PENGAMPUNAN MENURUT ALKITAB

Pendahuluan.

Prinsip mengampuni ini terlihat sederhana namun tidak mudah untuk dilakukan, dan diperlukan upaya untuk mengerti kesulitan dalam mengampuni, khususnya dalam penyembuhan luka batin . Tidak semua orang Kristen dapat menjalankan ajaran tentang mengampuni. Ada beberapa kasus di mana orang Kristen tidak bisa mengampuni sehingga tindakannya mendatangkan kerusakan, misalnya laporan tentang adanya seorang yang nekat membongkar sebuah sekolah pendeta dan mencuri barang-barang di dalamnya karena balas dendam . 

Padahal sesungguhnya orang yang mengampuni tidak lagi berada dalam keadaan ingin membalas dendam, dan pengampunan berfungsi memutus mata rantai permusuhan 8. Bahkan sesungguhnya pengampunan merupakan salah satu cara pengembangan watak Kristen

1. Arti Mengampuni

Mengampuni merupakan salah satu ajaran dari Tuhan Yesus. Dalam Injil sinopsis ada beberapa peristiwa di mana Yesus mengajarkan tentang mengampuni, misalnya dalam Doa Bapa Kami, dalam perumpamaan orang yang berhutang, dan dalam perintah untuk mengampuni tujuh puluh kali tujuh kali.
PENGAMPUNAN MENURUT ALKITAB
gadget, otomotif, bisnis
Istilah dasar untuk pengampunan dalam PL adalah slḥ, muncul sekitar 50 kali: kata kerja sālaḥ muncul 46 kali dalam Qal aktif (33) dan Nip˓al pasif (13). Sisanya 4 penggunaan akar terdiri dari kata benda sĕlı̂ḥâ (3 kali) dan kata sifat sallaḥ (1 kali). 

Agen pengampunan adalah Allah: Penggunaan ini konsisten baik untuk Qal, di mana subjek dari kata kerjanya selalu Allah, dan untuk Nip˓al, yang berfungsi sebagai pasif ilahi (misalnya, wnslḥ lw = “dan itu akan diampuni dia [oleh Allah]”). Kata kerja dalam Qal mengambil objek baik orang yang akan diampuni dan dosa, yang diungkapkan oleh kata benda āwôn (“kedurhakaan, rasa bersalah”) ā˒â (“dosa”), dan peša˓ (“pemberontakan, pelanggaran”) .

PB dan Bapa Apostolik menggunakan kata aphiēmi (“mengampuni”) dan aphesis (“pengampunan,” “pelepasan”). Istilah-istilah ini sering memiliki arti pengampunan utang finansial; mereka juga digunakan untuk pengampunan sebelum PB (mis., Imamat 16:26 LXX). Tetapi meskipun demikian kecil kemungkinannya bahwa para penulis PB memilih kata-kata untuk memberikan rasa ekonomis pada pengampunan Allah, Yesus memang membangkitkan gambaran pembebasan dari hutang sebagai metafora pengampunan .

Dalam perumpamaan tentang pengampunan di Matius 18:23-35 Yesus menyamakan mengampuni seperti membebaskan atau menghapuskan hutangnya. Ini mengandung makna bahwa tidak ada lagi tuntutan dari orang yang mengampuni kepada orang yang diampuni. Seperti hutang yang telah dibebaskan, orang yang mengampuni telah menganggap kesalahan yang memerlukan kompensasi atau pembalasan sudah tidak ada lagi dan sudah tidak dibutuhkan tindakan untuk melunasinya.

Dalam PBIK disebutkan bahwa kata ini berarti menyuruh pergi, membiarkan, meninggalkan, mengampuni, menghapuskan, menyerahkan, menceraikan, memaafkan, melalaikan. Sinonim lain yang sering digunakan adalah charizomai, yang biasanya berarti “memberi (dengan bebas)” atau “menunjukkan kasih karunia”.

