1 KORINTUS 2:14, 3:1-4 (TAHAPAN PERTUMBUHAN ROHANI ORANG KRISTEN)

Pendahuluan.

Kita menemukan Rasul Paulus memulai pesan bagi jemaat di Korintus dengan gaya apologetika dalam 1 Korintus 2:6, khususnya saat ia berbicara mengenai hikmat dan kedewasaan. Hikmat dan kedewasaan sebenarnya telah menjadi slogan atas jemaat di Kornitus. Atas dasar inilah Paulus kemudian membangun sebuah argumen untuk menegur mereka.
1 KORINTUS 2:14, 3:1-4 (TAHAPAN PERTUMBUHAN ROHANI ORANG KRISTEN)
bisnis, gadget, otomotif
Paulus melanjutkan pesannya dengan memberikan suatu pandangan yang berharga atas pemahamannya tentang Roh Allah dan hubungannya antara hikmat dan Roh itu sendiri. Paulus membuat tiga perbandingan sebagai berikut:

The spirit of a human being → the [depths] of a person (2:11a)

The Spirit of God → the depths of God (2:10 and 11b)

The Spirit from God → the gifts from God (2:12).

Dengan memahami pemikiran Paulus tersebut maka kita dapat mengerti dengan jelas hubungan antara hikmat dan Roh, sehingga kita dapat bergerak untuk memahami bangunan argumen berikutnya yaitu mengenai tahapan-tahapan dalam pertumbuhan kedewasaan rohani. Dalam 1 Korintus 2:14, Paulus memulainya dengan mengkontraskan tahapan terendah yaitu manusia duniawi dengan tahapan tertinggi yaitu manusia spiritual (1 Korintus 2: 15).

a. MANUSIA DUNIAWI (psuchikos)

Psuchikos sendiri berasal dari kata psuche dalam bahasa Yunani yang sering kali diterjemahkan sebagai “jiwa” (soul), namun arti sesungguhnya adalah the principle of physical life, dimana seluruh makhluk yang hidup, manusia juga hewan, memiliki psuche. Psuche adalah kehidupan fisik dimana seorang membagikan kehidupannya dengan setiap makhluk hidup.

Dalam Kamus Strong’s Greek, psuchikos diterjemahkan sebagai natural, worldly-minded atau hal-hal yang bersifat secara alamiah memiliki pola berpikir dan kehidupan yang duniawi. Maksud Paulus ingin mengatakan bahwa manusia duniawi ini hidup seolah-olah tidak ada apa pun di atas kehidupan fisik dan tidak ada kebutuhan lain selain kebutuhan material, manusia duniawi hanya menghargai semua yang berbentuk fisik dan material.

Dengan demikian Paulus ingin menekankan bahwa manusia duniawi yang berada di tahap terendah adalah seorang yang menjalani kehidupannya secara alami mengikuti naluri untuk hidup yang hanya melihat ke bawah (ke dalam dunia), sehingga mereka secara alami akan menolak apa yang berasal dari atas (Roh Allah) atau dalam kata lain orang ini berada di luar Tuhan.

Dalam Alkitab terjemahan The σew International Version, kata “tidak menerima” diterjemahkan dalam bentuk “does not accept”, artinya anugerah tersebut telah diberikan oleh Allah namun ditolak olehnya. Alasan mengapa mereka menolaknya telah dijelaskan oleh Rasul Paulus dalam 1 Korintus 1:23, “tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan.”

Kemungkinan besar yang dimaksud oleh Rasul Paulus sebagai batu sandungan bagi orang Yahudi adalah karena latar belakang mereka yang telah berpegang teguh kepada Taurat dan tradisi-tradisi yang disalahmengerti oleh mereka.

