PRIBADI PAULUS DALAM PERJANJIAN BARU
Pengantar
Pribadi Paulus Muda.
Paulus dilahirkan di Tarsus, sebuah kota utama dari provinsi Kilikia, terletak di sebelah timur Asia kecil. Di kota itu, dia terbiasa melihat kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di lingkungan sekitar. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika di dalam tulisan-tulisannya, kita bisa menemukan pantulan dari situasi hidup dan kejadian-kejadian di kota Tarsus. Misalnya, kilatan cahaya yang menyilaukan yang dipantulkan oleh topi baja dan tombak tentara Roma di siang terik daerah Laut Tengah. Pengalaman ini sepertinya menjadi latar belakang ilustrasinya mengenai peperangan orang Kristen (2 Korintus 10:4). Selain itu, Paulus juga memakai ilustrasi tentang perahu yang kandas (1 Timotius 1:19), tukang periuk (Roma 9:21), kemenangan (2 Korintus 2:14), untuk membandingkan kemah duniawi dalam kehidupan ini dengan suatu tempat kediaman di surga -- suatu tempat kediaman kekal yang tidak dibuat oleh tangan manusia (2 Korintus 5:1).
Paulus adalah warga negara Roma (Kisah Para Rasul 22:25, 28), tetapi ia juga menyebut dirinya "orang Israel dari keturunan Abraham, dari suku Benyamin" (Roma 11:1). Selain itu, Paulus adalah orang yang taat terhadap hukum Taurat dan menyebut dirinya seorang Farisi (Filipi 3:5; Kisah Para Rasul 23:6). Pendidikan keagamaannya berakar pada kepatuhan terhadap Hukum Taurat, sebagaimana diterangkan oleh para rabi Yahudi. Sejak usia 5 tahun, Paulus sudah dibiasakan untuk membaca Kitab Suci. Pada usia 10 tahun, dia dibiasakan untuk mempelajari Misynah dan berbagai tafsiran tentang Hukum Taurat, mendalami sejarah, adat-istiadat, dan bahasa bangsanya. Pada usia 13 tahun, dia diharapkan sudah bisa mempertanggungjawabkan ketaatannya pada Hukum Taurat.
Saulus dari Tarsus melewatkan masa mudanya di Yerusalem, di bawah pimpinan Gamaliel -- salah seorang rabi Yahudi yang sangat termasyhur. Di sana, ia dididik menurut hukum nenek moyangnya (Kisah Para Rasul 22:3). Sebagai calon rabi, Saulus diwajibkan memiliki keterampilan tertentu, sehingga ke depannya dia bisa mengajar tanpa membebani masyarakat. Paulus memilih industri yang khas dari kota Tarsus, yaitu membuat tenda dari bulu domba. Kemahirannya dalam membuat tenda inilah yang nantinya sangat bermanfaat dalam tugas-tugas misinya.
Setelah menyelesaikan masa belajarnya bersama Gamaliel, Paulus kemungkinan kembali ke Tarsus selama beberapa tahun. Setelah itu, ia kembali ke Yerusalem untuk menganiaya orang-orang Yahudi yang telah menerima ajaran Yesus, orang Nazaret. Paulus sendiri tidak pernah bisa melupakan apa yang pernah ia perbuat kepada orang-orang Yahudi, yang telah menerima ajaran Yesus (1 Korintus 15:9). Bahkan, ia sendiri menjuluki dirinya sebagai "penganiaya jemaat" (Filipi 3:6; Galatia 1:13) dan orang "yang paling berdosa" (1 Timotius 1:15), karena ia telah menganiaya Yesus dan para pengikut-Nya.
Pertobatan Paulus di Jalan Damsyik.
Setelah kematian Stefanus, yang mana Saulus berperan sebagai salah satu algojo, Saulus berusaha membinasakan jemaat Tuhan dan memasuki rumah demi rumah, menyeret laki-laki dan perempuan ke luar, dan menyarankan mereka untuk dimasukkan ke dalam penjara (Kisah Para Rasul 8:3). Karena penganiayaan ini, murid Kristus tersebar sampai ke seluruh pelosok (Kisah Para Rasul 8:4). Mengetahui hal itu, ia memutuskan untuk melakukan pengejaran terhadap para murid Kristus yang tercerai-berai itu. Salah satunya ke Damsyik, dengan membawa pasukan dan surat kuasa yang memberinya kekuasaan untuk menangkap dan membawa siapa pun (Kisah Para Rasul 9:2).
