PERSEPULUHAN: TANGGAPAN TERHADAP BERBAGAI KRITIK DAN KEBERATAN (8)

Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th.

PERSEPULUHAN (PASAL 8.) TANGGAPAN TERHADAP BERBAGAI KRITIK DAN KEBERATAN

“Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah” (Amsal 15:1)
PERSEPULUHAN: TANGGAPAN TERHADAP BERBAGAI KRITIK DAN KEBERATAN (8)
gadget, bisnis, otomotif
“Seseorang bersukacita karena jawaban yang diberikannya,
dan alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya!”
(Amsal 15:23)

Ada banyak kritik dan keberatan yang ditujukan kepada para penganut ajaran persepuluhan masih berlaku bagi orang percaya Perjanjian Baru. Berikut ini representasi dari berbagai keberatan dan kritik dari mereka yang menolak persepuluhan masih berlaku bagi orang percaya Perjanjian Baru. Setiap kritik dan keberatan langsung disertai tanggapan saya sebagai jawaban atas kritik dan keberatan tersebut. Tanggapan saya tersebut berdasarkan penjelasan-penjelasan dalam buku ini.

Keberatan 1 # Jika persepuluhan masih berlaku bagi orang percaya Perjanjian Baru, bukankah seharusnya persepuluhan diberikan juga kepada para janda, anak yatim dan orang asing?

Persepuluhan memang masih berlaku dalam Perjanjian Baru, yaitu prinsip pemberian persepuluhan yang telah dibaharui oleh Kristus. Tuhan Yesus sendirilah yang menetapkan prinsip pemberian persepuluhan dalam Perjanjian Baru, sementara itu rasul Paulus hanya mengafirmasinya kembali berdasarkan prinsip yang disamakan dengan prinsip pemberian persepuluhan dalam hukum Taurat yaitu persepuluhan yang diberikan kepada suku Lewi dan para Imam. 

Persepuluhan kepada suku Lewi dijelaskan dalam Imamat 27:30-33; Bilangan 18:20-24; Ulangan 14:22, sedang persepuluhan kepada para Imam yang berasal dari suku Lewi dijelaskan dalam Bilangan 18:25-32. Kesamaannya dalam Perjanjian Baru adalah bahwa para pelayan Injil berhak menerima persepuluhan dari jemaat (orang-orang percaya). Para pelayan Injil dalam Perjanjian Baru adalah pelayanan 5 jawatan, yaitu : Rasul, nabi, penginjil, gembala, dan pengajar (Efesus 4:11). 

Persepuluhan ini diberikan dan di pakai dalam rangka “untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus” (Efesus 4:12). Jika prinsip ini dilaksanakan, maka dalam penerapannya persepuluhan seharusnya bukanlah hak tunggal seorang gembala atau pendeta, melainkan di atur bersama dalam suatu kepemimpinan atau kepengurusan gereja lokal, yang tujuannya digunakan untuk pelayanan gereja lokal itu sendiri, juga untuk keperluan para pelayan Injil termasuk gembala, pendeta, pengajar, dan pekerja gereja.

Jadi, pemberian persepuluhan dalam Perjanjian Baru dilaksanakan berdasarkan peraturan (ketetapan/perintah) Tuhan Yesus sendiri. Douglas Stuart dan Gordon D. Fee mengingatkan, “Jangan memandang Taurat Perjanjian Lama sebagai hal yang mengikat orang Kristen dalam Perjanjian Baru, kecuali yang khusus dibaharui”. Hanya bagian yang dengan tegas dibaharui dari hukum Taurat Perjanjian Lama dapat dianggap sebagai bagian dari hukum Kristus di Perjanjian Baru (Galatia 6:2). 

Dengan demikian, pemberian persepuluhan masih berlaku, yaitu prinsip pemberian persepuluhan kepada orang Lewi yang melayani di Bait Allah telah diperbaharui ke dalam hukum Kristus, sehingga dengan cara yang sama orang-orang Kristen memberikan persepuluhannya untuk menyokong para pelayan Injil di dalam gereja.

