PERSEPULUHAN: JALAN ALKITABIAH MENUJU BERKAT BAGI KEHIDUPAN KRISTEN (9)

Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th.

PERSEPULUHAN (PASAL 9) ORANG KRISTEN DAN BERKAT: JALAN ALKITABIAH MENUJU BERKAT BAGI KEHIDUPAN KRISTEN YANG BERTANGGUNG JAWAB
PERSEPULUHAN: JALAN ALKITABIAH MENUJU BERKAT BAGI KEHIDUPAN KRISTEN (9)
gadget, bisnis, otomotif
Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!’ Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu. Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah (Galatia 3:13-14, 26-29).

Sejauh ini, pada bagian 1 saya telah menunjukkan prinsip-prinsip dasar bagi penafsiran pemberlakuan persepuluhan di dalam Kekristenan. Di pasal 2 sampai dengan pasal 4 saya memberikan tinjauan kritis terhadap praktik persepuluhan tersebut di dalam Perjanjian Lama, baik sebelum hukum Taurat diberikan maupun setelah ditetapkan dalam regulasi hukum Taurat bangsa Israel. 

Kemudian pada pasal 5 sampai pasal 8 saya telah mencoba memberikan analisis dan interpretasi teologis yang bernada apologetis mengenai keberlanjutan dan masih berlakunya persepuluhan bagi orang Kristen Perjanjian Baru melalui ajaran Kristus dan Rasul Paulus. Dengan demikian saya telah meletakkan landasan teologis yang Alkitabiah bagi praktik pemberian persepuluhan dalam kehidupan Kristen. 

Namun pada bagian ini, seperti yang dikatakan Derek J. Tidball, saya “berpindah persneling secara mencolok.” Pindah persneling ketika mengemudikan mobil mengharuskan seseorang mengendarai mobil pada kecepatan yang berbeda dan dalam gaya yang berbeda. Demikian halnya dalam bagian ini, saya beralih dari pola penerapan disiplin akademis ke pola yang lebih bebas. Dari analisis teologis, beralih ke hal-hal praktis dan aplikatif. 

Saya telah memilih salah satu tema penting yaitu tentang berkat dan menghubungkannya dengan kehidupan Kristen yang bertanggung jawab. Thesis utama bagian ini hendak menunjukkan bahwa berkat dalam kehidupan Kristen bergantung dari kesatuannya dengan Kristus. Keberadaan kehidupan yang diberkati di dalam Kristus tersebut bukan alasan untuk orang Kristen hidup dengan kemalasan, ketidaktaatan dan ketiadaan tanggung jawab. 

Tetapi justru keberadaan di dalam Kristus tersebut memacu orang Kristen menjalani kehidupan dengan cara yang taat kepada Kristus dan bertanggung jawab. Perhatikan apa yang Paulus katakan mengenai dirinya sendiri, “Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku” (1 Korintus 15:10). 

Rasul Paulus yang telah mengatakan bahwa ia diselamatkan hanya karena kasih karunia yang tidak sepatutnya ia terima, namun ia tidak duduk dan bermalas-malasan, melainkan melayani Tuhan dan bekerja dengan giat bagi Allah.

ORANG KRISTEN DAN BERKAT DI DALAM KRISTUS

Alkitab sangat banyak membicarakan tentang berkat. Kata “berkat” adalah kata yang sangat penting khususnya dalam Perjanjian Lama. Kata “berkat” diterjemahkan dari kata Ibrani “berakhah", berasal dari kerja “barakh", yang bermakna “memberkati, memberikan salam; berlutut memberi hormat”. Kata “berkat” ini digunakan lebih dari 640 kali dalam Perjanjian Lama. Kepada Abraham Tuhan berfirman, “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan (Aku akan) memberkati engkau (va'avârekhkha) serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi (vehyêh) berkat (berâkhâh) (Kejadian 12:2). 

Kata Yunani yang biasa digunakan untuk “berkat” adalah "oilogeo" atau "oilogia" yang berarti “perkataan yang baik”. Biasanya dalam bentuk ungkapan kata-kata pujian dan syukur yang memuliakan Tuhan.

Orang-orang Kristen menerima berkat-berkat khusus karena keberadaan mereka “di dalam Kristus”. Frase Yunani “di dalam Krisus” adalah “en Christo”. Paulus mengatakan “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus (en Christo) telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga” (Efesus 1:3). Kesatuan dengan Kristus (Inggris: union with Christ) merupakan alasan utama kita menerima berkat. Kesatuan dengan Kristus ini pertama kali terjadi saat kita mengalami regenerasi (lahir baru) oleh Roh Kudus. Regenerasi merupakan perubahan yang terjadi secara seketika. 

Paulus mengatakan, “ telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita - oleh kasih karunia kamu diselamatkan -” (Efesus 2:5). Disini, kata kerja yang diterjemahkan “menghidupkan” adalah “synezoopoiesen”, memakai bentuk aorist tense yang berarti tindakan yang seketika atau sekejap. Jadi saat regenerasi kesatuan antara Kristus dan orang percaya secara aktual diterjadi.

1. Allah Di Dalam Kristus Memilih Kita Untuk Menerima Keselamatan dan Segala Berkat yang Terkandung di dalamnya.

Pemilihan (Inggris: election) Allah atas kita dalam Kristus ini berdasarkan kedaulatan-Nya (Efesus 1:3-4). Paulus menegaskan bahwa Allah telah memberkati kita dengan semua berkat rohani di dalam Kristus (en Christo), bukan berdasarkan kelayakan kita melainkan karena Allah telah memilih di dalam Kristus sebelum dunia diciptakan (Yunani: pro kataboles kosmou). Ketika Bapa memilih Kristus, Dia juga memilih kita (1 Petrus 1:20; Efesus 1:4).

