Doa Dan Pelayanan (Efesus 6:19-20)

Kebanyakan orang Kristen sering kali berdoa dengan konsep yang sangat egois yaitu hanya demi kepentingan pribadi dan tidak bersedia mendoakan orang lain. Tindakan ini menyebabkan mereka dianggap tidak tahu malu. Sebagai orang yang memiliki harkat diri serta nilai hidup baik dan terhormat, seharusnya mereka sanggup memperjuangkan kepentingan orang lain secara tegas tanpa mengaitkannya dengan diri sendiri. 

Tetapi kalau untuk kepentingan pribadi, mestinya mereka sungkan mengatakannya walaupun sedang mengalami kesusahan. Kebanyakan konsep agama dan filsafat dunia justru mengajarkan sebaliknya karena mendoakan orang lain dianggap menyusahkan diri sendiri. Selama mengenal Allah dan memiliki konsep ketuhanan, manusia pasti berdoa. Namun doa Kristen mempunyai keunikan yang telah dibahas pada Minggu lalu. 

Dalam Efesus 6:19 dicatat bahwa Paulus meminta jemaat berdoa, “juga untuk aku.” Jika berhenti sampai di sini saja maka ide doa Kristen menjadi salah karena sebenarnya ia tidak minta didoakan. Jikalau pada kenyataannya ia memang minta didoakan maka muncullah beberapa kemungkinan topik doa:
Doa Dan Pelayanan (Efesus 6:19-20)
1. Karena surat tersebut ditulis ketika berada di penjara maka mungkin ia sedang mengalami kesusahan saat itu. Jadi, topik doa pertama adalah permohonan kepada Tuhan agar Paulus dibebaskan sehingga dapat melayani-Nya dengan maksimal. 2. Di sana, ia mungkin saja dipukuli, mengalami penyiksaan, makanannya dikurangi atau bahkan tidak diberi makan. Maka topik doa kedua adalah supaya ia diberi kekuatan dan tidak dipukuli, baik oleh sipir penjara maupun sesama narapidana. 3. Ia mungkin sedang sakit karena suasana penjara yang pengap dan lembab. Karena itu, topik doa ketiga ialah agar penyakit yang dideritanya tidak semakin parah.

Namun ketiga topik doa tersebut bukanlah yang diharapkan oleh Paulus. Ia justru minta didoakan untuk dua hal:

1. ”supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar” sehingga tidak menyesatkan siapa pun;

2. banyak hal di penjara membuatnya gentar dan ia dipenjarakan pun karena Kristus maka minta didoakan, “agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil, yang kulayani sebagai utusan yang dipenjarakan.” Itulah doa Kristen sejati yaitu memohon supaya semakin hari makin mengerti isi hati Tuhan sehingga tidak menyalahi misi pelayanan-Nya. Dengan kata lain, doa Kristen seharusnya berorientasi pada jiwa dan hati yang bersedia melayani

Doa seperti ini mempunyai beberapa aspek:

1. Pertama, doa dalam konteks Kerajaan Allah.

Setan justru membujuk orang beragama dan menyelewengkan ide doa hingga pengertiannya menjadi sangat sempit yaitu bagi diri sendiri, keluarga, kerabat, sahabat karib, teman sepelayanan dan segeraja karena masih berkaitan dengan kepentingan pribadi. Padahal jika diperhatikan dengan seksama, doa Bapa Kami yang tertulis dalam Matius 6:9-13, sangat memikirkan pelaksanaan seluruh kepentingan Kerajaan Allah. Bahkan Injil Matius itu sendiri adalah the Gospel of the Kingdom karena mulai dari pasal 3-28 mengandung kata ‘Kerajaan’. 

Itulah temanya dan konsep berpikirnya tertuju hanya kepada the whole Kingdom (ketotalitasan Kerajaan) dengan Allah sebagai Sang Raja. Maka ide, pikiran, orientasi, misi dan wilayah doa Kristen seharusnya adalah pelayanan bagi Kerajaan Allah. Sesungguhnya, doa adalah bagaimana seorang anak Tuhan sedang berbincang-bincang dengan Bapa di Surga berkenaan dengan rencana-Nya. 

Bagaikan seorang jendral yang baik, sedang berdiskusi dengan sang raja untuk memahami pikiran dan rencananya secara keseluruhan lalu berkenan menjalankannya demi kepentingan kerajaan. Demikian pula Paulus sangat dekat dengan Tuhan dan ketika bergumul, seluruh orientasi pikirannya ditujukan pada penyebarluasan Kerajaan Allah di muka bumi ini, seperti biji sesawi yang tumbuh menjadi sebuah pohon besar.

Ironisnya, misi agung tersebut diselewengkan oleh beberapa ajaran Kristen yang salah, dengan mengatakan bahwa Kerajaan Seribu Tahun akan terjadi nanti ketika Tuhan Yesus datang kedua kalinya. Padahal Kerajaan itu sedang terjadi sekarang ini. Kesalahan semacam ini disebabkan karena tidak mempelajari Alkitab dengan baik hingga tidak mampu memahami bentuk apocaliptic literature yang ada di kitab Wahyu. Akibatnya, mereka membayangkan secara hurufiah dan duniawi bahwa Tuhan Yesus kelak akan duduk di singgasana Kerajaan serta memiliki banyak jendral, perdana menteri dan prajurit yaitu semua orang Kristen dari segala jaman, seperti pada masa kerajaan Daud. 

