1 KORINTUS 3:1-4 (KARAKTERISTIK MANUSIA DUNIAWI DAN ROHANI)

I. Karakteristik Manusia Duniawi

Dalam 1 Korintus 3:1-4 kata yang digunakan oleh Paulus dalam mengistilahkan manusia duniawi ada dua macam, dan memiliki sifat dan arti berbeda. Kata pertama adalah σαρκινος ἄνθρωπος, (sarkinos anthropos), atau manusia duniawi dalam terjemahan Bahasa Indonesia (1Korintus 3:1) memiliki maksud dan arti yang terdiri dari daging, lemah, duniawi. Sehingga Paulus menyatakan jemaat Korintus belum dewasa masih seperti anak-anak yang minum susu. Namun pada ayat ke tiga σαρκικος (sarkikos). Kata “manusia duniawi” di sini bukan sarkinos tetapi sarkikos, yang secara harfiah artinya bersifat seperti daging, yang sama artinya dengan menuruti keinginan daging.
KORINTUS 3:1-4 (KARAKTERISTIK MANUSIA DUNIAWI DAN ROHANI)
bisnis, gadget, otomotif
Kata ini digunakan sebagi teguran karena pada kenyataannya jemaat Korintus tidak sesuai dengan gambaran yang diharapkan dalam jemaat Tuhan; mereka masih memiliki sifat iri dan perselisihan. Beberapa hal dapat dilihat sebagai karakteristik, atau yang mencirikan manusia duniawi sesuai bingkai deskriptif 1 Korintus 3:1-4

1. Belum Dewasa dalam Kristus

Paulus menyebutkan karakteristik pertama dalam ayat ini adalah, belum dewasa dalam Kristus (1 Korintus 3:1). Istilah ini dalam bahasa Yunani nepios, yang memiliki arti kanak-kanak, belum dewasa, anak kecil. V.C Pfitzner mengemukakan bahwa: Manusia duniawi adalah manusia dalam sifat dan pemikiran, tidak tersentuh dan tidak terdidik oleh Roh Allah dan masih berada di bawah kuasa dosa (Roma 7:14).

Hal tersebut di karenakan dalam proses kerohanian masih memiliki pola pikir anak-anak. Orang percaya seharusnya menjadi manusia rohani dan tidak boleh menjadi manusia duniawi. Perbedaan sikap dan karakter inilah yang ditampilkan sebagai prilaku manusia dalam menjalani hidup.

Perilaku yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan yang ditonjolkan sebagai kepribadian manusia duniawi dan memiliki ciri manusia yang masih suka akan kesenangan dunia yang ditawarkan. Hal itu dikarenakan memiliki pikiran yang dikuasai keinginan daging yang menghasilkan pemberontakan melawan pemerintahan dan kehendak Allah.

Karena kehidupan rohani inilah yang dapat menentukan bagaimana seseorang dapat disebut manusia rohani. Paulus menegur jemaat Korintus yang masih bersikap duniawi, yaitu mereka yang belum bertumbuh dapat dikatakan belum dewasa dalam Kristus (1Korintus 3:1). Manusia duniawi tidak mampu menyambut dan menyenangkan Allah. Hal itu dikarenakan pola pikir dan tindakan dalam menjalani kehidupan kekristenannya masih seperti kanak-kanak (1 Korintus 14:20).

Kekristenan yang identik dengan perubahan hidup dan juga memiliki tujuan pertumbuhan kerohanian yang terus-menerus setiap hari dikerjakan. Tanpa perubahan hidup maka kekristenan hanya sebuah retorika. Seperti yang diungkapkan Rasul Paulus menyebut orang percaya di Korintus adalah pribadi yang digambarkan manusia yang belum dewasa dalam kehidupan kekristen karena mereka masih belum bertumbuh dan belum dewasa secara rohani.

Orang Percaya harus sungguh-sungguh mau diubahkan dan harus berani mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk proses perubahan. Namun orang percaya dapat saja terjebak dalam kegiatan rohani seperti melayani Allah dalam bentuk melayani diakonia, memberitakan Injil, pelayanan didaskalia.

