YESUS MARAH (YOHANES 2:15-16)

Pdt. Budi Asali, M.Div.

Sikap, tindakan dan kata-kata Yesus (Yohanes 2:15-16).

Yohanes 2:15-16: “(Yohanes 2:15) Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkanNya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkanNya. (16) Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: ‘Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah BapaKu menjadi tempat berjualan.’”.
YESUS MARAH (YOHANES 2:15-16)
gadget, bisnis, otomotif
The Bible Exposition Commentary: “Our Lord suddenly appeared in the temple and cleaned house! ... He made it clear that He was in command. The temple was His Father’s house, and He would not have the religious leaders pollute it with their moneymaking enterprises. The condition of the temple was a vivid indication of the spiritual condition of the nation. Their religion was a dull routine, presided over by worldly minded men whose main desire was to exercise authority and get rich. ... the glory had departed from the temple.” [= Tuhan kita secara mendadak muncul dalam Bait Allah dan membersihkan rumah! ... Ia membuat jelas bahwa Ia mengontrol sepenuhnya. Bait Allah adalah rumah BapaNya, dan Ia tidak mau pemimpin-pemimpin agamawi itu mengotorinya dengan usaha-usaha mencari uang mereka. Keadaan dari Bait Allah itu adalah suatu petunjuk yang jelas dari keadaan rohani dari bangsa itu. Agama mereka adalah suatu kerutinan yang membosankan, dipimpin / dikendalikan oleh orang-orang yang berpikiran duniawi yang keinginan utamanya adalah untuk menjalankan otoritas dan menjadi kaya. ... kemuliaan telah meninggalkan Bait Allah itu.].

1) Sikap Yesus: Ia marah!

Ia bukannya sabar / kasih, tetapi menjadi marah, bahkan SANGAT marah!

a) Alasan kemarahan Yesus.

William Barclay (tentang Matius 21:12-14): “This incident shows us certain things about Jesus. (1) It shows us one of the fiercest manifestations of his anger directed against those who exploited other people, and especially against those who exploited them in the name of religion. It was Jeremiah who had said that the Temple had been made a den of thieves (Jeremiah 7:11). Jesus could not bear to see ordinary people exploited for profit. Too often, the Church has been silent in such a situation; it has a duty to protect those who in a highly competitive economic situation cannot protect themselves. (2) It shows us that his anger was specially directed against those who made it impossible for ordinary people to worship in the House of God. It was Isaiah who said that God’s house was a house of prayer for all peoples (Isaiah 56:7).” [= Kejadian ini menunjukkan kita hal-hal tertentu tentang Yesus. (1) Itu menunjukkan kita salah satu dari manifestasi yang paling ganas dari kemarahanNya yang diarahkan terhadap mereka yang memeras orang-orang lain, dan khususnya terhadap mereka yang memeras orang-orang dalam nama agama. Adalah Yeremia yang telah mengatakan bahwa Bait Allah telah dijadikan suatu sarang pencuri (Yeremia 7:11). Yesus tidak dapat tahan melihat orang-orang biasa diperas demi keuntungan. Terlalu sering, Gereja diam dalam sikon seperti itu; Gereja mempunyai suatu kewajiban untuk melindungi mereka yang dalam suatu sikon ekonomi yang sangat kompetitif / bersaingan tidak bisa melindungi diri mereka sendiri. (2) Itu menunjukkan kita bahwa kemarahanNya secara khusus diarahkan terhadap mereka yang membuat mustahil bagi orang-orang biasa untuk berbakti di Rumah Allah. Adalah Yesaya yang berkata bahwa rumah Allah adalah rumah doa bagi segala bangsa (Yesaya 56:7).].

