KRISTUS OKNUM KEDUA ALLAH TRITUNGGAL

Pdt. DR. Stephen Tong.

ALLAH TRITUNGGAL

BAB III : KRISTUS OKNUM KEDUA ALLAH TRITUNGGAL

A. Nubuat Mengenai Kristus

Di dalam nubuat-nubuat Perjanjian Lama mengenai Mesias yang akan datang, sudah ditegaskan sifat ilahi-Nya sebagai sifat dasar Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal ini. Yesus Kristus bukan manusia biasa, melainkan manusia sejati yang mempunyai sifat ilahi. Hal ini sudah dikatakan melalui nabi-nabi, misalnya :
KRISTUS OKNUM KEDUA ALLAH TRITUNGGAL
“Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, daripadamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala.” (Mikha 5:1)

Yang lalu kita telah melihat bahwa Keesaan Allah menjadi dasar untuk kita mengerti kelima sifat Allah yang transenden, kudus, mutlak, sempurna, dan kekal, sebab Keesaan mengandung unsur transenden, kekudusan, kemutlakan, kesempurnaan, dan kekekalan. Kekal berarti melampaui waktu, sebelum waktu dicipta hingga sesudah waktu berakhir.

Waktu dicipta oleh Tuhan, sehingga waktu mempunyai permulaan dan akhir, menurut kehendak Allah, Pencipta waktu. Maka, waktu akan kembali kepada Allah dan sejarah harus bertanggung jawab kepada Dia yang menciptakannya. Karena Allah adalah Pencipta waktu dan sejarah, maka Allah tidak berada di dalam waktu, melainkan melampaui waktu. 

Dia tidak terikat oleh waktu dan Dia menguasai sejarah. Karena itu Allah berada di dalam kekekalan sebelum waktu dicipta hingga kekekalan sesudah waktu berhenti (setelah sejarah berakhir), karena Allah kekal adanya. Nubuat di dalam Mikha 5:1 mengenai Yesus ini mengatakan bahwa Dia akan bangkit dari Betlehem Efrata (kota kelahiran Yesus) ini mempunyai permulaan (akar) sudah sejak purbakala, dari kekekalan. Jadi, ini berarti Yesus Kristus yang dilahirkan sebagai manusia mempunyai sifat ilahi, sebab Dia sudah ada sejak di dalam kekekalan.

“Sebab seorang Anak telah lahir untuk kita, seorang Putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahu-Nya, dan nama-Nya disebut orang: Ajaib (Wonderful), Penasihat (Counsellor), Allah Yang Perkasa (The Mighty God), Bapa yang kekal (The Everlasting Father), Putera Raja Damai (The Prince of Peace)” (Yesaya 9:6)

Pada waktu nabi Yesaya menuliskan nubuat mengenai Yesus Kristus yang akan diberikan bagi manusia, dia memang mengatakan bahwa yang akan diberikan itu adalah seorang anak, seorang bayi laki-laki. Namun, kemudian diberitahukan juga mengenai nama-Nya. Dari nama-nama yang diberikan kepada-Nya ini kita dapat mengetahui bahwa Anak itu bukanlah manusia biasa; Dia mempunyai sifat ilahi.

Pertama. Dia disebut Ajaib. Pada waktu Manoan menanyakan kepada Malaikat Tuhan (kita sudah melihat bahwa ini adalah Yesus Kristus sendiri, Allah Pribadi Kedua, yang menampakkan diri dalam bentuk Antropomorfi) mengenai nama-Nya, maka Dia menjawab, “Mengapa engkau juga menanyakan nama-Ku? Bukankah nama itu ajaib? (Hakim-hakim 13:18). Akar kata Ibrani untuk sebutan ini “pala” dapat berarti “agung” atau menunjukkan sesuatu yang luar biasa. Di sini, mula-mula sekali, sudah ditanamkan konsep Dia adalah manusia yang tidak sama dengan manusia yang biasa. Dia adalah Pribadi yang Agung, yaitu Allah sendiri.

Kedua. Dia di sebut Penasehat, yaitu Pribadi yang maha-bijak; yang menjadi Sumber Bijaksana dan yang memberikan bijaksana kepada manusia. Kita telah mengetahui, Allah-lah yang menjadi Sumber Bijaksana bagi manusia. Di dalam Alkitab bahasa Indonesia, kedua sebutan ini digabung “Penasehat Ajaib”. Ini lebih sesuai dengan Yesaya 28:29 di mana dikatakan bahwa Allah ajaib di dalam keputusan-Nya dan agung dalam kebijaksanaan-Nya.

Ketiga. Yesus Kristus disebut Allah Yang Perkasa. Orang-orang dari bidat Saksi Yehovah telah mengambil ayat ini dan menafsirkan secara salah untuk menyangkal bahwa Yesus adalah Allah. Mereka mengatakan bahwa ayat ini tidak mengatakan Yesus adalah Allah Yang Maha Kuasa (The Almighty God), melainkan Allah Yang perkasa (The Mighty God). 

Memang benar sebutan Yesus yang dipakai di sini adalah Allah Yang Kuasa bukan Allah Yang Maha kuasa. Namun, ini adalah karena di dalam ayat ini dikatakan bahwa Dia menjadi bayi, hingga terbatas. Maksudnya, ayat ini melukiskan inkarnasi-Nya dimana Dia yang tadinya Allah yang tidak terbatas membatasi kuasa-Nya dan menjadi manusia, bahkan menjadi seorang bayi. 

Melalui inkarnasi Kristus masuk ke dalam keterbatasan, sehingga manusia pada umumnya tidak melihat Kemahakuasaan-Nya secara konkrit; hanya kadang-kadang saja Kemahakuasaan-Nya terlihat di dalam tindakan-tindakan-Nya seperti menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, dan sebagainya. Tetapi di dalam kekekalan-Nya Yesus Kristus tidak terbatas. 

Yesus juga pernah berkata, “Bagaimanakah jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?” (Yohanes 6:62). Ini berarti bahwa mereka hanya melihat kuasa Yesus yang besar saja, tetapi kalau mereka pergi ke tempat asal-Nya, barulah mereka akan mengetahui bahwa Yesus adalah Allah Yang Mahakuasa.

Kita harus mengerti Kristus di dalam periode inkarnasi-Nya, dan juga di dalam kekekalan-Nya. Di dalam periode inkarnasi memang Kristus terbatas (membatasi diri-Nya), bukan saja di dalam kemahakuasaan-Nya, tetapi juga di dalam perkataan-Nya, bahasa-Nya, kemauan-Nya, dan pengetahuan-Nya. Inilah paradoks yang seringkali dianggap kontradiksi dan menimbulkan kesalah-mengertian di antara orang-orang yang tidak mengerti kebenaran dengan sungguh-sungguh. Yesus memang terbatas pada waktu periode inkarnasi-Nya, tetapi dari asal-Nya sejak kekekalan sampai kekekalan Dia miliki kemahakuasaan dan kemuliaan sama dengan Bapa.

