EKSPOSISI EFESUS 4:17-32 (MANUSIA LAMA DAN MANUSIA BARU)

Pendahuluan

Pengajaran Paulus dalam surat Efesus 4:17-32 memperlihatkan secara jelas perbedaan antara kehidupan orang yang tidak mengenal Allah (manusia lama) dengan kehidupan orang yang mengenal Allah artinya orang yang sudah menerima Kristus secara utuh dalam hidupnya (manusia baru). Gambaran ini bertujuan untuk memperlihatkan bahwa orang yang hidup dalam kehidupan yang lama akan menempuh kebinasaan oleh karena nafsunya yang menyesatkan (Efesus 4:22). Bahkan Paulus sendiri secara terang-terangan mengklaim dalam bukunya bahwa “di luar Kristus tidak ada keselamatan.”
EKSPOSISI EFESUS 4:17-32 (MANUSIA LAMA DAN BARU)
keuangan, bisnis, gadget
I. Manusia Lama (Efesus 4:17-19)

Ada beberapa keadaan orang-orang yang hidup dalam manusia lama yang dijelaskan secara terperinci pada bagian ini yaitu:

1.Tidak Mengenal Allah (Efesus 4:17)

Paulus berkata, “kutegaskan” bahwa “jangan hidup lagi sama seperti bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah”. Terjemahan KJV yaitu “walk” peripatein (peripatein) yang berarti berjalan, membuat jalan seseorang, membuat jalan sendiri untuk hidup, mengatur kehidupan berdasarkan diri sediri, melakukan sesuatu berdasarkan diri sendiri. 

Paulus menasihatkan kepada jemaat supaya jangan mengikuti jalan sama seperti bangsa-bangsa pada saat ini yaitu bangsa-bangsa-bangsa-bangsa yang berjalan dengan membuat jalan mereka sendiri untuk hidup, bangsa-bangsa yang mengatur kehidupan berdasarkan diri sendiri, atau melakukan segala sesuatu berdasarkan diri-sendiri di mana mereka hidup di dalam hawa nafsu, menuruti kedagingan (Efesus 2:1-4) dan pikiran mereka yang sia-sia (Efesus 4:17). 

Paulus menegaskan bahwa jangan mengikuti jalan mereka dan jangan meniru kehidupan orang-orang yang belum selamat, sebab apa yang mereka lakukan itu adalah sia-sia belaka dan tidak ada kehidupan di dalamnya sebab mereka mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa mereka (Efesus 2:1). Sedangkan orang Kristen telah dibangkitkan dari antara orang mati dan diberi kehidupan yang kekal di dalam Kristus.

2. Pikiran yang Sia-Sia (Efesus 4:17b)

Maksud Paulus dengan pikiran yang sia-sia (mataioteti) yaitu tidak memiliki kebenaran dan ketepatan, penuh dengan tipu muslihat, kebejatan, dan kelemahan atau kesombongan, kehampaan. Itulah sebabnya Paulus mengatatakan bahwa jangan hidup atau berjalan sama seperti bangsa-bangsa yang membuat jalan mereka sendiri dengan pikirannya yang sia-sia, yaitu penuh dengan tipu muslihat, penuh dengan kebejatan, dan tidak ada kebenaran di dalam mereka, kesombongan, dan kehampaan di dalam pikiran mereka sebab pikiran atau pengertian (Efesus 4:18) mereka digelapkan oleh penguasa kerajaan angkasa yaitu roh yang bekerja di antara orang durhaka sehingga tidak dapat mengenal Allah (Efesus 2:2)

3. Pengertian yang Gelap (Efesus 4:18a)

Selanjutnya paulus mengatakan bahwa mereka memiliki “pengertian yang gelap.” Yang dimaksudkan oleh Paulus di sini adalah bahwa (dianoia) yaitu pikiran perasaan, telah digelapkan (eskotomenoi) yang berarti ditutupi dengan kegelapan, digelapkan, pemahaman atau pikiran mereka menjadi gelap. Pikiran orang yang belum selamat itu menjadi sia-sia karena pikirannya digelapkan dan mereka mengira bahwa mereka berpengetahuan karena percaya kepada filsafat-filsafat modern padahal sebenarnya mereka ada dalam kegelapan. 

Roma 1:22 mengatakan bahwa “mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh”, dan iblis membutakan pikiran mereka (II Korintus 4:3-6) karena iblis tidak ingin mereka melihat kebenaran dan terang di dalam Yesus Kristus, sehingga bukan hanya mata hati mereka yang dibutakan tetapi juga pikiran sehingga mereka tidak dapat memikirkan hal-hal rohani.

4. Jauh Dari Hidup Persekutuan dengan Allah (Efesus 4:18b)

Selain dari tidak mengenal Allah karena pikiran mereka yang sia-sia dan pengertiannya digelapkan, Paulus juga mengatakan bahwa mereka “jauh dari hidup persekutuan dengan Allah.” Kata “jauh” dalam konteks ini diterjemakan (appellotriomenoi) yang berarti mengasingkan, menjauhkan, akan dikucilkan dari persekutuan seseorang dan keintiman, “akan terasing dengan,” atau menjadi asing. 

