EKSPOSISI 2 TIMOTIUS 2:1-26

Pdt.Budi Asali, M.Div.
2 Timotius 2:1-26(1)

2Timotius 2:1-6 - “(1) Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus. (2) Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain. (3) Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. (4) Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya. (5) Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga. (6) Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya.”
EKSPOSISI 2 TIMOTIUS 2:1-26
2 Timotius 2: 1: “Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus.”.

KJV: Thou therefore, my son, be strong in the grace that is in Christ Jesus. (= Karena itu engkau, anakku, jadilah kuat dalam kasih karunia yang ada dalam Kristus Yesus.).

Barnes’ Notes: ‘Thou therefore.’ In view of the fact stated in the previous chapter, that many had turned away from the apostle, and had forsaken the paths of truth. ‘Be strong in the grace which is in Christ Jesus;’ ... The meaning is, Be strong, relying on the grace which the Lord Jesus only can impart. (= ‘Karena itu engkau’. Mengingat fakta yang dinyatakan dalam pasal yang terdahulu, bahwa banyak orang telah berbalik dari sang rasul, dan telah meninggalkan jalan kebenaran. ‘Jadilah kuat dalam kasih karunia yang ada dalam Kristus Yesus’; ... Artinya adalah, dengan bersandar pada kasih karunia yang hanya Tuhan Yesus bisa berikan.).

Dalam bahasa Yunani kata-kata ‘jadilah kuat’ adalah ENDUNAMOU, yang merupakan kata perintah bentuk pasif! Jelas bahwa kita tak bisa menjadi kuat dengan usaha / kekuatan sendiri!

Bible Knowledge Commentary: be strong (lit. ‘be empowered’; cf. Eph 6:10).  Yet Timothy’s strength was not his own; it was a divine ‘gift’ (grace, ‎charis‎) found only ‘in Christ’ (Phil 4:13). [= jadilah kuat (secara hurufiah, ‘dikuatkanlah’; bdk. Ef 6:10). Tetapi kekuatan Timotius bukanlah kepunyaannya sendiri; itu adalah suatu ‘karunia’ ilahi (kasih karunia, Kharis) didapatkan hanya ‘dalam Kristus’ (Fil 4:13)].

Bdk. Efesus 6:10 - “Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasaNya.”.

Kata-kata ‘hendaklah kamu kuat’ dalam Ef 6:10 ini dalam bahasa Yunani adalah ENDUNAMOUSTHE, yang juga merupakan kata perintah bentuk pasif.

Filipi 4:13 - “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”.

NASB: I can do all things through Him who strengthens me. (= Aku dapat melakukan segala sesuatu melalui Dia yang menguatkan aku.).

2Tim 4:17 - “tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya. Dengan demikian aku lepas dari mulut singa.”.

A. T. Robertson: “‘Be strengthened.’ ‎endunamou‎. Present passive imperative of ‎endunamooo‎. ... ‘Keep on being empowered,’ ‘keep in touch with the power.’ (= ‘Dikuatkanlah’. ENDUNAMOU. Kata perintah bentuk present, pasif, dari ENDUNAMOOO. ... ‘Teruslah dikuatkan’, ‘berhubunganlah terus dengan kuasa’.).

UBS New Testament Handbook Series: “‘Be strong’ is an imperative, for which see ‘strength’ and comments in 1 Tim 1:12. The present tense indicates a condition that should be continuous, hence ‘Continue being strong,’ ‘Keep on being strong.’ The passive voice of the imperative may suggest that it is really God who is the source of strength, and therefore it makes possible a translation like ‘Let God make you strong,’ ‘Allow God to strengthen you.’ (= ‘Dikuatkanlah’ merupakan suatu kata perintah, untuk mana lihat ‘kekuatan’ dan komentar dalam 1Tim 1:12. Present tense-nya menunjukkan suatu keadaan yang harus dilakukan terus, karena itu, ‘Teruslah kuat’, ‘Tetaplah kuat’. Bentuk pasif dari kata perintah ini bisa menunjukkan bahwa Allahlah yang sungguh-sungguh merupakan sumber dari kekuatan, dan karena itu memungkinkan suatu terjemahan seperti ‘Biarlah Allah membuatmu kuat’, ‘Ijinkanlah Allah menguatkan kamu’.).

1Tim 1:12 - “Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku -”.

Calvin: “‘Be strong in the grace.’ ... By this expression he intends to shake off sloth and indifference; for the flesh is so sluggish, that even those who are endued with eminent gifts are found to slacken in the midst of their course, if they be not frequently aroused.” (= ‘Jadilah kuat dalam kasih karunia’. ... Dengan ungkapan ini ia bermaksud untuk menghilangkan kemalasan dan kelalaian / sikap acuh tak acuh; karena daging itu begitu lamban / malas, sehingga bahkan mereka yang diberi dengan karunia-karunia yang menonjol didapati mengendur / melambat di tengah-tengah jalan mereka, jika mereka tidak sering dibangunkan / digerakkan.).

Calvin: “Some will say: ‘Of what use is it to exhort a man to be strong in grace, unless free-will have something to do in cooperation?’ I reply, what God demands from us by his word he likewise bestows by his Spirit, so that we are strengthened in the grace which he has given to us. And yet the exhortations are not superfluous, because the Spirit of God, teaching us inwardly, causes that they shall not sound in our ears fruitlessly and to no purpose. Whoever, therefore, shall acknowledge that the present exhortation could not have been fruitful without the secret power of the Spirit, will never support free-will by means of it.” (= Beberapa orang berkata: ‘Apa gunanya untuk mendesak seseorang untuk kuat dalam kasih karunia, kecuali kehendak bebas mempunyai sesuatu untuk dilakukan dalam kerja sama?’. Saya menjawab, apa yang Allah tuntut dari kita oleh firmanNya Ia juga berikan oleh RohNya, sehingga kita dikuatkan dalam kasih karunia yang Ia telah berikan kepada kita. Sekalipun demikian desakan-desakan tidaklah berlebihan / tak berguna, karena Roh Allah, sambil mengajar kita di dalam, menyebabkan sehingga desakan-desakan itu tidak berbunyi di telinga kita tanpa buah dan tanpa guna. Karena itu, siapapun mengakui bahwa desakan ini tidak bisa telah berbuah tanpa kuasa rahasia dari Roh, tidak akan pernah menyokong kehendak bebas dengan cara ini.).

The Biblical Illustrator (New Testament): Strong in Christ Jesus: - When Wingfield expressed his pity for Kirby, who was condemned to die for the truth, the undaunted martyr replied, ‘Fire, water, and sword are in His hands, who will not suffer them to separate me from Him.’ Here was power from on high perfected in human weakness. Nor was it less manifested in another who exclaimed, ‘If every hair on my head were a man, they should suffer death in the faith in which I now stand.’ It was in the exhaustion of age, and after long imprisonment, hardship, and ill treatment, that Latimer, when brought out to be burnt at Oxford, lifted his wrinkled hands towards heaven, and cried, ‘O God, I thank Thee that Thou hast reserved me to die this death.’ (= Kuat dalam Kristus Yesus: - Pada waktu Wingfield menyatakan belas kasihannya untuk Kirby, yang dijatuhi hukuman mati untuk kebenaran, martir yang berani ini menjawab, ‘Api, air, dan pedang ada dalam tanganNya, yang tidak akan membiarkan mereka untuk memisahkan aku dari Dia’. Di sinilah kuasa / kekuatan dari atas disempurnakan dalam kelemahan manusia. Juga itu tidak kurang dinyatakan dalam martir lain yang berseru, ‘Seandainya setiap rambut pada kepalaku adalah seorang manusia, mereka akan mengalami kematian dalam iman dalam mana aku sekarang berdiri’. Adalah dalam usia sangat tua, dan setelah pemenjaraan, penderitaan dan perlakuan buruk yang lama, bahwa Latimer, pada waktu dibawa keluar untuk dibakar di Oxford, mengangkat tangannya yang berkerut ke arah surga, dan berteriak, ‘Ya Allah, aku bersyukur kepadaMu bahwa Engkau telah menyimpan / mencadangkan aku untuk mengalami kematian ini’.). 

2 Timotius 2:1-26(2)

Pengajar yang tidak belajar

2 Timotius 2: 2: “Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain.”.

1)         “Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi,”.

Kata-kata ‘di depan banyak saksi’ menunjukkan bahwa Paulus mengajarkan kepada Timotius di depan banyak orang, sehingga mereka bisa menjadi saksi bahwa apa yang Timotius ajarkan memang sesuai dengan ajaran Paulus, dan bukan dari dirinya sendiri.

2)         “percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai,”.

KJV/RSV/NASB: ‘faithful men’ (= orang-orang yang setia).

NIV: ‘reliable men’ (= orang-orang yang bisa diandalkan).

John Stott: Paul proceeds to indicate the kind of ministry for which Timothy will need to strengthen himself by Christ’s grace. So far he has been exhorted to hold the faith and guard the deposit (1:13, 14). He is to do more than preserve the truth, however; he is also to pass it on. [= Paulus melanjutkan untuk menunjukkan jenis pelayanan untuk mana Timotius akan memerlukan untuk menguatkan dirinya sendiri oleh kasih karunia Kristus. Sejauh ini ia telah didesak untuk memegang iman dan menjaga tanggungan / apa yang dipercayakan kepadanya (1:13,14). Tetapi ia harus melakukan lebih dari pada menjaga / memelihara kebenaran; ia juga harus menyampaikannya.].

William Barclay: It is not only a privilege to receive the Christian faith; it is a duty to transmit it. All Christians must look on themselves as the link between two generations. (= Bukan hanya merupakan suatu hak untuk menerima iman Kristen; merupakan suatu kewajiban untuk menyebarkan / meneruskannya. Semua orang Kristen harus memandang diri mereka sendiri sebagai mata rantai / penghubung antara dua generasi.).

William Barclay: The faith is to be transmitted to faithful men and women who in their turn will teach it to others. The Christian Church is dependent on an unbroken chain of teachers. ... These teachers are to be faithful. The Greek for ‘faithful,’ pistos, is a word with a rich variety of closely connected meanings. A person who is pistos is someone who is believing, loyal and reliable. All these meanings are there. Falconer said that these believing people are such ‘that they will yield neither to persecution nor to error’. The teachers’ hearts must be so set on Christ that no threat of danger will lure them from the path of loyalty and no seduction of false teaching cause them to stray from the straight path of the truth. They must be steadfast both in life and in thought. (= Iman harus diteruskan / disebarkan kepada laki-laki dan perempuan yang setia, yang selanjutnya akan mengajarkannya kepada orang-orang lain. Gereja Kristen tergantung pada suatu rantai yang tak terputus dari guru-guru / pengajar-pengajar. ... Guru-guru / pengajar-pengajar ini harus setia. Kata Yunani untuk ‘setia’, PISTOS, adalah suatu kata dengan suatu variasi yang kaya dari arti-arti yang berhubungan dekat. Seseorang yang PISTOS adalah seseorang yang percaya, setia dan bisa diandalkan. Semua arti-arti ini ada di sana. Falconer berkata bahwa orang-orang yang percaya ini adalah begitu rupa ‘sehingga mereka tidak akan menyerah, baik kepada penganiayaan ataupun kepada kesalahan’. Hati dari guru-guru / pengajar-pengajar ini harus ditetapkan kepada Kristus sedemikian rupa, sehingga tak ada ancaman bahaya akan membujuk / memikat mereka dari jalan kesetiaan dan tak ada godaan / bujukan dari ajaran palsu menyebabkan mereka menyimpang dari jalan lurus dari kebenaran. Mereka harus setia baik dalam kehidupan dan dalam pemikiran.) 

Calvin: “‘Commit to believing men.’ He calls them believing men, not on account of their faith, which is common to all Christians, but on account of their pre-eminence, as possessing a large measure of faith. We might even translate it ‘faithful men;’ for there are few who sincerely labor to preserve and perpetuate the remembrance of the doctrine intrusted to them. Some are impelled by ambition, and that of various kinds, some by covetousness, some by malice, and others are kept back by the fear of dangers; and therefore extraordinary faithfulness is here demanded.” (= ‘Percayakanlah kepada orang-orang percaya’. Ia menyebut mereka ‘orang-orang percaya’, bukan karena iman mereka, yang merupakan sesuatu yang umum bagi semua orang-orang Kristen, tetapi karena keunggulan mereka, karena mempunyai suatu takaran yang besar dari iman. Kita bahkan bisa menterjemahkannya ‘orang-orang yang setia’; karena hanya ada sedikit orang yang dengan sungguh-sungguh / tulus bekerja untuk menjaga / memelihara dan mengabadikan / menghidupkan terus menerus ingatan tentang ajaran yang dipercayakan kepada mereka. Sebagian orang didorong oleh ambisi, dan itu dari jenis-jenis yang bermacam-macam, sebagian oleh ketamakan, sebagian oleh kedengkian / kebencian, dan yang lain ditahan oleh rasa takut terhadap bahaya; dan karena itu kesetiaan yang luar biasa dituntut di sini.).

Catatan: kata Yunani yang diterjemahkan ‘yang dapat dipercayai’ adalah PISTOIS, yang bisa diterjemahkan ‘faithful’ (= setia) ataupun ‘believing’ (= percaya).

KJV/RSV/NASB: ‘faithful’ (= setia).

NIV: ‘reliable’ (= dapat dipercayai)

3)         “yang juga cakap mengajar orang lain.”

William Hendriksen: Timothy’s strength in the sphere of grace will grow if he cultivates the gift which grace has bestowed on him. ... one sure way of being strengthened in grace is to transmit to others the truths which have embedded themselves in one’s heart and have become enshrined in the memory. Accordingly, let Timothy be a teacher. Even more, let him produce teachers! (= Kekuatan Timotius dalam ruang lingkup kasih karunia akan bertumbuh jika ia mengolah karunia yang telah diberikan oleh kasih karunia kepadanya. ... satu jalan yang pasti untuk dikuatkan dalam kasih karunia adalah dengan meneruskan / menyebarkan kepada orang-orang lain kebenaran-kebenaran yang telah menanamkan diri mereka sendiri dalam hati seseorang dan telah diabadikan dalam ingatan. Sesuai dengan itu, hendaklah Timotius menjadi seorang guru / pengajar. Lebih lagi, hendaklah ia menghasilkan guru / pengajar!).

Matthew Henry: He must instruct others, and train them up for the ministry, and so commit to them the things which he had heard; and he must also ordain them to the ministry, lodge the gospel as a trust in their hands, and so commit to them the things which he had heard. Two things he must have an eye to in ordaining ministers: - Their fidelity or integrity ..., and also their ministerial ability. (= Ia harus mengajar orang-orang lain, dan melatih mereka untuk pelayanan, dan dengan demikian mempercayakan kepada mereka hal-hal yang telah ia dengar; dan ia juga harus mentahbiskan mereka untuk pelayanan, meletakkan injil sebagai sesuatu yang dipercayakan dalam tangan mereka, dan dengan demikian mempercayakan kepada mereka hal-hal yang telah ia dengar. Dua hal yang harus ia perhatikan dalam mentahbiskan pelayan-pelayan / pendeta-pendeta: - Kesetiaan atau ketulusan / kelurusan mereka ..., dan juga kemampuan pelayanan mereka.).

The Bible Exposition Commentary: New Testament: The ability to study, understand, and teach the Word of God is a gift of God’s grace. ‘Apt to teach’ is one of God’s requirements for the pastor (1 Tim 3:2; 2 Tim 2:24). ‘Apt to teach’ implies apt to learn; so a steward must also be a diligent student of the Word of God. [= Kemampuan untuk belajar, mengerti, dan mengajarkan Firman Allah merupakan suatu karunia dari kasih karunia Allah. ‘Cakap mengajar’ adalah salah satu persyaratan Allah untuk pendeta (1Tim 3:2; 2Tim 2:24). ‘Cakap mengajar’ secara implicit menunjukkan kecakapan untuk belajar; sehingga seorang pelayan juga harus merupakan seorang pelajar yang rajin dari Firman Allah.].

1Tim 3:2 - “Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang,”.

2Tim 2:24 - “sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar”

Saya yakin bahwa dalam hal ini sebagian besar pendeta-pendeta / penginjil-penginjil / pengkhotbah-pengkhotbah tidak memenuhi syarat sama sekali! Kebanyakan mereka tidak senang atau tidak mau menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran mereka, untuk belajar! Banyak dari mereka yang terlalu sibuk dengan hal-hal sekunder dalam gereja, sehingga melupakan / mengabaikan hal yang terutama dalam gereja, yaitu belajar dan mengajar!

John Stott: “‘None will ever be a good minister of the Word of God unless he is first of all a scholar.’ (Calvin). Spurgeon had the same conviction. ‘He who has ceased to learn has ceased to teach. He who no longer sows in the study will no more reap in the pulpit.’” [= ‘Tak seorangpun akan pernah menjadi seorang pelayan Firman Allah yang baik kecuali ia pertama-tama menjadi seorang murid / pelajar’. (Calvin). Spurgeon mempunyai keyakinan yang sama. ‘Ia yang telah berhenti untuk belajar telah berhenti untuk mengajar. Ia yang tidak lagi menabur dalam belajar tidak lagi akan menuai di mimbar.’] - ‘Between Two Worlds’, hal 180.

The Biblical Illustrator (New Testament) tentang 2Pet 1:15: “They are dangerous teachers, that never were learners. While they will not be scholars of truth, they become masters of error” (= Mereka adalah guru-guru / pengajar-pengajar yang berbahaya, yang tidak pernah menjadi pelajar-pelajar. Pada waktu mereka tidak mau menjadi pelajar-pelajar dari kebenaran, mereka menjadi guru-guru dari kesalahan).

Bdk. Amsal 19:27 - “Hai anakku, jangan lagi mendengarkan didikan, kalau engkau menyimpang juga dari perkataan-perkataan yang memberi pengetahuan”.

KJV: “Cease, my son, to hear the instruction that causeth to err from the words of knowledge” (= Berhentilah, anakku, untuk mendengar ajaran yang menyebabkan kita menyimpang dari kata-kata pengetahuan).

NIV: “Stop listening to instruction, my son, and you will stray from the words of knowledge” (= Berhentilah mendengar instruksi, anakku, dan engkau akan tersesat dari kata-kata pengetahuan).

NASB: “Cease listening, my son, to discipline, and you will stray from the words of knowledge” (= Berhentilah mendengar, anakku, pada disiplin, dan engkau akan tersesat dari kata-kata pengetahuan).

2 Timotius 2:1-26(3)

2Timotius 2:1-7 - (1) Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus. (2) Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain. (3) Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. (4) Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya. (5) Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga. (6) Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya. (7) Perhatikanlah apa yang kukatakan; Tuhan akan memberi kepadamu pengertian dalam segala sesuatu..

2 Timotius 2: 3-6: (3) Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. (4) Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya. (5) Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga. (6) Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya.”.

Dalam 4 ayat di atas ini Paulus menggambarkan orang Kristen dengan 3 penggambaran, yaitu sebagai prajurit / tentara (ay 3-4), sebagai olahragawan (ay 5), dan sebagai petani (ay 6). Ada persamaan-persamaannya, tetapi juga ada penekanan-penekanan yang berbeda. Kita akan membahasnya satu per satu.

2 Timotius 2: 3: “Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus.”.

1)         “Seorang prajurit / tentara yang baik”.

William Barclay: He calls Archippus, in whose house a church met, ‘our fellow soldier’ (Philemon 2). He calls Epaphroditus, the messenger of the Philippian church, ‘my fellow-soldier’ (Philippians 2:25). Clearly, in the life of the soldier Paul saw a picture of the life of the Christian. [= Ia menyebut Arkhipus, dalam rumah siapa suatu gereja bertemu, ‘sesama / rekan tentara kita’ (Filemon 2). Ia menyebut Epafroditus, utusan dari gereja Filipi, ‘sesama / rekan tentaraku’ (Filipi 2:25). Jelas, dalam kehidupan dari tentara / prajurit Paulus melihat gambaran dari kehidupan orang Kristen.].

Filemon 2 - “dan kepada Apfia saudara perempuan kita dan kepada Arkhipus, teman seperjuangan kita dan kepada jemaat di rumahmu:”.

Fil 2:25 - “Sementara itu kuanggap perlu mengirimkan Epafroditus kepadamu, yaitu saudaraku dan teman sekerja serta teman seperjuanganku, yang kamu utus untuk melayani aku dalam keperluanku.”.

Catatan: dalam kedua ayat di atas, untuk kata-kata ‘teman seperjuangan’ KJV/RSV/NIV/NASB menterjemahkan ‘fellow soldier’ (= sesama / rekan tentara).

Jelas bahwa kita bukan tentara dalam arti jasmani / sekuler, dan kita juga tidak berperang secara jasmani, tetapi kita adalah tentara rohani, dan melakukan perang rohani.

Bdk. Ef 6:12 - “karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.”.

Konsep kita tentang hidup kita, akan sangat berperan dalam membentuk dan mengarahkan kehidupan kita. Kalau kita mempunyai konsep yang Alkitabiah tentang kehidupan kita, yaitu bahwa hidup ini adalah peperangan, maka kita pasti akan serius, mati-matian dan bukannya hidup santai dan bermalas-malasan.

2)         “Dari Kristus Yesus”.

Dialah komandan kita (bdk ay 4), dan karena itu Dia harus kita taati dalam segala sesuatu.

Ini akan kita bahas di bawah dalam pembahasan ay 4.

3)         “Ikutlah menderita”.

KJV: endure hardness (= tahanlah kekerasan / kesukaran).

RSV: Share in suffering (= Sama-samalah menanggung penderitaan).

NIV: Endure hardship (= Tahanlah penderitaan).

NASB: Suffer hardship (= Tahanlah penderitaan).

Adam Clarke: “‘Endure hardness.’ He considers a Christian minister under the notion of a soldier, not so much for his continual conflicts with the world, the Devil, and the flesh, for these are in a certain sense common to all Christians, but for the hardships and difficulties to which he must be exposed who faithfully preaches the Gospel of Christ.” [= ‘Tahanlah kekerasan / kesukaran’ (ikutlah menderita). Ia menganggap seorang pendeta Kristen dibawah gagasan dari seorang tentara, tidak sebegitu banyak untuk konflik-konflik yang terus menerus dengan dunia, Iblis, dan daging, karena hal-hal ini dalam arti tertentu adalah umum bagi semua orang-orang Kristen, tetapi lebih untuk kekerasan dan kesukaran terhadap mana ia yang dengan setia mengkhotbahkan Injil Kristus harus terbuka.].

The Biblical Illustrator (New Testament): Enduring hardness: - It behoves thee not to complain if thou endure hardness; but to complain if thou dost not endure hardness. (= Menahan kekerasan / kesukaran: - Engkau tidak boleh mengeluh jika engkau menahan kekerasan / kesukaran; tetapi mengeluh jika engkau tidak menahan kekerasan / kesukaran.).

Barnes’ Notes: Soldiers often endure great privations. Taken from their homes and friends; exposed to cold, or heat, or storms, or fatiguing marches; sustained on coarse fare, or almost destitute of food, they are often compelled to endure as much as the human frame can bear, and often indeed, sink under their burdens, and die. If, for reward or their country’s sake, they are willing to do this, the soldier of the cross should be willing to do it for his Saviour’s sake, and for the good of the human race. Hence, let no man seek the office of the ministry as a place of ease. Let no one come into it merely to enjoy himself. Let no one enter it who is not prepared to lead a soldier’s life and to welcome hardship and trial as his portion. He would make a bad soldier, who, at his enlistment, should make it a condition that he should be permitted to sleep on a bed of down, and always be well clothed and fed, and never exposed to peril, or compelled to pursue a wearisome march. Yet do not some men enter the ministry, making these the conditions? (= Tentara-tentara sering menahan kekurangan / kemiskinan yang besar. Diambil dari rumah-rumah dan sahabat-sahabat mereka; terbuka terhadap cuaca dingin, atau panas, atau badai, atau berjalan dalam barisan yang melelahkan; disokong dengan makanan kasar, atau hampir tak ada makanan, mereka sering dipaksa untuk menahan sebanyak yang badan manusia bisa menahan, dan bahkan sering ambruk di bawah beban-beban mereka, dan mati. Jika, demi upah atau demi negara mereka, mereka mau melakukan hal ini, tentara dari salib harus mau melakukannya demi Juruselamatnya, dan demi kebaikan umat manusia. Karena itu, janganlah seorangpun mencari jabatan dari pendeta sebagai tempat yang enak / menyenangkan / tenteram. Janganlah seorangpun masuk ke dalamnya semata-mata untuk menikmati dirinya sendiri. Janganlah seorangpun memasukinya yang tidak siap untuk menjalani kehidupan seorang tentara dan menyambut kekerasan dan pencobaan sebagai bagiannya. Ia adalah seorang tentara yang buruk, yang, pada pendaftarannya, memberi suatu persyaratan bahwa ia diijinkan untuk tidur di sebuah ranjang berisi bulu burung, dan selalu dipakaiani dan diberi makan dengan baik, dan tidak pernah terbuka terhadap bahaya, atau terpaksa untuk mengikuti suatu barisan yang melelahkan. Tetapi tidakkah sebagian orang memasuki pelayanan dengan memberi syarat-syarat ini?).

John Stott: Soldiers on active service do not expect a safe or easy time. They take hardship, risk and suffering as a matter of course. These things are part and parcel of a soldier’s calling. As Tertullian put it in his ‘Address to Martyrs’: ‘No soldier comes to the war surrounded by luxuries, nor goes into action from a comfortable bedroom, but from the makeshift and narrow tent, where every kind of hardness and severity and unpleasantness is to be found.’ Similarly, the Christian should not expect an easy time. If he is loyal to the gospel, he is sure to experience opposition and ridicule. He must ‘share in suffering’ with his comrades-in-arms. The soldier must be willing to concentrate as well as to suffer. (= Tentara-tentara pada pelayanan aktif tidak mengharapkan saat yang aman dan enak. Mereka menganggap kesukaran dan penderitaan sebagai suatu persoalan biasa. Hal-hal ini adalah bagian dan paket dari panggilan seorang tentara. Seperti Tertullian menyatakannya dalam bukunya yang berjudul ‘Amanat bagi para martir’: ‘Tak ada tentara yang datang pada peperangan dikelilingi oleh kemewahan, atau bertindak dari suatu kamar tidur yang nyaman, tetapi dari tenda sementara dan sempit, dimana setiap jenis kesukaran dan kekerasan dan ketidak-nyamanan ditemukan’. Mirip dengan itu, orang Kristen tidak boleh mengharapkan saat yang enak. Jika ia setia pada injil, ia pasti mengalami oposisi dan ejekan. Ia harus ‘sama-sama menanggung penderitaan’ dengan kawan seperjuangannya. Tentara harus mau untuk berkonsentrasi maupun untuk menderita.).

The Biblical Illustrator (New Testament): YOU MUST EXPECT TO FIND ENEMIES AND DIFFICULTIES IF YOU DO WHAT IS RIGHT. Every one was against Daniel because he prayed to God. Every one was against Shadrach, Meshach, and Abednego, because they would not bow down to an idol. But God was on their side. There was once a famous man of God named Athanasius . He was bold enough to maintain the true faith of Christ against Emperors, and Bishops, and he was driven into banishment over and over again. Some of his friends advised him to give in, for, said they, the world is against you; ‘Then,’ answered Athanasius, ‘I am against the world.’ (= Engkau harus berharap untuk bertemu musuh-musuh dan kesukaran-kesukaran jika engkau melakukan apa yang benar. Setiap orang menentang Daniel karena ia berdoa kepada Allah. Setiap orang menentang Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, karena mereka tidak mau menyembah kepada suatu patung berhala. Tetapi Allah berada di pihak mereka. Pernah ada seorang yang terkenal dari Allah yang bernama Athanasius. Ia cukup berani untuk mempertahankan iman yang benar tentang Kristus terhadap / menentang kaisar-kaisar, dan uskup-uskup, dan ia dibuang berulang-ulang. Beberapa dari sahabat-sahabatnya menasehatinya untuk menyerah / mengalah, karena, mereka berkata, dunia menentangmu; ‘Maka’, jawab Athanasius, ‘Aku menentang dunia’.).

Pulpit Commentary: If the heart is divided between the ministry of God’s Word and the enjoyment of an easy life, there will be a constant temptation to avoid those various forms of ‘hardship’ which properly belong to the campaign of the soldiers of Christ. Troubles will be shirked rather than endured; and ministerial duties will be made to stand on one side when they interfere with the inclinations of the moment. Labour will be evaded when the soul calls for ease. The determined struggle, and the sturdy stand against evil, whether in his own heart or in the world around him, will be postponed to a more convenient season, while weak compromises and sinful compliances take their place in the immediate present. At the same time, contradiction and opposition, crooks and crosses of various kinds, untoward events, troubles, disappointments, and difficulties of all sorts, will be met, not in the spirit of Christian fortitude, not in the spirit of Christian meekness and patience, but with petulant complaints, or with roughness and ill temper, as running against the current of the love of ease in the soul. It is, therefore, incumbent upon the servant of God to be wholly given up to the ministry which he has received. [= Jika hati terbagi antara pelayanan Firman Allah dan penikmatan dari suatu kehidupan yang enak, maka akan ada pencobaan yang terus menerus untuk menghindari berbagai-bagai bentuk kekerasan / kesukaran itu, yang secara tepat termasuk dalam pertempuran / expedisi militer dari tentara-tentara Kristus. Kesukaran-kesukaran akan dielakkan dan bukannya ditahan; dan kewajiban-kewajiban pelayanan akan disingkirkan pada waktu hal-hal itu mengganggu kecondongan hati dari saat itu. Jerih payah akan dihindari pada waktu jiwa menuntut kenyamanan. Pergumulan yang tekun, dan pendirian yang teguh menentang kejahatan, apakah dalam hatinya sendiri atau dalam dunia di sekelilingnya, akan ditunda sampai pada suatu saat yang lebih baik / tidak menyusahkan, sedangkan kompromi-kompromi yang lemah dan sikap menyerah / mengalah yang berdosa mengambil tempat mereka pada saat itu. Pada saat yang sama, kontradiksi dan oposisi, hal-hal yang tidak menyenangkan dan salib-salib dari berbagai-bagai jenis, peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, problem-problem, kekecewaan-kekecewaan, dan kesukaran-kesukaran dari semua jenis, akan dihadapi, bukan dalam roh dari ketabahan Kristen, bukan dalam roh dari kelembutan dan kesabaran Kristen, tetapi dengan keluhan-keluhan yang tidak sabar, atau dengan kekasaran dan sikap hati yang buruk, karena melawan arus dari kasih terhadap kenyamanan dalam jiwa. Karena itu, adalah wajib bagi pelayan Allah untuk diserahkan sepenuhnya kepada pelayanan yang telah ia terima.].

2 Timotius 2: 4: “Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya.”.

1)         Terjemahan.

a)   ‘memusingkan dirinya’.

KJV: entangleth himself (= melibatkan dirinya sendiri).

RSV: gets entangled (= terlibat).

NIV: gets involved (= terlibat).

NASB: entangles himself (= melibatkan dirinya sendiri).

b)   ‘dengan soal-soal penghidupannya’.

KJV: ‘with the affairs of this life’ (= dengan urusan-urusan dari kehidupan ini).

RSV: ‘in civilian pursuits’ (= dalam pekerjaan-pekerjaan / kesibukan-kesibukan sipil / non militer).

NIV: ‘in civilian affairs’ (= dalam urusan-urusan sipil / non militer).

NASB: ‘in the affairs of everyday life’ (= dalam urusan-urusan dari kehidupan sehari-hari)

c)   ‘komandannya’.

KJV: him who hath chosen him to be a soldier. (= ia yang telah memilihnya menjadi seorang tentara).

RSV: the one who enlisted him. (= orang yang mendaftarkannya).

NIV: his commanding officer. (= pejabat yang berkuasa / berwenang).

NASB: the one who enlisted him as a soldier. (= orang yang mendaftarkannya sebagai seorang tentara)

2)   Seorang prajurit yang sedang berjuang.

The Biblical Illustrator (New Testament): The Christian must be prepared for trial and conflict: - Some of God’s people seem to forget this. They think they are soldiers on pay days and at reviews: but as soon as the fiery darts begin to fall around them, and the road gets rough and rugged, they fancy they are deserters. A strange mistake this. You are never so much a soldier as when you are marching or fighting. I fear the fault of this mistake lies very much with some of us who may be called recruiting sergeants. In persuading men to enlist we speak much more of the ribbons, the bounty money, and the rewards, than we do of the battle-field and the march. Hence, perhaps, the error. But if we are to blame in this respect our great King is not. The whole of His teaching is in the other direction. He puts all the difficulties fairly before us, and we are exhorted to count the cost, so that we may not be covered with shame at last. [= Orang Kristen harus siap untuk pencobaan dan konflik: - Sebagian dari umat Allah kelihatannya melupakan hal ini. Mereka mengira mereka adalah tentara pada hari-hari pembayaran / gajian dan pada peninjauan (?): tetapi begitu panah berapi mulai jatuh di sekitar mereka, dan jalanan menjadi berat dan keras, mereka menginginkan mereka adalah desertir / pembelot. Ini adalah suatu kesalahan yang aneh. Kamu tidak pernah menjadi tentara sebegitu banyak seperti pada waktu engkau sedang berbaris atau bertempur. Saya takut kesalahan dari hal ini terletak pada sebagian dari kita yang bisa disebut sersan yang merekrut. Dalam membujuk / meyakinkan orang untuk mendaftar kita berbicara lebih banyak tentang pita hiasan, uang hadiah, dan upah / pahala, dari pada kita berbicara tentang medan pertempuran dan barisan. Mungkin karena itu terjadi kesalahan ini. Tetapi jika kita harus dipersalahkan dalam hal ini, Raja kita tidak boleh dipersalahkan. Seluruh ajaranNya berada dalam arah yang lain. Ia meletakkan semua kesukaran-kesukaran secara jujur di hadapan kita, dan kita didesak untuk menghitung ongkos / harganya, supaya jangan kita ditutupi dengan rasa malu pada akhirnya.].

Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:

·       Mat 10:24-25 - “(24) Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. (25) Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya. Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya.”.

·       Yoh 15:20 - “Ingatlah apa yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu; jikalau mereka telah menuruti firmanKu, mereka juga akan menuruti perkataanmu.”.

·       Yoh 16:1-3 - “(1) ‘Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku. (2) Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. (3) Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku.”.

·       Luk 9:57-58 - “(57) Ketika Yesus dan murid-muridNya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: ‘Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.’ (58) Yesus berkata kepadanya: ‘Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.’”.

·       Kis 14:21-22 - “(21) Paulus dan Barnabas memberitakan Injil di kota itu dan memperoleh banyak murid. Lalu kembalilah mereka ke Listra, Ikonium dan Antiokhia. (22) Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara.”.

·       Kis 20:22-23 - “(22) Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ (23) selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku.”.

·       Luk 14:26-33 - “(26) ‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu. (27) Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi muridKu. (28) Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? (29) Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, (30) sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya. (31) Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? (32) Jikalau tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian. (33) Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi muridKu.”.

The Biblical Illustrator (New Testament): THE SOLDIER AFTER HAVING BEEN ENLISTED HAS TO BE DRILLED - that is to say, he has to learn his business. A good soldier is not to be made in a day; there must be time and pains spent upon him; he must be trained and taught, and that very carefully, before he is fit to fight against the enemies of his country. And it is just the same with Christian soldiers. They have to learn to act together, so as to support and help one another in the conflict with evil. And then they have to learn the use of their weapons - of one more especially, which is called the ‘sword of the Spirit.’ (= Tentara setelah didaftarkan harus dilatih - artinya, ia harus mempelajari urusannya. Seorang tentara yang baik tidak dibuat dalam satu hari; di sana harus ada waktu dan usaha yang dihabiskan untuk dia; ia harus dilatih dan diajar, dan itu dengan sangat hati-hati / teliti, sebelum ia cocok untuk bertempur melawan musuh-musuh dari negaranya. Dan sama halnya dengan tentara-tentara Kristen. Mereka harus belajar untuk bertindak bersama-sama, sehingga menopang dan menolong satu sama lain dalam konflik dengan kejahatan. Dan lalu mereka harus mempelajari penggunaan dari senjata-senjata mereka - tentang satu senjata dengan lebih khusus, yang disebut ‘pedang Roh’).

Ef 6:17 - “dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah,”.

Catatan: pendeta-pendeta yang menganggap / memperlakukan pendeta-pendeta lain (yang tidak sesat dalam pandangan mereka) bukannya sebagai rekan seperjuangan tetapi sebagai saingan, harus merenungkan hal ini, dan bertobat!

3)   tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya.

William Hendriksen: First, like a soldier on active duty, perhaps even engaged in a campaign, Timothy must perform his task wholeheartedly. If a soldiering person should pursue a business on the side, one that would really absorb his interests, so that he becomes ‘implicated’ in it, he would not be able to really ‘give’ himself to his appointed task as a soldier. (= Pertama-tama, seperti seorang tentara dalam kewajiban / tugas aktif, mungkin bahkan ikut serta dalam operasi militer, Timotius harus melaksanakan tugasnya dengan segenap hati. Jika seorang tentara mengejar suatu bisnis sebagai pekerjaan sambilan / sampingan, suatu pekerjaan yang akan sungguh-sungguh menyerap perhatiannya, sehingga ia menjadi ‘terlibat’ di dalamnya, ia tidak akan bisa sungguh-sungguh memberikan / menyerahkan dirinya sendiri pada tugas yang ditetapkan baginya sebagai seorang tentara.).

The Bible Exposition Commentary: New Testament: It is sometimes necessary for a pastor, or a pastor’s wife, to be employed because their church is not able to support them. This is a sacrifice on their part and an investment in the work. But a pastor who is fully supported should not get involved in sidelines that divide his interest and weaken his ministry. I have met pastors who spend more time on their real estate ventures than on their churches. (= Kadang-kadang perlu bagi seorang pendeta atau seorang istri pendeta, untuk bekerja karena gereja mereka tidak mampu menyokong mereka. Ini merupakan suatu pengorbanan di pihak mereka dan suatu investasi dalam pekerjaan. Tetapi seorang pendeta yang disokong secara penuh tidak boleh terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan sampingan yang membagi perhatiannya dan melemahkan pelayanannya. Saya telah / pernah bertemu dengan pendeta-pendeta yang menghabiskan lebih banyak waktu untuk usaha-usaha real estate dari pada untuk gereja-gereja mereka.).

Adam Clarke: “It is well remarked by Grotius, on this passage, that the legionary soldiers among the Romans were not permitted to engage in husbandry, merchandise, mechanical employments, or anything that might be inconsistent with their calling. Many canons, at different times, have been made to prevent ecclesiastics from intermeddling with secular employments. He who will preach the Gospel thoroughly, and wishes to give full proof of his ministry, had need to have no other work. He should be wholly in this thing, that his profiting may appear unto all. There are many who sin against this direction. They love the world, and labour for it, and are regardless of the souls committed to their charge. But what are they, either in number or guilt, compared to the immense herd of men professing to be Christian ministers, who neither read nor study, and consequently never improve? These are too conscientious to meddle with secular affairs, and yet have no scruple of conscience to while away time, be among the chief in needless self-indulgence, and, by their burdensome and monotonous ministry, become an incumbrance to the church! Do you inquire: In what sect or party are these to be found? I answer: In ALL. Idle drones, - ... disgrace every department in the Christian Church. They cannot teach because they will not learn.” (= Dikatakan dengan baik oleh Grotius, tentang text ini, bahwa tentara-tentara dari legiun-legiun / pasukan-pasukan di antara orang-orang Romawi tidak diijinkan untuk terlibat dalam pertanian / peternakan, perdagangan, pekerjaan-pekerjaan mekanis / mesin, atau apapun yang bisa tidak konsisten dengan panggilan mereka. Banyak peraturan-peraturan, pada jaman yang berbeda-beda, telah dibuat untuk mencegah pendeta / pastor dari percampuran dengan pekerjaan-pekerjaan sekuler. Ia yang mau mengkhotbahkan Injil secara sepenuhnya, dan berharap untuk memberikan bukti penuh dari pelayanannya, tidak boleh mempunyai pekerjaan lain. Ia harus berada secara penuh dalam hal ini, supaya kegunaannya bisa terlihat kepada semua orang. Ada banyak orang yang berdosa terhadap peraturan ini. Mereka mencintai dunia ini, dan berjerih payah untuknya, dan tidak mempunyai kepedulian terhadap jiwa-jiwa yang diserahkan pada tanggung jawab mereka. Tetapi apakah mereka itu, dalam jumlah atau kesalahan, dibandingkan dengan kumpulan besar manusia yang mengaku sebagai pendeta-pendeta Kristen, yang tidak membaca ataupun belajar, dan karena itu tidak pernah maju / bertambah baik? Orang-orang ini terlalu berhati-hati untuk bercampur dengan urusan-urusan sekuler, tetapi tidak mempunyai keberatan hati nurani untuk menghabiskan / membuang waktu, menjadi di antara kepala dalam pemuasan diri sendiri yang tidak perlu, dan oleh pelayanan mereka yang membebani dan monoton, menjadi suatu rintangan / beban bagi gereja! Apakah engkau bertanya: Dalam sekte atau kelompok / golongan mana orang-orang ini ditemukan? Saya menjawab: Dalam semua kelompok / golongan. Pemalas-pemalas yang menganggur, - ... memalukan / menodai setiap departemen dalam Gereja Kristen. Mereka tidak bisa mengajar karena mereka tidak mau belajar.).