Pelayanan yang dilakukan harus sejalan dengan kehidupan rohani yang dapat membawa pertumbuhan dan kematangan dalam mengikut Tuhan. Supaya kerohanian yang sehat terlebih kerohanian yang memberi dampak buah untuk dinikmati orang lain. Namun bila tidak Pelaksanaan ibadah orang percaya yang dilakukan dapat dikatakan tidak berkenan di hadapan Allah. Hal ini disebabkan karena apa yang dilakukan umat dalam kehidupan keagamaannya tidak benar di dalam pandangan Allah.

Menurut Rifai ketidak-dewasaan rohani diartikan bahwa setiap orang yang tidak memiliki pengetahuan akan kebenaran iman Kristen. Dan akibat dari kurangnya pengajaran dan pemahaman akan firman Tuhan serta kerinduan, lapar dan haus orang percaya akan firman Tuhan tidak menjadi prioritas hidup.

Walaupun kehidupan mereka dalam keseharian di Korintus merasa sudah dekat dengan para Rasul. Ketidakdewasaan rohani dapat mengakibatkan orang tidak menjadi pelaku Firman; hal itu menggambarkan orang yang tidak memahami ajaran tentang kebenaran. Berbanding terbalik dengan orang yang tekun dalam pengajaran Firman Tuhan, maka pengajaran itu harus diwujudkan dalam perbuatannya.

2. Makanannya masih Sebatas yang Lembut

Manusia bertumbuh dari bayi sampai dewasa; itulah proses dan tahapan pertumbuhan,di mana membutuhkan makanan yang sesuai. Waktu bayi, diberikan air susu, dan semakin besar proses pertumbuhan jasmaninya, diberikanlah makanan agak keras, dan ketika telah dewasa diberikan makanan keras.

Hal itu menunjukan kedewasaan yang terihat dari perubahan fisik. Didalam kerohanian memang umur tidak menentukan kedewasaan rohani, seberapa lama orang percaya menjadi orang Kristen tidak dapat mewakili iman dan kerohaniannya.

Namun hubungan pribadi dengan Tuhan dan cara menghadapi proses kehi-dupan akan terlihat kedewasaannya dalam menghadapi persoalan seperti yang terjadi di jemaat Korintus adanya perbedaan pendapat dan golongan. Dalam arti luas dapat diterje-mahakan bahwa manusia yang hidupnya ada pada rendahnya kemampuan kerohanian manusia dalam membangun dan terhubung dengan Tuhan.

Dapat juga diartikan bahwa manusia duniawi (sarkinos anthropos) adalah manusia yang tidak dapat menerima hal-hal supranatural maupun natural yang berasal dari Roh Allah, karena bagi mereka hal-hal tersebut adalah kebodohan dan tidak berarti bagi tubuh jasmaniah serta manusia duniawi. Semua hal itu tidak dapat dipahami, namun hanya bisa dinilai secara rohani (1 Korintus 2:14). Dalam Ibrani 5:13 diungkapkan bahwa barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil.

Penulis Ibrani melengkapi kriteria manusia dunia yang tidak bisa menerima ajaran yang keras yang dapat membawa pada kedewasaan, namun hanya mampu menerima pengajaran yang menye-nangkan telinga. Ketidakmauannya diajar dengan Firman yang membawa pada kedewa-saan, maka manusia duniawi tidak hidup seturut dengan kehendak dan tujuan Roh Allah sehingga pertumbuhan yang layaknya harus diterima menjadi kerdil dan tidak bertumbuh sekalipun.

Paulus dalam tulisannya juga menghimbau dan menasihati jemaat di Korintus tentang tidak dewasanya kerohanian mereka. Yang digambarkan hanya susu sebagai makanan yang baik dan layak dikomsumsi oleh bayi dan bukan makanan yang keras. Dikarenakan belum bisa diterima oleh akal dan pikiran yang masih anak-anak.

Sehingga ketidakdewasaan rohani dapat juga disebut kanak-kanak rohani. Paulus juga mendeskrip-sikan bagaimana dampak dari kelakuan dan tindakan mereka yakni menuruti hawa nafsu mereka saja yang mau dipuaskan oleh ajaran-ajaran yang menyenangkan pendengaran saja tanpa adanya proses kedewasaan dalam memakan makanan rohani yang keras sebagai wujud kedewasaan rohani.