Penggunaan participle perfect passive pada kata ini mengacu kepada tindakan yang telah dilakukan sehingga sebagai akibatnya hal itu terus berlanjut (konsekuensi) yaitu jauh (terpisah atau terasing). Oleh sebab itu, sebagai akibat dari pikiran mereka yang sia-sia dan pengertiannya digelapkan, maka hidup mereka “terasing”  atau terpisah dari persekutuan dengan Allah.

5. Kebodohan (Efesus 4:18c)

Paulus menyebutkan kebodohan (agnoian) yang berarti ketidaktahuan, kurangnya pengetahuan, ketidaktahuan dari hal-hal ilahi, dan kebutaan moral. Paulus menegaskan bahwa jangan berjalan seperti bangsa-bangsa dengan pikirannya yang sia-sia, pengertiannya yang telah digelapkan, terasing atau terpisah dari persekutuan dengan Allah melalui ketidaktahuan dari hal-hal ilahi, kurangnya pengetahuan, atau kebutaan moral yang ada di dalam mereka. 

Menurut Matthew Henry bahwa dalam hidup terasing dari Allah, mereka memiliki kebencian dan keengganan untuk hidup yang dalam kekudusan, kemurnian, kebenaran, dan kebaikan. Karena kebodohan mereka menyebabkan keterasingan mereka dari Allah dan merusak agama dan kesalehan. Yang menyebabkan mereka menjadi bodoh adalah karena kedegilan atau kekerasan hati mereka. 

Bukan Tuhan yang membuat dirinya untuk tidak ingin diketahui oleh mereka dengan karya-Nya, tetapi karena mereka tidak mau mengakui dan menerima cahaya ilahi. Ketidaktahuan mereka berangkat dari sikap yang keras kepala dan kekerasan hati mereka dengan menolak cahaya ilahi serta pengetahuan.

6. Kedegilan Hati (Efesus 4:18d)

Yang menyebabkan mereka memiliki pengertian yang gelap sehingga jauh dari hidup persekutuan dengan Allah adalah melalui kebodohan dan juga kedegilan (porosin) yang berarti kedegilan, kebutaan, kekerasan, persepsi tumpul, pikiran seseorang yang telah tumpul, serta keras kepala atau sifat keras kepala.Porosis berasal dari kata poros yang berarti batu yang lebih keras dari pada batu pualam. Maksud Paulus di sini bahwa yang mengakibatkan orang-orang kafir jauh dari hidup persekutuan dengan Allah adalah karena pikiran mereka telah tumpul, hati mereka buta dan keras.

7. Perasaan Tumpul (Efesus 4:19)

Keadaan lain yang terdapat dalam kehidupan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah adalah “perasaan yang tumpul” KJV: “pass feeling” (apelgekotes) yang berarti mati rasa, menjadi putus asa, tidak memiliki perasaan, bersikap apatis, hilang perasaan atau tidak ada kesadaran dalam hati mereka. Di sini Paulus selalu menggunakan participle perfek menunjukkan tindakan pada masa lampau yaitu keputusan yang diambil untuk menuruti keinginan sendiri, berjalan berdasarkan pengertian sendiri yang mengakibatkan hati menjadi mati rasa, putus asa, tidak berperasaan, bersikap apatis, bahkan tidak ada kesadaran dalam hati atas dosa, atas kesia-siaan, sehingga memberi diri kepada hawa nafsu (4:19).”

II. Manusia Baru (Efesus 4:20-32)

Warren W. Wiersbe dalam bukunya mengatakan bahwa orang Kristen mempunyai cara berpikir yang berbeda dengan orang-orang yang belum percaya (selamat) dalam hal pikiran (ayat 17,23), pengertian (ayat 18), kebodohan mereka (Efesus 4:18). Keselamatan dimulai dari pertobatan yang berarti perubahan hati. 

Apabila seseorang percaya kepada Kristus, seluruh pandangannya berubah, termasuk penilaiannya, tujuannya, bahkan penafsirannya mengenai kehidupan ini. Namun apa yang salah dengan orang-orang yang belum selamat? Bagaimanapun juga pikiran mereka itu sia-sia. Pikirannya tidak mencapai tujuan yang berarti, karena ia tidak mengenal Allah, ia tidak dapat mengerti dengan sungguh dunia di sekelilingnya dan tidak dapat memahami dirinya sendiri.

Sehubungan dengan keadaan orang-orang percaya di dalam Kristus sebagai ciptaan baru (manusia baru), maka berikut ini beberapa gambaran kehidupan praktis sebagai ciptaan baru (manusia baru) di dalam Kristus.

1. Belajar Mengenal Kristus (Efesus 4:20)

Orang-orang yang percaya di dalam Kristus mereka hidup di dalam pengenalan akan Allah, serta roh dan pikiran mereka dibaharui (Efesus 4:20-23). “Kamu” (orang-orang kudus di Efesus yaitu orang-orang percaya dalam Kristus 1:2) telah belajar mengenal Kristus.” Kristus adalah satu-satunya Firman dan jawaban ilahi, satunya percakapan ilahi, satunya perubahan ilahi, satu-satunya pembaharuan, dan pembangkitan serta di dalam Dia ada hidup. Oleh sebab itu, mereka (jemaat Efesus) tidak boleh lagi mengikuti hidup orang-orang kafir. 

