EKSPOSISI LUKAS 10:25-37 (KONSEP SESAMAKU MANUSIA)

Horbanus Simanjuntak.

Penulis injil Lukas menekankan agar orang Kristen menyadari perlunya pesan Yesus, yaitu memberitakan injil ke ujung bumi dan melaksanakan hukum kasih (Conzelmann, 1960: 95-99). Orang Kristen bukanlah membahayakan bagi negara, tetapi justru membantu negara untuk mengentaskan kemiskinan dan kemeralatan rakyat dengan mempraktek kan cinta kasih kepada semua orang. Lukas menonjolkan, bahwa Yesus solidaritas dan sangat peduli terhadap orang miskin (Lukas 4:18-19). 
EKSPOSISI LUKAS 10:25-37 (KONSEP SESAMAKU MANUSIA)
otomotif, tutorial, gadget
Karena itu, orang Kristen harus mempraktekkan imannya melalui tindakan dengan penuh cinta kasih. Mengenai kedatangan Yesus bukanlah masalah kapan, tetapi bagaimana tindakan orang Kristen dalam penantian parousia (Conzelmann, 1960:99-100). Tindakan orang Kristen tersebut sebagai perwujudan kerajaan Allah yang dapat dirasakan dalam kehidupan kini melalui cinta kasih, seperti kepedulian yang membebaskan setiap orang dari kemiskinan, ketertindasan dan belenggu penderitaan hidup (Lukas 4: 18-19)

1. Analisis Bentuk Teks Lukas 10: 25-37

Judul perikop Lukas 10: 25-37 adalah “Orang Samaria Yang Baik Hati.” Teks ini dibagi dalam beberapa bentuk: 

Lukas 10: 25-29: bentuk dialog, yaitu antara Yesus dan seorang ahli Taurat. Ayat 27adalah pengakuan iman dan pengetahuan dari seorang ahli Taurat. Ayat 28 adalah perintah Yesus kepada ahli Taurat untuk melakukan pengakuan imannya. Ayat 29 adalah pembelaan diri ahli Taurat yang menyatakan, bahwa dia adalah benar. 

Lukas 10: 30-35: bentuk perumpamaan suatu cerita yang berupa kiasan yang dipergunakan oleh Yesus untuk menjelaskan konsep sesama manusia yang sebenarnya. 

Lukas 10: 36-37a: lanjutan dialog yang menegaskan tentang sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun. Ayat 37b: bentuk perintah, setelah ahli Taurat itu menjawab pertanyaan Yesus dengan jawaban, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya,” maka Yesus berkata, “Pergilah dan perbuatlah demikian!”

Konteks hidup atau sosial (sitz in leben) dari perikop teks (Lukas 10: 25-37) adalah adat istiadat atau tradisi yang menyangkut budaya atau agama. Tradisi orang Yahudi tentang sesama manusia, bahwa sesamanya adalah orang yang memiliki ikatan hubungan dengan mereka, khususnya agama dan bangsa. Berhubungan dengan hal itu, penulis injil Lukas menuliskan pandangan Yesus yang menembus pandangan atau pemahaman orang Yahudi, bahwa sesama manusia tidak dibatasi oleh satu agama dan bangsa, bahkan orang yang dianggap musuh atau memusuhipun adalah sesama manusia yang harus ditolong/dikasihi..

3. Kajian arti Sesamaku Manusia dalam Lukas 10: 25-37

Lukas 10: 25-28: Mengasihi sesama untuk memperoleh hidup kekal.

Bagian ini adalah teks paralel dari Markus 12: 28-34 dan Matius 22: 34-40 yang berisikan tentang hukum yang terutama dan pertama. Perbedaan ketiga teks ini, Lukas 10: 25-28 dan Matius12:28-34 sama-sama menyebutkan, bahwa seorang ahli Taurat bertanya untuk mencobai Yesus. 

Sedangkan dalam Markus 12: 28-34 disebutkan, seorang ahli Taurat yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: “Hukum manakah yang paling utama?”Dalam ayat 25 disebutkan, penulis injil Lukas memakai kata (nomikos) untuk menyebut seorang ahli Taurat. 

Kata (nomikos) memiliki arti ahli Taurat yang tidak melalui pendidikan formal, melainkan melalui proses yang harus dipenuhi sesuai dengan peraturan Yahudi yang terdapat di dalam kitab Musa (Morris, 1995: 205). Berbeda dengan kata yang dipergunakan oleh Markus, yaitu (grammateus) yang artinya sarjana Taurat, suatu gelar ahli Taurat yang diperoleh melalui pendidikan formal (Marshall, 1978: 440).