Dalam perjalanan menuju Damsyik, suatu peristiwa penting terjadi. Dalam suatu kilatan cahaya yang terang-benderang, Saulus melihat semua kebanggaan dan keangkuhan dirinya dilucuti, dan mendapati dirinya hanya sebagai penganiaya Mesias beserta umat-Nya. Di hadapan Kristus yang hidup, Saulus menyerah. Ia mendengar ada suara yang berkata, "Akulah Yesus yang kau aniaya itu. Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kau perbuat." (Kisah Para Rasul 9:5-6) Sejak peristiwa itu, selama 3 hari ia tidak bisa melihat, tidak makan dan minum (Kisah Para Rasul 9:9). Ananias, seorang murid Tuhan disuruh untuk menumpangkan tangan ke atas Saulus, dan seketika itu Saulus bisa melihat kembali. Mulai saat itu namanya berubah menjadi Paulus.
Awal Pelayanan Paulus.
Setelah pertobatannya, Paulus memberikan kesaksian tentang iman barunya di sinagoge di Damsyik. Akan tetapi, Paulus mengalami banyak pelajaran pahit sebelum dia bisa muncul sebagai seorang pemimpin jemaat Kristen yang dipercaya dan efektif. Jemaat Kristen masih trauma dengan masa lalunya yang suka menganiaya jemaat. Mereka mencurigai dan menjauhi Paulus. Karena merasa tidak diterima oleh jemaat di Damsyik, Paulus pergi ke Arabia dan beberapa waktu kemudian dia kembali ke Damsyik. Sayangnya, usaha Paulus untuk melayani Tuhan di Damsyik belum juga berhasil. Pertobatannya yang sudah berjalan 1-2 tahun belum membuat masyarakat Yahudi yakin bahwa Paulus benar-benar sudah berubah. Mereka begitu jengkel dan berunding untuk membunuh Paulus (Kisah Para Rasul 9:23). Untuk menyelamatkan diri, Paulus pergi ke Yerusalem. Naasnya, di sana pun dia tidak mendapatkan perlakuan yang baik. Lagi-lagi, dia harus melarikan diri. Setelah itu, Paulus menghilang selama beberapa tahun. Tahun-tahun pengasingan diri ini memberinya keyakinan yang matang dan kemampuan rohani yang ia butuhkan untuk pelayanan berikutnya.
Di Antiokhia, banyak orang non-Yahudi yang bertobat dan mengikut Kristus. Mereka perlu dibina. Saat itulah, Barnabas ingat kepada Paulus, dan segera pergi ke Tarsus untuk mencarinya. Barnabas pun memperkenalkan Paulus kepada jemaat dan menghilangkan kecurigaan jemaat kepadanya.
Perjalanan Pengabaran Injil.
Gereja baru yang sedang berkembang di Antiokhia mengutus Barnabas dan Paulus sebagai utusan Injil. Tempat persinggahan mereka yang pertama adalah Salamis di Pulau Siprus, tempat kelahiran Barnabas. Keberhasilan pengabaran Injil di pulau itu membakar semangat Paulus dan rekan-rekannya untuk meneruskan usaha mereka ke daerah-daerah yang lebih sulit. Mereka menuju Perga dan Antiokhia. Di Antokhia, Paulus menjadi pembicara. Di sana, sebagian orang memercayai pemberitaan Paulus dan sebagian lagi menolaknya. Hal ini memicu perlawanan. Awalnya hal ini hanya terjadi di Antiokhia, namun selanjutnya menjalar ke Ikonium dan Listra. Di Listra, ia dilempari batu dan ditinggalkan di luar kota. Orang-orang yang melemparinya dengan batu menduga bahwa dia sudah mati, jadi mereka meninggalkannya begitu saja. Namun, ternyata Paulus masih hidup. Setelah itu, dia pergi ke Derbe. Kunjungan Paulus dan Barnabas ke Derbe mengakhiri perjalanan mereka yang pertama. Namun, tidak lama kemudian, Paulus memutuskan untuk menelusuri kembali rute yang sulit itu untuk menguatkan, memberi semangat, dan mengorganisasi kelompok-kelompok Kristen yang telah berhasil didirikannya bersama Barnabas. Paulus berencana untuk mendirikan jemaat-jemaat Kristen di kota-kota utama dalam wilayah Kerajaan Romawi. Ia tidak mau meninggalkan orang-orang yang sudah ia bawa bertobat itu tanpa pemimpin rohani yang memadai.