Kata “mengenal” tidak digunakan dalam ayat ini, tetapi menggunakan kata “learned Christ” (belajar Kristus) (ematete) aorist aktif indikatif mengacu kepada peristiwa masa lampau, yang sebenarnya mengacu kepada ayat 24 yaitu “berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama” yaitu suatu peristiwa yang sekali terjadi yaitu menanggalkan manusia lama lalu datang kepada Kristus sebagai kebenaran yang sesungguhnya, sehingga pengertian aorist aktif indikatif adalah jemaat Efesus telah menanggalkan manusia lama dan telah belajar, memiliki pemahaman, pengetahuan tentang Kristus. 

Itulah sebabnya Paulus mengatakan bahwa “tetapi kamu bukan demikian” artinya orang percaya berbeda cara hidupnya dengan orang-orang kafir sebab orang percaya telah belajar mengenal Kristus berarti memunyai hubungan dengan Kristus sehingga dari hari ke hari memiliki pengenalan akan Dia yaitu mendengarkan Dia, menerima pengajaran-Nya yang sesuai dengan kebenaran yang nyata di dalam Yesus (4:20-21). Mengenal Allah juga ditandai dengan persekutuan dengan Allah yaitu persekutuan di dalam Firman Allah.

2. Menanggalkan Manusia Lama (Efesus 4:22)

Sebagai orang percaya yang benar-benar baru di dalam Kristus, ada suatu tindakan yang perlu dilakukan yaitu menanggalkan manusia lama yakni keadaan manusia yang digambarkan oleh Paulus dalam (Efesus 4:17-19). 

Paulus memberikan pengertian dengan menggunakan bentuk aorist medium infinitive dari kata apotestai sebenarnya menunjukkan tindakan satu kali untuk selama-lamanya yaitu menanggalkan atau membuang kehidupan lama yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan seperti kondisi manusia lama yang dijelaskan dalam (Efesus 4:17-19) yaitu membuang segala kejahatan yang terdapat dalam manusia lama tanpa mengingatnya lagi, lalu mengenakan manusia baru (Efesus 4:24) di dalam Yesus Kristus.

3. Mengalami Pembaharuan (Efesus 4:23)

Menurut Warren W. Wiersbe bahwa ketika orang percaya menerima Kristus, mereka harus menanggalkan jubah kematian dan tidak mengingatnya lagi dan masuk kepada suatu proses yaitu pertobatan, di mana dengan memiliki penyerahan total kepada Allah untuk mengalami pembaharuan di dalam Kristus yaitu persekutuan dengan Firman Allah yang akan membaharui pikiran dan roh. Kata pembaharuan dalam ayat ini digunakan (ananeoustai) verb infinitive present passive from (ananeo)  yang berarti memperbaharui.

Perhatikan kata infinitif presen dari kata (ananeoustai) artinya bahwa pembaharuan itu harus berlangsung secara terus menerus dalam kehidupan orang percaya sebagai manusia baru di dalam Kristus. Paulus memberikan pengertian bahwa (ananeoustai) dengan menggunakan presen pasif yang sesungguhnya berarti manusia tidak dapat membaharui dirinya sendiri dan ia hanya dapat memberi dirinya untuk dibaharui, tetapi pembaharuan itu hanya dapat dilakukan oleh Allah. Namun, manusia dalam hal ini harus memberikan dirinya untuk dibaharui.

Maksud pembaharuan di dalam roh dari pikiran adalah bahwa roh yang menguasai tubuh, jiwa, akal dan hati manusia, ialah Roh Allah, yang dikaruniakan kepada anggota-anggota jemaat, Roh Allah yang menghidupkan mereka dan yang merupakan roh dari hidup mereka yang baru. 

Jadi, maksud sebenarnya adalah roh yang ada di dalam diri manusia ketika mengenakan manusia baru di dalam Kristus yang diberikan oleh Allah yang akan membaharui pikiran manusia secara terus-menerus. Kemudian pembaharuan pikiran (Efesus 4:23) (noos)yang berarti mind, understanding (pikiran, pemahaman) merupakan suatu hal yang cukup penting, sebab jika memperhatikan “dibaharui di dalam roh dari pikiranmu” yang berarti menunjuk kepada pikiran sebagai pusat.

4. Mengenakan Manusia Baru (Efesus 4:24-32)

Hal yang paling esensial pada bagian ini seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa di dalam Kristus harus menanggalkan manusia lama, lalu mengenakan manusia baru yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.

Mengenakan (endusastai), manusia baru (kainon antropon) dianalogikan seperti menanggalkan pakaian lama lalu mengenakan pakaian baru. Maksudnya adalah benar-benar masuk ke dalam sesuatu yang baru in the sense of sinking into a garment. Berbeda sekali dengan manusia lama (palaion antropon), di mana manusia lama dikuasai oleh keinginan-keinginan yang jahat, keinginan duniawi, nafsu dunia, bahkan mengerjakan segala kecemaran. Tetapi manusia baru tidak demikian. Ia diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. 

