HARMONI PERBEDAAN PRIA-WANITA

Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong.

KELUARGA BAHAGIA

BAB V : HARMONI PERBEDAAN PRIA-WANITA

BACA: SURAT EFESUS 5 :22-29
------------------------
MENGHARGAI PERBEDAAN.

Sehubungan dengan perihal menghormati pernikahan, kini kita akan memfokuskan pembahasan pada “menghargai perbedaan”. Sebenarnya beberapa bagian ini sudah dibahas sebelumnya. Di sini kita akan membahas perbedaan yang mendasar dan menyeluruh dalam hal makna Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan.
HARMONI PERBEDAAN PRIA-WANITA
Laki-laki dan perempuan sama-sama diciptakan oleh Tuhan. Itu sebabnya, tidak sepatutnya pria menghina wanita dan sebaliknya, tidak seharusnya satu pihak menganggap pihak yang lain lebih rendah atau lebih remeh. Itu bukan ajaran Alkitab. Namun demikian, kita juga harus sadar dan mengerti bahwa memang ada perbedaan yang sangat menonjol dan prinsipiil antara pria dan wanita, sebagai persiapan jiwa kita ke dalam hidup pernikahan.

Alkitab berkata kepada kita, “Taatilah suami di dalam segala sesuatu” (Efesus 5:22). Suami akan senang sekali mendengar kalimat ini. Tetapi nanti dulu! Alkitab tidak cuma berkata agar istri menaati suami, tetapi suami juga harus mengasihi istri, seama seperti Kristus mengasihi jemaat. Di sini kita melihat keseimbangan ditandai dengan perbedaan. Kalau keseimbangan identik dengan keadilan, maka perbedaan identik dengan potensi yang berlainan.

[1]. OTORITAS DAN CINTA KASIH.

Mengapa dikatakan “Hai istri, taatilah suamimu”? Karena laki-laki lebih gila hormat. Oleh karena itu, laki-laki jangan sombong. Pria kalau dihormati oleh wanita, dia akan merasa hidup lebih berarti. Kalau pria kurang dihormati, ia merasa hidup tidak berarti, maka dia akan mengacau. Maka jika dikatakan, “Hai istri, taatilah suamimu,” bukan berarti pria boleh sewenang-wenang dan berbuat sembarangan, tetapi justru di sini tandanya bahwa ini keistimewaan pria, tetapi sekaligus juga menjadi kelemahan pria. 

Demikian juga dengan kalimat, “Hai suami, cintailah istrimu,” ini menunjukkan bahwa wanita lebihmemerlukan perasaan kasih, karena wanita mempunyai kelemahan dalam emosi seperti ini.
Mari kita menganalisis Kitab Suci dengan cara tesis dan antitesis, bukan dengan mengikutinya secara harfiah, lalu kita menuntut orang lain. 

Pria lebih memerlukan perasaan dihormati, ini merupakan sesuatu yang khas, kekhususan, sekaligus kelemahan pria. Memang Alkitab mengatakan kepada kita bahwa pria dan wanita diciptakan menurut peta dan teladan Allah, dan masing-masing mempunyai kekurangan, kelebihan, dan kekhususan sendiri. 

Dan kita melihat perbedaan pertama: pria lebih mementingkan otoritas, wanita lebih mementingkan cinta kasih. Tuhan memang sudah mengatur demikian karena tugas pria itu besar, berat, karena ia harus mencari nafkah, dan sebagainya. Kalau pria hanya terbuai dengan cinta saja, maka keluarganya akan makan bubur. Tetapi Tuhan menciptakan sedemikian rupa sehingga pria lebih mementingkan otoritas dan wanita lebih mementingkan perasaan cinta kasih. 

Dalam hal ini, Rantai Otoritas (The Chain of Authority) menjadi hal yang sangat penting, yaitu: Allah menjadi Kepala Kristus, dan Kristus m,enjadi Kepala Gereja; pria adalah kepala wanita, dan ayah-ibu adalah kepala anak-anak.