Kawengian mengartikan mengampuni sebagai suatu kebiasaan yang pelaksanaannya tak terbatas oleh waktu. Mengampuni dapat juga berarti “jangan menyimpan kesalahan”. Ini berarti setelah seseorang melakukan tindakan mengampuni, seumur hidupnya ia tidak lagi dibebani dengan pikiran tentang kesalahan yang sudah diampuni itu. Ini juga berarti bahwa jika ia pada suatu saat di kemudian hari mengungkit kesalahan itu, maka sesungguhnya ia belum mengampuni.

Mengampuni berarti memaafkan seseorang atau sesuatu perbuatan; berhenti menyalahkan atau merasa dendam terhadap suatu perbuatan atau pelaku perbuatan itu atau membatalkan, membebaskan suatu hutang. 

Mengampuni orang lain berarti tidak lagi kesal dan sakit hati atas perbuatan atau kesalahan orang lain terhadap pemberi pengampunan. Kondisi hati yang tidak dongkol, sebal, kecewa, atau menyimpan kesalahan orang lain, tetapi dapat menerima dan berdamai dengan orang atau keadaan yang menjadi penyebabnya. Sesuatu yang tidak mudah untuk dilakukan namun hal tersebut harus dilakukan oleh orang Kristen. Sebagai orang Kristen harus belajar untuk mengampuni orang lain dengan cara yang Yesus lakukan dalam mengampuni dosa-dosa manusia yang jauh lebih besar.

2. Alasan Mengampuni

Ajaran tentang pengampunan sangatlah penting. Bagaimana tidak, mengampuni adalah salah satu ajaran Yesus dalam Alkitab yang harus dilakukan oleh semua orang yang mengaku percaya. Mengampuni merupakan perintah Tuhan Yesus. Dalam pengajaran tentang Doa Bapa Kami Yesus memberikan penjelasan tentang pentingnya mengampuni, “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Matius 6:14-15) .

Ada syarat yang harus dipenuhi dalam rangkaian Doa Bapa Kami agar orang yang menaikkan doa tersebut mendapat pengampunan. Ini adalah perintah yang harus dilakukan oleh orang Kristen. Bahkan dalam Markus 11:25-26 dikatakan “Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu. (Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu.)” .

Dalam ajaran Yesus, mengampuni merupakan kebutuhan penting yang harus dilakukan oleh orang percaya. Bahkan Yesus memberikan teladan dalam hal mengampuni sampai akhir hidup-Nya. Ia melepaskan pengampunan kepada orang-orang yang menganiaya Dia sehingga menderita di kayu salib. Yesus juga mengajarkan kepada murid-murid-Nya supaya mereka mengampuni tanpa batas. Ia menghendaki pengikut-Nya yaitu orang Kristen untuk terus mengampuni, seperti halnya Tuhan berperilaku demikian. Ia telah mengampuni, dan sedang mengampuni, dan akan terus mengampuni kita.

Prinsip ini sejalan dengan yang tertulis dalam Efesus 4:31: “Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” . Setiap orang percaya yang sudah dipanggil untuk mengikut Kristus memiliki peran yang sama secara proaktif untuk bersikap mengampuni antar sesama sehingga menciptakan hubungan yang baik

Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kerelaan hati orang percaya untuk mengampuni kesalahan orang lain akan dipakai Tuhan untuk menjawab doa tersebut . Apabila orang percaya tidak dapat mengampuni orang lain yang berbuat salah kepadanya, maka Tuhan tidak akan menjawab doa-doanya. Betapa pun beratnya, mengampuni adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh orang Kristen karena begitulah perintah-Nya kepada setiap orang percaya.

Orang yang tidak bisa mengampuni hatinya dipenuhi amarah, dendam, dan rasa jengkel, sehingga isi doanya adalah mengharapkan hal buruk atau tidak baik bagi orang yang bermasalah dengannya. Tentunya doa semacam ini tidak diperkenan Allah. Melalui suratnya kepada Timotius, Paulus menghendaki agar jemaat yang digembalakannya dapat berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan. 

Betapa pentingnya berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah (1Timotius 2:8). Artinya ketika orang Kristen datang menghampiri Tuhan melalui doa, sikap hatinya harus dibereskan terlebih dahulu agar tidak ada kemarahan dan perselisihan di dalam doanya.