Pada inti dan nilai kebenarannya mereka tidak memberikan dirinya dalam pengenalan akan Allah di dalam segala aspek kehidupannya. Inilah penyebab mereka tidak menerima hal-hal yang bersifat rohani yang berasal dari Allah sebagai bagian persekutuan dengan Tuhan. Sehingga seluruh kehidupan mereka dan seluruh sikap hati mereka menolak pengajaran terlebih mereka tidak menjadikan Yesus sebagai pribadi yang membawa pada keselamatan kekal. Manusia duniawi ini juga meng-anggap Kristus adalah kebodohan dan menyatakan itu bukan hikmat dari Allah.

Pernyataan Paulus kepada jemaat Korintus adalah pernyataan yang menegur dengan keras karena tidak adanya pertumbuhan kerohanian dan Paulus mengakui mereka masih belum hidup dipimpin oleh Roh Allah. Karena sejatinya Roh Allah yang siap memimpin dan menuntun ke dalam ketaatan baik secara pribadi atau individu juga Ia menuntun orang percaya kepada seluruh kebenaran. Peran Roh Kudus juga mutlak diperlukan dalam memelihara ajaran dan kesaksian yang terpusat pada Yesus.

Manusia yang hanya memikirkan diri sendiri dan pola pikir yang cenderung sebagai pribadi kekanak-kanakan terlebih tidak memiliki hubungan yang dengan Tuhan menjadi acuan penting sehingga Paulus membedakan penyebutan dari sarkinos dalam ayat satu menjadi sarkikos pada ayat tiga; sarkinos adalah bayi di dalam Kristus, sedangkan sarkikos adalah orang Kristen yang sudah lama menjadi Kristen tetapi belum dewasa.

Orang terse-but dapat disamakan sebagaimana bayi yang selalu mengharapkan perhatian dari orang-orang yang di sekitarnya, demikian halnya dengan orang Kristen yang tidak dewasa juga selalu menuntut perhatian dari orang lain dalam gereja. Apabila ia tidak mendapatkan apa yang diinginkan dari orang lain di dalam gereja maka ia akan marah dan membuat ulah di dalam gereja.

Sehingga akhirnya bersikap apatis terhadap pelayanan, mereka tidak mau peduli dengan pekerjaan Tuhan. Padahal orang percaya dan gereja sebagai tubuh Kristus, dipanggil dan ditempatkan di tengah-tengah dunia untuk bertumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan gereja yang didalamnya orang percaya sebagai bagian dari kesatuan gereja merupakan suatu keharusan. sehingga rencana-rencana dan program-program gereja dapat berjalan dengan baik dikerjakan untuk memuliakan Tuhan.

Memiliki Sikap Iri Hati, Perselisihan dan hidup secara duniawi. Iri hati dapat mempengaruhi seluruh kehidupan manusia sehingga menimbulkan perselisihan. Seperti juga yang dinyatakan oleh penulis kitab Yudas “mereka menuruti hawa nafsu, pemecah belah, dan dikuasi oleh keinginan-keinginan duniawi. Sama seperti jemaat Korintus tentang mengunggulkan manusia akhirnya mereka terpecah belah hanya karena manusia” (Yudass 1:18-19).

Paulus juga menyatakan kepada mereka bagaimana manusia duniawi tidak memiliki hikmat Tuhan sehingga tindakan seperti tindakan orang yang tidak mengenal kebenaran. Hikmat yang mereka gunakan adalah hikmat dari dunia, nafsu, dan setan-setan seperti yang diungkapakan oleh (Yakobus 3:15).

Frasa sarkikos anthropos juga dapat diartikan sebagai manusia hidup dalam kecemaran dan kedagingan atau manusia duniawi yang hidupnya ada pada level kedagingan yakni dikuasai nafsu dan dosa serta amarah. Karena mereka manusia duniawi tidak bisa mengerti firman Kristus (Yohanes 8:43). Hikmat duniawi mereka yang ditinggikan dan mendapat tempat teratas dalam hidupnya adalah kebodohan bagi Allah (1 Korintus 1:20; 3:19) sebab mereka menolak Kristus yang adalah kekuatan dan hikmat Allah (1 Korintus 1:23-24).