John Stott: what is forbidden the good soldier of Jesus Christ is not all ‘secular’ activities, but rather ‘entanglements’ which, though they may be perfectly innocent in themselves, may hinder him from fighting Christ’s battles. This counsel applies specially to the Christian minister or pastor. He is called to devote himself to teaching and tending Christ’s flock, and there are other Scriptures besides this one to say that if possible he should not have the additional burden of having to get his living in some ‘secular’ employment. (= apa yang dilarang bagi tentara yang baik dari Yesus Kristus bukanlah semua aktivitas sekuler, tetapi ‘keterlibatan-keterlibatan’ yang, sekalipun dalam dirinya sendiri hal-hal itu bisa tak berdosa secara sempurna, tetapi hal-hal itu bisa menghalanginya untuk bertempur dalam pertempuran-pertempuran Kristus. Nasehat ini diterapkan khususnya kepada pendeta atau gembala Kristen. Ia dipanggil untuk membaktikan dirinya sendiri kepada pengajaran dan perawatan / pemeliharaan kawanan domba Kristus, dan ada ayat-ayat lain dari Kitab Suci disamping yang satu ini yang mengatakan bahwa jika mungkin ia tidak boleh mempunyai beban tambahan tentang harus mendapatkan nafkahnya dalam suatu pekerjaan ‘sekuler’.).

John Stott: It is true that the apostle himself had often earned his keep by his tent-making. Yet he made it plain that in his case the reason was personal and exceptional, namely to ‘make the gospel free of charge’ and so put no possible ‘obstacle in the way of the gospel of Christ’ (1 Cor. 9:18, 12). He still asserted the principle for himself and for every minister, by command of the Lord, that ‘those who proclaim the gospel should get their living by the gospel’ (1 Cor. 9:14). Indeed, he clearly expected this to be the general rule. And this needs to be remembered in our day when ‘auxiliary’, ‘supplementary’ and ‘part-time’ ministries are increasing, in which the pastor continues his trade or profession and exercises his ministry in his spare time. Such ministries can hardly be said to contravene Scripture. Yet they are difficult to reconcile with the apostle’s injunction to avoid entanglements. In the Church of England service for the ordination of presbyters the Bishop exhorts the candidates in these words: ‘Consider how studious ye ought to be in reading and learning the Scriptures … and for this selfsame cause how ye ought to forsake and set aside (as much as you may) all worldly cares and studies, … give yourselves wholly to this Office, … apply yourselves wholly to this one thing, and draw all your cares and studies this way.’ [= Memang benar bahwa sang rasul sendiri sering telah mendapatkan nafkahnya dengan pembuatan tendanya. Tetapi ia membuatnya jelas bahwa dalam kasus ini alasannya adalah pribadi dan merupakan perkecualian, yaitu untuk ‘membuat injil itu gratis’ dan dengan demikian tidak meletakkan kemungkinan ‘halangan dalam jalan dari injil Kristus’ (1Kor 9:18,12). Ia tetap menegaskan prinsip untuk dirinya sendiri dan untuk setiap pendeta, dengan perintah dari Tuhan, bahwa ‘mereka yang memberitakan injil harus mendapatkan nafkahnya oleh injil’ (1Kor 9:14). Bahkan, ia dengan jelas mengharapkan ini sebagai peraturan umum. Dan ini perlu diingat pada jaman kita pada saat pelayanan ‘pembantu’, ‘tambahan’ dan ‘paruh waktu’ sedang bertambah, dalam mana sang pendeta melanjutkan perdagangannya dan pekerjaannya dan menjalankan pelayanannya pada waktu luangnya. Pelayanan seperti itu tak bisa dikatakan bertentangan dengan Kitab Suci. Tetapi pelayanan-pelayanan seperti itu sukar diperdamaikan dengan perintah sang rasul untuk menghindari keterlibatan-keterlibatan. Dalam kebaktian Gereja Inggris untuk pentahbisan penatua-penatua sang Uskup mendesak para calon dengan kata-kata ini: ‘Pertimbangkan / renungkan betapa kamu harus rajin dalam membaca dan belajar Kitab Suci ... dan untuk alasan yang sama betapa kamu harus meninggalkan dan mengesampingkan (sebanyak kamu bisa) semua perhatian dan pelajaran duniawi, ... serahkan dirimu sendiri sepenuhnya untuk Jabatan / Tugas ini, ... gunakanlah dirimu sendiri sepenuhnya untuk satu hal ini, dan tariklah semua perhatian dan pelajaranmu ke jalan ini / dengan cara ini’.].

Bandingkan dengan text-text di bawah ini:

·       Kis 18:1-3 - “(1) Kemudian Paulus meninggalkan Atena, lalu pergi ke Korintus. (2) Di Korintus ia berjumpa dengan seorang Yahudi bernama Akwila, yang berasal dari Pontus. Ia baru datang dari Italia dengan Priskila, isterinya, karena kaisar Klaudius telah memerintahkan, supaya semua orang Yahudi meninggalkan Roma. Paulus singgah ke rumah mereka. (3) Dan karena mereka melakukan pekerjaan yang sama, ia tinggal bersama-sama dengan mereka. Mereka bekerja bersama-sama, karena mereka sama-sama tukang kemah.”.

·       1Kor 9:7-18 - “(7) Siapakah yang pernah turut dalam peperangan atas biayanya sendiri? Siapakah yang menanami kebun anggur dan tidak memakan buahnya? Atau siapakah yang menggembalakan kawanan domba dan yang tidak minum susu domba itu? (8) Apa yang kukatakan ini bukanlah hanya pikiran manusia saja. Bukankah hukum Taurat juga berkata-kata demikian? (9) Sebab dalam hukum Musa ada tertulis: ‘Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik!’ Lembukah yang Allah perhatikan? (10) Atau kitakah yang Ia maksudkan? Ya, untuk kitalah hal ini ditulis, yaitu pembajak harus membajak dalam pengharapan dan pengirik harus mengirik dalam pengharapan untuk memperoleh bagiannya. (11) Jadi, jika kami telah menaburkan benih rohani bagi kamu, berlebih-lebihankah kalau kami menuai hasil duniawi dari pada kamu? (12) Kalau orang lain mempunyai hak untuk mengharapkan hal itu dari pada kamu, bukankah kami mempunyai hak yang lebih besar? Tetapi kami tidak mempergunakan hak itu. Sebaliknya, kami menanggung segala sesuatu, supaya jangan kami mengadakan rintangan bagi pemberitaan Injil Kristus. (13) Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? (14) Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu. (15) Tetapi aku tidak pernah mempergunakan satupun dari hak-hak itu. Aku tidak menulis semuanya ini, supaya akupun diperlakukan juga demikian. Sebab aku lebih suka mati dari pada...! Sungguh, kemegahanku tidak dapat ditiadakan siapapun juga! (16) Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil. (17) Kalau andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, memang aku berhak menerima upah. Tetapi karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri, pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku. (18) Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil.”.

·       2Kor 11:7-9 - “(7) Apakah aku berbuat salah, jika aku merendahkan diri untuk meninggikan kamu, karena aku memberitakan Injil Allah kepada kamu dengan cuma-cuma? (8) Jemaat-jemaat lain telah kurampok dengan menerima tunjangan dari mereka, supaya aku dapat melayani kamu! (9) Dan ketika aku dalam kekurangan di tengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorangpun, sebab apa yang kurang padaku, dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari Makedonia. Dalam segala hal aku menjaga diriku, supaya jangan menjadi beban bagi kamu, dan aku akan tetap berbuat demikian.”.

2 Timotius 2:1-26(4)

2Timotius 2:1-7 - “(1) Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus. (2) Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain. (3) Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. (4) Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya. (5) Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga. (6) Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya. (7) Perhatikanlah apa yang kukatakan; Tuhan akan memberi kepadamu pengertian dalam segala sesuatu.”.

John Stott: The application of this verse is wider than to pastors, however. Every Christian is in some degree a soldier of Christ, even if he is as timid as Timothy. For, whatever our temperament, we cannot avoid the Christian conflict. And if we are to be good soldiers of Jesus Christ, we must be dedicated to the battle, committing ourselves to a life of discipline and suffering, and avoiding whatever may ‘entangle’ us and so distract us from it. (= Tetapi, penerapan dari ayat ini lebih luas dari kepada pendeta-pendeta. Setiap orang Kristen dalam tingkat tertentu adalah seorang tentara Kristus, bahkan jika ia sama penakutnya seperti Timotius. Karena, apapun temperamen kita, kita tidak bisa menghindari konflik Kristen. Dan jika kita mau menjadi tentara-tentara yang baik dari Yesus Kristus, kita harus didedikasikan pada pertempuran, menyerahkan diri kita sendiri pada suatu kehidupan dari disiplin dan penderitaan, dan menghindari apapun yang bisa ‘melibatkan’ kita dan dengan demikian menyimpangkan kita darinya.).

Catatan: bagi orang awam, sekalipun hidupnya juga harus diserahkan kepada Kristus sepenuhnya, tentu ia tidak mungkin untuk meninggalkan pekerjaan ‘sekuler’nya. Tetapi pekerjaan itu tetap harus ditujukan untuk kemuliaan Tuhan, dan bukan sekedar untuk mencari uang / kekayaan.

Calvin: “‘The condition of military discipline is such, that as soon as a soldier has enrolled himself under a general, he leaves his house and all his affairs, and thinks of nothing but war; and in like manner, in order that we may be wholly devoted to Christ, we must be free from all the entanglements of this world.’ ... By ‘the affairs of life’, he means the care of governing his family, and ordinary occupations; as farmers leave their agriculture, and merchants their ships and merchandise, till they have completed the time that they agreed to serve in war. We must now apply the comparison to the present subject, that every one who wishes to fight under Christ must relinquish all the hindrances and employments of the world, and devote himself unreservedly to the warfare.” (= ‘Syarat dari disiplin militer adalah sedemikian, sehingga begitu seorang tentara telah mendaftarkan dirinya sendiri di bawah seorang jendral, ia meninggalkan rumahnya dan semua urusan-urusannya, dan tidak memikirkan apapun kecuali peperangan; dan dengan cara yang sama, supaya kita bisa sepenuhnya dibaktikan kepada Kristus, kita harus bebas dari semua keterlibatan dari dunia ini’. ... Dengan ‘urusan-urusan dari kehidupan’ ia memaksudkan perhatian untuk memerintah keluarganya, dan pekerjaan-pekerjaan / kesibukan-kesibukan biasa; seperti petani-petani meninggalkan pertaniannya, dan pedagang-pedagang meninggalkan kapal-kapal dan barang-barang dagangan mereka, sampai mereka telah menyelesaikan waktu yang telah mereka setujui untuk melayani dalam peperangan. Sekarang kita harus menerapkan perbandingan dengan pokok sekarang ini, bahwa setiap orang yang ingin bertempur di bawah Kristus harus melepaskan semua rintangan-rintangan dan pekerjaan-pekerjaan dari dunia, dan membaktikan dirinya sendiri tanpa batasan pada peperangan.).

Bdk. Luk 14:26 - “‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu.”.

Mat 4:18-20 - “(18) Dan ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. (19) Yesus berkata kepada mereka: ‘Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.’ (20) Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.”.

Calvin: “Here Paul speaks to the pastors of the Church in the person of Timothy. The statement is general, but is specially adapted to the ministers of the word. First, let them see what things are inconsistent within their office, that, freed from those things, they may follow Christ. Next, let them see, each for himself, what it is that draws them away from Christ; that this heavenly General may not have less authority over us than that which a mortal man claims for himself over heathen soldiers who have enrolled under him.” (= Di sini Paulus berbicara kepada pendeta-pendeta dari Gereja dalam diri dari Yakobus. Pernyataannya adalah umum, tetapi secara khusus disesuaikan dengan pelayan-pelayan dari firman. Pertama, hendaklah mereka melihat hal-hal apa yang tidak konsisten di dalam jabatan / tugas mereka, supaya, dengan dibebaskan dari hal-hal itu, mereka bisa mengikuti Kristus. Selanjutnya, hendaklah mereka melihat, masing-masing bagi dirinya sendiri, apa yang menarik mereka menjauhi Kristus; supaya Jendral surgawi ini tidak mempunyai otoritas yang kurang atas kita dari pada apa yang diclaim oleh manusia yang fana bagi dirinya sendiri atas tentara-tentara kafir yang telah mendaftar di bawahnya.).

The Biblical Illustrator (New Testament): A soldier always: - You cannot be a saint on Sundays and a sinner in the week; you cannot be a saint at church and a sinner in the shop; you cannot be a saint in Liverpool and a sinner in London. You cannot serve God and Mammon. You are a soldier everywhere or nowhere, and woe to you if you dishonour your King. (= Selalu seorang tentara: - Kamu tidak bisa menjadi seorang kudus pada hari Minggu dan seorang berdosa dalam minggu itu; kamu tidak bisa menjadi seorang kudus di gereja dan seorang berdosa di toko; kamu tidak bisa menjadi seorang kudus di Liverpool dan seorang berdosa di London. Kamu tidak bisa melayani Allah dan Mammon / dewa uang. Kamu adalah seorang tentara dimana-mana atau tidak dimanapun, dan celakalah kamu jika kamu mempermalukan Rajamu.).

The Biblical Illustrator (New Testament): the Christian’s dangers arise not only from his sins, but also from the ordinary affairs of daily life. These are more especially meant in the text. And what snare can be greater? Actual sin we may generally know to be sin. But in the affairs of this life, our daily occupations and our lawful enjoyments, it is often hard to find where the entanglement begins. If as moralists say and as experience proves, the difference between things lawful and unlawful is frequently one of degree, it must require both an enlightened conscience and much self-examination to ascertain the middle path of safety. (= bahaya-bahaya bagi orang Kristen muncul bukan hanya dari dosa-dosanya, tetapi juga dari urusan-urusan biasa dari kehidupan sehari-hari. Hal-hal ini dimaksudkan secara lebih khusus dalam text ini. Dan jerat apa yang bisa lebih besar? Dosa-dosa yang aktual / sungguh-sungguh biasanya kita ketahui sebagai dosa. Tetapi dalam urusan-urusan dari kehidupan ini, pekerjaan-pekerjaan sehari-hari kita dan penikmatan kita yang sah, seringkali sukar untuk menemukan dimana keterlibatan mulai. Jika seperti para tokoh moral katakan dan seperti pengalaman membuktikan, perbedaan antara hal-hal yang sah dan tidak sah seringkali adalah dalam persoalan tingkatan, itu pasti memerlukan hati nurani yang diterangi dan banyak pemeriksaan diri sendiri / introspeksi untuk memastikan jalan keamanan di tengah-tengah.).

4)   supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya.

Matthew Henry: The great care of a soldier should be to please his general; so the great care of a Christian should be to please Christ, to approve ourselves to him. The way to please him who hath chosen us to be soldiers is not to entangle ourselves with the affairs of this life, but to be free from such entanglements as would hinder us in our holy warfare. (= Perhatian besar dari seorang tentara harus untuk menyenangkan jendralnya; begitu juga perhatian besar dari seorang Kristen harus untuk menyenangkan Kristus, membuat diri kita disetujui olehNya. Jalan / cara untuk menyenangkan Dia yang telah memilih kita sebagai tentara-tentara adalah dengan tidak melibatkan diri kita sendiri dengan urusan-urusan dari kehidupan ini, tetapi untuk bebas dari keterlibatan-keterlibatan seperti itu karena akan menghalangi kita dalam peperangan kudus kita.).

Pulpit Commentary: His sole motive is to please the Master who enrolled him in this service. It is not to please himself, or to please men by seeking ease, or emolument, or social position, but to please the Lord Jesus Christ (= Satu-satunya motivasi adalah untuk menyenangkan Tuan yang telah mendaftarkannya dalam pelayanan ini. Bukan untuk menyenangkan dirinya sendiri, atau untuk menyenangkan orang-orang dengan mencari kenyamanan, atau honorarium, atau kedudukan sosial, tetapi untuk menyenangkan Tuhan Yesus Kristus).

Gal 1:10 - “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.”.

2 Timotius 2: 5: “Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga.”.

KJV: And if a man also strive for masteries, yet is he not crowned, except he strive lawfully. (= Dan jika seorang manusia juga berjuang untuk kemenangan, tetapi ia tidak dimahkotai, kecuali ia berjuang dengan sah.).

RSV: ‘An athlete is not crowned unless he competes according to the rules.’ (= Seorang atlet tidak dimahkotai kecuali ia bertanding / berlomba sesuai dengan peraturan-peraturan.).

NIV: ‘Similarly, if anyone competes as an athlete, he does not receive the victor’s crown unless he competes according to the rules.’ (= Secara mirip, jika siapapun bertanding / berlomba sebagai seorang atlet, ia tidak menerima mahkota pemenang kecuali ia bertanding / berlomba menurut peraturan-peraturan.).

NASB: ‘Also if anyone competes as an athlete, he does not win the prize unless he competes according to the rules.’ (= Juga jika siapapun bertanding / berjuang sebagai seorang atlet, ia tidak memenangkan hadiah kecuali ia bertanding / berlomba menurut peraturan-peraturan.).

Bible Knowledge Commentary: The thought here is similar to 1 Cor 9:24-27 (and Heb 12:1-2). [= Pemikiran di sini serupa dengan 1Kor 9:24-27 (dan Ibr 12:1-2)].

1Kor 9:24-27 - “(24) Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! (25) Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. (26) Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. (27) Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.”.

Ibr 12:1-2 - “(1) Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. (2) Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.”.

Calvin: “And if any one strive. He now speaks of perseverance, that no man may think that he has done enough when he has been engaged in one or two conflicts. ... If any man, therefore, wearied with the conflict, immediately withdraw from the arena to enjoy repose, he will be condemned for indolence instead of being crowned. Thus, because Christ wishes us to strive during our whole life, he who gives way in the middle of the course deprives himself of honor, even though he may have begun valiantly. To strive lawfully is to pursue the contest in such a manner and to such an extent as the law requires, that none may leave off before the time appointed.” (= ‘Dan jika siapapun berjuang’. Sekarang ia berbicara tentang ketekunan, supaya tak seorangpun bisa berpikir bahwa ia telah melakukan cukup pada waktu ia telah terlibat dalam satu atau dua pertempuran. ... Karena itu, jika siapapun bosan dengan pertempuran, dan dengan segera menarik diri dari arena / gelanggang untuk menikmati istirahat / kesenangan, ia akan dikecam untuk kemalasan dan bukannya dimahkotai. Maka, karena Kristus ingin kita berjuang dalam sepanjang hidup kita, ia yang menyerah di tengah jalan menghilangkan kehormatan dari dirinya sendiri, sekalipun ia mungkin telah memulai dengan berani. Berjuang secara sah / menurut hukum berarti mengikuti pertandingan dengan cara sedemikian rupa dan sampai pada tingkat sedemikian rupa seperti yang dituntut oleh hukum, supaya tak seorangpun bisa berhenti sebelum waktu yang ditentukan.).

Catatan: pada bagian awal dari kutipan ini, sekalipun kata-kata Calvin benar, tetapi tak sesuai dengan ayat itu, yang menekankan ketaatan pada peraturan-peraturan, dan bukannya ketekunan, sekalipun harus diakui bahwa dalam pertandingan / perlombaan, ketekunan juga jelas harus ada.

John Stott: Paul now turns from the image of the Roman soldier to that of the competitor in the Greek games. In no athletic contest of the ancient world (any more than of the modern) was a competitor giving a random display of strength or skill. Every sport had its rules, always for the contest itself and sometimes for the preparatory training as well. Every event had its prize also, and the prizes awarded at the Greek games were evergreen wreaths, not gold medals or silver trophies. But no athlete, however brilliant, was ‘crowned’ unless he had competed ‘according to the rules’. ‘No rules, no wreath’ was the order of the day. The Christian life is regularly likened in the New Testament to a race, not in the sense that we are competing against each other ..., but in other ways, in the strenuous self-discipline of training (1 Cor. 9:24–27), in laying aside every hindrance (Heb. 12:1, 2) and here in keeping the rules. [= Sekarang Paulus berpindah dari gambaran dari seorang tentara Romawi kepada petanding / pelomba dalam pertandingan-pertandingan Yunani. Tak ada pertandingan atletik dalam dunia kuno (maupun dalam dunia modern) ada seorang pelomba / petanding yang memberikan suatu pertunjukan sembarangan dari kekuatan atau keahlian. Setiap jenis olah raga mempunyai peraturan-peraturannya sendiri, selalu untuk pertandingan itu sendiri dan kadang-kadang juga untuk latihan persiapan. Setiap pertandingan mempunyai hadiahnya juga, dan hadiah yang diberikan pada pertandingan-pertandingan Yunani adalah lingkaran-lingkaran bunga yang selalu hijau, bukan medali emas atau piala perak. Tetapi tidak ada atlet, bagaimanapun hebatnya, dimahkotai kecuali ia telah bertanding ‘menurut peraturan-peraturan’. ‘Tak ada peraturan-peraturan, tak ada lingkaran bunga’ adalah hukum / syarat dari jaman itu. Kehidupan Kristen dalam Perjanjian Baru biasanya disamakan dengan suatu perlombaan, bukan dalam arti bahwa kita berlomba / bersaing satu sama lain ..., tetapi dengan cara-cara lain, dalam disiplin diri sendiri yang keras dari latihan (1Kor 9:24-27), dalam menyingkirkan setiap halangan (Ibr 12:1-2) dan di sini, dalam mentaati peraturan-peraturan.].

Catatan: yang saya beri garis bawah ganda, justru merupakan sesuatu yang sangat banyak terjadi dalam dunia Kristen saat ini. Betul-betul merupakan sesuatu yang memalukan kalau pendeta / pelayan yang satu menganggap pendeta / pelayan yang lain sebagai saingan, dan bukan sebagai rekan! Siapapun yang menganggap gereja / pendeta / pelayan lain sebagai saingan jelas tidak mempunyai motivasi untuk memuliakan Allah dalam pelayan maupun hidupnya!

Bdk. 1Kor 10:31 - “Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.”.

Kalau makan dan minum saja harus untuk kemuliaan Allah, apalagi pelayanan!

John Stott: The context requires that competing ‘according to the rules’ has a wider application than to our moral conduct, however. Paul is describing Christian service, not just Christian life. He seems to be saying that rewards for service depend on faithfulness. The Christian teacher must teach the truth, building with solid materials on the foundation of Christ, if his work is to endure and not be burned up (cf. 1 Cor. 3:10–15). [= Tetapi kontext menuntut bahwa pertandingan / perlombaan ‘menurut peraturan-peraturan’ mempunyai penerapan yang lebih luas dari pada tingkah laku kita. Paulus sedang menggambarkan pelayanan Kristen, bukan hanya kehidupan Kristen. Kelihatannya ia mengatakan bahwa pahala-pahala untuk pelayanan tergantung pada kesetiaan. Pengajar Kristen harus mengajar kebenaran, membangun dengan bahan-bahan yang padat / keras / kokoh di atas fondasi dari Kristus, jika pekerjaannya mau bertahan dan bukannya terbakar habis (bdk. 1Kor 3:10-15).].

1Kor 3:10-15 - “(10) Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. (11) Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. (12) Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, (13) sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. (14) Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. (15) Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.”.

Penerapan: sebagai contoh dari pendeta-pendeta / pengkhotbah-pengkhotbah yang membangun dengan kayu, rumput kering dan jerami, adalah mereka yang tak pernah mau mengajar hal-hal yang sukar, khususnya yang bersifat doktrinal.

The Biblical Illustrator (New Testament): Lawful strife: - We gather from this figure that in spiritual things there is a striving lawfully and a striving unlawfully, and that the prize is not necessarily given to him who wins the race, if he has not complied with certain rules laid down. I think, then, we may say that there are three distinct ways of striving. 1. There is an unlawful striving after unlawful objects. 2. An unlawful striving after lawful objects. 3. A lawful striving after lawful objects. (= Perjuangan yang sah / sesuai dengan hukum: - Kita mengumpulkan dari gambaran ini bahwa dalam hal-hal rohani di sana ada suatu perjuangan yang sah dan suatu perjuangan yang tidak sah, dan bahwa hadiah tidak harus diberikan kepada dia yang memenangkan perlombaan, jika ia tidak tunduk / mengikuti peraturan-peraturan tertentu yang diberikan. Maka / karena itu, saya berpikir, kita bisa berkata bahwa di sana ada tiga cara yang berbeda dari perjuangan. 1. Ada suatu perjuangan yang tidak sah untuk mengejar tujuan-tujuan yang tidak sah. 2. Suatu perjuangan yang tidak sah untuk mengejar tujuan-tujuan yang sah. 3. Suatu perjuangan yang sah untuk mengejar tujuan-tujuan yang sah.).

The Bible Exposition Commentary: New Testament: Paul sometimes used athletic illustrations in his writings - wrestling, boxing, running, and exercising. The Greeks and the Romans were enthusiastic about sports, and the Olympic and Isthmian games were important events to them. Paul had already urged Timothy to exercise like an athlete (1 Tim 4:7-8). Now Paul admonished him to obey the rules. A person who strives as an athlete to win a game and get a crown must be careful to obey all the rules of the game. In the Greek games in particular, the judges were most careful about enforcing the rules. Each competitor had to be a citizen of his nation, with a good reputation. In his preparations for the event, he had to follow specific standards. If an athlete was found defective in any matter, he was disqualified from competing. If, after he had competed and won, he was found to have broken some rule, he then lost His crown. Jim Thorpe, a great American athlete, lost his Olympic medals because he participated in sports in a way that broke an Olympic rule. [= Paulus kadang-kadang menggunakan ilustrasi atletik dalam tulisan-tulisannya - gulat, tinju, lari, dan latihan. Orang-orang Yunani dan Romawi sangat antusias tentang olah raga, dan pertandingan-pertandingan Olympiade dan Isthmian merupakan peristiwa-peristiwa / pertandingan-pertandingan yang penting bagi mereka. Paulus telah mendesak Timotius untuk berlatih seperti seorang atlet (1Tim 4:7-8). Sekarang Paulus menesehatinya untuk mentaati peraturan-peraturan. Seseorang yang berjuang sebagai seorang atlet untuk memenangkan suatu pertandingan / permainan dan mendapatkan mahkota, harus hati-hati untuk mentaati semua peraturan-peraturan dari pertandingan / permainan. Dalam pertandingan-pertandingan Yunani khususnya, hakim-hakim / wasit-wasit hati-hati / teliti tentang penegakan peraturan-peraturan. Setiap pelomba / petanding harus adalah warga negara dari bangsa itu, dengan reputasi yang baik. Dalam persiapannya untuk pertandingan itu, ia harus mengikuti standard-standard khusus / tertentu. Jika seorang atlet ditemukan cacat dalam persoalan apapun, ia didiskwalifikasi dari pertandingan. Jika, setelah ia bertanding / berlomba dan menang, ia didapati telah melanggar peraturan, maka ia kehilangan mahkotanya. Jim Thorpe, seorang atlet besar Amerika, kehilangan medali-medali Olympiade-nya karena ia ikut serta dalam olah raga dengan suatu cara yang melanggar suatu peraturan Olympiade.].

Contoh orang yang didiskwalifikasi karena melanggar peraturan pertandingan:

1)         Atlet yang didapati menggunakan steroid.

2)   Pelari maraton Olympiade, yang berada paling depan sampai sekitar 50 meter dari garis finish, tetapi lalu ambruk. Lalu ada beberapa orang memapah dia sampai masuk garis finish. Sudah tentu dia didiskwalifikasi!

3)   Petinju yang berhasil memukul KO lawannya, tetapi memukul dengan cara yang terlarang, atau memukul pada bagian terlarang, atau memukul setelah bel berbunyi.

4)   ‘Pertandingan’ di Atlas Fitness Center, dimana orang yang lari di treadmill, pada saat sudah tak kuat lagi, meneruskan lari sambil berpegangan pada pegangan di bagian depan treadmill itu.

The Bible Exposition Commentary: New Testament: From the human point of view, Paul was a loser. There was nobody in the grandstands cheering him, for ‘all they which are in Asia’ had turned away from him (2 Tim 1:15). He was in prison, suffering as an evildoer. Yet, Paul was a winner! He had kept the rules laid down in the Word of God, and one day he would get his reward from Jesus Christ. Paul was saying to young Timothy, ‘The important thing is that you obey the Word of God, no matter what people may say. You are not running the race to please people or to get fame. You are running to please Jesus Christ.’ [= Dari sudut pandang manusia, Paulus adalah orang yang kalah. Tidak ada seorangpun di tribun bersorak mendukungnya, karena ‘semua mereka yang ada di Asia’ telah meninggalkannya / berbalik dari dia (2Tim 1:15). Ia ada di dalam penjara, menderita sebagai seorang penjahat / pelaku kejahatan. Tetapi, Paulus adalah seorang pemenang! Ia telah memelihara / mentaati peraturan-peraturan yang diberikan dalam Firman Allah, dan suatu hari ia akan mendapatkan pahalanya dari Yesus Kristus. Paulus sedang berkata kepada Timotius yang masih muda, ‘Hal yang penting adalah bahwa engkau mentaati Firman Allah, tak peduli apa yang orang-orang katakan. Engkau tidak sedang berlari untuk menyenangkan orang-orang atau untuk mendapatkan kemasyhuran / kepopuleran. Engkau sedang berlari untuk menyenangkan Yesus Kristus’.].

Bdk. Gal 1:10 - “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.”.

Jelas bahwa ada peserta-peserta pertandingan / perlombaan yang dianggap menang oleh manusia, tetapi dianggap kalah oleh Tuhan, dan sebaliknya! Penulis ini menganggap Paulus menang, karena ia berjuang sambil mentaati Firman Tuhan! Kata-kata yang saya beri garis bawah ganda merupakan sesuatu yang penting, karena kalau kita berjuang sambil mentaati Firman Tuhan, pasti akan muncul banyak orang yang mengkritik tindakan kita itu! Ini tidak boleh kita pedulikan!

Bdk. 1Kor 4:1-5 - “(1) Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah. (2) Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai. (3) Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu pengadilan manusia. Malahan diriku sendiripun tidak kuhakimi. (4) Sebab memang aku tidak sadar akan sesuatu, tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan. Dia, yang menghakimi aku, ialah Tuhan. (5) Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah.”.

Catatan: bagian yang saya beri garis bawah tunggal salah terjemahan.

NIV: ‘My conscience is clear, but that does not make me innocent.’ (= Hati nuraniku bersih, tetapi itu tidak membuat aku tak berdosa.).

Tetapi yang menjadi penekanan saya adalah bagian yang saya beri garis bawah ganda.

Jadi, dari semua ini bisa disimpulkan dua hal yang penting:

1)   Paulus menggambarkan pelayanan / kehidupan Kristen sebagai suatu pertandingan / perlombaan. Tetapi itu bukan berarti kita bertanding / bersaing dengan sesama orang Kristen / pelayan Tuhan!

2)   Dalam pertandingan, kalau kita ingin menang, kita harus mentaati Firman Tuhan.

a)   Pertama-tama, ini mensyaratkan pendeta-pendeta untuk banyak belajar Firman Tuhan, karena kalau tidak, bagaimana ia tahu apakah perjuangannya sesuai dengan Firman Tuhan atau tidak?

b)   Banyak orang Kristen / pendeta, demi suksesnya suatu pelayanan, melanggar Firman Tuhan, baik secara sadar / sengaja atau secara tidak sadar / tidak sengaja.

c)   Contoh pelanggaran dalam kehidupan / pelayanan:

1.   Gereja / pendeta yang tidak mau memberitakan hal-hal yang tidak menyenangkan orang, baik dalam hal moral maupun doktrinal. Dengan cara ini mereka mungkin sekali akan mengumpulkan banyak orang, dan kelihatan menang, tetapi sebetulnya mereka kalah!

Bdk. 2Tim 4:3-4 - “(3) Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. (4) Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.”.

2.   Gereja / pendeta yang memberikan janji-janji kosong (dusta) untuk menyenangkan orang 

3.   Gereja / pendeta yang menjadikan gereja / pendeta lain (yang tidak sesat) sebagai saingan 

4.   Gereja / pendeta yang membagi-bagi sembako dengan tujuan / motivasi untuk mengumpulkan banyak orang!

5.   Gereja / pendeta yang mau menyumbang agama lain demi mendapatkan ijin gereja. Ini sama dengan memperluas dan mempermulus jalan ke neraka!

Catatan: lucunya, atau ironisnya, mereka tak akan mau menyumbang gereja lain (yang baik) yang betul-betul membutuhkan bantuan. Alangkah bertentangannya hal ini dengan praktek gereja-gereja abad pertama. Bdk. Ro 15:25-26 - “(25) Tetapi sekarang aku sedang dalam perjalanan ke Yerusalem untuk mengantarkan bantuan kepada orang-orang kudus. (26) Sebab Makedonia dan Akhaya telah mengambil keputusan untuk menyumbangkan sesuatu kepada orang-orang miskin di antara orang-orang kudus di Yerusalem.”. Bdk. juga dengan 2Kor 8.

6.   Gereja / pendeta yang menerapkan praktek-praktek dan politik duniawi / sekuler yang bertentangan dengan Firman Tuhan dalam gereja. Misalnya, kalau ada suatu konflik, yang dibela adalah orang yang kaya / berkedudukan tinggi / dekat dengan dia / ‘lebih berguna’ bagi gereja.

7.   Gereja / pendeta yang mempraktekkan kediktatoran.

Hanya Yesus yang adalah Raja / Tuhan dalam gereja, dan manusia boleh berkuasa / memerintah gereja hanya sebagai suatu badan (majelis), dan bukan satu manusia secara pribadi!

8.   Gereja / pendeta yang mau memberkati pernikahan kristen dengan non Kristen karena takut kehilangan jemaat yang mau menikah itu.

9.   Gereja / pendeta yang takut menjalankan siasat gerejani karena takut kehilangan jemaat yang seharusnya disiasat itu.

10. Gereja / pendeta yang takut menjalankan Firman Tuhan yang manapun karena takut / sungkan kepada manusia, siapapun adanya manusia itu. 

2 Timotius 2:1-26(5)

2Timotius 2:3-7 - “(3) Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. (4) Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya. (5) Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga. (6) Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya. (7) Perhatikanlah apa yang kukatakan; Tuhan akan memberi kepadamu pengertian dalam segala sesuatu.”.

2 Timotius 6: “Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya.”.

John Stott: If the athlete must play fair, the farmer must work hard. He ‘toils’ at his job, as the verb indicates. Hard work is indeed indispensable to good farming. This is particularly so in developing countries before mechanization arrives. In such circumstances successful farming depends as much on sweat as on skill. However poor the soil, inclement the weather, or disinclined the farmer, he must keep at his work. ... Unlike the soldier and the athlete the farmer’s life is ‘totally devoid of excitement, remote from all glamour of peril and of applause’. Yet the first share of the crops goes to the hardworking farmer. He deserves it. His good yield is due as much to his toil and perseverance as to anything else. That is why a sluggard never makes a good farmer, as the book of Proverbs insists. He always loses his harvest, either because he is asleep when he ought to be reaping, or because he was too lazy to plough the previous autumn, or because he has allowed his fields to become overgrown with nettles and thorns (Pr. 10:5; 20:4; 24:30, 31). [= Jika sang olahragawan harus bermain dengan fair / jujur, sang petani harus bekerja keras. Ia berjerih payah pada pekerjaannya, seperti ditunjukkan oleh kata kerjanya. Kerja keras memang sangat diperlukan bagi pertanian yang baik. Khususnya ini adalah demikian di negara-negara berkembang sebelum datangnya mekanisasi. Dalam keadaan seperti itu pertanian yang sukses tergantung secara sama pada keringat seperti pada keahlian. Bagaimanapun buruknya tanah dan cuaca, atau bagaimanapun segannya sang petani, ia harus tetap bekerja. ... Berbeda dengan prajurit dan olahragawan, kehidupan sang petani adalah ‘sama sekali tidak memiliki kegembiraan, jauh dari semua glamor / pesona dari bahaya dan dari tepuk tangan / sorakan’. Tetapi bagian pertama dari panen pergi kepada petani yang bekerja keras. Ia layak mendapatkannya. Hasilnya yang baik disebabkan sama banyaknya oleh jerih payah dan ketekunannya sama seperti oleh apapun yang lain. Ini sebabnya seorang pemalas tidak pernah menjadi seorang petani yang baik, seperti kitab Amsal berkeras. Ia selalu kehilangan panennya, atau karena ia tidur pada waktu ia seharusnya menuai, atau karena ia terlalu malas untuk membajak pada musim gugur sebelumnya, atau karena ia mengijinkan ladangnya dipenuhi dengan rumput liar dan duri (Amsal 10:5; 20:4; 24:30,31).].

Amsal 10:5 - “Siapa mengumpulkan pada musim panas, ia berakal budi; siapa tidur pada waktu panen membuat malu.”.

Amsal 20:4 - “Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa.”.

Amsal 24:30-31 - “(30) Aku melalui ladang seorang pemalas dan kebun anggur orang yang tidak berakal budi. (31) Lihatlah, semua itu ditumbuhi onak, tanahnya tertutup dengan jeruju, dan temboknya sudah roboh.”.

John Stott: To what kind of harvest is the apostle referring? Two applications are more obviously biblical than others. First, holiness is a harvest. True, it is ‘the fruit (or ‘harvest’) of the Spirit’, in that the Spirit is himself the chief farmer who produces a good crop of Christian qualities in the believer’s life. But we have our part to play. We are to ‘walk by the Spirit’ and ‘sow to the Spirit’ (Gal. 5:16; 6:8), following his promptings and disciplining ourselves, if we would reap the harvest of holiness. Many Christians are surprised that they are not noticeably growing in holiness. Is it that we are neglecting to cultivate the field of our character? ‘Whatever a man sows, that he will also reap’ (Gal. 6:7). As Bishop Ryle emphasizes again and again in his great book entitled ‘Holiness,’ there are ‘no gains without pains’. For example: ‘I will never shrink from declaring my belief that there are no spiritual gains without pains. I should as soon expect a farmer to prosper in business who contented himself with sowing his fields and never looking at them till harvest, as expect a believer to attain much holiness who was not diligent about his Bible-reading, his prayers, and the use of his Sundays. Our God is a God who works by means, and He will never bless the soul of that man who pretends to be so high and spiritual that he can get on without them.’ As Paul puts it here, it is ‘the hardworking farmer’ who has the first share of the crop. For holiness is a harvest. Secondly, the winning of converts is a harvest too. ‘The harvest is plentiful,’ Jesus said, referring to the many who are waiting to hear and receive the gospel (Mt. 9:37; cf. Jn. 4:35; Rom. 1:13). Now in this harvest it is of course ‘God who gives the growth’ (1 Cor. 3:6, 7). But again we have no liberty to be idle. Further, both the sowing of the good seed of God’s word and the reaping of the harvest are hard work, especially when the labourers are few. Souls are hardly won for Christ, not by the slick, automatic application of a formula, but by tears and sweat and pain, especially in prayer and in sacrificial personal friendship. Again, it is ‘the hardworking farmer’ who can expect good results. [= Jenis panen apa yang ditunjuk oleh sang rasul? Dua penerapan secara jelas adalah lebih Alkitabiah dari pada yang lain. Pertama, kekudusan adalah suatu panen. Memang benar, itu adalah ‘buah (atau ‘panen’) dari Roh’, dalam hal bahwa Roh itu sendiri adalah sang petani utama / kepala yang menghasilkan panen yang baik dari sifat-sifat Kristen dalam kehidupan orang percaya. Tetapi kita mempunyai bagian kita untuk dilakukan. Kita harus ‘berjalan oleh Roh’ dan ‘menabur bagi Roh’ (Gal 5:16; 6:8), mengikuti dorongan / desakanNya dan pendisiplinan diri kita sendiri, jika kita mau menuai panen kekudusan. Banyak orang-orang Kristen heran bahwa mereka tidak bertumbuh secara nyata dalam kekudusan. Apakah itu karena kita sedang mengabaikan untuk mengusahakan ladang karakter kita? ‘Apa yang ditabur orang itu juga yang akan dituainya’ (Gal 6:7). Seperti yang ditekankan oleh Uskup Ryle berulang-ulang dalam bukunya yang hebat yang berjudul ‘Holiness’ (= Kekudusan), di sana ‘tidak ada keuntungan / perolehan tanpa rasa sakit / penderitaan’. Sebagai contoh: ‘Saya tidak akan pernah mundur dari pernyataan kepercayaan saya bahwa di sana tidak ada keuntungan / perolehan rohani tanpa rasa sakit / penderitaan. Saya harus secara sama mengharapkan seorang petani untuk berhasil dalam usahanya, yang merasa puas dengan dirinya sendiri dengan menabur di ladangnya dan tidak pernah memperhatikannya sampai musim menuai, seperti mengharapkan seorang percaya untuk mencapai banyak kekudusan, yang tidak rajin tentang pembacaan Alkitabnya, doa-doanya, dan penggunaan hari-hari Minggunya. Allah kita adalah Allah yang bekerja dengan cara-cara / jalan-jalan, dan Ia tidak akan pernah memberkati jiwa dari orang itu yang menganggap diri begitu tinggi dan rohani, sehingga ia bisa berhasil / maju tanpa hal-hal itu.’ Seperti Paulus nyatakan di sini, adalah ‘petani yang bekerja keras’ yang mendapatkan bagian pertama dari panen. Karena kekudusan adalah suatu panen. Kedua, pemenangan dari petobat-petobat juga adalah suatu panen. ‘Panennya banyak’, kata Yesus, sambil menunjuk kepada orang banyak yang sedang menunggu untuk mendengar dan menerima injil (Mat 9:37; bdk. Yoh 4:35; Ro 1:13). Dalam panen ini tentu saja ‘Allahlah yang memberi pertumbuhan’ (1Kor 3:6-7). Tetapi lagi-lagi kita tidak mempunyai kebebasan untuk menjadi malas. Selanjutnya, baik menaburkan benih yang baik dari firman Allah dan menuai panen adalah pekerjaan yang berat, khususnya kalau pekerja hanya sedikit. Jiwa-jiwa tidak dimenangkan untuk Kristus, bukan oleh penerapan yang curang / licik dan otomatis dari suatu formula, tetapi oleh air mata dan keringat, khususnya dalam doa dan dalam persahabatan pribadi yang bersifat pengorbanan. Lagi-lagi, adalah ‘petani yang bekerja keras’ yang bisa mengharapkan hasil yang baik.].

Gal 5:16 - “Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging.”.

Gal 6:7-8 - “(7) Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diriNya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. (8) Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.”.

Mat 9:37 - “Maka kataNya kepada murid-muridNya: ‘Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit.”.

Yoh 4:35 - “Bukankah kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai.”.