Keempat. Yesus Kristus juga di sebut Bapa (yang) kekal atau Bapa Kekekalan (The Everlasting Father). Ini bukan berarti bahwa Dia adalah Pribadi Pertama, yakni Allah bapa. Meskipun di sini satu-satu kalinya Yesus Kristus disebut Bapa, tetapi seluruh Alkitab jelas mengajarkan Yesus Kristus yang diutus Bapa, tidak sama dengan Bapa. 

Bapa Kekekalan menunjukkan bahwa Dia adalah Sumber dari segala sesuatu. Istilah Bapa di sini jangan dimengerti dengan konsep manusia yang mengenal bapa di dalam hubungan dengan ibu dan anak secara genetika. Allah bukanlah manusia. Sebab itu, kita tidak boleh memakai konsep atau cara berpikir manusia di dalam mengerti Allah. Tetapi di sini terminologi Bapa berarti Sumber dari segala sesuatu, yang mengeluarkan (menciptakan) segala sesuatu yang lainnya.

Kelima. Di sini Yesus Kristus di sebut Putera Raja Damai (The Prince of Peace). Ini menunjukkan bahwa Dia adalah Sumber damai yang sejati, yang memberikan damai yang sesungguhnya kepada dunia. Dia adalah Raja keturunan Daud, Tunas Isai, yang memerintah sampai selama-lamanya, dan yang permulaan-Nya dari dahulu kala. 

Hanya melalui Kristus yang mewujudkan Kerajaan-Nya di dunia ini dengan kuasa ilahi-Nya, barulah dunia mencapai apa yang diidam-idamkan, yaitu perdamaian yang sejati. Semua ini menunjukkan sifat ilahi Kristus. “Dia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. 

Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan…” “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” (Lukas1:32-35)

Sebelum kelahiran-Nya, malaikat datang memberikan nubuat mengenai Kristus yang akan datang kepada anak dara Maria yang akan mengandung-Nya. Di sini istilah kudus dipakai dalam pengertian yang khusus, sebagaimana yang sering muncul di dalam Kitab Yesaya, “Yang Mahakudus, Allah Israel!” (The Holy One of Israel), atau “Satu-satunya Yang Kudus, Allah Israel.” Kristus adalah Satu-satunya Yang Kudus, yang melampaui semua orang-orang kudus dan segala malaikat atau utusan Allah lainnya. Inimenunjukkan Kristus mempunyai kualitas sifat kesucian yang hanya ada pada Allah. Dia adalah Yang Kudus, Anak Allah.

Konsep Kristus sebagai Anak Allah ini sulit diterima oleh agama lain, termasuk yang muncul sesudah Kekristenan, karena mereka menganggap Allah tidak mermperanakkan dan tidak diperanakkan. Ada yangmenganggap keempat Injil yang mencatat Kristus adalah Anak Allah itu sebagai penyelewengan. Namun, sebenarnya konsep Allah memperanakkan Kristus dan Kristus adalah Anak Allah sudah muncul sejak di Perjanjian Lama, bukan mulai di keempat Injil. Dua ayat yang penting yang mencatat hal ini ialah pertama,

“Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepada-Ku, “AnakKu Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.” (Mazmur 2:7).

Di dalam kitab-kitab Mazmur banyak nubuat yang khusus ditulis dengan berfokus mengenai Kristus. Mazmur-mazmur semacam ini disebut Mazmur (Nubuat) Mesianis, misalnya Mazmur 2, 8, 16, 21, 22, 40 dan lain-lainnya. Di dalam Mazmur 2:7 konsep Anak, Yesus adalah Yang diperanakkan oleh Allah, pertama kali diwahyukan oleh Allah Bapa sendiri. Di sini Kristus mengumumkan bahwa pernah di dalam kekekalan dikatakan oleh Bapa, “Engkau anak-Ku! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.” Dia adalah Anak Allah Yang Tunggal, yang berbeda dengan kita yang disebut anak-anak Allah.

Apa artinya “Engkau telah Kuperanakkan (Kulahirkan) pada hari ini?” Kapankah yang dimaksud dengan hari ini di sini? Di dalam bahasa Inggris ada tense yang menunjukkan terus menerus demikian. Maksudnya, yang menunjukkan yang sediakala demikian, sekarang demikian, dan selamanya demikian. Misalnya: The sun rises(Matahari terbit); tidak perlu ditambahkan hari ini, sebab matahari terbit setiap hari. Tetapi Allah melampaui batasan waktu. 

Dia tidak perlu waktu. Dia bukan tidakmemiliki waktu, sebaliknya Dialah yang menciptakan waktu. Dan Allah yang tidak terikat oleh waktu itu mengatakan, hari ini, di dalam kekekalan, Kristus dilahirkan oleh Bapa, ini berarti kelahiran kekekalan yang selalu bersifat sekarang, yang melampaui proses waktu. Sedangkan istilah dilahirkan menunjukkan Dia bukan diciptakan. Dia bukan ciptaan. Sebutan Anak Allah Yang Tunggal bagi Yesus mengindikasikan bahwa Dia satu-satunya yang dilahirkan, bukan yang dicipta. 

Dia-lah satu-satunya yang berada di dalam sejarah tanpamelalui ciptaan. Sebutan Anak Allah Yang Tunggal ini juga membedakan Yesus Kristus dengan Roh Kudus, meskipun Roh Kudus bukan ciptaan. Roh Kudus adalah Allah, karena Roh Kudus bukan dilahirkan, melainkan Dia keluar (proceed) dari Bapa dan Anak. Maka kelahiran Kristus dalam kekekalan merupakan suatu keunikan mutlak yang hanya ada pada Yesus Kristus, Pribadi Kedua.

Doktrin Yesus Kristus sebagai Anak Allah telah terbukti dalam peristiwa sejarah yang paling agung, yaitu kebangkitan-Nya. Dalam sejarah, baik di Perjanjian Lama maupun di Perjanjian Baru, kita juga mengetahui ada orang-orang yang dibangkitkan, yaitu anak janda di Sarfat dibangkitkan oleh/melalui perantaraan nabi Elia (1 Raja-raja17:17-24), anak perempuan di Sunem oleh nabi Elisa (2 Raja-raja 4:18-37); Dorkas/Tabita oleh Rasul Petrus (Kisah Para Rasul 9:36-43)., Eutikhus oleh Rasul Paulus (Kisah Para Rasul 20:9-12). 

Kedua nabi dan kedua rasul ini boleh dianggap mewakili semua nabi dan rasul yang menerima Wahyu Tuhan dan menetapkan dasar iman Kristen di dalam Alkitab yang kita percaya. Ditengah-tengah antara kedua peristiwa kebangkitan di Perjanjian Lama dan kedua peristiwa kebangkitan di Perjanjian Baru itu, Alkitab mencatat tiga kali Yesus membangkitkan orang mati: anak Yairus, seorang kepala rumah ibadat (Markus5:35-43), anak muda, anak seorang janda, di Nain (Lukas 7:11-17), dan Lazarus (Yohanes 11:1-44). Namun di dalam peristiwa-peristiwa itu ada suatru perbedaan yang sangat jelas.