Sifat yang menonjol dalam jemaat Korintus adalah ketidakdewasaannya, yang mana terlihat pada perbedaan yang masih dikuasai oleh jiwa persaingan lama yang penuh dosa, sombong, dan egois yang berdampak pada perseteruan, perselisiahan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, dan roh pemecah yang seperti Paulus ungkapkan dalam kitab Galatia (Galatia 5:20). Paulus dengan peringatan keras mengecam ketidakdewasaan hidup mereka.

Perbuatan yang mencerminkan sifat dari ketidak dewasaan itu terjadi yakni pada saat terjadi klaim pemimpin rohani yang diidolakan jemaat. Keadaan yang menonjolkan pemimpin manusia dan membawa skat-skat perpisahan dapat meng-akibkan terjadinya perpecahan jemaat karena mereka berusaha membandingkan antara rasul yang satu dengan rasul yang lainnya, sehingga akhirnya terjadi iri hati, dengki dan perselisihan; jauh dari tabiat seperti Kristus. Karena masih belum dewasa atau masih bayi-bayi rohani.

Hal ini membuktikan bahwa jemaat Korintus adalah jemaat yang merasa diri sudah dewasa, merasa dekat dengan para rasul, namun sejatinya mereka tidak memiliki manusia rohani disebabkan adanya perselisihan, iri hati dan segala yang jahat seperti manusia yang tidak memiliki Roh Allah. Mengira diri manusia rohani dengan bermacam-macam karunia yang mereka miliki, tapi pada dasarnya mereka adalah manusia sarkikos, yaitu manusia yang tidak dapat diajar dan tidak mau bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan dan pimpinan Roh Kudus.

Seharusnya dengan adanya kebenaran Alkitab maka orang dapat melihat dan mengenali sendiri berdasarkan kebenaran yang hakiki. Sebab roh perpecahan bekerja berdasarkan asas-asas manusiawi. Paulus melakukan koreksi dan peringatan kepa-da jemaat Korintus dan juga peringatan bagi orang percaya masa kini. Bahwa mereka yang belum dewasa cenderung untuk memisahkan diri, lebih penting, merasa eksklusif dan tidak dapat bersekutu erat dengan saudara seiman lainnya.

Menjauhi iri hati dan perselisihan harus menjauhkan untuk mengidolakan orang secara sepihak dan mengklaim idolanya yang paling benar walaupun yang menjadi panutan seperti Paulus, Apolos dan Petrus. Tetapi kenyataannya idola telah menimbulkan perselisi-han dan kebanggan yang palsu diantara jemaat. Sebab kedewasaan rohani seorang Kristen dapat ditentukan dari sikapnya dalam menjalani kehidupan dengan sesama.

Jika masih ada iri hati dan perselisihan, saling menjatuhkan dan menyombongkan pemimpinnya, sebenar-nya ia belum dewasa dalam Kristus. Karena hal itu suatu kesombongan yang mengultuskan manusia dan menganggap apa yang diidolakan dapat membawa pada nilai kekal. Dan ini tidak sejalan dengan pemikiran Allah bahwa mereka yang mengidolakan para rasul dan segala apa yang telah dilakukan rasul bukanlah hikmat dan kepandaian para rasul melaikan kebenaran Allah atau Injil yang harus dipahami secara rohani.

Daulany mengungkapkan bahwa penyebab perselisihan gereja adalah ketidak-dewasaan anggotanya. Yakobus juga menyatakan bahwa kekacauan seperti perselisihan dan perpecahan adalah akibat dari adanya iri hati. Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat (Yakobus 3:16).

Manusia duniawi diperintah oleh naluri alamiahnya, diperbudak dan diintervensi oleh kedagingan serta hawa nafsunya yang berada di bawah kendali kuasa iblis. Manusia duniawi ini menjadi sahabat dunia terlebih manusia duniawi tidak akan mendapat bagian sebagai anggota keluarga kerajaan Allah.

Paulus memberikan teguran dan peringatan supaya orang kristen tidak melepaskan kewajiban-kewajiban moral dan juga harus menja-lankan supaya tidak ada bahaya kedurhakaan. Kualitas iman itu sendiri dapat nampak dari penguasaan diri, yaitu dengan mengampuni orang yang bersalah dan tidak meremehkan kehidupan.