William Barclay: “There were at least three reasons why Jesus acted as he did, and why anger was in his heart. (1) He acted as he did because God’s house was being desecrated. In the Temple, there was worship without reverence. ... Worship without reverence can be a terrible thing. It may be worship which is formalized and pushed through anyhow; the most dignified prayers on earth can be read like a passage from an auctioneer’s catalogue. It may be worship which does not realize the holiness of God, and which sounds as if, in the New Testament scholar H. H. Farmer’s phrase, the worshipper was ‘pally with the Deity’. It may be worship in which leader or congregation are completely unprepared. It may be the use of the house of God for purposes and in a way where reverence and the true function of God’s house are forgotten. In that court of God’s house at Jerusalem, there would be arguments about prices, disputes about coins that were worn and thin, the clatter of the market place. That particular form of irreverence may not be common now, but there are other ways of offering an irreverent worship to God.” [= Disana ada sedikitnya tiga alasan mengapa Yesus bertindak seperti yang Ia lakukan, dan mengapa kemarahan ada dalam hatiNya. (1) Ia bertindak seperti yang Ia lakukan karena rumah Allah sedang dilanggar kekeramatan / kekudusannya. Dalam Bait Allah, di sana ada penyembahan / ibadah tanpa rasa hormat / takut. ... Penyembahan / ibadah tanpa rasa hormat / takut bisa merupakan suatu hal yang mengerikan / sangat buruk. Itu bisa adalah ibadah yang diformilkan dan dipaksakan dengan cara apapun; doa-doa yang paling berwibawa di bumi bisa dibacakan seperti suatu text dari katalog tukang lelang. Itu bisa adalah ibadah / penyembahan yang tidak menyadari kekudusan Allah, dan yang kedengaran seakan-akan, dalam ungkapan dari sarjana Perjanjian Baru H. H. Farmer, sang penyembah adalah ‘akrab / berteman baik dengan Allah’. Itu bisa adalah ibadah / penyembahan dalam mana pemimpin atau jemaat sama sekali tidak siap / mempersiapkan diri. Itu bisa adalah penggunaan rumah Allah untuk tujuan-tujuan dan dengan suatu cara dimana rasa hormat / takut dan fungsi sebenarnya dari rumah Allah dilupakan. Di pelataran dari rumah Allah di Yerusalem itu, disana ada argumentasi-argumentasi tentang harga, pertengkaran tentang koin-koin yang usang dan tipis, kebisingan dari tempat berjualan / pasar. Bentuk khusus dari ketidak-adaan rasa hormat / takut mungkin tidak umum pada zaman sekarang, tetapi disana ada cara-cara lain tentang mempersembahkan suatu penyembahan / ibadah tanpa rasa hormat / takut kepada Allah.].

Calvin: “But there are two reasons which deserve our attention. First, as the Priests abused this merchandise for their own gain and avarice, such a mockery of God could not be endured. Secondly, whatever excuse men may plead, as soon as they depart, however slightly, from the command of God, they deserve reproof and need correction. And this is the chief reason why Christ undertook to purify the temple; for he distinctly states that ‘the temple of God is not a place of merchandise.’” [= Tetapi disana ada dua alasan yang layak mendapat perhatian kita. Pertama, karena Imam-imam menyalahgunakan perdagangan ini untuk keuntungan dan ketamakan mereka sendiri, ejekan / olok-olok terhadap Allah seperti itu tidak bisa ditoleransi. Kedua, dalih apapun yang orang-orang ajukan, begitu mereka menyimpang, betapapun sedikitnya, dari perintah / hukum Allah, mereka layak mendapatkan celaan dan membutuhkan koreksi. Dan ini adalah alasan utama mengapa Kristus berusaha untuk memurnikan Bait Allah; karena Ia secara jelas menyatakan bahwa ‘Bait Allah bukanlah suatu tempat berjualan / berdagang’.].

Adam Clarke (tentang Matius 21:12): “‘Avarice,’ says one, ‘covered with the veil of religion, is one of those things on which Christ looks with the greatest indignation in his church.” [= ‘Ketamakan’, kata seseorang, ‘ditutupi dengan kerudung agama, adalah salah satu dari hal-hal itu tentang mana Kristus memandang dengan kemarahan terbesar dalam gerejaNya.].