Kalau pria memerlukan otoritas ditafsirkan sebagai kepala yang gila hormat, maka bisa ditafsirkan bahwa Allah juga gila hormat. Tidak! Ini harus dijelaskan bahwa pria mempunyai kebutuhan lebih dihormati setelah jatuh dalam dosa. 

Ada perbedaan antara sebelum dan sesudah kejatuhan dalam dosa. Kejatuhan membagi keadaan menjadi dua zaman. Sebelum jatuh, manusia mempunyai ordo yang beres dan normal, tetapi setelah kejatuhan, jiwa dan psikologi mengalami perubahan, sehingga terjadilah segala yang tidak normal itu di dalam hidup manusia. Maka pria mementingkan otoritas, dan memang diciptakan untuk menjaga ordo otoritas ini. 

Wanita lebih mementingkan cinta kasih. Ini bukan berarti semua pria dan semua wanita seperti itu, terkadang ada pria seperti wanita dan sebaliknya. Tetapi di sini dikatakan suatu hal secara menyeluruh. Sehingga dikatakan bahwa cinta kasih merupakan seluruh hidup dari wanita, tetapi hanya sebagian dari hidup pria. Ini ada benarnya, tetapi bukan berarti cinta boleh dibagi-bagi kepada beberapa orang. Cinta yang utuh harus diberikan kepada istrinya, demikian semua aspek yang lain harus melingkupi fokus ini, sehingga otoritaspun tidak diremehkan di dalam hidup sehari-hari.

[2]. RASIONAL DAN EMOSIONAL.

Kita melihat bahwa pria mementingkan wibawa dan wanita mementingkan kasih. Bukan saja demikian, pria lebih bersifat rasional dan wanita lebih bersifat emosional. Jikalau sekarang sama-sama sedang mengemudikan mobil dan mengalami keadaan bahaya, maka timbul reaksi yang berbeda. Kebanyakan wanita akan berteriak keras, melepaskan kemudi, dan terjadilah tabrakan; tetapi pria akan berpikir dulu lalu bertindak. 

Di sini terkadang wanita berteriak begitu keras, dan teriakan ini bisa mempengaruhi jiwa orang. Teriakan wanita seperti ini merupakan salah satu suara yang paling hebat di dunia. Kalau wanita sudah histeris dan tidak dapat menguasai diri, emosi akan sedemikian menonjol. 

Tetapi pria bersifat agak rasional. Itu sebabnya kalau dalam satu khotbah seorang pengkhotbah menganalisis sesuatu dengan butir-butir yang jelas, maka kaum pria akan memujinya sebagai khotbah yang baik; tetapi sebaliknya, kaum wanita akan kurang menikmatinya. Sebelum menikah kita harus mengetahui perbedaan antara pria dan wanita itu.

3. KARIER DAN KELUARGA.

Kebanyakan pria akan lebih menitik-beratkan pada karier, sedangkan kebanyakan wanita lebih menitik-beratkan pada keluarga. Ini merupakan hal yang perlu sekali dan tidak dapat dipersalahkan, karena karier adalah suatu fondasi dan hal yang paling penting bagi ekonomi keluarga, sehingga perlu ada orang yang menggarap dengan baik. 

Tetapi wanita lebih menitik-beratkan pada keluarga. Ini tidak kalah penting. Seorang pria tidak dapat menganggap wanita lebih enak karena tidak usah pergi bekerja, tetapi hanya mengurus keluarga. Di zaman modern ini banyak wanita yang juga menerjunkan diri dalam karier. Itu memang baik, tetapi tidak boleh mengorbankan kebahagiaan keluarga. 

Saya menasihatkan: jika keduanya, suami dan isteri, sibuk bekerja sehingga keluarga berantakan dan anak-anak tidak terurus, sehingga pendidikan etika mereka berantakan, itu adalah suatu kerugian besar, bukan keuntungan besar. Meskipun kelihatannya timbunan uang semakin banyak, sebenarnya Saudara sedang membuat suatu kecelakaan besar untuk membunuh keluarga Saudara sendiri.