Seorang ahli Taurat itu bertanya kepada Yesus, “Guru, apa yang harus aku perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Konsep hidup kekal bagi ahli Taurat itu adalah hidup tanpa akhir. Tetapi hidup kekal yang dimaksud pada bagian ini bukanlah seperti yang dipahami oleh ahli Taurat tersebut, melainkan keselamatan di dalam kehidupan dengan Allah pada saat ini dan saat yang akan datang, yaitu hidup sejati (band. Boland, 1996: 226, hidup kekal yang dimaksud bukan hanya dalam arti kuantitas hidup, tetapi juga dengan kualitasnya). 

Di sini perkataan“hidup kekal” mau memperlihatkan kepada Teofilus, bahwa hidup kekal hanya diperoleh dari Allah dan hidup kekal adalah hidup di dalam Roh bersama dengan Allah, yaitu suatu hidup didalam keselamatan yang dinyatakan di dalam kehidupan kini (band. Yakobus 2: 17, “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati”; Filipi 2: 12, “ tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar”)

Respon Yesus terhadap pertanyaan ahli Taurat itu dengan bertanya, “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kau baca di sana?” (ayat 26). Pada ayat 27, ahli Taurat itu menggabungkan Ulangan 6: 5 (mengasihi Tuhan Allah) dan Imamat 19: 18 (mengasihi sesama manusia), dengan alasan karena inilah inti dari seluruh hukum Taurat (Buthrich (ed), 1952: 193). 

Dalam teks, kata “sesama” yang dipergunakan dalam injil Lukas adalah plhsi,on (Lukas 10: 29, 36;Kis. 7: 27). Menurut orang Yahudi, “sesama” adalah orang yang satu komunintas agama dan bangsa. (band. Matius 5: 43-48). Ada kemungkinan juga orang asing yang ada dalam lingkungan orang Yahudi yang sudah menjadi satu komunitas dengan orang Yahudi dalam agama, itu yang disebut proselit/bukan orang Yahudi yang memeluk agama Yahudi. Sedangkan menurut Yesus, tidak terbatas pada ikatan hubungan apapun.

Lukas 10: 29: Siapakah Sesamaku Manusia? Pada ayat 28, Yesus membenarkan jawaban ahli Taurat itu. Itu sebabnya, Yesus berkata kepada ahli Taurat itu, “perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup” (ayat 28). Untuk membenarkan dirinya, ahli Taurat itu berkata kepada Yesus, “Siapakah sesamaku manusia?” Pertanyaan ahli Taurat ini menunjukkan, sepertinya dia tidak mengetahui tentang “siapa sesamanya manusia”berdasarkan pandangan bangsanya (Geldenhuys, 1951: 311). Dia menginginkan jawabanYesus menyimpang dari ketentuan para rabbi Yahudi (Meyer, 1983: 391).

Lukas 10: 30-35: Perumpamaan yang Menjelaskan, Siapakah Sesamaku Manusia. Tjandra menjelaskan pandangan Philo, bahwa hukum Taurat Musa perlu dijelaskan dengan metafora atau perumpamaan dalam arti rohani (Tjandra, 1996: 126). Dalam pengajaran-Nya, Yesus banyak memakai perumpamaan (Buthrick, 1962: 195; Hunter, 1998: 1-23). 

Dalam Lukas10: 25-37, khususnya ayat 30-35, Yesus menjelaskan, “siapakah sesamaku manusia”dalam bentuk perumpamaan. Bentuk pengajaran dengan menggunakan perumpamaan untuk mempermudah memahami inti dan arti yang sedang diajarkan, karena dalam perumpamaan itu terdapat kebenaran yang nyata. Dengan demikian, pendengar diajak berpikir untuk menemukan kebenaran itu (Hunter, 1998: 11-14)

Yesus memulai perumpamaan itu, ada seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho (ayat 30), dia adalah seorang Yahudi (Morris, 1995: 206; Boland, 1996: 271; Buthrick, 1962:196). Pendapat dia adalah seorang Yahudi dihubungkan dengan penanya, seorang Yahudi (ahliTaurat). Seseorang itu jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi juga memukulnya sampai setangah mati, sesudah itu para penyamun itu meninggalkannya. 

Dalam perumpamaan ini, Yesus menempatkan korban itu sebagai seorang yang harus ditolong. Yesus menyebutkan ada beberapa orang yang berjalan melalui jalan itu, yaitu jalan tempat si korban yang sedang terkapar setengah mati. Orang pertama yang lewat adalah imam dan kedua seorang Lewi. Kedua orang itu adalah pejabat bait Allah. Imam dan orang Lewi adalah orang Yahudi yang memegang teguh Torah dan mempertahankan kekudusannya dari perbuatan yang najis (Kraybill, 1993: 173). 