Dalam perjalanan pengabaran Injil tersebut, Paulus juga memikirkan hubungan antara orang-orang non-Yahudi yang telah bertobat dengan kalangan orang Yahudi Kristen. Meskipun telah bertobat, orang-orang percaya non-Yahudi ini tetap dianggap kelas "dua", sehingga menghalangi mereka untuk menjadi "anggota penuh" jemaat Yahudi. Paulus bersama Barnabas pergi ke Yerusalem untuk membicarakan masalah ini dengan para pemimpin gereja di sana. Paulus berhasil memikat hati banyak orang dengan pemaparan pandangannya mengenai masalah tersebut. Setelah persidangan di Yerusalem, Paulus dan Barnabas tinggal beberapa saat di Antiokhia (Kisah Para Rasul 15:35).
Sayangnya, di sana terjadi dua peristiwa yang meretakkan hubungan kerja Paulus dengan Barnabas dan Petrus. Awalnya, Petrus mendukung pandangan Paulus untuk membebaskan orang non-Yahudi dari aturan makan orang Yahudi, bahkan memberikan teladan dengan cara makan bersama-sama orang non-Yahudi. Namun, selanjutnya Petrus mengundurkan diri dan menjauhi mereka (Galatia 2:12). Barnabas pun turut terseret dengan Petrus. Inilah peristiwa pertama yang meretakkan hubungan mereka. Peristiwa kedua adalah Paulus menentang Barnabas untuk membawa serta Yohanes Markus dalam perjalanan penginjilan mereka. Hal ini menimbulkan perselisihan yang tajam (Kisah Para Rasul 15:39). Alhasil, mereka selanjutnya mengambil rute yang berbeda dalam perjalanan penginjilan. Hal ini justru membuat Injil tersebar lebih luas.
Dalam pelayanan selanjutnya, Paulus ditemani oleh Silas. Mereka berjalan mengelilingi Siria dan Kilikia sambil menguatkan jemaat-jemaat di situ. Setelah itu, mereka pergi ke Derbe dan Listra. Di Listra, Paulus bertemu dengan Timotius yang kemudian dipilihnya untuk membantu Paulus dalam pelayanannya. Selanjutnya, Paulus melakukan perjalanan misinya melewati kota-kota utama Makedonia -- dari Filipi ke Tesalonika, Berea, Athena, dan Korintus.
Setelah Paulus melayani orang-orang non-Yahudi selama hampir 3 tahun di Yerusalem, Paulus kembali ke Antiokhia. Dari sana, dia menuju ke Galatia, Frigia, Derbe, Listra, Ikonium, dan Antiokhia. Setelah itu, ia memutuskan untuk menginjil secara intensif di Efesus. Di Efesus inilah Paulus menunjukkan pelayanannya yang paling sukses dan paling luas. Akan tetapi, ini merupakan tahun-tahun paling berat baginya. Ia harus menghidupi dirinya sendiri dengan membuat dan menjual tenda-tenda. Pagi-pagi benar dia mulai membuat tenda, siang harinya dia mengajar dan memberitakan Injil, kemungkinan hingga malam hari. Dia melakukan hal ini setiap hari selama 2 tahun. Setelah melewatkan tiga kali musim dingin di Efesus, Paulus kemudian pergi ke Korintus lalu ke Roma.
Pemenjaraan dan Pengadilan Paulus.
Di satu sisi pelayanan Paulus didukung oleh banyak orang, tetapi di sisi lain tetap saja ada kelompok yang tidak menyukainya dan meragukan kesucian hatinya dalam melayani Tuhan Allah. Ada beberapa orang Yahudi yang menangkap Paulus dan memberikan tuduhan palsu kepadanya (Kisah Para Rasul 21:27-29). Peristiwa ini semakin besar, sehingga Paulus harus berhadapan dengan pembesar negara dan masalah hukum. Akhirnya, Paulus dimasukkan ke dalam penjara.