Socrates pernah berteriak: “Hai orang Athena, engkau menggali setiap inci tanah untuk mengambil semua emas, tetapi engkau kehilangan anak-anakmu, apakah untungnya?” Jika Saudara mencari banyak uang tetapi anak Saudara tidak terurus, itu bukan keuntungan, tetapi kerugian besar bagimu. Saya kira kalimat Socrates yang diucapkan lebih dari 2300 tahun yang lalu masih berlaku untuk segala zaman. 

Keluarga itu penting. Pria lebih mementingkan karier, dan wanita mementingkan keluarga. Biarlah setiap orang sebelum menikah mempunyai pengertian ini. Ini adalah suatu dasar yang secara naluriah merupakan kewajiban yang Tuhan berikan kepada wanita secara wajar. Jangan sampai mempersalahkan satu dengan yang lain.

4. HARI DEPAN DAN HARI LAMPAU.

Pria lebih mementingkan hari depan dan wanita tidak mau melupakan hari lampau. Kalau seorang suami mengatakan: “Sesudah ini saya akan begitu dan begini,” maka wanita akan mengatakan, “Jangan lupa yang dulu ya, waktu itu kita bagaimana.” Pria lebih menuju kepada sifat ingin memperpanjang konsep sejarah, masa depan, dan menuju kepada potensi-potensi yang belum digali. 

Tetapi wanita lebih mengingat saat-saat yang paling manis yang sudah pernah dialami dan dimiliki. Di sini terdapat suatu keseimbangan yang juga diperlukan. Kalau hanya mengingat yang lampau, tidak tahu hari depan, keluarga tidak mungkin menjadi bahagia. 

Jika hanya mengingat hari depan, tetapi tidakingat akan hal-hal penting yang pernah terjadi, akan banyak menimbulkan perceraian, karena perceraian terjadi akibat tidak mau mengingat masa-masa indah yang telah mempersatukan keduanya. Mengingat masa lalu menjadikan kita memiliki kesinambungan perasaan. Tuhan menciptakan kita dengan perbedaan, marilah kita menghargai satu sama lain.

[5]. INVESTASI DAN TABUNGAN.

Pria lebih menitik-beratkan pada investasi, tetapi wanita selalu mengingatkan kembali tentang jaminan dalam bentuk tabungan. Pria selalu cenderung menggunakan uangnya untuk investasi, sedangkan wanita selalu mengingatkan perlunya mempunyai tabungan sebagai jaminan pemeliharaan karena perasaan aman sangat diperlukan oleh wanita. 

Pria lebih bersifat keluar dan berpetualang, sedangkan wanita lebih bersifat ke dalam dan memelihara. Karena itu, seorang istri yang mengingatkan suami untuk mempunyai tabungan, suatu keadaan yang memberikan rasa aman, juga diperlukan. Sebagai seorang kepala keluarga, ia harus bisa mengimbangi hal ini da mengerti istrinya. 

Sebagai seorang istri, engkau mempunyai jiwa khas wanita, tetapi jangan lupa ia seorang pria yang mempunyai kekhususan yang lain dari dirimu, sehingga engkau harus juga bisa mengerti hal itu. Saling pengertian ini mengakibatkan keintiman antara kedua orang ini dapat dipelihara. Saling mengerti ini penting sekali.

Saya harap semua pemuda-pemudui sebelum menikah memikirkan prinsip-prinsip ini secara matang terlebih dahulu. Akan lebih mudah untuk Saudara mematangkan pernikahan di dalam persiapan uang dan fisik, daripada persiapan jiwa dan rohani. Pengertian sebelum pernikahan menjadi pencegahan yang paling penting untuk perceraian. Alkitab mengatakan bahwa suami itu mengenal istrinya. 