Paulus memberikan pengertian “mengenakan manusia baru,” di sini ia menggunakan bentuk aorist middle, di mana ia ingin menekankan bahwa ketika mengenakan manusia baru, itu bukanlah dalam bentuk present tense (sebagai kebiasaan belaka, sekedar dapat dikerjakan setiap hari dan dapat ditukar dengan yang lama apabila bosan) melainkan suatu peristiwa yang sekali dikerjakan maka harus berdampak kekekalan, terus berkelanjutan sampai akhir. 

Disini Paulus tidak menggunakan bentuk pasif (dalam arti orang itu dipaksa untuk melakukannya) tetapi menggunakan bentuk middle voice yang berarti lebih kearah perlakuan pada diri sendiri yang artinya bahwa sekali memutuskan mengenakan manusia baru, maka harus siap untuk berjalan dalam pertimbangan hidup manusia baru.

Perbedaan yang mencolok dalam manusia baru adalah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam “kebenaran” (dikaiosune) yang berarti righteousness, justice (kebenaran atau keadilan), sedangkan kekudusan (osioteti) yang berarti piety, holiness (kesalehan, kekudusan). Jadi, Paulus ingin mengatakan bahwa di dalam Kristus harus mengenakan manusia baru yang diciptakan menurut kehendak Allah berdiri di hadapan Allah di dalam “kebenaran, keadilan” dan di dalam “kekudusan atau kesalehan” yang sesungguhnya.

5. Perbuatan-Perbuatan yang Harus Dibuang (Efesus 4:25-31)

Setelah melihat perbedaan yang cukup signifikan antara kehidupan orang-orang kafir dan kehidupan orang-orang (jemaat) di dalam Kristus, maka selanjutnya Paulus memberikan nasihat-nasihat umum yang bersifat praktis dan kongkret kepada jemaat. Paulus memulai nasihatnya dengan berkata “karena itu” (dio) yang berarti kata penghubung sebuah kesimpulan berdasarkan atas apa yang telah diuraikan atau sehubungan dengan alasan tersebut. 

Paulus ingin memberikan suatu nasihat yang merupakan kesimpulan dari manusia baru itu dengan menggunakan kata “buanglah (apotemenoi) yang berarti take off and lay down (membuka atau meletakkan), put off or lay aside (menanggalkan). Seperti penjelasan di atas bahwa bentuk participle aorist middle yaitu suatu peristiwa yang sekali dikerjakan maka harus berdampak kekekalan, terus berkelanjutan sampai akhir. 

Jadi, maksud Paulus di sini adalah jemaat harus meletakkan, menanggalkan, atau membuang perbuatan-perbuatan di dalam jemaat yang seharusnya tidak dapat dilakukan sebagai manusia baru di dalam Kristus dan tidak melakukannya lagi. Jika dibandingkan dengan Efesus 4:13-15, maka sebenarnya nasihat Paulus ini ditujukan kepada dua kelompok orang (jemaat) yaitu kelompok orang-orang yang baru bertobat supaya tetap teguh dalam iman kepada Kristus dengan orang-orang yang dewasa secara rohani supaya mencapai tingkat kedewasaan penuh di dalam Kristus. 

Oleh sebab itu, sehubungan dengan manusia baru di dalam Kristus, maka jemaat harus membuang semua perbuatan-perbuatan yang merupakan kebiasaan di dalam jemaat.

Berikut ini ada beberapa kebiasaan-kebiasaan di dalam jemaat yang harus dibuang atau ditanggalkan yaitu:

a. Dusta (Efesus 4:25) (pseudos) yang berarti bohong, dusta, kebohongan. 

Warren W. Wiersbe mengatakan: Perhatikan alasan yang diberikan oleh paulus mengapa kita harus berkata benar: kita sama-sama anggota tubuh Kristus. Ia memberikan dorongan kepada kita untuk membangun tubuh Kristus dengan kasih (Efesus 5:15). Sebagai sesama anggota tubuh Kristus, kita saling mempengaruhi dan kita tidak dapat saling membangun terlepas dari kebenaran. Dosa pertama yang dihakimi dalam jemaat yang mula-mula adalah dusta (Kis. 5:1-11).

b. Kemarahan (Efesus 4:26-27). Selain dusta, Paulus juga berkata bahwa jangan ada kemarahan.

Amarah adalah luapan emosi yang disebabkan oleh sesuatu yang tidak menyenangkan. Amarah itu sendiri bukan karena Allah pun dapat menjadi marah (Ulangan 9:8, 12 Mazmur 2:12). Beberapa kali dalam Perjanjian Lama muncul ungkapan, “Murka Tuhan” (Bilangan 25:4; Yeremia 4:8; 12:13). Murka Allah adalah bagian dari penghakiman-Nya atas dosa, sebagaimana dilukiskan dalam kemarahan Tuhan kita Yesus Kristus pada waktu Ia menyucikan bait Allah (Matius 21:12-13).

Konsep yang lebih jelas diungkapkan oleh Abineno bahwa Tuhan Allah sendiri marah (murka) dan Ia menghendaki, supaya kita juga marah terhadap dosa. Namun, bukan marah ini yang dimaksudkan di sini. Marah di sini yang dimaksudkan adalah amarah yang terus menerus berlangsung, sebab jika hal itu terjadi, maka dapat menimbulkan suatu bahaya yang akibatnya manusia dapat dikuasai oleh iblis sehingga dapat melakukan hal-hal yang tidak bertanggungjawab. Marah (orgizeste) yang berarti to make angry (menjadi marah). 