Melalui perumpamaan tentang pengampunan dalam Matius 18:21-35, Tuhan Yesus mengajarkan ada hubungan yang kuat antara mengampuni orang lain dengan pengampunan yang Tuhan berikan kepada manusia. Tuhan mengampuni manusia karena belas kasihan, Dia rela mengorbankan nyawanya demi keselamatan umat manusia. Oleh sebab itu, seyogianya orang Kristen yang mengikuti teladan Yesus harus dapat mengampuni orang lain . 

Sering kali, orang Kristen sulit untuk melakukan perintah Tuhan dalam hal mengampuni karena melihat kesalahan orang lain yang diperbuat kepadanya. Padahal setiap manusia pernah melakukan perbuatan salah dan tidak jarang pelanggaran atau dosa yang dibuat orang percaya kepada Allah begitu banyak. Hutang 100 dinar dari seorang hamba adalah nilai yang terlalu kecil jika dibandingkan dengan hutang 10.000 talenta, maka 100 dinar tidak ada artinya. 

Begitu halnya dengan kehidupan orang percaya, ketika Allah mengampuni segala dosa-dosa manusia yang tidak mungkin ter-bayar-kan, sudah seharusnya orang percaya juga mengampuni orang-orang yang bersalah kepadanya.

Perumpamaan tentang orang yang berhutang 10.000 talenta menggambarkan betapa besarnya dosa manusia yang tidak mungkin terselesaikan dengan usaha yang dilakukannya. Namun demikian Allah tetap mengampuni manusia berdosa. Ia melakukan tindakan membebaskan manusia berdosa dari kompensasi yang tidak mungkin dipenuhinya. Ini menunjukkan kerelaan hati Allah dalam hal mengampuni orang yang berdosa. 

Selanjutnya, Allah juga menghendaki manusia yang sudah diampuni dosanya melakukan tindakan yang sama seperti Allah yaitu memiliki kerelaan hati untuk mengampuni orang yang bersalah kepadanya. Ketika orang percaya memiliki gaya hidup mengampuni seperti yang diperintahkan-Nya, maka sesungguhnya orang percaya tersebut sedang belajar untuk memiliki karakter Allah di dalam hidupnya.

Tujuan mengampuni adalah untuk menyelesaikan pertikaian di antara kedua belah pihak. Mengampuni berfungsi untuk memutus mata rantai permusuhan. Inilah dikatakan dalam ajaran Yesus sebagai tindakan membawa damai. Allah telah mengakhiri perseteruan dengan manusia melalui kematian Yesus di kayu salib. 

Inisiatif pendamaian datang dari Allah, pihak yang sebenarnya dirugikan oleh pelanggaran yang dilakukan manusia. Orang-orang yang membawa damai, artinya yang mau memutus rantai permusuhan dengan cara mengampuni, layak disebut sebagai anak-anak Allah (Matius 5:9). Ini berarti mereka adalah orang-orang yang merepresentasikan Allah di bumi. Hidupnya yang tidak menghendaki permusuhan mencerminkan karakter Allah.

Ada kalanya seseorang mengemukakan alasan rasional untuk tidak mengampuni. Memang secara logis wajar bila seseorang sulit untuk mengampuni, karena orang yang memberikan pengampunan adalah pihak yang merasa dirugikan sementara yang menerima pengampunan tidak dirugikan sama sekali. 

Alasan lain yang juga menyebabkan beberapa orang menolak memberikan pengampunan adalah karena sejak dini manusia sudah diajari untuk meraih nama baik dan harga diri melalui prestasi dan perbuatan baik. Namun, tindakan tidak memberikan pengampunan tidak dapat dibenarkan. Setiap orang yang telah menerima Yesus Kristus secara pribadi semestinya dapat mengampuni. Sebagaimana ia telah diperdamaikan dengan Allah semestinya ia juga hidup berdamai dengan sesama.

3. Cara Mengampuni

Mengampuni merupakan tindakan yang apabila dilakukan oleh setiap orang Kristen membawa dampak yang luar biasa. Mengampuni berarti tindakan siap merelakan, ini sama seperti orang yang tidak menuntut orang lain membayar utangnya. Mengampuni adalah tindakan memaafkan orang yang bersalah.