Namun prinsip persepuluhan yang telah dibaharui ini bukan prinsip pemberian persepuluhan di tahun ketiga digunakan untuk orang miskin, para janda, dan anak yatim, karena memang bukan itu tujuannya. Perjanjian Baru telah mengatur pemberian-pemberian lainnya yang perlu dilakukan oleh jemaat (orang-orang percaya) selain persembahan persepuluhan mereka, yaitu sebagai berikut 

(1) Pemberian untuk pekerjaan misi / penginjilan (Roma 10:14-15; Yohanes 1:5-8; 2 Korintus 8:1-5); 

(2) pemberian kepada Penatua (Gembala Sidang atau Pendeta) yang baik dalam mengajar dan memimpin (1 Timotius 5:17-18; Matius 10:41-42); (3) Pemberian kepada mereka yang mengajarkan Firman / hamba Tuhan (Galatia 6:6-7); 

(3) Pemberian kepada orang miskin atau orang-orang yang dalam kesusahan, para janda dan anak yatim (; Kisah Para Rasul 6:1-2; Roma 15:26-28; Yakobus 1:27; Bandingkan Amsal 28:8,27; 19:17); 

(4) Pemberian untuk membalas kasih orang tua dan kakek nenek (1 Timotius 5:4; Efesus 6:2-3). 

(5) Pemberian yang adil kepada orang-orang yang telah bekerja untuk kita (Kolose 3:23-24; 4:1); 

(6) Pemberian untuk pembangunan fasilitas rumah Tuhan, gedung, sarana, prasarana, dan lain-lain (karena saat Perjanjian Baru ditulis belum ada gedung gereja maka prinsip pemberian untuk pembangunan ini diadopsi dari Hagai 1:4-11).

Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemberian-pemberian persembahan tersebut di atas adalah: 

(1) pemberian tersebut dilakukan dengan benar (2 Korintus 9:6), yaitu memberi yang terbaik dengan rela dan sukacita. Mengapa? Karena pemberian adalah suatu bentuk penyembahan. Karena itu harus dilakukan dengan memberi yang terbaik, dengan rela, dan sukacita. Pemberian yang menyenangkan Tuhan akan diterima dan diberkati Tuhan. Mengapa? Pada saat kita memberi rela dan sukacita kita menempatkan Allah diposisi pertama, kita menunjukkan keyakinan kita kepada Allah.

(2) Memberi dengan kasih (1 Korintus 13:3). Mereka yang memberi sesuatu, bahkan menyerahkan seluruh milik mereka dan melakukan pengorbanan diri yang besar merupakan suatu hal yang sangat mulia. Namun tanpa dimotivasi oleh kasih, semua itu tidak ada gunanya. Pemberian dan pengorbanan yang besar tidak sama dengan kasih karena pemberian dan pengorbanan bisa saja berasal dari alasan egois agar dihargai, dikenal dan di hormai orang lain (Bandingkan Matius 6:1-4). Memberi tanpa kasih tidak akan ada nilainya sama sekali. Tidak peduli apa yang kita berikan, jika pemberian kita tidak berdasarkan kasih, tidak ada gunanya. Kasih merupakan kunci pemberian.

(3) Memberi dengan iman (Roma 14:23; Galatia 6:9). Memberi tanpa iman adalah pemberian yang sia-sia (benih yang mati). Karena segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman tidak berkenan di hadapan Tuhan. Orang Kristen diselamatkan karena anugerah oleh iman (Efesus 2:8), dan harus menjalani keselamatan itu dengan hidup oleh iman, karena “orang yang benar akan hidup oleh iman” (Habakuk 2:4; Roma 1:7; Galatia 3:11; Ibrani 10:38). 

Kata “hidup” adalah kata Yunan “zaó” disini begitu luas: mencakup setiap keadaaan atau perbuatan yang dapat dilakukan; mencakup segala segi dari kepribadian dan pengalaman manusia disegala bidang rohani, mental, jasmani dan materi; mencakup segala macam kegiatan termasuk bernafas, berpikir, berbicara, tidur dan sebagainya. Ini berarti segala sesuatu yang dilakukan oleh orang percaya harus berdasarkan iman, sebab “segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa” (Roma 14:23).