Disebutkan, seorang imam dan seorang Lewi itu melewati si korban itu dari seberang jalan (ayat 31, 32). Dalam ayat 33-35disebutkan, lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kau belanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.

Mengapa dalam perumpamaan ini Yesus menampilkan orang ketiga yang lewat jalan itu seorang Samaria? Sejak lama, orang Yahudi dan Samaria terlibat permusuhan etnis dan agama. Daerah Samaria terletak di antara Yudea. Bangsa Samaria muncul sekitar tahun 400SM dari perkawinan campur antara bangsa Yahudi dan bangsa lain. Hal ini membuat orang Yahudi menganggap mereka lebih hina daripada orang kafir. 

Dikatakan, bahwa setiap orang yang disentuh atau ditumpangi oleh orang Samaria adalah sudah najis, sama halnya rumah penginapan juga najis, apabila orang Samaria menginap di tempat itu. Bahkan orang yang bergaul dengan orang Samaria dianggap sudah najis. Kejahatan yang sering dilakukan oleh orang Samaria adalah menyerang orang Yahudi yang berziarah ke Yerusalem (Kraybill, 1993: 174-175; Hortensius, 1992: 137). 

Yesus memperlihatkan orang Samaria itu bermurah hati terhadap korban yang tidak berdaya yang setengah mati itu. Sekalipun si korban adalah seorang Yahudi yang adalah musuhnya dan yang memusuhinya, bahkan kaum si korban menganggap orang Samaria hina dan najis.

Sepertinya menjadi kebiasaan, pejalan jauh atau saudagar membawa anggur dan minyak zaitun (Barclay, 1996: 201). Biasanya benda-benda tersebut dipergunakan untuk menghangatkan tubuh atau untuk bahan bakar lampu atau obor di perjalanan pada malam hari hari. Tetapi orang Samaria itu tidak memikirkan keperluannya. Dalam pikirannya hanya menolong korban yang setengah mati itu. Benda itu juga sebagai antiseptic pembersih dan obat luka (Morris,1995: 207).

Orang Samaria itu berkorban untuk keselamatan orang yang kena samun itu. Dua dinar yang diberikannya kepada pemilik penginapan itu adalah ukuran upah pekerja selama dua hari. Dalam Matius 20: 2 disebutkan, satu dinar sama dengan upah satu hari bagi seorang pekerja (Boland, 1996: 273).

Perumpamaan ini menegaskan, bahwa sesama manusia adalah setiap orang dari setiap latar belakang dan tidak membeda-bedakannya, yang harus dikasihi seperti mengasihi diri sendiri.

Lukas 10: 36-37: Jawaban yang mutlak benar.

Yesus menyelesaikan percakapannya dengan orang Samaria itu dengan mengarahkannya untuk memberi jawaban yang tepat sesuai dengan pilihannya, “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?”(ayat 36). Orang Samaria itu memberikan jawaban yang tepat dari lubuk hatinya yangdalam, "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” 

Jawaban orang Samaria ini menembus batas yang sudah lama menjadi keyakinannya, bahwa sesamanya manusia bukanlah hanya orang yang satu agama dan bangsa, tetapi juga setiap orang, apapun latar belakangnya adalah sesama manusia. Terjadi perubahan konsep tentang sesama manusia dalam pandangandan kehidupan ahli Taurat tersebut. Atas jawaban tersebut, kata Yesus kepadanya, : "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"

4. Makna Teologis Sesamaku Manusia

Dasar untuk memahami makna teologis “sesamaku manusia” adalah penyataan kasih Allah kepada manusia. Penulis injil Lukas menuliskan tujuan kedatangan Yesus ke dunia untuk menyelamatkan seluruh bangsa (Lukas 2:10-11). 

Dia datang ke dunia, karena Allah mengasihi dunia supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16). Rasul Paulus berkata kepada jemaat di Roma, “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani” (Roma 1:16).

Allah mengasihi semua manusia ciptaan-Nya. Itu sebabnya, demi keselamatan manusia, Dia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, yaitu Yesus. Inilah Injil yang menyelamatkan setiap orang yang percaya. 

Kepada jemaat Galatia, Paulus berkata, “Dalam hal ini tidak adaorang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” (Galatia 3: 28; band. Kolose 3: 11, “dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan didalam segala sesuatu”). Keterangan-keterangan tersebut menjelaskan, bahwa semua manusia sama di hadapan Allah. Itu berarti semua manusia adalah sesamaku.

