedangkan nafsu jahat dalam bahasa aslinya adalah επηζπκηαλ (epitumian) atau dalam bahasa Inggrisnya desire, yang memiliki arti ―keinginan, hasrat, berahi atau hawa nafsu. Sebenarnya kata ini dapat digunakan dalam artian positif atau negatif. Namun bila memperhatikan konteks surat Kolose secara keseluruhan kemungkinan besar hasrat atau nafsu jahat yang dimaksud di dalam ayat ini berkenaan dengan pengajaran Gnostik yang beredar saat itu, yang dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni yang menyangkal keinginan seksual untuk hidup beraskese dan yang menganggap tubuh tidak terkait dengan kehidupan spiritual sehingga dapat dipuaskan.

Kata ―percabulan dalam bahasa aslinya adalah πνξλεηαλ (porneian) atau dalam bahasa Inggrisnya sexual immorality, yang memiliki arti ―tunasusila, ketidaksopanan, pelanggaran susila atau perzinahan. Kata selanjutnya ―kenajisan berasal dari kata (akatharsian), yang memiliki arti ―kotoran, kenajisan atau hal tidak bermoral. Jadi, hawa nafsu, nafsu jahat, percabulan dan kenajisan memiliki arti yang sama, yakni sama-sama menunjuk kepada kebejatan atau kerusakan moral seseorang. 

Pada masa surat ini ditulis hubungan seksual sebelum pernikahan dan di luar nikah merupakan hal yang normal dan praktik sehari-hari yang lazim dilakukan. Hasrat seksual dipandang sebagai hal yang harus dipuaskan, bukan dikendalikan karena seksual dipandang sebagai kebutuhan manusia. Konsep berpikir dari dunia kuno yang seperti itulah yang menjadikan manusia hidup di dalam dosa atau diperbudak oleh hawa nafsunya sehingga segala keinginannya tidak lagi berpusat kepada Allah melainkan berpusat kepada kebutuhan nafsu seksualitas

Kedua, keserakahan (Kolose 3:5), yang dalam bahasa aslinya adalah πιενλεμηαλ (pleoneksian) atau dalam bahasa Inggrisnya covetousness yang memiliki arti ―keangkaraan‖ atau sama halnya dengan ―kekejaman, kebengisan, kebiadaban, ketamakan; kelobaan serakah, eksploitasi, dan pemaksaan.‖ Kata pleoneksian berasal dari dua kata Yunani, yaitu pleon yang berarti ―lebih, dan ekhein yang artinya ―mempunyai. Pleoneksian pada dasarnya adalah ―keinginan untuk memiliki lebih banyak

Ketiga, marah dan geram (Kolose 3:8). Kata yang di pakai oleh Paulus di dalam ayat ini, yaitu νξγελ (orgen) atau yang dalam bahasa Inggris anger dan ζπκνλ (thumos) atau dalam bahasa Inggrisnya rage. Perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut: thumos atau ―marah adalah luapan suatu kemarahan yang tiba-tiba, yang mudah sekali meledak dan mudah pula padam.

Sedangkan orgen atau ―geram adalah kemarahan yang telah berakar, atau dengan kata lain kemarahan yang berlangsung lama, diam-diam tetapi pasti, yang menolak didamaikan dan membiarkan api kemarahannya membara. Bagi orang percaya, ledakan kemarahan maupun kemarahan yang berupa kegeraman yang berlangsung lama sama-sama dilarang, seperti yang pernah diperingatkan Pualus dari jemaat Efesus yaitu: ―Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu‖ (Efesus 4:26). Rasa marah dan geram tersebut harus ditindaklanjuti dengan pengampunan. Tentunya memilih untuk mengampuni kesalahan orang lain jauh lebih baik dari pada menyimpan amarah ataupun geram yang berujung pada akar pahit dalam hati seseorang.