Perjanjian Baru tidak memberitahukan kepada kita bagaimana Paulus mati. Beberapa pakar modern menyatakan bahwa setelah kaisar membebaskan Paulus, dia kembali terlibat dalam pekerjaan penginjilan. Oleh karena itu, Paulus ditangkap untuk kedua kalinya dan dihukum mati. Dalam buku First Epistle of Clement (Surat Pertama Klemens) dan Acts of Paul (Kisah Paulus) yang ditulis sebelum tahun 200 menegaskan bahwa hal itu memang terjadi. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa Paulus dipenggal kepalanya di Roma tidak lama sebelum runtuhnya pemerintahan Kaisar Nero (sekitar tahun 67).
Selama hidupnya, Paulus melakukan banyak pelayanan. Dia adalah penginjil terbesar, penanam gereja, pemenang jiwa, dan seorang teolog dari sejarah gereja. Dia adalah penulis 13 dari 27 Kitab Perjanjian Baru
KESIMPULAN
Paulus lahir di Tarsus, daerah yang terletak di Kilikia, sekitar tahun 10 M. Tarsus merupakan kota yang besar dan maju dalam bidang perdagangan dan juga dalam bidang kebudayaan Yunani. Lingkungan sekitar sangat mempengaruhi tatanan kehidupan orang-orang yang tinggal di kota tersebut, seperti halnya cara hidup, cara berpikir, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, tidak heran jika Paulus pun banyak terpengaruh oleh lingkungan di kota tersebut.
Paulus ini merupakan seorang perantauan dari daerah Yahudi seperti kebanyakan orang-orang yang hidup di daerah Yunani. Namun sekalipun Paulus kebanyakan terpengaruh oleh tatanan hidup orang Yunani, namun ia tetap memiliki ketaatan yang kuat pada kepercayaan atau imannya, tetapi hal itu tidak menutup ruang untuk Paulus bergaul dengan orang-orang Yunani.
Berada di lingkungan orang-orang Yunani bukanlah masalah besar bagi Paulus dan keluarganya, dikarenakan Paulus tetap mendapat didikan atau pengajaran mengenai agama Yahudi sehingga bagaimanapun lingkungan sekitarnya, Paulus tetap dapat menjadi seorang Yahudi yang taat. Pengajaran Taurat bagi keluarga Yahudi merupakan suatu kewajiban, agar mereka dapat sama-sama bertumbuh menjadi keluarga Yahudi yang beriman.
Hal ini tentu menjadi keunikan tersendiri dalam diri Paulus karena dia mampu membangun hubungan sosial yang baik di orang di sekitarnya meskipun itu berbeda keyakinan dengannya. Hidup di tengah-tengah masyarakat yang berbeda keyakinan tentu menjadi tantangan terbesar, tetapi bagi Paulus itu tidak sulit untuk dilalui, dan tetap taat sepenuhnya pada keyakinannya khususnya agama Yahudi.
Paulus, dulunya adalah seorang yang bernama Saul, dimana dalam bahasa Ibrani disebut Paulus, dalam bahasa Yunani disebut Saulos, dan dalam bahasa Romawi disebut Paulos. Paulus dalam menempuh pendidikannya mengikuti jalur seorang Rabbi yang kemudian dikirim ke Yerusalem. Di sana, Paulus belajar kepada seorang guru bernama Gamaliel, yang merupakan seorang Rabbi Farisi yang adalah cucu dari Rabbi Hillel (60 SM20 SM) dan nantinya akan menjadi penerusnya.
Paulus, dulunya adalah seorang yang bernama Saul, dimana dalam bahasa Ibrani disebut Paulus, dalam bahasa Yunani disebut Saulos, dan dalam bahasa Romawi disebut Paulos. Paulus dalam menempuh pendidikannya mengikuti jalur seorang Rabbi yang kemudian dikirim ke Yerusalem. Di sana, Paulus belajar kepada seorang guru bernama Gamaliel, yang merupakan seorang Rabbi Farisi yang adalah cucu dari Rabbi Hillel (60 SM20 SM) dan nantinya akan menjadi penerusnya.