Semua kebangkitan yang dilakukan oleh (dengan perantaraan) nabi-nabi dan rasul-rasul itu adalah karena kuasa Allah. Mereka berdoa demi nama Allah dan memohon kuasa Allah, barulah kemudian membangkitkan. Kedua rasul membangkitkan demi nama Yesus Kristus. Namun, pernahkah sebelum membangkitkan orang mati Yesus berdoa terlebih dahulu kepada Allah Bapa,memohon kuasa agar dapat membangkitkan mereka? Tidak pernah! Setiap kali membangkitkan orang mati, Yesus langsung memakai kuasa-Nya dan berkata,“Bangkitlah engkau!” Pada waktu Dia berkata, “Talita kum” (Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah), anak perempuan Yairus itu langsung bangkit berdiri dan berjalan. 

Pada waktu Yesus berkata, “Bangkitlah engkau, hai anak muda!”, maka anak janda di Nain itu pun bangkit dan berkata-kata. Pada waktu Yesus berkata, “Lazarus, keluar!”, maka Lazarus yang sudah empat hari dikuburkan itu langsung keluar dari kuburnya. Siapakah Dia? Dia adalah Allah yang mempunyai kuasa ilahi pada diri-Nyasendiri. Lain dengan nabi-nabi dan rasul-rasul yang tidakmempunyai kuasa ilahi, sehingga mereka perlu berdoa memohon kuasa itu sebelum membangkitkan orang mati. 

Dan pada waktu Yesus sendiri berada di dalam kubur-Nya, adakah nabi yang berkata, “Yesus, bangkitlah!”? Tidak! Yesus bangkit sendiri. Kebangkitan-Nya tidak perlu melalui nabi atau rasul; yang berdoa bagi-Nya. Pada waktu Alkitab memaparkan mengenai Kristus yang bangkit dengan kuasa kebangkitan yang memang ada pada-Nya, ini menunjukkan sifat ilahi-Nya; ini membuktikan Yesus dilahirkan oleh Allah Bapa.

Jadi konsep Anak Allah yang pertama kali muncul di dalam Perjanjian Lama di Mazmur 2:7 ini mengutarakan kelahiran yang kekal dari Yesus Kristus. Dia mempunyai sifat dan kedudukan sebagai Anak Allah sejak di dalam kekekalan. Tetapi di dalam proses sejarah hal itu dibuktikan pada waktu Dia bangkit. Meskipun ditinjau dari sudut kemanusiaan-Nya dikatakan Allah Bapa yang membangkitkan Dia (Kisah para Rasul 2:32; 3:15; 13:33-35;17:31), tetapi ditinjasu dari sudut keilahian-Nya Dia adalah Allah Yang Hidup. 

Yesus Kristus pernah berkata, “Akulah Kebangkitan dan Hidup.” (Yohanes 11:25).Karena Yesus Kristus adalah Allah Yang Hidup dan Yang Bangkit, maka Dia dapat menjadi Sumber yang memberikan hidup kepada manusia dan Sumber Kebangkitan yang memberikan kebangkitan kepada manusia. (Bandingkan Yohanes 5:19-29).

Ayat lainnya di Perjanjian Lama yang sudah memberikan konsep tentang Anak Allah ini ialah di dalam Amsal 30:4.

“Siapakah yang naik ke sorga lalu turun? Siapakah yang telah mengumpulkan angin dalam genggaman-Nya? Siapakah yang telah membungkus air dengan kain? Siapakah nama-Nya dan siapakah nama Anak-Nya? Engkau tentu tahu!”

B. Pernyataan Kristus Sendiri

Di dalam Wahyu yang diberikan oleh-Nya sendiri, Kristus sudah menyatakan bahwa Dia mempunyai sifat ilahi. Sebenarnya mengenai hal ini saja kita memerlukan uraian yang panjang lebar. Namun, salah satu yang paling penting tercantum di dalam Yohanes 8:56-59.

“…Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akanmelihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita. Maka kataorang-orang Yahudi itu kepada-Nya: “Umur-Mu belum sampai lima puluh tahundan Engkau telah melihat Abraham?” Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkatakepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.” Lalu merekamengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkanBait Allah.”

Di dalam ayat ini terjadi suatu diskusi Kristologis yang sangat penting antara Kristus, yang berinkarnasi menjadi manusia, dengan mereka yang menganggap diri mengenal Alkitab. Di dalam percakapan itu, Yesus mengatakan, “Nenek moyangmu pernah bertemu Aku dan ia bersuka cita.” Sama halnya jika ada seorang di Indonesia, misalnya, berkata, “Pada waktu saya bertemu dengan GajahMada dan Hayam Wuruk; kami bersama-sama makan di restoran…” Orang yang berkata demikian tentu akan dianggap gila oleh orang-orang yang mendengarnya. 

Menurut logika manusia, bagaimana orang yang umurnya belum mencapai lima puluh tahun dapat mengatakan bahwa Dia sudah hidup sebelum Abraham? Namun Yesus tetap menjawab dengan tegas, dengan kalimat yang paling agung yang pernah keluar dari mulut manusia,“Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, sebelum Abraham ada, Aku sudah ada.”

Kalimat ucapan Yesus itu di dalam bahasa aslinya (Yunani) sangat jelas. Di dalam salah satu terjemahan bahasa Inggris dikatakan, “Verily, verily, I say unto you: Before Abraham was, I am.” (King James Version). Sebelum Abraham ada (Before Abraham was – past tense), Aku sudah ada (I am – present tense). Maksudnya: “Saya ada sekarang, tetapi keberadaan Saya sekarang ini mendahului keberadaan Abraham. 

Abraham adalah suatu eksistensi yang pernah terjadi di dalam sejarah, tetapi keberadaan Abraham adalah keberadaan yang bisa lewat, dan memang sudah lewat. Namun,keberadaan-Ku adalah keberadaan sebelum Abraham, dan sesudah keberadaan Abraham lewat dan sampai sekarang keberadaan-Ku tetap ada.” Ini suatu kesinambungan yang menunjukkan keberadaan yang transenden, yang tidak digeser oleh waktu dan yang melampaui proses waktu. 

Ini adalah suatu ousia yang hanya ada pada Allah. Apa artinya ucapan Yesus ini? “Aku adalah Allah; sudahkah kamu semua mengerti dengan jelas,bahwa Aku adalah Allah?” Karena mereka tidak bisa mengasosiasikan Allah berdaging (inkarnasi), maka mereka tidak bisa mengerti bahwa yang sedang berkata-kata mengucapkan kalimat seperti itu adalah Allah yang keberadaan-Nya melampaui keberadaan Abraham.