Keempat, berbuat jahat atau kebencian (Kolose 3:8), yang dalam bahasa Yunani menggunakan kata θαθηαλ (kakian). Kata tersebut memiliki arti ―pikiran jahat atau menyimpan rasa benci yang akan melahirkan kejahatan-kejahatan pribadi, kedengkian, kebencian, atau menaruh dendam terhadap seseorang. Semua tindakan yang jahat tersebut merupakan buah dari pikiran yang jahat. Jika pikiran yang jahat masih tetap ada, maka seseorang tidak akan dapat melakukan kehendak Tuhan. Oleh karena itu, manusia baru harus menanggalkan pikiran yang jahat

Kelima, memiliki perkataan yang sia-sia, seperti memfitnah, berkata-kata kotor, dan berdusta (Kolose 3:8-9). Memfitnah berasal dari kata βιαζθεκηαλ (blasphemian) atau dalam bahasa Inggris disebut slander yang memiliki arti ―fitnah, umpat atau hujat. Pada umumnya kata ini ditujukan untuk pembicaraan yang menghina dan menfitnah dan ketika kata-kata penghinaan itu ditujukan terhadap Allah, maka disebut ―hujatan. 

Dalam konteks ini kata yang harus ditanggalkan itu adalah ucapan fitnah di antara sesama manusia. Alkitab berbicara kuat tentang fitnah dan Allah juga sangat menentang dosa menfitnah serta akan membinasakan orang yang melakukan dengan biasa tindakan memfitnah (Mazmur 101:5) namun dalam 2 Timotius 3:3, Paulus menjelaskan bahwa ciri dari manusia akhir zaman adalah orang yang suka memfitnah

Berkata-kata kotor dalam bahasa aslinya adalah αηζρξνινγηαλ (aischrologian) atau dalam bahasa Inggris disebut foul language, yang memiliki arti ―kecurangan, pelanggaran dalam berkata dan dapat pula berarti bahasa cabul. Sedangkan berdusta dalam bahasa Yunani memakai kata ςεπδεζζε (pseudesthe) atau dalam bahasa Inggris disebut do lie dan memiliki arti ―dusta atau bohong. Amsal 6:16-17 menegaskan bahwa berdusta merupakan hal yang dibenci dan suatu kekejian bagi Allah. Orang percaya harus mematikan dusta dalam hidupnya sebab tindakan tersebut mendatangkan murka Allah (Kolose 3:9) dan mencirikan bahwa orang tersebut masih manusia lama.

2. Manusia Baru: Definisi dan Tabiatnya

Secara etimologi, istilah ―manusia baru (Kolose 3:10) dalam bahasa Yunani memakai kata ηνλ λενλ (ton neon), kata λενλ (neon) menunjukkan bahwa orang tersebut (lebih, paling) baru, muda, dan sulung. Ketika seseorang lahir baru ia menerima natur baru yang memampukannya untuk hidup menyenangkan Allah. Ketika seseorang menerima bagian kematian di dalam Kritus, manusia lamanya telah disalibkan oleh kuasa-Nya dan kerusakan manusia lama tidak berperan lagi. 

Ketika orang percaya menerima kebangkitan Kristus, olehnya kita dibangkitkan kepada hidup yang baru yang selaras dengan kebenaran Allah (2 Korintus 5:7). Memang orang percaya masih memiliki natur keberdosaan di mana ia tetap bergumul dengannya dan berusaha untuk menghidupi manusia barunya, namun tidak lagi disebut manusia lama. Manusia lama secara total dikuasai oleh dosa, tetapi manusia baru seutuhnya sudah berada dalam pimpinan Roh Kudus sekalipun belum dalam kesempurnaan yang sepenuhnya

Adapun tabiat dari dari manusia baru adalah sebagai berikut: 

Pertama, mampu menguasai diri (Kolose 3:5, 8, 9). 