Jamieson, Fausset & Brown: “There was nothing wrong in the merchandise; but to bring it, for their own and others’ convenience, into that most sacred place, was a high-handed profanation which the eye of Jesus could not endure.” [= Disana tak ada yang salah dengan perdagangan; tetapi membawanya, demi kenyamanan diri mereka sendiri dan orang-orang lain, ke dalam tempat paling keramat itu, merupakan suatu pelanggaran hal-hal keramat yang semena-mena yang tidak bisa ditoleransi oleh mata Yesus.].

The Biblical Illustrator: “Wickedness should be rebuked. Purity must be maintained at all costs. Some churches need the scourge of small cords to drive out the men who, by their negligence or immorality, disgrace the altars of God.” [= Kejahatan harus ditegur. Kemurnian harus dipertahankan dengan cara apapun. Beberapa gereja membutuhkan cambuk dari tali-tali kecil untuk mengusir orang-orang yang, oleh pengabaian atau ketidak-bermoralan, mempermalukan / menghina mezbah Allah.].

Matthew Henry: “‎In overthrowing the tables, he showed his displeasure against those that make religion a matter of worldly gain.” [= Dalam / dengan membalikkan meja-meja, Ia menunjukkan ketidak-senanganNya terhadap mereka yang membuat agama sebagai suatu persoalan dari keuntungan duniawi.].

J. C. Ryle: “We see, for one thing, in this passage, how much Christ disapproves all irreverent behaviour in the house of God.” [= Kita melihat, salah satu hal, dalam text ini, betapa besar Kristus tidak menyetujui semua tingkah laku yang tidak hormat / takut dalam rumah Allah.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).

Contoh:

1. Terlambat datang dalam kebaktian.

2. Menyambut jemaat yang terlambat dalam kebaktian.

3. Main HP dalam kebaktian, bukan hanya oleh jemaat, tetapi bahkan oleh pendeta yang sedang berkhotbah!

4. Biarkan anak ribut dalam kebaktian.

5. Ngomong-ngomong dalam kebaktian.

6. Melamun / mengantuk / tidur dalam kebaktian.

7. Anak-anak Sekolah Minggu yang sudah selesai lari masuk ruang kebaktian dewasa kepada orang tua masing-masing, pada waktu kebaktian dewasa masih berlangsung.

Bayangkan seandainya saudara bertemu Jokowi, apakah saudara berani melakukan hal-hal ini di depan dia?

Bdk. Mal 1:8 - “Apabila kamu membawa seekor binatang buta untuk dipersembahkan, tidakkah itu jahat? Apabila kamu membawa binatang yang timpang dan sakit, tidakkah itu jahat? Cobalah menyampaikannya kepada bupatimu, apakah ia berkenan kepadamu, apalagi menyambut engkau dengan baik? firman TUHAN semesta alam.”.

b) Marah tidak selalu salah, dan ‘sabar’ / ‘kasih’ tidak selalu benar!

Bdk. Matius 11:29 - “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.”.

Efesus 4:26 - “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu”.

1Korintus 13:4-7 - “(4) Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. (5) Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. (6) Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. (7) Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.”.

Bdk. Keluaran 32:19 - “Dan ketika ia dekat ke perkemahan itu dan melihat anak lembu dan melihat orang menari-nari, maka bangkitlah amarah Musa; dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu.”.

Bdk. Bilangan 12:3 - “Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi.”.