Ro 1:13 - “Saudara-saudara, aku mau, supaya kamu mengetahui, bahwa aku telah sering berniat untuk datang kepadamu - tetapi hingga kini selalu aku terhalang - agar di tengah-tengahmu aku menemukan buah, seperti juga di tengah-tengah bangsa bukan Yahudi yang lain.”.

1Kor 3:6-7 - “(6) Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. (7) Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan.”.

Barclay: It is not the lazy farmer, but the farmer who works hard, who must be the first to receive the share of the fruits of the harvest. What then are the characteristics of the farmer which Paul would wish to see in the life of the Christian? (1) Often, farmers must be content, first to work and then to wait. More than any other worker, farmers have to learn that there is no such thing as quick results. Christians too must learn to work and to wait. Often, they must sow the good seed of the word into the hearts and minds of their hearers and see no immediate result. Teachers often have to teach and see no difference in those they teach. Parents often have to seek to train and guide, and see no difference in the children. It is only when the years go by that the result is seen; ... The farmer has learned to wait with patience, and so must the Christian teacher and the Christian parent. (2) One special thing characterizes the farmer - and that is a readiness to work at any hour. At harvest time, we can see farmers at work in their fields as long as the last streak of light is left; they know no hours. Neither must the Christian. The trouble with so much Christianity is that it is spasmodic. But, from dawn to sunset, Christians must always be working at their challenge of being Christians. [= Bukanlah petani yang malas, tetapi petani yang bekerja keras, yang harus pertama-tama menerima bagian dari buah / hasil dari panen. Lalu apa karakteristik dari petani yang Paulus ingin lihat dalam kehidupan orang Kristen? (1) Seringkali, petani-petani harus puas, pertama-tama bekerja dan lalu menunggu. Orang-orang Kristen juga harus belajar untuk bekerja dan untuk menunggu. Seringkali, mereka harus menabur benih yang baik dari firman ke dalam hati dan pikiran dari pendengar-pendengar mereka dan tidak langsung melihat hasilnya. Pengajar-pengajar sering harus mengajar dan tidak melihat perbedaan dalam diri yang mereka ajar. Orang tua sering harus berusaha untuk melatih dan membimbing, dan tidak melihat perbedaan dalam anak-anak. Hanyalah pada saat tahun-tahun berlalu maka hasilnya terlihat; ... Petani telah belajar untuk menunggu dengan sabar, dan pengajar Kristen dan orang tua Kristen juga harus begitu. (2) Satu hal khusus menjadi ciri / karakter dari petani - dan itu adalah kesediaan untuk bekerja kapanpun. Pada musim menuai, kita bisa melihat petani-petani bekerja di ladang mereka selama lintasan terakhir dari terang / cahaya masih ada; mereka tidak mengenal jam / waktu. Orang Kristen juga harus demikian. Problem dengan begitu banyak kekristenan adalah bahwa itu bersifat tak tetap / sementara. Tetapi, dari matahari terbit sampai terbenam, orang-orang Kristen harus selalu bekerja sesuai dengan tantangan mereka sebagai orang-orang Kristen.].

The Bible Exposition Commentary: New Testament: A farmer needs patience. ‘See how the farmer waits for the land to yield its valuable crop and how patient he is for the fall and spring rains’ (James 5:7, NIV). A pastor friend of mine often reminds me, ‘The harvest is not the end of the meeting - it is the end of the age.’ [= Seorang petani membutuhkan kesabaran. ‘Lihatlah bagaimana petani menunggu supaya tanah / ladang menghasilkan hasil / panen yang berharga dan bagaimana sabarnya ia untuk hujan musim gugur dan hujan musim semi’ (Yak 5:7, NIV). Seorang pendeta sahabat saya sering mengingatkan saya, ‘Panen bukanlah akhir dari pertemuan - itu adalah akhir jaman’.].

Yak 5:7 - “Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi.”.

Saya berpendapat kata-kata terakhir dari kutipan di atas sangat indah, dan sangat perlu dicamkan senantiasa. Kita sering menilai apakah pelayanan kita berhasil atau tidak, pada akhir dari pelayanan itu, apakah itu adalah Kebaktian, Pemahaman Alkitab, KKR, Seminar, acara debat, dan sebagainya. Kalau yang datang banyak, dan mereka memperhatikan dengan baik, dan ada pertobatan-pertobatan, kita menganggap pelayanan itu berhasil / sukses. Tetapi kalau yang datang sedikit, dan mereka tidak mendengar dengan baik, dan tak ada pertobatan-pertobatan, maka kita menilai pelayanan itu gagal. Tetapi sebetulnya kata-kata di ataslah yang benar. Panen tidak terlihat pada akhir dari pertemuan / acara. Panen yang sebenarnya baru diketahui / terlihat pada akhir jaman!

The Bible Exposition Commentary: New Testament: Something else is true in this image of the farmer: The spiritual leaders who share the Word with the people are the first ones to enjoy its blessings. The preacher and the teacher always get more out of the sermon or lesson than do the hearers because they put much more into it. They also get great joy out of seeing planted seeds bear fruit in the lives of others. Farming is hard work, and it can have many disappointments; but the rewards are worth it. (= Sesuatu yang lain adalah benar dalam gambaran dari petani: Pemimpin-pemimpin rohani yang membagikan Firman dengan orang-orang / jemaat adalah orang-orang yang pertama yang menikmati berkat-berkatanya. Pengkhotbah dan pengajar selalu mendapatkan lebih banyak dari khotbah atau pelajaran dari pada pendengar-pendengar mendapatkannya, karena mereka menghabiskan / memasukkan jauh lebih banyak ke dalamnya. Mereka juga mendapatkan sukacita yang besar karena melihat benih-benih yang ditanam menghasilkan buah dalam kehidupan-kehidupan dari orang-orang lain. Pertanian adalah pekerjaan yang berat, dan itu bisa menghasilkan kekecewaan-kekecewaan; tetapi upah / pahalanya layak untuk itu.).

Saya belajar dari buku-buku tafsiran / theologia, lalu menyusunnya menjadi suatu khotbah, dan mengkhotbahkannya, dan memasukkannya ke web, dan banyak orang mendengarnya, dan mempelajarinya dari web kami. Tetapi saya adalah orang yang mendapat paling banyak dibandingkan dengan para pendengar dan pembaca, bahkan dibandingkan dengan mereka yang bukan hanya membaca / mempelajari, tetapi lalu juga mengkhotbahkannya. Mengapa? Karena saya memasukkan tenaga, waktu, pikiran paling banyak. Dalam membaca dan mempelajari buku-buku itu, saya mendapatkan lebih banyak pengetahuan, baik yang positif / baik maupun yang negatif / salah, dan saya menyaringnya, sehingga otomatis saya mendapatkan lebih banyak pengetahuan dari pada pendengar khotbah saya dan pembaca tulisan saya.

The Bible Exposition Commentary: New Testament: “‘A farmer deserves his share of the harvest.’ ‘The hardworking farmer should be the first to receive a share of the crops’ (2 Tim 2:6, NIV). Paul is stating here that a faithful pastor ought to be supported by his church. The same idea is found in 1 Cor 9:7, where Paul used a soldier, a farmer, and a herdsman to prove his point: ‘The laborer is worthy of his reward’ (1 Tim 5:18). Paul deliberately gave up his right to ask for support so that nobody could accuse him of using the Gospel for personal gain (1 Cor 9:14ff). But this policy is not required for all of God’s servants. As a local church grows and progresses, the people ought to faithfully increase their support of their pastors and other staff members. ‘If we have sown spiritual seed among you, is it too much if we reap a material harvest from you?’ (1 Cor 9:11, NIV). It is sad to see the way some local churches waste money and fail to care for their own laborers. God will honor a church that honors His faithful servants. [= ‘Seorang petani layak mendapatkan bagiannya dari panen’. Petani yang bekerja keras harus yang pertama menerima suatu bagian dari hasil / panen’ (2Tim 2:6, NIV). Paulus menyatakan di sini bahwa seorang pendeta yang setia harus disokong oleh gerejanya. Gagasan yang sama ditemukan dalam 1Kor 9:7, dimana Paulus menggunakan seorang tentara, seorang petani, dan seorang gembala untuk membuktikan maksudnya: ‘Pekerja patut / layak mendapatkan upahnya’ (1Tim 5:18). Paulus secara sengaja menyerahkan / membuang haknya untuk meminta sokongan sehingga tak seorangpun bisa menuduhnya menggunakan Injil untuk keuntungan pribadi (1Kor 9:14-dst). Tetapi kebijaksanaan ini tidak dituntut dari semua pelayan-pelayan Allah. Pada waktu gereja lokal bertumbuh dan maju, orang-orang / jemaat harus dengan setia menaikkan sokongan mereka untuk pendeta-pendeta mereka dan anggota-anggota staf / pegawai yang lain. ‘Jika kami telah menaburkan benih rohani di antara kamu, apakah terlalu banyak jika kami menuai panen materi dari kamu?’ (1Kor 9:11, NIV). Merupakan sesuatu yang menyedihkan untuk melihat cara beberapa gereja lokal menghabiskan / memboroskan uang dan gagal untuk memperhatikan / memelihara pekerja-pekerja mereka sendiri. Allah akan menghormati suatu gereja yang menghormati pelayan-pelayanNya yang setia.].

Bdk. 1Kor 9:7-14 - “(7) Siapakah yang pernah turut dalam peperangan atas biayanya sendiri? Siapakah yang menanami kebun anggur dan tidak memakan buahnya? Atau siapakah yang menggembalakan kawanan domba dan yang tidak minum susu domba itu? (8) Apa yang kukatakan ini bukanlah hanya pikiran manusia saja. Bukankah hukum Taurat juga berkata-kata demikian? (9) Sebab dalam hukum Musa ada tertulis: ‘Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik!’ Lembukah yang Allah perhatikan? (10) Atau kitakah yang Ia maksudkan? Ya, untuk kitalah hal ini ditulis, yaitu pembajak harus membajak dalam pengharapan dan pengirik harus mengirik dalam pengharapan untuk memperoleh bagiannya. (11) Jadi, jika kami telah menaburkan benih rohani bagi kamu, berlebih-lebihankah kalau kami menuai hasil duniawi dari pada kamu? (12) Kalau orang lain mempunyai hak untuk mengharapkan hal itu dari pada kamu, bukankah kami mempunyai hak yang lebih besar? Tetapi kami tidak mempergunakan hak itu. Sebaliknya, kami menanggung segala sesuatu, supaya jangan kami mengadakan rintangan bagi pemberitaan Injil Kristus. (13) Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? (14) Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu.”.

Bdk. 1Tim 5:18 - “Bukankah Kitab Suci berkata: ‘Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik,’ dan lagi ‘seorang pekerja patut mendapat upahnya.’”.

Catatan: sekalipun kata-kata dari kutipan di atas ini benar, saya tidak yakin bahwa itu cocok sebagai tafsiran dari 2Tim 2:6 ini, karena kalau demikian, maka ‘panen’ harus diartikan sebagai uang! Tetapi untuk 1Kor 9:7-14 dan 1Tim 5:18 itu memang cocok.

2 Timotius 2: 7: “Perhatikanlah apa yang kukatakan; Tuhan akan memberi kepadamu pengertian dalam segala sesuatu.”.

KJV: ‘Consider what I say; and the Lord give thee understanding in all things’ (= Renungkan apa yang aku katakan; dan Tuhan memberimu pengertian dalam segala sesuatu).

RSV: ‘Think over what I say, for the Lord will grant you understanding in everything’ (= Pertimbangkan / pikirkan apa yang aku katakan, karena Tuhan akan memberimu pengertian dalam segala sesuatu).

NIV: ‘Reflect on what I am saying, for the Lord will give you insight into all this’ (= Pikirkan apa yang aku katakan, karena Tuhan akan memberimu pengertian ke dalam semua ini).

NASB: ‘Consider what I say, for the Lord will give you understanding in everything’ (= Pertimbangkan apa yang aku katakan, karena Tuhan akan memberimu pengertian dalam segala sesuatu).

Adam Clarke: “‘And the Lord give thee understanding.’ But instead of ‎dooee ‎he give, ACDEFG, several others, besides versions and fathers, have ‎doosei‎, he will give. (= ‘Dan Tuhan memberimu pengertian’. Tetapi alih-alih DOOEE ‘Ia memberi’, ACDEFG, beberapa yang lain, disamping versi-versi dan bapa-bapa, mempunyai DOOSEI, ‘Ia akan memberi.’.).

KJV menterjemahkan bagian ini dalam present tense, tetapi RSV/NIV/NASB menterjemahkannya dalam future tense. Ini disebabkan adanya manuscript-manuscript yang berbeda.

Adam Clarke: Consider thou properly, and God will give thee a proper understanding of all things that coucern thy own peace, and the peace and prosperity of his church. Think as well as read. (= Pertimbangkanlah dengan benar, dan Allah akan memberimu pengertian yang benar tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan damaimu sendiri, dan damai dan kemakmuran dari gerejaNya. Berpikirlah dengan sama baiknya seperti membaca.).

John Stott: This verse concludes the first paragraph of the chapter. There is an important biblical balance here. If Timothy is to know and understand the truth, not least as expressed in the metaphors Paul has just employed, two processes will be necessary, the one human and the other divine. Timothy himself must ‘think over’ or ‘reflect on’ (NEB) the apostle’s teaching, listening to it carefully and applying his mind to it. For then the Lord will grant him understanding in everything. According to this better text, which the RSV follows, what Paul here expresses is a promise, and not merely a wish. There are at least two important implications of this combination of human study and divine illumination for anybody who wants to inherit the promised gift of understanding from the Lord. First, if we are to receive understanding from the Lord, we must consider what the apostle is saying. This is a good example of Paul’s self-conscious apostolic authority. He commands Timothy to ponder his teaching and promises that the Lord will grant him ‘understanding in everything’ if he does so. He sees nothing anomalous about claiming that his teaching as an apostle merits careful study, or that it can be interpreted by the Lord alone, or that this is the way for Timothy to grow in understanding. It is clear evidence that Paul believed his teaching to be not his own but the Lord’s. Indeed, in the following verses, almost imperceptibly, he equates ‘my gospel’ (8) with ‘the word of God’ (9). Secondly, if we are to receive understanding from the Lord, we must consider what the apostle is saying. Some Christians never get down to any serious Bible study. The reason may of course be purely ‘carnal’, namely that they are too lazy. Alternatively, it may be ‘spiritual’ (though I fear I would have to call it ‘pseudo-spiritual’), namely that they believe understanding will come to them from the Holy Spirit and not from their own studies (which is a totally false antithesis). So all they do is to skim through some Bible verses in a haphazard and desultory fashion, hoping (and even praying) that the Holy Spirit will show them what it all means. But they do not obey the apostle’s command, ‘Think over what I say.’ Others are very good at Bible study. They are ‘hardworking farmers’, as it were. They use their minds and grapple with the text of Scripture. They compare versions, consult concordances and pore over commentaries. But they forget that it is the Lord alone who imparts understanding, and that he imparts it as a gift. So we must not divorce what God has joined together. For the understanding of Scripture a balanced combination of thought and prayer is essential. We must do the considering, and the Lord will do the giving of understanding. [= Ayat ini menyimpulkan paragraf pertama dari pasal ini. Ada suatu keseimbangan Alkitabiah yang penting di sini. Jika Timotius mau mengetahui dan mengerti kebenaran, tidak kurang seperti dinyatakan dalam kiasan-kiasan yang baru Paulus gunakan, diperlukan dua proses, yang satu manusiawi dan yang lain ilahi. Timotius sendiri harus ‘memikirkan’ atau ‘mempertimbangkan’ (NEB) ajaran sang rasul, mendengarnya dengan teliti dan menerapkan pikirannya kepadanya. Karena pada saat itulah Tuhan akan memberinya pengertian dalam segala sesuatu. Menurut text yang terbaik, yang diikuti oleh RSV, apa yang Paulus nyatakan di sini adalah suatu janji, dan bukan semata-mata suatu keinginan / harapan. Ada sedikitnya dua pengertian / maksud dari kombinasi dari pembelajaran manusiawi dan pencerahan ilahi untuk siapapun yang ingin mewarisi karunia pengertian yang dijanjikan dari Tuhan. Pertama, jika kita mau menerima pengertian dari Tuhan, kita harus mempertimbangkan apa yang sang rasul katakan. Ini adalah suatu contoh yang baik tentang kesadaran Paulus akan otoritas rasulinya sendiri. Ia memerintahkan Timotius untuk merenungkan ajarannya dan menjanjikan bahwa Tuhan akan memberinya ‘pengertian dalam segala sesuatu’ jika ia melakukan demikian. Ia tidak melihat apapun yang aneh tentang tindakan mengclaim bahwa ajarannya sebagai seorang rasul layak untuk dipelajari dengan teliti, atau bahwa itu bisa ditafsirkan oleh Tuhan saja, atau bahwa ini adalah jalan bagi Timotius untuk bertumbuh dalam pengertian. Ini adalah bukti yang jelas bahwa Paulus percaya ajarannya sebagai bukan ajarannya sendiri tetapi ajaran Tuhan. Memang, dalam ayat-ayat berikutnya, hampir secara tak terlihat / terasa, ia menyamakan ‘injilku’ (ay 8) dengan ‘firman Allah’ (ay 9). Kedua, jika kita mau menerima pengertian dari Tuhan, kita harus mempertimbangkan / memikirkan apa yang sang rasul katakan. Sebagian / beberapa orang-orang Kristen tidak pernah mulai mempertimbangkan pembelajaran Alkitab yang serius apapun. Alasannya tentu bisa semata-mata ‘daging’, yaitu bahwa mereka adalah terlalu malas. Sebagai pilihan yang lain, itu bisa adalah ‘rohani’ (sekalipun saya takut saya harus menyebutnya ‘rohani palsu’), yaitu bahwa mereka percaya pengertian akan datang kepada mereka dari Roh Kudus dan bukan dari pembelajaran mereka sendiri (yang merupakan suatu kontras / pertentangan yang salah secara total). Maka semua yang mereka lakukan adalah membaca sepintas lalu beberapa ayat Alkitab dengan suatu cara yang serampangan dan acak / tak berketentuan / meloncat-loncat, sambil berharap (dan bahkan berdoa) bahwa Roh Kudus akan menunjukkan kepada mereka apa arti dari semuanya. Tetapi mereka tidak mentaati perintah sang rasul, ‘Pikirkanlah / pertimbangkanlah apa yang aku katakan’. Orang-orang lain sangat baik dalam pembelajaran Alkitab. Mereka seakan-akan adalah ‘petani-petani yang bekerja keras’. Mereka menggunakan pikiran mereka dan berjuang dengan text dari Kitab Suci. Mereka membandingkan versi-versi, memeriksa konkordansi dan membaca dengan rajin buku-buku tafsiran. Tetapi mereka lupa bahwa adalah Tuhan saja yang memberi pengertian, dan bahwa Ia memberikannya sebagai suatu karunia. Jadi kita tidak boleh menceraikan / memisahkan apa yang telah Allah persatukan. Untuk mengerti Kitab Suci suatu kombinasi yang seimbang dari pikiran dan doa adalah penting / hakiki. Kita harus melakukan pemikiran / pertimbangan, dan Tuhan akan melakukan pemberian pengertian.].

Bdk. ay 8-9: “(8) Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku. (9) Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu.”.

Bdk. Luk 24:45 - “Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci.”.

Perhatikan adanya 3 faktor dalam ayat ini yang membuat seseorang bisa mengerti Kitab Suci, yaitu:

1.         Pikiran.

2.         Kitab Suci.

3.         Pembukaan pikiran oleh Tuhan.

Kesimpulan / ringkasan tentang ketiga gambaran, yaitu prajurit, olahragawan, dan petani:

John Stott: So far, then, we have looked at the first three metaphors with which Paul illustrates the duties of the Christian worker. By them he has isolated three aspects of wholeheartedness which should be found in Timothy, and in all those who like Timothy seek to pass on to others ‘the good deposit’ they have themselves received: the dedication of a good soldier, the law-abiding obedience of a good athlete and the painstaking labour of a good farmer. Without these we cannot expect results. There will be no victory for the soldier unless he gives himself to his soldiering, no wreath for the athlete unless he keeps the rules, and no harvest for the farmer unless he toils at his farming. (= Maka, sejauh ini, kita telah melihat pada 3 kiasan pertama dengan mana Paulus mengilustrasikan kewajiban-kewajiban dari pekerja Kristen. Oleh mereka ia telah memisahkan 3 aspek dari kesepenuh-hatian yang harus ditemukan dalam diri Timotius, dan dalam diri semua mereka yang seperti Timotius berusaha untuk menyampaikan kepada orang-orang lain ‘deposit yang baik’ yang telah mereka terima sendiri: dedikasi dari seorang prajurit yang baik, ketaatan yang tunduk pada hukum dari olahragawan yang baik dan jerih payah yang sungguh-sungguh dari seorang petani yang baik. Tanpa hal-hal ini kita tidak bisa mengharapkan hasil-hasil. Di sana tidak ada kemenangan untuk prajurit kecuali ia menyerahkan dirinya pada keprajuritannya, tak ada rangkaian / mahkota bunga untuk olahragawan kecuali ia mentaati peraturan-peraturan, dan tak ada panen untuk petani kecuali ia berjerih payah pada / di pertaniannya).

William Barclay: One thing remains in all three pictures. The soldier is upheld by the thought of final victory. The athlete is upheld by the vision of the crown. The farmer is upheld by the hope of the harvest. Each submits to the discipline and the toil for the sake of the glory which will come in the end. It is the same with the Christian. The Christian struggle is not without a goal; it is always going somewhere. Christians can be certain that after the effort of the Christian life there comes the joy of heaven; and the greater the struggle, the greater the joy. (= Satu hal tersisa dalam ketiga gambaran. Prajurit dikuatkan oleh pemikiran tentang kemenangan akhir. Olahragawan dikuatkan oleh penglihatan tentang mahkota. Petani dikuatkan oleh pengharapan tentang panen. Masing-masing tunduk pada disiplin dan jerih payah demi kemuliaan yang akan datang pada akhirnya. Itu adalah sama dengan orang Kristen. Perjuangan orang Kristen bukanlah tanpa tujuan; itu selalu pergi / menuju suatu tempat. Orang-orang Kristen bisa yakin / pasti bahwa setelah usaha dari kehidupan Kristen di sana datang sukacita dari surga; dan makin hebat / besar perjuangannya, makin besar sukacitanya.).

Bandingkan dengan:

·       Ro 8:18 - “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.”.

·       2Kor 4:17 - “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.”.

John Stott (tentang 2Tim 2:8-13): So far we may summarize his theme by the epigram ‘nothing that is easy is ever worth while’, or rather the reverse ‘nothing that is worth while is ever easy’. No soldier, athlete or farmer expects results without labour or suffering. (= Sejauh ini kita bisa meringkas themanya dengan pernyataan pendek ‘tak ada apapun yang mudah yang berharga’, atau lebih baik sebaliknya, ‘tak ada yang berharga yang mudah’. Tak ada prajurit, olahragawan atau petani mengharapkan hasil tanpa jerih payah atau penderitaan.). 

2 Timotius 2:1-26(6)

2Timotius 2:8-9 - “(8) Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku. (9) Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu.”.

2 Timotius 2: 8: “Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku.”.

1)         Terjemahan.

Kata ‘kuberitakan’ sebetulnya tidak ada.

KJV: ‘Remember that Jesus Christ of the seed of David was raised from the dead according to my gospel:’ (= Ingatlah bahwa Yesus Kristus dari benih Daud telah dibangkitkan dari orang mati sesuai dengan injilku:).

RSV: ‘Remember Jesus Christ, risen from the dead, descended from David, as preached in my gospel,’ (= Ingatlah Yesus Kristus, yang telah dibangkitkan dari orang mati, diturunkan dari Daud, seperti dikhotbahkan dalam injilku,).

NIV: ‘Remember Jesus Christ, raised from the dead, descended from David. This is my gospel,’ (= Ingatlah Yesus Kristus, yang telah dibangkitkan dari orang mati, diturunkan dari Daud. Ini adalah injilku,).

NASB: ‘Remember Jesus Christ, risen from the dead, descendant of David, according to my gospel,’ (= Ingatlah Yesus Kristus, yang telah dibangkitkan dari orang mati, diturunkan dari Daud, sesuai dengan injilku) 

2)         Yesus Kristus adalah inti dari injil.

Dari ayat ini terlihat bahwa Kristus adalah inti dari Injil, dan karena itu adalah aneh / gila pada waktu kita melihat ada banyak pengkhotbah yang pada waktu berkhotbah tidak pernah menyebut nama Yesus Kristus!

3)   Paulus menekankan kebangkitan Kristus dari antara orang mati, karena adanya orang-orang yang menyangkalnya.

Bdk. ay 16-18: “(16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang.”.

4)         Kemanusiaan dan keilahian Yesus Kristus.

John Stott: In particular, Christ is to be remembered as the one who is both ‘risen from the dead’ and ‘descended from David’. As we meditate on these two expressions, it is remarkable how full an account of the gospel they give. The birth, death, resurrection and ascension of Jesus are all implicit in them. And these remind us both of his divine-human person and of his saving work. First, his person. The words ‘descended from David’ imply his humanity, for they speak of his earthly descent from David. The words ‘risen from the dead’ imply his divinity, for he was powerfully designated God’s Son by his resurrection from the dead. Secondly, his work. The phrase ‘risen from the dead’ indicates that he died for our sins and was raised to prove the efficacy of his sinbearing sacrifice. The phrase ‘descended from David’ indicates that he has established his kingdom as great David’s greater Son (cf. Lk. 1:32,33). Taken together, the two phrases seem to allude to his double role as Saviour and King. [= Secara khusus, Kristus harus diingat sebagai seseorang yang baik ‘dibangkitkan dari orang mati’ dan ‘diturunkan dari Daud’. Pada waktu kita merenungkan kedua ungkapan ini, merupakan sesuatu yang luar biasa betapa penuhnya cerita injil yang mereka berikan. Kelahiran, kematian, kebangkitan dan kenaikan dari Yesus semuanya secara implicit ada di dalam mereka. Dan hal-hal ini mengingatkan kita baik tentang pribadi ilahi-manusiawiNya dan pekerjaan penyelamatanNya. Pertama, pribadiNya. Kata-kata ‘telah diturunkan dari Daud’ secara implicit menunjukkan kemanusiaanNya, karena kata-kata itu membicarakan tentang keturunan duniawi dari Daud. Kata-kata ‘telah dibangkitkan dari orang mati’ secara implicit menunjukkan keilahianNya, karena ia ditunjukkan secara kuat sebagai Anak Allah oleh kebangkitanNya dari orang mati. Kedua, pekerjaanNya. Ungkapan ‘telah dibangkitkan dari orang mati’ menunjukkan bahwa Ia telah mati untuk dosa-dosa kita dan dibangkitkan untuk membuktikan bahwa Ia telah meneguhkan kerajaanNya sebagai Anak yang agung dari Daud (bdk. Luk 1:32,33). Diambil bersama-sama, kedua ungkapan kelihatannya menyinggung peranan gandaNya sebagai Juruselamat dan Raja.].

Ro 1:4 - “dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitanNya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita.”.

Luk 1:32,33 - “(32) Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepadaNya takhta Daud, bapa leluhurNya, (33) dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan KerajaanNya tidak akan berkesudahan.’”.

Calvin: “‘Of the seed of David.’ This clause not only asserts the reality of human nature in Christ, ... Heretics deny that Christ was a real man, others imagine that his human nature descended from heaven, and others think that there was in him nothing more than the appearance of a man. Paul exclaims, on the contrary, that he was ‘of the seed of David;’ by which he undoubtedly declares that he was a real man, the son of a human being, that is, of Mary. This testimony is so express, that the more heretics labor to get rid of it, the more do they discover their own impudence.” (= ‘Dari benih / keturunan Daud’. Anak kalimat ini bukan hanya menegaskan kenyataan dari hakekat manusia dalam Kristus, ... Orang-orang sesat / bidat-bidat menyangkal bahwa Kristus adalah seorang manusia yang sungguh-sungguh, yang lain mengkhayalkan bahwa hakekat manusiaNya diturunkan dari surga, dan orang-orang lain berpikir bahwa di dalam Dia hanya ada tidak lebih dari apa yang kelihatannya adalah manusia. Paulus berseru, sebaliknya, bahwa Ia adalah ‘dari benih / keturunan Daud’; dengan mana ia tak diragukan menyatakan bahwa Ia adalah sungguh-sungguh seorang manusia, anak laki-laki dari seorang manusia, yaitu dari Maria. Kesaksian ini begitu jelas, sehingga makin orang-orang sesat / bidat-bidat berjerih payah untuk membuangnya, makin mereka menyingkapkan kekurang-ajaran mereka sendiri.).

5)         Kehadiran terus menerus dari seseorang yang pernah hidup di dunia ini.

Barclay: Remember Jesus Christ ‘risen from the dead.’ The tense of the Greek does not imply one definite act in time, but a continued state which lasts forever. Paul is not so much saying to Timothy: ‘Remember the actual resurrection of Jesus’, but rather: ‘Remember your risen and ever-present Lord.’ Here is the great Christian inspiration. We do not depend on a memory, however great. We enjoy the power of a presence. When Christians are summoned to some great task that they feel is beyond them, they must go about it in the certainty that they do not go alone, but that the presence and the power of their risen Lord is always with them. When fears threaten, when doubts invade the mind, when inadequacy depresses, remember the presence of the risen Lord. (= Ingatlah Yesus Kristus ‘yang telah bangkit / dibangkitkan dari orang mati’. Tensa dari bahasa Yunaninya tidak menunjukkan satu tindakan tertentu dalam waktu, tetapi suatu keadaan yang terus berlangsung selama-lamanya. Paulus tidak mengatakan kepada Timotius: ‘Ingatlah kebangkitan yang sungguh-sungguh dari Yesus’, tetapi ‘Ingatlah Tuhanmu yang telah bangkit dan selalu hadir’. Di sini ada ilham Kristen yang agung. Kita tidak tergantung pada ingatan, betapapapun besar / agungnya. Kita menikmati kuasa dari suatu kehadiran. Pada waktu orang-orang Kristen dipanggil untuk suatu tugas yang besar sehingga mereka merasa bahwa itu adalah melampaui mereka, mereka harus melakukannya dengan kepastian bahwa mereka tidak berjalan sendirian, tetapi bahwa kehadiran dan kuasa dari Tuhan mereka yang telah bangkit selalu menyertai mereka. Pada waktu rasa takut mengancam, pada waktu keragu-raguan menyerbu pikiran, pada waktu ketidak-cukupan menekan, ingatlah kehadiran dari Tuhan yang telah bangkit.).

Catatan: kata Yunani yang diterjemahkan ‘risen’ adalah EGEGERMENON, suatu participle dalam bentuk perfect, pasif.

Barclay: Remember Jesus Christ ‘born of the seed of David.’ This is the other side of the question. ‘Remember’, says Paul to Timothy, ‘that the Master shared our humanity.’ We do not remember one who is only a spiritual presence; we remember one who trod this road, and lived this life, and faced this struggle, and who therefore knows what we are going through. We have with us the presence not only of the glorified Christ, but also of the Christ who knew the desperate struggle of being human and followed the will of God to the bitter end. (= Ingatlah Yesus Kristus, ‘dilahirkan dari benih / keturunan Daud’. Ini adalah sisi yang lain dari pertanyaan / persoalan. ‘Ingatlah’, kata Paulus kepada Timotius, ‘bahwa sang Tuan mengambil bagian dalam kemanusiaan kita’. Kita tidak mengingat seseorang yang hanya merupakan suatu kehadiran rohani; kita mengingat seseorang yang menginjak jalanan ini, dan menjalani kehidupan ini, dan menghadapi pergumulan ini, dan yang karena itu mengetahui / mengerti apa yang sedang kita alami. Kita mempunyai suatu kehadiran dengan kita bukan hanya dari Kristus yang telah dimuliakan, tetapi juga dari Kristus yang mengetahui / mengerti pergumulan yang putus asa dari pergumulan sebagai manusia dan mengikuti kehendak Allah sampai pada akhir yang pahit.).

Bdk. Ibr 2:17-18 - “(17) Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa. (18) Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.”.

2 Timotius 2: 9: “Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu.”.

1)   “Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat”.

Matthew Henry: How the apostle suffered (v. 9): ‘Wherein I suffer as an evil-doer;’ and let not Timothy the son expect any better treatment than Paul the father. Paul was a man who did good, and yet suffered as an evil-doer: we must not think it strange if those who do well fare ill in this world, and if the best of men meet with the worst of treatment; [= Bagaimana sang rasul menderita (ay 9): ‘Dalam mana aku menderita sebagai seorang pembuat kejahatan’; dan janganlah Timotius sang anak mengharapkan perlakuan yang lebih baik apapun dari pada Paulus sang bapa. Paulus adalah orang yang melakukan yang baik, tetapi menderita sebagai seorang pelaku kejahatan: kita tidak boleh menganggapnya sebagai sesuatu yang aneh jika mereka yang melakukan hal-hal yang baik berada dalam keadaan yang buruk di dunia ini, dan jika orang-orang yang terbaik mengalami perlakuan yang terburuk;].

2)   ‘tetapi firman Allah tidak terbelenggu’.

Kata-kata ini memungkinkan 2 arti, yaitu orang-orang Kristen lain tetap memberitakan Injil, atau Paulus sendiri tetap memberitakan Injil di dalam penjara (seandainya ia tak dipenjara tak ada kemungkinan baginya untuk memberitakan Injil kepada orang-orang yang ada di penjara, tentara-tentara yang menjaga penjara dan sebagainya). Atau bisa juga keduanya digabungkan.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Word of God is not bound.’ Though my person is bound, my tongue and pen are not (2 Tim 4:17; Acts 21:13; 28:31). Rather, he includes the freedom of the circulation of the Gospel by others (Phil 1:12). He also hints that Timothy, being free, ought to be the more earnest in circulating it.” [= ‘Firman Allah tidak terbelenggu’. Sekalipun pribadiku diikat / dibelenggu, lidahku dan penaku tidak (2Tim 4:17; Kis 21:13; 28:31). Lebih lagi, ia mencakup kebebasan penyebaran dari Injil oleh orang-orang lain (Fil 1:12). Ia juga mengisyaratkan bahwa Timotius, sebagai orang bebas, harus lebih sungguh-sungguh dalam menyebarkannya].

2Tim 4:17 - “tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya. Dengan demikian aku lepas dari mulut singa.”.

Kis 21:13 - “Tetapi Paulus menjawab: ‘Mengapa kamu menangis dan dengan jalan demikian mau menghancurkan hatiku? Sebab aku ini rela bukan saja untuk diikat, tetapi juga untuk mati di Yerusalem oleh karena nama Tuhan Yesus.’”.

Kis 28:31 - “Dengan terus terang dan tanpa rintangan apa-apa ia memberitakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus Kristus.”.

Bdk. Fil 1:12-19 - “(12) Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil, (13) sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa aku dipenjarakan karena Kristus. (14) Dan kebanyakan saudara dalam Tuhan telah beroleh kepercayaan karena pemenjaraanku untuk bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut. (15) Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakanNya dengan maksud baik. (16) Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil, (17) tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas, sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara. (18) Tetapi tidak mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita, (19) karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus.”.

Catatan: bagian yang saya garis-bawahi salah terjemahan.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘What then?’ (= ‘Lalu apa?’).

Calvin: “Let us therefore bear cheerfully, or at least patiently, to have both our body and our reputation shut up in prison, provided that the truth of God breaks through those fetters, and is spread far and wide.” (= Karena itu hendaklah kita memikul / menanggung dengan gembira, atau setidaknya dengan sabar, pada waktu kita mendapati baik tubuh kita maupun reputasi kita dikurung dalam penjara, asalkan kebenaran Allah menerobos belenggu-belenggu itu, dan disebarkan dimana-mana).

3)   Kalau Paulus yang dipenjara tetap bisa memberitakan firman, maka kita juga harus bisa melakukannya dalam keadaan kita yang tidak menguntungkan.

The Biblical Illustrator (New Testament): The first idea suggested by the words in their original connection is, that Paul’s incarceration did not hinder his own personal exertions as a preacher of the gospel. The practical lesson taught by Paul’s example, in this view of it, is obvious. It is a reproof of our disposition to regard external disadvantages, restraints, and disabilities as either affording an immunity from blame if we neglect to use the power still left us, or discouraging the hope of any good effect from using it. (= Gagasan pertama yang diusulkan oleh kata-kata ini dalam hubungan aslinya adalah, bahwa penahanan Paulus tidak menghalangi pengerahan tenaga pribadinya sebagai seorang pengkhotbah / pemberita dari injil. Ajaran praktis yang diajarkan oleh teladan Paulus, dalam pandangan ini, adalah jelas. Itu merupakan suatu teguran / celaan terhadap kecenderungan kita untuk menganggap keadaan-keadaan luar yang tidak menguntungkan, pengekangan-pengekangan, dan ketidak-mampuan sebagai atau memberikan suatu kekebalan dari kesalahan jika kita mengabaikan penggunaan kuasa yang masih ditinggalkan bersama kita, atau mengecilkan hati pengharapan tentang hasil baik apapun dari penggunaannya.).

Barclay: Andrew Melville was one of the earliest heralds of the Scottish Reformation in the sixteenth century. One day, the Regent Morton sent for him and denounced his writings. ‘There will never be quietness in this country’, he said, ‘till half a dozen of you be hanged or banished the country.’ ‘Tush! sir,’ answered Melville, ‘threaten your courtiers in that fashion. It is the same to me whether I rot in the air or in the ground. The earth is the Lord’s; my fatherland is wherever well-doing is. I have been ready to give my life when it was not half as well worn, at the pleasure of my God. I lived out of your country ten years as well as in it. Yet God be glorified, it will not lie in your power to hang nor exile his truth!’ You can exile an individual, but you cannot exile the truth. You can imprison a preacher, but you cannot imprison the word that is preached. The message is always greater than the individual; the truth is always mightier than the bearer. (= Andrew Melville adalah satu dari pemberita-pemberita yang paling awal dari Reformasi Skotlandia pada abad ke 16. Suatu hari, Regent Morton memanggilnya dan mencela tulisan-tulisannya. ‘Tidak akan pernah ada ketenangan dalam negara ini’, katanya, ‘sampai setengah lusin dari kamu digantung atau dibuang dari negara ini’. ‘Huh! tuan’, jawab Melville, ‘ancamlah anggota-anggota istanamu dengan cara itu. Bagiku adalah sama apakah aku membusuk di udara atau di dalam tanah. Bumi adalah milik Tuhan; tanah airku adalah dimanapun perbuatan baik ada. Aku telah siap untuk menyerahkan nyawaku pada waktu itu belum setengahnya dipakai dengan baik, pada kesenangan dari Allahku. Aku hidup di luar negaramu 10 tahun maupun di dalamnya. Tetapi hendaklah Allah dimuliakan, tidak akan terletak dalam kuasamu untuk menggantung atau membuang kebenaranNya!’ Engkau bisa membuang seorang individu, tetapi engkau tidak bisa membuang kebenaran. Engkau bisa memenjarakan seorang pengkhotbah, tetapi engkau tidak bisa memenjarakan firman yang diberitakan. Beritanya selalu lebih besar dari individunya; kebenarannya selalu lebih kuat / perkasa dari pada pembawa / pemberitanya.). 

2 Timotius 2:1-26(7)

2 Timotius 2: 10: Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal..

Saya berpendapat bahwa ayat ini merupakan ayat yang menarik, khususnya dalam pertentangan antara Calvinisme dan Arminianisme. Paulus mengatakan bahwa ia sabar menanggung semuanya itu (penderitaan, masuk penjara dsb) bagi orang-orang pilihan Allah! Ia memang tak tahu yang mana yang orang pilihan dan yang mana yang bukan. Tetapi ia mengatakan bahwa ia sabar menanggung semua itu untuk orang-orang pilihan Allah! Mengapa tidak / bukan untuk orang-orang non pilihan? Jelas karena tak ada gunanya! Bagaimanapun ia berusaha, mereka tidak mungkin bisa diselamatkan!

Bdk. Kis 13:48 - “Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.”.

Paulus memberitakan Injil kepada banyak orang, tetapi yang percaya hanyalah orang-orang pilihan saja!

Kata-kata Paulus dalam 2Tim 2:10 ini searah dengan Yoh 17:9,20 yang menunjukkan bahwa Yesuspun berdoa hanya untuk orang-orang pilihan Allah!

Yoh 17:9,20 - “(9) Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepadaKu, sebab mereka adalah milikMu ... (20) Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka;” 

Sekarang mari kita melihat bagaimana tafsiran dari orang-orang Arminian seperti Adam Clarke dan Lenski tentang 2Tim 2:10 ini.

Adam Clarke: “‘For the elect’s sake.’ For the sake of the Gentiles, elected by God’s goodness to enjoy every privilege formerly possessed by the Jews, and, in addition to these, all the blessings of the Gospel; the salvation of Christ here, and eternal glory hereafter.” (= ‘Bagi / demi orang-orang pilihan’. Demi orang-orang non Yahudi, dipilih oleh kebaikan Allah untuk menikmati setiap hak yang dulu dimiliki oleh orang-orang Yahudi, dan, sebagai tambahan pada hal-hal ini, semua berkat-berkat dari Injil; keselamatan dari Kristus di sini, dan kemuliaan kekal sesudah ini / di alam baka.).

Tanggapan saya: penafsiran yang konyol! Saya tak pernah tahu ada ayat manapun dimana istilah ‘orang-orang pilihan Allah’ bisa diartikan sebagai ‘orang-orang non Yahudi’! Kalau kata-kata Clarke ini benar, maka pertanyaannya adalah:

1.   Apakah Paulus menanggung semua ini juga bagi orang-orang non Yahudi yang bukan pilihan Allah?

2.   Apakah Paulus tidak menanggung semua ini bagi orang-orang Yahudi yang adalah orang pilihan Allah?

Kesimpulan saya: Clarke jelas membengkokkan ayat ini supaya jangan menabrak pemikiran Arminiannya!