2. Karya Penebusan Kristuslah yang Menjadikan Keselamatan dan Berkat-Berkatnya Teraktualisasi Bagi Kita.

Paulus menegaskan “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!" Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia (en auto) berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu” (Galatia 3:14). 

Kata Yunani yang digunakan untuk istilah keselamatan adalah “soteria” yang merupakan terjemahan dari kata Ibrani “yasha” di mana kata tersebut mengandung arti pembebasan dan penyelamatan dari kesukaran, penderitaan, kesakitan dan ikatan, juga di dalamnya terkandung makna pemeliharaan, keamanan dan keutuhan.

3. Berkat-Berkat Diterima Orang Percaya Melalui Iman.

Paulus mengatakan bahwa orang-orang percaya adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Kristus (Galatia 3:26); dan bahwa mereka adalah keturunan Abraham yang berhak menerima janji Allah (Galatia 3:29). Di sini berkat dihubungkan dengan perjanjian (kovenan). Orang-orang percaya disebut juga anak-anak Abraham hanya karena mereka mengikuti jejak iman Abraham (Galatia 3:7,9). Kepada orang percaya berkat perjanjian terutama dihubungkan dengan karya Kristus yang diterima melalui iman (Galatia 3:26,27).

PARADIGMA KRISTEN TENTANG BERKAT

Semua orang tentunya ingin diberkati. Diberkati dalam karier dan usaha, memiliki keuangan yang mapan, kekayaan berlimpah dan keluarga bahagia adalah impian setiap orang. Tidak ada masalah dengan kata “berkat”, tetapi bagaimana cara meraih berkat itulah masalahnya. Ratusan buku berisi teori sukses dan cara meraih berkat telah ditulis. Tidak sedikit dari buku tersebut menawarkan cara sukses yang instan, cepat dan praktis, menghalalkan segala cara yang keliru dan merugikan orang lain. 

Ironisnya, banyak orang Kristen yang tergoda dan terjebak dengan tawaran tersebut. Pemahaman yang benar tentang berkat berdasarkan perspektif Alkitab akan mendorong kita bergantung pada Tuhan, serta berkarya dan melakukan yang terbaik sesuai kemampuan yang telah Ia berikan kepada kita (Ulangan 8:18). Sebaliknya pemahaman yang keliru tentang berkat dapat menjerumuskan seseorang ke dalam “jurang” kehancuran. Jika demikian, apakah berkat yang sebenarnya? Dan bagaimana pandangan Alkitab mengenai berkat?

Berkat, secara ultimat berasal dari Tuhan (Ulangan 8:17-8; Amsal 10:22). Berkat dalam Perjanjian Lama dikaitkan dengan kemakmuran fisik, namun di dalam Perjanjian Baru lebih menekankan pada warisan rohani yang disediakan di surga (Efesus 1:3). Walaupun demikian, Perjanjian Baru juga memberikan tempat bagi kemakmuran materi (2 Korintus 8:9). 

Pemazmur mengatakan, “Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya!” (Mazmur 128:1). Alkitab adalah buku panduan utama bagi iman dan praktik hidup Kristen. Alkitab berisi rencana dan kehendak Tuhan bagi hidup kita (Mazmur 1:1-3). 

Alkitab ibarat peta yang menunjukkan kepada kita jalan yang harus kita lewati hingga sampai ke tujuan. Sebagai contoh, banyak orang berpikir bahwa Alkitab itu menyelamatkan. Ini pikiran yang keliru! Sebab Alkitab tidak menyelamatkan kita. Tetapi petunjuk-petunjuk di dalam Alkitab menuntun kita agar selamat dengan percaya kepada Kristus. 

Bandingkan dengan perkataan Yesus kepada orang Yahudi di dalam Yohanes 5:39-40 “Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepadaKu untuk memperoleh hidup itu”. Hal yang sama dijelaskan rasul Paulus kepada Timotius, “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus” (2 Timotius 3:15).

Sama halnya dengan ungkapan yang diyakini oleh banyak orang bahwa “kebenaran itu memerdekakan” (Yohanes 8:32). Frase ini harus dipahami dengan benar. Sebab kebenaran tidak memerdekakan siapa pun jika tidak diketahui! Menurut ayat tersebut “mengetahui kebenaran itulah kebenaran yang memerdekakan”. Dan kebenarannya yang perlu diketahui oleh setiap orang adalah bahwa kemerdekaan yang sesungguhnya hanya ada di dalam Yesus Kristus (Yohanes 8:36; 5:1). 

Untuk menerima “anugerah kemerdekaan (eleutheria)” itu maka manusia harus datang kepada Kristus dan percaya kepada-Nya (1 Korintus 7:22), kemudian secara sukarela menyerahkan dirinya menjadi hamba Allah (Roma 6:22) dan hamba kebenaran (Roma 6:18), serta menjadi saluran berkat bagi banyak orang (1 Korintus 9:19-23). Rasul Paulus menyatakan, “supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita” (Galatia 5:1). 

Kemerdekaan sejati adalah kemerdekaan yang diperoleh di dalam Kristus dan melalui karya-karya-Nya. Kemerdekaan ini tidak hanya bertujuan melepaskan kita dari belenggu dan perbudakan dosa, tetapi juga agar kita melaksanakan tujuan dan maksud Allah menciptakan kita. Paulus menegaskan, “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10). 