Terlebih lagi bagi orang Yahudi, orang yang disalibkan merupakan hukuman yang memalukan, sehingga mereka tidak mau mengakui dan menerima bahwa Mesias itu datang dengan cara yang tidak pantas menurut mereka. Sedangkan bagi orang bukan Yahudi, jelas hikmat yang mereka kejar adalah hikmat manusia yang ada pada penguasa dunia, sehingga hikmat yang dikaruniakan oleh Allah tidak menjadi perhitungan bagi mereka

Maka kini kita dapat melihat bahwa hikmat yang dimiliki oleh seorang manusia duniawi adalah hikmat yang berasal dari manusia yang kelak akan dibinasakan (1 Korintus 2:6) sedangkan hikmat untuk memahami hal yang tersembunyi dalam diri Allah akan diterima oleh seseorang oleh karena ia mau menengadahkan pandangannya kepada anugerah Allah yang turun ke dalam dunia bersama dengan Yesus Kristus.

b. MANUSIA ROHANI (pneumatikos)

Pneumatikos berasal dari kata pneuma yang diterjemahkan sebagai roh, sehingga pneumatikos diartikan sebagai dipenuhinya oleh roh atau dalam kata lain spiritual. Kontras dengan manusia duniawi, manusia rohani adalah manusia yang sensitif dengan Roh, kehidupannya dipenuhi dan dipimpin oleh Roh. Pada tahap ini, seorang manusia rohani atau spiritual mampu berpikir yang melampai kehidupan dunawi, terlebih dalam 1 Korintus 2:16 Paulus menegaskan bahwa ia dan manusia rohani lainnya memiliki pikiran Kristus.

Maka dapat disimpulkan bahwa manusia rohani adalah mereka yang menghargai dan menerima apa yang sering kali dianggap sebagai kebodohan bagi manusia duniawi, yaitu hikmat dari Allah yang tidak lain adalah berita Injil, berita salib Kristus. Berita tersembunyi mengenai hikmat Allah (salib Kristus) inilah yang kemudian disingkapkan kepada manusia rohani melalui Roh yang berasal dari Allah oleh karena hanya Allah sendiri yang mengerti dan dapat berkomunikasi mengenai kebenaran tentang diri-Nya.

Apabila kita mengambil suatu perspektif yang berbeda, tampaknya Paulus telah jatuh telah jatuh ke dalam perangkap berbahaya dengan mencoba untuk mengalahkan kaum elit yang membual dan menyombongkan hikmat yang mereka miliki. σamun kita harus mengingat siapa “Kristus” bagi Paulusμ yang disalibkan. Maka bagi Paulus, cara untuk memiliki pikiran Allah adalah dengan berpartisipasi dengan pola kehidupan salib (Filipi 2:1-11), sebab hikmat Allah itu dimanifestasikan ke dalam kematian Yesus.

Dengan demikian hak istimewa dengan memiliki pengetahuan spiritual (hikmat Allah) yang dibicarakan oleh Paulus ini seharusnya menghasilkan sebuah penolakan atas hak istimewa duniawi, semua kesombongan atau kebanggan duniawi dan perselisihan. Oleh karena itu jemaat di Korintus yang merupakan “penggemar” kebijaksanaan atau hikmat secara ironis telah gagal untuk hidup yang seturut dengan pikiran Kristus dan mengarahkan pada teguran Paulus kepada mereka sebagai manusia duniawi menurut 1 Korintus 3:1-4

c. MANUSIA DUNIAWI (sarkinois)

Rasul Paulus menyatakan tegurannya kepada jemaat di Kornitus dengan menyebut mereka sebagai manusia (sarkinois) yang tidak lain adalah orang-orang yang ada di hadapan Paulus pada saat pertama kali ia memberikan kotbah kepada mereka, yaitu manusia yang naturnya berada dalam kejatuhan dosa.