Lenski: “‘The elect’ are not such in the Calvinistic sense, a fixed number chosen by a mysterious, absolute decree, for whom Christ made his limited atonement, who alone receive the serious call, whom an irresistible grace then saves. In the Biblical sense they are the saints and believers chosen as such in Christ, all of whom must make their calling and election sure (2 Pet. 1:10). When we consider election, the idea of eternity should not be stressed over against that of time, in which the elect live; or the reverse, time over against eternity. Eternity is timelessness and is wholly inconceivable to our finite minds. C. Tr. 1085, 66: ‘The entire Holy Trinity, God Father, Son, and Holy Ghost, directs all men to Christ, as the Book of Life, in whom they should seek the eternal election of the Father.’ ‘They should hear Christ, who is the Book of Life and God’s eternal election of all God’s children to eternal life: He testifies to all men without distinction that it is God’s will that all men should come to him, who labor and are heavy laden with sin, in order that he may give them rest and save them, Matt. 11:28’ (70). The election of the elect must ever be viewed thus, in the connection in which 2 Thess. 2:13 places it. [= ‘Orang-orang pilihan’ bukanlah dalam arti Calvinistik sedemikian rupa, suatu jumlah yang pasti / tertentu yang dipilih oleh suatu ketetapan yang mutlak dan misterius, untuk siapa Kristus membuat penebusan terbatasNya, yang menerima suatu panggilan yang serius, yang lalu diselamatkan oleh kasih karunia yang tidak bisa ditolak. Dalam arti yang Alkitabiah mereka adalah orang-orang kudus dan orang-orang percaya yang dipilih di dalam Kristus, yang semuanya harus membuat panggilan dan pilihan mereka pasti (2Pet 1:10). Pada waktu kita mempertimbangkan pemilihan, gagasan tentang kekekalan harus ditekankan dalam kontras dengan gagasan dari waktu; atau sebaliknya, waktu dalam kontras dengan kekekalan. Kekekalan adalah ketiadaan waktu dan seluruhnya tidak bisa dimengerti bagi pikiran kita yang terbatas. C. Tr. 1085, 66: ‘Seluruh Tritunggal yang Kudus, Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus, mengarahkan semua manusia kepada Kristus, seperti kitab kehidupan, dalam siapa mereka harus mencari pemilihan kekal dari Bapa’. ‘Mereka harus mendengar Kristus, yang adalah kitab kehidupan dan pemilihan kekal Allah terhadap semua anak-anak Allah kepada kehidupan kekal: Ia menyaksikan kepada semua manusia tanpa pembedaan bahwa adalah kehendak Allah bahwa semua manusia harus datang kepadaNya, yang berjerih payah dan berbeban berat dengan dosa, supaya Ia bisa memberi mereka istirahat dan menyelamatkan mereka, Mat 11:28’ (70). Pemilihan orang-orang pilihan harus selalu dipandang seperti ini, dalam hubungan dengan mana 2Tes 2:13 menempatkannya.].

2Pet 1:10 - “Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung.”.

Mat 11:28 - “Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”.

Tanggapan saya:

Menurut saya, sama seperti Clarke, Lenski bukan menafsirkan ayat ini, tetapi menghindarinya. Ia lari kepada ayat lain, seperti 2Pet 1:10, yang sebenarnya maksudnya hanyalah untuk menunjukkan bahwa pemilihan (predestinasi) bukan alasan untuk menjadi malas / pasif, apalagi hidup seenaknya sendiri, dan bahwa kehidupan yang baik merupakan bukti dari pemilihan dan panggilan Allah.

Ia lalu lari pada ‘kekekalan’ untuk menyatakan bahwa pikiran kita yang terbatas tidak bisa mengertinya. Kalau memang demikian, lalu mau diapakan banyak ayat-ayat Alkitab yang jelas-jelas berbicara tentang kekekalan? Dan mengapa Ia sendiri berusaha mengartikan (atau ‘membengkokkan’) hal-hal yang berhubungan dengan kekekalan?

Ia lalu mengutip kata-kata seseorang (yang saya tak tahu siapa, tetapi jelas bukan orang yang mempunyai pandangan Calvinisme). Perhatikan bahwa orang itu mengatakan bahwa semua orang harus mencari pemilihan kekal dari Bapa! Mencari dengan cara bagaimana? Kelihatannya dia percaya pada ‘Conditional Election’ (= Pemilihan yang bersyarat). Ajaran omong kosong ini jelas bertentangan dengan ayat-ayat seperti:

a.   2Tim 1:9 - “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman.

b.   Ro 9:10-18 - “(10) Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. (11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya -  (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’ (14) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil! (15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’ (16) Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. (17) Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: ‘Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasaKu di dalam engkau, dan supaya namaKu dimasyhurkan di seluruh bumi.’ (18) Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya.”.

Text-text  ini jelas menekankan bahwa pemilihan Allah semata-mata tergantung pada kehendak Allah, dan sama sekali tidak tergantung pada usaha manusia, dan jelas bertentangan dengan kata-kata Lenski maupun orang yang ia kutip.

Lalu Lenski mengutip orang yang sama yang ‘lari’ pada Mat 11:28 - “Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”.

Ayat ini sama sekali tak bicara tentang orang-orang pilihan atau orang-orang non pilihan! Ayat ini hanya menekankan bahwa semua orang harus datang kepada Kristus, yang merupakan ajaran yang juga dipercaya oleh para Calvinist!

Mengapa ia tidak melihat ayat-ayat sebelum ayat ini? Mari kita perhatikan:

Mat 11:25-27 - “(25) Pada waktu itu berkatalah Yesus: ‘Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. (26) Ya Bapa, itulah yang berkenan kepadaMu. (27) Semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.”.

Ayat ini justru berhubungan dengan pemilihan / predestinasi, tetapi justru tak dibicarakan!

Lalu pada bagian akhir, Lenski ‘lari’ pada 2Tes 2:13 tanpa menyebutkan bunyi ayatnya. Mari kita lihat ayatnya.

2Tes 2:13 - “Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai.”.

Apa hubungan ayat ini dengan penafsiran (atau lebih tepat, ‘pembengkokkan’) Lenki? Tak ada sama sekali!

Lenski: No suffering is too great for him if it in any way and to any degree supports this purpose, which includes his own salvation, but oh, also that of so many others. (= Tak ada penderitaan yang terlalu besar bagi dia jika itu dalam jalan / cara apapun, dan pada tingkat apapun, menyokong tujuan ini, yang mencakup keselamatannya sendiri, tetapi oh, juga keselamatan dari begitu banyak orang-orang lain.).

Tanggapan saya: ‘keselamatannya sendiri’??? Aneh dan tolol. Pada saat itu Paulusnya sudah selamat bukan? Lalu apa maksudnya ia sabar menanggung semua itu untuk keselamatannya sendiri?

Lenski: Even the severest endurance is brief, but salvation with its accompanying glory is eternal. (= Bahkan ketekunan / ketahanan yang paling keras / berat adalah singkat, tetapi keselamatan dengan kemuliaan yang menyertainya adalah kekal.).

Sekarang mari kita memperhatikan komentar-komentar dari Calvin sendiri (dan orang-orang Reformed / non Arminian) tentang 2Tim 2:10 ini.

Calvin: “From the elect he shews, that his imprisonment is so far from being a ground of reproach, that it is highly profitable to the elect. When he says that he endures for the sake of the elect, this demonstrates how much more he cares for the edification of the Church than for himself; for he is prepared, not only to die, but even to be reckoned in the number of wicked men, that he may promote the salvation of the Church.” (= Dari orang-orang pilihan ia menunjukkan, bahwa pemenjaraannya adalah begitu jauh dari suatu dasar untuk celaan, bahwa itu sangat berguna untuk orang-orang pilihan. Pada waktu ia berkata bahwa ia menahan demi orang-orang pilihan, ini menunjukkan betapa banyak ia peduli / memperhatikan pendidikan dari Gereja dari pada untuk dirinya sendiri; karena ia siap sedia, bukan hanya untuk mati, tetapi bahkan untuk diperhitungkan / dianggap dalam jumlah orang-orang jahat, supaya ia bisa memajukan keselamatan dari Gereja.).

Catatan: Calvin di sini mengidentikkan ‘orang-orang pilihan’ dengan ‘gereja’. Jelas ia menggunakan istilah ‘gereja’ dalam arti ‘gereja yang sungguh-sungguh / orang Kristen yang sungguh-sungguh.

William Hendriksen: But even though for the elect, salvation is certain from all eternity, it must be obtained. ... Hence, the apostle, here as so often combining the divine decree and human responsibility, continues, ‘in order that also they may obtain the salvation (which is) in Christ Jesus with everlasting glory.’ [= Tetapi sekalipun untuk orang-orang pilihan keselamatan adalah pasti dari kekekalan, itu harus didapatkan. ... Karena itu, sang rasul, di sini seperti begitu sering ia lakukan, menggabungkan ketetapan ilahi dengan tanggung jawab manusia, melanjutkan, ‘supaya mereka juga mendapatkan keselamatan (yang ada) dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan kekal’.].

Matthew Henry: Observe, (1.) Good ministers may and should encourage themselves in the hardest services and the hardest sufferings, with this, that God will certainly bring good to his church, and benefit to his elect, out of them. - ‘That they may obtain the salvation which is in Christ Jesus.’ Next to the salvation of our own souls we should be willing to do and suffer any thing to promote the salvation of the souls of others. (2.) The elect are designed to obtain salvation: ‘God hath not appointed us to wrath, but to obtain salvation,’ 1 Thess 5:9. [= Perhatikan, (1.) Pendeta-pendeta yang baik / saleh bisa dan harus mendorong diri mereka sendiri dalam pelayanan-pelayanan yang paling berat dan penderitaan-penderitaan yang paling berat, dengan ini, bahwa Allah pasti akan membawa kebaikan bagi gerejaNya, dan manfaat bagi orang-orang pilihan, dari semua itu. - ‘Supaya mereka menerima keselamatan yang ada dalam Kristus Yesus’. Setelah / disamping keselamatan jiwa kita sendiri, kita harus mau melakukan dan menderita apapun untuk memajukan keselamatan dari jiwa-jiwa dari orang-orang lain. (2.) Orang-orang pilihan dirancang untuk mendapatkan keselamatan: ‘Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan,’ 1 Tes 5:9.].

1Tes 5:9 - “Karena Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita,”.

Barnes’ Notes: Their salvation, though they, were elected, could not be secured without proper efforts. The meaning of the apostle here is, that he was willing to suffer if he might save others; and any one OUGHT to be willing to suffer in order to secure the salvation of the elect - for it was an object for which the Redeemer was willing to lay down his life. (= Keselamatan mereka, sekalipun mereka dipilih, tidak bisa diperoleh tanpa usaha-usaha yang benar. Arti dari sang rasul di sini adalah, bahwa ia mau menderita jika ia bisa menyelamatkan orang-orang lain; dan siapapun seharusnya mau menderita untuk memperoleh / memastikan keselamatan dari orang-orang pilihan - karena itu merupakan suatu tujuan / obyek untuk mana sang Penebus mau menyerahkan nywaNya).

Catatan: betul-betul aneh bahwa Albert Barnes, yang menolak point ke 3 dari 5 points Calvinisme [‘Limited Atonement’ (= Penebusan Terbatas)], bisa mengucapkan kata-kata bagian akhir, yang saya garis-bawahi itu!

John Stott: We notice in passing that the doctrine of election does not dispense with the necessity of preaching. On the contrary, it makes it essential. For Paul preaches and suffers for it (literally) ‘in order that’ they ‘may obtain the salvation in Christ Jesus with its eternal glory’. The elect obtain salvation in Christ not apart from the preaching of Christ but by means of it. [= Kita perhatikan sambil lalu bahwa doktrin tentang pemilihan tidak membuang kebutuhan / keharusan dari pemberitaan / khotbah. Sebaliknya, itu membuatnya hakiki / harus dilakukan. Karena Paulus berkhotbah dan menderita untuknya (secara hurufiah) ‘supaya’ mereka ‘bisa mendapatkan keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan kekal’. Orang-orang pilihan mendapatkan keselamatan dalam Kristus bukan terpisah dari pemberitaan tentang Kristus tetapi dengan cara itu.].

The Biblical Illustrator (New Testament): If we were asked what was the object of Christian preaching and instruction, what the office of the Church, considered as the dispenser of the Word of God, I suppose we should not all return the same answer. Perhaps we might say that the object of Revelation was to enlighten and enlarge the mind, or to make us good members of the community. St. Paul gives us a reason in the text different from any of those which I have mentioned. He laboured more than all the apostles; and why? not to civilise the world, not to smooth the face of society, not to facilitate the movements of civil government, not to spread abroad knowledge, not to cultivate the reason, not for any great worldly object, but ‘for the elect’s sake.’ And when St. Paul and St. Barnabas preached at Antioch to the Gentiles, ‘As many as were ordained to eternal life, believed.’ (= Jika kita ditanya apa tujuan dari khotbah / pemberitaan dan pengajaran Kristen, apa tugas dari Gereja, yang dianggap sebagai penyalur dari Firman Allah, sama kira kita semua tidak akan kembali dengan jawaban yang sama. Mungkin kita akan mengatakan bahwa obyek / tujuan dari Wahyu adalah untuk menerangi / mencerahi dan memperluas pikiran, atau untuk membuat kita anggota-anggota yang baik dari masyarakat. Santo Paulus memberi kita suatu alasan dalam text ini berbeda dengan jawaban-jawaban manapun yang telah saya sebutkan. Ia berjerih payah lebih dari semua rasul-rasul; dan mengapa? bukan untuk membuat dunia menjadi beradab, bukan untuk memperhalus wajah dari masyarakat, bukan untuk memfasilitasi gerakan-gerakan dari pemerintahan sipil, bukan untuk menyebarkan pengetahuan, bukan untuk mengolah akal / pertimbangan, bukan untuk tujuan duniawi besar apapun, tetapi ‘demi orang-orang pilihan’. Dan pada waktu Santo Paulus dan Santo Barnabas memberitakan / berkhotbah di Antiokhia kepada orang-orang non Yahudi, ‘Semua yang ditentukan untuk hidup yang kekal, percaya’.).

Kis 13:48 - “Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.”.

Kata-kata yang saya beri garis bawah ganda, salah terjemahan.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘Gentiles’ (= orang-orang non Yahudi).

The Bible Exposition Commentary: New Testament: He thinks of the whole army (v. 10). ‘The elect’ are God’s people, chosen by His grace and called by His Spirit (2 Thess 2:13-14). Paul not only suffered for the Lord’s sake, but he also suffered for the sake of the church. There were yet many people to reach with the Gospel, and Paul wanted to help reach them. A soldier who thinks only of himself is disloyal and undependable. [= Ia memikirkan seluruh pasukan (ay 10). ‘Orang-orang pilihan’ adalah umat Allah, dipilih oleh kasih karuniaNya dan dipanggil oleh RohNya (2Tes 2:13-14). Paulus bukan hanya menderita demi Tuhan, tetapi ia juga menderita demi gereja. Di sana masih ada banyak orang yang harus dijangkau dengan Injil, dan Paulus ingin membantu untuk menjangkau mereka. Seorang tentara / prajurit yang memikirkan dirinya sendiri saja adalah tidak setia dan tidak bisa diandalkan.].

2Tes 2:13-14 - “(13) Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai. (14) Untuk itulah Ia telah memanggil kamu oleh Injil yang kami beritakan, sehingga kamu boleh memperoleh kemuliaan Yesus Kristus, Tuhan kita.”.

2 Timotius 2:1-26(8)

2 Timotius 2: 11-13: “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.

1)         “Benarlah perkataan ini:” (ay 11a).

Paulus sering melakukan pengutipan seperti ini.

Bandingkan dengan:

·       1Tim 1:15 - Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,’ dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.”.

·       1Tim 3:1 - Benarlah perkataan ini: ‘Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah.’”.

·       1Tim 4:9 - “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya.”.

·       Tit 3:8 - Perkataan ini benar dan aku mau supaya engkau dengan yakin menguatkannya, agar mereka yang sudah percaya kepada Allah sungguh-sungguh berusaha melakukan pekerjaan yang baik. Itulah yang baik dan berguna bagi manusia.”.

Ada bermacam-macam penafsiran tentang kata-kata dalam ay 11a ini.

a)   Lenski menganggap Paulus bukan mengutip suatu nyanyian pujian kuno, tetapi memberikan kata-katanya sendiri.

Lenski: We see that Paul is not quoting some ancient Christian hymn as some think. They say that this explains the γάρ which he retained when quoting. Although we have symmetry in the sentences, this is not poetry but Paul’s, own prose. (= Kami melihat / mengerti bahwa Paulus bukan sedang mengutip nyanyian pujian Kristen kuno seperti dipikirkan oleh beberapa / sebagian orang. Mereka mengatakan bahwa ini menjelaskan kata Yunani GAR yang ia pertahankan pada waktu mengutip. Sekalipun kita mempunyai kesimetrisan dalam kalimat-kalimat, ini bukanlah syair tetapi prosa Paulus sendiri.).

Catatan: kata Yunani GAR diterjemahkan ‘for’ (= karena) dalam KJV dan NASB. RSV dan NIV menghapuskannya seperti dalam Kitab Suci Indonesia.

b)   Adam Clarke kelihatannya menganggap bahwa Paulus mengutip kata-kata Yesus yang tidak tercatat dalam Alkitab, tetapi diturunkan dari mulut ke mulut (tradisi).

Adam Clarke: “This, says the apostle, is ‎pistos ‎‎ho ‎‎logos‎, a true doctrine. This is properly the import of the word; and we need not seek, as Dr. Tillotson and many others have done, for some saying of Christ which the apostle is supposed to be here quoting, and which he learned from tradition.” (= Ini, kata sang rasul, adalah PISTOS HO LOGOS, suatu doktrin / ajaran yang benar. Ini secara benar adalah maksud dari firman ini; dan kita tidak perlu mencari, seperti Dr. Tillotson dan banyak orang lain telah lakukan, karena beberapa kata-kata / pepatah dari Kristus yang dianggap dikutip oleh sang rasul di sini, dan yang ia pelajari dari tradisi.).

c)   The Bible Exposition Commentary mengatakan bahwa mungkin Paulus mengutip dari pengakuan iman orang Kristen mula-mula.

The Bible Exposition Commentary: New Testament: This ‘faithful saying’ is probably part of an early statement of faith recited by believers. (= ‘Kata-kata yang setia / benar’ ini mungkin merupakan bagian dari suatu pernyataan iman mula-mula yang diucapkan berulang-ulang oleh orang-orang percaya.).

d)   William Hendriksen menganggap bahwa mungkin sekali pandangan yang menganggap bahwa Paulus mengutip sebagian dari suatu nyanyian pujian adalah benar. Ini memang merupakan pandangan yang paling populer.

William Hendriksen: In harmony with what the apostle has just stated, he now introduces the fourth of five ‘reliable sayings’ (see on I Tim. 1:15). The opinion that the lines which he quotes were taken from an early Christian hymn, a cross-bearer’s or martyr’s hymn, is probably correct. It is evident that he does not quote the entire hymn (unless γάρ here is not ‘for’; but in the present case ‘for’ is probably right). Now, the word ‘for’ indicates that in the hymn something preceded. The probability is that the unquoted line which preceded was something like, ‘We shall remain faithful to our Lord even to death,’ or, ‘We have resigned ourselves to reproach and suffering and even to death for Christ’s sake.’ In either case the next line, the first one quoted by Paul, could then be: ‘For, if we have died with (him), we shall also live with (him).’ [= Sesuai dengan apa yang sang rasul baru nyatakan, sekarang ia memperkenalkan yang keempat dari lima ‘kata-kata yang bisa dipercaya’ (lihat pada 1Tim 1:15). Pandangan bahwa kalimat-kalimat yang ia kutip diambil dari suatu nyanyian pujian Kristen mula-mula, nyanyian pujian dari seorang pemikul salib atau martir, mungkin adalah benar. Adalah jelas bahwa ia tidak mengutip seluruh nyanyian pujian itu (kecuali GAR di sini bukan berarti ‘for’ / ‘karena’; tetapi dalam kasus ini ‘for’ / ‘karena’ mungkin benar). Kata ‘for’ / ‘karena’ menunjukkan bahwa dalam nyanyian pujian ini ada sesuatu yang mendahului. Kemungkinannya adalah bahwa kalimat-kalimat yang mendahului yang tidak dikutip adalah sesuatu seperti, ‘Kita akan tetap setia kepada Tuhan kita bahkan sampai mati’, atau, ‘Kita telah menyerahkan diri kita sendiri pada celaan dan penderitaan dan bahkan pada kematian demi Kristus’. Dalam kasus yang manapun, kalimat selanjutnya, kalimat pertama yang dikutip oleh Paulus, bisa adalah: ‘Karena, jika kita telah mati bersama Dia, kita juga akan hidup bersama Dia’.].

Catatan: perhatikan bahwa William Hendriksen berbicara secara tidak pasti; semua ini hanya dugaan-dugaan / kemungkinan-kemungkinan yang belum tentu benar.

e)   John Stott menganggap bahwa Paulus mengutip dari suatu nyanyian pujian kuno, atau dari suatu pepatah yang pada saat itu sedang beredar.

John Stott: Paul now quotes a current saying or fragment of an early Christian hymn which he pronounces reliable. (= Sekarang Paulus mengutip suatu pepatah yang sedang beredar atau potongan / bagian dari suatu nyanyian pujian Kristen mula-mula yang ia nyatakan sebagai dapat dipercaya.).

Bdk. 1 Tim 1:15; 3:1; 4:9 and Tit 3:8.

f)    Jamieson, Fausset & Brown mengatakan bahwa mungkin ini merupakan kutipan dari suatu nyanyian pujian kuno, atau suatu formula yang diterima, yang mula-mula diucapkan oleh ‘nabi-nabi’ Kristen dalam pertemuan umum / kebaktian.

Jamieson, Fausset & Brown: The symmetrical form of the ‘saying’ (2 Tim 2:11-13), and the rhythmical balance of the parallel clauses, make it likely they formed part of a church hymn (note, 1 Tim 3:16) or accepted formula, perhaps first uttered by Christian ‘prophets’ in the public assembly (1 Cor 14:26). ‘Faithful is the saying,’ the usual formula (cf. 1 Tim 1:15; 3:1; 4:9; Titus 3:8), favours this. [= Bentuk simetris dari ‘kata-kata’ (2Tim 2:11-13), dan keseimbangan yang berirama dari anak-anak kalimat yang paralel, membuatnya mungkin bahwa mereka membentuk bagian dari suatu nyanyian pujian gereja (perhatikan, 1Tim 3:16) atau suatu formula / pernyataan doktrinal yang diterima, mungkin mula-mula diucapkan oleh ‘nabi-nabi’ Kristen dalam pertemuan umum / kebaktian (1Kor 14:26). ‘Benarlah kata-kata’, yang merupakan formula yang biasa (bdk. 1Tim 1:15; 3:1; 4:9; Titus 3:8), menyokong hal ini.].

1Tim 3:16 - “Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: ‘Dia, yang telah menyatakan diriNya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diriNya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan.’”.

1Kor 14:26 - “Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun.”.

g)   Calvin tak terlalu jelas, tetapi kelihatannya ia menganggap kata-kata ini dari Paulus sendiri, dan Paulus mengatakan kata-kata ini supaya kata-katanya selanjutnya, yang rasanya sukar diterima akal, bisa diterima.

Calvin: “A faithful saying. He makes a preface to the sentiment which he is about to utter; because nothing is more opposite to the feeling of the flesh, than that we must die in order to live, and that death is the entrance into life; for we may gather from other passages, that Paul was wont to make use of a preface of this sort, in matters of great importance, or hard to be believed.” (= Suatu perkataan yang benar. Ia membuat suatu pendahuluan bagi pandangan / pemikiran yang akan diucapkannya; karena tidak ada yang lebih bertentangan dengan perasaan dari daging, dari pada bahwa kita harus mati supaya bisa hidup, dan bahwa kematian adalah jalan masuk ke dalam kehidupan; karena kita bisa dapatkan dari text-text lain, bahwa Paulus biasa untuk menggunakan suatu pendahuluan dari jenis ini, dalam persoalan-persoalan yang sangat penting, atau sukar untuk dipercayai.).

Kesimpulan: sekalipun kebanyakan penafsir menganggap bahwa Paulus mengutip dari suatu nyanyian pujian Kristen kuno, tetapi ini tidak pasti, dan banyak penafsir yang mempunyai pandangan yang lain, yang juga memungkinkan.

2)         “‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia;” (ay 11b).

Lenski: ‘If, indeed, we died,’ aorist, past - ‘if we are enduring,’ present - ‘if we shall deny,’ future. Past occurrence - present state - future happening. These tenses are decisive in answer to those who think that ‘if, indeed, we died with him’ refers to physical death, a martyr’s death. Both γάρ and the aorist tense exclude this thought. Paul and Timothy had not as yet died physically either by martyrdom or otherwise. Why should Paul put such a death first and the continuous enduring second when the order of the two is always the reverse? [= ‘Jika kita memang telah mati’, aorist / past, lampau - ‘jika kita sedang bertahan / bertekun’, present / sekarang - ‘jika kita akan menyangkal’, future / akan datang. Tensa-tensa ini merupakan jawaban yang meyakinkan kepada mereka yang berpikir bahwa ‘jika kita memang telah mati dengan Dia’ menunjuk kepada kematian secara fisik, kematian seorang martir. Baik kata Yunani GAR (for / karena) maupun bentuk past tense / lampau membuang pemikiran ini. Paulus dan Timotius belum mati secara fisik apakah oleh kematian syahid atau cara yang lain. Mengapa Paulus meletakkan kematian seperti itu lebih dulu dan sikap bertahan yang terus menerus belakangan, jika urut-urutan dari keduanya selalu adalah kebalikannya?].

Catatan: kata Yunani GAR ada dalam awal dari kutipan, dalam Kitab Suci Indonesia/RSV/NIV kata ini dihapuskan, tetapi dalam KJV/NASB diterjemahkan ‘for’ (= karena).

Lenski: This is the death which occurs in baptism by contrition and repentance. It is expressed in mystical language: ‘we died together with him.’ see Rom. 6:4, etc., where this language is fully explained. ... If we truly did so die, of which there is no doubt in the case of Paul and of Timothy, it is equally certain: ‘we shall live together with him.’ As he, risen from the dead (v. 8), lives to die no more, so by virtue of his life we ‘shall live together with him’ in heaven forever. Here the distant extremes: joint death in the past - joint living in the heavenly future are connected. The two form a paradox: having died - future living. ‘We’ in the verbs = Paul and Timothy. The fact that what is true of them is true also of all other Christians is self-evident. [= Ini adalah kematian yang terjadi dalam baptisan oleh penyesalan dan pertobatan. Ini dinyatakan dalam kata-kata yang mistik: ‘kita telah mati dengan Dia’. lihat Ro 6:4, dst., dimana kata-kata ini dijelaskan sepenuhnya. ... Jika kita betul-betul mati seperti itu, tentang mana tidak ada keraguan dalam kasus dari Paulus dan Timotius, adalah sama pastinya: ‘kita akan hidup bersama-sama dengan Dia’. Seperti Dia, bangkit dari orang mati (ay 8), hidup dan tidak mati lagi, maka berdasarkan kehidupanNya kita ‘akan hidup bersama-sama dengan Dia’ di surga selama-lamanya. Di sini ada perbedaan jarak yang besar: ‘bersama-sama dalam kematian di masa lampau’ dihubungkan dengan ‘bersama-sama hidup di surga yang akan datang’. Keduanya membentuk suatu paradox: telah mati - hidup yang akan datang. ‘Kita / kami’ dalam kata-kata kerja ini = Paulus dan Timotius. Fakta bahwa apa yang benar tentang mereka juga adalah benar tentang semua orang Kristen yang lain adalah jelas.].

John Stott: The death with Christ which is here mentioned must refer, according to the context, not to our death to sin through union with Christ in his death, but rather to our death to self and to safety, as we take up the cross and follow Christ. The former Paul describes in Romans 6:3 (‘do you not know that all of us who have been baptized into Christ Jesus were baptized into his death?’); the latter he expresses both in 1 Corinthians 15:31 (‘I die every day’) and in 2 Corinthians 4:10 (‘always carrying in the body the death of Jesus’). That this is the meaning in the hymn fragments seems plain from the fact that to ‘have died with Christ’ and to ‘endure’ are parallel expressions. So the Christian life is depicted as a life of dying, a life of enduring. Only if we share Christ’s death on earth, shall we share his life in heaven. Only if we share his sufferings and endure, shall we share his reign in the hereafter. For the road to life is death, and the road to glory suffering (cf. Rom. 8:17; 2 Cor. 4:17). [= Kematian bersama Kristus yang di sini disebutkan harus menunjuk, sesuai dengan kontext, bukan pada kematian kita terhadap dosa melalui persatuan dengan Kristus dalam kematianNya, tetapi lebih kepada kematian kita terhadap diri sendiri dan pada keamanan, pada waktu kita memikul salib dan mengikuti Kristus. Yang pertama Paulus gambarkan dalam Roma 6:3 (‘tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis ke dalam Kristus, telah dibaptis ke dalam kematianNya?’); yang belakangan ia nyatakan baik dalam 1Kor 15:31 (‘aku mati setiap hari’) dan dalam 2Kor 4:10 (‘selalu membawa dalam tubuh kematian dari Yesus’). Bahwa ini adalah arti dalam potongan / pecahan dari nyanyian pujian kelihatannya jelas dari fakta bahwa ‘mati bersama Kristus’ dan ‘bertekun / bertahan’ adalah ungkapan-ungkapan yang paralel. Demikianlah kehidupan Kristen digambarkan sebagai suatu kehidupan dari kematian, suatu kehidupan dari ketekunan / ketahanan. Hanya jika bersama-sama menanggung kematian Kristus di bumi, maka kita akan bersama-sama mengalami pemerintahanNya di alam baka. Karena jalan kepada kehidupan adalah kematian, dan jalan kepada kemuliaan adalah penderitaan (bdk. Ro 8:18; 2Kor 4:17)].

1Kor 15:31a - “Saudara-saudara, tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut.”.

RSV/NIV: ‘I die every day’ (= aku mati setiap hari).

Ro 8:18 - “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.”.

2Kor 4:17 - “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.”.

KJV: ‘eternal weight of glory’ (= kemuliaan kekal yang berat / berat dari kemuliaan yang kekal).

RSV/NASB: ‘an eternal weight of glory’ (= suatu kemuliaan kekal yang berat / suatu berat dari kemuliaan yang kekal).

NIV: an eternal glory that far outweighs them all (= suatu kemuliaan kekal yang jauh lebih berat dari mereka semua).

Jadi jelas bahwa John Stott menentang penafsiran Lenski.

Matthew Henry: “Those who faithfully adhere to Christ and to his truths and ways, whatever it cost them, will certainly have the advantage of it in another world: If we be dead with him, we shall live with him, v. 11. If, in conformity to Christ, we be dead to this world, its pleasures, profits, and honours, we shall go to live with him in a better world, to be for ever with him. Nay, though we be called out to suffer for him, we shall not lose by that. Those who suffer for Christ on earth shall reign with Christ in heaven, v. 12” (= Mereka yang dengan setia melekat pada Kristus dan pada kebenaran dan jalanNya, apapun ongkosnya bagi mereka, pasti akan mendapatkan keuntungan darinya dalam dunia yang lain: Jika kita mati dengan Dia, kita akan hidup dengan Dia, ay 11. Jika dalam penyesuaian diri dengan Kristus, kita mati terhadap dunia ini, kesenangan-kesenangannya, keuntungan-keuntungannya, kehormatan-kehormatannya, kita akan pergi untuk hidup dengan Dia di dunia yang lebih baik, untuk berada selama-lamanya dengan Dia. Tidak, sekalipun kita dipanggil untuk menderita bagi Dia, kita tidak akan kehilangan / rugi oleh hal itu. Mereka yang menderita untuk Kristus di bumi akan memerintah dengan Kristus di surga, ay 12).

Calvin: “If we die with him, we shall also live with him. The general meaning is, that we shall not be partakers of the life and glory of Christ, unless we have previously died and been humbled with him; as he says, that all the elect were ‘predestinated that they might be conformed to his image.’ (Romans 8:29.) This is said both for exhorting and comforting believers. Who is not excited by this exhortation, that we ought not to be distressed on account of our afflictions, which shall have so happy a result? The same consideration abates and sweetens all that is bitter in the cross; because neither pains, nor tortures, nor reproaches, nor death ought to be received by us with horror, since in these we share with Christ; more especially seeing that all these things are the forerunners of a triumph. By his example, therefore, Paul encourages all believers to receive joyfully, for the name of Christ, those afflictions in which they already have a taste of future glory. If this shocks our belief, and if the cross itself so overpowers and dazzles our eyes, that we do not perceive Christ in them, let us remember to present this shield, ‘It is a faithful saying.’ And, indeed, where Christ is present, we must acknowledge that life and happiness are there. We ought, therefore, to believe firmly, and to impress deeply on our hearts, this fellowship, that we do not die apart, but along with Christ, in order that we may afterwards have life in common with him; that we suffer with him, in order that we may be partakers of his glory. By death he means all that outward mortification of which he speaks in 2 Corinthians 4:10.” [= Jika kita mati dengan Dia, kita juga akan hidup dengan Dia. Arti yang umum adalah, bahwa kita tidak akan ambil bagian dari kehidupan dan kemuliaan Kristus, kecuali sebelumnya kita telah mati dan telah direndahkan dengan Dia; seperti Ia katakan, bahwa semua orang-orang pilihan ‘telah dipredestinasikan supaya mereka bisa serupa dengan gambarNya’. (Ro 8:29). Ini dikatakan baik untuk mendesak / menasehati maupun untuk menghibur orang-orang percaya. Siapa yang tidak dibangkitkan kegairahannya oleh desakan / nasehat ini, bahwa kita tidak seharusnya menjadi sedih karena penderitaan-penderitaan kita, yang akan menghasilkan suatu hasil yang begitu bahagia? Pertimbangan yang sama mengurangi dan memaniskan semua yang pahit dalam salib; karena tidak ada rasa sakit, atau siksaan, atau celaan, atau kematian yang harus diterima oleh kita dengan rasa takut, karena dalam hal-hal ini kita sama-sama mengalami dengan Kristus; secara lebih khusus lagi melihat bahwa semua hal-hal ini adalah pendahulu-pendahulu dari suatu kemenangan. Karena itu, oleh contoh ini, Paulus menyemangati semua orang-orang percaya untuk menerima dengan sukacita, untuk / demi nama Kristus, penderitaan-penderitaan dalam mana mereka sudah mengecap kemuliaan yang akan datang. Jika ini mengejutkan kepercayaan kita, dan jika salib itu sendiri begitu mengalahkan dan mempesonakan / menyilaukan mata kita, sehingga kita tidak merasakan Kristus dalam mereka, hendaklah kita ingat untuk menghadirkan perisai ini, ‘Benarlah perkataan ini’. Dan memang, dimana Kristus hadir kita harus mengakui bahwa kehidupan dan kebahagiaan ada di sana. Karena itu, kita harus percaya dengan teguh, dan menanamkan secara mendalam di hati kita persekutuan ini, bahwa kita tidak mati terpisah dari, tetapi bersama-sama dengan Kristus, supaya setelah ini kita bisa mempunyai kehidupan bersama-sama dengan Dia; bahwa kita menderita dengan Dia, supaya kita bisa ambil bagian dari kemuliaanNya. Oleh kematian ia memaksudkan semua pematian lahiriah itu tentang mana ia berbicara dalam 2Kor 4:10.].

2Kor 4:10 - “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami.”.

Catatan: Calvin rasanya tidak jelas. Yang dimaksudkan ‘mati’ itu menderita (bagian yang saya beri garis bawah tunggal), atau mati terhadap dosa / mortification (bagian yang saya beri garis bawah ganda)? Untuk jelasnya mari kita melihat komentar Calvin tentang 2Kor 4:10.

Calvin (tentang 2Kor 4:10): “‘The mortification of Jesus.’ ... he employs the expression - the mortification of Jesus Christ - to denote everything that rendered him contemptible in the eyes of the world, with the view of preparing him for participating in a blessed resurrection. In the first place, the sufferings of Christ, however ignominious they may be in the eyes of men, have, nevertheless, more of honor in the sight of God, than all the triumphs of emperors, and all the pomp of kings. The end, however, must also be kept in view, that we suffer with him, that we may be glorified together with him. (Romans 8:17.)” [= ‘Pematian dari Yesus’. ... ia menggunakan ungkapan - pematian / tindakan mematikan dari Yesus Kristus - untuk menunjukkan segala sesuatu yang membuatnya menjijikkan di mata dunia, dengan pandangan tentang mempersiapkan dia untuk ambil bagian dalam kebangkitan yang diberkati. Di tempat pertama, penderitaan-penderitaan dari Kristus, betapapun memalukannya hal-hal itu di mata manusia, mempunyai lebih banyak kehormatan dalam pandangan Allah, dari pada semua kemenangan dari kaisar-kaisar, dan semua kemegahan dari raja-raja. Tetapi ujung terakhirnya juga harus dilihat, bahwa kita menderita dengan Dia, supaya kita bisa dimuliakan bersama-sama dengan Dia (Ro 8:17).].

Ro 8:17 - “Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.”.

Dari tafsiran Calvin tentang 2Kor 4:10 ini terlihat bahwa yang ia maksudkan dengan ‘mortification’ (= pematian / tindakan mematikan), bukanlah ‘tindakan mematikan dosa’, tetapi ‘penderitaan’.

Dan dalam kedua kutipan kata-kata Calvin di atas terlihat bahwa ia menekankan satu hal, yaitu, kalau kita menderita bersama Kristus, kita juga akan dimuliakan bersama Dia! Dengan demikian pandangan Calvin sesuai dengan pandangan John Stott di atas.

Barclay: Martin Luther, in a great phrase, said: ‘Ecclesia haeres crucis est’, ‘The Church is the heir of the cross.’ Christians inherit Christ’s cross, but they also inherit Christ’s resurrection. They are partners both in the shame and in the glory of their Lord. (= Martin Luther, dalam suatu ungkapan yang agung, berkata ‘Ecclesia haeres crucis est, ‘Gereja adalah pewaris dari salib’. Orang-orang Kristen mewarisi salib Kristus, tetapi mereka juga mewarisi kebangkitan Kristus. Mereka adalah rekan, baik dalam rasa malu maupun dalam kemuliaan, dari Tuhan mereka.).

Barclay: ‘If we endure, we shall also reign with him.’ It is the one who endures to the end who will be saved. Without the cross, there cannot be the crown. (= ‘Jika kita bertekun / bertahan, kita juga akan memerintah bersama Dia’. Adalah orang yang bertekun / bertahan sampai akhir yang akan diselamatkan. Tanpa salib, di sana tidak bisa ada mahkota.).

Barclay: Long ago in the third century, the Church father Tertullian said: ‘The man who is afraid to suffer cannot belong to him who suffered’ (De Fuga, 14). [= Dahulu pada abad ketiga, bapa Gereja Tertullian berkata: ‘Orang yang takut untuk menderita tidak bisa menjadi milik dari Dia yang telah menderita’ (De Fuga, 14)].

3)         jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia;” (ay 12a).

KJV: ‘If we suffer’ (= Jika kita menderita).

RSV/NIV/NASB: ‘if we endure’ (= Jika kita bertahan / bertekun).

Kata Yunani yang digunakan berarti bertahan / bertekun dalam penderitaan.

Lenski: “‘Shall reign’ exceeds ‘shall live.’ This second paradox is just as tremendous as the first. Here we ‘endure,’ literally, ‘remain under,’ others trample all over us; there we shall reign as royalties with no one above us save Christ, and we are actually associated with him: sitting with him in his throne as he sits in his Father’s (Rev. 3:21; 20:4,6)” [= ‘Akan memerintah’ melebihi / melampaui ‘akan hidup’. Paradox yang kedua ini sama hebat / dahsyatnya seperti yang pertama. Di sini kita ‘bertahan / bertekun’, secara hurufiah, ‘tetap ada di bawah’, orang-orang lain menginjak-injak kita; di sana kita akan memerintah sebagai keluarga raja tanpa ada siapapun di atas kita kecuali Kristus, dan kita sungguh-sungguh bersatu dengan Dia: duduk dengan Dia di takhtaNya seperti Ia duduk di takhta Bapa (Wah 3:21; 20:4,6)] - hal 794-795.

Jamieson, Fausset & Brown: Reigning is something more than bare salvation (Rom 5:17; Rev 1:6; 3:21; 5:10; 20:4-5). [= Memerintah adalah sesuatu yang lebih dari semata-mata keselamatan (Ro 5:17; Wah 1:6; 3:21; 5:10; 20:4-5).].

Ro 5:17 - “Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus.”.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘reigned ... reign’ (= telah memerintah ... memerintah).

Wah 1:6 - “dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, BapaNya, - bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin.”.

KJV: ‘kings’ (= raja-raja).

RSV/NIV/NASB: ‘a kingdom’ (= suatu kerajaan).

Wah 3:21 - “Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhtaKu, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan BapaKu di atas takhtaNya.”.

Wah 5:10 - “Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.’”.

Wah 20:4 - “Lalu aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang duduk di atasnya; kepada mereka diserahkan kuasa untuk menghakimi. Aku juga melihat jiwa-jiwa mereka, yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah; yang tidak menyembah binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga menerima tandanya pada dahi dan tangan mereka; dan mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun.”.

Komentar tentang gabungan ay 11b-12a - “Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12a) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia”.

