FILIPI 2:6 (ARTI RUPA ALLAH)

Filipi 2:6 berbunyi: “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan’, (ITB).

Pengantar:

Konteks yang sedang dibicarakan dalam Filipi 2 ialah nasihat Paulus kepada jemaat di Filipi agar merendahkan diri sebagaimana teladan yang diberikan oleh Yesus Kristus, datang merendahkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba, hingga mati di kayu salib sebagai bentuk ketaatan dan perendahan Yesus Kristus. Jadi pengosongan (kenosis) di sini bukan menanggalkan keilahian-Nya melainkan penambahan status baru yaitu natur manusiawi. Jadi yang mau ditegaskan oleh Paulus ialah model atau keteladanan Kristus yang merendahkan diri dan itulah yang perlu diteladani oleh jemaat Filipi

Penjelasan

Frasa “rupa Allah” dalam teks ini dalam terjemahan bahasa Inggris dituliskan “form of God”. Dalam teks Yunani frasa “rupa Allah” disebut μορφῇ θεοῦ. Menurut Friberg, ia menjelaskan kata morphe:
FILIPI 2:6 (ARTI RUPA ALLAH)
Gadget, health
(1) form, external appearance; generally, as can be discerned through the natural senses (Markus 16:12);

(2) of the nature of something, used of Christ's contrasting modes of being in his preexistent and human states form, nature (Filipi 2:6-7).

Arti pertama morphe itu bentuk, penampilan luar secara umum, yang bisa atau dapat dilihat oleh indera alami (Markus 16:12). Arti kedua, morphe digunakan dalam kontras antara praeksistensi Yesus dengan keadaan-Nya sebagai manusia (Filipi 2:6-7). Jadi arti “morphe” dalam Filipi 2:6 yaitu bentuk hakiki yang tidak berubah.

Artinya Yesus tetap Allah yang tidak pernah berubah. Maka Filipi 2:6 merupakan teks yang hendak menegaskan ekspresi Yesus Kristus yang ilahi hal itu ditegaskan dengan kata hu parkon yaitu kata yang menggambarkan keberadaan yang tetap atau tidak berubah. Artinya keberadaan Yesus Kristus sebagai gambar Allah sama dengan Bapa sejak kekal.

Jadi Yesus Kristus dengan Allah Bapa akan selalu memiliki hakikat yang sama (bdk. Terjemahan BIMK: Pada dasarnya Ia sama dengan Allah) dan dalam Filipi 2:7, ada semacam kontras antara keilahian Yesus Kristus dengan inkarnasi-Nya. Sekali pun dalam ayat 7, istilah rupa masih menggunakan “μορφὴν δούλου” (Filipi 2:7) yaitu rupa seorang hamba. Artinya status Yesus Kristus ketika datang dalam rupa manusia (schemati), Ia akan menjadi hamba yang menderita sebagai konsekuensi dari inkarnasi-Nya.

Di sini penulis akan membuat sebuah tafsiran sederhana: Filipi 2:6 bahwa Yesus Kristus betul-betul berada dalam bentuk (morphe) yang sama Allah dan tidak akan berubah. Filipi 2:7 tetapi Ia merendahkan diri-Nya dengan mengambil bentuk (morphe) hamba dan menjadi bentuk (schema) yang sama dengan manusia sehingga Ia hidup seperti manusia.

Maka teologi kenosis memiliki makna sehubungan dengan Pribadi Yesus Kristus. 

(1) Kenosis justru menekankan bahwa Yesus Kristus adalah Pribadi yang pra-inkarnasi, karena Ia adalah rupa Allah sebelum inkarnasi, 

(2) melalui kenosis Yesus Kristus menambahkan natur-Nya yang manusiawi dalam rangka menjalankan misi-Nya di dunia yaitu menjadi korban substitusi di kayu salib, 

(3) dan melalui kebangkitan-Nya dari kematian membuktikan Yesus Kristus adalah Tuhan (penguasa) dan raja selama-lamanya.

Makna Rupa Allah dalam Filipi 2:6


Rupa Allah dalam teks ini mengacu pada keilahian Yesus Kristus yang setara dengan Allah Bapa sejak kekekalan. Roy B. Zuck membenarkan dengan mengatakan, “Karena itu “rupa Allah” pasti merujuk pada kesetaraan-Nya dengan Allah, bukan pada kemanusiaan-Nya”. Ada dua kata Yunani yang menjelaskan kata “rupa atau bentuk” yaiu morphe dan schema yang diterjemahkan bentuk (form).

William Barclay menjelaskan: “Morphe adalah rupa hakiki yang tidak pernah berubah; sedangkan schema adalah rupa lahiriah yang berubah dari waktu ke waktu dan dari keadaan yang satu ke keadaan yang lain. Kata yang Paulus untuk Yesus yang ada dalam “rupa Allah” ialah morphe. Jadi artinya, keberadaan-Nya yang tidak dapat berubah itu bersifat ilahi. Betapa pun schema luar-Nya berubah, Ia tetap dalam hakiki ilahi”.