II. Karakteristik Manusia Rohani dalam Yesus Kristus

Sedangkan kata πνευματικός ἄνθρωπος (pneumatikos anthropos) diterjemahkan sebagai ‘manusia rohani’ dalam Alkitab terjemahan Bahasa Indonesia (1 Korintus 3:1). Diartikan sebagai orang yang dipenuhi dengan Roh dan hidup dipimpin oleh Roh. Dewasa dalam kerohanian bukanlah perihal pertumbuhan fisik semata. Kedewasaan seseorang juga tidak ditentukan berdasarkan usia dan memiliki rentang waktu lama dalam mengiring Tuhan. Meski umur bertambah dan predikat tua disandang, belum tentu cara pikir juga bertambah matang.

Di sisi lain, tidak sedikit ada orang berusia muda yang menunjukkan kedewasaan dan matang dalam menajalani kehidupan baik dalam berpikir, bertindak, dan mengambil keputusan. Pernyataan Paulus kepada Timotius memberikan makna baru bahwa apa yang disebut dengan manusia rohani adalah mereka yang melakukan kehendak Allah, hidup beribadat dan senantiasa percaya kepada Yesus, tabah dalam menghadapai segala perkara dan terlebih penting ramah dan lemah lembut kepada sesama (1 Timotius 6:11).

Definisi manusia rohani adalah sikap hidup yang mengantungkan diri kepada Allah serta memiliki pengenalan akan Kristus sebagai bagian dari keinginan Tuhan untuk memimpin orang percaya terus menjadi berkat. Karena manusia rohani adalah manusia yang masih memiliki tubuh dan jiwa namun karakter dan sifat seperti Yesus yang menjadi nilai penting dalam predikat itu.

Watchman Nee, menyatakan bahwa manusia rohani juga memiliki pikiran, namun saja kini pikirannya tidak liar tetapi pikirannya di tuntun oleh Tuhan. Manusia rohani juga adalah manusia dalam proses menjadi manusia baru yang terus menerus diperbaharuhi untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar penciptanya yaitu Allah.

Sehingga membawa kedewasaan rohani dapat diterapkan dalam kehidupan orang percaya untuk terus berpegang teguh kepada kebenaran dan terus bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala (Efesus 4:15). Sebab ukuran Pertumbuhan rohani terlihat dari relasi orang percaya dengan Yesus Kristus yang mana Imannya terus diproses. Sebab iman sejati akan terus bertahan di dalam penderitaan dan kesengsaraan, di tengah-tengah berbagai pencobaan dan tawaran kenikmatan dunia yang menggoda.

Senada dengan apa yang disampaikan Stephen Tong, Erastus Sabdono menekankan bahwa gairah orang percaya yang dikerjakan oleh Roh Kudus membuat orang yang didalam kristus Yesus adalah orang yang memiliki gairah, spirit dan hasrat seperti yang ada pada Yesus sehingga prilaku menjadi manusia rohani sama seperti prilaku Yesus.

1. Meninggalkan Sifat Kanak-kanak

Kedewasaan rohani juga dapat dikerjakan dengan membuang sifat kekanak-kanakan. Yang sejatinya kekanak-kanakan itu hanya memerlukan makanan lembut dan susu namun tidak bisa menerima makanan keras. Karena kedewasaan rohani dalam pertumbuhannya sangat diharapkan sebagai orang yang percaya kepada Yesus dengan segala kedewasaannya.

Paulus juga memberikan pengertian kepada jemaat korintus supaya meninggalkan sifat kekanak-kanakan dan pola pikirnya. Rasul Paulus mengatakan: ”Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu” (1 Korintus 13:11).

Merujuk kepada jemaat Tuhan yang ada di kota Korintus, Paulus memberikan pengertian bahwa sesungguhnya ketika sudah lama menjadi pengikut Kristus atau menjadi orang Kristen tidak menjadi jaminan bahwa seseorang memiliki kehidupan rohani yang bertumbuh dan menghasilkan buah, karena ada banyak orang Kristen yang kualitas hidupnya tidak jauh berbeda dengan orang-orang di luar Tuhan, sehingga hidupnya bukannya menjadi berkat bagi orang lain tapi menjadi batu sandungan dan cacian terhadap kekristenan.

