CARA KERJA DOSA DAN AKIBAT-AKIBATNYA (YAKOBUS 1:13-18)

Matthew Henry

I. Di sini kita diajar bahwa Allah bukanlah penyebab dosa siapa saja. 

Siapa pun yang melancarkan penganiayaan terhadap manusia, dan apa pun ketidakadilan dan dosa yang atasnya mereka bersalah dalam perbuatan itu, Allah tidak boleh dipersalahkan untuk itu. Dan, apa pun dosa yang mungkin menggoda orang-orang baik itu sendiri melalui ujian dan penderitaan mereka, Allah bukanlah penyebabnya. 

Tampaknya di sini dianggap bahwa sebagian orang yang mengaku beriman bisa saja jatuh pada saat pencobaan, bahwa tongkat yang memukul mereka bisa jadi menggiring sebagian orang ke jalan-jalan yang jahat, dan membuat mereka mengulurkan tangan pada kejahatan. Akan tetapi, meskipun ini bisa terjadi, dan walaupun penjahat-penjahat seperti itu akan berusaha mempersalahkan Allah untuk itu, mereka sendirilah yang harus sepenuhnya dipersalahkan atas pelanggaran mereka. Sebab:
CARA KERJA DOSA DAN AKIBAT-AKIBATNYA (YAKOBUS 1:13-18)
1. Pada sifat Allah, tidak ada suatu apa pun yang dapat mereka persalahkan: 

Apabila seorang dicobai untuk berjalan di jalan kejahatan, atau melakukan apa saja yang jahat, janganlah ia berkata: “Pencobaan ini datang dari Allah!” Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat. Semua kejahatan moral terjadi akibat adanya suatu kekacauan dalam makhluk yang bersalah atas kejahatan itu, akibat tidak adanya hikmat, atau kekuatan, atau kepatutan dan kemurnian dalam kehendak. Tetapi siapa yang bisa mendakwa Allah yang kudus bahwa Ia tidak mempunyai ke semuanya ini, yang justru merupakan hakikat-Nya? Tidak ada urusan darurat apa pun yang dapat mencobai Allah untuk merendahkan atau menyangkal diri-Nya, dan karena itu Ia tidak dapat dicobai oleh yang jahat.

2. Dalam pemeliharaan-pemeliharaan Allah, tidak ada suatu apa pun yang dapat dipersalahkan atas dosa siapa saja (Yakobus 1:13): Dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun. Seperti halnya Allah sendiri tidak dapat dicobai oleh yang jahat, demikian pula Ia tidak mungkin mencobai orang lain. Tidak mungkin Ia mendukung apa yang menjijikkan bagi kodrat-Nya. 

Pikiran yang bersifat kedagingan ingin mempersalahkan Allah atas dosa-dosanya. Dalam hal ini ada faktor keturunan yang berperan. Adam, orang tua kita yang pertama, berkata kepada Allah, perempuan yang Kautempatkan di sisiku menggodaku, dan dengan demikian, pada dasarnya, ia mempersalahkan Allah karena sudah memberinya si penggoda. 

Janganlah orang berkata demikian. Berbuat dosa itu sangat buruk, tetapi jauh lebih buruk apabila kita, setelah berbuat salah, mempersalahkan Allah untuk itu, dan berkata bahwa itu terjadi karena Dia. Orang yang mempersalahkan kedudukan atau keadaan mereka di dunia ini atas dosa-dosa mereka, atau yang mengaku bahwa sudah menjadi takdir mereka untuk berbuat dosa, berarti mempersalahkan Allah, seolah-olah Dialah yang menyebabkan dosa. Penderitaan, yang dikirimkan Allah, dimaksudkan untuk mengerjakan anugerah-anugerah kita, bukan kebobrokan-kebobrokan kita.

II. Kita diajar di mana sebenarnya penyebab kejahatan, dan siapa yang harus dipersalahkan (Yakobus 1:14): 

Tiap-tiap orang dicobai (dalam arti yang buruk) oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dalam bacaan-bacaan lain dalam Kitab Suci, Iblis disebut sebagai si pencoba, dan hal-hal lain adakalanya ikut bekerja untuk mencobai kita. Tetapi bukan Iblis bukan pula orang atau hal lain yang harus dipersalahkan supaya kita bisa berdalih. Sebab kejahatan dan godaan sebenarnya berasal dari dalam hati kita sendiri. Bahan yang mudah terbakar itu ada dalam diri kita, meskipun apinya bisa saja disulut oleh penyebab-penyebab luar. Oleh karena itu, jikalau engkau mencemooh, engkau sendirilah orang yang akan menanggungnya (Amsal 9:12). Amatilah di sini:

1. Cara kerja dosa

Pertama-tama dosa menyeret, kemudian memikat. Seperti halnya kekudusan terdiri atas dua hal, yaitu meninggalkan yang buruk dan melekat pada yang baik, demikian pula jika kedua hal ini dibalik, maka itu merupakan dua bagian dari dosa. Hati diseret dari apa yang baik, dan dipikat untuk melekat pada apa yang buruk. Ini terjadi pertama-tama melalui kecenderungan hati yang bobrok, atau karena bernafsu dan mengingini suatu kepuasan ragawi atau duniawi, yang terasing dari hidup di dalam Allah, dan kemudian secara perlahan-lahan hati pun menetap di jalan dosa.