Pengenalan itu tidak bisa lepas dari persatuan, dan persatuan berarti pergaulan yang mengakibatkan pengertian. Itu berarti suatu pengaliran pikiran danpendapat yang cukup matang. Itu sebabnya, jangan kita menikah mendadak tanpa pikiran yang sudah cukup matang. Bagi mereka yang sudah menikah, tidak perlu menyesal karena dulu tergesa-gesa menikah, lalu sekarang merasa repot sekali, dan mau bercerai. Tidak! Yang sudah menikah, belajarlah satu sama lain melalui suatu pengaliran interaksi satu dengan yang lain.

“Yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh dipisahkan oleh manusia.” (Matius 19:6). Kalimat ini penting, berarti tidak ada seorang pun yang berhak atau boleh atau menyetujui perceraian oleh kehendak sendiri. Namun, bagaimana dengan istilah “yang dipersatukan Allah”? Kalimat ini berlaku untuk orang Kristen yang sudah mencari kehendak Allah atau berlaku juga untuk setiap orang termasuk orang yang belum Kristen? 

Jawabannya adalah yang kedua. “Dipersatukan oleh Allah” mempunyai arti, yaitu dipersatukan secara alamiah, karena Allah yang menciptakan pria danwanita. Jadi pernikahan ditetapkan oleh Allah, dan berlaku untuk semua orang, termasuk yang belum Kristen. Kita tidak bisa menyetujui perceraian orang yang belum Kristen karena belum mencari kehendak Tuhan. Kita juga tidak memperbolehkan orang yang sudah Kristen sembarangan membicarakan tentang perceraian. 

Kalimat itu diberlakukan untuk setiap orang yang diciptakan oleh Tuhan. Di dalam kesulitan-kesulitan, lakukan saling menyesuaikan diri (co-adjustment), janganlah dihantui dan dikuasai oleh pra-anggapan “cerai saja, ini cara terbaik untuk menyelesaikan persoalan,” tetapi haruslah selalu didahului dengan satu pikiran “masih bisa diperbaiki”. Melalui pengenalan yang lebih baik dan lebih mantap padanya, maka segala sesuatu bisa diperbaiki.

[6]. MENYELURUH DAN MENDETAIL.

Bukan saja demikian, seringkali pria cenderung melihat segala sesuatu dari atas, bersifat global, luas, dan menyeluruh; tetapi wanita lebih cenderung melihat dari dekat dan secara mendetail. Saya senang berdiri di atas gunung dan melihat jauh. Ini kesukaan saya tetapi sekaligus kelemahan saya karena dengan demikian banyak hal yang secara mendetail tidak bisa terlihat dengan jelas, karena saya selalu melihat dari jauh.

Kalau saya mau mencari suatutema “Perang Dunia Kedua” maka saya akan mencari di Ensiklopedia, buku khusus mengenai Perang Dunia Kedua. Buku seperti ini ada macam-macam, ada yang tebal sekali, ada yang tipis sekali; ada yang ditulis dengan otoritas dan mendetail sekali, ada juga dengan otoritas dan memberikan beberapa garis besar saja. Pilih yang mana? Saya mempunyai dua tahap. 

Tahap pertama, cari yang paling berotoritas, tetapi yangpaling singkat. Kedua, menuju kepada detailnya sekecil mungkin. Saya pernah bertanya kepada anak-anak saya, “Bagaimana kalau engkau mau mencari kamus atau ensiklopedia? Cari yang lengkap atau cari yang sederhana?” Seorang anak saya yang kecil mengatakan, “Cari yang lengkap saja supaya dengan melihat sekaligus, langsung dapat semuanya, secara lengkap.” Saya katakan, “Engkau akan tersesat di dalam kelengkapan itu. Kamus itu lengkap, sehingga akhirnya pokok-pokok besar bahasannya tidak bisa engkau temukan. Akhirnya menjadi kacau.”