Frase Yunani “pekerjaan baik” dalam ayat ini adalah “ergois agathois” diterjemahkan “perbuatan-perbuatan yang baik”. Kata “agathois” berasal dari kata “agathos” yaitu kata Yunani biasa untuk menerangkan gagasan yang “baik” sebagai kualitas jasmani atau moral. Kata ini dapat berarti “baik, mulia, patut, yang terhormat, dan mengagumkan”.

Kembali kepada pembahasan orang Kristen dan berkat. Apa yang saya bagikan di sini adalah peta jalan. Peta inilah yang akan memberi petunjuk pada jalan Alkitabiah menuju berkat. Namun sangat disayangkan, masih ada orang Kristen yang meragukan kebenaran tentang berkat di dalam Kristus ini. 

Jika Tuhan memang tidak menghendaki orang Kristen hidup dalam berkat-berkat-Nya, seperti yang dipikirkan dan diajarkan oleh beberapa orang tertentu, maka ayat yang ditulis oleh rasul Paulus kepada jemaat Galatia yang menyatakan bahwa kematian Kristus di kayu salib agar kita menerima berkat-berkat-Nya harus dibuang. 

Dan, tentu saja pemikiran yang demikian jelas keliru. Rasul Paulus mengatakan “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!’ Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu... Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. 

Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah” (Galatia 3:13-14, 26-29).

1. Tuhan menginginkan kita hidup dalam berkat-Nya (Galatia 3:1-29). Mulailah dengan langkah awal ini, yaitu mengetahui bahwa Tuhan menginginkan kita diberkati! Ia benar-benar menginginkan kehidupan kita diberkati (Bandingkan Yosua 1:8; Mazmur 1:1-3). 

Dua hal yang menyakinkan kita bahwa Tuhan menginginkan hidup kita diberkati dan berhasil di dalam Kristus, yaitu: 

(1) Tuhan merancang masa depan baik dan yang penuh harapan, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yeremia 29:11). 

(2) Tuhan memberikan kekuatan untuk berhasil. Tuhan tidak memberikan kita harta, tetapi kekuatan untuk memperoleh harta kekayaan melalui berbagai pekerjaan yang kita lakukan. Alkitab mengatakan, “Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini” (Ulangan 8:18). 

Paulus mengingatkan bahwa “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya” (2 Korintus 8:9).

2. Tuhan memberikan prinsip-prinsip untuk hidup dalam berkat-Nya. 

Alkitab mencatat di dalam Mazmur 103:7 bahwa “Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel”. 

Di sini dikatakan bahwa Tuhan menunjukkan jalan-jalan-Nya, yaitu kehendak-Nya kepada Musa. Tetapi kepada orang Israel Dia hanya menunjukkan perbuatan-perbuatan-Nya. Apa maksud ayat ini? Banyak orang hanya ingin melihat mukjizat-mukjizat yang spektakuler, namun tidak rindu mengetahui kehendak dan isi hati Tuhan. Itulah sebabnya walaupun bangsa Israel telah melihat perbuatan Tuhan yang ajaib dan berkat-berkat-Nya, mereka masih saja memberontak kepada-Nya. Sebab mereka tidak mengenal kehendak Tuhan. 

Demikian juga banyak orang Kristen hanya menginginkan berkat-berkat dari Tuhan tanpa mau mengenal kehendak-Nya Tuhan melalui firman-Nya bagi hidup mereka. Pengenalan akan Tuhan dan kehendak-Nya tidak terjadi secara instan. Ini merupakan proses dan semuanya dimulai dengan penyerahan dan ketaatan kepada Tuhan. Harus disadari bahwa hidup kita bergantung kepada Tuhan bukan pada harta dan kekayaan (Lukas 12:15). Karena itu, jangan sampaikan kita meragukan firman Tuhan dengan mengizinkan kekawatiran, tipu daya kekayaan, dan keinginan-keinginan mengimpit firman itu (Markus 4:18-19).

3. Kita harus melibatkan Tuhan dalam segala apa yang kita kerjakan (Yeremia 17:7-8; Yakobus 4:13-15). 

Keberhasilan yang tidak mengikutsertakan Tuhan merupakan suatu penghinaan terhadap Tuhan. Tuhan adalah Pencipta dari semua. Tuhan adalah Pemilik segalanya. Alkitab menyatakan “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya” (Mazmur 24:1 bandingkan Mazmur 50:10, 12). 

Dengan demikian keberhasilan bukan semata-mata masalah sekuler tetapi menyangkut masalah spiritual yang berdampak kekal. Kekayaan tidak bisa disebut sekuler karena Pemilik segala sesuatu adalah Tuhan. Kita tidak bisa membicarakan kekayaan, tanpa menaruh perspektif Tuhan lebih dulu. Keberhasilan dalam hidup yang dari Tuhan itu bernilai kekal. Tuhan memberikan berkat-berkat-Nya bagi kita supaya digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan-Nya. Jika kita bisa menunjukkan bagaimana berkat-berkat Tuhan dalam kehidupan kita mengalir kepada orang lain dan memenuhi tujuan Tuhan, maka Tuhan punya alasan untuk memberi kita keberhasilan.

4. Berkat bukanlah tujuan hidup melainkan suatu proses perjalanan hidup dalam mencapai tujuan Tuhan bagi hidup kita. 

Tuhan menjadikan segala sesuatu termasuk manusia bagi kemuliaan-Nya (Roma 11:36; Kolose 1:16). Memenuhi tujuan hidup yang Tuhan inginkan bagi kita merupakan panggilan hidup yang tertinggi. Mother Theresa dari India, karena panggilan Tuhan rela meninggalkan kehidupan nyaman dan aman di biara, pergi melayani orang-orang miskin, pinggiran dan tak tersentuh di Calccuta. 