Keberatan 2 # Persepuluhan itu merupakan ajaran Perjanjian Lama, khusus merupakan perintah dalam hukum Taurat bagi bangsa Israel.

Praktek persepuluhan bukan berasal dari hukum Taurat. Praktik pemberian persepuluhan telah dilakukan oleh Abraham dan Yakub jauh sebelum hukum Taurat ada. Pemberian persepuluhan ini kemudian diwajibkan bagi Israel dan diatur pelaksanaannya dalam regulasi hukum Taurat (lihat penjelasan di bagian 3 buku ini). 

Namun yang perlu diketahui, bahwa persepuluhan adalah milik Allah, dari dahulu hingga sekarang tetap menjadi milik Allah. Di dalam Perjanjian Lama di atur dalam konstitusi Israel, dan dalam Perjanjian Baru di atur dalam gereja. Di dalam Perjanjian Lama persepuluhan diberikan kepada Allah, dan sebagai pemilik dari persepuluhan itu, Allah berhak menentukan Melkisedek menerima persepuluhan dari Abraham; Orang Lewi dan Para Imam menerima persepuluhan dari bangsa Israel. 

Sedangkan di dalam Perjanjian Baru persepuluhan diberikan orang percaya kepada Kristus, dan Kristus telah menetapkan 5 jawatan dan para pelayan Injil untuk menerima persepuluhan tersebut (1 Korintus 9:13-14). Rasul Paulus menyatakan secara bahwa pemberian persepuluhan dalam Perjanjian Baru dilaksanakan berdasarkan peraturan (ketetapan/perintah) Tuhan Yesus sendiri. (lihat Penjelasan di bagian 6 dan 7 buku ini).

Keberatan 3 # Bukankah Yesus dan para rasul tidak mengajarkan persepuluhan? Kalau begitu mengapa persepuluhan itu masih berlaku saat ini?

Perlu diketahui bahwa : 

(1) Yesus hidup dan melayani pada masa Perjanjian Lama, yaitu masa di mana hukum Taurat berlaku sepenuhnya, karena itu dapat dipastikan bahwa Yesus membayar persepuluhan sebagai bagian dari ketaatan-Nya pada hukum Taurat (bandingkan Galatia 4:4-5). 

(2) Yesus tidak hanya membayar persepuluhan, tetapi Ia juga mengajarkan persepuluhan. Yesus tidak pernah melarang orang-orang pada zamannya untuk menaati hukum Taurat, termasuk membayar persepuluhan (Bandingkan Matius 23:23; Lukas 11:42, 18:9-14); 

(3) Yesus juga melegitimasi (mengesahkan) persepuluhan di zaman-Nya ketika Ia mengatakan, "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah" (Matius 22:21b). Yang Kaisar punya adalah pajak, dan apa yang Allah punya adalah kewajiban persepuluhan. Keduanya, menurut Yesus harus (wajib) diberikan. Dengan demikian Yesus dalam hal ini secara tidak langsung telah melegitimasi pemberian persepuluhan.

Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa dalam Perjanjian Baru tidak ada satu pun ayat-ayat yang membatalkan pemberian persepuluhan, baik oleh Kristus maupun rasul-rasul. Dan kalau tidak ada larangan, mengapa ada orang-orang tertentu yang berani melarang orang Kristen untuk memberikan persepuluhan? Dengan otoritas dan wibawa siapa orang-orang tersebut melarang pemberian persepuluhan saat ini? Karena itu di sini, seperti yang dikatakan Robert H. Stein, “hal terbaik adalah menganggap bahwa hukum Taurat dalam Perjanjian Lama masih mengikat bagi orang percaya kecuali secara khusus dibatalkan dalam Perjanjian Baru”. 

Kristus dan rasul Paulus menyinggung tentang persepuluhan bukan dalam rangka melarang pemberian persepuluhan. Justru Kristus melegitimasi keberlanjutannya dan rasul Paulus mengafirmasinya kembali. Mengenai legitimasi persepuluhan oleh Kristus pada zamannya sudah saya jelaskan pada bagian 5, sedangkan dukungan lainnya dari Perjanjian Baru, yaitu afirmasi rasul Paulus mengenai pemberian persepuluhan yang masih berlanjut silakan bagian 7 buku ini.