John Stott: “The death with Christ which is here mentioned must refer, according to the context, not to our death to sin through union with Christ in his death, but rather to our death to self and to safety, as we take up the cross and follow Christ. ... That this is the meaning in the hymn fragments seems plain from the fact that to ‘have died with Christ’ and to ‘endure’ are parallel expressions. So the Christian life is depicted as a life of dying, a life of enduring. Only if we share Christ’s death on earth, shall we share his life in heaven. Only if we share his sufferings and endure, shall we share his reign in the hereafter. For the road to life is death, and the road to glory suffering” (= Kematian dengan Kristus yang disebutkan di sini harus menunjuk, sesuai dengan kontextnya, bukan pada kematian kita terhadap dosa melalui persatuan dengan Kristus dalam kematianNya, tetapi lebih pada kematian kita terhadap diri dan keamanan kita sendiri, pada waktu kita memikul salib dan mengikuti Kristus. ... Bahwa ini merupakan arti dalam potongan nyanyian pujian ini kelihatan jelas dari fakta bahwa ‘telah mati dengan Kristus’ dan ‘bertahan / bertekun’ merupakan ungkapan-ungkapan yang paralel. Demikianlah kehidupan Kristen digambarkan sebagai suatu kehidupan dari kematian, suatu kehidupan dari ketahanan / ketekunan. Hanya jika kita ikut ambil bagian dalam kematian Kristus di dunia, maka kita akan ikut ambil bagian dalam kehidupanNya di surga. Hanya jika kita ikut ambil bagian dalam penderitaan-penderitaanNya dan bertahan / bertekun, maka kita akan ikut ambil bagian dalam pemerintahanNya di alam baka. Karena jalan menuju kehidupan adalah kematian, dan jalan menuju kemuliaan adalah penderitaan) - hal 63-64.

Catatan: kata-kata John Stott ini sudah saya kutip di atas.

Tentang hal ini saya ingin mengutip kata-kata William Barclay, dalam tafsirannya tentang Yoh 3:14-15, yang berbunyi sebagai berikut: “(14) Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, (15) supaya setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal.”.

Barclay (tentang Yoh 3:14-15): “There was a double lifting up in Jesus’s life - the lifting on the Cross and the lifting into glory. And the two are inextricably connected. The one could not have happened without the other. For Jesus the Cross was the way to glory; had he refused it, had he evaded it, had he taken steps to escape it, as he might so easily have done, there would have been no glory for him. It is the same for us. We can, if we like, choose the easy way; we can, if we like, refuse the cross that every Christian is called to bear; but if we do, we lose the glory. It is an unalterable law of life that if there is no cross, there is no crown” (= Ada peninggian dobel dalam kehidupan Yesus - peninggian pada salib dan peninggian ke dalam kemuliaan. Dan keduanya berhubungan secara tak bisa dilepas­kan. Yang satu tidak akan bisa terjadi tanpa yang lain. Untuk Yesus, salib adalah jalan menuju kemuliaan; andaikata Ia menolak­nya, andaikata ia mengambil langkah untuk menghindarinya, yang dengan mudah bisa Ia lakukan, maka tidak akan ada kemuliaan bagi Dia. Sama halnya dengan kita. Kita bisa, kalau kita mau, memilih jalan yang mudah; kita bisa, kalau kita mau, menolak salib yang harus dipikul oleh setiap orang kristen; tetapi kalau kita melaku­kan hal itu, kita kehilangan kemuliaan. Merupakan suatu hukum kehidupan yang tidak bisa berubah bahwa kalau tidak ada salib, tidak ada mahkota).

Contoh orang yang rela ‘mati’ / menderita bagi Kristus, dan bertekun dalam penderitaan itu.

The Biblical Illustrator (New Testament): “Suffering with Christ: - In the olden time when the gospel was preached in Persia, one Hamedatha, a courtier of the king, having embraced the faith, was stripped of all his offices, driven from the palace, and compelled to feed camels. This he did with great content. The king passing by one day, saw his former favourite at his ignoble work, cleaning out the camel’s stables. Taking pity upon him he took him into his palace, clothed him with sumptuous apparel, restored him to all his former honours, and made him sit at the royal table. In the midst of the dainty feast, he asked Hamedatha to renounce his faith. The courtier, rising from the table, tore off his garments with haste, left all the dainties behind him, and said, ‘Didst thou think that for such silly things as these I would deny my Lord and Master?’ and away he went to the stable to his ignoble work. How honourable is all this!” [= Menderita dengan Kristus: - Di jaman dulu pada waktu injil diberitakan di Persia, seorang bernama Hamedatha, seorang anggota istana dari raja, setelah memeluk iman (Kristen), ditelanjangi dari semua jabatannya, diusir dari istana, dan dipaksa untuk memberi makan unta-unta. Ini ia lakukan dengan kepuasan / kesenangan yang besar. Suatu hari sang raja lewat dan melihat orang yang tadinya ia senangi melakukan pekerjaan yang hina / rendah itu, membersihkan kandang unta. Karena kasihan kepadanya, ia membawanya ke dalam istananya, memakaianinya dengan pakaian yang mewah, memulihkannya pada semua kehormatannya yang dulu, dan mendudukannya di meja kerajaan. Di tengah-tengah pesta yang bergengsi, ia meminta Hamedatha untuk meninggalkan imannya. Orang itu bangkit dari meja, merobek pakaiannya dengan cepat, meninggalkan semua gengsi / martabat di belakangnya, dan berkata: ‘Apakah engkau pikir bahwa untuk hal-hal tolol seperti ini aku mau menyangkal Tuhan dan Guru / Tuanku?’ dan ia pergi ke kandang pada pekerjaannya yang hina / rendah. Alangkah terhormatnya semua ini!].

Catatan: kutipan dari The Biblical Illustrator ini diberikan oleh C. H. Spurgeon

2 Timotius 2:1-26(9)

2 Timotius 2: 11-13: “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.

4)         “jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita;” (ay 12b).

a)   Ini adalah penyangkalan yang bersifat permanen.

Lenski mengatakan bahwa kata-kata ‘menyangkal Dia’ menunjuk pada penyangkalan yang bersifat permanen, bukan penyangkalan sementara, terhadap mana orangnya lalu bertobat, seperti dalam kasus penyangkalan Petrus.

Lenski: “Permanent denial is referred to; Peter repented of his denial” (= Penyangkalan yang permanen yang ditunjuk; Petrus bertobat dari penyangkalannya) - hal 795.

b)   Macam-macam cara melalui mana kita bisa menyangkal Kristus.

The Biblical Illustrator (New Testament): “In what way can we deny Christ? Some deny Him openly as scoffers do, ... Others do this wilfully and wickedly in a doctrinal way, as the Arians and Socinians do, who deny His deity: those who deny His atonement, who rail against the inspiration of His Word, these come under the condemnation of those who deny Christ. There is a way of denying Christ without even speaking a word, and this is the more common. In the day of blasphemy and rebuke, many hide their heads” (= Dalam hal apa kita bisa menyangkal Kristus? Sebagian orang menyangkal Dia secara terbuka seperti dilakukan pengejek-pengejek, ... Orang-orang lain melakukan ini dengan sengaja dan dengan jahat dalam suatu cara doktrinal, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Arian dan Socinian, yang menyangkal keallahanNya: mereka yang menyangkal penebusanNya, yang mengejek / mencemooh terhadap pengilhaman dari FirmanNya, orang-orang ini datang di bawah penghukuman dari mereka yang menyangkal Kristus. Ada suatu cara untuk menyangkal Kristus bahkan tanpa mengatakan sepatah katapun, dan ini adalah yang lebih umum. Pada saat penghujatan dan kemarahan, banyak orang menyembunyikan kepala mereka).

c)   Bahaya / resiko dari penyangkalan kita terhadap Dia.

Matthew Henry: “It is at our peril if we prove unfaithful to him: If we deny him, he also will deny us. If we deny him before man, he will deny us before his Father, Matt 10:33. And that man must needs be for ever miserable whom Christ disowns at last” (= Merupakan resiko kita jika kita terbukti tidak setia kepadaNya: Jika kita menyangkalNya, Ia juga akan menyangkal kita. Jika kita menyangkalNya di depan manusia, Ia akan menyangkal kita di depan BapaNya, Mat 10:33. Dan orang yang tidak diakui oleh Kristus pada akhirnya itu pasti akan menyedihkan / sengsara selama-lamanya).

Mat 10:32-33 - “(32) Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. (33) Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.’”.

The Biblical Illustrator (New Testament): “In musing over the very dreadful sentence which closes my text, ‘He also will deny us,’ I was led to think of various ways in which Jesus will deny us. He does this sometimes on earth. You have read, I Suppose, the death of Francis Spira. If you have ever read it, you never can forget it to your dying day. Francis Spira knew the truth; he was a reformer of no mean standing; but when brought to death, out of fear, he recanted. In a short time he fell into despair, and suffered hell upon earth. His shrieks and exclamations were so horrible that their record is almost too terrible for print. His doom was a warning to the age in which he lived. Another instance is narrated by my predecessor, Benjamin Keach, of one who, during Puritanic times, was very earnest for Puritanism; but afterwards, when times of persecution arose, forsook his profession. The scenes at his deathbed were thrilling and terrible. He declared that though he sought God, heaven was shut against him; gates of brass seemed to be in his way, he was given up to overwhelming despair. At intervals he cursed, at other intervals he prayed, and so perished without hope. If we deny Christ, we may be delivered to such a fate” (= Dalam merenungkan tentang kalimat yang sangat menakutkan yang mengakhiri text saya, ‘Ia juga akan menyangkal kita’, saya dibimbing untuk berpikir tentang bermacam-macam jalan dalam mana Yesus akan menyangkal kita. Kadang-kadang Ia melakukannya dalam dunia ini. Mungkin engkau telah membaca tentang kematian dari Francis Spira. Jika engkau pernah membacanya, engkau tidak pernah bisa melupakannya sampai saat kematianmu. Francis Spira tahu / mengenal kebenaran; ia adalah seorang reformator yang tidak rendah kedudukannya; tetapi pada waktu ia dibawa pada kematian, karena takut, ia menarik kembali kata-katanya / mengaku salah. Dalam waktu yang singkat ia jatuh ke dalam keputus-asaan, dan mengalami neraka di bumi. Jeritan / pekikan dan seruannya begitu mengerikan sehingga catatan mereka hampir terlalu mengerikan untuk dicetak. Ajalnya merupakan suatu peringatan pada jaman dalam mana ia hidup. Contoh yang lain diceritakan oleh pendahulu saya, Benjamin Keach, tentang seseorang, yang pada jaman Puritan, sangat bersungguh-sungguh untuk Puritanisme; tetapi belakangan, pada waktu penganiayaan muncul, meninggalkan pengakuannya. Pemandangan pada ranjang kematiannya menggetarkan hati dan mengerikan. Ia menyatakan bahwa sekalipun ia mencari Allah, surga tertutup terhadap dia; pintu-pintu gerbang dari kuningan kelihatannya ada di jalannya, ia diserahkan pada keputus-asaan yang sangat besar. Pada waktu-waktu tertentu ia mengutuk, pada waktu-waktu yang lain ia berdoa, dan demikianlah ia mati tanpa pengharapan. Jika kita menyangkal Kristus, kita bisa diserahkan pada nasih yang seperti itu).

Catatan: Kedua kutipan di atas dari The Biblical Illustrator ini diberikan oleh Charles Haddon Spurgeon.

5)         “jika kita tidak setia, Dia tetap setia,” (ay 13a).

KJV: ‘If we believe not, yet he abideth faithful’ (= Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia:).

RSV: ‘if we are faithless, he remains faithful’ (= Jika kita tidak beriman / tidak setia, Ia tetap setia). NIV/NASB RSV.

Kata Yunani yang digunakan adalah APISTOUMEN, yang berasal dari kata dasar APISTEO, yang menurut Bible Works 7 bisa diartikan ‘tidak percaya’ atau ‘tidak setia’. Mungkin itu sebabnya RSV/NIV/NASB sengaja menterjemahkan ‘faithless’, yang bisa diartikan sebagai ‘tidak beriman / tidak mempunyai iman’ ataupun ‘tidak setia’ (kontras dengan ‘faithful’ / setia).

a)   Allah / Yesus digambarkan Alkitab sebagai setia. Dalam hal apa saja?

Ibr 2:17 - “Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.

1Kor 10:13 - “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya”.

Maz 119:75 - “Aku tahu, ya TUHAN, bahwa hukum-hukumMu adil, dan bahwa Engkau telah menindas aku dalam kesetiaan.

Fil 1:6 - “Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.

1Kor 1:8-9 - “(8) Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. (9) Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan AnakNya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia.

Kalau Allah itu setia, bagaimana dengan kita / orang-orang percaya? Mari kita lihat text kita sekali lagi.

2Tim 2:11-13 - “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.

Ay 11-12a membicarakan kesetiaan kita, sedangkan ay 12b-13 membicarakan ketidak-setiaan kita; masing-masing dengan respons / tanggapan Allah / Yesus tentang sikap kita itu.

b)   Problem dari ayat ini adalah, pada waktu dikatakan ‘Dia tetap setia’, maksudnya ‘Dia tetap setia pada apa / kepada siapa?’ Ada 2 penafsiran tentang bagian ini:

1.         Ia tetap setia kepada diriNya, pada janji-janjiNya maupun ancaman-ancamanNya.

Matthew Henry: “If we believe not, yet he abideth faithful; he cannot deny himself. He is faithful to his threatenings, faithful to his promises; neither one nor the other shall fall to the ground, no, not the least, jot nor tittle of them. If we be faithful to Christ, he will certainly be faithful to us. If we be false to him, he will be faithful to his threatenings: he cannot deny himself, cannot recede from any word that he hath spoken, for he is yea, and amen, the faithful witness. ... If we deny him, out of fear, or shame, or for the sake of some temporal advantage, he will deny and disown us, and will not deny himself, but will continue faithful to his word when he threatens as well as when he promises” (= Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia; Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri. Ia setia pada ancaman-ancamanNya, setia pada janji-janjiNya; tidak ada yang satu maupun yang lain yang jatuh ke tanah, tidak, tidak yang terkecil, iota atau titik / coretan dari mereka. Jika kita setia kepada Kristus, Ia pasti akan setia kepada kita. Jika kita tidak setia kepada Dia, Ia akan setia pada ancaman-ancamanNya: Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri, tidak bisa mundur dari firman manapun yang telah Ia katakan, karena Ia adalah ya dan amin, saksi yang setia. ... Jika kita menyangkalNya, karena takut, atau malu, atau demi suatu keuntungan sementara, Ia akan menyangkal kita dan tidak mengakui kita, dan tidak akan menyangkal diriNya sendiri, tetapi akan terus setia pada firmanNya pada waktu Ia mengancam maupun pada waktu Ia berjanji).

2Kor 1:20 - “Sebab Kristus adalah ‘ya’ bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ‘Amin’ untuk memuliakan Allah”.

Wah 1:5 - “dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya-”.

Wah 3:14 - “‘Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah:”.

Adam Clarke: “‘If we believe not.’ Should we deny the faith and apostatize, he is the same, as true to his threatenings as to his promises; he cannot deny - act contrary to, himself” (= ‘Jika kita tidak percaya’. Kalau kita menyangkal iman dan murtad, Ia tetap sama, benar berkenaan dengan ancamanNya seperti pada janjiNya; Ia tidak bisa menyangkal - bertindak bertentangan dengan, diriNya sendiri).

Barnes’ Notes: “‘If we believe not, yet he abideth faithful.’ This cannot mean that, if we live in sin, he will certainly save us, as if he had made any promise to the elect, or formed any purpose that he would save them, whatever might be their conduct; because: (1) he had just said that if we deny him he will deny us; and (2) there is no such promise in the Bible, and no such purpose has been formed. The promise is, that he that is a believer shall be saved, and there is no purpose to save any but such as lead holy lives. The meaning must be, that if we are unbelieving and unfaithful, Christ will remain true to his word, and we cannot hope to be saved. The object of the apostle evidently is, to excite Timothy to fidelity in the performance of duty, and to encourage him to bear trials, by the assurance that we cannot hope to escape if we are not faithful to the cause of the Saviour. This interpretation accords with the design which he had in view” [= ‘Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia’. Ini tidak bisa berarti bahwa jika kita hidup dalam dosa, Ia akan tetap menyelamatkan kita, seakan-akan Ia telah membuat janji apapun kepada orang-orang pilihan, atau membentuk tujuan / rencana apapun bahwa Ia akan menyelamatkan mereka, bagaimanapun tingkah laku mereka; karena: (1) Ia baru saja mengatakan bahwa jika kita menyangkalNya Ia akan menyangkal kita; dan (2) Tidak ada janji seperti itu dalam Alkitab, dan tidak ada tujuan / rencana seperti itu telah dibentuk. Janjinya adalah, bahwa ia yang adalah seorang percaya akan diselamatkan, dan tidak ada rencana / tujuan untuk menyelamatkan siapapun kecuali orang-orang seperti itu yang menjalani kehidupan yang kudus. Artinya haruslah, bahwa jika kita tidak percaya dan tidak setia, Kristus akan tetap benar pada firmanNya, dan kita tidak dapat berharap untuk diselamatkan. Tujuan dari sang rasul jelas adalah, untuk menggairahkan Timotius pada kesetiaan dalam pelaksanaan kewajiban, dan untuk mendorongnya untuk memikul / menahan pencobaan-pencobaan, dengan suatu keyakinan bahwa kita tidak bisa berharap untuk lolos jika kita tidak setia pada perkara dari sang Juruselamat. Penafsiran ini sesuai dengan rancangan yang ada dalam pandangannya].

Calvin: “‘If we are unbelieving, he remaineth faithful.’ The meaning is, that our base desertion takes nothing from the Son of God or from his glory; because, having everything in himself, he stands in no need of our confession. As if he had said, ‘Let them desert Christ who will, yet they take nothing from him; for when they perish, he remaineth unchanged.’ (= ‘Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia’. Artinya adalah, bahwa pembelotan kita yang hina tidak mengambil apapun dari Anak Allah atau dari kemuliaanNya; karena, mempunyai segala sesuatu dalam diriNya sendiri, Ia berdiri tanpa kebutuhan apapun tentang pengakuan kita. Seakan-akan ia berkata, ‘Biarlah mereka yang mau, meninggalkan Kristus, tetapi mereka tidak mengambil apapun dari Dia; karena pada waktu mereka binasa, Ia tetap tidak berubah’.).

IVP Bible Background Commentary: “Although God’s character is immutable, his dealings with people depend on their response to him (2 Chron 15:2; Ps 18:25-27). The faithfulness of God to his covenant is not suspended by the breach of that covenant by the unfaithful; but those individuals who break his covenant are not saved (see comment on Rom 3:3)” [= Sekalipun karakter Allah tidak berubah, tetapi penangananNya terhadap umatNya tergantung pada tanggapan mereka kepada Dia (2Taw 15:2; Maz 18:26-28). Kesetiaan Allah pada perjanjianNya tidak ditangguhkan / dihentikan oleh pelanggaran terhadap perjanjian itu oleh orang-orang yang tidak setia; tetapi pribadi-pribadi yang melanggar perjanjianNya itu tidak diselamatkan (lihat komentar tentang Ro 3:3)].

2Taw 15:2 - “Ia pergi menemui Asa dan berkata kepadanya: ‘Dengarlah kepadaku, Asa dan seluruh Yehuda dan Benyamin! TUHAN beserta dengan kamu bilamana kamu beserta dengan Dia. Bilamana kamu mencariNya, Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi bilamana kamu meninggalkanNya, kamu akan ditinggalkanNya.

Maz 18:26-28 - “(26) Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, (27) terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci, tetapi terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku belat-belit. (28) Karena Engkaulah yang menyelamatkan bangsa yang tertindas, tetapi orang yang memandang dengan congkak Kaurendahkan”.

Ro 3:3-4 - “(3) Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? (4) Sekali-kali tidak! Sebaliknya: Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: ‘Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firmanMu, dan menang, jika Engkau dihakimi.’”.

IVP Bible Background Commentary (tentang Ro 3:3): “God’s faithfulness to his covenant was good long-term news for Israel as a whole; as in the Old Testament (e.g., in Moses’ generation, contrary to some Jewish tradition), however, it did not save individual Israelites who broke covenant with him” [= Kesetiaan Allah pada perjanjianNya merupakan kabar baik jangka panjang bagi Israel sebagai suatu keseluruhan; seperti dalam Perjanjian Lama (misalnya, dalam generasi Musa, bertentangan dengan beberapa tradisi Yahudi), tetapi itu tidak menyelamatkan individu-individu Israel yang melanggar perjanjian dengan Dia].

Catatan: semua penafsir-penafsir di atas menafsirkan bukan sebagai ‘tidak setia’ tetapi ‘tidak percaya’. Karena itu tidak heran mereka terpaksa menafsirkan ‘Allah tetap setia’ sebagai ‘tetap setia pada ancaman / janjiNya’!

John Stott: This other pair of epigrams envisages the dreadful possibility of our denying Christ and proving faithless. The first phrase ‘if we deny him, he also will deny us’ seems to be an echo of our Lord’s own warning: ‘whoever denies me before men, I also will deny before my Father who is in heaven’ (Mt. 10:33). What then of the second phrase ‘if we are faithless, he remains faithful’? It has often been taken as a comforting assurance that, even if we turn away from Christ, he will not turn away from us, for he will never be faithless as we are. And it is true, of course, that God never exhibits the fickleness or the faithlessness of man. Yet the logic of the Christian hymn, with its two pairs of balancing epigrams, really demands a different interpretation. ‘If we deny him’ and ‘if we are faithless’ are parallels, which requires that ‘he will deny us’ and ‘he remains faithful’ be parallels also. In this case his ‘faithfulness’ when we are faithless will be faithfulness to his warnings. As William Hendriksen puts it: ‘Faithfulness on his part means carrying out his threats … as well as his promises.’ So he will deny us, as the earlier epigram asserts. Indeed, if he did not deny us (in faithfulness to his plain warnings), he would then deny himself. But one thing is certain about God beyond any doubt or uncertainty whatever, and that is ‘he cannot deny himself’. [= Pasangan yang lain dari syair pendek ini menggambarkan kemungkinan yang menakutkan tentang penyangkalan kita terhadap Kristus dan membuktikan / menyatakan bahwa kita tidak setia. Ungkapan pertama ‘jika kita menyangkal Dia, Dia juga akan menyangkal kita’ kelihatannya merupakan suatu gema dari peringatan Tuhan kita sendiri: ‘Barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di surga’ (Mat 10:33). Lalu bagaimana dengan ungkapan kedua ‘jika kita tidak setia, Ia tetap setia’? Itu sering diartikan sebagai suatu jaminan yang bersifat menghibur bahwa, bahkan jika kita berbalik dari Kristus, Ia tidak akan berbalik dari kita, karena Ia tidak akan pernah tidak setia seperti kita. Dan tentu saja adalah benar bahwa Allah tidak pernah menunjukkan sikap plin plan atau ketidak-setiaan manusia. Tetapi logika dari nyanyian pujian Kristen itu, dengan dua pasangannya dari syair pendek yang seimbang, betul-betul menuntut suatu penafsiran yang berbeda. ‘Jika kita menyangkal Dia’ dan ‘jika kita tidak setia’ adalah kalimat-kalimat yang paralel, yang menuntut bahwa ‘Ia akan menyangkal kita’ dan ‘Ia tetap setia’ juga adalah kalimat-kalimat yang paralel. Dalam kasus ini ‘kesetiaan’Nya pada waktu kita tidak setia adalah ‘kesetiaanNya pada peringatan-peringatanNya’. Seperti William Hendriksen menyatakannya: ‘Kesetiaan pada sisiNya berarti melaksanakan ancaman-ancamanNya ... maupun janji-janjiNya’. Maka Ia akan menyangkal kita, seperti ditegaskan / dinyatakan oleh bagian yang lebih awal dari syair itu. Memang, jika Ia tidak menyangkal kita (dalam kesetiaan terhadap peringatan-peringatanNya yang jelas), maka Ia akan menyangkal diriNya sendiri. Tetapi satu hal yang pasti tentang Allah melampaui keraguan atau ketidak-pastian apapun, dan itu adalah ‘Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri’.].

Jadi, John Stott (dan juga William Hendriksen di bawah) menganggap bahwa kata-kata ini merupakan 2 pasang anak kalimat yang paralel. Anak kalimat 1 paralel dengan anak kalimat 2, sedangkan anak kalimat 3 paralel dengan anak kalimat 4.

1.   Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia;

2.   jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia;

3.   jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita;

4.   jika kita tidak setia, Dia tetap setia,

Karena itu, kata-kata ‘Diapun akan menyangkal kita’ (no 3) paralel dengan ‘Dia tetap setia’ (no 4), dan karena itu tidak bisa diartikan bahwa ‘Ia tetap setia kepada kita’, tetapi harus diartikan bahwa ‘Ia tetap setia pada janji-janji dan ancaman-ancamanNya’.

William Hendriksen: In the third line (‘If we shall deny him, he on his part will also deny us’), the conclusion is the expected one (just as in lines one and two). In the fourth line, however, the conclusion comes as somewhat of a surprise. It takes careful reflection before we realize that the surprising conclusion is, after all, the only possible one. Once we grasp its meaning, we understand that also lines three and four express a parallel thought, and are illustrations of synthetic parallelism. ... To deny Christ means to be faithless. (The parallelism and also the conclusion - ‘he … remains faithful’ - show that here the meaning of the verb used in the original cannot be: to be unbelieving.) Hence, the hymn continues: ‘If we are faithless, he on his part …,’ but obviously the continuation cannot be ‘will also be faithless.’ One can say, ‘If we shall deny him, he on his part will also deny us,’ but one cannot say, ‘If we are faithless, he on his part will also be faithless.’ [= Dalam baris ketiga (‘Jika kita menyangkal Dia, di pihakNya Dia juga akan menyangkal kita’), kesimpulannya adalah kesimpulan yang diharapkan (persis seperti dalam baris satu dan dua). Tetapi dalam baris 4, kesimpulannya datang dengan agak mengejutkan. Baris 4 itu memerlukan pemikiran / perenungan sebelum kita menyadari bahwa kesimpulan yang mengejutkan itu bagaimanapun juga adalah satu-satunya yang memungkinkan. Satu kali kita mengerti artinya, kita mengerti bahwa baris 3 dan 4 juga menyatakan pemikiran yang paralel, dan merupakan ilustrasi dari paralelisme yang sintetis. ... ‘Menyangkal Kristus’ berarti ‘tidak setia’. (Paralelisme dan juga kesimpulannya - ‘Ia ... tetap setia’ - menunjukkan bahwa di sini arti dari kata kerja yang digunakan dalam bahasa aslinya tidak bisa adalah: ‘tidak percaya’.) Maka, nyanyian pujian itu berlanjut: ‘Jika kita tidak setia, di pihakNya Ia ...’, tetapi jelas bahwa lanjutannya tidak bisa adalah ‘juga akan tidak setia’. Orang bisa berkata, ‘Jika kita menyangkal Dia, di pihakNya Dia juga akan menyangkal kita’, tetapi orang tidak bisa berkata, ‘Jika kita tidak setia, di pihakNya Ia juga akan tidak setia’.].

Catatan: saya tidak melihat alasan mengapa orang bisa mengatakan ‘Ia juga akan menyangkal kita’ tetapi tidak bisa mengatakan ‘Ia juga akan tidak setia’! Apa alasannya kok tidak bisa? Coba bandingkan dengan ayat di bawah ini.

Maz 18:26-27 - (26) Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, (27) terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci, tetapi terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku belat-belit..

Ada 2 hal yang saya ingin saudara perhatikan dari text ini.

a.   Sama seperti dengan text yang kita bahas, dalam text ini juga ada 4 baris / anak kalimat; baris 1 paralel dengan baris 2, sedangkan baris 3 kontras dengan baris 4 (hanya saja di sini ada kata ‘tetapi’). Lalu mengapa hal seperti ini tidak mungkin terjadi dalam text yang sedang kita bahas?

b.   Perhatikan dua kata yang yang beri garis bawah tunggal dan garis bawah ganda.

KJV: the froward ... froward (= keras kepala ... keras kepala).

RSV: the crooked ... perverse (= bengkok / tak jujur ... jahat / menyimpang).

NIV: the crooked ... shrewd (= bengkok / tak jujur ... licik).

NASB: the crooked ... astute (= bengkok / tak jujur ... lihai / licik).

Kalau ayat ini bisa menyebut Allah sebagai ‘belat-belit’, ‘froward’ / ‘keras kepala’, ‘perverse’ / ‘jahat / menyimpang’, ‘shrewd’ / ‘licik’, ‘astute’ / ‘lihai / licik’, lalu mengapa tidak boleh menyebut Allah ‘tidak setia’? Kita bukan hanya menyebut Allah ‘tidak setia’, tetapi ‘Ia tidak setia kepada orang yang tidak setia’. Saya tidak melihat masalah dengan kata-kata itu, bahkan saya beranggapan, bahwa kalau memang maksud Paulus adalah seperti yang ditafsirkan oleh William Hendriksen, John Stott dsb, mengapa ia tidak menggunakan kata-kata ‘tidak setia’ saja supaya jangan ada salah pengertian?

William Hendriksen: Nevertheless, the conclusion of the fourth line corresponds in thought with that of its parallel, the third line; for, the clause ‘he on his part remains faithful’ (line four) is, after all, the same (even more forcefully expressed!) as, ‘he on his part will also deny us,’ for faithfulness on his part means carrying out his threats (Matt. 10:33) as well as his promises (Matt. 10:32)! Divine faithfulness is a wonderful comfort for those who are loyal (I Thess. 5:24; II Thess. 3:3; cf. I Cor. 1:9; 10:13; II Cor. 1:18; Phil. 1:6; Heb. 10:23). It is a very earnest warning for those who might be inclined to become disloyal. It is hardly necessary to add that the meaning of the last line cannot be, ‘If we are faithless and deny him, nevertheless he, remaining faithful to his promise, will give us everlasting life.’ Aside from being wrong for other reasons, such an interpretation destroys the evident implication of the parallelism between lines three and four. [= Bagaimanapun, kesimpulan dari baris ke 4 cocok dengan pemikiran dengan baris paralelnya, baris ke 3; karena, anak kalimat ‘pada pihakNya Dia tetap setia’ (baris ke 4) bagaimanapun juga adalah sama (bahkan dinyatakan dengan lebih kuat!) seperti, ‘di pihakNya Dia juga akan menyangkal kita’, karena kesetiaan di pihakNya berarti melaksanakan ancaman-ancamanNya (Mat 10:33) maupun janji-janjiNya (Mat 10:32)! Kesetiaan ilahi adalah suatu penghiburan yang luar biasa bagi mereka yang setia (1Tes 5:24; 2Tes 3:3; bdk. 1Kor 1:9; 10:13; 2Kor 1:18; Fil 1:6; Ibr 10:23). Itu adalah suatu peringatan yang sangat sungguh-sungguh bagi mereka yang cenderung untuk menjadi tidak setia. Hampir tak perlu ditambahkan bahwa arti dari baris terakhir tidak bisa adalah, ‘Jika kita tidak setia, dan menyangkalNya, bagaimanapun Ia, karena tetap setia kepada janjiNya, akan memberikan kita hidup yang kekal’. Disamping itu merupakan sesuatu yang salah karena alasan-alasan lain, penafsiran seperti itu menghancurkan maksud / pengertian yang jelas dari paralelisme antara baris ke 3 dan ke 4.].

Pertanyaan saya adalah: Apakah benar kalimat ke 3 dan 4 merupakan kalimat paralel? Bagaimana dengan adanya kata-kata ‘karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’ pada akhir dari ay 13? Bukankah ini menunjukkan bahwa kalimat 3 dan 4 tidak paralel? Mari kita baca lagi bagian itu.

Ay 11b-13: “(11b) ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’.

Perhatikan jawaban William Hendriksen di bawah ini.

William Hendriksen: The final clause of verse 13 is probably to be regarded as a comment by Paul himself (not a part of the hymn): … ‘for to deny himself he is not able.’ If Christ failed to remain faithful to his threat as well as to his promise, he would be denying himself, for in that case he would cease to be The Truth. ... But for him to deny himself is, of course, impossible. If it were possible, he would no longer be God! [= Anak kalimat terakhir dari ayat 13 mungkin harus dianggap sebagai suatu komentar oleh Paulus sendiri (bukan suatu bagian dari nyanyian pujian): ... ‘Karena Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri’. Jika Kristus gagal untuk tetap setia pada ancamanNya maupun pada janjiNya, Ia akan menyangkal diriNya sendiri, karena dalam kasus itu Ia akan berhenti sebagai Sang Kebenaran. ... Tetapi untuk Dia, tentu saja menyangkal diriNya sendiri adalah mustahil. Seandainya itu memungkinkan, Ia bukanlah Allah lagi!].

Catatan:

a.   Pertama-tama di bagian depan pembahasan text ini, kita telah melihat bahwa ada pro kontra yang sangat hebat tentang apakah dalam bagian ini Paulus memang mengutip suatu nyanyian pujian atau tidak.

b.   Dan kalau Paulus memang mengutip suatu nyanyian pujian, masih ada persoalan lain. Persoalannya adalah: apakah benar anak kalimat terakhir itu merupakan tambahan dari Paulus sendiri, dan bukan merupakan bagian dari kutipan dari nyanyian pujian itu? Sekalipun memungkinkan, tetapi tidak ada kepastian dalam hal ini. Dan kalau anak kalimat terakhir itu termasuk dalam nyanyian pujian itu, itu menghancurkan keparalelannya.

c.   Pertanyaan yang sudah saya nyatakan di atas: Apakah benar dua kalimat itu paralel? Tidak mungkinkah dua kalimat itu justru memang bersifat mengkontraskan (antithesis)? Contoh:

·       Mat 10:32-33 - “(32) Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. (33) Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.’”.

·       Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.’”.

·       Ro 5:15-19 - “(15) Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus. (16) Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. (17) Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus. (18) Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.”.

·       1Kor 15:21-22 - “(21) Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. (22) Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.”.

·       1Kor 15:47-48 - “(47) Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari sorga. (48) Makhluk-makhluk alamiah sama dengan dia yang berasal dari debu tanah dan makhluk-makhluk sorgawi sama dengan Dia yang berasal dari sorga.”.

Catatan: sekalipun dalam suatu pengkontrasan biasanya ada kata ‘tetapi’ (seperti dalam Mat 10:32-33  Yoh 3:36  Ro 5:16), tetapi tidak selalu (seperti dalam Ro 5:15,17-19  1Kor 15:21-22  1Kor 15:47-48).

2 Timotius 2:1-26(10)

2 Timotius 2: 11-13: “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.

2.         Ia tetap setia kepada kita.

Bible Knowledge Commentary: “‎If we are faithless, He will remain faithful speaks not of the apostate, but of a true child of God who nevertheless proves unfaithful (cf. 2 Tim 1:15). Christ cannot disown Himself; therefore He will not deny even unprofitable members of His own body. True children of God cannot become something other than children, even when disobedient and weak. Christ’s faithfulness to Christians is not contingent on their faithfulness to Him.” [= Kata-kata ‘Jika kita tidak setia, Ia akan tetap setia’, tidak berbicara tentang seorang yang murtad, tetapi tentang seorang anak Allah yang sejati, yang bagaimanapun terbukti tidak setia (bdk. 2Tim 1:15). Kristus tidak bisa tidak mengakui diriNya sendiri; karena itu Ia tidak akan menyangkal bahkan anggota-anggota tubuhNya sendiri yang tidak menguntungkan. Anak-anak Allah yang sejati tidak bisa menjadi sesuatu yang lain dari anak-anak, bahkan pada saat tidak taat dan lemah. Kesetiaan Kristus kepada orang-orang Kristen tidaklah tergantung pada kesetiaan mereka kepada Dia.].

2Tim 1:15 - “Engkau tahu bahwa semua mereka yang di daerah Asia Kecil berpaling dari padaku; termasuk Figelus dan Hermogenes”.

The Bible Exposition Commentary: New Testament: “But Paul makes it clear (2 Tim 2:13) that even our own doubt and unbelief cannot change Him: ‘He abideth faithful; He cannot deny Himself.’ We do not put faith in our faith or in our feelings because they will change and fail. We put our faith in Christ. The great missionary, J. Hudson Taylor, often said, ‘It is not by trying to be faithful, but in looking to the Faithful One, that we win the victory.’” [= Tetapi Paulus membuat jelas (2Tim 2:13) bahwa bahkan keraguan dan ketidak-percayaan kita sendiri tidak bisa mengubahNya: ‘Ia tetap setia; Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri’. Kita tidak beriman pada iman kita atau pada perasaan kita karena hal-hal itu akan berubah dan gagal. Kita beriman kepada Kristus. Misionaris yang besar / agung, J. Hudson Taylor, sering berkata, ‘Bukan dengan berusaha menjadi setia, tetapi dengan memandang kepada Yang Setia, maka kita memenangkan kemenangan’.].

Wilmington’s Bible Handbook (Bible Survey): “2:12-13 can seem contradictory; this is one possible interpretation: (1) If we ‘deny’ Christ, that is, if we deny him first place in our lives, he will also ‘deny’ us, that is, we will suffer the loss of our rewards at his judgment seat (see exposition on 1 Cor 3:10-17). (2) But no matter how ‘unfaithful’ we are, that is, no matter how much we fail him, he will remain ‘faithful’ and will never ‘deny himself,’ that is, he will never go back on his promise to save us (see 2:19; 2 Cor 1:19-22; Eph 1:13-14; 1 Peter 1:3-5)” [= 2:12-13 bisa kelihatan bertentangan; ini merupakan salah satu penafsiran yang memungkinkan: (1) Jika kita ‘menyangkal’ Kristus, artinya, jika kita menyangkal / menolak untuk memberikan Dia tempat pertama dalam hidup kita, Ia juga akan ‘menyangkal’ kita, artinya, kita akan mengalami kehilangan pahala kita pada kursi penghakimanNya (lihat exposisi tentang 1Kor 3:10-17). (2) Tetapi tak peduli bagaimana ‘tidak setianya’ kita, artinya, tak peduli bagaimana banyaknya kita melupakan / melalaikan Dia, Ia akan tetap ‘setia’ dan tidak akan pernah ‘menyangkal diriNya sendiri’, artinya, Ia tidak akan pernah mundur dari janjiNya untuk menyelamatkan kita (lihat 2:19; 2Kor 1:19-22; Ef 1:13-14; 1Pet 1:3-5)].

2Tim 2:19 - “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.

2Kor 1:19-22 - “(19) Karena Yesus Kristus, Anak Allah, yang telah kami beritakan di tengah-tengah kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus dan Timotius, bukanlah ‘ya’ dan ‘tidak’, tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada ‘ya’. (20) Sebab Kristus adalah ‘ya’ bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ‘Amin’ untuk memuliakan Allah. (21) Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, (22) memeteraikan tanda milikNya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita.

Ef 1:13-14 - “(13) Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu. (14) Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaanNya”.

1Pet 1:3-5 - “(3) Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmatNya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, (4) untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. (5) Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir”.

UBS New Testament Handbook Series: “‘Faithless’ is better translated in English as ‘unfaithful’ (compare TEV and CEV), with Christ as the implicit object of the unfaithfulness. This would make clear that ‘unfaithful’ is parallel to ‘deny’ in the previous verse, since to disown Christ is equivalent to being unfaithful to him. So one may translate ‘If we are unfaithful to him’ or ‘If we turn our backs on him.’ The second part of this verse is not what we expect it to be, considering the previous verse. So here we would have expected ‘he will also be unfaithful.’ In fact some scholars have suggested that the meaning of ‘he remains faithful’ is that Christ remains faithful to his sense of justice and will therefore pronounce judgment on those who are unfaithful to him. ... Attractive as this explanation may be, it is more likely that the object of faithfulness here is not Christ but the believers, that is, ‘he remains faithful to us.’ ‘He cannot be false to himself’ then means that Christ cannot turn his back on his true nature as the Savior who remains faithful to those who trust in him” [= Kata ‘faithless’ lebih baik diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai ‘tidak setia’ (bandingkan dengan TEV dan CEV), dengan Kristus sebagai obyek implicit / tidak langsung dari ketidak-setiaan. Ini akan membuat jelas bahwa ‘tidak setia’ paralel dengan ‘menyangkal’ dalam ayat sebelumnya, karena menyangkal / tidak mengakui Kristus adalah sama dengan tidak setia kepadaNya. Jadi seseorang bisa menterjemahkan ‘Jika kita tidak setia kepadaNya’ atau ‘Jika kita membelakangi Dia’. Bagian kedua dari ayat ini tidaklah seperti yang kita harapkan, kalau kita mempertimbangkan ayat sebelumnya. Jadi, di sini kita akan mengharapkan ‘Ia juga akan tidak setia’. Dalam faktanya beberapa sarjana telah mengusulkan bahwa arti dari ‘Ia tetap setia’ adalah bahwa Kristus tetap setia pada perasaan / pendirian tentang keadilan dan karena itu Ia akan mengumumkan penghakiman kepada mereka yang tidak setia kepadaNya. ... Sekalipun penjelasan ini menarik, adalah lebih memungkinkan bahwa obyek dari kesetiaan di sini bukanlah Kristus tetapi orang-orang percaya, yaitu, ‘Ia tetap setia kepada kita’. Jadi, ‘Ia tidak bisa tidak setia kepada diriNya sendiri’ artinya adalah bahwa Kristus tidak bisa membelakangi sifat dasarNya yang sejati sebagai Juruselamat yang tetap setia kepada mereka yang percaya kepadaNya].