Dalam surat Kolose Paulus menjelaskan bahwa orang percaya telah mengalami kematian dan kebangkitan bersama dengan Kristus untuk kemudian mencari perkara-perkara surgawi. Manusia baru tidak lagi disibukkan oleh pemikiran pemuasan diri sendiri, tetapi perkara ilahi sehingga hidup lama yang telah mati itu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah (Kolose 3:1-3). Dalam surat lain, Paulus juga menjelaskan bahwa penguasaan diri adalah buah roh dari kehidupan orang percaya, yang dituntut Allah untuh selalu memberi buah sesuai dengan pertobatannya (Galatia 5:22).

Kedua, hidup dalam kasih, yang berarti tidak membeda-bedakan (Kolose 3:11). 

Di dalam Kristus tidak ada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang yang bersunat atau yang tidak bersunat, orang barbar, orang Skit, budak, atau orang merdeka sebab Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu (ay. 11). Kata ini digunakan di dalam ayat ini dalam bentuk netral dan ditempatkan di akhir dengan tujuan memberi penekanan di dalam Kristus tidak ada lagi pemisahan. Pada masa Perjanjian Baru, ada tembok pemisah antara orang Yunani dan non-Yunani sehingga orang Yunani memandang rendah orang yang bukan Yunani. 

Bagi mereka siapapun yang tidak berbahasa Yunani adalah orang barbar. Orang Skit terkenal sebagai orang barbar yang paling rendah, lebih barbar dari pada orang Barbar, begitulah orang Yunani menyebutnya; sedikit lebih rendah daripada seekor binanatang buas. Orang Skit dikiaskan sebagai orang biadab yang melakukan teror terhadap dunia yang beradab dengan kekejamannya yang seperti binatang. 

Sedangkan ―Budak menurut hukum kuno sama sekali tidak dianggap sebagai manusia; ia lebih berupa alat yang hidup, dan hidup tanpa hak. Tuannya dapat mencampakkan atau memberi cap padanya atau memenggal tubuhnya, bahkan membunuhnya menurut kemauan hatinya. Dalam dunia kuno tidak mungkin ada hubungan persekutuan antara seorang budak dan seorang merdeka

Hidup di dalam kasih juga berarti bermurah hati. Secara etimolotis, kemurahan berasal dari bahasa Yunani ρξεζηνηεηα (khrestoteta) yang memiliki arti ―kebaikan, kemurahan belas-kasihan, apa yang benar. Dalam bahasa Inggris istilah ini disebut juga dengan kindest yang memiliki arti ―paling ramah. Kemurahan adalah kata yang indah untuk suatu kualitas yang cantik. 

Para punjaga kuno mendefinisikan khrestotes sebagai kebajikan manusia yang menganggap milik sesamanya sama pentingnya seperti miliknya sendiri. Kebaikan pada dirinya sendiri dapat menjadi kekakuan; namun khrestotes adalah kebaikan yang lembut, semacam kebaikan yang diterapkan Yesus terhadap perempuan berdosa yang menuangkan minyak di kaki-Nya (Lukas 7:37-50). Tidak diragukan lagi bahwa Simon orang Farisi adalah seorang yang baik; tetapi Yesus lebih daripada baik, Ia itu khrestotes. Ia adalah standar bagaimana seharusnya orang percaya hidup.

Hidup di dalam kasih juga berarti rendah hati dan lemah lembut (Kolose 3:12). Kata ―rendah hati‖ dalam bahasa aslinya, yaitu (tapeinophrosynen) atau dalam Inggris disebut dengan humility dan memiliki arti ―kerendahan hati atau kebajikan. Rendah hati didasarkan atas kesadaran akan keberadaan diri manusia sebagai ―makhluk di mana Allah adalah Khalik, Sang Pencipta, dan manusia adalah ―makhluk atau ciptaan‖ serta didasarkan atas keyakinan bahwa semua manusia adalah ―anak-anak Allah sehingga tidak ada lagi tempat bagi kesombongan ketika orang percaya hidup berdampingan di antara sesama manusia, laki-laki dan perempuan, karena semuanya adalah ―sama-sama anak Allah.