Dalam Alkitab Indonesia terjemahan Baru kita tidak dapat melihat perbedaan antara apa yang yang disebutkan Paulus dalam 1 Korintus 3:1 dan dalam 1 Korintus 2:14 oleh karena kata yang digunakan kedua ayat tersebut adalah kata “manusia duniawi”. Ada pun dalam bahasa Yunani terdapat perbedaan yang jelas antara psuchikos dengan sarkinois. Sarkinois berasal dari kata sarx yang artinya adalah made of flesh atau terbuat dari daging

Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa Paulus ingin menekankan bahwa memang manusia itu terbuat dari daging (sehingga kecenderungannya adalah untuk menuruti daging) namun harapannya terhadap jemaat di Korintus yaitu agar jemaatnya tidak hanya bertahan di satu tahapan awal dalam pengetahuan fakta-fakta (kerygma) tentang misteri Allah. Di dalam tahap awal ini Paulus bahkan menyebut mereka sebagai “belum dewasa dalam Kristus” atau “infants in Christ” .

Hal ini dikarenakan jemaat di Korintus belum dapat menerima makanan yang keras (didache), susulah (kerygma) yang harus diberikan kepada mereka (1 Korintus 3:2). Paulus seolah-olah ingin menegur kekanakan (spiritual) mereka yang menyebabkan mereka kini menjadi bayi tua yang telah empat sampai lima tahun masih saja belum bisa menerima makanan keras.

Teguran ini secara nyata ditujukan kepada jemaat di Korintus, seiring bangunan argumen yang telah diberikannya mengenai kedewasaan sebagai hasil dari hikmat yang berasal dari Allah. Hal ini menjadi pukulan yang telak bagi jemaat di Korintus oleh karena mereka menganggap dirinya memiliki hikmat dan kedewasaan itu, ironisnya Paulus menangkal anggapan itu atas mereka dan mengatakan mereka tidaklah dewasa, bahkan seperti bayi dalam Kristus. Namun Paulus tidak berhenti di situ, pada 1 Korintus 3:3, ia menggunakan kata sarkikoi bagi jemaat di Korintus.

d. MANUSIA DUNIAWI (sarkikoi)

Kata (sarkikoi) memiliki makna yang berbeda dengan sarkinois. Sarkikoi memiliki arti dominated by the flesh atau dikuasai oleh kedagingan. Bagi Paulus, kedagingan tidak hanya sekedar hal-hal fisik, tetapi memiliki arti natur manusia yang terpisah dari Allah, bagian dari seorang manusia baik secara kejiwaan maupun fisiknya yang menyebabkan adanya jembatan bagi dosa untuk menguasai manusia.

Kesalahan yang ditemukan oleh Paulus bukanlah kepada kedagingan manusia –semua manusia memiliki kedagingan-, tetapi oleh karena mereka mengijinkan sisi buruk dari natur keberdosaan mereka untuk menguasai cara pandang mereka dan dalam segala tindakan mereka

Penilaian Rasul Paulus ini sangatlah ironis, mengingat dalam permulaan suratnya kepada jemaat di Korintus menggambarkan betapa ia bersyukur oleh karena mereka telah menerima (bahkan kaya) dalam akan segala macam perkataan dan segala macam pengetahuan (1 Korintus 1:5), juga di dalam karunia pun mereka tidak kekurangan, tetapi justru di dalam segala yang mereka miliki mereka saling iri hati dan berselisih oleh karena berasal dari golongan yang berbeda-beda (Apolos, Paulus, Kefas, Kristus).

Ini adalah tanda bahwa mereka membanggakan segala karunia dan hikmat yang mereka anggap spiritual tetapi justru hikmat dalam ukuran penguasa dunia itulah yang menguasai mereka.

KONSEKUENSI PERTUMBUHAN ROHANI ORANG KRISTEN MENURUT PAULUS

Semua orang pada dasarnya secara natural hanya berfokus kepada apa yang ada dalam pikirannya adalah apa yang terlihat, yang dapat dirasakan secara fisik (psuchikos). Tidak dapat dipungkiri bahwa keadaan ini mengakibatkan seorang Kristen gagal untuk menyadari pentingnya akan anugerah Allah dalam menyingkapkan siapa diri-Nya melalui Roh yang berasal dari-Nya, bahkan ada juga yang dengan angkuh menolak hikmat Allah oleh karena lebih memiliki pengharapan kepada hikmat manusia.

Dengan demikian seorang manusia psuchikos akan berada di luar Tuhan sehingga tidak menerima dan memahami penyataan Allah akan diri-Nya dan karya keselamatan-Nya.