Paulus menggunakan bentuk present, berarti marah adalah sebuah aksi yang dapat menimbulkan kekacauan atau melakukan hal-hal yang tidak dipertanggungjawabkan yang merupakan kebiasaan di dalam jemaat. Paulus sebagai figur yang patut diteladani memberikan suatu perintah imperative bahwa “apabila marah, janganlah kamu berbuat dosa” (Efesus 4:26).

Itulah sebabnya Paulus mengatakan bahwa janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu. Kemudian “janganlah beri kesempatan kepada iblis (Efesus 4:27).” Bahaya lain yang diungkapkan oleh Paulus dari kemarahan adalah kesempatan bagi iblis. 

c. Selanjutnya Paulus berkata “orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi (Efesus 4:28).” Nasihat ini sangat penting karena di dunia kuno pencurian sangat merajalela. Di sini Paulus menggunakan bentuk present dari kata (klepteto) yang berarti pencurian adalah kebiasaan di dalam jemaat yang terus terjadi. 

Tetapi Paulus memberikan nasihat sebagai ganti mencuri “tetapi lebih baik (mallon) ia bekerja keras (kapiato) dan mengerjakan (ergazomenos) pekerjaan yang baik (toagaton) dengan tangannya sendiri supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.” Maksud Paulus di sini adalah bahwa orang yang mencuri janganlah ia mencuri lagi, tetapi lebih baik ia bekerja keras atau berjuang mengerjakan pekerjaan yang baik. Namun, Paulus tidak sampai di situ, ia memberikan nasihat umum bahwa sebagai sesama anggota Tubuh Kristus jemaat harus saling membantu bagi orang-orang yang berkekurangan.

d. Paulus berkata, “janganlah ada perkataan kotor (logos sapros) keluar dari mulutmu (Efesus 4:29). Jadi maksud Paulus di sini adalah janganlah ada kata, pernyataan, atau percakapan yang busuk, buruk, atau tidak baik keluar dari mulutmu, sebab kata-kata demikian adalah dosa yang harus dibuang, tetapi pakailah logos agatos perkataan yang baik. 

Kata Yang dimaksudkan di sini dengan perkataan yang baik adalah perkataan yang membangun oivkodomh.n (oikodomen)atau mendidik, di mana perlu dan bukan mengeluarkan perkataan yang kotor yang dapat merusak, supaya memberikan faedah atau berkat (karin) Allah kepada orang yang mendengarkan. Dalam nasihat ini Paulus mengingat akan perkataan-perkataan kotor (busuk, buruk), yang banyak dipakai oleh orang-orang kafir dan sayang sekali juga dipakai oleh anggota-anggota jemaat.

6. Jangan Mendukakan Roh Kudus (Efesus 4:30)

Selanjutnya Paulus menasihatkan kepada jemaat Efesus supaya mereka “jangan mendukakan Roh Kudus (Efesus 4:30).” “Mendukakan” di sini (lupeite) yang berarti grieve, pain, to make sorrowful (mendukakan, menyakiti, atau membuat sedih). Sebenarnya di sini Paulus memberikan suatu kesimpulan bahwa semua perbuatan-perbuatan negatif dalam ayat-ayat sebelumnya yang telah diuraikan dan perbuatan di dalam (Efesus 4:31) yaitu kepahitan, kegeraman, pertikaian serta fitnah merupakan perbuatan yang dapat mendukakan Roh Kudus. 

Di sini Paulus menggunakan bentuk imperative present di mana ia ingin memberikan nasihat yang bersifat perintah supaya jemaat menghentikan kebiasaan-kebiasaan atau perbuatan-perbuatan yang tidak baik yang sebenarnya adalah mendukakan atau menyakiti Roh Kudus.

7. Menanggalkan Perbuatan Lama (Efesus 4:31)

Selanjutanya sebagai klimaks atau konklusi (kesimpulan) dari nasihat Paulus, ia berkata, “segala kepahitan (pikria), (tumos), kemarahan (orge), pertikaian (krauge), fitnah (blasphemia) bahkan segala kejahatan (pasekakia), tanpa terkecuali bahwa semua bentuk kejahatan harus mereka buang (bnd. 5:3) seperti percabulan, rupa-rupa kecemaran, dan keserakahan disebut saja pun jangan di antara kamu. Maksudnya adalah menyebutkan kejahatan saja pun adalah dosa, apalagi melakukannya (bnd. Efesus Efesus 5:3). Itulah sebabnya Paulus menasihatkan supaya semuanya itu dibuang (ditanggalkan) sebab semua itu adalah gambaran manusia lama (orang-orang kafir).

Namun, sebagai gantinya Paulus berkata “tetapi hendaklah kamu ramah,(chrestoi), penuh kasih mesra “(eusplagchnoi) yaitu penuh dengan compassionate kasih yang tulus dan sepenuh hati, saling mengampuni (charizomenoi). 

Melengkapi pernyataan ini, Paulus mengatakan bahwa “sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Maksudnya bahwa jemaat harus hidup saling mengampuni dengan murah hati, memberikan pengampunan satu dengan yang lain, bahkan dalam memaafkan orang lain harus disertai dengan kemurahan seperti Kristus dengan murah hati telah mengampuni segala dosa manusia. 

