Ajaran Perjanjian Baru tentang Salib Kristus

Ajaran Perjanjian Baru tentang Salib Kristus.

PB memiliki bukti dan catatan yang berlimpah tentang salib atau penyaliban Yesus. Dalam catatan penulis Injil, Yesus sendiri mengklaim dan menjelaskan secara gamblang perihal kesengsaraan, kematian hingga kebangkitan-Nya. Salah satu contoh dalam Matius 16:21 (bdk. Markus 8:31; Lukas 9:22), Yesus secara terus terang menegaskan tentang penderitaan bahkan kematian-Nya. Bahkan ayat tersebut memberikan pemahaman bahwa Yesus pergi ke Yerusalem memang untuk mati.
Ajaran Perjanjian Baru tentang Salib Kristus
gadget, bisnis, otomotif
Menurut R.T. France, “Yesus memperingatkan para murid-Nya tentang apa yang akan datang dan mempersiapkan mereka untuk tidak menjadi pengikut-pengikut Mesias yang masyhur, tetapi Mesias yang misi-Nya akan dirampungkan melalui penderitaan dan kematian (Carson et al. 2017)

Rasul Paulus juga memuat begitu banyak berita perihal salib Kristus dalam setiap surat yang ditulisnya. Paulus menegaskan bahwa pelayanannya adalah “memberitakan Kristus yang disalibkan”, baptisan sebagai inisiasi “ke dalam kematian Yesus” dan Perjamuan Kudus sebagai proklamasi tentang kematian Yesus. 

Tanpa merasa gentar sedikit pun, Paulus memberitakan bahwa meskipun salib dipandang baik sebagai kebodohan atau “batu sandungan” bagi mereka yang mengandalkan dirinya, salib sesungguhnya merupakan esensi dari hikmat dan kuasa Allah sendiri (bdk. 1Korintus 1:18-25; Roma 6:3; 1Korintus 11:26). yang dengannya diselamatkan, hal yang sangat penting itu adalah “bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; bahwa Ia telah menampakkan diri …”.

Kemudian dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus menegaskan ajaran tentang salib pada penekanan yang semakin kuat dan tegas. Setelah menunjukkan dan membuktikan bahwa semua manusia telah berdosa dan bersalah di hadapan Allah, ia menjelaskan bahwa jalan yang benar yang Allah gunakan untuk mendamaikan orang yang berdosa dengan diri-Nya bekerja secara efektif melalui penebusan yang datang oleh Kristus Yesus, yang telah ditentukan Allah menjadi korban pendamaian (LAI=jalan pendamaian) karena iman dalam darah-Nya (Roma 3:25). 

Kata ἱλαστήριον (Roma 3:25; Ibrani 9:5) memang bisa dipahami dalam dua terjemahan di atas. Menurut Douglas Moo, Ayat 25 melanjutkan… dengan menguraikan secara lebih rinci sifat pekerjaan Kristus untuk kita pada kayu salib.

Kata kunci adalah ἱλαστήριον diterjemahkan dalam NIV [dan TB2] sebagai “jalan pendamaian”. Dengan melihat pemakaian istilah ini dalam bahasa Yunani sekuler, “mengambil hati”, maka banyak orang berfikir bahwa di sini kata ini berarti suatu tindakan yang menangkal murka Allah... Cara kata ini digunakan dalam LXX menunjuk ke arah yang… biasanya mengacu pada “tutup pendamaian”, satu komponen mezbah [tabut] dalam Kemah Pertemuan. Terutama dalam Imamat 16, kata ini mencolok, di mana ritus Hari Pendamaian ditetapkan. Di atas “tutup pendamaian” inilah darah kurban dipercikkan untuk mengadakan pendamaian bagi bangsa itu (dalam Carson et al. 2017, 338).

Dengan demikian, jelas sekali terlihat dalam perikop ini bahwa Paulus hendak menegaskan bahwa Yesus Kristus merupakan perbandingan yang selaras untuk “tutup pendamaian” yang muncul dalam PL pada catatan PB. Pada PL,

Bahkan dalam 1 Korintus 15:1-5, Paulus secara gamblang menegaskan tentang Injil yang diklaimnya diterimanya sendiri dan telah diteruskannya kepada mereka, yang telah menjadi fondasi yang di atasnya mereka berdiri dan kabar baik ungkapan “tutup pendamaian” merupakan tempat di mana Allah menangani dosa umat-Nya. Dalam ayat ini (25), Paulus mengatakan bahwa Yesus telah ditentukan (harfiah: diperlihatkan secara umum agar semua orang melihatnya) sebagai tempat di mana sekarang Allah membereskan dosa umat-Nya secara tuntas dan untuk selama-lamanya.

Melalui salib Kristus pendamaian terjadi, dan seperti dalam PL, mengandung baik pengampunan, penghapusan dosa, maupun penangkalan – mengambil hati murka Allah. Penangkalan ini tentunya yang diambil sendiri dan merupakan pelampiasan kemarahan-Nya yang adil dan suci atas dosa. Hasilnya, kita dibenarkan oleh darah-Nya dan diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya (Roma 5:9-10). Itulah sebabnya, tidak mengherankan apabila Paulus menegaskan bahwa dia tidak akan bermegah dalam hal apapun kecuali di dalam salib Kristus (bdk. Galatia 6:14).