Dalam natur keberdosaan manusia sarkinois, seorang Kristen sangat mungkin mengalami stagnansi dalam pertumbuhan rohaninya. Suatu kondisi yang mengutamakan fakta-fakta di balik makna yang tersurat dan tersirat menyebabkan manusia yang terbuat oleh daging ini dapat saja terjatuh dalam belenggu dosa.

Hal ini bahkan dapat menjadi lebih buruk lagi apabila kenyataan di dalam hidup seorang Kristen ia masih saja tidak hanya terjatuh di dalam dosa tetapi justru dikuasai oleh dosa (sarkikoi), sehingga apa yang menjadi hasratnya adalah untuk tinggal di dalam dosa. Akhir dari seorang yang berada dalam tahap ini adalah hasrat untuk membuahkan berbagai dosa (1 Korintus 3:3; Galatia 5:19-21) dan menuai akan kebinasaan (Galatia 6:8)

Seorang yang dewasa secara penuh akan menghasilkan karakter yang mendukung terciptanya kesatuan jemaat walaupun berada di tengah perbedaan dan karunia yang berbeda-beda. Ia yang bertumbuh dengan kesadaran akan anugerah kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus (Efesus 4:7).

Sehingga dalam segala karunia yang diterimanya dan dalam segala perbedaan yang ada, seorang manusia rohani terus bersandar dan terhubung dengan Roh yang berasal dari Allah sampai ia mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, sebuah kedewasaan yang penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. 

Baca Juga: 1 Korintus 3:1-4 (Karakteristik Manusia Duniawi Dan Rohani)

Kata kedewasaan menekankan pada pemahaman yang kuat dan kokoh sehingga tidak lagi seperti anak-anak yang dapat diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran dan permainan palsu manusia dalam kelicikan yang menyesatkan. Dengan demikian manusia rohani berpegang teguh kepada kebenaran dan bertumbuh dalam segala hal menuju kesempuranaan Kristus, dimana jemaat sebagai kesatuan tubuh Kristus melakukan pelayanan sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota dan menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih (Efesus 4:13-15). 

Dalam 1 Korintus 14:20, sebagai manusia rohani Paulus mengajak jemaat di Korintus untuk bergerak menuju jemaat yang menjadi anak-anak dalam kejahatan namun menjadi dewasa dalam pemikiran. Dalam hal ini khususnya mengenai karunia bahasa roh yang diterima oleh jemaat di Korintus, Rasul Paulus menghendaki agar mereka dapat saling berbicara bukan dengan kesombongan atas karunia roh itu tetapi dengan bijaksana dapat menimbang dan menilai suatu kualitas komunikasi sehingga dengan ketulusan dapat membangun relasi yang baik dengan jemaat yang ada maupun jemaat yang baru. 

Melalui kedewasaan inilah jemaat diharapkan dapat saling menyelidiki dan mengingatkan walaupun berada di tahap manusia rohani itu tidak melepaskan mereka dari status orang yang berdosa, namun tujuan dari komunikasi ini juga bukanlah untuk menghakimi, tetapi justru mengingatkan akan anugerah Allah yang membuat manusia berdosa harus bertekuk lutut di hadapan hadirat Allah.

Pada akhirnya manusia rohani yang menabur di dalam Roh, menuangkan kerinduannya untuk bersekutu dengan Roh yang menyingkapkan diri Allah akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu (Galatia 6:8). 

Bagi mereka yang menjadi manusia rohani seharusnya dapat hidup berdampingan walaupun terdapat perbedaan, namun perbedaan tersebut tidak dapat membuat mereka berselisih dan iri hati. Manusia rohani adalah mereka yang memiliki kesadaran penuh bahwa meskipun mereka merupakan hasil pertobatan atau pelayanan dari orang-orang yang berbeda, pertumbuhan rohani mereka hanya diperoleh melalui Allah. -Ezra Solafide Prasetya Budi

Next Post Previous Post