Keberatan 4 # Menurut hukum Taurat di Perjanjian Lama bahwa persepuluhan diberikan kepada orang Lewi dan Imam, dan persepuluhan tersebut di bawa ke rumah perbendaharaan. 

Jika persepuluhan masih berlaku bagi orang percaya Perjanjian Baru, ke mana dan kepada siapa persepuluhan itu diberikan?

Rasul Paulus menunjukkan dalam 1 Korintus 9:13-14 bahwa pada masa Perjanjian Lama ada seseorang yang melayani altar dan hidupnya didukung oleh apa yang ada di atas altar. Dia memakai hukum Taurat untuk menetapkan kebenaran sebenarnya juga harus dimiliki oleh para pelayan Injil yang hidup dari pemberitaan Injil yang mereka layani, sebagaimana suku Lewi yang mendapatkan kompensasi persepuluhan dari pelayanan mereka di kemah Tabernakel. 

Rasul Paulus mengatakan demikian, “Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagia mereka dari mezbah itu? Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu” (1 Korintus 9:13-14). Disini rasul Paulus mendukung sepenuhnya kebenaran yang menyatakan bahwa suku Lewi dibantu oleh persepuluhan bangsa Israel yang membawa korban-korban ke atas mezbah, dan prinsip ini disamakannya untuk diterapkan oleh jemaat Perjanjian Baru dengan clausa “Demikian pula”.

Di dalam 1 Korintus 9:14 ini, rasul Paulus tanpa ragu-ragu menunjuk kepada kata-kata Tuhan kita Yesus Kristus yang terdapat dalam Lukas 10:7-8 dan Matius 10:10. Walau pun jemaat di Korintus pada masa itu tidak mempunyai salinan dari kedua kitab Injil itu, tetapi pengajaran Tuhan mungkin telah diberikan kepada mereka sebagai bagian dari tradisi lisan yang disampaikan oleh para rasul. Kata-kata Tuhan kita Yesus Kristus bahwa “seorang pekerja patut mendapat upahnya” merupakan prinsip dasar yang tidak berani diabaikan oleh jemaat. 

Kata-kata Tuhan Yesus “axios ho ergatês tou misthou autou (seorang pekerja patut mendapat upahnya)” disebutkan rasul Paulus dalam suratnya kepada Timotius ketika ia memberitahu Timotius bahwa seorang penatua yang baik kepemimpinannya serta telah berjerih lelah dalam berkhotbah dan mengajar patut mendapatkan penghargaan (1 Timotius 5:17-18). 

Dengan kata lain, sebagaimana Allah telah menetapkan suku Lewi dan imam-imam untuk mendapatkan topangan persepuluhan bagi pelayanan mereka di Bait Allah dalam Perjanjian Lama demikian juga para pemberita Injil telah ditetapkan oleh Kristus untuk mendapatkan topangan berupa persepuluhan bagi pelayanan di dalam gereja Perjanjian Baru. (lihat penjelasan di bagian 7 buku ini).

Keberatan 5 # Mengapa ada pendeta yang mengajarkan bahwa jika orang Kristen tidak membayar persepuluhan maka kehidupan dan pekerjaannya akan terkutuk dan tidak diberkati dengan mengutip Maleakhi pasal 3?

Menurut pendapat saya, menggunakan ancaman kutuk Maleakhi 3 agar orang percaya Perjanjian Baru membayar persepuluhan merupakan cara yang salah. Ada 3 (tiga) alasan yang saya ajukan untuk mendukung pendapat saya tersebut, yaitu: 

(1) Maleakhi 3 berlaku bagi seluruh bangsa Israel. Kata “kutuk (kherem)” yang dimaksudkan dalam ayat 9 adalah hukuman yang dihubungkan dengan Maleakhi 2:2 yang akan menimpa bangsa Israel yang bersalah itu secara menyeluruh. Nampaknya bangsa Israel telah berpura-pura dalam memenuhi hukum Taurat, dengan memberikan sebagian persepuluhan di hadapan Allah tetapi bukan semua yang diharuskan oleh hukum Taurat. Karena itu kutuk ditimpakan kepada keseluruhan bangsa Israel. 