Bdk. 1Samuel 11:1-6 - “(1) Maka Nahas, orang Amon itu, bergerak maju dan berkemah mengepung Yabesh-Gilead. Lalu berkatalah semua orang Yabesh itu kepada Nahas: ‘Adakanlah perjanjian dengan kami, maka kami akan takluk kepadamu.’ (2) Tetapi Nahas, orang Amon itu, berkata kepada mereka: ‘Dengan syarat inilah aku akan mengadakan perjanjian dengan kamu, bahwa tiap mata kananmu akan kucungkil; dengan demikian aku mendatangkan malu kepada segenap orang Israel.’ (3) Para tua-tua Yabesh berkata kepadanya: ‘Berilah kelonggaran kepada kami tujuh hari lamanya, supaya kami mengirim utusan ke seluruh daerah Israel; dan jika tidak ada seorangpun yang menyelamatkan kami, maka kami akan keluar menyerahkan diri kepadamu.’ (4) Ketika para utusan itu sampai di Gibea-Saul, dan menyampaikan hal itu kepada bangsa itu, menangislah bangsa itu dengan suara nyaring. (5) Saul baru saja datang dari padang dengan berjalan di belakang lembunya, dan ia bertanya: ‘Ada apa dengan orang-orang itu, sehingga mereka menangis?’ Mereka menceritakan kepadanya kabar orang-orang Yabesh itu. (6) Ketika Saul mendengar kabar itu, maka berkuasalah Roh Allah atas dia, dan menyala-nyalalah amarahnya dengan sangat.”.

1. Karena itu, jangan sembarangan / terlalu cepat menyalahkan orang yang marah, apalagi kalau orang itu marah karena adanya ketidak-beresan dalam gereja, adanya ajaran sesat, dsb. Beranikah saudara menyalahkan Yesus yang marah di sini?

William Barclay: “It was that which moved Jesus to flaming anger. We are told that he took cords and made a whip. … Just because Jesus loved God, he loved God’s children, and it was impossible for him to stand passively by while the worshippers of Jerusalem were treated in this way.” [= Itulah yang menggerakkan Yesus pada kemarahan yang menyala-nyala. Kita diberitahu bahwa Ia mengambil tali dan membuat cambuk. ... Justru karena Yesus mengasihi Allah, Ia mengasihi anak-anak Allah, dan adalah mustahil bagiNya untuk bersikap pasif sementara para penyembah Yerusalem diperlakukan dengan cara ini.].

2. Kalau saudara adalah orang yang selalu ‘sabar’ / ‘kasih’ dalam menghadapi hal-hal yang salah, maka belajarlah dari Yesus untuk bisa marah dalam keadaan seperti itu! Bandingkan dengan Wah 2:2 dan 2Korintus 11:4, dimana ketidak-sabaran dipuji dan kesabaran justru dikecam!

Wahyu 2:2 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta.”.

2Korintus 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.”.

3. Kalau saudara adalah orang yang sudah bisa marah dalam menghadapi hal-hal yang salah, belajarlah untuk bisa mempunyai kemarahan yang suci! Mengapa? Karena sekalipun alasan kemarahan itu benar, tetapi kalau saudara marah secara kelewat batas, itu tetap adalah dosa!

2) Tindakan Yesus: membuat cambuk dari tali, mengusir mereka, membalikkan meja-meja penukar uang.

Yohanes 2:15: “Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkanNya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkanNya.”.

Yesus tidak menegur (mungkin karena Ia tahu bahwa mereka tahu akan kesalahan mereka - ini dosa sengaja), tetapi Ia langsung bertindak dengan mengusir para penukar uang / penjual binatang dengan binatang mereka.