Tindakan yang dilakukan seseorang diawali dengan apa yang ada dalam pikirannya. Untuk dapat mengampuni harus dimulai dengan pemahaman yang benar tentang mengampuni. Tanpa memiliki pemahaman yang benar, tindakan mengampuni tidak dapat dilakukan secara utuh seperti yang dikehendaki Allah. Pemahaman tentang mengampuni akan berbeda antara orang yang sekadar mengerti konsep pengampunan dibandingkan dengan orang yang

mengalami pengampunan dalam hidupnya. Orang yang menyadari betapa dosanya yang besar telah diampuni akan lebih mudah melakukan tindakan mengampuni tanpa memikirkan keuntungan bagi diri sendiri. Ia tidak berpikir adanya transaksi saat mengampuni, tindakannya didasarkan oleh kasih dan benar-benar mengampuni dengan ikhlas. 

Keikhlasan tanpa memikirkan diri sendiri ditunjukkan oleh seorang wanita berdosa yang menangis di kaki Yesus, menyeka kaki Yesus dengan air matanya dan mengurapinya dengan minyak wangi, Yesus mengaitkan hal ini dengan pengampunan yang sudah dialaminya. Yesus menjelaskan bahwa orang yang mengalami pengampunan yang lebih besar akan menunjukkan tindakan kasih yang lebih besar (Lukas 7:36-50).

Kesediaan untuk mengampuni bukanlah suatu reaksi yang wajar. Tidaklah mudah bagi seseorang untuk dapat mengampuni tanpa pertolongan Tuhan karena pada dasarnya mengampuni itu merupakan masalah rohani, maka diperlukan penyelesaian secara rohani juga. Untuk dapat mengampuni orang lain, manusia perlu untuk merasakan pengampunan dari Allah. Setelah mendapatkan pengampunan dari Allah, orang percaya perlu untuk terus memusatkan perhatiannya kepada pengampunan Allah .

Apabila orang percaya yang dosanya sudah diampuni mulai melihat dan mengukur betapa dalamnya pengampunan Allah, maka dengan ,mudah akan bersedia untuk mengampuni orang lain. Seyogianya hal mengampuni menjadi karakter bagi orang Kristen. 

Dalam Kolose 3:13-14 dikatakan “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat juga demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan”.

Pengampunan itu suatu pilihan yang harus dilakukan dengan sadar dan rela. Bagi beberapa orang, mengampuni merupakan pergumulan yang memerlukan waktu. Bagi beberapa orang lain lagi hal itu dapat terjadi dengan segera. Orang yang terluka lebih sulit mengampuni kalau pengertiannya terhadap pengampunan tidak benar. Sayang sekali bagi sebagian orang, terutama orang Kristen, pengampunan disamakan dengan melupakan .

Mengampuni tidak sama dengan melupakan . Beberapa orang yang terkacaukan antara mengampuni dan melupakan. Memang mengampuni erat kaitannya dengan penataan memori. Pengalaman akan tindakan jahat yang mengendap sebagai memori akan mendorong sikap mencurigai sesama, sehingga diperlukan penataan memori agar pengalaman menyakitkan tidak menjadi bahan bakar bagi tindakan balas dendam . 

Mengampuni tidak harus melupakan, sebab orang yang sudah mengampuni masih bisa mengingat peristiwa tersebut. Orang tak mungkin bisa melupakan, kecuali terkena amnesia atau pikun, tetapi pengampunan yang diberikan akan membuatnya tidak merasa sakit lagi dengan kenangan itu .

Bagi orang yang sudah mengampuni, saat ia teringat peristiwa tersebut ia tidak lagi marah atau kecewa. Pengampunan yang benar justru adalah memikirkan sungguh-sungguh, menyadari apa yang telah terjadi, artinya yang sejati bagi kehidupan. Sedangkan orang yang melupakan belum tentu sudah mengampuni. Orang yang melupakan tanpa mengampuni akan bangkit kemarahan dan kekecewaannya apabila ia teringat akan peristiwa tersebut.