Pengajaran yang harus dijalani oleh seorang anak untuk menjadi Rabbi ialah berlangsung mulai ia berumur 20 atau 21 tahun untuk memperoleh gelar guru agama Yahudi. Pengajaran Hillel ini lebih unggul dari pengajaran Shammai. Dari pendidikan inilah, Paulus kemudian mendapat kemajuan atau lebih unggul dari teman-temannya yang lain bahkan seperti yang dikatakan dalam Filipi 3:6 bahwa Paulus bahkan memiliki keberanian untuk menyatakan bahwa dirinya tak bercacat dalam hukum Taurat.
Dalam kehidupannya, Paulus sangat memegang dengan teguh prinsip atau nilai-nilai keagamaan Yahudi. Salah satunya ialah ajaran Hillel yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap Paulus sesudah mengenal dan mengikut Kristus yang merupakan pandangannya terhadap orang non-Yahudi.
Dalam kehidupannya, Paulus sangat memegang dengan teguh prinsip atau nilai-nilai keagamaan Yahudi. Salah satunya ialah ajaran Hillel yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap Paulus sesudah mengenal dan mengikut Kristus yang merupakan pandangannya terhadap orang non-Yahudi.
Dalam pengajaran Hillel memberikan ruang kepada orang-orang non-Yahudi, di mana Hillel mengirimkan para pengajar ditengah-tengah orang-orang non-Yahudi untuk mengajarkan ajaran Yahudi dan membawa mereka masuk kedalamannya. Hal ini kemudian menjadi pendorong bagi Paulus untuk bersemangat dalam memberitakan karya penyelamatan Yesus Kristus.
Paulus ketika masih belum percaya terhadap Kristus memiliki pemahaman bahwa orang yang mati dikayu salib bukanlah Yesus Kristus melainkan orang yang mendapat kutuk dari Allah. Sehingga dalam kehidupannya yang dahulu sebelum mengalami pertobatan, Paulus begitu keras terhadap pengikut Kristus, karena menganggap mereka telah sesat dan bahkan menjadi penyesat banyak orang Yahudi. Sehingga tidak segan-segan Paulus dulunya menjadi seorang penganiaya para pengikut Kristus.
Agama Yahudi sangat berpengaruh dalam kehidupan Paulus, sehingga terus menentang pengikut Kristus. Penganiayaan yang dilakukan oleh Paulus semenjak dia menganut agama Yahudi, dan memegang teguh ajaran-ajaran Taurat, berakhir pada saat dia dipulihkan oleh Tuhan dalam perjalanan menuju ke Damsyik. Kehidupannya berubah total, dan sepenuhnya menyerahkan hidupnya untuk misi pemberitaan Injil.
Baca Juga: Anugerah Menurut Paulus: Eksplorasi Surat Roma
Baca Juga: Anugerah Menurut Paulus: Eksplorasi Surat Roma
Dalam kehidupan Paulus, baik saat belum mengenal Kristus dan setelah mengenal Kristus, ia tetap berpegang pada doktrin yang dipercayainya. Di mana Paulus percaya bahwa Allah itu esa, benar dan suci, bangsa Israel sebagai bangsa yang terpilih, kemudian Taurat dianggapnya sebagai pernyataan kehendak Allah bagi manusia, dan ia meyakini bahwa Mesias akan datang untuk melepaskan umat-Nya. Sebagai pengikut Kristus, Paulus banyak melakukan pemberitaan Injil. Ia menjadi seorang pewarta Injil yang pantang menyerah.
Sekalipun mengalami penganiayaan, pemenjaraan, bahkan nyaris mati di tangan orang-orang yang tidak setuju atau menganggapnya sebagai ajaran sesat, namun hal itu tidak membuat Paulus untuk menyerah dan berhenti dalam memberitakan Injil tentang Kristus. Hingga pada hari terakhirnya, menjelang kematiannya, ia dijatuhi hukuman mati di Kota Roma.
Paulus kemudian dinyatakan sebagai seorang yang Mati Martir, yakni seorang yang mati demi mempertahankan imannya. Pendirian Paulus memang terus dipegang teguh. Meskipun dalam kehidupan pelayanannya sering kali dia mengalami tekanan, tetapi itu tidak menyurutkan semangatnya dalam memberitakan Injil