Calvin: “But it may be asked, Why did he not rather begin with doctrine? For it seems to be a disorderly and improper method to apply the hand for correcting faults, before the remedy of doctrine has been applied. But Christ had a different object in view: for the time being now at hand when he would publicly discharge the office assigned to him by the Father, he wished in some way to take possession of the temple, and to give a proof of his divine authority. And that all might be attentive to his doctrine, it was necessary that something new and strange should be done to awaken their sluggish and drowsy minds. Now, the temple was a sanctuary of heavenly doctrine and of true religion. Since he wished to restore purity of doctrine, it was of great importance that he should prove himself to be the Lord of the temple. Besides, there was no other way in which he could bring back sacrifices and the other exercises of religion to their spiritual design than by removing the abuse of them.” [= Tetapi bisa ditanyakan, Mengapa Ia tidak mulai dengan pengajaran? Karena itu kelihatan sebagai suatu metode yang kacau / salah urutan dan tidak tepat untuk menggunakan tangan untuk mengkoreksi kesalahan-kesalahan, sebelum pengobatan dari pengajaran digunakan. Tetapi Kristus mempunyai tujuan yang berbeda dalam pandanganNya: karena sekarang saatnya sudah dekat bagiNya untuk melakukan secara umum tugas yang diberikan kepadaNya oleh Bapa, Ia ingin dengan suatu cara untuk mulai mengendalikan Bait Allah, dan untuk memberikan suatu bukti tentang otoritas IlahiNya. Dan supaya semua orang bisa memperhatikan ajaranNya, adalah perlu bahwa sesuatu yang baru dan aneh dilakukan untuk membangunkan pikiran-pikiran mereka yang lamban / tidak aktif dan mengantuk. Bait Allah itu adalah suatu tempat yang keramat / kudus dari ajaran surgawi dan agama yang benar. Karena Ia ingin memulihkan kemurnian ajaran, adalah sangat penting bahwa Ia membuktikan diriNya sendiri sebagai Tuhan dari Bait Allah. Disamping, di sana tidak ada jalan lain dalam mana Ia bisa mengembalikan korban-korban dan semua aktivitas agamawi pada rancangan rohani mereka dari pada dengan menyingkirkan penyalah-gunaan dari mereka.].

Lenski: “The public ministry of Jesus begins with an act of holy wrath and indignation. The Son cleans his Father’s house with the lash of the scourge. No halfway measures, no gradual and gentle correction will do in a matter as flagrant as this. Here at the very start is the stern and implacable Christ.” [= Pelayanan umum Yesus mulai dengan suatu tindakan dari murka dan kemarahan yang kudus / suci. Anak membersihkan rumah BapaNya dengan cambukan dari cambuk. Tak ada tindakan yang setengah-setengah, tidak ada koreksi yang bertahap / perlahan-lahan dan lembut yang bisa menghasilkan apapun dalam suatu persoalan yang memalukan / menyolok seperti ini. Disini pada saat yang sangat awal ada Kristus yang keras dan tanpa belas kasihan / tak bisa ditenangkan.].

Catatan: ‘cambuk dari tali’ belum tentu digunakan terhadap manu­sianya, tetapi mungkin hanya terhadap binatangnya. Para penafsir pro kontra tentang hal ini.

Barnes’ Notes: “This whip was made as an emblem of authority, and also for the purpose of driving from the temple the cattle which had been brought there for sale. There is no evidence that he used any violence to the men engaged in that unhallowed traffic.” [= Cambuk ini dibuat sebagai simbol dari otoritas, dan juga untuk tujuan mengusir dari Bait Allah ternak yang telah dibawa ke sana untuk dijual. Di sana tidak ada bukti bahwa Ia menggunakan kekerasan apapun terhadap orang-orang yang terlibat dari perdagangan yang jahat / tidak kudus itu.].

J. C. Ryle: “Whether the scourge was applied to those persons who brought the animals into the temple, as a sort of chastisement, as some old painters have represented the scene, we do not know. The more probable view seems to be, that the scourge was simply meant to assist our Lord in speedily ejecting the sheep and oxen.” [= Apakah cambuk itu digunakan kepada orang-orang itu yang membawa binatang-binatang itu ke dalam Bait Allah, sebagai sejenis hajaran, seperti beberapa pelukis kuno telah menggambarkan tempat dimana peristiwa itu terjadi, kami tidak tahu. Pandangan yang lebih memungkinkan kelihatannya adalah, bahwa cambuk hanya dimaksudkan untuk membantu Tuhan kita dalam mengeluarkan dengan cepat domba-domba dan lembu-lembu jantan.] - ‘Expository Thoughts on the Gospels: John vol I’ (Libronix).