Pengampunan ini berdasar atas pengampunan yang Tuhan Allah berikan kepada mereka dalam Kristus. Dialah yang memungkinkan mereka untuk saling mengampuni, bahkan Dia pula yang menuntut supaya pengampunan yang demikian harus berlangsung di antara mereka.

Sebagai manusia baru di dalam Kristus yaitu memiliki kedudukan yang baru harus benar-benar menunjukkan kebaikan, kemurahan hati sebagai anggota tubuh Kristus (Efesus 4:15-16), penuh kasih mesra yaitu memiliki hati yang lemah lembut, penuh kasih, saling menaruh belas kasihan di antara jemaat, bahkan bermurah hati untuk memberikan pengampunan serta mampu memaafkan kesalahan orang lain sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni segala dosa dan pelanggaran manusia.

PENERAPAN MANUSIA BARU DALAM KEHIDUPAN ORANG PERCAYA

Menanggalkan Manusia Lama

Satu hal yang perlu disadari oleh orang Kristen bahwa di luar Kristus tidak ada pengharapan dan keselamatan, tetapi justru akan menempuh kebinasaan kekal (Efesus 4:20). Manusia lama yaitu manusia yang menindas kebenaran dengan kelaliman (Roma 1:18), yang tidak percaya kepada Allah, bahkan mereka menolak untuk mengakui Allah yang telah mewahyukan diri-Nya melalui ciptaan, mereka berjalan berdasarkan pengertian mereka, pikiran mereka sia-sia, memiliki pengertian yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, hati mereka bodoh, degil, dan tumpul sehingga mereka mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran.

Menjadi manusia baru di dalam Kristus, orang percaya harus membuang atau menanggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak berkenan kepada Allah seperti dusta, perkataan yang kotor, kemarahan, kepahitan, dendam, kebiasaan malas, dan mencuri. Perbuatan-perbuatan tersebut harus digantikan dengan kejujuran, perkataan yang baik dan membangun, kelemahlembutan, pengampunan, kasih mesra, serta tidak hidup bermalas-malasan tetapi bekerja keras.

Mengenakan Manusia Baru di Dalam Kristus

Mati dan bangkit bersama Kristus berarti manusia lama kita telah disalibkan dengan-Nya, dan berada dalam Roh mencakup pengenaan manusia baru atau manusia rohani (I Korintus 2:14). Mengenakan manusia baru di dalam Kristus berarti dipersatukan dengan Kristus. Di dalam Kristus berarti orang-orang yang dipisahkan dari dosa dan kegelapan serta hidup bagi Allah dan disebut sebagai orang-orang yang hidup di dalam Kristus. 

Hal ini perlu disadari bahwa sebagai orang percaya yang telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan juru selamat harus benar-benar meninggalkan manusia lama yang penuh dengan dosa dan kebinasaan, lalu mengenakan manusia baru di dalam Kristus yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Secara eksplisit menerima Kristus berarti dipersatukan dengan-Nya dan hidup di dalam Dia dengan suatu ketaatan yang penuh kepada Dia serta hidup memuliakan-Nya.

Berikut ini ada beberapa ciri menjadi manusia baru di dalam Kristus yang perlu dimiliki dan dilakukan oleh orang percaya pada masa kini yaitu:

Pertobatan

Put off the old man (tanggalkan manusia lama). Paulus berkata bahwa “tetapi kamu bukan demikian, kamu telah belajar mengenal Kristus, karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata di dalam Yesus, yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan.” 

Penekanan Paulus ini sangat jelas bahwa ada suatu sikap yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya yaitu bahwa untuk mengenakan manusia baru harus menanggalkan semua yang lama. Pertobatan adalah esensi dasar untuk mengenakan manusia baru. Warren Wiersbe berkata bahwa pertobatan adalah suatu krisis yang menuju kepada suatu proses.

Mengenakan manusia baru di dalam Kristus harus terlebih dahulu menanggalkan yang lama. Hal tersebut dimulai dengan pertobatan, di mana orang percaya berketetapan berbalik arah yaitu menanggalkan yang lama dan mengenakan yang baru.

Beriman Kepada Yesus Kristus

Iman adalah sebagai modus eksistensi dari hidup baru. Beriman kepada Yesus berarti memasuki suatu kehidupan yang baru di dalam manusia baru yang telah diciptakan oleh Allah di dalam Yesus Kristus (Efesus 4:20-24). Beriman kepada Yesus Kristus adalah satu-satunya cara menerima manusia baru yang telah diciptakan oleh Allah. 

Ruth Paxson mengungkapkan dalam bukunya “The Wealth Walk and Warfare of the Christian” bahwa dengan tindakan kedaulatan Tuhan “manusia baru” telah dibuat. Oleh anugerah Tuhan orang-orang berdosa yang percaya itu dipercepat dan dibangkitkan bersama-sama dengan Kristus. Dalam kebangkitan tersebut Allah menciptakan “manusia baru” dan membuka jalan bagi dia untuk berjalan dalam kehidupan yang baru.