Hal ini saya pelajari pada waktu saya berumur delapan tahun, pada waktu saya berusaha menggambar peta Cina dan mau menggambarkan semua provinsinya. Cina dengan Indonesia berbeda. Cina berbentuk benua yang menyatu, sedangkan Indonesia berbentuk kepulauan. Sewaktu menggambar, setiap provinsi itu terkait satu dengan yang lain. Saya mulai menggambar semua provinsi dimulai dari tepi, tetapi setelah semua provinsi tergambar, tengahnya masih berlubang besar. Ternyata semua detail provinsi tergambar di pinggir dan tidak terintegrasi di tengahnya. 

Jadi secara menyeluruh ada, secara mendetail ada, tetapi secara integrasi tidak ada. Ini kelemahan besar. Ini terjadi karena setiap provinsi digambar lebih kecil dan dari pinggir, sehingga tengahnya tidak bisa menyatu. Cara hidup juga sering begitu. Akhirnya dicobalah untuk menggambar dari tengah ke pinggir, ternyata akhirnya lewat, terlalu besar. Baru setelah dicocokkan satu dengan yang lain bisa disatukan semuanya.

Dari hal ini saya belajar tiga aspek yang penting, yaitu: (1) keseluruhan; (2) detail; dan (3) hubungan satu sama lain yanglengkap. Jika ketiga hal ini beres, baru hidup beres. Pria selalu lebih suka melihat segala sesuatu secara garis besar, wanita lebih peka dalam hal yanglebih mendetail. Di dalam perselisihan, Saudara berada dalam perbedaan ini, hendaknya perbedaan ini disatukan. 

Pria lebih banyak mengurus hal yang menyeluruh, sedangkan wanita memperhatikan detail; tetapi jika keduanya tidak digabungkan, maka yang terjadi adalah sama seperti waktu saya menggambar peta. Sekarang saya mengajar anak-anak saya, jika mau mencari satu topik, maka pertama-tama harus mencari kamus atau ensiklopedi yang paling sederhana. Setelah didapatkan garis besarnya, baru mencari detailnya, kemudian mengintegrasikan keduanya sehingga beres.

Ada sebuah buku yang membicarakan perbedaan antara orang Jepang dan orang Yahudi, yang ditulis oleh seorang berdarah campuran Yahudi-Jepang. Dia mengatakan, “Orang di Timur hebat dalam segala sesuatu, tetapi tidak ada yang betul-betul spesialis di dalam segala sesuatu yang diketahuinya. Orang di Barat semuanya spesialis, tetapi di luar dari spesialisasinya, mereka tidak tahu apa-apa. 

Ini perbedaan Barat dan Timur. Di Barat ada seorang yang ahli untuk sebuah gigi. Untuk gigi itu ia sangat ahli sampai mendetail, tetapi untuk gigilainnya ia tidak ahli. Keahliannya begitu spesial sampai menjadi “spesialisasi gang buntu”. Tetapi orang Asia begitu hebat, dari atap sampai selokan bisa buat sendiri, kerja apa saja bisa, tetapi tidak ada yang ahli.” Lalu ditanya: “Apa bedanya orang Yahudi dengan orang Timur dan orang Barat?” Ia menjawab dengan baik sekali: “Setiap orang Yahudi diajar untuk mengetahui segala sesuatu, dan setelah selesai harus mengkhususkan diri pada satu bidang sampai spesialis.” 

Jadi, dia tahu spesialisasinya di bidang apa, tetapi untuk yang menyeluruh dia juga bisa. Integrasi antara satu bidang yang dia kuasai sepenuhnya dengan bidang-bidang lain yang dia ketahui mengakibatkan dia tidak pernah menjadi minder (rendah diri) di dalam masyarakat. Ini suatu kebudayaan yang unik luar biasa.

Saya rasa kita perlu juga mempunyai pikiran seperti ini. Marilah kita pelajari hal ini, yaitu pria lebih bersifat menyeluruh, sedangkan wanita lebih memperhatikan bagian detail. Tetapi kita memerlukan keseimbangan, itu sebabnya pria memerlukan wanita dan sebaliknya. Perbedaan bukan seharusnya menjadi sesuatu alasan perdebatan, tetapi harus menjadi dasar kita bersyukur kepada Tuhan. Hendaklah kita memikirkan hal ini baik-baik. 