Lenski: “Tender souls have imagined that Jesus only menaced with the scourge, at least that he struck only the animals. They are answered by πάντας ἐξέβαλεν, and πάντας is masculine, its antecedent being τοὺς πωλοῦντας and τοὺς κερματιστάς the men who were selling and the money-changers. With fiery indignation Jesus applied the scourge right and left to these men. Then also to the sheep and the oxen.” [= Jiwa-jiwa yang lembut telah membayangkan bahwa Yesus hanya mengancam dengan cambuk, setidaknya bahwa Ia hanya memukul binatang-binatang. Mereka dijawab dengan πάντας ἐξέβαλεν / PANTAS EXEBALEN, {= mengusir semua} dan πάντας / pantas {= semua} adalah maskulin, kata / ungkapan / anak kalimat yang ditunjuk adalah τοὺς πωλοῦντας / TOUS POLOUNTAS dan τοὺς κερματιστάς / TOUS KERMATISTAS orang-orang yang sedang berjualan dan para penukar uang (ay 14). Dengan kemarahan yang berapi-api Yesus menggunakan cambuk ke kanan dan ke kiri kepada orang-orang ini. Lalu juga pada domba-domba dan sapi-sapi jantan.].

Sikap Yesus terhadap pedagang burung merpati juga dipro-kontrakan.

Yohanes 2:16a: “Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: ‘Ambil semuanya ini dari sini,”.

The Bible Exposition Commentary: “He was careful not to destroy anyone’s property (He did not release the doves, for example);” [= Ia berhati-hati untuk tidak menghancurkan milik siapapun (Ia tidak melepaskan burung-burung merpati itu, sebagai contoh);].

Pulpit Commentary: “‘And he said to those that sold the doves.’ The vendors of tethered or caged birds were as guilty of profanation as the rest. Some sentimental comments have gathered round this verse, as though the Lord were more tender in his treatment of the turtle-doves than in that of the oxen or sheep. But there would be no meaning in such a distinction. No other way of scattering the doves was so simple as to command their removal.” [= ‘Dan Ia berkata kepada mereka yang menjual burung-burung merpati’. Penjual-penjual dari burung-burung yang diikat atau dikurung sama bersalahnya dalam melanggar kekeramatan Bait Allah seperti sisanya. Beberapa komentar yang sentimentil telah berkumpul di sekitar ayat ini, seakan-akan Tuhan bersikap lebih lembut dalam penangananNya terhadap burung-burung merpati dari pada dalam penanganan terhadap lembu-lembu jantan dan domba-domba. Tetapi di sana tidak ada pembedaan arti seperti itu. Tak ada jalan / cara lain untuk menyebarkan burung-burung merpati yang begitu sederhana seperti memerintahkan penyingkiran mereka.].

3) Kata-kata Yesus:

Yohanes 2:16: “Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: ‘Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah BapaKu menjadi tempat berjualan.’”.

KJV: “make not my Father’s house an house of merchandise.” [= jangan membuat rumah BapaKu suatu rumah perdagangan.].

RSV: “you shall not make my Father’s house a house of trade."” [= jangan membuat rumah BapaKu suatu rumah perdagangan’.].

NIV: “How dare you turn my Father’s house into a market!"” [= Berani sekali kamu mengubah rumah BapaKu menjadi suatu pasar!’].

NASB: “stop making My Father’s house a house of merchandise."” [= berhentilah membuat rumah BapaKu suatu rumah perdagangan’.].

Bible Knowledge Commentary: “Jesus protested the turning of His Father’s house into a market. He did not protest the sacrificial system itself. The purpose of the sacrifices was in danger of being lost.” [= Yesus memprotes perubahan rumah BapaNya menjadi suatu pasar. Ia tidak memprotes sistim pengorbanan itu sendiri. Tujuan dari korban-korban ada dalam bahaya sedang terhilang.].