Selain itu, konsep I am hanya ada pada diri Allah dan tidak mungkin ada di luar diri Allah. Hanya Allah yang pernah memperkenalkan diri-Nya dengan AKU ADALAH AKU (Ibrani: Eheyeh asher Eheyeh,Inggris : I AM THAT I AM, Keluaran 3:14). Maksudnya: “Aku adalah yang berada pada diri-Ku sendiri, dan Aku adalah Yang Ada dari kekal sampai kekal.” Di dalam pemahaman Iman Reformen Injili tercantum,“ ….Allah yang hidup dan benar, yang kekal dan yang keberadaan-Nya bergantungpada diri-Nya sendiri….” (The self-dependent-God, The self-existent-God). Allah adalah Allah yang berada pada diri-Nya sendiri, dan yang bergantung pada diri-Nya sendiri. Ini adalah ousia Allah, dan ini dimiliki oleh Kristus.

Orang Israel sangat peka mendengar dan menangkap istilah I AM, sebab mereka tahu jelas bahwa itu adalah suatu pernyataan diri Allah. Selain Allah tidak ada pribadi lain yang boleh mengatakan I AM THAT I AM, kerena itu berarti: “Aku adalah Yang Ada itu sendiri; Aku berada pada diri-Ku sendiri, sehingga semua keberadaan bersumber dari keberadaan-Ku yang berada pada diri-Ku sendiri ini.” 

Dengan demikian Dia adalah Pencipta, Sumber dari segala sesuatu yang berada. Dia bisa menciptakan dari tidak ada menjadi ada, karena Dia ada dari kekal sampai kekal. Dan Allah yang berada pada diri sendiri, bergantung pada diri sendiri, dan yang bereksistensi dari kekal sampai kekal pada diri-Nya sendiri itu adalah Allah yang benar. Kristus adalah Allah; bagi Allah, apa sulitnya melihat Abraham?

Pada waktu Tuhan Yesus berbicara dengan orang-orang Saduki (yang tidak percaya akan kebangkitan orang mati), Dia berkata, “Allah adalah Allah Abraham, Alah Ishak, dan Allah Yakub. Allah bukanlah Allah orang mati, Allah adalah Allah orang hidup.” (Matius 22:23-32).Ini berarti: Ketiga nenek moyang mereka akan menerima kuasa kebangkitan dan hidup di hadapan Allah, sehingga Allah disebut Allah orang hidup. Ini sejajar dengan perkataan Yesus mengenai diri-Nya sendiri, I AM (AKU adalah ADA). 

Ini menunjukkan ousia, esensi, atau sifat dasar Allah itu sendiri. Semua ungkapan Yesus mengenai diri-Nya itu dianggap melawan pikiran (anti-rasio) atau tidak logis, bertentangan dengan segala epistemologi manusia. Maka, para pendengar-Nya itu melempari Yesus dengan batu. Mereka tidak sadar, bahwa pada waktu itu mnereka sedang menolak suatu pengumuman yang paling penting dan agung di sepanjang sejarah manusia.

Selanjutnya, kita akan melihat Yesus menyatakan diri bahwa Dia adalah yang disebut oleh orang Yahudi sebagai TUHAN.

Di dalam Alkitab Indonesia terjemahan baru, semua sebutan YEHOVAH ayau YAHWEH (YHWH) diganti TUHAN. Demikian pula dengan terjemahan Inggris (misalnya, King James Version), diganti dengan LORD. YAHWEH adalah nama di mana Allah menyatakan diri. “Aku adalah YAHWEH.” 

YAHWEH adalah Allah yang mengadakan perjanjian yang kekal dengan manusia; Dia-lah Allah Yang Kekal, yang tidak akan memungkiri janji-Nya sendiri, karena Dia setia sampai selama-lamanya.Orang Israel demikian menghormati dan mengagungkan Allah, sehingga setiap mereka bertemu dengan sebutan atau nama YHWH, mereka tidak berani menyebut YAHWEH atau YEHOVAH, dan mereka langsung mengganti sebutan itu dengan ADONAI (TUHAN).

Alkitab adalah satu-satunya buku yang ditulis dengan demikian teliti, ketat, dan serius. Penulis Alkitab menuliskan setiap titik, huruf dan kata dengan mengukirnya satu per satu di atas kulit hewan. Setelah mereka selesai menuliskan (mengukirnya), mereka memeriksa kembali, apakah ada kesalahan atau tidak. Apabila ada kesalahan, sekalipun hanya satu titik, harus diperbaiki. Kalau kurang bisa ditambah, tetapi kalau kelebihan tidak bisa dikoreksi lagi, maka seluruh kulit yang sudah ditulis penuh itu harus dibakar dan dimusnahkan, lalu diulangi sekali lagi, supaya FirmanTuhan yang murni tetap terpelihara, tidak ada kesalahan sedikit pun.

Pada waktu mereka menulis (menyalin) dan menemukan sebutan YAHWEH (YHWH), mereka tidak berani langsung menuliskannya. Mereka mencuci tangan terlebih dahulu, lalu menuliskan (mengukir) nama itu sambil berdiri. Setelah selesai mengukir ke-empat huruf itu, barulah mereka duduk kembali untuk melanjutkan mengukir yang lain. 

Kemungkinan masih dalam ayat yang sama mereka menemukan NAMA itu sekali lagi, maka mereka pun harus mengulangi hal di atas. Mereka tidak berani sembarangan menyebut dan menulis NAMA itu sesuai dengan Hukum Ketiga di dalam Dasa Titah, “Jangan menyebut NamaTuhan, Allahmu dengan sembarangan…” (Keluaran 20:7). Oleh sebab itulah, kemudian mereka mengganti sebutan itu dengan ADONAI (LORD atau ‘TUHAN’).

Di dalam Lukas 20:41-44 kita membaca perkataan Tuhan Yesus yang menyatakan diri-Nya adalah Allah:

“TetapiY esus berkata kepada mereka, “Bagaimana orang dapat mengatakan, bahwa Mesias adalah Anak Daud? Sebab Daud sendiri berkata dalam kitab Mazmur, Tuhan telah berfirman kepada Tuanku, “Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu”. Jadi Daud menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?” (bandingkan Mazmur 110:1)

Sebutan Tuan di dalam ayat 44 di atas sebenarnya adalah TUHAN di dalam kepercayaan Daud. Jadi, TUHAN telah berfirman kepada Tuan dari Daud. Siapakah Tuan Daud? Karena Daud adalah raja yang berkuasa atas seluruh bangsa Israel, maka Siapakah Tuan dari sang raja itu? Tuanku disini sebenarnya adalah Tuhan Yesus, Pribadi Kedua dari Allah, yang menerima perintah dari Pribadi Pertama: “Duduklah di sebelah kanan-KU” Hal ini menjadi lebih jelas jika dibandingkandengan apa yang tertulis di dalam Filipi 2:9-11:

“Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku,“Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah Bapa!”