Ketika ada orang yang berkata, “Saya tidak pernah dapat mengampuni dia atas perlakuannya terhadap saya,” sebenarnya ia tidak dapat melupakan, bukan tidak dapat mengampuni. Ia terkacaukan antara mengampuni dan melupakan. Manusia tidak mudah melupakan sesuatu jika hal itu ada terus dalam pikirannya, tetapi tindakan mengampuni tidak berarti menghilangkan pengalaman buruk itu dari memori. Mungkin saja orang yang mengampuni pada akhirnya lupa akan kesalahan yang telah dilakukan orang kepadanya. 

Tetapi ini bukanlah tujuan utama dari mengampuni. Ini terjadi sebagai efek samping karena perlakuan buruk itu tidak lagi menjadi beban pikirannya. Ia tidak lagi mengarahkan perhatiannya kepada hal-hal yang pahit dalam hidupnya, melainkan hal-hal yang lebih positif. Dampaknya, sesuatu yang tidak menjadi pusat perhatian akan mudah terlupakan.

Ada orang yang mengira bahwa mengampuni sama dengan mengubur pengalaman pahit di masa lampau, atau berpura-pura menganggap bahwa pengalaman pahit itu tidak pernah terjadi. Tindakan ini bukanlah mengampuni. 

Menganggap bahwa pengalaman pahit itu tidak pernah terjadi adalah membohongi diri sendiri. Tindakan demikian adalah seperti membiarkan luka tidak disembuhkan namun ditutupi agar tidak terlihat bahwa dirinya sedang terluka. Tidak realistis jika seseorang yang sakit hati akibat perbuatan salah orang lain kepadanya berusaha menganggap remeh luka yang terjadi tanpa berusaha agar luka itu disembuhkan.

Mengampuni tidak berarti menganggap perlakuan buruk yang dialaminya itu remeh atau dapat diabaikan. Justru orang yang mengampuni bisa mengingat peristiwa tersebut untuk menjadikannya suatu pembelajaran hidup. Tetapi yang dilakukannya bukanlah melihat dari sudut pandang bahwa perlakuan buruk itu sepatutnya dibalas, sebaliknya ia memandang bahwa sebagaimana dirinya adalah orang berdosa yang telah diampuni maka ia pun mengampuni orang yang telah berlaku buruk kepadanya.

Mengampuni orang yang bersalah juga tidak sama dengan menganggap bahwa perbuatan itu tidak salah. Perbuatan salah tetap sebuah kesalahan dan sebagai orang yang menderita akibat kesalahan orang lain sudah seharusnya tidak boleh memutarbalikkan fakta dengan menyatakan sebuah kesalahan sebagai sebuah kebenaran. Kesalahan tetaplah sebuah kesalahan, tetapi orang yang mengampuni tidak lagi menuntut pembalasan atas kesalahan tersebut.

Pengampunan adalah suatu hal yang erat kaitannya dengan perintah Yesus untuk mengasihi. Dasar utama bagi seseorang untuk mempraktikkan pengampunan ialah kasih. Untuk dapat mengampuni kesalahan orang lain, seseorang tersebut harus memiliki kasih. Kasih adalah dasar dari sebuah pengampunan. Rasul Petrus mengajarkan bahwa kasih menjadi dasar bagi seseorang untuk dapat mengampuni, “Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa.”.

Dalam bahasa Yunani, kasih dikenal dengan istilah ‘agape’, artinya “mengasihi; menunjukkan kasih, menyukai”. Hal luar biasa dari ajaran Yesus ini ialah Dia bukan hanya mengajarkan kepada murid-murid-Nya untuk mengasihi orang lain yang mengasihi pengikut-Nya, tetapi juga mengasihi orang-orang yang membenci pengikut-Nya. Lebih tepatnya kasih terhadap musuh. Wujud lain dari kasih agape ialah mengampuni. Inilah manifestasi kasih yang utama. Kasih juga yang menjadikan seseorang bisa mengampuni dengan sempurna. Rekonsiliasi yang sempurna dapat terwujud oleh kasih.