Ajaran yang serupa pun dijumpai dalam surat-surat yang ditulis oleh Petrus. Dalam awal suratnya, dia mengemukakan bahwa penerima suratnya telah diperciki dengan darah Yesus Kristus. Bahkan secara jelas dan tegas, dia mengingatkan bahwa mereka telah ditebus dan harga penebusan bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan emas dan perak, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat (bdk. 1Petrus 1:18-19). 

Menurut David H. Wheaton bahasa yang dipakai di sini mengingatkan pada Markus 10:45 dan Yohanes 1:29. Tak bernoda menunjuk tingkah laku, dan tak bercacat pada kesempurnaan tubuh dari kurban (lih. Keluaran 12:5; Imamat 22:17-25; Bilangan 6:14; 19:2) (Carson et al. 2017).

Petrus juga menekankan bahwa “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib” dan “Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah ” (1Petrus 2:24; 3:18) – sebagai penggenapan nubuat Yesaya 53. Pada 1 Petrus 2:24, kata “memikul” secara harfiah berarti “mengangkat”. 

Dengan menggunakan kata ἀναφέρω yang juga digunakan dalam Ibrani 7:27, diartikan “mempersembahkan”; di mana penulis menunjuk kepada penderitaan Yesus (yang mengutip Yesaya 53:5,12) hendak memberikan alasan untuk penderitaan kita. Wheaton juga memberikan pandangan yang baik untuk 1 Petrus 3:18 dengan mengatakan , Ayat 18 merupakan satu dari beberapa pernyataan tersingkat, meskipun sangat mendalam, dalam Perjanjian Baru tentang ajaran penebusan dosa. 

Yesus dipandang sebagai yang menangani persoalan tentang terputusnya hubungan umat manusia dengan Allah dalam tiga cara: 

(1) Ia menjadi kurban yang sempurna untuk dosa (bdk. Ibrani 9:11-14; 10:1-10) , dan karena itu Ia telah menggenapi tuntutan-tuntutan hukum Taurat; 

(2) Ia menanggung kematian sebagai imbalan dari ketidakadilan hukuman yang ditetapkan oleh hukum Taurat kepada orang-orang yang berdosa (bdk. Roma 6:23; 2Korintus 5:21); 

(3) Ia telah menghilangkan rintangan yang disebabkan oleh dosa serta serta membuka jalan kembali kepada Allah (Yohanes 14:6)(Carson et al. 2017, 658).

Pada prinsipnya, Petrus hendak menekankan tentang salib Kristus atau Kristus disalibkan untuk menanggung dosa kita dan sekaligus menggantikan kita.

Kemudian dalam surat Ibrani, penulisnya menegaskan Yesus sebagai imam besar yang mana keimaman-Nya jauh lebih tinggi dari pada keimaman Lewi bahkan juga termasuk imam Harun. Oleh karena dalam pelayanan sakrifisial (pengorbanan) Yesus, jauh melampaui pelayanan para imam Lewi. Yesus tidak memiliki dosa yang mengharuskan-Nya untuk mempersembahkan kurban bagi diri-Nya sendiri; darah yang ditumpahkan-Nya bukanlah darah kambing dan domba, tetapi darah-Nya sendiri. 

Dia tidak perlu mempersembahkan korban yang sama berulang kali, yang tidak pernah bisa menghapuskan dosa, karena Ia mempersembahkan “hanya satu korban saja karena dosa [untuk selamanya]; dan dengan jalan itu Ia telah memperoleh “mendapat kelepasan (penebusan) yang kekal” dan menegakkan perjanjian (kovenan) kekal yang mengandung janji, Aku akan menaruh belas kasihan terhadap kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa-dosa mereka” (Ibrani 8-10).

Dengan demikian, tidak keliru apabila dikatakan bahwa ajaran tentang salib Kristus begitu berlimpah dalam PB dan semuanya sepakat bahwa salib Kristus bertujuan untuk menggenapi setiap nubuat dalam PL, untuk menebus manusia berdosa dan untuk menggantikan (substitusi) manusia berdosa. 


Wayne Grudem menambahkan dengan berkata, The view of Christ’s death presented here has frequently been called the theory of penal substitution. Christ’s death was ‘penal’ in that he bore a penalty when he died. His died was also a ‘substitution’ in that he was a substitute for us when he died. This has been the orthodox understanding of the atonement held by evangelical theologians, in contrast to other views that attempt to explain the atonement apart from the idea of the wrath of God or payment of penalty for sin (Grudem 1994, 539).

Artinya, Grudem melihat kematian Kristus sebagai kematian yang menggantikan hukuman. Kematian Kristus adalah 'hukuman' karena dia menanggung hukuman ketika Dia mati. Kematiannya juga merupakan 'pengganti' karena dia adalah pengganti kita ketika Dia meninggal. Ini adalah pemahaman ortodoks tentang penebusan yang dipegang oleh para teolog evangelis, berbeda dengan pandangan lain yang mencoba menjelaskan penebusan terlepas dari gagasan tentang murka Allah atau pembayaran hukuman atas dosa
Next Post Previous Post