Leon Morris (NICNT): “His words to them are important, for they give the reason for his whole action: ‘How dare you turn my Father’s house into a market!’ (Moffatt, ‘My Father’s house is not to be turned into a shop!’). The play on the word ‘house’ is missed in modern translations (ARV retains it with ‘make not my Father’s house a house of merchandise’)” [= Kata-kataNya kepada mereka adalah penting, karena kata-kata itu memberi alasan untuk seluruh tindakanNya: ‘Berani sekali kamu mengubah rumah BapaKu menjadi suatu pasar!’ (Moffatt, ‘Rumah BapaKu tidak boleh diubah menjadi suatu toko!’ Permainan kata ‘rumah’ hilang dalam terjemahan-terjemahan modern (ARV mempertahankannya dengan menterjemahkan ‘jangan membuat rumah BapaKu suatu rumah perdagangan’).].

Kata ‘make’ adalah ποιεῖτε (POIEITE), kata perintah bentuk present, dan didahului dengan kata μὴ (ME). Artinya ‘jangan membuat’! Dan karena kata perintah ini ada dalam bentuk present, maka ini merupakan perintah yang berlaku terus menerus.

Yesus menggunakan kata-kata ‘Rumah BapaKu’, bukan ‘Rumah Bapa kita’. Dia tidak pernah menggabungkan diriNya dengan orang-orang lain dalam hubunganNya dengan Bapa, karena Dia memang Anak dalam arti yang berbeda dengan kita yang percaya, apalagi dengan orang-orang Yahudi yang tidak percaya, yang sebetulnya bukan anak dari Bapa (Yohanes 8:42-44).

Baca Juga: Cara cari Uang Yang Membuat Yesus Murka (Yohanes 2:14)

Bdk Yohanes 20:17 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudaraKu dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu.’”.

Kata ‘merchandise’ [= perdagangan] berhubungan dengan Zakharia 14:21.

Zakh 14:21 - “Maka segala kuali di Yerusalem dan di Yehuda akan menjadi kudus bagi TUHAN semesta alam; semua orang yang mempersembahkan korban akan datang mengambilnya dan memasak di dalamnya. Dan tidak akan ada lagi pedagang di rumah TUHAN semesta alam pada waktu itu.”.

Pulpit Commentary: “It was an act of holy zeal. ‘Make not my Father’s house a house of merchandise.’ (1) Eighteen years before he said to his parents, ‘Wist ye not that I must be about my Father’s business?’ (Luke 2:49). He now shows his first concern was for the honour of his Father’s house. (2) Our Lord was indignant because the Jews had made the temple their own house, and desecrated it by making it the instrument of their sordid interests. (3) He asserts his Divinity in the act of defending the honour of his Father’s house. ‘He is sustained by the consciousness of his dignity as Son, and his duty as the Messiah.’” [= Itu merupakan suatu tindakan dari semangat yang kudus. ‘Jangan membuat rumah BapaKu suatu rumah perdagangan’. (1) Delapan belas tahun sebelumnya Ia berkata kepada orang tuaNya, ‘Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus ada di sekitar / di dekat urusan BapaKu?’ (Lukas 2:49). Sekarang Ia menunjukkan bahwa kepedulian / perhatian pertamaNya adalah untuk kehormatan dari rumah BapaNya. (2) Tuhan kita marah karena orang-orang Yahudi telah membuat Bait Allah rumah mereka sendiri, dan dilanggar kekudusannya dengan membuatnya alat dari kepentingan-kepentingan kotor / jahat / egois mereka. (3) Ia menegaskan keilahianNya dalam tindakan mempertahankan kehormatan dari rumah BapaNya. ‘Ia ditopang oleh kesadaran dari kewibawaanNya sebagai Anak, dan kewajibanNya sebagai Mesias’.].

Lukas 2:49 - “JawabNya kepada mereka: ‘Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah BapaKu?’”.

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
Next Post Previous Post