Carter mengatakan, bahwa untuk lebih dapat mengampuni orang lain diperlukan kasih karunia dan pengampunan dari Tuhan . Orang yang mengampuni adalah orang menang atas kebenciannya karena orang tersebut berusaha melihat orang yang bersalah dengan belas kasihan, kemurahan hati, dan kasih .

Mengampuni merupakan tindakan yang mulia dan anggun . Mudah untuk mengatakannya tetapi sulit untuk melaksanakannya. Namun, bisa dilakukan. Hambatan yang harus diatasi dalam mengampuni adalah kesombongan, ketakutan, keinginan membalas dendam, dan tekanan-tekanan sosial.

Tindakan pengampunan berarti pilihan yang dilakukan secara sadar untuk membebaskan orang yang telah menyakiti dari “hukuman penghakiman” betapa pun adilnya penghakiman itu. Mengampuni merupakan suatu keputusan aktif yang menimbulkan dan membangun kembali hubungan yang sudah retak, bahkan hubungan yang sudah rusak, dan dengan demikian orang yang mengampuni sama dengan menyelesaikan persoalan. Pengampunan ini terjadi karena kedewasaan karakter.”

Puncak dari proses mengampuni adalah ketika bisa mendoakan orang yang menganiaya seperti yang diajarkan Yesus. Mendoakan berkat bagi orang yang telah melakukan kesalahan menunjukkan bahwa orang yang mengampuni bisa berdamai dengan orang itu, termasuk dengan peristiwa pahit yang telah dialami.

4. Mengampuni Tanpa Batas

Setiap manusia pernah melakukan kesalahan. Sampai akhir hidup pun ada kemungkinan setiap orang melakukan kesalahan, besar atau kecil. Bahkan tanpa disadari, siapa pun bisa melakukan kesalahan atau melukai perasaan orang lain. Artinya setiap orang memerlukan pengampunan sepanjang hidup. Sebagaimana setiap orang memerlukan pengampunan dari Tuhan sepanjang hidup, demikian pula sepanjang hidup ia harus memberikan pengampunan kepada orang lain.

Ketika Petrus bertanya kepada Yesus sampai berapa kali harus mengampuni, Yesus menjawab bahwa mereka harus mengampuni tujuh puluh kali tujuh kali (Matius 18:21-22). Para rabi Yahudi mengajarkan bahwa mengampuni saudara dilakukan sampai tiga kali . Petrus mengira bahwa bila ia mengampuni sampai tujuh kali ia sudah lebih murah hati daripada yang diajarkan oleh para rabi . 

Jumlah ini bukanlah untuk diartikan secara literal atau matematis. Dalam hal ini Yesus bermaksud mengatakan dengan lebih tegas lagi bahwa tidak ada batas bagi seorang murid Yesus untuk mengampuni . Intinya adalah bahwa orang Kristen tidak mempunyai hak untuk menentukan batas untuk mengampuni .

Orang Kristen harus memiliki kerelaan untuk mengampuni tanpa batas: tanpa dibatasi frekuensi kesalahan, tanpa dibatasi jangka waktu, dan tanpa dibatasi besarnya kesalahan. Sebagaimana pengampunan yang diberikan Allah kepada umat-Nya tanpa batas, demikian pula karakter ilahi ini sepatutnya mengalir dari hidup setiap orang Kristen.

5. Hasil Dari Mengampuni

Pengampunan adalah salah satu hal yang dianggap sederhana oleh kebanyakan orang, namun memiliki dampak yang luar biasa. Pengampunan adalah suatu perjalanan yang sangat kompleks, termasuk kemampuan untuk mengubah sistem afektif, kognitif dan tingkah laku dari orang yang mengampuni.

Orang yang tidak mengampuni akan diliputi dengan kekecewaan, kepahitan, dendam dan amarah. Ketika dalam khotbah di bukit Yesus membahas tentang hukum “Jangan Membunuh”, Ia mengaitkan dengan dendam dan kemarahan yang ada dalam hati seseorang. Maksud dari pengajaran ini adalah bahwa terjadinya pembunuhan diawali dengan kemarahan yang ada dalam hati dan kemarahan itu tidak diselesaikan melainkan dibiarkan terus menggelora. Mengampuni adalah tindakan mengakhiri kemarahan. Mengampuni membalikkan upaya untuk saling menyakiti menjadi upaya untuk hidup dalam perdamaian.