Berdasarkan analisa Barclay di atas, dapat disimpulkan bahwa rupa Allah dalam Filipi 2:6 menjelaskan keilahian Yesus Kristus yang dimiliki-Nya sebelum inkarnasi yang tidak akan pernah berubah, karena salah satu sifat Allah ialah tidak akan berubah. Meskipun juga digunakan morphe dalam ayat yang sama bahwa Yesus sebagai hamba tidak akan berubah yaitu untuk melayani sebagai korban pengganti.

Ketika Paulus menggunakan kata schema dalam Filipi 2:7 hal ini menegaskan bahwa Yesus benar-benar manusia yang lahir, menjadi anak, tumbuh, dewasa, dan sebagainya.

Melalui analisa teks di atas membangun sebuah pemahaman bahwa Yesus Kristus adalah gambar Allah (morphe) yang Ilahi dan sepenuhnya Ia adalah Pribadi Allah Tritunggal yang setara dengan Allah Bapa sekaligus menegaskan praeksistensi dari Yesus Kristus. Benar apa yang dikatakan oleh Letham dalam tulisannya bahwa, “Paulus menunjuk kepada keadaan prainkarnasi Kristus, mengatakan bahwa Ia tidak menganggap status-Nya yang ada “dalam rupa Allah’’ sebagai sesuatu yang boleh dieksploitasi bagi keuntungan-Nya sendiri, tetapi sebaliknya mengosongkan (atau merendahkan) diri-Nya”.

Itulah sebabnya Yesus Kristus adalah Pribadi yang setara dengan Bapa sebelum Ia berinkarnasi atau dapat dikatakan bahwa Ia adalah Pribadi yang sifat Ilahi-Nya setara dengan Allah Bapa.

J. Knox Chamblin memberi eksposisi yang baik tentang Filipi 2:6, “Sebelum menjadi manusia, Kristus berada “dalam rupa Allah” (ay. 6a), yaitu “serupa dengan Allah” (Filipi 2:6b) kedua istilah ini menyatakan perbedaan Kristus dengan Allah (Theos) sekaligus menegaskan keilahian-Nya. Ekspresi ayat 6a melukiskan praeksistensi Kristus dalam jubah kemuliaan dan kemegahan ilahi”. Atas kenyataan inilah maka istilah “rupa Allah” dalam Filipi 2:6 sedang menggambarkan bahwa Yesus Kristus sepenuhnya Ilahi karena keilahian Yesus Kristus sama dengan keilahian Allah Bapa jauh sebelum inkarnasi.

Klarifikasi Teologis

Di sini diperlukan sebuah klarifikasi teologis atas negasi dari bidat-bidat di atas mengenai keilahian sang Logos adalah:

Pertama, Filipi 2:6 salah satu teks dalam Perjanjian Baru yang membuktikan keilahian sang Logos (Yesus Kristus). Sebagaimana yang telah dianalisa di atas bahwa Yesus Kristus sejatinya memiliki substansi yang setara dengan Allah Bapa. Di sini ingin ditegaskan bahwa tidak ada perbedaan kualitatif antara Anak dan Bapa. Dalam teks-teks lain misalnya Yohanes 1:1 di sana Logos telah diperkenalkan sebagai Pribadi yang berpraeksistensi dan sepenuhnya ilahi. Maka Yesus Kristus bukanlah suatu ilah atau posisinya lebih rendah dari pada Bapa. Melainkan Pribadi Allah Tritunggal yang sehakekat. Maka di sini argumentasi teologis Ebionisme, Arinisme dan Saksi Yehuwa ditolak.

Kedua, Filipi 2:6 mendukung ajaran praeksistensi sang Logos. Logos secara ontologi berarti Ia ada sejak masa lampau. Logos datang dari eksistensi yang tidak diciptakan. Itulah sebabnya Logos tetap memiliki substansi yang sama dengan Allah Bapa. Maka posisi sang Logos bukan manusia biasa sebagaimana klaim bidat di atas. Justru kemanusiaan sang Anak terjadi karena kerelaan-Nya untuk misi penyelamatan. Hal ini membuktikan ia datang dari keberadaan sang Bapa yang kekal.

Ketiga, karena Logos telah bereksistensi dengan Bapa sejak semula dan sehakekat, maka benar jika teks Filipi 2:6 mendukung bahwa Yesus Kristus layak dan sanggup menjadi Juru selamat. Itulah sebabnya melalui peristiwa inkarnasi membuktikan bahwa Ia bukan manusia biasa sebagaimana klaim para bidat di atas.

Karena posisi Juru selamat bukan posisi yang bisa dijalankan oleh manusia berdosa. Hanya manusia sejati yaitu Yesus Kristus yang sanggup menyelamatkan manusia dari dosa. Karena pada saat menjalankan misi penyelamatan, Ia tidak dalam posisi berdosa. Melainkan dosa manusia yang ditaggung-Nya.

Keempat, maka teks Filipi 2:6 memberikan pemahaman Kristologi yang komprehensif yaitu Yesus Kristus Allah sejati bereksistensi sebelum inkarnasi. Dialah Pribadi yang setara dengan Allah Bapa atau sepenuhnya Ilahi. Maka Kristologi yang Alkitabiah harus memperhatikan benang merah antara ajaran praeksistensi Logos, keilahian-Nya, dan ketritunggalan Allah.
Next Post Previous Post