Ini merupakan contoh dari seorang yang memenuhi tujuan Tuhan dalam hidupnya. Tuhan memberikan berkat bagi kita supaya digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan-Nya. Berkat-berkat yang diberikan Tuhan melalui kita juga harus mengalir kepada orang lain, atau dengan kata lain, berkat yang kita terima perlu dibagikan pada orang lain, terutama mereka yang membutuhkan.

MENJADI PENGELOLA MILIK ALLAH

Tuhan Yesus berkata “Barang siapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barang siapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?” (Lukas 16:10-12). 

Frase Yunani “mamon yang tidak jujur” adalah “tou mamôna tês adikias” harfiah berarti “harta yang berasal dari kejahatan”. Lalu, apakah yang dimaksud dengan mamon dalam ayat tersebut?

“Mamon” adalah istilah Aram yang artinya “uang atau harta milik”. Kita tahu bahwa ayat dalam Lukas 16:10-12 ini didahului oleh perumpamaan Tuhan Yesus tentang seorang bendahara yang tidak jujur. Bendahara tersebut dipercayakan oleh tuannya untuk mengurus rumah tangga, tanah dan perkebunan milik tuannya. Karena kelakuannya yang dianggap tidak jujur dan korup dengan memboroskan harta tuannya maka akhirnya ia dipecat dari pekerjaannya oleh tuannya. 

Untuk menolong dirinya dari “krisis” akibat pemecatannya maka hamba ini melakukan siasat dan tindakan “cerdik”, yaitu dengan membuat para debitur yang berhutang kepada tuannya itu menjadi berhutang kepada bendahara itu. Tindakan bendahara yang tidak jujur ini dilakukannya karena ia mengetahui bahwa ia bisa minta tolong kepada orang-orang yang hutangnya ia kurangi. Mereka pasti menghargai pertolongan pengurangan hutang tersebut, sehingga mereka pasti akan dengan senang hati membantunya.

Tentu saja tindakan bendahara yang tidak jujur ini tidak dibenarkan untuk ditiru. Namun demikian, kita melihat bahwa tuannya memuji bendahara tersebut, bukan karena ia menyetujui tindakan bendahara tersebut, melainkan karena kecerdikan bendahara untuk menyelamatkan dirinya akibat pemecatannya. 

Jadi di sini kecerdikannyalah yang dipuji, bukan ketidakjujurannya! Secara positif, makna yang tersirat dari perumpamaan ini ialah bahwa Tuhan Yesus menyatakan secara tidak langsung bahwa harta di dunia dapat dipergunakan untuk menolong orang lain, dan rasa terima kasih orang-orang yang tertolong itu akan memastikan suatu sambutan yang baik di dalam keabadian.

Bertolak dari perumpamaan tersebut Tuhan Yesus kemudian menjelaskan berbagai asas umum tentang pengelolaan uang atau harta (Lukas 16:10-12). Cara seseorang bertindak sebagai pengelola dalam hal-hal yang kecil akan memperlihatkan bagaimana ia akan bertindak sebagai pengelola dalam hal-hal yang besar. Orang yang bertindak tidak baik dalam mengelola hal uang atau harta tidak akan dipercayakan kepadanya harta yang sesungguhnya (harta rohani). 

Jika seseorang tidak dapat melakukan pengawasan atau pengelolaan yang baik atas sesuatu yang dipercayakan kepadanya, yang atasnya ia suatu ketika akan dimintai pertanggungjawabannya, maka kepadanya tidak akan diberikan hartanya sendiri untuk dipergunakan sebagaimana ia kehendaki. Jadi, dapat dikatakan bahwa penggunaan keuangan atau harta kekayaan merupakan ujian karakter seseorang. Orang-orang yang tidak dapat mengelola keuangan dengan bijaksana tidak layak dipercayai tanggung jawab rohani. 

Billy Graham menuliskan, “Jika seseorang memiliki sikap yang jujur terhadap uang, hal itu akan membantu meluruskan hampir semua bidang kehidupannya yang lain. Beritahu saya apa yang anda pikirkan tentang uang, dan saya akan memberitahu Anda apa yang Anda pikirkan tentang Allah. Sebab kedua hal ini berkaitan erat. Hati manusia lebih dekat dengan dompetnya daripada dengan hampir semua hal lainnya”.

JALAN ALKITABIAH MENUJU BERKAT

Sebagai pengolala, kita harus mengelola kekayaan milik Tuhan yang dipercayakan kepada kita dengan benar dan setia sesuai kehendak Tuhan (Lukas 16:10-12). Pertanyaannya: “Bagaimanakah cara mengelola berkat, khususnya keuangan yang sesuai kehendak Tuhan?” Tentu saja sesuai dengan petunjuk dan prinsip-prinsip firman Tuhan. 

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola berkat atau keuangan dengan bijaksana, seperti yang akan saya jelaskan di berikutnya, Alkitab ibarat peta yang menunjukkan kepada kita jalan yang harus kita lewati hingga sampai ke tujuan. Saya hanya akan memberikan “peta” itu yang akan menunjukkan jalan Alkitabiah menuju berkat! Dengan mengikuti petunjuk dalam peta tersebut, doa saya semoga kita dapat mulai berjalan dalam jalan-jalan Tuhan menuju berkat yang telah dijanjikan-Nya dalam Perjanjian berkat-Nya (Galatia 3:13-29).