Setelah Yesus Kristus naik ke sorga, maka Dia duduk disebelah kanan Allah Bapa, dan di sana kelak Dia menerima sembah sujud dari segala makhluk, dan semua lidah akan mengaku dan memanggil Dia Tuhan.

Yesus menantang orang-orang Yahudi: Mengapa Mesias disebut Anak Daud? Apakah karena Dia adalah keturunan Daud? Namun, kalau Dia keturunan Daud, mengapa Daud menyebut Dia Tuanku? Kepada Siapakah pula dikatakan Allah, “Duduklah di sebelah kanan-Ku.”?

Di dalam seluruh Alkitab, kita melihat, didalam kekekalan, khsusnya setelah kebangkitan Kristrus, hanya kepada satu Pribadi Alah Bapa mengatakan, “Duduklah di sebelah kanan-Ku!” Sebutan itu hanya ditujukan kepada Kristus.Ini sesuai dengan Pengakuan Iman Rasuli yang setiap minggu di bacakan di gereja-gereja: “Yesus Kristus…. Duduk di sebelah kanan Allah, Bapa Yang Mahakuasa.” Hanya mengenai satu Nama, yaitu Yesus Kristus, Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal, dikatakan “Duduk disebelah kanan Allah.” Dialah yang disebut Tuhan atau Tuan oleh Daud. Dialah Yesus Kristus, Mesias, yang kepada-Nya kelak seluruh makhluk akan bersembah sujud dan menyebut-Nya, “Tuhan!” Dia adalah Allah.

Jadi, di dalam ayat di atas ini Yesus Kristus memberikan suatu rangsangan, inspirasi, untuk mencerahkan mereka dengan iluminasi yang sangat besar, yaitu “Tahukah, bahwa Aku adalah Allah?” Di sinilah sekali lagi kita melihat Wahyu yang bersifat maju (Progressive Revelation), yaitu Wahyu Allah yang makin lama makin jelas, memberikan arah panah dan menujukannya kepada suatu realita yang akan datang.

Pada waktu Yesus Kristus berada di dalam dunia, dengan susah payah Dia memberikan penjelasan kepada orang-orang sezaman-Nya bahwa Dia adalah Allah, namun mereka sulit mengerti semua penjelasan-Nya, sebab yang mereka lihat adalah tubuh Yesus yang bersifat daging yang kelihatan. 

Sangat sedikit di antara mereka yang dapat melihat dengan jelas keallahan-Nya di balik sifat kemanusiaan-Nya itu. Karena itu, terkadang Yesus Kristus mengucapkan kata-kata, seperti, “Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?” (Yohanes 6:62). Artinya: “Biarlah pengertian dan imanmu terhadap Aku menerobos batas sifat kemanusiaan-Ku yang bertubuh fisik, sehingga kamu semua melihat sifat keilahian-Ku dalam kekekalan diri-Ku.”

Orang yang mengenal Yesus Kristus dari Betlehem sebagai titik awal Golgota sebagai titik akhir saja, akan melihat Dia hanya sebagai moralis yang agung, seorang pemimpin agama yang besar, pahlawan yang penuh pengorbanan yang hidupnya dapat dijadikan contoh sepanjang zaman, seorang yang karena kasih-Nya rela menyerahkan diri-Nya bagi orang lain. Pengenalan semacam demikian tidaklah cukup. 

Mengenal Dia hanya sampai di situ berarti belum benar-benar mengenal Dia yang sesungguhnya. Itulah sebabnya Kristus menantang kita, “Bagaimana kalau engkau melihat Aku pergi ke tempat asal-Ku?” Ini berarti: “Akulah yang akan duduk di sebelah kanan Allah Bapa.” Disini kita melihat keilahian Kristus sebelum inkarnasi (beyond the incarnation) dan sesudah penyaliban-Nya (beyond the crucxifixion). Sebalumn Dia lahir bukan berarti hanya di dalam zaman Perjanjian Lama, tetapi sejak dalam kekekalan-Nya dan sesudah penyaliban bukan berarti hanya di dalam zaman Perjanjian Baru,tetapi sampai selama-lamanya (kekekalan); di situlah sudah menunjukkan keilahian-Nya.

Semua pembahasan di dalam bab ini menunjukkan dengan jelas bahwa Konsep, Wahyu, dan Realita di mana Allah menyatakanh Diri sebagai Allah Tritunggal sudah ada sejak permulaan Alkitab, sekalipun istilah Tritunggal tidak pernah muncul di dalam Perjanjian lama dan Perjanjian Baru.

C. Kristologi Dalam Injil Yohanes

“Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Al;ah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” (Yohanes 1:1-3)

Injil Yohanes dimulai dengan ayat-ayat Kristologi yang paling penting di dalam seluruh Alkitab. Ayat yang demikian singkat ini mengandung arti yang demikian dalam dan mulia: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” “Pada mulanya…” (Yunani: en arche…) di sini bukan berarti permulaan dari waktu, bukan permulaan ciptaan, melainkan permulaan yang melampaui waktu dan ciptaan, yaitu permulaan di dalam kekekalan. 

Mengapa demikian? Karena karya ciptaan baru disebutkan di dalam ayat 2. Maka Allah-lah yang menjadi permulaan yang melampaui waktu, tempat, serta segala sesuatu yang diciptakan-Nya. Jadi, “Pada mulanya…” menunjuk kepada permulaan ciptaan.

Kita telah membahas mengenai “Yesus Kristus diperanakkan atau dilahirkan di dalam kekekalan (eternal generation) oleh Allah Bapa”. Pribadi Kedua lahir dari Pribadi Pertama melalui kelahiran. Ini tidak berarti keberadaan Pribadi Pertama lebih dahulu dari keberadaan Pribadi Kedua. Yesus Kristus sudah ada dari kekal bersama-sama Allah Bapa, dan pada waktu Dia dilahirkan adalah sebagaimana Firman keluar.

Sebagai contoh: Saya berdiri di sini untuk berkhotbahj dan saya mengeluarkan kata-kata (Istilah Firman ini sama dengan Kata). Kata-=kata keluar dari saya, sehingga mereka yang mendengarkan saya tidak perlu harus datang ke sini baru dapat berhubungan dengan perkataan yang ada di dalam pikiran saya ini. Cukup dengan saya berkata-kata saja, mereka yang duduk di sana, baik dekat maupun jauh, sudah dapat berhubungan dengan saya; dan pada waktu saya berkata-kata, bukan berarti kata-kata saya itu baru ada sesudah (pada waktu) saya berkata-kata. Kata-kata itu sudah ada sebelum keluar dari saya, sebelum saya berkata-kata, yakni ketika kata-kata itu masih ada di dalam pikiran saya.