Wuest’s Word Studies From the Greek New Testament: “‎‎The words, ‘believe not,’ are ‎apisteuo‎, and refer here, not to the act of believing, but to unfaithfulness. ‘If we are untrue to the Lord Jesus in our Christian lives,’ is the idea. He abides faithful” (= Kata-kata ‘tidak percaya’ adalah APISTEUO, dan di sini menunjuk, bukan pada tindakan percaya, tetapi pada ketidak-setiaan. ‘Jika kita tidak setia kepada Tuhan Yesus dalam kehidupan Kristen kita’, adalah gagasannya. Ia tetap setia

The IVP New Testament Commentary Series: While Paul does not go into the questions whether such apostates ever really ‘believed’ in Christ or what constitutes unfaithfulness to the point of denial, verse 13 may sound a note of hope intended for the church that has experienced defection and perhaps for the individual who has experienced defeat: ‘if we are faithless, he will remain faithful.’ The change from denial to ‘faithless’ (or ‘unfaithfulness’) marks a change in atmosphere (though the warning issued in verse 12 is no less real). ... Paul’s point may be that no matter what, God’s promise to save his people will not fail because some prove to be false. Or from a more personal point of view, it is possible that this is a promise that God will preserve even the weakest believer (Peter’s restoration in Jn 21:15-19 comes to mind). God must keep his promises, for they are grounded in his own being and ‘he cannot deny himself.’ [= Sementara Paulus tidak masuk ke dalam pertanyaan-pertanyaan apakah orang-orang murtad seperti itu pernah sungguh-sungguh percaya kepada Kristus atau apa yang merupakan / membentuk ketidak-percayaan kepada titik penyangkalan, ayat 13 bisa membunyikan / mengucapkan suatu nada pengharapan yang dimaksudkan untuk gereja yang telah mengalami kegagalan dan mungkin untuk individu yang telah mengalami kekalahan: ‘jika kita tidak setia, Ia akan tetap setia’. Perubahan dari penyangkalan kepada ‘tidak setia’ (atau ‘ketidaksetiaan’) menandai suatu perubahan dalam suasana (sekalipun peringatan yang dikeluarkan dalam ay 12 tidak kurang sungguh-sungguhnya). ... maksud Paulus bisa adalah bahwa tak peduli apapun yang terjadi, janji Allah untuk menyelamatkan umatNya tidak akan gagal karena / sekalipun sebagian umat terbukti palsu. Atau dari sudut pandang yang lebih pribadi, adalah mungkin bahwa ini adalah suatu janji bahwa Allah akan memelihara / menjaga / melindungi bahkan orang percaya yang paling lemah (pemulihan Petrus dalam Yoh 21:15-19 bisa diingat). Allah pasti memegang janji-janjiNya, karena mereka didasarkan pada diriNya / keberadaanNya sendiri, dan ‘Ia tidak dapat menyangkal diriNya sendiri’.] - Libronix.

Matt Proctor: The fourth stanza is God’s response to a believer’s failure. ‘Faithless’ here does not refer to a complete lack of faith, but a wavering faith (see Mark 9:24). Stanza 3 dealt with a person’s permanent rejection of God, but this fourth stanza deals with a believer’s temporary lapse into disobedience. If stanza 3 describes Judas’s once-for-all betrayal, stanza 4 describes Peter’s momentary denial. God promises here to be faithful to such a person, despite their failings. As 1John 1:9 says, ‘If we confess our sins, he is faithful and just and will forgive us our sins and purify us from all unrighteousness.’ If a prodigal son returns, God welcomes him back with open arms. [= Bait ke 4 adalah tanggapan Allah terhadap kegagalan seorang percaya. ‘Faithless’ di sini tidak menunjuk pada sama sekali tidak adanya iman, tetapi suatu iman yang ragu-ragu / goncang (lihat Mark 9:24). Bait ke 3 menangani penolakan permanen dari seseorang terhadap Allah, tetapi bait ke 4 menangani orang percaya yang tergelincir ke dalam ketidaktaatan untuk sementara. Jika bait ke 3 menggambarkan pengkhianatan sekali dan selamanya dari Yudas, bait ke 4 menggambarkan penyangkalan sementara dari Petrus. Allah menjanjikan di sini untuk setia kepada orang seperti itu, sekalipun ada kegagalan-kegagalan mereka. Seperti 1Yoh 1:9 katakan, ‘Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.’. Jika anak yang hilang kembali, Allah menerimanya kembali dengan tangan terbuka.] - Libronix.

Mark 9:24 - “Segera ayah anak itu berteriak: ‘Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!’”.

Douglas J. W. Milne: The final lines of the hymn give the assurance that ‘if we are faithless, he will remain faithful, for he cannot disown himself’ (verse 13). This could mean that the Lord will uphold his judicial threats against those who deny him, and that he will never be untrue to his own holiness and justice against those who defect from his side. But it can also mean that for the true believer united to Christ in the enduring bonds of the gospel covenant, the occasional or periodic lapse into sin does not negate the Saviour’s commitment to them. Jesus is grieved by the failures of his people, but his love for them endures. By their more serious sins believers may lose the enjoyment of Christ’s love, through wounding their conscience and grieving his Holy Spirit, but they can never lose their salvation (John 10:28f.; 1 Cor. 3:15). To the penitent disciple Christ promises his pardoning grace, and immediately works to restore the damage done to faith through sinning (Luke 22:31–34, 54–62; John 21:15–17). To do otherwise would be to deny himself as each Christian’s faithful Friend and Brother. This is something that ethically he cannot do. [= Baris terakhir dari nyanyian pujian memberi jaminan / kepastian bahwa ‘jika kita tidak setia, Ia akan tetap setia, karena Ia tidak dapat menyangkal diriNya sendiri’ (ayat 13). Ini bisa berarti bahwa Tuhan akan memegang / menegakkan ancaman-ancaman penghakimanNya terhadap mereka yang menyangkalNya, dan bahwa Ia tidak akan pernah tidak benar kepada kekudusanNya dan keadilanNya sendiri terhadap mereka yang meninggalkan pihakNya. Tetapi itu juga bisa berarti bahwa untuk orang percaya yang sejati, yang dipersatukan dengan Kristus dalam ikatan yang bertahan dari perjanjian injil, penyelewengan yang kadang-kadang atau berkala ke dalam dosa tidaklah meniadakan komitmen dari sang Juruselamat kepada mereka. Yesus disedihkan oleh kegagalan-kegagalan umatNya, tetapi kasihNya untuk mereka bertahan. Oleh dosa-dosa mereka yang lebih serius, orang-orang percaya bisa kehilangan penikmatan kasih Kristus, melalui pelukaan hati nurani mereka dan tindakan mendukakan Roh Kudus, tetapi mereka tidak pernah bisa kehilangan keselamatan mereka (Yoh 10:28-dst; 1Kor 3:15). Kepada murid yang menyesal Kristus menjanjikan kasih karuniaNya yang mengampuni, dan dengan segera bekerja untuk memulihkan kerusakan yang dilakukan terhadap iman melalui tindakan-tindakan berdosa (Luk 22:31–34,54–62; Yoh 21:15–17). Melakukan yang sebaliknya / yang berbeda akan berarti menyangkal diriNya sendiri sebagai Sahabat dan Saudara yang setia dari setiap orang Kristen. Ini adalah sesuatu yang secara etis tidak bisa Ia lakukan.] - Libronix.

Gordon D. Fee: Line 4: ‘If we are faithless, he will remain faithful’ (cf. Rom. 3:3). This line is full of surprises, and it is also the one for which sharp differences of opinion exist regarding its interpretation. Some see it as a negative, corresponding to line 3. ‘If we are faithless’ (i.e., if we commit apostasy), God must be ‘faithful’ to himself and mete out judgment. Although such an understanding is possible, it seems highly improbable that this is what Paul himself intended. After all, that could have been said plainly. The lack of a future verb with the adverb ‘also,’ as well as the fact that God’s faithfulness in the NT is always in behalf of his people, also tend to speak out against this view. What seems to have happened is that, in a rather typical way (cf., e.g., 1 Cor. 8:3), Paul could not bring himself to finish a sentence as it began. It is possible for us to prove faithless; but Paul could not possibly say that God would then be faithless toward us. Indeed, quite the opposite. ‘If we are faithless’ (and the context demands this meaning of the verb apistoumen, not ‘unbelieving,’ as KJV, et al.), this does not in any way affect God’s own faithfulness to his people. This can mean either that God will override our infidelity with his grace (as most commentators) or that his overall faithfulness to his gracious gift of eschatological salvation for his people is not negated by the faithlessness of some. This latter seems more in keeping with Paul and the immediate context. Some have proved faithless, but God’s saving faithfulness has not been diminished thereby. ... The final coda simply explains why the final apodosis stands as it does: ‘because he cannot disown himself.’ To do so would mean that God had ceased to be. Hence eschatological salvation is for Paul ultimately rooted in the character of God. [= Baris 4: ‘Jika kita tidak setia, Ia akan tetap setia’ (bdk. Ro 3:3). Baris ini penuh dengan kejutan-kejutan, dan itu juga satu baris untuk mana ada perbedaan-perbedaan pandangan yang tajam berkenaan dengan penafsirannya. Sebagian orang melihatnya sebagai sesuatu yang negatif, sesuai dengan baris 3. ‘Jika kita tidak beriman / percaya’ (artinya, jika kita murtad), Allah pasti ‘setia’ kepada diriNya sendiri dan memberikan penghakiman secara adil. Sekalipun pengertian seperti itu bisa saja, kelihatannya sangat tidak mungkin bahwa ini adalah apa yang Paulus sendiri maksudkan. Bagaimanapun juga, itu bisa saja dikatakan dengan jelas. Tidak adanya kata kerja bentuk akan datang dengan kata keterangan ‘juga’, maupun fakta bahwa kesetiaan Allah dalam PB selalu adalah demi umatNya, juga cenderung untuk berkata dengan tegas menentang pandangan ini. Apa yang kelihatannya telah terjadi adalah bahwa, dalam suatu cara yang agak khas (bdk. sebagai contoh, 1Kor 8:3), Paulus tidak bisa menyelesaikan suatu kalimat yang ia mulai. Adalah mungkin bagi kita untuk ternyata tidak setia; tetapi Paulus tidak mungkin bisa mengatakan bahwa Allah lalu akan tidak setia terhadap kita. Yang terjadi, justru adalah apa yang sebaliknya. ‘jika kita tidak setia’ (dan kontext menuntut arti ini dari kata kerja APISTOUMEN, bukanlah ‘tidak percaya’, seperti KJV, dll.), ini tidaklah dengan cara apapun mempengaruhi kesetiaan Allah sendiri kepada umatNya. Ini bisa berarti, atau bahwa Allah akan melindas ketidak-setiaan kita dengan kasih karuniaNya (seperti kebanyakan penafsir) atau bahwa kesetiaanNya yang menyeluruh / mencakup segala sesuatu pada anugerahNya yang penuh kasih karunia dari keselamatan yang bersifat eskatologi untuk umatNya, tidak akan ditiadakan oleh ketidak-setiaan dari sebagian umatNya. Yang belakangan ini kelihatannya lebih sesuai dengan Paulus dan kontext yang paling dekat. Sebagian orang ternyata tidak setia, tetapi kesetiaan yang menyelamatkan dari Allah tidaklah dikurangi karenanya. ... Bagian terakhir / penutup sekedar menjelaskan mengapa kesimpulan terakhir ada sebagai ia ada: ‘karena Ia tidak dapat menyangkal diriNya sendiri’. Melakukan seperti itu akan berarti bahwa Allah telah berhenti sebagai Allah / berhenti ada. Jadi, keselamatan yang bersifat eskatologi bagi Paulus berakar pada akhirnya pada / dalam karakter dari Allah.] - ‘The New International Biblical Commentary’ (Libronix).

1Kor 8:3 - “Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah.”.

Catatan: Saya tak mengerti apa maksudnya ia memberikan 1Kor 8:3 ini sebagai referensi / contoh.

Penafsir ini memberikan beberapa argumentasi yang bagus / menarik mengapa ia memilih pandangan kedua. Argumentasinya (bagian yang saya garis-bawahi) adalah:

a.   Kalau Paulus memang memaksudkan bahwa Allah akan setia pada ancaman-ancamanNya dan menghukum orang yang tidak setia itu, ia bisa mengatakannya dengan jelas, sehingga tidak ada keraguan tentang apa yang ia maksudkan.

b.   Tidak ada kata kerja dalam bentuk future / akan datang, dan tidak adanya kata ‘also’ (= juga) dalam bagian itu.

KJV: ‘(11b) For if we be dead with him, we shall also live with him: (12) If we suffer, we shall also reign with him: if we deny him, he also will deny us: (13) If we believe not, yet he abideth faithful: he cannot deny himself..

Ay 11-13: “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun (also / juga) akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun (also / juga) akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun (also / juga) akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.

Catatan: dalam ay 11-12 kata ‘also’ (= juga), yang diterjemahkan dari kata Yunani KAI (biasanya diterjemahkan ‘dan’, atau ‘tetapi’, tetapi bisa juga diterjemahkan ‘also’ / ‘juga’ - Bible Works 7), seharusnya muncul 3 x (ini ada dalam KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV). Tetapi dalam ay 13 kata itu tidak ada! Mengapa tidak ada? Karena kata-kata ‘jika kita tidak setia’ memang kontras dengan kata-kata ‘Dia tetap setia’! Karena itu, menurut saya ini semua menunjukkan bahwa di sini terjadi bukan keparalelan, tetapi pengkontrasan!

c.   Dalam Perjanjian Baru kesetiaan Allah selalu diartikan bagi umatNya!

Memang pada waktu saya sendiri melihat kata ‘setia’ dalam konkordansi, maka dalam seluruh Alkitab (dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru), tidak pernah kata ‘setia’, pada waktu diterapkan kepada Allah, diartikan sebagai ‘setia pada janji-janji / ancaman-ancamanNya’!

Saya ingin menambahkan bahwa kalau yang dimaksudkan adalah ‘Allah setia pada firman / janji / ancamanNya’, Alkitab selalu menuliskan secara jelas / explicit seperti dalam contoh-contoh di bawah ini.

·       Ul 7:9 - “Sebab itu haruslah kauketahui, bahwa TUHAN, Allahmu, Dialah Allah, Allah yang setia, yang memegang perjanjian dan kasih setiaNya terhadap orang yang kasih kepadaNya dan berpegang pada perintahNya, sampai kepada beribu-ribu keturunan,”.

·       Ul 7:12 - “‘Dan akan terjadi, karena kamu mendengarkan peraturan-peraturan itu serta melakukannya dengan setia, maka terhadap engkau TUHAN, Allahmu, akan memegang perjanjian dan kasih setiaNya yang diikrarkanNya dengan sumpah kepada nenek moyangmu.”.

·       Maz 145:13 - “KerajaanMu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahanMu tetap melalui segala keturunan. TUHAN setia dalam segala perkataanNya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatanNya.”.

·       Dan 9:4 - “Maka aku memohon kepada TUHAN, Allahku, dan mengaku dosaku, demikian: ‘Ah Tuhan, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang memegang Perjanjian dan kasih setia terhadap mereka yang mengasihi Engkau serta berpegang pada perintahMu!”.

Alasan-alasan lain bagi saya untuk memilih arti ke 2 adalah:

a.   Mari kita memperhatikan dan menganalisa kata-kata ‘jika kita tidak setia’.

Pada waktu saya melihat dalam konkordansi, maka kata-kata ‘tidak setia’ pada waktu ditujukan kepada manusia dalam hubungannya dengan Allah, pada umumnya / hampir semua menunjukkan ketidak-percayaan (tidak adanya iman yang sejati). Jadi, biasanya kata-kata ini ditujukan kepada orang yang tidak percaya / orang kristen KTP.

Misalnya:

·       1Taw 10:13 - “Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah”.

·       Maz 78:8 - “dan jangan seperti nenek moyang mereka, angkatan pendurhaka dan pemberontak, angkatan yang tidak tetap hatinya dan tidak setia jiwanya kepada Allah”.

Dalam kasus dimana yang ‘tidak setia’ adalah orang yang tidak percaya / orang kristen KTP, maka jelas tidak mungkin kita menafsirkan bahwa dalam keadaan seperti ini Yesus akan tetap setia kepada mereka. Maka kita harus mengambil penafsiran pertama, yaitu bahwa Ia tetap setia pada ancaman-ancaman dan janji-janjiNya.

Bdk. Yer 16:3-6 - “(3) Sebab beginilah firman TUHAN tentang anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan yang lahir di tempat ini, tentang ibu-ibu mereka yang melahirkan mereka dan tentang bapa-bapa mereka yang memperanakkan mereka di negeri ini: (4) Mereka akan mati karena penyakit-penyakit yang membawa maut; mereka tidak akan diratapi dan tidak akan dikuburkan; mereka akan menjadi pupuk di ladang; mereka akan habis oleh pedang dan kelaparan; mayat mereka akan menjadi makanan burung-burung di udara dan binatang-binatang di bumi. (5) Sungguh, beginilah firman TUHAN: Janganlah masuk ke rumah perkabungan, dan janganlah pergi meratap dan janganlah turut berdukacita dengan mereka, sebab Aku telah menarik damai sejahtera pemberianKu dari pada bangsa ini, demikianlah firman TUHAN, juga kasih setia dan belas kasihanKu. (6) Besar kecil akan mati di negeri ini; mereka tidak akan dikuburkan, dan tidak ada orang yang akan meratapi mereka; tidak ada orang yang akan menoreh-noreh diri dan yang akan menggundul kepala karena mereka.”.

Tetapi dalam Alkitab jelas juga ada kata-kata ‘tidak setia’ yang diterapkan kepada orang-orang percaya yang sungguh-sungguh yang jatuh ke dalam dosa. Contoh:

·       Im 5:15-16 - “(15) ‘Apabila seseorang berubah setia dan tidak sengaja berbuat dosa dalam sesuatu hal kudus yang dipersembahkan kepada TUHAN, maka haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN sebagai tebusan salahnya seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, dinilai menurut syikal perak, yakni menurut syikal kudus, menjadi korban penebus salah. (16) Hal kudus yang menyebabkan orang itu berdosa, haruslah dibayar gantinya dengan menambah seperlima, lalu menyerahkannya kepada imam. Imam harus mengadakan pendamaian bagi orang itu dengan domba jantan korban penebus salah itu, sehingga ia menerima pengampunan.”.

Catatan: kata-kata ‘berubah setia’ dalam Im 5:15 diterjemahkan bermacam-macam oleh Kitab Suci bahasa Inggris, tetapi Bible Works 7 mengatakan bahwa kata itu terjemahannya memang adalah ‘bertindak dengan tidak setia’. Terjemahan NASB juga menterjemahkan seperti itu. Hal yang sama muncul dalam Im 6:2 (baca sampai dengan ay 7nya), Im 26:40 (baca sampai dengan ay 45nya), Bil 5:6 (baca sampai dengan ay 7). Text ini kelihatannya menunjuk kepada orang percaya yang sungguh-sungguh yang jatuh ke dalam dosa, karena ada pendamaian dan pengampunan bagi dia.

·       Ezra 9-10, kita lihat beberapa ayat saja.

Ezr 9:2,4 - “(2) Karena mereka telah mengambil isteri dari antara anak perempuan orang-orang itu untuk diri sendiri dan untuk anak-anak mereka, sehingga bercampurlah benih yang kudus dengan penduduk negeri, bahkan para pemuka dan penguasalah yang lebih dahulu melakukan perbuatan tidak setia itu.’ ... (4) Lalu berkumpullah kepadaku semua orang yang gemetar karena firman Allah Israel, oleh sebab perbuatan tidak setia orang-orang buangan itu, tetapi aku tetap duduk tertegun sampai korban petang.”.

Ezr 10:2,6,10 - “(2) Maka berbicaralah Sekhanya bin Yehiel, dari bani Elam, katanya kepada Ezra: ‘Kami telah melakukan perbuatan tidak setia terhadap Allah kita, oleh karena kami telah memperisteri perempuan asing dari antara penduduk negeri. Namun demikian sekarang juga masih ada harapan bagi Israel. ... (6) Sesudah itu Ezra pergi dari depan rumah Allah menuju bilik Yohanan bin Elyasib, dan di sana ia bermalam dengan tidak makan roti dan minum air, sebab ia berkabung karena orang-orang buangan itu telah melakukan perbuatan tidak setia. ... (10) Maka bangkitlah imam Ezra, lalu berkata kepada mereka: ‘Kamu telah melakukan perbuatan tidak setia, karena kamu memperisteri perempuan asing dan dengan demikian menambah kesalahan orang Israel.”.

Sederetan ayat dalam kitab Ezra ini menunjukkan bahwa orang-orang Israel itu tidak setia dalam arti mereka jatuh ke dalam dosa (mengambil istri asing), tetapi kelihatannya mereka adalah orang-orang percaya karena akhirnya mereka bertobat dari dosa itu.

Bdk. Ezra 10:44 - “Mereka sekalian mengambil sebagai isteri perempuan asing; maka mereka menyuruh pergi isteri-isteri itu dengan anak-anaknya.”.

Tetapi ayat yang paling jelas yang berbicara tentang orang-orang percaya yang tidak setia adalah ayat di bawah ini, karena ayat ini berbicara tentang Musa dan Harun, yang pasti adalah orang percaya.

Ul 32:51 - “oleh sebab kamu telah berubah setia terhadap Aku di tengah-tengah orang Israel, dekat mata air Meriba di Kadesh di padang gurun Zin, dan oleh sebab kamu tidak menghormati kekudusanKu di tengah-tengah orang Israel”.

Catatan: Kata ‘kamu’ yang saya beri garis bawah ganda ada dalam bentuk jamak, dan karena itu menunjuk bukan kepada Musa saja, tetapi kepada Musa dan Harun.

Dalam kasus seperti ini (orang kristen sejati yang tidak setia), bisa dipastikan bahwa kata-kata ‘Dia tetap setia’ diberi obyek ‘orang percaya / orang Kristen’ (penafsiran kedua). Jadi seluruh kalimat artinya menjadi, ‘Jika kita (orang Kristen) tidak setia, Dia akan tetap setia (kepada kita). Ia tidak akan membuang kita / memasukkan kita ke dalam neraka.

Bdk. Yer 31:3 - “Dari jauh TUHAN menampakkan diri kepadanya: Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setiaKu kepadamu.”.

Catatan: baca Yer 30 yang menunjukkan bahwa tadinya mereka dihajar oleh Tuhan karena dosa-dosa mereka!

Kesukaran dalam menafsirkan ayat ini adalah: Paulus tidak menjelaskan orang yang ‘tidak setia’ itu orang kristen yang sejati atau orang kristen KTP.

b.   Arti ke 2 ini cocok dengan banyak ayat Alkitab seperti di bawah ini:

·       2Sam 7:14-15 - “(14) Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anakKu. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. (15) Tetapi kasih setiaKu tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu.”.

·       Yes 54:5-8,10 - “(5) Sebab yang menjadi suamimu ialah Dia yang menjadikan engkau, TUHAN semesta alam namaNya; yang menjadi Penebusmu ialah Yang Mahakudus, Allah Israel, Ia disebut Allah seluruh bumi. (6) Sebab seperti isteri yang ditinggalkan dan yang bersusah hati TUHAN memanggil engkau kembali; masakan isteri dari masa muda akan tetap ditolak? firman Allahmu. (7) Hanya sesaat lamanya Aku meninggalkan engkau, tetapi karena kasih sayang yang besar Aku mengambil engkau kembali. (8) Dalam murka yang meluap Aku telah menyembunyikan wajahKu terhadap engkau sesaat lamanya, tetapi dalam kasih setia abadi Aku telah mengasihani engkau, firman TUHAN, Penebusmu. ... (10) Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setiaKu tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damaiKu tidak akan bergoyang, firman TUHAN, yang mengasihani engkau.”.

·       Rat 3:31-33 - “(31) Karena tidak untuk selama-lamanya Tuhan mengucilkan. (32) Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setiaNya. (33) Karena tidak dengan rela hati Ia menindas dan merisaukan anak-anak manusia.”.

Ada penafsir-penafsir yang kelihatannya menggabungkan kedua arti di atas.

Barclay: “Jesus Christ cannot vouch in eternity for a man who has refused to have anything to do with him in time; but he is for ever true to the man who, however much he has failed, has tried to be true to him” (= Yesus Kristus tidak bisa menjamin dalam kekekalan bagi seseorang yang telah menolak untuk mempunyai urusan apapun dengan Dia dalam waktu; tetapi Ia selama-lamanya setia kepada orang yang bagaimanapun hebatnya ia telah gagal, telah berusaha untuk setia kepada Dia) - hal 170.

The Preacher’s Commentary Series (vol 32): We would expect the hymn to repeat the parallel in its conclusion to the effect that if we are faithless, God is faithless. But notice the dramatic shift: ‘If we are faithless, He remains faithful; He cannot deny Himself.’ Because of this shift, the meaning is not easy to pin down. On the one hand, it might appear that God’s faithfulness, ‘no matter what,’ offsets the fear engendered by the thought of Jesus’ denial of us. If pressed, this leads to a concept of unconditional love on God’s part in which, ultimately, our actions have no lasting consequence. God will always tidy up our messes. On the other hand, this statement can be read as a statement of dreadful finality. His faithfulness is to Himself. Thus, as our denial of Him results in His denial of us, so our faithlessness to Him results in His faithfulness to Himself - which is to judge us for our infidelity. I don’t think we have to get pressed to either extreme. Don’t forget that this was likely a hymn, not a theological treatise. I’m satisfied that both notes need to be sounded. Denial and infidelity, in their many forms, must be taken seriously. Grace and unconditional love must never be distorted to mean that our actions do not have meaning or consequences. We must be responsible for our conduct - with God and with others. In this sense God’s faithfulness must mean that He cannot contradict Himself. The God of love and mercy is also the God of justice and righteousness. The prophet Hosea is the classic spokesman to this problem. He saw clearly the denial and faithlessness of the people of God. He boldly portrayed Israel’s behavior in terms of his own unfaithful wife. God is seen both as bringing judgment upon Israel and as finally wooing and winning her back. ‘How can I give you up, Ephraim? How can I hand you over, Israel?… I will not execute the fierceness of My anger… for I am God, and not man’ (Hos. 11:8–9). Paul’s words to the Corinthians seem to say the same thing. In 1 Corinthians 3:11–15, he portrays the Christian life as building upon the foundation which is Jesus Christ. The deeds of our lives are likened to ‘gold, silver, precious stones, wood, hay, straw.’ In our final accounting to God, our works will be tested by fire - some will endure, some will be consumed as worthless. But Paul’s conclusion affirms God’s ultimate mercy: ‘If anyone’s work is burned, he will suffer loss; but he himself will be saved, yet so as through fire’ (1 Cor. 3:15). I take this to be bad news and good news. For God to be faithful to Himself, our behavior must have meaning, and that means that our actions have consequences that God Himself will not abridge. But God also promises us salvation in Christ. Whether or not our works endure the test of fire, in Christ we will be saved. The central motive for faithfulness to God is not the fear of being rejected by God. The driving force for fidelity to God is the positive desire to please the One who loves us so! [= Kita akan mengharapkan nyanyian pujian ini untuk mengulang keparalelan dalam kesimpulannya kira-kira dengan sesuatu yang berarti bahwa jika kita tidak setia, Allah juga tidak setia. Tetapi perhatikan pergeseran yang dramatis: ‘Jika kita tidak setia, Ia tetap setia; Ia tidak dapat menyangkal diriNya sendiri’. Karena pergeseran ini, artinya tidak mudah untuk dipastikan. Di satu pihak, bisa terlihat bahwa kesetiaan Allah, ‘tak peduli apapun yang terjadi’, mengimbangi rasa takut yang ditimbulkan oleh pemikiran tentang penyangkalan Yesus terhadap kita. Jika ditekankan, ini membimbing pada suatu konsep tentang kasih yang tak bersyarat di pihak Allah dalam mana, pada akhirnya, tindakan-tindakan kita tidak mempunyai konsekwensi yang abadi. Allah akan selalu membereskan kekacauan-kekacauan kita. Di lain pihak, pernyataan ini bisa dibaca sebagai suatu pernyataan tentang akhir yang menakutkan. KesetiaanNya adalah kepada diriNya sendiri. Jadi, seperti penyangkalan kita terhadap Dia mengakibatkan penyangkalanNya terhadap kita, demikianlah ketidak-setiaan kita kepadaNya mengakibatkan dalam kesetiaanNya kepada diriNya sendiri - yang harus menghakimi kita untuk ketidak-setiaan kita. Saya tidak berpikir / menganggap kita harus menekankan extrim yang manapun. Jangan lupa bahwa ini mungkin sekali adalah suatu nyanyian pujian, bukan suatu buku / karangan theologia. Saya yakin bahwa kedua catatan perlu untuk dibunyikan. Penyangkalan dan ketidak-setiaan, dalam bentuk-bentuk mereka yang banyak, harus dipandang secara serius. Kasih karunia dan kasih yang tak bersyarat tidak pernah boleh diubah / disimpangkan untuk berarti bahwa tindakan-tindakan kita tidak mempunyai arti atau konsekwensi-konsekwensi. Kita harus bertanggung jawab untuk tingkah laku kita - dengan Allah dan dengan orang-orang lain. Dalam arti ini kesetiaan Allah harus berarti bahwa Ia tidak bisa menentang diriNya sendiri. Allah dari kasih dan belas kasihan juga adalah Allah dari keadilan dan kebenaran. Nabi Hosea adalah jurubicara klasik bagi problem ini. Ia melihat dengan jelas penyangkalan dan ketidak-setiaan dari umat Allah. Ia dengan berani menggambarkan kelakuan Israel dalam istilah-istilah dari istrinya sendiri yang tidak setia. Allah terlihat baik sebagai membawa penghakiman atas Israel dan akhirnya sebagai membujuk dan memenangkan ia kembali. ‘Bagaimana Aku bisa menyerahkan engkau, Efraim? Bagaimana Aku bisa menyerahkan engkau, Israel? ... Aku tidak akan melaksanakan keganasan murkaKu ... sebab Aku ini Allah, dan bukan manusia’ (Hos 11:8-9). Kata-kata Paulus kepada orang-orang / jemaat Korintus kelihatannya mengatakan hal yang sama. Dalam 1Kor 3:11-15, ia menggambarkan kehidupan Kristen seperti membangun di atas fondasi yang adalah Yesus Kristus. Tindakan-tindakan / perbuatan-perbuatan dari kehidupan kita disamakan dengan ‘emas, perak, batu-batu berharga, kayu, rumput kering, jerami’. Dalam pertanggungan jawab akhir kita kepada Allah, pekerjaan-pekerjaan kita akan diuji dengan api - sebagian akan bertahan, sebagian akan dihabiskan sebagai tidak berharga. Tetapi kesimpulan Paulus menegaskan belas kasihan terakhir dari Allah: ‘Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.’ (1Kor 3:15). Saya mengartikan ini sebagai kabar buruk dan kabar baik. Bagi Allah untuk setia kepada diriNya sendiri, kelakuan kita harus mempunyai arti, dan itu berarti bahwa tindakan-tindakan kita mempunyai konsekwensi-konsekwensi yang Allah sendiri tidak akan / mau mengurangi. Tetapi Allah juga menjanjikan kita keselamatan dalam Kristus. Apakah pekerjaan-pekerjaan kita bertahan dari ujian api itu, dalam Kristus kita akan diselamatkan. Motivasi sentral untuk kesetiaan kepada Allah bukanlah rasa takut untuk ditolak oleh Allah. Kekuatan yang mendorong untuk kesetiaan kepada Allah adalah keinginan yang positif untuk menyenangkan Dia yang mengasihi kita seperti itu!] - hal 268-269 (Libronix).

Hos 11:8-9 - “(8) Masakan Aku membiarkan engkau, hai Efraim, menyerahkan engkau, hai Israel? Masakan Aku membiarkan engkau seperti Adma, membuat engkau seperti Zeboim? HatiKu berbalik dalam diriKu, belas kasihanKu bangkit serentak. (9) Aku tidak akan melaksanakan murkaKu yang bernyala-nyala itu, tidak akan membinasakan Efraim kembali. Sebab Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu, dan Aku tidak datang untuk menghanguskan.”.

1Kor 3:11-15 - “(11) Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. (12) Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, (13) sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. (14) Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. (15) Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.”.

Saya tak setuju dengan tafsiran yang menggabungkan seperti ini. Saya berpendapat Paulus pasti memaksudkan yang pertama atau yang kedua. Tidak mungkin keduanya. Dan saya memilih yang kedua.

6)         “karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’” (ay 13b).

John Stott: The idea that there may be something which God ‘cannot’ do is entirely foreign to some people. Can he not do anything and everything? Are not all things possible to him? Is he not omnipotent? Yes, but God’s omnipotence needs to be understood. God is not a totalitarian tyrant that he should exercise his power arbitrarily and do absolutely anything whatsoever. God’s omnipotence is the freedom and the power to do absolutely anything he chooses to do. But he chooses only to do good, only to work according to the perfection of his character and will. God can do everything consistent with being himself. The one and only thing he cannot do, because he will not, is to deny himself or act contrary to himself. So God remains for ever himself, the same God of mercy and of justice, fulfilling his promises (whether of blessing or of judgment), giving us life if we die with Christ and a kingdom if we endure, but denying us if we deny him, just as he warned, because he cannot deny himself. [= Gagasan bahwa di sana bisa ada sesuatu yang Allah ‘tidak dapat’ lakukan, sepenuhnya asing bagi sebagian orang. Tidak bisakah Ia melakukan apapun dan setiap hal? Bukankah segala sesuatu mungkin bagi Dia? Bukankah Ia maha kuasa? Ya, tetapi kemaha-kuasaan Allah perlu untuk dimengerti. Allah bukanlah seorang tiran yang memegang kendali sepenuhnya sehingga Ia menggunakan kuasaNya dengan sewenang-wenang dan melakukan secara mutlak apapun juga. Kemahakuasaan Allah adalah kebebasan dan kuasa untuk melakukan secara mutlak apapun yang Ia pilih untuk lakukan. Tetapi Ia hanya memilih untuk melakukan yang baik, hanya bekerja menurut kesempurnaan dari karakter dan kehendakNya. Allah bisa melakukan segala sesuatu yang konsisten dengan menjadi diriNya sendiri. Satu-satunya hal yang Ia tidak dapat lakukan, karena Ia tidak mau melakukannya, adalah menyangkal diriNya sendiri atau bertindak bertentangan dengan diriNya sendiri. Jadi Allah akan tetap menjadi diriNya sendiri, Allah yang sama dari belas kasihan dan dari keadilan, menggenapi janji-janjiNya (apakah tentang berkat atau tentang penghakiman), memberi kita hidup jika kita mati dengan Kristus dan suatu kerajaan jika kita bertahan, tetapi menyangkal kita jika kita menyangkal Dia, persis seperti yang Ia peringatkan, karena Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri.].

Catatan: saya tak setuju dengan kata-kata Stott yang saya garis-bawahi. Menurut saya Allah bukan tidak dapat karena Ia tidak mau. Tetapi Ia memang tidak dapat / tidak bisa, menyangkal diriNya sendiri.

UBS New Testament Handbook Series: “‘He cannot be false to himself’ then means that Christ cannot turn his back on his true nature as the Savior who remains faithful to those who trust in him” (= Jadi, ‘Ia tidak bisa tidak setia kepada diriNya sendiri’ artinya adalah bahwa Kristus tidak bisa membelakangi sifat dasarNya yang sejati sebagai Juruselamat yang tetap setia kepada mereka yang percaya kepadaNya).

Gordon D. Fee: The final coda simply explains why the final apodosis stands as it does: ‘because he cannot disown himself.’ To do so would mean that God had ceased to be. Hence eschatological salvation is for Paul ultimately rooted in the character of God. (= Bagian terakhir / penutup sekedar menjelaskan mengapa kesimpulan terakhir ada sebagai ia ada: ‘karena Ia tidak dapat menyangkal diriNya sendiri’. Melakukan seperti itu akan berarti bahwa Allah telah berhenti sebagai Allah / berhenti ada. Jadi, keselamatan yang bersifat eskatologi bagi Paulus berakar pada akhirnya pada / dalam karakter dari Allah.) - ‘The New International Biblical Commentary’ (Libronix).

2 Timotius 2:1-26(11)

2Timotius 2:14-19 - “(14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang. (19) Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.

2 Timotius 2: 14: “Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya.”.

1)   “Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka”.

Bible Knowledge Commentary mengatakan bahwa kata ‘ingatkanlah’ (HUPOMIMNESKE) ada dalam bentuk present imperative yang menunjukkan bahwa ini harus dilakukan terus menerus.

Catatan: kata ‘pesankanlah’ sebetulnya bukanlah kata perintah tetapi suatu ‘participle’ [KJV/ASV/NKJV: ‘charging’ (= menegaskan / memerintahkan)].

Kata ‘mereka’ menunjuk kepada orang-orang Kristen dari gereja Efesus yang sedang bersama-sama dengan Timotius pada saat itu. Kata-kata ‘semuanya itu’ bisa diartikan menunjuk pada apa yang dikatakan oleh Paulus sebelum ay 14 ini, yaitu 2Tim 2:11-13, atau menunjuk pada apa yang akan dikatakan oleh Paulus setelah ini (UBS New Testament Handbook Series). Dan penafsir yang sama lebih memilih tafsiran yang pertama.

Bible Knowledge Commentary: The bulk of preaching to a knowledgeable audience frequently consists of reminding them of what they already know. (= Bagian terbesar dari khotbah kepada pendengar yang berpengetahuan banyak, sering terdiri dari pengingatan mereka tentang apa yang telah mereka ketahui.).

Calvin: “‘Remind them of these things.’ The expression (tau~ta) these things, is highly emphatic. It means that the summary of the gospel which he gave, and the exhortations which he added to it, are of so great importance, that a good minister ought never to be weary of exhibiting them; for they are things that deserve to be continually handled, and that cannot be too frequently repeated.” (= ‘Ingatkanlah mereka tentang hal-hal ini’. Ungkapan TAUTA, ‘hal-hal ini’, sangat ditekankan. Itu berarti bahwa ringkasan dari injil yang ia berikan, dan nasehat-nasehat yang ia tambahkan kepadanya, adalah begitu penting, sehingga seorang pendeta yang baik seharusnya tidak pernah bosan untuk menunjukkan hal-hal itu; karena itu adalah hal-hal yang layak untuk ditangani terus menerus, dan yang tidak bisa terlalu sering diulang.).

2)   “di hadapan Allah,”.

KJV/RSV: before the Lord (= di hadapan Tuhan).

NIV: before God (= di hadapan Allah).

NASB: ‘in the presence of God’ (= dalam kehadiran Allah).

Perbedaan ‘the Lord’ (= Tuhan) dan ‘God’ (= Allah) terjadi karena adanya textual problem / perbedaan manuscript. Pada umumnya penafsir-penafsir lebih memilih ‘God’ (= Allah). Tetapi ini bukan perbedaan yang penting, karena dalam hal arti tidak memberi pengaruh apa-apa.

3)   “agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya.”.

KJV: that they strive not about words to no profit, but to the subverting of the hearers. (= supaya mereka jangan bertengkar tentang kata-kata tanpa ada gunanya, kecuali menghancurkan / merusak pendengar-pendengarnya).

Ini sudah saya ajarkan dalam membahas 1Tim 6:4 - “ia adalah seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa. Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang menyebabkan dengki, cidera, fitnah, curiga,”.

Barnes’ Notes (tentang 2Tim 2:14): It is rare, indeed, that a religious controversy does not produce this effect, and this is commonly the case, where, as often happens, the matter in dispute is of little importance. (= Memang jarang bahwa suatu kontroversi agamawi tidak menghasilkan hasil / akibat ini, dan ini biasanya merupakan kasusnya dimana, seperti sering terjadi, persoalan yang diperdebatkan sangat tidak penting.) 

Calvin (tentang 2Tim 2:14): “‘Solemnly charging them before the Lord, not to dispute about words.’ Logomacei~n means to engage earnestly in contentious disputes, which are commonly produced by a foolish desire of being ingenious. Solemn charging before the Lord is intended to strike terror; and from this severity we learn how dangerous to the Church is that knowledge which leads to debates, that is, which disregards piety, and tends to ostentation. ... ‘For no use.’ On two grounds, logomaci>a, or ‘disputing about words,’ is condemned by him. It is of no advantage, ... Paul’s words may be explained in this manner, ‘That which is useful for nothing.’ ... Let us remark, first, that, when a manner of teaching does no good, for that single reason it is justly disapproved; for God does not wish to indulge our curiosity, but to instruct us in a useful manner. Away with all speculations, therefore, which produce no edification!” (= ‘Meminta / memerintahkan mereka dengan khidmat di hadapan Tuhan, untuk tidak bertengkar / berdebat tentang kata-kata’. LOGOMAKHEIN berarti terlibat secara sungguh-sungguh dalam pertengkaran / perdebatan yang terjadi karena kegemaran akan hal itu, yang biasanya dihasilkan oleh suatu keinginan yang bodoh dari orang pintar. Perintah yang khidmat di hadapan Tuhan dimaksudkan untuk mendatangkan rasa takut; dan dari kekerasan ini kita belajar betapa berbahaya bagi Gereja, pengetahuan yang membimbing pada perdebatan, yaitu, yang tidak menghiraukan kesalehan, dan cenderung pada pameran. ‘Yang tak berguna’. Berdasarkan dua hal, LOGOMAKHIA, atau ‘berdebat tentang kata-kata’ dikecam olehnya. Itu tak punya manfaat / keuntungan, ... kata-kata Paulus bisa dijelaskan dengan cara ini, ‘hal yang sama sekali tidak berguna’. ... Pertama-tama, baiklah kita mengatakan bahwa pada waktu suatu cara mengajar tidak membawa kebaikan, maka untuk satu alasan itu saja hal itu secara benar harus dicela; karena Allah tidak ingin memuaskan keingin-tahuan kita, tetapi mengajar kita dengan suatu cara yang berguna. Karena itu, jauhkanlah / buanglah semua spekulasi, yang tidak menghasilkan pendidikan!).