1. Mengembalikan Milik Tuhan (Amsal 3:9-10; Maleakhi 3:6-10).

Hal yang paling bijaksana yang harus kita lakukan adalah mengembalikan kepada Tuhan terlebih dahulu apa yang telah ditetapkan-Nya menjadi milik-Nya. Tuhan sangat ingin memberkati kita sampai berkelimpahan. Tetapi kita akan kehilangan kelimpahan-Nya jika kita tidak mengungkapkan kasih kita kepada-Nya melalui ketaatan. Ketaatan dalam memberikan kepada Tuhan menunjukkan keadaan hati dan kasih kita kepada-Nya (Matius 6:21; Lukas 12:34). 

Allah ingin kita memberi terlebih dahulu, memberikan yang terbaik, yaitu yang pertama dari penghasilan kita. Pembayaran kepada Allah itu adalah persepuluhan dan hasil sulung sebagai pengakuan pada kedaulatan dan kepemilikan-Nya atas segala sesuatu yang kita miliki. Hasil sulung ialah yang pertama dari penghasilan kita (Amsal 3:9-10; bandingkan Bilangan 18:12-13). Sedangkan persepuluhan adalah 10 persen dari pendapatan kita yang dipersembahkan kepada Tuhan (Bandingkan Imamat 27:30, 32; Ulangan 14:22; Bandingkan 1 Korintus 9:13-14).

Alasan mengapa kita perlu memberi persepuluhan dan juga hasil sulung telah saya dijelaskan pada bagian 6 buku ini, tetapi sekedar mengingatkan kembali, bahwa alasan orang Kristen perlu memberikan persepuluhan adalah: 

(1) sebagai pengakuan pada kedaulatan dan kepemilikan Tuhan atas segala sesuatu yang kita miliki. (Mazmur 24:1 bandingkan Mazmur 50:10, 12; Wahyu 4:11). Ia adalah Pemilik dan Pemberi segala hal kepada manusia, dan manusia adalah pengelola atas apa yang dipercayakan oleh Tuhan (Kejadian 1:28; 2:5 ). 

(2) sebagai pengakuan akan keimanan Kristus menurut peraturan Melkisedek (Ibrani 7). Sebagai Imam Besar, Kristus berhak menerima persembahan persepuluhan dari umat-Nya yang dipakai untuk menyokong pekerjaan-Nya. 

(3) sebagai bentuk dari ungkapan iman, kasih dan ketaatan kita kepada perintah Kristus (1 Korintus 9:13-14). 

Tuhan Yesus sendirilah yang menetapkan prinsip pemberian persepuluhan dalam Perjanjian Baru, sementara itu rasul Paulus hanya mengafirmasi kembali hal itu. Di dalam Perjanjian Baru para pelayan Injil, yaitu pelayanan 5 jawatan (Efesus 4:11) berhak menerima persepuluhan dari jemaat (orang-orang percaya) yang dipakai “untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus” (Efesus 4:12), dan untuk menopang kehidupan para pelayan Injil tersebut. 

Dengan menegakkan prinsip ini, maka dalam penerapannya persepuluhan bukanlah hak tunggal seorang gembala atau pendeta, melainkan diatur bersama dalam suatu kepemimpinan atau kepengurusan gereja lokal, baik untuk pelayanan gereja lokal itu juga untuk keperluan para pelayan Injil, termasuk gembala, pendeta, pengajar, dan pekerja gereja.

Lalu, bagaimana cara kita memberikan persepuluhan? Berikut ini beberapa penjelasan yang berhubungan dengan pertanyaan tersebut. 

(1) Kita perlu memberikan persepuluhan dari keseluruhan atau jumlah total gaji atau penghasilan pribadi kita sebelum dipotong pajak, tagihan rekening atau hutang. Misalnya, jika jumlah total dari gaji bulanan penghasilan kita adalah 5.000.000,- maka persepuluhan yang diberikan adalah 500.000,-. Dengan demikian sisa dari gaji kita yang 90% atau 4.500.000,- itulah yang akan kita gunakan baik untuk keperluan hidup kita sehari-hari, termasuk untuk pembayaran pajak, tagihan rekening, dan hutang. 

(2) Kita juga perlu memberikan persepuluhan dari hasil keuntungan (laba) usaha atau bisnis kita. Misalnya, modal usaha yang kita jalankan bernilai 100.000.000,- maka kita tidak memberikan persepuluhan dari modal usaha tetapi dari keuntungan broto (keuntungan kotor) dan bukan dari keuntungan netto (keuntungan bersih). Kita umpamakan saja laba perbulannya (mungkin bisa berbeda setiap bulannya) 15.000.000,- maka persepuluhan yang kita berikan adalah 1.500.000,- sebelum dipotong gaji karyawan, pajak, atau tagihan rekening. Namun perlu diperhatikan juga bahwa prinsip memberikan persepuluhan mencakup bukan hanya dari penerimaan gaji yang teratur, melainkan juga dari penghasilan lain berupa hasil ternak, pertanian, perkebunan, dan lain sebagainya.

Pertanyaan penting berikutnya adalah ke mana kita memberikan persepuluhan kita? Tentu saja persepuluhan diberikan ke gereja lokal di mana kita terdaftar atau menjadi anggota tetap dari suatu jemaat lokal. Namun perlu diperhatikan bahwa persepuluhan itu tidak boleh dibagi-bagi melainkan diberikan secara utuh yaitu sejumlah sepuluh persen (atau lebih). Misalnya, jika persepuluhan dari gaji kita senilai 500.000,- maka persepuluhan itu tidak boleh dibagi menjadi 250.000,- untuk gereja lokal kita dan 250.000,- untuk pelayanan lainnya. 