Dalam Yohanes 14: 12, Yohanes menuliskan perkataan Yesus, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu.” Artinya, karena Yesus mengasihi manusia, maka setiap orang yang percaya kepada-Nya lebih mengasihi sesamanya (band. 1 Yohanes 3: 23, “Dan inilah perintah-Nya itu: supaya kita percaya akan namaYesus Kristus, Anak-Nya, dan supaya kita saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita”). 

Yohanes dengan tegas mengatakan, “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita” (1 Yohanes 3: 16). Dalam konteks, Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya, Yesus berkata: “sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yohanes 1315). 

Setiap orang yang percaya kepada Yesus wajib hidup sesuai dengan teladan hidup Yesus. Mengasihi adalah kehidupan-Nya. Kasih-Nya menjadi dasar bagi orang percaya untuk hidup saling mengasihi (Yohanes 4: 19, “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita”)

Penekanan dalam Lukas 10: 25-37 adalah “siapakah sesamaku manusia" yang harus dikasihi? Kasih seorang Samaria kepada seorang Yahudi yang setengah mati itu menjadi jawaban, bahwa sesamaku manusia adalah semua manusia, yang tidak dibatasi oleh apapun (seperti suku, budaya, agama, bangsa dan perbedaan lainnya), bahkan yang dianggap musuh oleh kaumnya dan yang memusuhi kaumnya. 

Kata kasih yang dipergunakan dalam Lukas 10: 27adalah kata kerja (agapao), yang artinya mengasihi tanpa batas atau pamrih, bahkan mengasihi dengan berkorban perasaan, harta dan nyawa. Dalam teks tersebut tertulis (agapeseis) dalam bentuk kata kerja present imperatif aktif orang kedua tunggal. Bentuk kata tersebut memberi makna, bahwa mengasihi pada waktu kini dan terus-menerus (arti present dalam bahasa Yunani) kepada siapa saja yang memerlukan pertolongan, dan menciptakan kedamaian, kerukunan dan kesatuan.

Di akhir percakapan Yesus dengan seorang ahli Taurat, Yesus bertanya, “Siapakah diantara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ketangan penyamun itu?" (Lukas 10: 36). Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belaskasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!" (Lukas 10: 37). 

Kata perbuatlah yang dipakai dalam teks tersebut adalah (poiei), yaitu kata kerja present imperatif aktif orang kedua tunggal. Kata (poiei) memiliki makna, agar ahli Taurat itu terus-menerus melakukan yang sama seperti yang dilakukan oleh orang Samaria itu. Itulah kehidupan kasih yang menjadi kewajiban setiap orang percaya, mengasihi sesama manusia pada setiap waktu.

RELEVANSI MENGASIHI SESAMA MANUSIA DALAMKONTEKSINDONESIA

Setelah Allah menciptakan manusia (Adam dan Hawa), “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi" (Kejadian 1: 28). 


Perkataan “taklukkanlah dan berkuasalah,” menunjukkan, bahwa manusia itu memiliki keistimewaan, diciptakan menurut gambar Allah (Kejadian 1: 27), yang diberitanggungjawab untuk memelihara. Dengan satu alasan, karena segala yang dijadikan Allah itu, sungguh amat baik (Kejadian 1: 31). Semua ciptaan memiliki ekosistem (adanya hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya). Karena itu, semua ciptaan Allah harus dipelihara dan dilestarikan, sehingga terbentuk keharmonisan hidup di antara semua makhluk hidup.

Hukum mengasihi sesama manusia memiliki arti turut memberi kehidupan yang sepantasnya bagi semua makhluk hidup, yaitu suatu kehidupan yang memiliki standart, seperti ketika Allah melihat segala yang diciptakan-Nya itu sungguh baik adanya (band. Kejadian 1: 10b, 12b, 18b, 21b, 25b, 31a). 

Sekalipun keharmonisan makhluk ciptaan Allah telah rusak sebagai akibat kejatuhan manusia kedalam dosa, namun setiap orang percaya dipanggil untuk mewujudkan tujuan Allah semula, yaitu untuk memelihara semua ciptaan, sehingga terbentuk keharmonisan. Karena semua makhluk memiliki hubungan timbal balik yang saling terkait serta membutuhkan satu dengan yang lain. 

Karena itu, bumi dan isinya (laut, hutan, unggas, binatang dan lainnya) harus dipelihara dan dijaga kelestariannya, karena semuanya itu berdampak terhadap kehidupan manusia. Itulah yang menjadi penyebab, manusia diciptakan setelah alam semesta dan isinya diciptakan oleh Allah, dengan tujuan agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya dari ciptaan lain (band. Kejadian 1: 28,; Kejadian 2: 15-16).