2. Dari sini kita dapat mengamati kuasa dan cara-cara dosa. 

Kata yang di sini diartikan diseret berarti ditarik atau didesak secara paksa. Kata yang diterjemahkan terpikat berarti terpancing dan teperdaya oleh daya pikat dan gambaran-gambaran yang menipu tentang segala sesuatu, exelkomenos kai deleazomenos. Ada banyak kekerasan yang dilakukan terhadap hati nurani dan pikiran oleh kuasa dari kebobrokan. 

Dan ada banyak kelicikan, tipu daya, dan sanjungan dalam dosa untuk memenangkan kita pada kepentingan-kepentingannya. Kekuatan dan kuasa dosa tidak akan pernah bisa menang, kalau bukan karena kelicikan dan tipu dayanya. Para pendosa yang binasa terpancing dan tersanjung, sehingga itu membawa kebinasaan bagi diri mereka sendiri. Dan ini akan membenarkan Allah untuk selama-lamanya dalam menghukum mereka, sebab mereka sudah menghancurkan diri mereka sendiri. Dosa mereka ada di depan pintu mereka sendiri, dan karena itu darah mereka akan menimpa kepala mereka sendiri.

3. Berhasilnya kebobrokan di dalam hati (Yakobus 1:15): 

Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa. Yaitu, karena dosa dibiarkan merangsang keinginan-keinginan dalam diri kita, maka ia akan segera mematangkan keinginan-keinginan itu menjadi persetujuan, lalu dikatakan bahwa keinginan itu telah dibuahi. Dosa sudah benar-benar ada, meskipun baru berupa janin. Dan, apabila sudah bertumbuh penuh di dalam pikiran, dosa akan melahirkan perbuatan nyata. Oleh sebab itu, hentikanlah mulainya dosa, sebab kalau tidak, semua kejahatan yang dihasilkannya akan sepenuhnya ditanggungkan kepada kita.

4. Akhir dari dosa, dan bagaimana kesudahannya: 

Apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut. Setelah dosa melahirkan perbuatan-perbuatan nyata, kesudahannya (seperti yang diamati Dr. Manton) adalah bahwa dosa diperkuat oleh perbuatan-perbuatan yang sering dilakukan, yang kemudian menetap menjadi kebiasaan. Dan, apabila pelanggaran-pelanggaran manusia sudah penuh seperti itu, maka lahirlah maut. Ada maut atas jiwa, dan maut pun mendatangi tubuh jasmani. Dan, selain kematian rohani dan jasmani, upah dosa adalah kematian kekal juga. Oleh sebab itu, hendaklah kita bertobat dan meninggalkan dosa, sebelum dosa menjadi matang. Mengapakah kamu akan mati, hai kaum Israel? (Yehezkiel 33:11). 

Allah tidak bersuka dalam kematianmu, seperti halnya Ia tidak mempunyai andil dalam dosamu. Sebaliknya, baik dosa maupun kesengsaraan terjadi karena dirimu sendiri. Keinginan dan kebobrokan hatimu sendirilah yang menggoda kamu. Dan apabila sedikit demi sedikit keinginan dan kebobrokan hatimu itu menjauhkanmu dari Allah, dan mematangkan kekuatan dan kuasa dosa dalam dirimu, maka itu akan menghancurkan kamu.

III. Kita diajar lebih jauh bahwa, sementara kita sendirilah yang menyebabkan dan mendatangkan semua dosa dan kesengsaraan bagi diri kita, Allah adalah Bapa dan sumber dari semua kebaikan ( Yakobus 1:16-17). 

Kita harus sangat berhati-hati supaya tidak salah dalam pemikiran-pemikiran kita tentang Allah: “Saudara-saudara yang kukasihi, janganlah sesat, mÄ“ lanasthe – jangan menyimpang, yaitu dari firman Allah, dan gambaran-gambaran tentang Dia yang engkau dapati di dalam firman-Nya itu. Jangan menyimpang ke dalam pendapat-pendapat yang salah, dan keluar dari patokan kebenaran, yaitu hal-hal yang telah engkau terima dari Tuhan Yesus dan oleh pimpinan Roh-Nya.” Ada kemungkinan Rasul Yakobus di sini terutama memperingatkan jemaat terhadap ajaran-ajaran yang bebas dari Simon dan para pengikut Nikolaus (yang dari mereka kemudian muncul kaum Gnostik, sekelompok orang yang paling cemar dan bobrok). 