Hal itu adalah cara pemberian yang keliru. Kita harus memberi secara utuh 10% karena memang demikianlah arti dari persepuluhan, yaitu berasal dari kata Yunani “dekatos” yang berarti “sepersepuluh”, (dari kata dasar “deka” yang berarti “sepuluh”) dan kata Ibrani “ma’aser” berarti “persepuluhan” (berasal dari kata dasar “’asar” yang juga berarti “sepuluh”). Sehingga di dalam Kekristenan istilah persepuluhan mengacu pada pemberian 1/10 atau 10% dari penghasilan atau pendapatan yang dipersembahkan kepada Allah bagi pekerjaan-Nya.

2. Miliki Prioritas yang Benar (1 Timotius 6:8-10).

Keuangan kita harus mengutamakan kebutuhan pokok (makanan, pakaian, dan tempat tinggal), bukan sekedar keinginan-keinginan kita. Apa yang kita butuhkan pasti dijawab oleh Tuhan, apa yang kita inginkan belum tentu dijawab Tuhan (Yakobus 4:3). Apa yang kita inginkan akan terjawab kalau keinginan kita adalah keinginan-keinginan Allah. Hal itu terjadi saat kita bekerja sama dengan Allah sesuai firman-Nya (Yohanes 15:7). 

Hati-hati terhadap pandangan dan sikap salah terhadap uang atau harta. Ketamakan dan keserakahan dapat segera membawa pada berbagai jenis kejahatan (1 Timotius 6:10). Keinginan untuk cepat kaya didorong oleh cinta akan uang sering membawa kepada berbagai bencana. Banyak orang berpikir salah dengan menganggap bahwa uang dan kekayaan dapat menghasilkan kepuasan dan kebahagiaan. Kristus mengingatkan bahaya dari pemikiran yang salah ini, “Kata-Nya lagi kepada mereka: ‘Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” (Lukas 12:15).

Keinginan untuk menjadi kaya telah menyebabkan banyak orang terjatuh ke dalam pencobaan dan jerat, bahkan kebinasaan (bandingkan 1 Timotius 6:9). Paulus mengatakan bahwa beberapa orang karena memburu uang “apeplanêthêsan apo tês pisteôs (telah disesatkan dari ajaran yang benar yang diimani)”. Segala cara dihalalkan untuk mendapatkan uang dan atau meraup keuntungan besar, termasuk dengan cara menipu. 

Motivasi dibalik keinginan untuk menjadi kaya dengan menghalalkan segala secara ini adalah “cinta uang”, yang oleh Paulus disebut sebagai “riza gar pantôn tôn kakôn (akar dari segala yang jahat)”. Kata Yunani “cinta uang” adalah “philarguria” yang berasal dari kata “philarguros”. 

Kata “philarguros” ini merupakan gabungan dari kata Yunani “philos”, yang berarti “teman yang dikasihi atau sahabat”, dan “arguros” yang berarti “perak atau uang”. Kata “hamba uang” ini juga digunakan dalam Lukas 16:14 dan 2 Timotius 3:2 yaitu “philarguroi” yang lebih tepat diterjemahkan dengan “yang mencintai uang”. Allah memang menginginkan kita hidup dalam berkat-Nya, tetapi bukan keinginan untuk menjadi kaya dengan menghalalkan segala secara yang didorong oleh ketamakan dan cinta uang.

3. Bekerja dengan Rajin (Amsal 10:4; 13:4; 22:29; Ulangan 28:8).

Prinsip dunia mengajarkan bahwa cara memperoleh harta yang terbaik adalah dengan cara bekerja sesedikit mungkin dan mendapatkan hasil sebanyak mungkin. Ada pula yang mengajarkan bahwa bekerja adalah segala-galanya. Apakah konsep Allah tentang bekerja? Bagaimanakah seharusnya kita bekerja? 

Ada dua prinsip dalam bekerja dengan rajin, yaitu prinsip bekerja dengan iman dan prinsip bekerja dengan etika Alkitab. 

(1) Bekerja dengan iman. Kita harus bekerja dengan iman karena bekerja adalah bagian dari perjanjian (kovenan) Allah (Kejadian 2:3;15,19; Ulangan 28:1-8). Jadi kita bukan hanya perlu bekerja dengan rajin, melainkan bekerja dengan iman. Mengapa? Orang yang rajin bekerja dengan iman, hidup di dalam Perjanjian-Nya. Mereka pasti diberkati oleh Allah karena Allah terikat dengan janji-Nya. Semakin kita setia bekerja dengan lebih rajin di dalam perjanjian Allah, maka semakin besarlah kekuatan kita untuk menarik berkat Allah. 

(2) Bekerja dengan etika Alkitab. Paulus dalam Kolose 3:22-25 memberikan prinsip dan etika dalam bekerja, yaitu : (a) Bekerja dengan segenap hati seperti untuk Tuhan yaitu: segenap akal pikiran, segenap kreativitas, segenap keterampilan, dan segenap kesungguhan; (b) Bekerja dengan prinsip ketaatan, yaitu: taat pada peraturan, taat pada kebenaran, taat pada pimpinan, taat pada tata krama, taat pada janji, dan taat pada kelompok. (c) Bekerja dengan takut akan Tuhan karena kita ingat bahwa dari Tuhanlah kita akan menerima bagian upah kita melalui pekerjaan, melalui pimpinan atau kantor tempat kita bekerja.

4. Bertanggung Jawab Mencukupkan Kebutuhan Keluarga Sendiri (1 Timotius 5:8; Titus 3:14; Kisah Para rasul 18:1-3).

Suami istri yang bekerja wajib menikmati hasilnya dan bertanggung jawab untuk mencukupkan kebutuhan keluarga dan anak-anaknya. Anak-anak yang orang tuanya sudah tua dan tidak mampu bekerja berkewajiban untuk menopang kebutuhan keluarga mereka. Jika kita hidup di bawah tuntunan Tuhan, seharusnya keluarga kita menjadi prioritas tanggung jawab kita. 