(2) orang percaya Perjanjian Baru tidak berada di bawah penghukuman (kutuk) hukum Taurat karena identifikasi mereka dengan kematian penebusan Kristus yang membebaskan dari hal itu (Bandingkan Galatia 3:13-14). Karena Kristus telah menanggung seluruh kutuk hukum Taurat, maka logikanya, jika orang percaya menjadi terkutuk karena tidak membayar persepuluhan akan menjadikan korban Kristus tidak efektif bagi mereka. Jadi yang benar adalah kutuk hukum Taurat telah ditanggung oleh Kristus, tetapi berkat hukum Taurat, termasuk berkat karena membayar persepuluhan masih berlanjut. 

(3) Orang percaya Perjanjian Baru menerima berkat-berkat (termasuk berkat-berkat Perjanjian Lama yang telah diperbaharui) hanya karena keberadaan mereka “di dalam Kristus”.

Allah di dalam Kristus memilih kita untuk menerima keselamatan dan segala berkatnya. Pemilihan (Inggris: election) Allah atas kita dalam Kristus ini berdasarkan kedaulatannya (Efesus 1:3-4). Paulus menegaskan bahwa Allah telah memberkati kita dengan semua berkat rohani di dalam Kristus (en Christo), bukan berdasarkan kelayakan kita melainkan karena Allah telah memilih di dalam Kristus sebelum dunia diciptakan (Yunani: pro kataboles kosmou). Ketika Bapa memilih Kristus; Dia juga memilih kita (1 Petrus 1:20; Efesus 1:4). 

Frase Yunani “di dalam Kristus” adalah “en Christo”. Paulus mengatakan “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus (en Christo) telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam surga” (Efesus 1:3). Kesatuan dengan Kristus (Inggris: union with Christ) merupakan alasan utama kita menerima berkat. Kesatuan dengan Kristus ini pertama kali terjadi saat kita mengalami regenerasi (lahir baru) oleh Roh Kudus. 

Regenerasi merupakan perubahan yang terjadi secara seketika. Paulus mengatakan, “ telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita - oleh kasih karunia kamu diselamatkan -” (Efesus 2:5). Di sini, kata kerja yang diterjemahkan “menghidupkan” adalah “synezoopoiesen”, memakai bentuk aorist tense yang berarti tindakan yang seketika atau sekejap. Jadi, di saat regenerasi kesatuan antara Kristus dan orang percaya secara aktual terjadi.

Dengan demikian, karya penebusan Kristuslah yang menjadikan keselamatan dan berkat-berkatnya teraktualisasi bagi kita. Paulus menegaskan “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!" Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia (en auto) berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu” (Galatia 3:14). 

Kata Yunani yang digunakan untuk istilah keselamatan adalah Soteria yang merupakan terjemahan dari kata Ibrani Yasha dimana kata tersebut mengandung arti pembebasan dan penyelamatan dari kesukaran, penderitaan, kesakitan dan ikatan, juga di dalamnya terkandung makna pemeliharaan, keamanan dan keutuhan. (Untuk pembahasan tentang Maleakhi 3 bisa dibaca pada bagian 4 buku ini)

Berkat-berkat tersebut hanya dapat diterima oleh orang percaya melalui iman. Paulus mengatakan bahwa orang-orang percaya adalah anak-anak Allah karena iman (Galatia 3:26); dan bahwa mereka adalah keturunan Abraham yang berhak menerima janji Allah (Galatia 3:29). Berkat yang dihubungkan dengan perjanjian (kovenan). Orang-orang percaya disebut juga anak-anak Abraham hanya karena mereka mengikuti jejak iman Abraham (Galatia 3:7,9). Kepada orang percaya berkat perjanjian terutama dihubungkan dengan karya Kristus bagi orang percaya yang diterima melalui iman (Galatia 3:26,27).

Keberatan 6 # Bukankah ada pendeta-pendeta yang menerima persepuluhan hanya untuk memperkaya dirinya sendiri, sementara jemaat yang memberikan persepuluhan sering kali hidupnya hanya pas-pasan bahkan kekurangan.