Kalau mau melihat masalah ini lebih jauh lagi, Anda bisa membaca buku pertama dari theolog Yunani Irenaeus yang berjudul “Melawan Bidah.” Biar saja orang-orang bobrok mengarang gagasan apa saja yang mereka mau, tetapi kebenaran, yang nyata di dalam Yesus, tetap berdiri: Bahwa Allah bukanlah, dan tidak mungkin, menjadi penyebab dan pelindung apa saja yang jahat. Sebaliknya, Ia harus diakui sebagai penyebab dan sumber dari segala hal yang baik: Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang (Yakobus 1: 17). Di sini amatilah:

1. Allah adalah Bapa segala terang. 

Terang yang tampak dari matahari dan benda-benda langit berasal dari Dia. Ia berfirman, “Jadilah terang” lalu terang itu jadi. Demikianlah Allah digambarkan sekaligus sebagai Pencipta matahari dan dibandingkan dengannya dalam beberapa hal. “Seperti halnya matahari sama dalam hal sifat dan dampak-dampaknya, walaupun bumi dan awan, yang sering kali menghalang-halangi, membuatnya tampak berubah-ubah bagi kita, dengan terbit dan terbenam, dan dengan terlihat berbeda-beda, atau undur dengan sepenuhnya, namun perubahan tidak ada di dalam dirinya. Demikian pula Allah tidak berubah, dan perubahan serta bayangan kita bukanlah karena perubahan atau pertukaran bayangan apa pun pada-Nya, melainkan dari diri kita sendiri.” 

Demikian menurut Baxter. Bapa segala terang, yang pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran. Seperti kehebatan matahari dengan kodratnya, demikian pula Allah dalam anugerah, pemeliharaan, dan kemuliaan. Bahkan, dalam hal yang jauh lebih banyak dan tak terhingga. Sebab,

2. Setiap pemberian yang baik datang dari Dia. 

Sebagai Bapa segala terang, Ia memberikan terang akal budi. Nafas Yang Mahakuasa, itulah yang memberi pengertian (Ayub. 32:8). Ia juga memberikan terang pembelajaran. Hikmat Salomo dalam pengetahuan alam, dalam tata pemerintahan, dan dalam segala kemajuan yang dibuatnya, berasal dari Allah. Terang wahyu ilahi datangnya lebih langsung dari atas. Terang iman, kemurnian, dan segala macam penghiburan berasal dari Dia. Sehingga apa saja yang baik pada kita pasti itu kita terima dari Allah, sama seperti apa saja kejahatan atau dosa yang ada pada diri kita, atau yang kita lakukan, itu pasti karena perbuatan kita sendiri. 

Kita harus mengakui Allah sebagai pencipta semua kekuatan dan kesempurnaan yang ada pada makhluk, dan yang memberikan semua kebaikan yang kita miliki di dalam dan melalui semua kekuatan dan kesempurnaan itu. Tetapi kegelapan, ketidaksempurnaan, atau perbuatan-perbuatan jahat mereka sama sekali tidak bisa ditanggungkan kepada Bapa segala terang. Dari Dialah lahir setiap pemberian yang baik dan sempurna, baik yang berkaitan dengan hidup ini maupun hidup yang akan datang.

3. Seperti halnya setiap pemberian yang baik datang dari Allah, maka khususnya pembaharuan kodrat kita, kelahiran baru kita, dan semua dampak kudus yang membahagiakan darinya pastilah berasal dari Dia ( Yakobus 1:18): Atas kehendak-Nya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman kebenaran. Di sini marilah kita perhatikan:

(1) Orang Kristen yang sungguh-sungguh adalah makhluk ciptaan baru. Ia menjadi orang yang berbeda dari siapa dia sebelum anugerah ilahi bekerja memperbaharuinya, seolah-olah ia diciptakan baru, dan lahir kembali.

(2) Sumber dari pekerjaan baik ini dinyatakan di sini. Pekerjaan itu datang dari kehendak Allah sendiri, bukan oleh kemampuan atau kuasa kita. Bukan pula dari kebaikan apa saja yang diperkirakan ada dalam diri kita, atau yang kita lakukan, melainkan murni dari kehendak baik dan anugerah Allah.

Baca Juga: Pentingnya Iman Dan Ketekunan (Yakobus 1:2-12)

(3) Sarana yang melaluinya pekerjaan baik ini terjadi ditunjukkan: firman kebenaran, yaitu Injil, seperti yang diungkapkan Rasul Paulus secara lebih jelas (1Korintus 4:15), akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil. Injil ini memang merupakan firman kebenaran, sebab kalau tidak, ia tidak akan pernah bisa menghasilkan dampak-dampak yang sedemikian nyata, bertahan lama, agung, dan mulia seperti itu. Kita dapat mengandalkannya, dan mempertaruhkan jiwa kekal kita padanya. Dan kita akan mendapatinya sebagai sarana pengudusan bagi kita karena ia merupakan firman kebenaran (Yohanes 17:17).

(4) Maksud dan tujuan Allah dalam memberikan anugerah yang memperbarui dipaparkan di sini: Supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara semua ciptaan-Nya. Supaya kita menjadi bagian dan harta Allah, dan milik yang lebih khusus bagi-Nya, seperti halnya anak sulung. Dan supaya kita menjadi kudus bagi Tuhan, seperti halnya anak sulung ditahbiskan bagi Dia. Kristus adalah Anak Sulung dari orang-orang Kristen, dan orang-orang Kristen adalah anak sulung dari segala makhluk ciptaan
Next Post Previous Post