Dan seharusnya orang percaya sebagai manusia rohani tidak memberikan kesempatan kodrat dosanya hidup, sebaliknya mematikan kodrat dosa digantikan dengan kodrat ilahi. Supaya pikirannya menjadi mengenal kebenaran dan membawa pikiran itu untuk tunduk dan takluk kepada otoritas firman Tuhan. Karena kebenaran Frman itu yang memperbaharui pikiran. Seperti yang diingkan Paulus kepada jemaat di Roma, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Roma 12:2).

2. Menerima Makanan Keras

Kedewasaan rohani sangat dibutuhkan oleh orang Kristen agar kehidupan mereka sungguh mendemonstrasikan karakter Kristus. Orang percaya yang dewasa rohani akan memiliki iman yang kokoh di tengah gencarnya serangan pengaruh pengajaran yang menyesatkan dan di tengah berbagai hantaman badai kehidupan.

Untuk bisa bertumbuh menjadi dewasa dalam kerohanian orang percaya sudah tidak membutuhkan susu tetapi makanan keras, makanan keras yang dapat memberikan energi lebih bagi aktivitas kerohanian sehingga dapat menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai sejahtera kepada sesama dan terlebih orang percaya semakin serupa dengan Kristus (Ibrani 12:11).

Dalam 1 Korintus 3:2 tidak dewasa dalam Kritus menerangkan sebutan yang terakhir sebagai népios, sedangkan sebutan sebagai orang yang bersifat daging (sarkinos) dan diungkapkan lagi oleh Paulus dalam 1 Korintus 3:3-4. Hal itu mengingat kehidupan kerohanian jemaat Korintus adalah bayi rohani di dalam Kristus, maka Paulus tidak dapat memberikan makanan keras kepada jemaat Korintus dan hanya diberikan susu (1 Korintus 3:2a).

Karena Paulus tahu akan kehidupan kerohanian jemaat Korintus. Bahwa dari dulu jemaat Korintus hanya siap menerima pengajaran-pengajaran dasar Kristen, bukan yang bersifat lanjutan (Ibrani 5:11-14). Dari sejak awal pelayanan di Korintus Paulus hanya bisa menyampaikan ajaran-ajaran dasar kekristenan. Dengan demikian, 1 Korintus 3:1-2 dipahami sebagai teguran dan nasehat supaya mereka mengganti jenis makanan rohani mereka.

Mereka seharusnya sudah menikmati makanan keras, sehingga pertumbuhan rohani dapat menghasilkan pribadi yang tahan dalam menghadapi angin pengajaran sesat maupun kesombongan yang mengultuskan pemimpin rohani. Oleh karena itu mereka tidak dapat memakanan makanan keras sekalipun sudah lama di bawah bimbingan pelayanan Paulus, sebab mereka tidak memperlihatkan kemajuan dalam pengetahuan Kristen mereka. Perhatikanlah, orang-orang Kristen yang tidak berusaha untuk tumbuh dalam kasih karunia dan pengetahuan memang layak untuk ditegur.

3. Menjadi Pembawa damai

Rasul Paulus memberikan pesan kepada jemaat Korintus yang tidak dewasa dalam kerohanian dalam memandang sikap perbedaan. Karena, menurut Matthew Hendry, dalam perjalanan rohani jemaat Korintus mengungkapkan adanya roh perpecahan. Orang percaya di kota Korintus mengabaikan kesatuan, atau mereka tidak mempedulikan saudara seiman.

Tidak taat pada ajaran firman dan tidak memperhatikan kesatuan sehingga berdampak pada sikap dan pola pikir yang egois, mementingkan diri sendiri maupun golongan. Paulus menegur mereka karena keduniawian mereka, dan mengungkap perbantahan dan perselisihan mereka mengenai para pelayan sebagai buktinya: Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?

Mereka berseteru, bertikai, dan terpecah-belah mengenai pelayan-pelayan, sebab seorang berkata: “Aku dari golongan Paulus,” dan yang lain berkata: “Aku dari golongan Apolos.” Ini merupakan bukti bahwa mereka masih bersifat duniawi. Sedangkan kepentingan dan kesenangan duniawi sudah mengombang-ambingkan mereka terlalu jauh. Perbantahan dan perselisihan mengenai agama ataupun pemipin merupakan bukti menyedihkan dari keduniawian yang masih tersisa dalam diri untuk menonjolkan kesombongan.