Calvin: “But the second is much worse, when questions are raised, which are not only unprofitable, but tend to the subversion of the hearers. I wish that this were attended to by those who are always armed for fighting with the tongue, and who, in every question are looking for grounds of quarreling, and who go so far as to lay snares around every word or syllable. But they are carried in a wrong direction by ambition, and sometimes by an almost fatal disease; which I have experienced in some. What the Apostle says about subverting is shown, every day, by actual observation, to be perfectly true; for it is natural, amidst disputes, to lose sight of the truth; and Satan avails himself of quarrels as a presence for disturbing weak persons, and overthrowing their faith.” (= Tetapi yang kedua jauh lebih buruk, pada waktu pertanyaan-pertanyaan diberikan, yang bukan hanya tidak berguna, tetapi cenderung merusak para pendengarnya. Saya berharap bahwa ini diperhatikan oleh mereka yang selalu dipersenjatai untuk berkelahi dengan lidah, dan yang, dalam setiap pertanyaan selalu mencari dasar untuk pertengkaran, dan yang berjalan begitu jauh sehingga meletakkan jerat di sekitar setiap kata atau suku kata. Tetapi mereka dibawa ke arah yang salah oleh ambisi, dan kadang-kadang oleh suatu penyakit yang hampir fatal; yang telah saya alami dalam beberapa orang. Apa yang sang Rasul katakan tentang merusak, ditunjukkan setiap hari, oleh pengamatan yang sungguh-sungguh, sehingga benar sepenuhnya; karena merupakan sesuatu yang alamiah, di tengah-tengah pertengkaran, untuk kehilangan pandangan tentang kebenaran; dan Iblis menggunakan kesempatan bagi dirinya sendiri dari pertengkaran-pertengkaran sebagai suatu kehadiran untuk mengganggu orang-orang yang lemah dan merobohkan iman mereka.).

Dalam hal ini mari kita lihat teladan dari Paulus sendiri. Pada waktu bicara tentang hal-hal yang tidak penting, ini kata-katanya.

Ro 14:1-23 - “(1) Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya. (2) Yang seorang yakin, bahwa ia boleh makan segala jenis makanan, tetapi orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja. (3) Siapa yang makan, janganlah menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang tidak makan, janganlah menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima orang itu. (4) Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri. (5) Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri. (6) Siapa yang berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk Tuhan. Dan siapa makan, ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur kepada Allah. Dan siapa tidak makan, ia melakukannya untuk Tuhan, dan ia juga mengucap syukur kepada Allah. (7) Sebab tidak ada seorangpun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorangpun yang mati untuk dirinya sendiri. (8) Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan. (9) Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup. (10) Tetapi engkau, mengapakah engkau menghakimi saudaramu? Atau mengapakah engkau menghina saudaramu? Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah. (11) Karena ada tertulis: ‘Demi Aku hidup, demikianlah firman Tuhan, semua orang akan bertekuk lutut di hadapanKu dan semua orang akan memuliakan Allah.’ (12) Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah. (13) Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung! (14) Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis. (15) Sebab jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau makan, maka engkau tidak hidup lagi menurut tuntutan kasih. Janganlah engkau membinasakan saudaramu oleh karena makananmu, karena Kristus telah mati untuk dia. (16) Apa yang baik, yang kamu miliki, janganlah kamu biarkan difitnah. (17) Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. (18) Karena barangsiapa melayani Kristus dengan cara ini, ia berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia. (19) Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun. (20) Janganlah engkau merusakkan pekerjaan Allah oleh karena makanan! Segala sesuatu adalah suci, tetapi celakalah orang, jika oleh makanannya orang lain tersandung! (21) Baiklah engkau jangan makan daging atau minum anggur, atau sesuatu yang menjadi batu sandungan untuk saudaramu. (22) Berpeganglah pada keyakinan yang engkau miliki itu, bagi dirimu sendiri di hadapan Allah. Berbahagialah dia, yang tidak menghukum dirinya sendiri dalam apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. (23) Tetapi barangsiapa yang bimbang, kalau ia makan, ia telah dihukum, karena ia tidak melakukannya berdasarkan iman. Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa.”

Tetapi pada waktu berkenaan dengan hal yang penting, apalagi dasari, Paulus sendiri gegeran.

Kis 15:1-2 - “(1) Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: ‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.’ (2) Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu.”.

Gal 1:6-9 - “(6) Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, (7) yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. (8) Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. (9) Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.”.

Gal 2:3-5 - “(3) Tetapi kendatipun Titus, yang bersama-sama dengan aku, adalah seorang Yunani, namun ia tidak dipaksa untuk menyunatkan dirinya. (4) Memang ada desakan dari saudara-saudara palsu yang menyusup masuk, yaitu mereka yang menyelundup ke dalam untuk menghadang kebebasan kita yang kita miliki di dalam Kristus Yesus, supaya dengan jalan itu mereka dapat memperhambakan kita. (5) Tetapi sesaatpun kami tidak mau mundur dan tunduk kepada mereka, agar kebenaran Injil dapat tinggal tetap pada kamu.”.

Paulus bahkan memarahi orang yang sabar / tak mau gegeran pada saat itu melibatkan hal-hal penting seperti ajaran sesat.

2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.”.

Contoh:

a)   Debat tentang boleh tidaknya makan darah.

b)   Orang di facebook yang pandangannya sama dengan saya tetapi memikirkan mau debat dengan saya tentang apa.

2 Timotius 2:1-26(12)

2Timotius 2:14-18 - “(14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang.”.

2 Timotius 2: 15: “Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu.”.

1)         “Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah”.

Calvin: “Since all disputes about doctrine arise from this source, that men are desirous to make a boast of ingenuity before the world, Paul here applies the best and most excellent remedy, when he commands Timothy to keep his eyes fixed on God; as if he had said; ‘Some aim at the applause of a crowded assembly, but do thou study to approve thyself and thy ministry to God.’ And indeed there is nothing that tends more to check a foolish eagerness for display, than to reflect that we have to deal with God.” (= Karena semua pertengkaran tentang doktrin / ajaran muncul dari sumber ini, bahwa orang-orang ingin membanggakan tentang kepintaran di hadapan dunia, Paulus di sini menerapkan obat yang terbaik dan paling bagus, pada waktu ia memerintahkan Timotius untuk mengarahkan matanya kepada Allah; seakan-akan ia telah berkata, ‘sebagian orang menginginkan tepuk tangan dari orang banyak, tetapi engkau berusahalah untuk membuat dirimu sendiri dan pelayananmu disetujui Allah’. Dan memang tak ada yang lebih mengekang / menghentikan suatu keinginan tolol untuk pameran, dari pada memikirkan bahwa kita harus berurusan dengan Allah.).

Barnes’ Notes: “‘Study to show thyself approved unto God.’ Give diligence (2 Peter 1:10), or make an effort so to discharge the duties of the ministerial office as to meet the divine approbation. The object of the ministry is not to please men. Such doctrines should be preached, and such plans formed, and such a manner of life pursued, as God will approve. To do this demands STUDY or CARE - for there are many temptations to the opposite course; there are many things the tendency of which is to lead a minister to seek popular favor rather than the divine approval. If ANY man please God, it will be as the result of deliberate intention and a careful life. [= ‘Belajarlah / berusahalah untuk menunjukkan dirimu sendiri disetujui oleh Allah’. Berusahalah sungguh-sungguh (2Pet 1:10), atau berusahalah untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban tugas pelayanan sehingga memenuhi persetujuan ilahi. Tujuan dari pelayanan bukanlah untuk menyenangkan manusia. Doktrin seperti itu harus dikhotbahkan, dan rencana-rencana seperti itu harus dibentuk, dan cara kehidupan seperti itu harus diikuti, sehingga Allah akan menyetujui. Melakukan ini menuntut PEMBELAJARAN dan PERHATIAN / ketelitian - karena ada banyak pencobaan pada jalan yang berlawanan; ada banyak hal yang kecenderungannya adalah mengarahkan seorang pendeta untuk mencari kesenangan populer dari pada persetujuan ilahi. Jika SIAPAPUN menyenangkan / memperkenan Allah, itu adalah hasil dari maksud / tujuan yang sengaja dan kehidupan yang hati-hati.].

Bdk. Gal 1:10 - “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.”.

2)         “sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu,”.

Matthew Henry: Ministers must be workmen; they have work to do, and they must take pains in it. Workmen that are unskilful, or unfaithful, or lazy, have need to be ashamed; but those who mind their business, and keep to their work, are workmen that need not be ashamed. (= Pendeta-pendeta harus menjadi pekerja-pekerja; mereka mempunyai pekerjaan untuk dilakukan, dan mereka harus berusaha keras dalam hal itu. Pekerja-pekerja yang tidak cakap, atau tidak setia, atau malas, perlu malu; tetapi mereka yang memperhatikan urusan / kesibukan mereka, dan bertekun dalam pekerjaan mereka, adalah pekerja-pekerja yang tidak perlu malu.).

Bible Knowledge Commentary: Timothy need not fear such shame if he would correctly handle the Word of truth (cf. Eph 1:13; Col 1:5; James 1:18), which for him included both Old Testament Scripture and what he had heard orally from Paul. ... What is clear is that the shame of God’s disapproval awaits those who mishandle His Word. [= Timotius tak perlu malu seperti itu jika ia mau menangani secara benar Firman kebenaran (bdk. Ef 1:13; Kol 1:5; Yak 1:18), yang bagi dia mencakup Kitab Suci Perjanjian Lama dan apa yang ia dengar secara lisan dari Paulus. ... Apa yang jelas adalah bahwa rasa malu karena tidak disetujui Allah, menunggu mereka yang menangani secara salah FirmanNya.].

Jelas bahwa kalau dikatakan pendeta rajin bekerja, tidak berarti ia pelayanan terus TANPA BELAJAR! Kerajinannya harus ditekankan pada belajar dan mengajar / memberitakan Injil / Firman Tuhan!

3)       yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu..

Catatan: Kitab Suci Indonesia salah terjemahan! Entah dari mana kata-kata ‘berterus terang memberitakan’ itu.

KJV: ‘rightly dividing the word of truth.’ (= dengan benar membagi / memisah firman kebenaran.).

RSV: ‘rightly handling the word of truth.’ (= menangani dengan benar firman kebenaran.).

NIV: ‘and who correctly handles the word of truth.’ (= dan yang dengan benar menangani firman kebenaran.).

NASB: ‘accurately handling the word of truth.’ (= dengan akurat menangani firman kebenaran.).

The Bible Exposition Commentary mengatakan bahwa Alkitab bahasa Latin (Latin Vulgate) menterjemahkan dengan akurat ‘dengan benar MENANGANI firman kebenaran’.

Bible Knowledge Commentary: The Greek ‎orthotomounta‎, ‘correctly handling,’ found only here and in the Septuagint in Prov 3:6 and 11:5, means literally ‘to cut straight,’ but just what image Paul had in mind here is uncertain. Stone masons, plowers, road builders, tentmakers, and (least likely of all) surgeons have all been suggested, but a firm conclusion remains elusive. [= Kata Yunani ‎orthotomounta‎, ‘menangani dengan benar’, ditemukan hanya di sini dan dalam Septuaginta dalam Amsal 3:6 dan 11:5, secara hurufiah berarti ‘memotong dengan lurus’, tetapi apa yang Paulus pikirkan di sini adalah tidak pasti. Tukang batu, pembajak, pembangun jalanan, pembuat tenda, dan (paling kecil kemungkinannya dari semua) ahli-ahli bedah telah diusulkan, tetapi kesimpulan yang tegas tetap sukar dipahami.].

Amsal 3:6 - “Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.”.

Amsal 11:5 - “Jalan orang saleh diratakan oleh kebenarannya, tetapi orang fasik jatuh karena kefasikannya.”.

Barnes’ Notes: The word here rendered ‘rightly dividing,’ occurs nowhere else in the New Testament. It means, properly, ‘to cut straight, to divide right;’ and the allusion here may be to a steward who makes a proper distribution to each one under his care of such things as his office and their necessities require; ... Some have supposed that there is an allusion here to the Jewish priest, cutting or dividing the sacrifice into proper parts; others, that the allusion is to the scribes dividing the law into sections; others, to a carver distributing food to the guests at a feast. Robinson (Lexicon) renders it, ‘rightly proceeding as to the word of truth;’ that is, rightfully and skillfully teaching the word of truth. The idea seems to be, that the minister of the gospel is to make a proper distribution of that word, adapting his instructions to the circumstances and wants of his hearers, and giving to each that which will be fitted to nourish the soul for heaven. [= Kata yang di sini diterjemahkan ‘dengan benar membagi’, tak muncul di tempat lain dalam Perjanjian Baru. Itu secara benar berarti, ‘memotong dengan lurus, membagi dengan benar’; dan di sini kiasan itu bisa menunjuk kepada seorang pelayan yang membuat pembagian yang benar / tepat kepada setiap orang di bawah perhatiannya tentang hal-hal seperti itu seperti yang dibutuhkan tugasnya dan kebutuhan-kebutuhan; ... Sebagian orang menganggap bahwa disini ada suatu kiasan pada imam Yahudi, yang memotong atau membagi korban menjadi bagian-bagian yang tepat / benar; orang-orang lain menganggap bahwa kiasan ini menunjuk kepada ahli-ahli Taurat yang membagi hukum Taurat menjadi bagian-bagian; orang-orang lain lagi menganggap ini menunjuk kepada seorang pemotong daging yang membagikan makanan kepada tamu-tamu dalam suatu pesta. Robinson (Lexicon) menterjemahkannya, ‘dengan benar maju / meneruskan berkenaan dengan firman kebenaran’; artinya, dengan benar dan dengan ahli mengajarkan firman kebenaran. Gagasannya kelihatannya adalah bahwa pelayan dari injil harus membuat suatu pembagian tentang firman itu, dengan menyesuaikan instruksi / ajarannya pada keadaan-keadaan dan kebutuhan-kebutuhan dari para pendengarnya, dan memberikan kepada masing-masing apa yang cocok untuk memberi makanan / memelihara jiwa untuk surga.].

John Stott: the work of these good and bad workmen is summed up in pregnant verbs. The good workman ‘cuts straight’ (15, literally) the word of truth; the bad workman ‘swerves’ (18) or deviates from the truth. ... ‘The word of truth’ is the apostolic faith which Timothy has received from Paul and is to communicate to others. For us it is, quite simply, Scripture. To ‘cut it straight’ or ‘make it a straight path’ is to be accurate on the one hand and plain on the other in our exposition. Apparently Sophocles used the word for ‘to expound soundly’ (MM). Thus the good workman is true to Scripture. He does not falsify it. Nor does he try to confuse people, like Elymas the sorcerer, by ‘making crooked the straight paths of the Lord’ (Acts 13:10). On the contrary, he handles the word with such scrupulous care that he both stays on the path himself, keeping to the highway and avoiding the byways, and makes it easy for others to follow. ... The metaphor Paul employs to describe the bad workman is taken neither from civil engineering nor from agriculture but from archery. So now the truth is likened not to a road being built or a furrow being ploughed but to a target being shot at. The verb (18) is astocheO, which comes from stochos, a ‘target’, and means to ‘miss the mark’ and so to ‘deviate’ from something. It occurs three times in the Pastoral Epistles: ‘Certain persons by swerving from these (sc. genuine love, a good conscience and sincere faith) have wandered away into vain discussion’ (1 Tim. 1:6). ‘For by professing it (sc. ‘what is falsely called knowledge’) some have missed the mark as regards the faith’ (1 Tim. 6:21). ‘Who have swerved from the truth …’ or as in NEB, ‘shot wide of the truth’ (2 Tim. 2:18). We are now in a position to grasp the alternative which Paul sets before every Christian teacher entrusted with the word of truth, and which determines whether he will be a good or a bad workman. The word of truth is a target. As he shoots at this target, he will either hit it or miss it. The word of truth is a road. As he cuts this road through the forest, he will make it either straight or crooked. As a result of what he does, that is, how he teaches, others are bound to be affected, for better or for worse. If he cuts the road straight, people will be able to follow and so keep in the way. If, on the other hand, he misses the mark, the attention of the spectators will be distracted from the target and their eyes will follow the arrow however widely astray it has gone. [= Pekerjaan dari pekerja-pekerja yang baik dan buruk ini diringkaskan dalam kata-kata kerja yang penuh arti. Pekerja yang baik ‘memotong dengan lurus’ (ay 15, secara hurufiah) firman kebenaran; pekerja yang buruk ‘membelokkan’ (ay 18) atau menyimpang dari kebenaran. ... ‘Firman kebenaran’ adalah iman rasuli yang Timotius telah terima dari Paulus dan harus beritakan kepada orang-orang lain. Bagi kita itu, cukup sederhana, adalah Kitab Suci. ‘Memotongnya lurus’ atau ‘membuatnya suatu garis lurus’ berarti akurat pada satu sisi dan jelas pada sisi lain dalam penjelasan kita. Jelas Sophocles menggunakan kata itu untuk ‘menjelaskan dengan sehat’ (MM). Jadi, pekerja yang baik benar / setia terhadap Kitab Suci. Ia tidak memalsukannya. Juga ia tidak berusaha untuk membingungkan orang-orang, seperti Elimas si tukang sihir, dengan ‘membuat bengkok jalan Tuhan yang lurus’ (Kis 13:10). Sebaliknya, ia menangani firman dengan ketelitian yang begitu teliti sehingga ia sendiri tetap ada di jalan itu, menjaganya untuk tetap di jalan besar dan menghindari jalan-jalan kecil, dan membuatnya mudah bagi orang-orang lain untuk mengikuti. ... Kiasan yang Paulus gunakan untuk menggambarkan pekerja yang buruk, diambil bukan dari tehnik sipil ataupun dari pertanian tetapi dari pemanahan. Jadi sekarang kebenaran digambarkan bukan sebagai suatu jalan yang sedang dibangun atau suatu alur yang sedang dibajak, tetapi sebagai suatu target / sasaran yang sedang ditembak / dipanah. Kata kerjanya (ay 18) adalah astoKheO, yang datang dari stoKhos, suatu target / sasaran, dan berarti ‘luput dari sasaran’ dan dengan demikian ‘menyimpang’ dari sesuatu. Itu muncul 3 x dalam Surat-surat Penggembalaan: ‘Orang-orang tertentu dengan berbelok dari hal-hal ini (yaitu kasih yang murni / asli, hati nurani yang baik dan iman yang tulus) telah mengembara ke dalam diskusi yang sia-sia’ (1Tim 1:6). ‘Karena dengan mengakuinya (yaitu ‘apa yang secara salah disebut pengetahuan’) beberapa orang telah luput dari sasaran berkenaan dengan iman’ (1Tim 6:21). ‘Yang telah berbelok dari kebenaran ...’ atau seperti dalam NEB, ‘ditembakkan / dipanahkan jauh dari kebenaran’ (2Tim 2:18). Kita sekarang ada dalam suatu posisi untuk memahami alternatif yang Paulus berikan di hadapan setiap guru / pengajar Kristen yang dipercayai dengan firman kebenaran, dan yang menentukan apakah ia akan menjadi pekerja yang baik atau buruk. Firman kebenaran adalah suatu target / sasaran. Pada waktu ia menembak / memanah pada target / sasaran ini, ia akan mengenainya atau luput. Firman kebenaran adalah suatu jalan. Pada waktu ia memotong jalan ini melalui hutan, ia akan membuatnya lurus atau bengkok. Sebagai hasil dari apa yang ia lakukan, yaitu, bagaimana ia mengajar, orang-orang lain pasti akan dipengaruhi, menjadi lebih baik atau lebih buruk. Jika ia memotong jalan dengan lurus, orang-orang akan bisa mengikuti dan dengan demikian tetap ada di jalan itu. Jika, di sisi lain, ia luput dari sasaran, perhatian dari penonton akan dikacaukan dari sasaran dan mata mereka akan mengikuti anak panah betapapun jauhnya anak panah itu telah menyimpang.].

Kis 13:8-10 - “(8) Tetapi Elimas - demikianlah namanya dalam bahasa Yunani -, tukang sihir itu, menghalang-halangi mereka dan berusaha membelokkan gubernur itu dari imannya. (9) Tetapi Saulus, juga disebut Paulus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap dia, (10) dan berkata: ‘Hai anak Iblis, engkau penuh dengan rupa-rupa tipu muslihat dan kejahatan, engkau musuh segala kebenaran, tidakkah engkau akan berhenti membelokkan Jalan Tuhan yang lurus itu?”.

1Tim 1:6 - “Tetapi ada orang yang tidak sampai pada tujuan itu dan yang sesat dalam omongan yang sia-sia.”.

1Tim 6:21 - “karena ada beberapa orang yang mengajarkannya dan dengan demikian telah menyimpang dari iman. Kasih karunia menyertai kamu!”.

2Tim 2:18 - “yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang.”.

Calvin: “by this term I understand, generally, an allotment of the word which is judicious, and which is well suited to the profit of the hearers. Some mutilate it, others tear it, others torture it, others break it in pieces, others, keeping by the outside, (as we have said,) never come to the soul of doctrine. To all these faults he contrasts the ‘dividing aright,’ that is, the manner of explaining which is adapted to edification; for that is the rule by which we must try all interpretation of Scripture.” [= dengan istilah ini saya mengerti, secara umum, suatu pembagian firman yang bijaksana, dan yang disesuaikan dengan benar pada kegunaan dari para pendengar. Sebagian memutilasinya, sebagian menyobeknya, orang-orang lain menyiksanya, yang lain menghancurkannya berkeping-keping, yang lain menjaga untuk tetap di luar, (seperti telah kami katakan), tidak pernah datang pada jiwa / inti dari doktrin. Terhadap semua kesalahan ini ia mengkontraskan ‘pembagian yang benar’, yaitu cara menjelaskan yang disesuaikan dengan pendidikan; karena itu adalah peraturan dengan mana kita harus menguji semua penafsiran Kitab Suci.].

A. T. Robertson: Theodoret explains it to mean plowing a straight furrow. Parry argues that the metaphor is the stone mason cutting the stones straight since ‎temnoo ‎and ‎orthos are so used. Since Paul was a tent-maker and knew how to cut straight the rough camel-hair cloth, why not let that be the metaphor? Certainly plenty of exegesis is crooked enough (crazy-quilt patterns) to call for careful cutting to set it straight. [= Theodoret menjelaskannya sehingga berarti membajak suatu jalur yang lurus, Parry berargumentasi bahwa kiasan itu adalah tukang batu yang memotong batu dengan lurus karena TEMNOO dan ORTHOS digunakan seperti itu. Karena Paulus adalah pembuat tenda dan tahu bagaimana memotong lurus kain kasar dari rambut unta, mengapa tidak membiarkan itu sebagai kiasannya? Pastilah banyak exegesis yang cukup bengkok (pola-pola menyambung-nyambung yang gila) yang membutuhkan pemotongan yang hati-hati / teliti untuk meluruskannya.].

The Bible Exposition Commentary: The preacher and teacher who use the Word correctly will build their church the way God wants it to be built. But a sloppy worker will handle God’s Word deceitfully in order to make it say what he wants it to say (2 Cor 4:2). When God tests our ministries in His local churches, some of it, sad to say, will become ashes (1 Cor 3:10ff). An approved worker diligently studies the Word and seeks to apply it to his own life. An ashamed worker wastes His time with other ‘religious duties’ and has little or nothing to give his class or congregation. [= Pengkhotbah dan guru / pengajar yang menggunakan Firman dengan benar akan membangun gereja mereka dengan cara bagaimana Allah ingin gereja itu dibangun. Tetapi seorang pekerja yang buruk akan menangani Firman Allah secara menipu untuk membuatnya mengatakan apa yang ia ingin firman itu katakan (2Kor 4:2). Pada waktu Allah menguji pelayanan-pelayanan kita dalam gereja-gereja lokalNya, sebagian darinya, sedih untuk mengatakannya, akan menjadi abu (1Kor 3:10-dst). Seorang pekerja yang disetujui / direstui secara rajin belajar Firman dan berusaha untuk menerapkannya pada hidupnya sendiri. Seorang pekerja yang memalukan membuang-buang waktuNya dengan ‘kewajiban-kewajiban agamawi’ yang lain dan mempunyai sedikit atau tidak sama sekali untuk diberikan kepada kelasnya atau jemaatnya.].

2Kor 4:2 - “Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah.”.

1Kor 3:10-15 - “(10) Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. (11) Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. (12) Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, (13) sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. (14) Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. (15) Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.”.

Wiersbe’s Expository Outlines: Every church should be a Bible school, where the Word of God is taught accurately. (= Setiap gereja seharusnya adalah / menjadi suatu sekolah Alkitab, dimana Firman Allah diajarkan secara akurat.).

2 Timotius 2:1-26(13)

2Timotius 2:14-18 - “(14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang.”.

2 Timotius 2: 16: “Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan.”.

1)         “Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci.

KJV: ‘But shun profane and vain babblings’ (= Tetapi hindarilah omongan yang kotor / duniawi / tak senonoh dan sia-sia:).

RSV: Avoid such godless chatter, (= Hindarilah omongan / ocehan jahat seperti itu,).

NIV: ‘Avoid godless chatter,’ (= Hindarilah omongan / ocehan jahat).

NASB: ‘But avoid worldly and empty chatter,’ (= Tetapi hindarilah omongan / ocehan duniawi dan kosong,).

Agak aneh bahwa Kitab Suci Indonesia, KJV, NASB, memberikan 2 kata sifat. Dalam bahasa Yunani digunakan hanya satu kata sifat yaitu BEBELOUS, yang artinya bisa ‘profane’ (= kotor, duniawi / tak senonoh), ‘worldly’ (= duniawi), ‘godless’ (= jahat), ‘irreligius’ (= tidak religius) - Bible Works 7.

Barnes’ Notes: Their tendency is to alienate the soul from God, and to lead to impiety. Such kinds of disputation are not merely a waste of time, they are productive of positive mischief. A man fond of contention in religious things is seldom one who has much love for the practical duties of piety, or any very deep sense of the distinction between right and wrong. You will not usually look for him in the place of prayer, nor can you expect his aid in the conversion of sinners, nor will you find that he has any very strict views of religious obligation. (= Kecenderungan mereka adalah menjauhkan jiwa dari Allah, dan membimbing pada kejahatan. Jenis perdebatan seperti itu bukan hanya membuang-buang waktu, tetapi menghasilkan kejahatan yang positif. Seseorang yang senang akan perdebatan dalam hal-hal agamawi jarang adalah orang yang mempunyai banyak kasih untuk kewajiban-kewajiban praktis dari kesalehan, atau perasaan yang sangat dalam apapun tentang perbedaan antara benar dan salah. Biasanya engkau tidak akan mencari di tempat doa, juga engkau tak bisa mengharapkan pertolongannya dalam pertobatan dari orang-orang berdosa, juga engkau tidak akan mendapati bahwa ia mempunyai pandangan-pandangan apapun yang sangat ketat tentang kewajiban-kewajiban agamawi.).

Pertama-tama, saya tidak setuju dengan pandangan Barnes yang kelihatan anti debat dan menganggap debat sebagai sesuatu yang negatif / tak berguna. Juga, Barnes bukan hanya ‘menyerang’ debat itu sendiri, tetapi juga ‘menyerang’ orang-orang yang suka berdebat, dan menurut saya ini merupakan suatu kekonyolan. Bukan hanya dalam Alkitab banyak orang beriman yang saleh (Paulus, Apolos, Stefanus) yang sering sekali berdebat, tetapi bahkan kalau kita membaca buku tafsiran Albert Barnes sendiri, jelas bahwa ia sendiri banyak berdebat dalam mempertahankan argumentasinya.

Kedua, kelihatan bahwa Albert Barnes masih menghubungkan ay 16 ini dengan orang yang suka berdebat secara salah dalam ay 14. Menurut saya ini tidak tepat, karena pembicaraan tentang kesenangan berdebat yang salah itu ada dalam ay 14, sedangkan dalam ay 15 Paulus menasehati Timotius dalam pemberitaan firman yang benar, dan ay 16 kelihatannya berhubungan dengan ay 17-18 yang berbicara tentang penyesat-penyesat / nabi-nabi palsu. Jadi menurut saya ay 16 seharusnya juga ditafsirkan ke arah pemberitaan yang sesat dari para nabi palsu, dan bukannya tentang orang-orang yang suka berdebat secara salah. Mari kita lihat textnya sekali lagi.

Ay 14-18: (14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang..

Adam Clarke: “‘Shun profane and vain babblings.’ This is the character he gives of the preaching of the false teachers. Whatever was not agreeable to the doctrine of truth was, in the sight of God, empty and profane babbling; engendering nothing but ungodliness, and daily increasing in that.” (= ‘Hindarilah omongan yang kotor / tak senonoh dan sia-sia’. Ini adalah karakter yang ia berikan tentang pemberitaan dari guru-guru palsu. Apapun yang tidak sesuai dengan doktrin / ajaran kebenaran, dalam pandangan Allah, adalah omongan kosong dan kosong / tak senonoh; yang tidak menyebabkan apapun kecuali kejahatan, dan hari demi hari meningkat dalam hal itu.).

UBS New Testament Handbook Series: For ‘godless’ ... The Greek word itself refers either to a thing or a person that has no relationship or connection with God whatsoever. The verb form ... refers to the act of taking something that is dedicated to God and making it unacceptable to God. For ‘godless chatter’ see comments on 1 Tim 6:20. The expression is plural, indicating not one but many occurrences of the event. ... ‘Godless chatter’ as in 1 Tim 6:20 may also be expressed as ‘worthless (or, silly) discussions that show no reverence for God.’ [= Untuk ‘jahat’ ... Kata Yunaninya sendiri menunjuk atau pada suatu benda atau seseorang yang tidak mempunyai hubungan atau pertalian apapun dengan Allah. Bentuk kata kerjanya ... menunjuk pada tindakan mengambil sesuatu yang dipersembahkan kepada Allah dan membuatnya tidak bisa diterima bagi Allah. Untuk ‘omongan / ocehan yang jahat’ lihat komentar tentang 1Tim 6:20. Ungkapan itu jamak, yang menunjukkan bukan satu tetapi banyak kejadian-kejadian dari peristiwa. ... ‘Omongan / ocehan jahat’ seperti dalam 1Tim 6:20 juga bisa dinyatakan sebagai ‘diskusi-diskusi yang tak berharga (atau, tolol) yang tidak menunjukkan rasa takut / hormat bagi Allah.’].

2)         “yang hanya menambah kefasikan.”.

KJV: ‘for they will increase unto more ungodliness.’ (= karena hal-hal itu akan meningkat pada lebih banyak kejahatan.).

RSV: for it will lead people into more and more ungodliness, (= karena itu akan membimbing orang-orang ke dalam kejahatan yang makin lama makin jahat / banyak,).

NIV: ‘because those who indulge in it will become more and more ungodly.’ (= karena mereka yang memuaskan diri di dalamnya akan menjadi makin lama makin jahat.).

NASB: ‘for it will lead to further ungodliness,’ (= karena itu akan membimbing kepada kejahatan lebih jauh lagi).

UBS New Testament Handbook Series: “‘It will lead people into more and more ungodliness’ is literally ‘they will greatly increase ungodliness,’ ... Some interpreters see irony here, since the word for ‘increase’ can also mean ‘progress’; these people are therefore making progress but on a downward rather than an upward direction. (= ‘Itu akan membimbing orang-orang ke dalam kejahatan yang makin lama makin jahat / banyak’ secara hurufiah adalah ‘mereka akan sangat meningkat dalam kejahatan’, ... Beberapa penafsir melihat ironi di sini, karena kata untuk ‘meningkat’ bisa juga berarti ‘maju’; karena itu orang-orang ini membuat kemajuan tetapi ke arah yang menurun / bawah dan bukannya ke atas.).

Memang, pemberitaan firman yang buruk (yang sebetulnya bukan ‘firman’), bukan bersifat netral. Itu bukan saja tidak membangun, tetapi sebaliknya merusak, para pendengarnya.

2 Timotius 2: 17-18: “(17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang.”.

1)         “Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker.” (ay 17a).

KJV: ‘a canker’ (= suatu kanker).

Terjemahan ‘kanker’ ini pasti mudah diserang, karena apakah pada jaman itu sudah dikenal penyakit kanker? Tetapi terjemahan yang lebih benar adalah ini:

RSV/NIV/NASB: ‘gangrene’ (= ganggren).

A. T. Robertson: “‘As doth gangrene.’ ‎hoos ‎‎gangraina. A late word (medical writers and Plutarch), only here in the New Testament. From ‎graoo ‎or ‎grainoo‎, to gnaw, to eat, an eating, spreading disease. [= ‘Seperti ganggren lakukan.’ hoos ‎‎gangraina. Suatu kata baru-baru ini (penulis-penulis medis dan Plutarch), hanya di sini dalam Perjanjian Baru. Dari ‎graoo ‎atau ‎grainoo‎, menggerogoti, memakan, tindakan makan, penyakit yang menyebar.].

The Biblical Illustrator: “‘Gangrene’: - The substitution of ‘gangrene’ for ‘cancer’ is an improvement, as giving the exact word used in the original, which expresses the meaning more forcibly than ‘cancer.’ Cancer is sometimes very slow in its ravages, and may go on for years without causing serious harm. Gangrene poisons the whole frame, and quickly becomes fatal. The apostle foresees that doctrines, which really ate out the very heart of Christianity, were likely to become very popular in Ephesus, and would do incalculable mischief. (= ‘Ganggren’: - Penggantian ‘ganggren’ untuk ‘kanker’ merupakan suatu kemajuan, karena memberikan kata yang tepat yang digunakan dalam bahasa aslinya, yang menyatakan artinya dengan lebih kuat dari pada ‘kanker’. Kanker kadang-kadang sangat lambat dalam pembinasaannya, dan bisa berjalan terus untuk bertahun-tahun tanpa menyebabkan bahaya / kerusakan yang serius. Ganggren meracuni seluruh kerangka / badan, dan dengan cepat menjadi fatal. Sang rasul melihat lebih dulu doktrin-doktrin itu, yang sungguh-sungguh memakan jantung dari kekristenan, sangat memungkinkan untuk menjadi sangat populer di Efesus, dan akan melakukan kerusakan yang tak terhitung.).

Bdk. Kis 20:17-18,28-30 - “(17) Karena itu ia menyuruh seorang dari Miletus ke Efesus dengan pesan supaya para penatua jemaat datang ke Miletus. (18) Sesudah mereka datang, berkatalah ia kepada mereka: ‘Kamu tahu, bagaimana aku hidup di antara kamu sejak hari pertama aku tiba di Asia ini: ... (28) Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah AnakNya sendiri. (29) Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. (30) Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka.”.

Catatan: kata ‘Anak’ seharusnya tidak ada.

Matthew Henry (tentang ay 16-17): He must take heed of error: ‘Shun profane and vain babblings.’ The heretics, who boasted of their notions and their arguments, thought their performances such as might recommend them; but the apostle calls them ‘profane and vain babblings:’ when once men become fond of those they will increase unto more ungodliness. The way of error is down-hill; one absurdity being granted or contended for, a thousand follow: ‘Their word will eat as doth a canker, or gangrene;’ when errors or heresies come into the church, the infecting of one often proves the infecting of many, or the infecting of the same person with one error often proves the infecting of him with many errors. (= Ia harus berhati-hati tentang kesalahan: ‘Hindarilah omongan yang kotor / duniawi / tak senonoh dan sia-sia’. Orang-orang sesat, yang membanggakan gagasan-gagasan / pikiran-pikiran mereka dan argumentasi-argumentasi mereka, berpikir bahwa prestasi mereka adalah sedemikian rupa sehingga bisa memuji mereka; tetapi sang rasul menyebut mereka ‘omongan yang kotor / duniawi / tak senonoh dan sia-sia’: pada waktu satu kali orang-orang menjadi senang dengan hal-hal itu, mereka akan bertambah kepada kejahatan yang lebih lagi. Jalan dari kesalahan adalah menurun; satu kekonyolan diakui / diterima sebagai benar atau diperjuangkan, seribu kekonyolan akan mengikuti: ‘Perkataan mereka akan memakan seperti yang dilakukan oleh suatu kanker, atau ganggren’; pada waktu kesalahan-kesalahan atau kesesatan-kesesatan masuk ke dalam gereja, penularan terhadap seseorang sering membuktikan penularan terhadap banyak orang, atau penularan terhadap orang yang sama dengan satu kesalahan sering membuktikan penularan terhadap dia dengan banyak kesalahan.).

Barnes’ Notes: “‘Will eat as doth a canker.’ Margin, ‘gangrene.’ This word - gangraina ‎- occurs nowhere else in the New Testament. It is derived from graioo, grainoo, to devour, corrode, and means ‘gangrene’ or ‘mortification’ - the death of a part, spreading, unless arrested, by degrees over the whole body. The words rendered ‘will eat,’ mean ‘will have nutriment;’ that is, will spread over and consume the healthful parts. It will not merely destroy the parts immediately affected, but will extend into the surrounding healthy parts and destroy them also. So it is with erroneous doctrines. They will not merely eat out the truth in the particular matter to which they refer, but they will also spread over and corrupt other truths. The doctrines of religion are closely connected, and are dependent on each other - like the different parts of the human body. One cannot be corrupted without affecting those adjacent to it, and unless checked, the corruption will soon spread over the whole. (= ‘Akan memakan seperti yang kanker lakukan’. Catatan tepi, ‘ganggren’. Kata ini GANGRAINA - tidak muncul di tempat lain dalam Perjanjian Baru. Itu diturunkan dari graioo, grainoo, melahap, merusak, dan berarti ‘ganggren’ atau ‘pematian’ - kematian dari suatu bagian, kecuali ditahan, menyebar secara bertahap ke seluruh tubuh. Kata-kata yang diterjemahkan ‘akan memakan’, berarti ‘akan mendapatkan makanan’; artinya, akan menyebar kepada, dan memakan, bagian-bagian yang sehat. Itu tidak semata-mata menghancurkan bagian-bagian yang dipengaruhi secara langsung, tetapi akan meluas kepada bagian-bagian yang sehat di sekitarnya, dan menghancurkan mereka juga. Demikian juga dengan doktrin-doktrin yang salah. Mereka tidak semata-mata memakan kebenaran dalam hal khusus yang mereka tunjuk, tetapi mereka juga akan menyebar kepada dan merusak kebenaran-kebenaran yang lain. Doktrin-doktrin dari agama berhubungan secara dekat, dan tergantung satu sama lain - seperti bagian-bagian yang berbeda dari tubuh manusia. Yang satu tak bisa dirusak tanpa mempengaruhi mereka yang berdekatan dengannya, dan kecuali dihentikan, kerusakan / pembusukan akan segera menyebar kepada seluruhnya.).

Karena itu, kalau saudara melihat suatu gereja / persekutuan / grup facebook dimana ada satu orang yang sesat, maka curigailah bahwa ada lebih banyak lagi orang-orang lain yang sesat secara sama di kelompok itu. Dan kalau saudara melihat satu kesesatan dalam diri seseorang, maka curigailah bahwa ada banyak kesesatan yang lain dalam diri orang yang sama itu.

Sebagai contoh, kalau kita melihat orang-orang dari kalangan Yahwehisme, nanti ternyata bahwa banyak dari mereka bukan hanya salah dalam urusan nama pengharusan nama Yahweh, pelarangan kata ‘Allah’, pengharusan nama Yeshua / Yahshua, tetapi mereka (setidaknya banyak dari mereka, kalau bukannya semua) juga bersalah dalam ajaran-ajaran lain seperti:

a)   Keselamatan karena perbuatan baik, karena larangan dan pengharusan di atas dihubungkan dengan keselamatan.

b)   Ajaran tentang Allahnya bukanlah Tritunggal, tetapi Sabelianisme.

c)   Bahasa asli Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani (yang jelas-jelas merupakan suatu penipuan).

d)   dan sebagainya.

2)         “Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus,” (ay 17b).

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Hymeneus.’ (note, 1 Tim 1:20). After his excommunication he probably was re-admitted into the church and again troubled it.” [= ‘Himeneus’. (catatan, 1Tim 1:20). Setelah pengucilannya mungkin ia diterima kembali ke dalam gereja dan mengganggunya / menyusahkannya lagi.].

1Tim 1:20 - “di antaranya Himeneus dan Aleksander, yang telah kuserahkan kepada Iblis, supaya jera mereka menghujat.”.

Ini menunjukkan bahwa pengucilan / siasat gerejani boleh / harus dilakukan bukan hanya terhadap orang-orang yang tak mau bertobat dari dosa-dosa mereka, tetapi juga terhadap orang-orang yang sesat, khususnya pengajar-pengajar sesat.

Jewish New Testament Commentary: “‘Hymenaeus.’ Sha’ul had already excommunicated at 1 Ti 1:20, but apparently this did not put an end to his mischief. ‘Philetus’ is not mentioned elsewhere. (= ‘Himeneus’. Saul / Paulus telah mengucilkan dalam 1Tim 1:20, tetapi rupanya ini tidak mengakhiri kejahatan / kerusakannya. ‘Filetus’ tidak disebutkan di tempat lain.).

The Bible Exposition Commentary: Paul named two men who were false teachers, and he also identified their error. It is likely that the Hymenaeus named here (2 Tim 2:17) is the same man named in 1 Tim 1:20. We know nothing about his associate, Philetus. [= Paulus menyebutkan dua orang yang adalah guru-guru palsu, dan ia juga menunjukkan / mengidentifikasi kesalahan mereka. Besar kemungkinannya bahwa Himeneus yang disebutkan di sini (2Tim 2:17) adalah orang yang sama dengan yang disebutkan dalam 1Tim 1:20. Kita tidak tahu apapun tentang rekannya, Filetus.].

Calvin: “‘Of the number of whom are Hymenaeus and Philetus.’ He points out with the finger the plagues themselves, that all may be on their guard against them; for, if those persons who aim at the ruin of the whole Church are permitted by us to remain concealed, then to some extent we give them power to do injury. It is true that we ought to conceal the faults of brethren, but only those faults the contagion of which is not widely spread. But where there is danger to many, our dissimulation is cruel, if we do not expose in proper time the hidden evil. And why? Is it proper, for the sake of sparing one individual, that a hundred or a thousand persons shall perish through my silence? Besides, Paul did not intend to convey this information to Timothy alone, but he intended to proclaim to all ages and to all nations the wickedness of the two men, in order to shut the door against their base and ruinous doctrine.” (= ‘Dari kelompok mana Himeneus dan Filetus’. Ia menunjuk dengan jari wabah itu sendiri, supaya semua orang bisa berjaga-jaga terhadap mereka; karena, jika orang-orang itu, yang bertujuan menghancurkan seluruh gereja, kita ijinkan untuk tetap tersembunyi, maka sampai tingkat tertentu kita memberi mereka kuasa untuk melakukan kerusakan. Memang benar bahwa kita harus menyembunyikan / menutupi kesalahan-kesalahan dari saudara-saudara kita, tetapi hanya kesalahan-kesalahan yang penularannya tidak tersebar luas. Tetapi dimana ada bahaya terhadap banyak orang, penyembunyian kita itu kejam, jika kita tidak membukakan pada waktu yang tepat kejahatan yang tersembunyi. Dan mengapa? Apakah benar, demi menyayangkan satu individu, sehingga seratus atau seribu orang akan binasa melalui sikap diamku? Disamping, Paulus tidak bermaksud untuk menyampaikan informasi ini kepada Timotius saja, tetapi ia bermaksud untuk memproklamasikan kepada semua jaman dan kepada segala bangsa, kejahatan dari dua orang ini, supaya menutup pintu terhadap ajaran mereka yang hina / jelek dan bersifat menghancurkan.).