Menyerahkan Segala Pikiran Kepada Kristus

Mengenakan manusia baru di dalam Kristus dimulai dengan pertobatan yaitu meninggalkan yang lama dan beriman kepada Yesus Kristus. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan untuk dapat menerima kehidupan yang baru di dalam Kristus. Namun, ada hal lain yang tidak dapat disepelekan oleh orang percaya yaitu menyerahkan segala pikiran kepada Kristus. Firman Allah membaharui pikiran orang percaya pada waktu menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya (Roma 12:1-2). “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran, Firman-Mu adalah kebenaran (Yohanes 17:17). 

Pada waktu pikiran orang percaya memahami kebenaran Firman Allah, maka pikiran itu akan dibaharui dan diubahkan oleh Firman Allah. Seperti yang dikatakan oleh Paulus bahwa ketika hidup di dalam persekutuan dengan Allah maka orang percaya akan dibaharui di dalam roh dan pikiran (Efesus 4:20,23). Di dalam mengenakan manusia baru di dalam Kristus setiap orang percaya harus memiliki penyerahan total kepada Allah untuk dibaharui secara terus menerus yang menuju kepada hidup yang diubahkan.

Manusia Baru di Dalam Kristus

Memiliki Kedudukan yang Baru

Di dalam Efesus 2:2 mengatakan bahwa keadaan manusia lama adalah manusia taat kepada iblis (2:2), manusia di bawah kuasa hawa nafsu daging (Efesus 2:3), manusia mengalami murka Allah atau penghukuman Allah (Efesus 2:3), tetapi orang yang telah menerima Yesus Kristus menerima kedudukan yang baru di dalam Kristus, diperdamaikan dengan Allah (Roma 5:1), menerima kasih karunia (Roma 5:2), dibenarkan oleh Allah (Roma 4:25; 5:9; 5:18), menjadi anak-anak Allah.

Seperti yang dikatakan oleh Richard bahwa pada saat kita diselamatkan dari dosa-dosa, manusia tidak hanya dilahirkan baru secara pribadi; melainkan manusia memasuki suatu ruang lingkup keberadaan yang baru (ciptaan baru). Oleh sebab itu, sebagai orang percaya yang telah menerima kasih karunia dan menjadi anak-anak Allah harus hidup sesuai dengan panggilan itu (Efesus 4:1) yaitu kedudukan yang baru di dalam Kristus. Paulus mengatakan di dalam Efesus 4:24 bahwa manusia baru itu telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kekudusan dan kebenaran yang sesungguhnya.

Pikiran yang Terus Diperbaharui

Orang percaya perlu menyadari bahwa dunia menawarkan berbagai kenikmatan yang membawa manusia kepada suatu kehancuran yaitu dosa. Oleh sebab itu, orang percaya harus memiliki sikap penyerahan diri kepada Allah sehingga pikirannya dikendalikan oleh Allah. Maksudnya adalah orang percaya di dalam Yesus Kristus diperbaharui menurut sifat mereka yang semula sebagai manusia yang diciptakan menurut gambar Allah.

Tidak Menjadi Senjata Kelaliman

Menjadi manusia baru di dalam Yesus Kristus berarti berarti menerima penebusan dosa, bukan karena perbuatan baik manusia, tetapi karena perbuatan Tuhan Yesus. Menjadi manusia beru di dalam Yesus berarti telah mengambil bagian dalam kematian Tuhan Yesus sehingga dosa-dosanya telah dihapuskan, menerima kebangkitan Tuhan Yesus, manusia lamanya telah disalibkan, memandang dirinya telah mati bagi dosa dan hidup bagi Allah di dalam Yesus Kristus (Roma 6:11), dan tidak memberi dirinya menjadi senjata kelaliman (dosa), melainkan menyerahkan dirinya atau anggota tubuhnya untuk menjadi senjata kebenaran. 

Sebagai orang percaya pada masa kini perlu memahami dan mengenali dirinya bahwa sebagai manusia baru di dalam Kristus totalitas hidupnya harus memuliakan Allah dengan memberikan dirinya atau anggota-anggota tubuhnya untuk menjadi senjata kebenaran Allah dan hidup menjauhkan diri dari segala kenajisan dan perbuatan-perbuatan dosa lainnya sehingga dengan demikian kehidupannya mampu menyatakan gambaran Allah (sifat Allah) yaitu kebenaran dan kekudusan Allah bagi dunia.

Sikap Orang Percaya Terhadap Roh Kudus

Paulus mengatakan bahwa Roh Kudus merupakan oknum yang sangat nyata baginya seperti halnya Yesus Kristus. Paulus menyadari pentingnya Roh Kudus dalam pelayanannya, gereja, dan kehidupan masing-masing orang percaya. Pemahaman tersebut juga seharusnya dimiliki oleh orang percaya pada masa kini, di mana perlu menyadari akan pentingnya Roh Kudus dalam kehidupan sehari-hari. 

Alkitab mengajarkan bahwa Roh Kudus adalah satu pribadi yang diutus oleh Allah (Kisah Para Rasul 1:8) untuk menghibur orang percaya, menyertai orang percaya hingga hari penyelamatan yaitu kedatangan Yesus Kristus pada kali yang kedua (Efesus 4:30), menerangi pikiran orang percaya (I Korintus 2:10), dan tinggal di dalam hidup orang percaya (I Korintus 6:19).