Hal ini yang terjadi dalam jemaat Korintus, seperti Paulus mengungkapkan kepada jemaat tidak dapat berbicara dengan mereka seperti dengan manusia rohani. Hal ini dikare-nakan mereka tidak berdiri teguh, mereka tidak hidup berdasarkan pewahyuan Roh Kudus, namun mereka masih di bawah roh kedagingan yang mementingkan nama dan golongan.

Paulus dengan jelas bahwa mementingkan golongan adalah bukti bahwa mereka masih manusia duniawi. Berbanding berbalik dengan manusia rohani, mereka yang mau bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan dan menjadi dewasa dalam Kristus, tidak akan terkhamiri oleh orang lain maupun golongan-golongan yang ada disekitarnya. Orang percaya juga harus menempatkan dirinya sebagai satu kesatuan di dalam tubuh Kristus sebagai bagian keluarga dan kewarganegaraan Allah.

Dan menganggap apa yang terjadi dalam pelayanan bukan suatu persaingan atau pertandingan melainkan mengarah kepada kesatuan sebagai tubuh Kristus yang saling melengkapi, tterlebih memfokuskan diri kepada apa yang diinginkan Tuhan secara personal maupun global dengan adanya energi dari kesatuan yang saling bergandengan tangan. Karena sejatinya orang percaya yang memiliki kerohanian yang dewasa dapat menjadi terang dan garam dalam lingkungan walaupun banyak perbedaan.

Melihat dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh orang Kristen yang tidak dewasa secara rohani, maka adalah suatu keharusan bagi orang Kristen untuk mengalami kedewasaan rohani. Hal ini dilakukan agar kehidupan mereka tidak menjadi sumber masa-lah dalam gereja, menimbulkan konflik dalam gereja, namun mau giat terlibat dalam pekerjaan Tuhan, sehingga hidupnya menjadi kesaksian yang hidup dan menjadi berkat bagi orang lain.

Maka dari itu, orang percaya sebagai bagian dari anggota gereja perlu diajar dan dibina agar bertumbuh menuju kedewasaan rohani. Beberapa tanda dari seseorang yang sudah dewasa rohani, diantaranya: tanda pertama, memiliki pengetahuan yang benar tentang firman Tuhan.

Baca Juga: Eksposisi 1 Korintus 3:1-9 (Pola Penyelesaian Perselisihan)

Oleh sebab itu, orang Kristen harus memiliki kede-wasaan rohani agar mampu menciptakan kerukunan dan kedamaian yang indah di dalam gereja. Dengan demikian gereja akan menjadi tempat yang disenangi oleh banyak orang sehingga mereka tertarik untuk datang ke rumah Tuhan. Seperti yang dinyatakan oleh Yesus bahwa berbahagialah orang yang membawa damai karena mereka akan disebut anak-anak Allah (Matius 5:9) Membawa damai adalah perbuatan yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sedang dihadapi supaya persoalannya selesai.

Kesimpulan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia duniawi dapat menimbulkan berbagai macam persoalan dan pertikaian yang dapat mengancam keberlangsungan iman secara persoanal maupun pandangan yang buruk terhadap kekristenan. Manusia duniawi dapat menjadi pemicu iri hati sehingga terjadi pertengkaran dan perselisihan karena pola pikir dan pengenalan akan Tuhan tidak menjadi prioritas dalam hidupnya. 

Ketidakdewasaan dalam berpikir dan bertindak menjadikan pribadi bersifat kekanak-kanakan, tidak dapat membawa terang dan garam di tengah kehidupan orang percaya, bahkan bagi mata orang yang belum mengenal Allah.

Karakteristik manusia duniawi yang mengacu pada belum dewasa dalam Kristus, dan makanannya masih sebatas susu, serta memiliki sikap iri hati, perselisihan dan hidup secara duniawi. Sementara sifat manusia rohani dalam Yesus Kristus memiliki rciri meninggalkan sifat kanak-kanak, menerima makanan keras dan men-jadi pembawa damai. Sehingga, dapat diharapkan manusia rohani harus terus bertumbuh dan memiliki kesadaran untuk berubah dalam segala hal yang baik agar manusia rohani dapat bermanfaat dan memberikan buah yang baik bagi kehidupan orang percaya masa kini. -Yonatan Alex Arifianto
Next Post Previous Post