Saya tidak ingin terlalu jauh mencampuri urusan pendeta-pendeta yang dimaksud di atas. Yang ingin saya jelaskan adalah bahwa Tuhan Yesus berkata “Barang siapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barang siapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?” (Lukas 16:10-12). 

Frase Yunani “mamon yang tidak jujur” adalah “tou mamôna tês adikias” harfiah berarti “harta yang berasal dari kejahatan”. Apakah mamon itu? “Mamon” adalah istilah Aram yang artinya “uang atau harta milik”. Kita tahu bahwa ayat dalam Lukas 16:10-12 ini didahului oleh perumpamaan Tuhan Yesus tentang seorang bendahara yang tidak jujur. Bendahara tersebut dipercayakan oleh tuannya untuk mengurus rumah tangga, tanah dan perkebunan milik tuannya. Karena kelakuannya yang dianggap tidak jujur dan korup dengan memboroskan harta tuannya maka akhirnya ia dipecat dari pekerjaannya oleh tuannya. 

Untuk menolong dirinya dari “krisis” akibat pemecatannya maka hamba ini melakukan siasat dan tindakan “cerdik”, yaitu dengan membuat para debitur yang berhutang kepada tuannya itu menjadi berhutang kepada bendahara itu. Tindakan bendahara yang tidak jujur ini dilakukannya karena ia mengetahui bahwa ia bisa minta tolong kepada orang-orang yang hutangnya ia kurangi. Mereka pasti menghargai pertolongan pengurangan hutang tersebut, sehingga mereka pasti akan dengan senang hati membantunya.

Tentu saja tindakan bendahara yang tidak jujur ini tidak dibenarkan untuk ditiru. Namun demikian, kita melihat bahwa tuannya memuji bendahara tersebut, bukan karena ia menyetujui tindakan bendahara tersebut, melainkan karena kecerdikan bendahara untuk menyelamatkan dirinya akibat pemecatannya. Jadi, kecerdikannyalah yang dipuji, bukan ketidakjujurannya! Secara positif, makna yang tersirat dari perumpamaan ini ialah bahwa Tuhan Yesus menyatakan secara tidak langsung bahwa harta di dunia dapat dipergunakan untuk menolong orang lain, dan rasa terima kasih orang-orang yang tertolong itu akan memastikan suatu sambutan yang baik di dalam keabadian.

Bertolak dari perumpamaan tersebut Tuhan Yesus kemudian menjelaskan berbagai asas umum tentang pengelolaan uang atau harta (Lukas 16:10-12). Cara seseorang bertindak sebagai pengelola dalam hal-hal yang kecil akan memperlihatkan bagaimana ia akan bertindak sebagai pengelola dalam hal-hal yang besar. Orang yang bertindak tidak baik dalam mengelola hal uang atau harta tidak akan dipercayakan kepadanya harta yang sesungguhnya (harta rohani). 

Dan, jika seseorang tidak dapat melakukan pengawasan atau pengelolaan yang baik atas sesuatu yang dipercayakan kepadanya, yang atasnya ia dapat dimintai pertanggungjawabannya, maka kepadanya tidak akan diberikan hartanya sendiri untuk dipergunakan sebagaimana ia kehendaki. Jadi, dapat dikatakan bahwa penggunaan keuangan atau harta kekayaan merupakan ujian karakter seseorang. Orang-orang yang tidak dapat mengelolanya dengan bijaksana tidak layak dipercayai tanggung jawab rohani. 

Billy Graham menuliskan, “Jika seseorang memiliki sikap yang jujur terhadap uang, hal itu akan membantu meluruskan hampir semua bidang kehidupannya yang lain. Beritahu saya apa yang anda pikirkan tentang uang, dan saya akan memberitahu anda apa yang anda pikirkan tentang Allah. Sebab kedua hal ini berkaitan erat. Hati manusia lebih dekat dengan dompetnya daripada dengan hampir semua hal lainnya”.