Selain membentuk keharmonisan dengan makhluk ciptaan lain, orang percaya di Indonesia memiliki tanggungjawab untuk menumbuhkan, memelihara dan melestarikan keharmonisan hubungan sesama anak bangsa, sekalipun dalam keberagaman suku, budaya, agama dan lain-lain. Semboyan negara Bhineka Tunggal Ika harus diimplementasikan dalam kehidupan keseharian di setiap tempat dan waktu. 

Semboyan ini adalah perwujudan dari hukum mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri, yang memandang semua manusia adalah sama dan tidak pandang bulu. Karena itu, ada beberapa bidang kehidupan yang menjadi perhatian dan tanggung jawab orang percaya dalam arti gereja terhadap negara, seperti:

Gereja ikut dalam tindakan nyata dalam pembangunan nasional, seperti mengentaskan kemiskinan, memberi kehidupan yang layak dan sepantasnya, pembangunan ekonomi, mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan (beasiswa dan sarana serta prasarana pendidikan lainnya), penegakkan hukum yang berkeadilan, penegakkan hak asasi manusia, dan sebagainya tanpa membedakan ras, golongan atau kelompok dan agama. 

Gereja ikut menumbuhkan, membina, memelihara dan melestarikan hubungan yang harmonis dengan sesama anak bangsa. Hubungan harmonis dengan sesama gereja, antar gereja, antar pemeluk agama yang lain, antar suku, antar budaya dan menunjukkan sikap saling toleransi. Perbedaan adalah kekayaan yang harus dipelihara.

Untuk menjaga keutuhan bangsa, gereja harus ikut menjaga empat pilar kebangsaan Republik Indonesia, yaitu: Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika. Empat pilar kebangsaan ini adalah tiang penyangga yang kokoh untuk menjaga keutuhan bangsa Republik Indonesia.

Selain hal di atas, hal yang sangat penting gereja tetap medoakan bangsa dan negara serta semua aparatur negara (band. Yeremia 29: 7, “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.”; 1 Timotius 2: 1-3, “Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan. Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita).

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN 

Konsep “sesamaku manusia” tidak dibatasi pada satu ikatan (kelompok, golongan, suku, budaya, agama dan bangsa), tetapi semua orang. Pemahaman tentang “sesama manusia” yang dibatasi oleh ikatan tertentu akan berdampak kepada kerusakan kesatuan dan persatuan. 

Dalam Lukas10:25-37. Yesus memberi pemahaman tentang “siapakah sesamaku manusia” yang menembus batas-batas primordial. Sesama manusia adalah semua orang dari semua latar belakang suku, budaya, agama dan bangsa, bahkan musuh atau yang memusuhi. Karena itu, setiap orang percaya memiliki tanggungjawab untuk mengasihi sesama manusia melalui tindakan konkret pada setiap tempat dan waktu. 

Menjaga keutuhan bangsa Republik Indonesia adalah tanggungjawab setiap orang. Untuk itu gereja berperan untuk menumbuhkan, membina, memelihara dan melestarikan keharmonisan hubungan dalam keberagaman. Arti dan makna Bhineka Tunggal Ika selaras dengan arti dan makna sesamaku manusia dalam Lukas 10: 25-37. Karena itu, keberagaman harus dipelihara, karena merupakan kekayaan bangsa Indonesia. Itulah arti dan makna mengasihi dalam konteks Lukas 10: 25-37, bukan hanya peduli dan menolong sesama, tetapi juga menjaga kehidupan yang harmonis dengan orang yang berbeda.

2. SARAN

Ungkapan “tak kenal, maka tak sayang” adalah ungkapan yang bertentangan dengan arti dan makna “sesamaku manusia” dalam Lukas 10: 25-37. Karena ungkapan tersebut memiliki arti,bahwa yang disayang hanya orang yang dikenal. Namun dari ungkapan tersebut muncul pemikiran, dalam konteks bangsa Indonesia, ada baiknya gereja-gereja di Indonesia, apapun denominasinya agar tetap menjalin tali kasih sayang dengan siapapun agar terwujud kehidupan harmonis. 

Jalinan tali kasih internal satu gereja, antar gereja, antar agama dengan menjauhkan kehidupan eksklusif (terpisah dari yang lain, karena sesuatu). Sebagai anak bangsa, sekalipun beragam, kita adalah satu. Gereja yang diberkati dan menjadi berkat bagi bangsa ini.
Next Post Previous Post