Demikian juga kita dapat menjelaskan “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Pada waktu Firman itu keluar, kita mengetahui ada yang menjadi Sumber dan ada Yang keluar dari Sumber itu. Firman itu keluar dari Allah; sebelum keluar Firman itu bersama-sama dengan Allah di dalam kekekalan, dan Firman itu juga adalah Allah. Firman itu adalah Kristus, sebab itu Kristus bersifat ilahi. Kristus adalah Allah dan Kristus bersama-sama dengan Allah. 

Bagaimana mungkin “Allah bersama-sama dengan Allah”? Apakah ini berarti ada dua Allah? Bukan! Di sini yang Allah adalah esensi (sifat dasar)-Nya, berarti hanya ada satu Allah. Tetapi di sini memang kita melihat dua Pribadi, tetapi bukan dua Allah. Maksudnya, yang dua adalah keadaan Pribadi-Nya. Allah yang mengeluarkan Firman dan Firman yang dikeluarkan itu ada dua Pribadi yang berbeda. 

Pribadi Pertama mempunyai esensi Allah, dan Pribadi Kedua yang keluar atau dilahirkan oleh Pribadi Pertama, juga mempunyai sifat dasar Allah; tetapi Pribadi berbeda. Bandingkanh juga: Setelah saya berkata-kata, apakah kata-kata saya yang keluar dari mulut saya itu masih berada di dalam saya?

Dari sini kita boleh mengerti “Firman itu bersama-sama dengan Allah” berarti melampaui batas tempat. Ketika Allah berfirman, Allah bertindak sebagai Yang Berkata-kata (Pemfirman). Allah menyatakan diri-Nya melalui Firman yang dikeluarkan-Nya, dan Firman yang keluarmenjadi buah Wahyu Allah, sehingga yang mendengar Firman menerima Wahyu Penyataan Allah. Firman itu dikeluarkan dengan perantaraan kuasa Roh Kudus, seperti kita berkata-kata melalui nafas. Alkitab berkata bahwa Roh Kudus-lah Pewahyu Firman-Nya dalam bentuk kata-kata.

“Segala sesuatu dijadikan Dia dan tanpa Dia tidak ada satupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” (ayat 3)

Pekerjaan kedua dari Pribadi Kedua yang ditetapkan oleh Pribadi Pertama ialah menciptakan dunia dan segala sesuatu. Oleh Dia dunia dan segala sesuatu diciptakan. Bandingkan dengan Kolose 1:16: “Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu….segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.” Disini lebih jelas: Segala sesuatu bukan saja diciptakan melalui dan oleh Dia, tetapi juga bagi Dia. 

Segala sesuatu diciptakan oleh Kristus; ini berarti Pribadi Kedua mengerjakan pekerjaan Pribadi Pertama dan mengerjakannya bersama-sama. Jadi, kedua Pribadi bukan saja mempunyai esensi (ousia) ilahi yang sama, tetapi juga mempunyai pekerjaan yang sama. Siapakah yang dapat menciptakan kecuali Allah sendiri? Hanya Allah-lah yang dapat menciptakan! Jadi, kalau di sini dikatakan Firman itu (Kristus) menciptakan segala sesuatu, berarti Kristus adalah Pencipta dan Kristus adalah Allah.

Di dalam Yohanes 1:1 dikatakan Yesus Kristus adalah Allah, dan ini dipertegas di dalam 1:3 (dan Kolose 1:16) di mana dikatakan Dia melakukan pekerjaan menciptakan segala sesuatu. Tetapi, mengapa Yohanes 1:3 menuliskan hal ini dengan kata-kata yang seolah-olah berlebioh-lebihan, “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupunyang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.”? 

Apakah tidak cukup kalau hanya ditulis,“Segala sesuatu diciptakan oleh Dia.”? Sebenarnya ayat ini tidak memakai kata-kata secara berlebihan, sebab kata-kata ‘tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan’ ini penting sekali bagi orang yang mau mengerti Kristologi yang benar.

Sejak abad yang pertama sudah muncul ajaran yang disebut “Gnotiksisme”. Ajaran ini mewarisi pikiran Yunani yang mengatakan bahwa dunia diciptakan oleh Allah yang sempurna. Kalau Allah itu sempurna mana mungkin Dia menciptakan dunia yang tidak sempurna? Kalau Allah sempurna, mengapa Dia menciptakan dunia yang tidak sempurna? Karena dunia ini tidak sempurna, bukanlah membuktikan bahwa yang menciptakan dunia yang tidak sempurna ini tentunya Allah yang juga tidak sempurna. 

Kalau Allah itu tidak sempurna sehingga Dia menciptakan dunia yang tidak sempurna, apakah Dia adalah Allah yang benar? Kalau Dia itu Allah yang benar, masakan Dia tidak sempurna? Maka, mereka mengambil kesimpulan, bahwa dunia ini diciptakan bukan oleh Allah tertinggi, melainkan oleh Allah tingkat dua, yang lebih rendah. 

Karena Allah yang tertinggi adalah Allah yang sempurna, maka tidak mungkin Dia menciptakan dunia yang tidak sempurna ini. Menurut logika manusia, hal ini memang dapat dimengerti; tetapi itulah logika atau pikiran manusia yang sudah jatuh dan dicemarkan oleh dosa. Sayangnya hal ini baru terjawab kira-kira 1700 tahun sesudah pertanyaan itu dilontarkan, yakni oleh Leibniz, seorang filsuf dari Jerman.

Mereka juga berpendapat, Allah yang menciptakan dunia dan yang kurang sempurna itu sendiri mungkin adalah Allah yang diciupta. Karena Dia sendiri juga dicipta, maka kuasa-Nya kurang (tidak Mahakuasa). Karena tidak Mahakuasa, maka karya-Nya juga tidak atau kurang sempurna. Karena Dia dicipta, kemudian mencipta dunia, maka dunia ini dicipta oleh yang mencipta (Penciptanya), tetapi yang mencipta itu sendiri diri-Nya dicipta oleh yang menciptakan-Nya. 

Maksudnya, Allah Yang Mahatinggi (periunmgkat pertama) menciptakan suatu Allah yang lebih rendah (peringkat kedua) dan yang kurang sempurna, itulah yang kemudian menciptakan dunia yang kurang sempurna ini, sehingga kalau melihat dunia ini tidak sempurna jangan mencela Allah yang tertinggi, karena Allah yang tertinggi tidak menciptakan dunia ini, melainkan Allah yang rendah. Allah yang lebih rendah itu mereka sebut dengan istilah “Demiurge”.

Pengertian semacam ini sudah muncul di dalam filsafat Plato. Plato tidak mengatakan bahwa Allah-lah yang telah menciptakan dunia ini, mnelainkan dia mengatakan bahwa yang telah menciptakan dunia materi adalah Demiurge. Dunia materi adalah dunia yang kurang sempurna, dunia yang penuh godaan dan kejahatan, dunia yang rusak. Kerusakan dan ketidaksempurnaan terjadi di dalam dunia materi, sehingga materi bersifat jahat. 