Kalau kita berbeda pendapat dengan istri, kitamungkin tidak senang, istri kita mungkin juga tidak senang karena ada perbedaan. Tetapi jika diperhatikan lebih dalam, maka justru perbedaan itu diperlukan sehingga kita mempunyai integrasi yang lebih kuat. Bersyukurlah kepada Tuhan atas perbedaan yang ada. Bersyukurlah karena perbedaan itu menjadikan kita berintegrasi lebih baik di dalam membentuk keluarga yang memuliakan Tuhan, asalkan kita tidak mempertahankan gengsi kita dan berusaha melawan mati-matian secara tidak adil.

[7]. ANALIS DAN INTUITIF.

Pria lebih bersifat analis, sedangkan wanita lebih bersifat intuitif. Jika pria mulai menggunakan analisisnya, maka wanita akan segera menggunakan intuisinya, Kalau melihat seseorang, pria akan bercakap-cakap, bertanya, lalu mulai menganalisis keadaan orang itu; kalau wanita melihat seseorang, intuisinya akan memberikan penilaian tentang orang itu. Terkadang dan banyakkali intuisi wanita bisa tepat. 

Disaat pria sedang menganalisis, wanita dengan satu kalimat sudah bisa menentukan keadaan, itu sifat intuitif. Orang yang selalu benar secara intuisi akan banyak bahayanya, juga orang yang selalu benar secara analisis juga banyak bahayanya. Kalau kita mempunyai rasio yang kuat, metode analisis yang kuat, akhirnya kita bersandar terlalu mutlak pada analisis kita. Kalau analisis itu meleset, kita tetap mempertahankan analisis itu sehingga suatu kali kita akan rugi besar. 

Demikian juga orang yang terlalu mengandalkan intuisi dan kemudian dimutlakkan, sekali tidak tepat akan membawa kerugian besar juga. Itu sebabnya kedua hal ini perlu diseimbangkan, maka Allah menciptakan pria dan wanita dengan berbeda. Kadang-kadang kita terlalu mengandalkan rasio kita, itu bahaya. Terkadang kita terlalu mengandalkan intuisi kita, itu pun bahaya. 

Mari kita selalu bersifat terbuka untuk melihat yang berbeda, dan bersyukur kepada Tuhan kalau istri kita berbeda pendapat dengan kita atau suami kita berbeda pendapat dengan kita. Karena semua ini menciptakan keseimbangan yang sangat dibutuhkan. Jika kita menghargai perbedaan ini, maka keseimbangan dan kestabilan keluarga akan menjadi lebih baik.

ASPEK PENTING DALAM PERNIKAHAN

Di dalam pernikahan, kita mempelajari beberapa hal yang penting, bukan sekadar perbedaan pria dan wanita secara seks. Pernikahan memberikan beberapa hal kepada kita.

(1). PERUBAHAN DARI PENERIMA MENJADI PEMBERI.

Pernikahan merubah status kita dari penerima menjadi pemberi. Ini satu butir yang penting sekali. Sebelum menikah kita menerima dari orang tua, setelah menikah tidak bisa lagi. Setelah menikah, mempunyai anak, sekarang anak yang meminta kepada kita. Di sini dari status penerima menjadi pemberi adalah suatu perubahan yang penting. Lebih berbahagia orang yang memberi daripada menerima. 

Barangsiapa yang memikirkan untuk mendapat dan mendapat tanpa perlu memberi, orang itu adalah “anak-anak yang sudah tua”. Seorang pendeta mengatakan kepada saya: “Orang itu kenapa sudah tua tetapi sifatnya masih seperti anak-anak sekali, mau diperhatikan, mau mendapatkan ini dan itu, tetapi tidak mau memperhatikan orang lain.” 