Keberatan 7 # Bukankah di dalam Perjanjian Baru kita dianjurkan untuk memberikan sesuai dengan kerelaan dan tanpa paksaan? Jika persepuluhan masih berlaku bukankah pemberian itu bukan lagi sukarela karena sudah ditentukan jumlahnya?

Dalam hal pemberian persepuluhan harus diingat bahwa: (1) Persepuluhan tersebut tidak boleh dilakukan sekedar sebagai suatu kewajiban seperti dalam hukum Taurat, melainkan dilakukan dengan iman, kasih, dan ketaatan kepada perintah Kristus. (2) Persepuluhan bukanlah satu-satunya persembahan yang perlu diberikan oleh orang percaya, Perjanjian Baru menyebutkan berbagai macam persembahan lainnya. Tetapi persepuluhan adalah standar minimal dari pemberian Kristen yang sehat, alkitabiah, dapat diukur dan tidak memberatkan untuk dilaksanakan.

Persepuluhan bukanlah cara untuk menggandakan uang dengan cepat dan mudah. Tuhan memang berjanji akan memberkati orang yang memberikan persepuluhan, tetapi motivasi memberi persepuluhan semata-mata hanya untuk mendapat berkat atau agar uang kita kembali berlipat kali ganda merupakan pemikiran yang salah. Karena berkat kita bergantung pada hubungan kita dengan Kristus. 

Rasul Paulus mengatakan, “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!’ Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu... Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. 

Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah” (Galatia 3:13-14, 26-29).

Keberatan 8 # Bukankah orang percaya Perjanjian Baru hidup di bawah kasih karunia dan bukan dibawah hukum Taurat? Dengan demikian tidak perlu memberikan persepuluhan.

Ini merupakan alasan yang paling sering dikemukakan oleh mereka yang gagal atau tidak bersedia memberikan persepuluhan. Kasih karunia Allah itu sungguh luar biasa. Namun hanya sedikit orang Kristen yang sungguh memahami apakah kasih karunia itu. Karena tidak memahami kasih karunia dengan benar maka timbul anggapan bahwa standar hidup dan ketaatan di bawah kasih karunia itu seolah-oleh lebih rendah ketimbang standar hidup di bawah hukum Taurat. Satu hal yang perlu diketahui bahwa kebenaran kasih karunia melampaui kebenaran hukum Taurat. 

Inilah inti dari perkataan Yesus di dalam Matius 5:17-20 demikian, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. 

Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga. Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga”.


Kita melihat satu kebenaran yang penting di dalam ayat di atas, bahwa kebenaran kasih karunia selalu melampaui kebenaran hukum Taurat. Perhatikan bahwa setiap kali Yesus mengacu pada hukum Taurat Perjanjian Lama, maka di bawah kasih karunia Perjanjian Baru, Ia menetapkan standar yang lebih tinggi. Sebagai contoh, hukum Taurat melarang manusia untuk membunuh (Keluaran 20:13; Ulangan 5:17), tetapi Yesus bahkan berkata agar kita tidak marah kepada saudara kita (Matius 5:22). Sebuah standar yang lebih tinggi! Hukum Taurat melarang melakukan perzinaan (Keluaran 20:14; Ulangan 5:18), tetapi Yesus bahkan melarang kita untuk memandang perempuan dengan penuh hawa nafsu (Matius 5:28). 

Sekali lagi, sebuah standar yang lebih tinggi. Dengan demikian, kebenaran yang dituntut kasih karunia berlaku lebih jauh daripada yang dituntut oleh hukum Taurat. Jadi, jika orang-orang yang hidup dibawah regulasi hukum Taurat diwajibkan memberikan persepuluhan mereka, lebih lagi orang-orang percaya Perjanjian Baru yang hidup di bawah kasih karunia dengan standar hidup yang lebih tinggi. Ketika kita memberi berdasarkan kasih karunia, kita akan memberi lebih daripada persepuluhan. Namun kita dapat memulainya dengan memberikan persepuluhan sebagai standar pemberian minimal. (lihat juga penjelasan keberatan 2 di atas). PERSEPULUHAN: TANGGAPAN TERHADAP BERBAGAI KRITIK DAN KEBERATAN (8)
Next Post Previous Post