Dan karena materi bersifat jahat, maka pencipta dunia materi itu sendiri mempunyai sifat jahat dan tidak sempurna. Jadi jelasnya, dunia yang tidak sempurna ini bukan diciptakan oleh Allah Yang Mahatinggi dan Yang Sempurna, melainkan oleh Allah yang lebih rendah dan yang tidak Mahakuasa. Ajaran ini diterima oleh Gnostikisme, lalu diterima oleh aliran-aliran yang lain, sampai kepada Arianisme. Arius (tokoh Arianisme) menganggap bahwa Yesus Kristus diciptakan, karena itulah maklumlah kalau dia itu tidak Mahakuasa. 

Ajaran sesat itu diwariskan terus sampai abad ke-20 dan telah menjadi unsur pikiran utama dari interpretasi Kristologi orang-orang yang menamakan diri Saksi Yehovah. Mereka mengatakan bahwa Yesus Kristus diciptakan oleh Allah, sehingga Dia bukan Allah Yang Mahatinggi. Dia bukan Allah Yang Kekal. Dia adalah Allah di bawah Allah, yang diciptakan oleh Allah, sehingga Dia tidak Mahakuasa. Oleh sebab itu, menurut mereka, sekalipun Yesus menciptakan segala sesuatu, namun Dia bukan Allah Yang Mahakuasa. Mereka mengganti sebutan Allah di dalam Yohanes 1:1 menjadi allah, “Firman itu adalah allah.”

Baik Gnostikisme, Arianisme, Saksi Yehovah, maupun Witness Lee, percaya bahwa Yesus adalah ciptaan Allah. Karena Yesus ciptaan Allah dan Dia menciptakan segala sesuatu, maka di antara segala ciptaan, Yesus adalah ciptaan Allah yang utama, yang kemudian menciptakan segala sesuatu sisanya (yang lainnya). Tetapi ayat yang sedang kita bahas bersama ini mengandung suatu kebenaran yang dengan demikian bijaksana menantang dan menentang ajaran bidat ini dengan kalimat, “Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang dijadikan.”

Kalau Yesus diciptakan oleh Allah, berarti Dia juga termasuk di dalam kategori dijadikan. Kalau Yesus sendiri diciptakan oleh Allah, bagaimana menjelaskan kalimat, “Tanpa Dia tidak ada satupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” ini? Bagaimana Allah menjadikan Dia, tanpa Dia sendiri yang menjadikan segala sesuatu? Mungkinkah Dia dijadikan oleh Dia yang menjadikan diri-Nya sendiri? Tidak mungkin! Itulah signifikasi dari ayat yang kelihatan berlebihan ini. Allah tidak menciptakan Yesus Kristus. 

Allah melahirkan Yesus Kristus, Anak Allah Yang Tunggal. Istilah melahirkan di sini menghentikan segala interpretasi yang mengatakan bahwa Yesus diciptakan, sebab lahir berarti bukan cipta,dilahirkan berarti bukan diciptakan. Bukankah manusia tidak bisa berkata, “Saya menciptakan anak-anak saya”?,melainkan “Saya melahirkan anak-anak saya”? Yang dilahirkan mempunyai sifat sama dengan yang melahirkan. Yesus Kristus disebut Anak Allah Yang Tunggal, berarti Dia dilahirkan oleh Allah Bapa. Allah Bapa adalah Allah, maka Anak Allah pun adalah Allah.

Oleh sebab itu, sekalipun Bapa dan Anak adalah dua Pribadi yang lain, tetapi mempunyai esensi Allah yang sama dan Esa. Sama seperti manusia melahirkan (anak) manusia; walaupun mereka berlainan pribadi dan watak, namun mempunyai esensi yang sama, yaitu esensi manusia. Maksudnya, sebagaimana anak manusia adalah manusia, demikian pula Anak Allah adalah Allah. 

Maka, kalau kita mengatakan Yesus adalah Anak Allah, itu benar. Yesus adalah Allah juga benar, sebab Anak Allah adalah Allah. Allah Bapa melahirkan Anak Anak. Di sini Pribadi Pertama (Bapa) bukan Pribadi kedua(Anak), tetapi bukan berarti Pribadi Kedua baru berada sesudah Dia dilahirkan. Sebelum dilahirkan Pribadi Kedua sudah berada bersama-sama di dalam diri Pribadi Pertama di dalam kekekalan. Inilah yang dimaksud dengan “…Firman itu bersama-sama dengan Allah…” Hal ini dapat kita bandingkan dengan yang diwahyukan di dalam Ibrani 7:9-10:

“….bahwa dengan perantaraan Abraham dipungut juga perpuluhan, sebab ia masih berada dalam tubuh bapa leluhurnya, ketika Melkisedek menyongsong bapa leluhurnya itu.”

Pada waktu Abraham memberikan persepuluhan kepada Melkisedek, Lewi juga ikut memberikan persepuluhannya, karena dia berada di dalam tubuh (pinggang) Abraham. Jadi, Lewi sudah ada sebelum dia dilahirkan secara biologis. Masalahnya sekarang, bagaimana menjelaskan bahwa Yesus adalah diri-Nya Allah dan Yesus adalah diri-Nya Anak Allah, namun Allah tetap satu. 

Bukankah dirinya manusia dan dirinya anak manusia adalah dua manusia? Dari mana kita mengetahui bahwa dirinya manusia dan dirinya anak manusia berarti dua manusia? Karena bapa saya dan saya (anak) adalah dua manusia, yang mempunyai tubuh berbeda (dua). Tetapi Allah berbeda dengan manusia, sebab Allah itu Roh adanya. Kita tidak boleh mengerti Allah dengan konsep manusia yang terbatas. Yang dicipta (manusia) jangan mempersamakan Yang Mencipta (Allah) dengan dirinya, sebab wilayah Pencipta melampaui wilayah yang diciptakan, dan wilayah roh tidak sama dengan wilayah materi.

Sama halnya dengan saya berkhotbah. Sebelumsaya berkhotbah, khotbah ini sudah berada di dalam diri (pikiran) saya. Setelah khotbah itu keluar dari mulut saya, maka diterima (didengar) oleh setiap orang yang mendengarkannya, sehingga di dalam pikiran mereka masing-masing terdapat satu khotbah. Di dalam diri (pikiran) saya juga masih ada satu khotbah itu. 

Apakah khotbah itu menjadi banyak atau tetap satu? Menjadi banyak,tetapi juga tetap satu. Mengapa bisa demikian? Karena khotbah (Firman) itu bukan materi, maka tidak dapat dihitung secara matematis. Kalau khotbah itu disalin/ditulis dua kali di dalam dua helai kertas, maka khotbah itu menjadi dua materi khotbah yang sama. 