Tuhan sendiri mengatakan bahwa Ia adalah Raja dan Kerajaan-Nya bersifat rohani dan spiritual. Konsep ini sangat penting agar pikiran orang Kristen tidak mudah tersesat. Pada kenyataannya, dunia ini sangat terbatas hingga sulit untuk dapat hidup saat ini karena jumlah penduduknya semakin bertambah banyak. Jadi, sangatlah tidak mungkin jika harus ditambah lagi dengan seluruh orang Kristen dari segala jaman yang akan memerintah bersama Kristus di bumi ini. Konsep duniawi seperti ini tidak akan pernah menyelesaikan masalah

Jika orang Kristen tidak mulai memikirkan the Kingdom maka tanpa disadari, mereka akan terlepas dari panggilan Kerajaan Allah. Sesungguhnya, sebagai umat Allah, mereka harus berpikir dan bekerja dengan prinsip Kerajaan-Nya sejak saat ini dalam wilayah di mana Allah bertakhta yaitu secara spiritual dalam diri setiap orang percaya. Dengan konsep ini, mereka langsung mengerti bagaimana harus bertanggungjawab termasuk ketika berdoa.

2. Kedua, doa yang aktif.

Paulus mengajarkan doa terbaik yang unik sekali yaitu menyangkal diri dan memohon dengan aktif untuk mempasifkan diri serta membiarkan Tuhan bekerja. Konsep doa ini tidak akan pernah merugikan. Biasanya, konsep doa yang salah mengajarkan bahwa manusia harus aktif supaya Tuhan pasif karena tidak diberi kesempatan untuk menyatakan kehendak-Nya. 

Selain itu, Tuhan juga tidak mengajarkan doa yang pasif dan cengeng tetapi justru doa minta kekuatan untuk dapat lebih giat lagi melayani-Nya. Namun pada kenyataannya, banyak orang Kristen mengeluh dalam doanya karena merasa berbeban berat atau tertimpa banyak kesulitan. Seharusnya mereka berdoa agar mampu menjalankan pekerjaan Tuhan dengan bijaksana. Banyak orang menafsirkan doa Bapa Kami secara salah yaitu dengan konsep dualisme

Mereka menyatakan bahwa doa tersebut terdiri dari dua kelompok permohonan dengan enam permintaan:

1. dikuduskanlah nama-Mu, 2. datanglah Kerajaan-Mu, 3. jadilah kehendak-Mu, 4. berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya; 5. ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;

Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan. Keenam permintaan tersebut kemudian dipecah menjadi dua bagian yaitu:

1. ketiga permintaan pertama untuk kepentingan Tuhan;

2. ketiga permintaan berikutnya untuk kepentingan orang Kristen sendiri.

Maka terbentuklah prinsip bahwa sebagian doa harus diperuntukkan bagi Tuhan dan sebagian lagi untuk diri sendiri. Inilah cara berdoa dualisme yang sangat egois. Padahal orang Kristen tidak berhak meminta bagi diri sendiri walaupun Tuhan memberikan kemungkinan itu. Sesungguhnya, seluruh doa Bapa Kami berorientasi hanya pada the Kingdom. 

Jadi, ketiga permintaan terakhir tidak diperuntukkan bagi kepentingan manusia. Tuhan mengajarkan bahwa orang Kristen justru seharusnya membatasi diri dalam hal permohonan supaya dengan demikian mampu menyangkal diri. Sebagai contoh, Ia mengajarkan, “berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.”

Alasannya diungkapkan di Amsal 30:8-9, “Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa Tuhan itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku.” Motivasi kedua ide tersebut bukan untuk kepentingan manusia melainkan supaya nama, kepentingan dan Kerajaan Tuhan tidak terganggu. Jadi, orientasi doa itu bukan pada makanan walaupun manusia memang memiliki kebutuhan pangan yang harus dicukupkan. Kalau orang Kristen terus mengutamakan keinginannya maka tidak akan pernah dapat menjalankan tugas dengan tepat karena selalu terjadi distorsi atau konflik antara kepentingan Tuhan dan dirinya.

Permintaan kelima juga termasuk sangat penting hingga Tuhan Yesus secara khusus meminta Matius untuk mengulangnya pada ayat 14-15. Jika anak Tuhan tidak sanggup mengampuni orang lain maka ia tidak akan diampuni. Memang sulit sekali untuk dapat mengampuni. Namun jika tidak bersedia maka ia tidak akan mampu memberitakan Kerajaan Allah dan mempertobatkan orang, seperti halnya Yunus yang terus berusaha melarikan diri dari kehendak Tuhan hingga masuk ke dalam perut ikan. Ayat ini sering pula disalah-tafsirkan oleh mereka yang berusaha memanipulasi Alkitab demi kepentingan pribadi. Karena itu, mereka berbuat dosa sesuka hati karena pada hari Minggu tersedia kesempatan untuk meminta ampun kepada Tuhan.

3. Ketiga, doa sebagai dedikasi diri supaya Tuhan pakai sepenuhnya walaupun harus menghadapi risiko besar.

Sering kali ketika kesulitan datang, kebanyakan orang pasti bersungut-sungut. Padahal seharusnya mereka mengevaluasi diri, bergumul, menanyakan rencana Tuhan dan kembali mengarahkan diri pada kehendak-Nya. Namun Ia tidak pernah memaksa manusia untuk melayani-Nya. Dia justru memberi teladan dan meminta setiap orang Kristen berinisiatif mengikuti-Nya. Ironisnya, banyak doa justru memperbudak Tuhan. Setiap kali berdoa, sungguh baik jika dipikirkan apa yang dapat didedikasikan kepada-Nya sehingga seluruh kehidupan Kristen menjadi milik-Nya. Pdt. Sutjipto Subeno
Next Post Previous Post