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka orang percaya perlu menyadari pentingnya Roh Kudus dalam kehidupan ini yang selalu menghibur, menyertai, bahkan menuntun dan membimbing orang percaya kepada jalan yang benar serta mengingatkan orang percaya supaya tidak melakukan suatu kejahatan di hadapan Tuhan. Oleh sebab itu sebagai manusia baru di dalam Kristus, janganlah mendukakan Roh Kudus Allah yang telah dimeteraikan bagi orang percaya menjelang hari penyelamatan. 

Mendukakan berarti melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak berkenan kepada Allah atau yang tidak cocok dengan sifat Roh Kudus sehingga melukai hati-Nya. Roh Kudus penuh kasih seperti Kristus (Roma 15:30), dan Ia sangat mengasihi orang percaya yang telah memeteraikan mereka. Tetapi, ketika orang percaya melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik (dosa), maka hal itu dapat mendukacitakan Roh Kudus. Dusta, kemarahan, mencuri, perkataan kotor, kepahitan, kegeraman, pertikaian, fitnah, dan segala kejahatan, adalah perbuatan-perbuatan yang mendukakan Roh Kudus. Oleh sebab itu, semuanya itu harus dibuang atau ditanggalkan dari kehidupan orang percaya.

Sikap Orang Percaya Terhadap Sesama

Satu hal yang esensial dalam kehidupan kekristenan adalah bagaimana menyatakan karakter Kristus dalam praktika kehidupan sehari-hari. Karakter Kristus tersebut dapat dinyatakan terhadap Allah dan terhadap sesama. Sebagai manusia baru di dalam Kristus, tentunya ada tuntutan-tuntutan sikap atau perbuatan yang harus dimiliki dan dilakukan oleh setiap orang percaya.

Hal pertama yang perlu dilakukan oleh orang percaya adalah penuh kasih mesra terhadap sesama yaitu penuh dengan belas kasihan, kasih yang tulus yang dicurahkan dari hati. Mengasihi orang-orang harus dilakukan seperti Tuhan mengasihi manusia. Paul Caram mengatakan bahwa kasih adalah kekuatan untuk mendahulukan orang lain dan kekuatan untuk tidak mementingkan diri sendiri, dan menanggung segala sesuatu.

Baik dalam kehidupan keluarga, jemaat, maupun dalam kehidupan bermasyarakat sikap mendahulukan orang lain dengan tidak mementingkan diri sendiri harus mampu diwujudkan oleh setiap orang

percaya di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian karakter Kristus akan semakin tampak dalam kehidupan Kristen dan Kristus dipermuliakan melalui kehidupan orang percaya. Kasih yang berasal dari Allah harus benar-benar tertanam baik dalam kehidupan orang percaya supaya dengan demikian kasih itu juga dapat dinyatakan kepada orang lain. 

Selain kasih mesra, orang percaya juga harus hidup di dalam pengampunan sama seperti Kristus telah mengampuni semua orang berdosa. Teladan pengampunan dapat dilihat kepada Allah yang telah mengampuni manusia. Pengampunan adalah perbuatan Allah yang timbul dari rahmat-Nya. 

Seharusnya semua manusia berdosa harus mengalami murka Allah yaitu penghukuman Allah karena segala kefasikan dan kelaliman manusia yaitu segala kejahatan dan pemberontakan manusia terhadap Allah (Roma 1:18), tetapi karena Allah yang penuh kasih dan rahmat sehingga manusia tidak mengalami penghukuman itu dan Allah menunjukkan kasih dan keadilan-Nya di dalam Yesus Kristus untuk menebus segala dosa dan pelanggaran manusia (I Petrus 2:24). 


Karakter kasih dan pengampunan seharusnya juga dimiliki oleh orang percaya supaya dapat menyatakan pengampunan terhadap sesama. Allah sangat menentang ketidakadilan, namun sangat mungkin Ia tertarik terhadap reaksi yaitu kekuatan orang percaya memberikan tanggapan yang benar terhadap orang-orang yang memberikan perilaku yang dapat menimbulkan sakit hati.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil uraian penulis dalam karya ilmiah ini tentang konsep manusia baru berdasarkan perspektif Paulus dalam Efesus 4:17-32 dan implementasinya dalam kehidupan orang percaya, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, manusia lama adalah manusia yang berjalan berdasarkan pengertiannya sendiri, tidak mengenal Allah, memiliki pikiran yang sia-sia, pengertiannya digelapkan, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, memiliki hati yang degil, hati tumpul, sehingga menyerahkan dirinya kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran.

Kedua, berdasarkan konteks yang penulis bahas dalam Surat Efesus 4:17-32, manusia baru adalah manusia yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan, di mana orang-orang yang percaya kepada Kristus memiliki kedudukan baru yaitu dari kebinasaan dipindahkan kepada hidup yang kekal dan manusia yang terus diperbaharui serta dipersatukan dengan Kristus.

Ketiga, sebagai manusia baru di dalam Kristus, orang percaya tidak lagi menjadi senjata-senjata kelaliman, tetapi sebaliknya menjadi senjata senjata kebenaran dan hidup memuliakan Allah
Next Post Previous Post