Mengapa bisa diketahui menjadi dua? Sebab kertas bersifat materi, maka bisa dihitung secara matematis. Lain kalau khotbahitu disampaikan dalam bentuk lisan, khotbah (Firman) dalam diri saya tetap merupakan satu khotbah dan khotbah itu keluar menjadi banyak. Dalam hal ini kita melihat, satu dan banyak bisa sejajar dan menjadi sama.

Demikian pula pada waktu Pribadi Kedua keluar dari Pribadi Pertama, bukan berarti Pribadi Pertama kehilangan (kekurangan) sesuatu; juga tidak berarti menjadi dua Allah, melainkan tetap satu Allah (Esa). Dengan pengertian yang sama kita dapat menerima kalau dikatakan bahwa Roh Kudus keluar dari Pribadi Pertama dan dari Pribadi Kedua. Roh Kudus keluar (bukan lahir) dari Allah Bapa dan Anak. Karena itu Roh Kudus bisa disebut sebagai Roh Anak atau Roh Kristus. Roh Kudus adalah Roh dari Bapa atau Roh dari Anak, yaitu Allah Pribadi Ketiga, tetapi bukan Pribadi Pertama dan bukan Pribadi Kedua.

D.Tritunggal Dalam Pengajaran Para Rasul

Kita akan melihat bagaimana para rasul sangat menghayati pengertian akan Wahyu yang diberikan kepada mereka mengenai Tritunggal. Secara tidak langsung mereka sudah mengalami dan menghayati pengertian Wahyu tentang Tritunggal, sekalipun mereka tidak menguraikannya secara istilah. 

Jikalau muncul pertanyaan, “Apakah istilah Tritunggal muncul (terdapat) di dalam Perjanjian Lama?, maka jawabannya, “Tidak” dan “Apakah istilah Tritunggal muncul di dalam Perjanjian Baru? Maka jawabannya juga “Tidak!” Tetapi ini tidak berarti konsep Allah Tritunggal tidak terdapat di dalam Perjanjian Lama dan di dalam Perjanjian Baru. Bukan saja di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru terdapat konsep mengenai Tritunggal, bahkan konsep Tritunggal hanya ada di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Di luar Alkitab tidak ada kemungkinan manusia mempunyai pengertian mengenai Tritunggal.

Kalau kita mempelajari filsafat Plato, diantara para filsafat seolah-olah hanya Plato yang mempunyai konsep sedikit mirip dengan Tritunggal. Plato mengatakan bahwa Allah itu seperti suatu terang, lalu ada cahaya yang keluar dari padanya, dan ada hangat yang berada di dalamnya. Ketiganya itu adalah satu. Pemikiran semacam ini seperti sangat mirip, tetapi tetap tidak sama dengan konsep Allah Tritunggal. Yang serupa (mirip) tidak berarti sama.

Di dalam hidup dan kerohanian para rasul (di dalam Perjanjian Baru), konsep Allah Tritunggal ini sudah mereka alami dan mereka hayati secara tidak sadar. Hal ini nampak di dalam tulisan-tulisan mereka yang diwahyukan Allah. Yang paling jelas kita lihat adalah di dalam doa berkat yang Paulus berikan kepada jemaat-jemaat. (Berkat ini sekarang dijadikan standar oleh para pendeta di seluruh dunia):

“Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus, menyertai kamu sekalian.” (2 Korintus 13:13)

Hanya Allah-lah satu-satunya yang menjadi Sumber Berkat bagi manusia. Tetapi di sini Paulus menyebutkan tiga Pribadi, karena di dalam penghayatannya dia percaya ada tiga Sumber yang menjadi satu-satunya Sumber yang memberikan berkat bagi manusia: Allah Bapa, Kristus, dan Roh Kudus. Sekalipun tidak memakai istilah Tritunggal, tetapi hal itu sudah dihayati, diterapkan, dan dipakai di dalam mengucapkan berkat. Kita juga melihat ketiga Pribadi Allah muncul di dalam 1 Petrus 1:2 (Ayat ini juga berisi definisi terbaik, terlengkap dan tertepat di dalam Alkitab mengenai orang Kristen) :

“….yaitu orang-orang yang terpilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikandarah-Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu.”

Di sini dari ketiga Pribadi Allah, yang muncul pertama kali adalah Pribadi Pertama, kemudian Pribadi Ketiga, dan terakhir Pribadi Kedua. Rencana pilihan dari Bapa, Roh Kudus menggerakkan kita agar taat kepada Kristus yang sudah mati dan memberikan darahNya untuk menyucikan kita. Bapa memilih, Roh Kudus melaksanakan, dan Kristus menggenapi. Hal ini menunjukkan bahwa para rasul mengenal Kristus dan Roh Kudus, dan mereka menyetarakan kedua Pribadi ini dengan Allah Bapa, karena mereka mengetahui hanya ketiga Pribadi ini sajalah yang memiliki ousia Allah Yang Esa itu. Selain ketiga Pribadi ini tidak ada lagi yang mempunyai sifat dasar Allah. Ketiga Pribadi ini menjadi Sumber Berkat.

Kiranya orang-orang Kristen tidak lagi diombang-ambingkan oleh ajaran-ajaran sesat seperti Saksi Yehovah, Mormon, Unitarian, Unification Church (Dr. Moon), dan Teologi Liberal, yang kini sedang menjalar di Indonesia. Semua ajaran itu menyangkal doktrin Tritunggal yang benar. Cukup banyak gereja yang tidak atau kurang mengajarkan doktrin-doktrin yang penting seperti Tritunggal ini kepada anggota-anggota jemaatnya, sehingga mereka dihanyutkan oleh pengajaran yang sesat.

Baca Juga: Pengertian Tritunggal Dalam Alkitab

Perlu kita pertanyakan: Sementara agama-agama lain, dan bidat-bidat, sangat menekankan dan menyebarkan ajaran-ajaran mereka dengan berani melalui media massa, mengapa orang-orang Kristen justru tidak mementingkan dan melalaikan doktrin? Bukankah data yang ada mencatat bahwa Saksi Yehovah mendapatkan anggotanya 70% dari Kristen Protestan dan Katolik, sedangkan Mormon 80%. 

Mereka tidak menginjil atau mencari jiwa-jiwa yang baru, melainkan hanya menarik atau mengeluarkan orang-orang yang sudah berada di dalam pukat Tuhan ke dalam gereja mereka serta mengajarkan ajaran-ajaran yang menyesatkan, termasuk ajaran Tritunggal yang tidak beres. 

Mengapa kita tidak baik-baik dan cepat-cepat mengajarkan doktrin yang sangat penting ini, sehingga mereka yang sudah disesatkan itu sulit dikembalikan kepada ajaran yang benar? Sebelum hal itu terjadi lebih parah lagi, mengapa gereja tidak cepat-cepat mencegahnya dengan mengajarkan doktrin yang benar kepada mereka?
Next Post Previous Post