Karena itu, jika kita mempunyai tanggungan anak, lakukan tanggungan itu, jangan mengabaikannya. Jika kita belum mendapatkan pekerjaan, carilah pekerjaan dan bekerjalah dengan rajin; jika kita di PHK, carilah pekerjaan yang lain; jika kita harus pindah untuk melakukan pekerjaan, pindahlah dan bekerjalah dengan rajin. Ingat, keluarga kita adalah tanggung jawab kita. 

Jika kita sungguh-sungguh bertanggung jawab dengan keluarga untuk mencukupi kebutuhan mereka, maka Tuhan akan membuka jalan. Tanggung jawab ini memang berat, tetapi bagi kita kebenaran firman Tuhan ini masih berlaku, “Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti; tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat. Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, maka engkau akan tetap tinggal untuk selama-lamanya” (Mazmur 37:25-27).

5. Membuat Catatan Anggaran (Amsal 21:5).

Biasakan mencatat pendapatan dan keperluan mingguan atau bulanan. Tujuannya adalah untuk mengetahui dari mana datangnya pendapatan / penerimaan keuangan kita, dan mengetahui ke mana atau untuk keperluan apa pengeluaran keuangan kita. Ini bertujuan sebagai bahan evaluasi untuk selanjutnya. Hitunglah keperluan bulanan, yaitu yang wajib atau pokok dan juga kebutuhan atau keperluan lainnya seperti: listrik, telpon, transport, makan, kosmetik, shampo/sabun, dan lainnya. Dengan mencatat berapa besar pendapatan kita dan berapa pengeluaran kita yaitu kewajiban dan kebutuhan kita, hal ini akan menempatkan kita pada gaya hidup yang tepat, sehingga menghindari ”lebih besar pasak dari pada tiangnya”.

6. Belajarlah Memberi dengan Be kemurahan (Amsal 11:24, 2 Korintus 9:6).

Prinsip dunia mengajarkan bahwa kekuatan untuk memperoleh harta adalah dengan menghemat dan mengambil. Sebaliknya prinsip Allah adalah justru kebalikannya, kekuatan kita terletak pada menyebar dan menabur (Amsal 11:24). Berikut ini prinsip penting dalam memberi, yaitu: 

Pertama, memberi harus dilakukan dengan benar (2 Korintus 9:6). 

Memberi yang terbaik dengan rela dan sukacita. Pemberian adalah suatu bentuk penyembahan. Karena itu, harus dilakukan dengan memberi yang terbaik, dengan rela, dan sukacita. Pemberian yang menyenangkan Tuhan akan diterima dan diberkati Tuhan. 

Kedua, memberi dengan iman dan ketekunan (Roma 14:23; Galatia 6:9). Memberi tanpa iman adalah pemberian yang sia-sia, sama seperti benih yang mati. Walaupun pemberian dilakukan dengan iman (benih yang hidup) namun tetap diperlukan jangka waktu untuk menuai (seperti benih alamiah).

7. Menghindari Diri dari Berhutang (Ulangan 28:12)

Hutang bukanlah dosa, tetapi berbahaya, sebab satu langkah lagi bisa menyebabkan orang berbuat dosa yaitu bila tidak membayar hutang. Hanya orang fasik (orang berdosa) yang berhutang dan tidak membayar hutang (Mazmur 37:21). Karena itu pastikan kita membayar hutang. Rencana Allah untuk kita bukanlah agar kita meminjam uang, melainkan agar kita memberi pinjaman (Ulangan 28:12). 

Semakin kita setia pada harta orang lain (tidak berhutang), semakin kita dipercayakan banyak harta (Lukas 16:12). Pertanyaan: Bagaimana bila ada utang? Bayarlah dan tepat janji (Amsal 6:1-5). Semakin kita tepat janji dalam membayar tagihan atau hutang, semakin setia kita pada harta orang lain. Karena itu, Tuhan akan semakin banyak mempercayakan harta kepada kita.

Alkitab berkata seseorang yang tidak tepat janji dengan hutangnya akan menjadi tidak bebas (budak) sehingga pekerjaan tidak produktif (Amsal 6:1-5). Jika kita terlilit hutang, maka bertekadlah untuk lepas dan bebas dari hutang. Cara membebaskan diri dari hutang bukanlah menyembunyikan diri, melarikan diri atau bunuh diri. Cara terbaik untuk bebas dari hutang adalah dengan mulai bertekad membayar hutang. 

Berikut ini beberapa saran yang dianjurkan untuk bebas dari hutang: (1) Buatlah daftar hutang-hutang mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil; (2) Mulailah membayar hutang yang terkecil nilainya; (3) berfokuslah untuk melunasi satu utang lebih dulu sampai selesai, kemudian lanjutkan membayar hutang-hutang lainnya hingga semua hutang terbayar; (4) mintalah berkat Tuhan untuk kecukupan hidup Anda dan untuk membayar hutang-hutang anda. (5) Walaupun anda terlilit utang, paksalah menabung walaupun sedikit jumlahnya.