Manusia yang normal cenderung mengharapkan keadaan damai sejahtera, itu sebabnya mengampuni menjadi kebutuhan spiritual manusia. Tetapi di sisi lain manusia lebih menyukai kepahitan dan kemarahan, rasa tidak senang dan rasa tidak puas. Hidup dalam hati yang panas membuka celah untuk melakukan kejahatan yang lebih besar. 

Alkitab mengisahkan tentang Kain yang sudah diingatkan Tuhan tentang hati yang panas namun tidak kunjung berdamai, akhirnya ia melakukan tindakan yang jahat yaitu membunuh adiknya (Kejadian 4:7-8); sebaliknya orang yang mengampuni, hatinya akan dipenuhi damai sejahtera, sehingga dicegah dari melakukan tindakan-tindakan yang tidak terkendali.

Vivian A. Susilo mendaftarkan hal-hal yang dapat ditingkatkan melalui pengampunan: secara tajam meningkatkan harapan, harga diri dan kekuatan diri, kemampuan untuk mempercayai, tenaga untuk sembuh, memutus siklus luka batin dan menghindari kriminalitas, sembuh dari trauma yang dahsyat, kemampuan sosial muda-mudi, keaktifan secara religius, dan beberapa hal positif lainnya. Dalam hubungan rumah tangga, keterampilan mengampuni dibutuhkan untuk membangun pernikahan yang sehat

Pengampunan dapat menyembuhkan luka-luka masa lalu dan dapat menolong orang percaya membangun hidup di dalam kebenaran dan keadilan. Pengampunan juga dapat memulihkan hubungan interpersonal. Ketika seseorang mengampuni orang lain, maka ia dapat mengasihi orang itu. Tetapi ketika seseorang tidak mengampuni, ia memegang hak untuk membalas kesalahan orang itu 45.

Dapat disarikan bahwa pengampunan memberikan dampak bagi diri sendiri maupun dalam relasi dengan Tuhan dan sesama. Bagi diri sendiri, orang yang mengampuni akan hidup dalam damai sejahtera, terbebas dari rasa marah dan kecewa. 


Dalam relasi dengan Allah, orang yang mengampuni dapat menghadap Allah dalam doa tanpa ganjalan, sehingga Allah berkenan untuk mengabulkan doanya. Dalam relasi dengan sesama orang yang mengampuni bisa hidup dalam perdamaian dengan semua orang. Bila sebuah komunitas – misalnya keluarga atau gereja – beranggotakan orang-orang yang suka mengampuni, maka akan menjadi komunitas yang harmonis.

Kesimpulan

Dari pembahasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa mengampuni adalah tindakan menerima dan berdamai dengan orang atau keadaan yang menjadi penyebabnya. Alasan orang Kristen harus mengampuni adalah karena ia telah diperdamaikan dengan Allah dan semestinya ia juga hidup berdamai dengan sesama. Mengampuni merupakan suatu keputusan aktif membangun kembali hubungan yang sudah rusak, dan dengan demikian orang yang mengampuni sama dengan menyelesaikan persoalan.

Orang Kristen harus memiliki kerelaan untuk mengampuni tanpa batas: tanpa dibatasi frekuensi kesalahan, tanpa dibatasi jangka waktu, dan tanpa dibatasi besarnya kesalahan. Pengampunan memberikan dampak bagi diri sendiri maupun dalam relasi dengan Allah dan sesama; bagi diri sendiri, orang yang mengampuni akan hidup dalam damai sejahtera; dalam relasi dengan Allah, orang yang mengampuni dapat menghadap Allah dalam doa tanpa ganjalan; dalam relasi dengan sesama, orang yang mengampuni bisa hidup dalam perdamaian dengan semua orang. -Joseph Christ Santo,
Next Post Previous Post