Di sini kedewasaan ditandai dengan mulai memberikan hidup. Ketika Saudara rela mengorbankan diri, hak, tenaga, waktu Saudara demi orang lain, itu tandanya Saudara sudah mulai dewasa. Pernikahan mengajar dan memaksa kita serta mengubah status kita dari orang yang menerima menjadi orang yang harus memberi. Seorang wanita memberikan susunya kepada anak, seorang pria memberikan keringatnya, bekerja giat untuk menghidupi keluarganya. Ini semua adalah pengajaran melalui pernikahan yang penting untuk mendewasakan kita masing-masing yang diatur oleh Tuhan.

(2). PERUBAHAN DARI EGOSENTRIS MENJADI HIDUP BERSAMA.

Ini pengajaran kedua yang penting. Sebelum menikah hanya memikirkan “aku”, sesudah menikah maka istri atau suami akan bertanya, “Saya bagaimana?” Maka ada hubungan “engkau dan aku” tidak bisa hanya memikirkan diri sendiri saja, tetapi harus memikirkan orang lain. Ini suatu penerobosan yang penting. Kalau kita sama sekali tidak memikirkan orang lain, hanya memikirkan diri sendiri, belum pernah kita menjadi dewasa. 

Di dalam hal ini ada orang yang sudah memikirkan lebih dari diri sendiri, tetapi juga memikirkan dari sudut orang lain, tetapi kemudian dia tetap memegang pendiriannya sendiri, karena ia memang lebih matang daripada orang lain. Itu bukan tidak mungkin, tetapi itu tidak selalu terjadi, sehingga Tuhan melalui pernikahan memperkenankan kita untuk mulai mempelajari konsep-konsep orang lain. Itu sebabnya saya harap para pria jangan menikah pada usia yang terlalu tua. Makin tua usia, makin kaku.

Semakin tua usia seseorang, semakin kaku dia, merasa dirinya cukup benar, dan pada waktu orang sudah mulai kaku,ia memutlakkan diri, dan menjadi seperti Allah. Maka Allah akan mengklaim hanya ada satu Allah, dan Ia akan “menggusur” orang itu. Orang yang sudah biasa hidup sendiri tidak mau diganggu. Orang yang berusia 20 tahun jatuh cinta dengan orang yang berusia setara akan mudah saling menyesuaikan diei. Tetapi yang berusia 40 tahun akan sulit saling menyesuaikan diri karena dalam usianya yang sudah sedemikian tua ia merasa sudah cukup benar. Kalau sudah berumur 50 tahun, dia lebih kaku lagi. 


Umumnya anak laki-laki usia 18 tahun mencari pacar yang berusia 20 tahun, kalau usia 20 tahun mencari juga yang bereusia 20 tahun, kalau usia 25 tahun mencari yang 19 tahun, kalau yang berusia 30 tahun mencari yang 17 tahun, dan kalau yangberusia 50 tahun mencari yang berusia 14 tahun. Inilah kecelakaan pria karena ia merasa sudah “tahan lama” dan “barang langka”. Dia lupa sudah berapa tua dirinya. 

Jadi semakin tua usia seorang pria untuk menikah, maka ia semakin kaku dan sulit untuk melakukan perubahan. Itu sebabnya kita perlu mempelajari bagian ini,untuk mengubah sikap egosentris menjadi mulai memikirkan orang lain dalam pernikahan.

3. MELALUI PENGORBANAN, MENGHIDUPKAN ORANG LAIN.

Ini hal yang ketiga. Melalui pernikahan orang mulai belajar untuk bagaimana berkorban dan bersatu dan bagaimana untuk menghidupi hidup yang Tuhan serahkan kepada kita.

Kalau ketiga hal ini sudah menjadi pelajaran di dalam hidup kita, kita tahu bagaimana menghormati Tuhan, belajar dari prinsip Alkitab, dan dari “penerima” menjadi “pemberi”, dari “aku” menjadi “bersama”, dari “diri” menjadi “keturunan”. Kita harus menjaga dan memeliharanya. Maka, semakin kita menjadi dewasa, semakin kita bahagia.
Next Post Previous Post