MENGHINDARI DIRI DARI PERANGKAP KEUANGAN

Kesulitan keuangan dapat terjadi karena berbagai sebab. Ada banyak jebakan atau perangkap yang dapat membawa seseorang pada kesulitan keuangan. Langkah bijaksana yang dilakukan terutama dengan mengenali berbagai jebakan keuangan dan menghindarinya. Jebakan-jebakan tersebut antara lain :

1. Menjadi penjamin hutang orang lain (Amsal 22:26-27; Amsal 6:1-5). 

Menandatangani dan menjadi penjamin hutang orang lain merupakan kesalahan yang dapat dilakukan oleh seseorang yang mengakibatkan ia terjerat dalam hutang orang lain. Alasan dibalik hal ini biasanya adalah keinginan yang tulus untuk berbuat baik dan membantu orang lain, namun tidak memikirkan risiko yang akan terjadi. Kita seharusnya mengingat kata-kata Tuhan Yesus ini, “Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang” (Lukas 16:8b)

2. Ketidakpuasan (Pengkhotbah 5:11; 1 Timotius 6:8-10). 

Banyak orang beralasan “mencari uang sebanyak-banyaknya untuk memberi kepada Tuhan”. Ini adalah alasan yang salah karena Alkitab mengatakan yang sebaliknya. Rumusnya terdapat dalam Matius 6:33, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”. 

Kata “carilah” dalam ayat ini adalah “zeteite” berasal dari kata “zeteo” yang yang berarti “mencari” adalah bentuk kata kerja aktif yang bermakna “menunjuk terjadinya keasyikan terus-menerus ketika mencari sesuatu; berusaha dengan sungguh-sungguh dan tekun untuk memperoleh sesuatu”. Sedangkan kata Yunani untuk kata “dahulu” dalam ayat 33 ini adalah “proton” yang berarti “pertama dalam urutan atau kepentingan; menempati tempat yang tertinggi dari semua kesenangan kita”. 

Ini artinya, kita diminta untuk mendahulukan kerajaan Allah dan kebenaran-Nya di atas segala hal. Dan saat kita melakukannya, maka kita akan mengalami “panta prostethêsetai humin”, yaitu “semua akan diberikan dan ditambahkan kepadamu”. 

Kata Yunani “prostithêmi” dapat diterjemahkan dengan “diberikan” atau “ditambahkan”. Kedua arti tersebut, baik “diberikan” maupun “ditambahkan” dapat kita pergunakan secara bersama-sama. Hal ini dapat dipahami karena Allah yang mengetahui kebutuhan kita, Ia juga akan menyediakan, memberikan, dan menambahkan yang kita perlukan baik jasmani maupun rohani (Bandingkan 2 Korintus 9:8).

Kristus memerintahkan agar kita tidak perlu kuatir tentang hidup kita, tentang apa yang kita makan minum dan pakai, serta tidak perlu kuatir tentang masa depan kita. Tetapi di sini perlu ditegaskan beberapa salah tafsir mengenai ajaran Yesus dalam Matius 6:25-34 ini, yaitu: (1) Ada yang beranggapan bahwa orang Kristen tidak perlu bekerja. Ini adalah kesalahan dalam memahami ayat 32; (2) Ada juga yang mengajarkan orang Kristen tidak perlu membuat rencana mengenai masa depan mereka. Ini adalah kesalahan dalam memahami ayat 34; (3) Ada juga yang salah memahami ayat 33 sehingga motivasinya bukan mencari kerajaan Allah dan kebenarannya, tetapi mencari “semua yang akan ditambahkan”. Ini jelas keliru!

3. Gaya hidup yang salah dan melebihi kemampuan (Yakobus 4:1-4). 

Kegagalan untuk memperhitungkan secara matang kemampuan keuangan yang dimiliki, menyebabkan kebiasaan membelanjakan uang secara berlebihan (Lukas 14:28-30). Beberapa orang sangat lemah pada iklan sehingga mudah digoda pada barang yang menarik. Barang-barang kreditan yang seringkali menjadi pilihan nampaknya menguntungkan. 


Membeli barang-barang yang tidak perlu (bukan kebutuhan), penggunaan uang untuk membeli minuman keras, tembakau, judi, membeli makanan-makanan tambahan adalah kebiasaan hidup enak yang merupakan kebocoron keuangan. Misalnya, perokok berat dapat menghabiskan ratusan ribu rupiah dalam sebulan yang seharusnya dapat dipergunakan bagi kepentingan lain yang lebih bermanfaat;

4. Penggunaan kartu kredit yang tidak terkendali dan membeli secara kredit. 

Penggunaan kartu kredit yang tidak terkendali dapat menyebabkan pemborosan. Karena itu sebaiknya dianjurkan untuk tidak memakai kartu kredit. Ini adalah cara terbaik menghindari pemborosan. Demikian juga pembelian barang-barang secara kredit sebaiknya dihindari. Bagaimanapun barang-banyak yang dibeli secara kredit lebih mahal ketimbang dibeli tunai. Nasihat terbaik bagi mereka yang menghadapi kesulitan keuangan adalah agar menjauhi diri kebiasaan membeli secara kredit barang atau benda.

5. Belanja dengan impulsif (menurut dorongan hati). 

Alkitab mengatakan bahwa mata tidak pernah puas (Amsal 27:20; Pengkhotbah 4:8). Cara terbaik mengatasi masalah ini adalah dengan membuat catatan dan rincian kebutuhan sebelum pergi belanja.

6. Kemalasan (Amsal 6:6-11). 

Ada banyak orang sebenarnya berkecukupan jika mereka tidak membiarkan sifat malas menguasai mereka. Alkitab menyebutkan ciri-ciri pemalas yaitu: duduk, melipat tangan, dan tidur. Artinya tidak suka bekerja. Biasanya orang seperti ini ingin mendapatkan harta dengan jalan pintas, instan dan cepat seperti: berjudi, ke dukun, undian, dan lain-lain. PERSEPULUHAN: JALAN ALKITABIAH MENUJU BERKAT BAGI KEHIDUPAN KRISTEN (9)
Next Post Previous Post