Kata ―kelemahlembutan dalam bahasa aslinya, yaitu (prauteta) atau dalam bahasa Inggris disebut dengan gentleness. Kata prauteta ini aslinya dipakai mengacu kepada hewan peliharaan, seperti kuda, unta, dan keledai, yang kekuatannya diarahkan untuk memenuhi tujuan tuannya. Allah tidak pernah bermaksud mematahkan umat-Nya tetapi mengarahkannya untuk hidup sesuai dengan tujuan yang dipersiapkan-Nya. Hidup di dalam kasih juga berarti sabar (ay. 12). 

Kata ―kesabaran dalam bahasa aslinya adalah καθξνζπκηαλ (makrothymian), memiliki arti kesabaran ketekunan, dan ketahanan. Orang yang memiliki kesabaran tidak pernah akan menjadi sinis atau putus asa walaupun berbenturan dengan sesamanya yang bodoh dan keras kepala. Kesabaran manusia adalah pantulan dari kesabaran ilahi yang rela menanggung segala dosa dunia dan tidak pernah mencampakannya

Baca Juga: Kolose 3:1-4 (3 Ciri Manusia Baru)

Hidup di dalam kasih juga berarti mengampuni (Kolose 3:13). Kata ―mengampuni berasal dari bahasa Yunani ραξηδνκελνη (kharizomenoi), yang memiliki arti ―memberi, mengaruniakan, memperlakukan dengan murah hati, mengampuni, menyerahkan atau melepaskan (seorang tahanan), menghapus piutang, dikembalikan. Paulus memberikan tiang fondasi teologis dalam hal ini, yaitu bahwa di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa (Kolose 1:14), oleh sebab ―Kristus mengampuni kamu‖ adalah dasar perintah maka ―kamupun harus mengampuni.

Ketiga, senantiasa bersyukur (Kolose 3:15-17). 

Paulus menyebutkan sebanyak tiga kali kata bersyukur di dalam ayat-ayat ini. Pada Kolose 3:15 ia menggunakan bahasa Yunani επραξηζηνη (eucharistoi) artinya ―yang bersyukur. Dalam bahasa Inggris disebut dengan thankful dan memiliki arti ―puji syukur. Pada Kolose 3:16 ia memakai kata ραξηηη (khariti) yang memiliki arti anugerah, pemberian, kemurahan hati, senang, keramahan, syukur, pahala atau faedah. Dalam bahasa Inggris disebut dengan gratitude yang memiliki arti ―terimakasih. Kemudian pada Kolose 3:17 memakai kata επραξηζηνπληεο (eukharistountes) yang memiliki arti berterimakasih atau mengucap syukur. Dalam bahasa Inggris disebut dengan giving thanks dan memiliki arti ―pemberian terima kasih

Kesimpulan

Berdasarkan surat Kolose 3:5-17 ada tiga indikator yang mendasar sebagai manusia baru.

Pertama, manusia baru haruslah memiliki penguasaan diri, yang dapat dilihat dari kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsu, tidak serakah, tidak marah dan geram, tidak menfitnah atau berdusta, tidak berkata-kata kotor.

Kedua, manusia baru harus hidup dalam kasih. Kasih yang dimiliki oleh manusia baru akan terpancar dalam kehidupannya sehari-hari, yang dapat terlihat dalam sikap tidak membeda-bedakan, bermurah hati, rendah hati, sabar, mengampuni.

Ketiga, manusia baru harus memiliki karakter senantiasa bersyukur. Karakter ini akan dapat terlihat dalam dua keadaan, yaitu ketika mendapat pencobaan dan menerima berkat yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan, dalam hal ini manusia baru diuji apakah ia mampu untuk hidup bersyukur.
Next Post Previous Post