Jelas bahwa dalam persoalan pengajar sesat, Calvin bukan hanya mengijinkan, tetapi ia bahkan mengharuskan kita, untuk membukakan hal itu kepada sebanyak mungkin orang, untuk menahan penyebaran dari ajaran sesat itu.

Juga perhatikan, bahwa kalau Paulus boleh menyebutkan nama orang sesat dalam Alkitab, maka tak ada alasan untuk melarang pendeta / pengkhotbah untuk juga memasukkan nama-nama para penyesat ke dalam khotbah / pengajaran! Orang yang mengatakan ini sebagai ‘tidak etis’ dsb, justru adalah orang yang atau tidak mengerti Alkitab, atau tidak memperhatikan Alkitab dengan teliti, atau tidak peduli pada Alkitab, yang jelas-jelas melakukan hal itu.

Juga kalau orang menggunakan ayat seperti 1Kor 13:7 - “Ia (kasih) menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.”, maka perlu diingat bahwa dalam kasus adanya ajaran sesat, ada dua kelompok orang yang harus kita pertimbangkan, yaitu:

a)   Kelompok pengajar sesat itu.

b)   Orang-orang yang berpotensial untuk disesatkan.

Kalau, karena kasih kita menutupi kesalahan dari para pengajar sesat itu, maka kita tidak mengasihi orang-orang yang berpotensial untuk disesatkan itu. Ini jelas tidak benar! Dalam kasus seperti ini, kesesatan dan identitas dari para penyesatnya harus dinyatakan, supaya semua orang bisa terhindar dari kesesatan!

3)   “yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung”.

UBS New Testament Handbook Series: The nature and content of this teaching is difficult to determine. (= Hakekat / sifat dan isi dari ajaran ini sukar untuk ditentukan.).

Memang pada saat itu Paulus dan orang-orang Kristen di sana pasti tahu apa yang dimaksudkan bahwa ‘kebangkitan kita telah berlangsung’. Tetapi bagi kita, hal itu tidak bisa dipastikan. Hanya bisa ditebak-tebak saja. Dan menurut saya tak terlalu ada gunanya untuk menebak-nebak.

Calvin: “After having said that they had departed from ‘the truth,’ he specifies their error, which consisted in this, that they gave out that ‘the resurrection was already past.’ In doing this, they undoubtedly contrived a sort of allegorical resurrection, which has also been attempted in this age by some filthy dogs. By this trick Satan overthrows that fundamental article of our faith concerning the resurrection of the flesh.” (= Setelah mengatakan bahwa mereka telah menyimpang dari ‘kebenaran’, ia menyatakan secara explicit kesalahan mereka, yang terdiri dari ini, bahwa mereka menyatakan bahwa ‘kebangkitan telah berlalu / terjadi’. Dalam melakukan hal ini, tak diragukan mereka membuat sejenis kebangkitan yang bersifat alegory, yang juga telah diusahakan dalam jaman ini oleh beberapa anjing-anjing kotor. Dengan trik ini Iblis merobohkan artikel iman kita yang bersifat dasari berkenaan dengan kebangkitan daging.).

Penerapan: memang tak pantas hanya mengatakan seseorang sebagai sesat, tanpa menjelaskan apa kesesatannya.

Matthew Henry: They have ‘erred concerning the truth,’ or concerning one of the fundamental articles of the Christian religion, which is truth. The resurrection of the dead is one of the great doctrines of Christ. Now see the subtlety of the serpent and the serpent’s seed. They did not deny the resurrection (for that had been boldly and avowedly to confront the word of Christ), but they put a corrupt interpretation upon that true doctrine, saying that the resurrection was past already, that what Christ spoke concerning the resurrection was to be understood mystically and by way of allegory, that it must be meant of a spiritual resurrection only. It is true, there is a spiritual resurrection, but to infer thence that there will not be a true and real resurrection of the body at the last day is to dash one truth of Christ in pieces against another. [= Mereka telah bersalah berkenaan dengan kebenaran, atau berkenaan dengan salah satu artikel dasari dari agama Kristen, yang adalah kebenaran. Kebangkitan orang mati adalah salah satu dari doktrin-doktrin besar dari Kristus. Sekarang lihatlah kelicikan si ular dan keturunan ular. Mereka tidak menyangkal kebangkitan (karena itu secara berani dan terbuka menentang kata-kata Kristus), tetapi mereka memasukkan suatu penafsiran yang buruk pada doktrin itu, dengan mengatakan bahwa kebangkitan sudah lewat / berlalu, bahwa apa yang Kristus katakan berkenaan dengan kebangkitan harus dimengerti secara mistik dan dengan cara yang bersifat alegory, bahwa itu harus diartikan sebagai suatu kebangkitan rohani saja. Memang benar, disana ada suatu kebangkitan rohani, tetapi menyimpulkan dari sana bahwa tidak akan ada suatu kebangkitan yang benar dan sungguh-sungguh dari tubuh pada hari terakhir, berarti menabrakkan kebenaran dari Kristus satu sama lain.].

Contoh lain: Saksi-Saksi Yehuwa mempercayai Yesus sebagai ‘allah kecil’.

4)         “dan dengan demikian merusak iman sebagian orang.”.

a)   Selalu ada orang-orang bodoh yang tertipu oleh ajaran-ajaran sesat  itu.

Calvin: “But when we learn that, from the very beginning of the gospel, the faith of some was subverted, such an example ought to excite us to diligence, that we may seize an early opportunity of driving away from ourselves and others so dangerous a plague; for, in consequence of the strong inclination of men to vanity, there is no absurdity so monstrous that there shall not be some men who shall lend their ear to it.” (= Tetapi pada waktu kita mempelajari bahwa dari sejak awal dari injil, iman dari sebagian orang dirusak / dihancurkan, contoh seperti itu harus menggairahkan kita pada kerajinan, supaya kita bisa menggunakan kesempatan yang dini untuk menyingkirkan dari diri kita sendiri dan orang-orang lain wabah yang berbahaya seperti itu; karena, sebagai konsekwensi dari kecenderungan yang kuat dari orang-orang pada kesia-siaan, maka bukanlah kekonyolan yang begitu besar bahwa disana akan tidak ada beberapa orang yang akan mendengarkannya.).

Catatan: rasanya kata-kata bagian akhir ini kok kebanyakan kata ‘not’ (= tidak).

Pulpit Commentary: It is the usual way with heresy to corrupt and destroy the gospel, under pretence of improving it. And there are always some weak brethren ready to be deceived and misled. (= Merupakan cara yang umum / biasa dengan bidat untuk merusak dan menghancurkan injil, di bawah kepura-puraan untuk memperbaikinya. Dan disana selalu ada beberapa saudara yang lemah yang siap untuk ditipu dan disesatkan.).

Budgen mengutip dari Charles Haddon Spurgeon (1834-1892) sebagai berikut:

“Every now and then there comes up a heresy, some woman turns prophetess and raves; or some lunatic gets the idea that God has inspired him, and there are always fools ready to follow any impostor” (= Sesekali muncullah seorang penyesat, seorang wanita yang menjadi nabiah dan mengoceh; atau seorang gila yang mempunyai gagasan bahwa Allah mengilhaminya, dan selalu ada orang-orang tolol yang siap untuk mengikuti seadanya penipu) - ‘The Charismatics and the Word of God’, hal 183.

Karena itu jangan meremehkan ajaran sesat sekonyol apapun, karena itu selalu bisa menyesatkan orang.

Di facebook, grup ELIM, ajaran yang mengatakan ‘iman = perbuatan’ sebetulnya sudah keterlaluan konyolnya, tetapi kenyataannya banyak yang menerimanya! Sampai-sampai saya bantah dengan cara sebagai berikut:

Ro 3:27-28 - “(27) Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan IMAN! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena IMAN, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.”.

Kalau iman = perbuatan, mari kita ganti kata ‘iman’ dengan kata ‘perbuatan’ dan lihat ayatnya akan jadi bagaimana.

Ro 3:27-28 (versi sesat) - “(27) Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan PERBUATAN! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena PERBUATAN, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.”.

Inipun tidak menyadarkan orang-orang sesat yang memang buta / membutakan dirinya itu!

b)   Keselamatan bisa hilang?

Kalau anak kalimat ini mengatakan bahwa ajaran sesat bisa merusak iman sebagian orang, apakah itu berarti bahwa orang-orang yang rusak imannya / disesatkan itu kehilangan keselamatan mereka? Tentu tidak! Ini sebetulnya jelas kalau kita membaca sambungan dari ay 18 ini yaitu ay 19: “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.

Jadi, orang-orang yang ‘imannya dirusakkan’ itu sebetulnya tidak pernah punya iman yang sungguh-sungguh, karena kalau mereka punya, mereka tidak bisa betul-betul disesatkan.

1Yoh 2:18-19 - “(18) Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir. (19) Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita.”.

Mat 24:24 - “Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.”.

Yoh 8:31 - “Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu”.

Jadi, mereka bukan kehilangan keselamatan, tetapi mereka tidak pernah diselamatkan.

2 Timotius 2:1-26(14)

2Timotius 2:14-26 - “(14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang. (19) Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’ (20) Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. (21) Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia. (22) Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. (23) Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran, (24) sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar (25) dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, (26) dan dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya.”.

2 Timotius 2: 19: “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.

KJV: ‘Nevertheless the foundation of God standeth sure, having this seal, The Lord knoweth them that are his. And, Let every one that nameth the name of Christ depart from iniquity.’ (= Tetapi fondasi Allah berdiri teguh, mempunyai meterai ini, Tuhan mengenal mereka yang adalah milikNya. Dan, Hendaklah setiap orang yang menyebut nama Kristus meninggalkan kejahatan).

RSV: “But God’s firm foundation stands, bearing this seal: ‘The Lord knows those who are his,’ and, ‘Let every one who names the name of the Lord depart from iniquity.’” (= Tetapi fondasi yang teguh dari Allah berdiri / bertahan, memuat meterai ini: ‘Tuhan mengenal mereka yang adalah milikNya’, dan, ‘Hendaklah setiap orang yang menyebut nama Tuhan meninggalkan kejahatan’.).

NIV: “Nevertheless, God’s solid foundation stands firm, sealed with this inscription: ‘The Lord knows those who are his,’ and, ‘Everyone who confesses the name of the Lord must turn away from wickedness.’” (= Tetapi, fondasi yang kuat dari Allah berdiri teguh, dimeteraikan dengan tulisan ini: ‘Tuhan mengenal mereka yang adalah milikNya’, dan, ‘Setiap orang yang mengakui nama Tuhan harus berbalik dari kejahatan’.).

NASB: “Nevertheless, the firm foundation of God stands, having this seal, ‘The Lord knows those who are His,’ and, ‘Everyone who names the name of the Lord is to abstain from wickedness.’” (= Tetapi, fondasi yang teguh dari Allah berdiri / bertahan, mempunyai meterai ini, ‘Tuhan mengenal mereka yang adalah milikNya’, dan, ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan harus menjauhkan diri dari kejahatan’.).

1)         “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh”.

Untuk kata ‘dasar’ atau ‘fondasi’, tafsirannya sangat bervariasi, dan sukar dipastikan yang mana yang benar.

Calvin menafsirkan bahwa ini adalah simbol dari predestinasi.

Calvin: “And first he reminds us of the election of God, which he metaphorically calls a foundation, expressing by this word the firm and enduring constancy of it. Yet all this tends to prove the certainty of our salvation, if we are of the elect of God. As if he had said, ‘The elect do not depend on changing events, but rest on a solid and immovable foundation; because their salvation is in the hand of God.’ For as ‘every plant which the heavenly Father hath not planted must be rooted up,’ (Matthew 15:13,) so a root, which has been fixed by his hand, is not liable to be injured by any winds or storms.” [= Dan pertama-tama ia mengingatkan kita tentang pemilihan Allah, yang secara kiasan ia sebut suatu dasar / fondasi, dengan menyatakan dengan kata ini kekonstanan yang teguh dan bertahan darinya. Tetapi semua ini cenderung untuk membuktikan kepastian dari keselamatan kita, jika kita adalah orang-orang pilihan Allah. Seakan-akan ia telah berkata, ‘Orang-orang pilihan tidak tergantung pada peristiwa-peristiwa yang berubah-ubah, tetapi bersandar pada suatu dasar / fondasi yang kuta dan tak bisa digerakkan; karena keselamatan mereka ada dalam tangan Allah’. Karena seperti ‘setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa surgawi harus dicabut’, (Mat 15:13), demikian juga suatu akar, yang telah ditancapkan oleh tanganNya, tidak bisa dilukai / dirugikan oleh angin atau badai apapun.].

Mat 15:13 - “Jawab Yesus: ‘Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh BapaKu yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya.”.

William Hendriksen mengatakan bahwa ada banyak penafsiran tentang arti dari kata ‘dasar / fondasi’ ini, seperti Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (Alkitab), kebangkitan jasmani, agama Kristen. Lalu ia memberikan 3 arti yang ia anggap paling penting:

a)   Pemilihan dari kekekalan.

Tentang arti ini William Hendriksen mengatakan bahwa arti ini tidak bisa dibuang sama sekali, karena dalam ay 10 Paulus baru menyebutkan tentang pemilihan. Jadi tidak diragukan bahwa kasih ilahi yang mempredestinasikan memang masuk di sini, khususnya dalam kata-kata ‘Tuhan mengenal siapa kepunyanNya’.

Tetapi William Hendriksen mengatakan bahwa tidak ada tempat lain dimana Paulus menyebut pemilihan suatu dasar / fondasi. Juga kata-kata yang kedua, yaitu ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan’ tidak cocok dengan arti ini, dan kontext juga tidak menuntut arti ini.

b)   Kristus sendiri.

William Hendriksen mengatakan bahwa Kristus memang disebut sebagai dasar / fondasi dalam 1Kor 3:10-12.

1Kor 3:10-12 - “(10) Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. (11) Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. (12) Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami,”.

Tetapi Hendriksen mengatakan bahwa kita tidak bisa selalu mengartikan secara sama kiasan-kiasan yang diberikan oleh Paulus. Dalam Ef 2:20 Kristus bukan disebut sebagai dasar / fondasi tetapi ‘batu penjuru’.

Ef 2:20 - “yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.”.

c)   Gereja.

William Hendriksen menerima arti ini.

William Hendriksen: With respect to (3): I consider this view to be correct. The church, established upon the bedrock of God’s predestinating love, is his foundation, his building well-founded. Reasons for adopting this view: a. This harmonizes most beautifully with the context: God’s true church consists of those who are his, those who stand aloof from unrighteousness (note the seal!). By calling the church ‘God’s solid foundation,’ Paul stresses its permanency and immobility. Some, indeed, have wandered away, etc., but the true church is immovable! b. This is consistent with I Tim. 3:15. There, too, the church is called ‘the foundation’ or ‘the support’ (there ἑδραίωμα, here in II Tim. 2:19 θεμέλιος). [= Berkenaan dengan (3): Saya menganggap pandangan ini sebagai benar. Gereja, didirikan di atas batuan dasar dari kasih yang mempredestinasikan dari Allah, adalah fondasi / dasarnya, bangunannya didasarkan dengan baik. Alasan-alasan untuk mengambil pandangan ini: a. Ini harmonis secara indah dengan kontext: Gereja yang benar dari Allah terdiri dari orang-orang yang adalah milikNya, mereka yang berdiri jauh dari ketidak-benaran (perhatikan meterainya!). Dengan menyebut gereja ‘dasar / fondasi yang teguh dari Allah’, Paulus menekankan kepermanenannya dan ketidak-bergerakannya. Memang sebagian telah menyimpang / tersesat, dsb., tetapi gereja yang benar tidak bisa digerakkan! b. Ini konsisten dengan 1Tim 3:15. Di sana gereja juga disebut ‘fondasi’ atau ‘penopang’ (disana HEDRAIOMA, di sini dalam 2Tim 2:19 THEMELIOS)].

1Tim 3:15 - “Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat (gereja) dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar (HEDRAIOMA) kebenaran.”.

Matthew Henry: It may be a great comfort to us that the unbelief of men cannot make the promise of God of no effect. Though the faith of some particular persons be overthrown, yet ‘the foundation of God standeth sure’ (v. 19); it is not possible that they should deceive the elect. Or it may be meant of the truth itself, which they impugn. All the attacks which the powers of darkness have made upon the doctrine of Christ cannot shake it; it stands firm, and weathers all the storms which have been raised against it. (= Bisa merupakan suatu penghiburan yang besar bagi kita bahwa ketidakpercayaan manusia tidak bisa membuat janji Allah sia-sia / tak berhasil. Sekalipun iman dari beberapa orang-orang tertentu dirobohkan, tetapi ‘dasar / fondasi Allah berdiri teguh’ (ay 19); adalah tidak mungkin bahwa mereka menipu orang-orang pilihan. Atau itu bisa berarti kebenaran itu sendiri, yang mereka ragukan. Semua serangan-serangan yang kuasa kegelapan telah buat terhadap ajaran Kristus tidak bisa menggoncangkannya; itu berdiri teguh, dan melalui / menahan semua badai yang telah dibangkitkan terhadapnya.).

Barnes’ Notes: The meaning is, that though some had been turned away by the arts of these errorists, yet the foundation of the church which God had laid remained firm; compare Eph 2:20, ‘And are built upon the foundation of the apostles and prophets, Jesus Christ himself being the chief cornerstone.’ As long as this foundation remained firm, there was no reason to be troubled from the few instances of apostasy which had occurred; (= Artinya adalah, bahwa sekalipun beberapa telah berbalik oleh keahlian dari orang-orang yang salah / sesat ini, tetapi dasar / fondasi dari gereja yang Allah telah letakkan tetap teguh; bandingkan dengan Ef 2:20, ‘Dan dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru’. Selama dasar / fondasi ini tetap teguh, di sana tak ada alasan untuk menjadi terganggu dari sedikit / beberapa contoh-contoh kemurtadan yang telah terjadi;).

2)         “dan meterainya ialah:”.

Calvin: “‘Having this seal.’ ... Paul means, that under the secret guardianship of God, as a signet, is contained the salvation of the elect, as Scripture testifies that they are ‘written in the book of life.’ (Psalm 69:28; Philippians 4:3.)” [= ‘mempunyai meterai ini’. ... Paulus memaksudkan bahwa di bawah perlindungan rahasia dari Allah, seperti sebuah segel / meterai, ada keselamatan dari orang-orang pilihan, seperti Kitab Suci saksikan bahwa mereka ‘tertulis dalam kitab kehidupan’ (Maz 69:29; Fil 4:3)].

Maz 69:29 - “Biarlah mereka dihapuskan dari kitab kehidupan, janganlah mereka tercatat bersama-sama dengan orang-orang yang benar!”.

Fil 4:3 - “Bahkan, kuminta kepadamu juga, Sunsugos, temanku yang setia: tolonglah mereka. Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan.”.

Barnes’ Notes: “‘Having this seal.’ Or rather a seal with this inscription. The word ‘seal’ is sometimes used to denote the instrument by which an impression is made, and sometimes the impression or inscription itself. A seal is used for security (Matt 27:66), or as a mark of genuineness; Rev 9:4. The seal here is one that was affixed to the FOUNDATION, and seems to refer to some inscription ON the foundation-stone which always remained there, and which denoted the character and design of the edifice. The allusion is to the custom, in rearing an edifice, of inscribing the name of the builder and the design of the edifice on the cornerstone. [= ‘Mempunyai segel / meterai ini’. Atau lebih tepat suatu segel / meterai dengan tulisan ini. Kata ‘segel / meterai’ kadang-kadang digunakan untuk menunjuk pada alat dengan mana suatu cetakan dibuat, dan kadang-kadang menunjuk pada cetakan atau tulisan itu sendiri. Suatu segel / meterai digunakan untuk keamanan (Mat 27:66), atau sebagai suatu tanda keaslian; Wah 9:4. Meterai di sini adalah meterai yang dilekatkan pada FONDASI, dan kelihatannya menunjuk pada suatu tulisan PADA batu fondasi yang selalu tetap di sana, dan yang menunjukkan karakter dan rancangan dari gedung. Kiasan ini menunjuk pada kebiasaan, dalam mendirikan suatu gedung, dengan menuliskan nama dari si pembangun dan rancangan dari gedung itu pada batu penjuru.].

Mat 27:66 - “Maka pergilah mereka dan dengan bantuan penjaga-penjaga itu mereka memeterai kubur itu dan menjaganya.”.

Wah 9:4 - “Dan kepada mereka dipesankan, supaya mereka jangan merusakkan rumput-rumput di bumi atau tumbuh-tumbuhan ataupun pohon-pohon, melainkan hanya manusia yang tidak memakai meterai Allah di dahinya.”.

William Hendriksen: God’s foundation has a seal (not merely an inscription!). Now a seal may indicate authority and thus may protect or at least warn against all tampering. Thus, the tomb of Jesus was sealed (Matt. 27:66). Again, it may be a mark of ownership. ‘Set me as a seal upon thy heart’ (Song of Solomon 8:6). Or it may authenticate a legal decree or other document, certifying and guaranteeing its genuine character. Thus, the decree of Xerxes was sealed (Esther 3:12; cf. I Cor. 9:2). When we now read that God’s solid foundation, the church, has a seal, it is probably unwarranted to apply only one of these three ideas to this seal. The seal by which believers are sealed protects, indicates ownership, and certifies, all three in one! Cf. Rev. 7:2–4. God the Father protects them, so that none are lost. He has known them as his own from all eternity (the context calls for this idea). God the Son owns them. They were given to him. Moreover, he bought or redeemed them with his precious blood. This idea of ownership is clearly expressed here (‘the Lord knows those who are his’). And God the Holy Spirit certifies that they are, indeed, the sons of God (Rom. 8:16). This divine protection, ownership, and certification seals them! [= Dasar / fondasi Allah mempunyai sebuah meterai (bukan semata-mata suatu tulisan!). Sebuah meterai bisa menunjukkan otoritas dan dengan demikian bisa melindungi atau setidaknya memperingati terhadap semua perusakan. Demikianlah, kubur Yesus dimeteraikan (Mat 27:66). Lalu itu bisa merupakan suatu tanpa kepemilikan. ‘Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu’ (Kid 8:6). Atau itu bisa menegakkan / mengesahkan suatu ketetapan hukum atau dokumen yang lain, menyatakan dan menjamin sifatnya yang asli. Demikianlah, ketetapan dari Ahasyweros dimeteraikan (Ester 3:12; bdk. 1Kor 9:2). Pada waktu kita sekarang membaca bahwa dasar / fondasi yang teguh / kuat dari Allah, gereja, mempunyai sebuah meterai, itu mungkin tidak beralasan untuk menerapkan hanya satu dari tiga gagasan tentang meterai ini. Meterai dengan mana orang-orang percaya dimeteraikan melindungi, menunjukkan kepemilikan, dan menyatakan / menjamin, ketiganya dalam satu! Bdk. Wah 7:2-4. Allah Bapa melindungi mereka, sehingga tak seorangpun hilang. Ia telah mengenal mereka sebagai milikNya sejak kekekalan (kontextnya meminta gagasan ini). Allah Anak memiliki mereka. Mereka diberikan kepadaNya. Selanjutnya, Ia membeli mereka atau menebus mereka dengan darahNya yang mahal. Gagasan kepemilikan ini dengan jelas dinyatakan di sini (‘Tuhan mengenal mereka yang adalah milikNya’). Dan Allah Roh Kudus menyatakan / menjamin bahwa mereka memang adalah anak-anak Allah (Ro 8:16). Perlindungan ilahi, kepemilikan, dan penjaminan ini memeteraikan mereka!].

Catatan: Dalam Ester 3:8 Ahasyweros disebut Xerxes oleh NIV.

a)   “‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’”.

Bdk. Mat 7:21-23 - “(21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.

Bdk. Yoh 10:14 - “Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku”.

Barnes’ Notes: “‘The Lord knoweth them that are his.’ This is one of the inscriptions on the foundation-stone of the church, which seems to mark the character of the building. It always stands there, no matter who apostatizes. It is at the same time a fearful inscription - showing that no one can deceive God; that he is intimately acquainted with all who enter that building; and that in the multitudes which enter there, the friends and the foes of God are intimately known. He can separate his own friends from all others, and his constant care will be extended to all who are truly his own, to keep them from falling. This has the APPEARANCE of being a quotation, but no such passage is found in the Old Testament in so many words. In Nah 1:7, the following words are found: ‘And he knoweth them that trust in him;’ and it is possible that Paul may have had that in his eye; but it is not necessary to suppose that he designed it as a quotation. A phrase somewhat similar to this is found in Num. 16:5, ‘the Lord will show who are his,’ rendered in the Septuagint, ‘God knoweth who are his;’ and Whitby supposes that this is the passage referred to. But whether Paul had these passages in view or not, it is clear that he meant to say that it was one of the fundamental things in religion, that God knew who were his own people, and that he would preserve them from the danger of making shipwreck of their faith. (= ‘Tuhan mengenal mereka yang adalah kepunyaanNya’. Ini adalah satu dari tulisan pada batu fondasi dari gereja, yang kelihatannya menandai karakter dari bangunan. Itu selalu berdiri di sana, tak peduli siapa yang murtad. Itu pada saat yang sama merupakan suatu tulisan yang menakutkan - menunjukkan bahwa tak seorangpun bisa menipu Allah; bahwa Ia tahu secara mendalam semua orang yang memasuki bangunan itu; dan bahwa dalam banyak orang yang masuk di sana, sahabat-sahabat dan musuh-musuh Allah dikenal secara mendalam. Ia bisa memisahkan sahabat-sahabatNya sendiri dari semua yang lain, dan perhatianNya yang terus menerus akan diperluas kepada semua orang yang benar-benar adalah milikNya, untuk menjaga mereka dari kejatuhan. Ini kelihatannya merupakan suatu kutipan, tetapi tidak ada text seperti itu ditemukan dalam Perjanjian Lama dalam begitu banyak kata-kata. Dalam Nahum 1:7, ditemukan kata-kata sebagai berikut: ‘Dan Ia mengenal orang-orang yang percaya kepadaNya’; dan adalah mungkin bahwa Paulus mempunyai itu dalam pandangannya; tetapi tidaklah perlu untuk menganggap bahwa ia merancangkannya sebagai suatu kutipan. Suatu ungkapan yang agak serupa dengan ini ditemukan  dalam Bil 16:5, ‘TUHAN akan memberitahukan, siapa kepunyaanNya’, diterjemahkan dalam Septuaginta, ‘Allah mengenal siapa kepunyaanNya’; dan Whitby menganggap bahwa ini adalah text yang ditunjuk. Tetapi apakah Paulus mempunyai text-text ini dalam pandangannya atau tidak, adalah jelas bahwa ia bermaksud untuk mengatakan bahwa itu adalah salah satu dari hal-hal dasari dalam agama, bahwa Allah mengenal siapa yang adalah kepunyaanNya, dan bahwa Ia akan memelihara / melindungi mereka dari bahaya kekandasan iman mereka.).

b)   “dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.

RSV/NIV/NASB menuliskan ‘Lord’ (= Tuhan), sama seperti Kitab Suci Indonesia. Tetapi KJV menuliskan ‘Christ’ (= Kristus).

Di sini perbedaan terjadi karena perbedaan manuscript-manuscript, dan Adam Clarke mengatakan bahwa hampir semua manuscript-manuscript yang penting, dan juga versi-versi yang utama, menuliskan ‘Lord’ (= Tuhan).

Barnes’ Notes: The foundation has two inscriptions - the first implying that God knows all who are his own people; the other, that all who are his professed people should depart from evil. This is not found in so many words in the Old Testament, and, like the former, it is not to be regarded as a quotation. The meaning is, that it is an elementary principle in the true church, that all who become members of it should lead holy lives. It was also true that they WOULD lead holy lives, and amidst all the defections of errorists, and all their attempts to draw away others from the true faith, those might be known to be the true people of God who DID avoid evil. (= Fondasi itu mempunyai dua tulisan - yang pertama menunjukkan bahwa Allah mengenal semua orang yang adalah umatNya sendiri; tulisan yang lain, bahwa semua orang yang adalah orang-orang yang mengakuiNya harus meninggalkan kejahatan. Ini tidak ditemukan dalam begitu banyak kata dalam Perjanjian Lama, dan seperti yang terdahulu, itu tidak boleh dianggap sebagai suatu kutipan. Artinya adalah, bahwa merupakan suatu prinsip dasar dalam gereja yang benar, bahwa semua yang menjadi anggota-anggotanya harus menjalani kehidupan yang kudus. Juga adalah benar bahwa mereka akan menjalani kehidupan yang kudus, dan di tengah-tengah semua cacat dari orang-orang yang salah / sesat, dan semua usaha mereka untuk menjauhkan orang-orang lain dari iman yang sejati, mereka akan dikenal sebagai umat yang sejati dari Allah yang memang menghindari kejahatan.).

Bdk. Luk 6:46 - “‘Mengapa kamu berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?”.

Mat 7:21-23 - “(21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.

Tit 2:14 - “yang telah menyerahkan diriNya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diriNya suatu umat, kepunyaanNya sendiri, yang rajin berbuat baik.”.

Pulpit Commentary: One is, ‘THE LORD KNOWETH THEM THAT ARE HIS,’ taken verbatim from the LXX. of Num 16:5: the other is, ‘LET EVERY ONE THAT NAMETH THE NAME OF THE LORD DEPART FROM UNRIGHTEOUSNESS,’ This is nowhere to be found in the Old Testament. The first part of the verse is indeed equivalent to Ku/rie to\ o)noma/ sou o)noma/zomen in Isa 26:13, but there is nothing to answer to the second part. The passages quoted by commentators from Num 16:26 and Isa 52:11 are far too general to indicate any particular reference. Possibly the motto is one of those ‘faithful sayings’ before referred to. The two inscriptions, taken together, show the two sides of the Christian standing - God’s election, and man’s holiness (comp. 1 John 1:6; 3:7,8). [= YANG satu adalah, ‘TUHAN MENGENAL MEREKA YANG ADALAH KEPUNYAANNYA’, diambil kata per kata dari LXX dari Bil 16:5: yang lain adalah, ‘Hendaklah SETIAP ORANG YANG MENYEBUT NAMA TUHAN MENINGGALKAN KETIDAK-BENARAN’, Ini tidak ditemukan dimanapun dalam Perjanjian Lama. Bagian pertama dari ayat ini memang sama dengan KURIE TO ONOMA SOU ONOMAZOMEN dalam Yes 26:13, tetapi tak ada yang sesuai dengan bagian yang kedua. Text yang dikutip oleh para penafsir dari Bil 16:26 dan Yes 52:11 adalah jauh terlalu umum untuk menunjukkan hubungan khusus apapun. Mungkin motto itu adalah salah satu dari ‘kata-kata yang setia / bisa dipercaya’ itu sebelum ditunjuk. Kedua tulisan, diambil bersama-sama, menunjukkan dua sisi dari kedudukan Kristen - pemilihan Allah, dan kekudusan manusia (bdk. 1Yoh 1:6; 3:7,8).].

Bil 16:5 - “Dan ia berkata kepada Korah dan segenap kumpulannya: ‘Besok pagi TUHAN akan memberitahukan, siapa kepunyaanNya, dan siapa yang kudus, dan Ia akan memperbolehkan orang itu mendekat kepadaNya; orang yang akan dipilihNya akan diperbolehkanNya mendekat kepadaNya.”.

Yes 26:13 - “Ya TUHAN, Allah kami, tuan-tuan lain pernah berkuasa atas kami, tetapi hanya namaMu saja kami masyhurkan.”.

Bil 16:26 - “Berkatalah ia kepada umat itu: ‘Baiklah kamu menjauh dari kemah orang-orang fasik ini dan janganlah kamu kena kepada sesuatu apapun dari kepunyaan mereka, supaya kamu jangan mati lenyap oleh karena segala dosa mereka.’”.

Yes 52:11 - “Menjauhlah, menjauhlah! Keluarlah dari sana! Janganlah engkau kena kepada yang najis! Keluarlah dari tengah-tengahnya, sucikanlah dirimu, hai orang-orang yang mengangkat perkakas rumah TUHAN!”.

1Yoh 1:6 - “Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran.”.

1Yoh 3:7-8 - “(7) Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar; (8) barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya. Untuk inilah Anak Allah menyatakan diriNya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu.”

William Hendriksen: Whether the apostle derived the thoughts embodied in the two inscriptions directly from the Old Testament, or whether they had first become embodied in a Christian hymn, as some think, is a question that cannot now be answered, and is of little importance. (= Apakah sang rasul mengambil pikiran yang diwujudkan dalam kedua tulisan itu secara langsung dari Perjanjian Lama, atau apakah mereka pertama-tama telah diwujudkan dalam suatu nyanyian pujian Kristen, seperti yang dipikirkan oleh sebagian orang, adalah suatu pertanyaan yang tidak bisa dijawab, dan tidak terlalu penting.).

2Tim 2:19 - “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.

William Hendriksen: The seal bears two closely related inscriptions. God’s decree and man’s responsibility receive equal recognition: The first inscription deals the deathblow to Pelagianism; the second, to fatalism. The first is dated in eternity; the second, in time. The first is a declaration which we must believe; the second, an exhortation which we must obey. The first exalts God’s predestinating mercy; the second emphasizes man’s inevitable duty. The first refers to the security; the second to the purity of the church (= Meterai itu memuat dua tulisan yang berhubungan erat. Ketetapan Allah dan tanggung jawab manusia menerima pengakuan yang sama / setara: Tulisan yang pertama memberi pukulan mematikan kepada Pelagianisme; yang kedua, kepada fatalisme. Yang pertama dalam kekekalan; yang kedua dalam waktu. Yang pertama merupakan suatu pernyataan yang harus kita percayai; yang kedua, suatu desakan / nasehat yang harus kita taati. Yang pertama meninggikan belas kasihan yang mempredestinasikan dari Allah; yang kedua menekankan kewajiban yang tak terhindarkan dari manusia. Yang pertama menunjuk pada keamanan; yang kedua menunjuk pada kemurnian dari gereja).

William Hendriksen: Between the two there is a very close connection. That connection is interpreted beautifully in I Cor. 6:19b,20: ‘You are not your own, for you were bought with a price (cf. the first inscription); glorify God therefore in your body’ (cf. the second inscription). The close relationship between the two inscriptions is evident also from the fact that the words of both were probably derived from the same Old Testament incident; namely, the rebellion by Korah, Dathan, and Abiram (Numbers 16). Hymenaeus and Philetus, in their rebellion against true doctrine and holy living, resembled these wicked men of the old dispensation. In both of these instances of rebellion against constituted authority there was disbelief of what God had clearly revealed. In both cases the leaders involved others in their crime. The implication is that just as the rebellion under Korah, etc., ended in dire punishment for those who rebelled and for their followers, so also will the present rebellion of Hymenaeus and Philetus terminate in disaster for them and their disciples, unless they repent. [= Di antara keduanya di sana ada suatu hubungan yang sangat erat / dekat. Hubungan itu ditafsirkan secara indah dalam 1Kor 6:19b,20: ‘Kamu bukan milik kamu sendiri, karena kamu telah dibeli dengan suatu harga (bdk. tulisan yang pertama); karena itu muliakanlah Allah dalam tubuhmu!’ (bdk. tulisan yang kedua). Hubungan yang dekat antara kedua tulisan itu juga jelas dari fakta bahwa kata-kata dari keduanya mungkin diambil dari kejadian yang sama dalam Perjanjian Lama; yaitu pemberontakan oleh Korah, Datan, dan Abiram (Bil 16). Himeneus dan Filetus, dalam pemberontakan mereka terhadap doktrin yang benar dan kehidupan yang kudus, menyerupai orang-orang jahat dari jaman Perjanjian Lama ini. Dalam kedua hal / contoh pemberontakan terhadap otoritas yang ditetapkan / ditahbiskan ini, disana ada ketidak-percayaan terhadap apa yang Allah secara jelas telah nyatakan. Dalam kedua kasus, pemimpin-pemimpinnya melibatkan orang-orang lain dalam kejahatan mereka. Maksudnya adalah bahwa sama seperti pemberontakan di bawah Korah, dsb., berakhir dalam hukuman yang menakutkan bagi mereka yang memberontak dan bagi para pengikut mereka, begitu juga pemberontakan saat ini dari Himeneus dan Filetus akan berakhir dalam bencana bagi mereka dan murid-murid mereka, kecuali mereka bertobat.].

1Kor 6:19-20 - “(19) Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? (20) Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!”.

Bil 16:5,26 - “(5) Dan ia berkata kepada Korah dan segenap kumpulannya: ‘Besok pagi TUHAN akan memberitahukan, siapa kepunyaanNya, dan siapa yang kudus, dan Ia akan memperbolehkan orang itu mendekat kepadaNya; orang yang akan dipilihNya akan diperbolehkanNya mendekat kepadaNya. ... (26) Berkatalah ia kepada umat itu: ‘Baiklah kamu menjauh dari kemah orang-orang fasik ini dan janganlah kamu kena kepada sesuatu apapun dari kepunyaan mereka, supaya kamu jangan mati lenyap oleh karena segala dosa mereka.’”.

2 Timotius 2:1-26(15)

2Timotius 2:14-26 - “(14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang. (19) Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’ (20) Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. (21) Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia. (22) Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. (23) Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran, (24) sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar (25) dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, (26) dan dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya.”.

2 Timotius 2: 20: “Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia.”.

1)   “Dalam rumah yang besar”.

Calvin: “Commentators are not agreed, however, whether the ‘great house’ means the Church alone, or the whole world. And, indeed, the context rather leads us to understand it as denoting the Church; for Paul is not now reasoning about strangers, but about God’s own family. Yet what he says is true generally, and in another passage the same Apostle extends it to the whole world; that is, at Romans 9:21, where he includes all the reprobate under the same word that is here used. We need not greatly dispute, therefore, if any person shall apply it simply to the world. Yet there can be no doubt that Paul’s object is to shew that we ought not to think it strange, that bad men are mixed with the good, which happens chiefly in the Church.” (= Tetapi, para penafsir tidak setuju, apakah ‘rumah yang besar’ berarti Gereja saja, atau seluruh dunia. Dan memang, kontext membimbing kami untuk mengertinya sebagai menunjukkan Gereja; karena Paulus sekarang tidak sedang berargumentasi / berbicara tentang orang-orang asing, tetapi tentang keluarga Allah sendiri. Tetapi apa yang ia katakan adalah benar secara umum, dan dalam text yang lain Rasul yang sama memperluasnya kepada seluruh dunia; yaitu pada Ro 9:21, dimana ia mencakup semua orang-orang reprobate / yang ditentukan untuk binasa di bawah kata yang sama yang digunakan di sini. Karena itu, kita tidak perlu sangat mempertengkarkannya jika siapapun menerapkannya kepada dunia. Tetapi tidak ada keraguan bahwa tujuan Paulus adalah menunjukkan bahwa kita tidak boleh memikirkannya sebagai sesuatu yang aneh, bahwa orang-orang jahat bercampur dengan orang-orang baik / saleh, yang terutama terjadi di dalam Gereja.).

Ro 9:21 - “Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

William Hendriksen: Timothy must not be surprised about the fact that there is such a thing as defection! He must bear in mind that it is with the visible church as it is with ‘a large house.’ (= Timotius tidak boleh terkejut tentang fakta bahwa di sana ada sesuatu seperti cacat / ketidaksempurnaan! Ia harus mencamkan bahwa gereja yang kelihatan adalah seperti ‘suatu rumah yang besar’.).

2)   “bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia.”.

Kitab Suci Indonesia: ‘mulia ... kurang mulia’.

KJV: honour ... dishonour. (= terhormat ... tidak terhormat).

RSV/NIV: noble ... ignoble. (= mulia ... tidak mulia).

NASB: honor ... dishonor. (= terhormat ... tidak terhormat).

Barnes’ Notes: “‘And some to honour, and some to dishonour.’ Some to most honorable uses - as drinking vessels, and vessels to contain costly viands, and some for the less honorable purposes connected with cooking, etc. The same thing is to be expected in the church. See this idea illustrated at greater length under another figure in the notes at 1 Cor 12:14-26; compare the notes, Rom 9:21. The APPLICATION here seems to be, that in the church it is to be presumed that there will be a great variety of gifts and attainments, and that we are no more to expect that all will be alike, than we are that all the vessels in a large house will be made of gold. (= ‘Dan sebagian / beberapa kepada kehormatan, dan sebagian / beberapa kepada ketidak-hormatan’. Sebagian / beberapa kepada penggunaan-penggunaan yang paling terhormat - seperti peralatan minum, dan peralatan untuk diisi makanan pilihan yang mahal, dan sebagian / beberapa untuk tujuan-tujuan yang kurang terhormat berhubungan dengan memasak, dsb. Hal yang sama harus diharapkan dalam gereja. Lihat gagasan ini dijelaskan dengan lebih panjang lebar di bawah gambaran yang lain dalam catatan pada 1Kor 12:14-26; bandingkan dengan catatan, Ro 9:21. PENERAPANnya di sini, kelihatannya adalah, bahwa dalam gereja harus dianggap bahwa di sana akan ada bermacam-macam karunia-karunia dan pencapaian-pencapaian, dan bahwa kita tidak boleh lebih mengharapkan bahwa semua akan serupa / sama, dari pada kita mengharapkan bahwa semua peralatan dalam sebuah rumah yang besar dibuat dari emas.).

Bagi saya adalah aneh kalau Barnes hanya mempersoalkan orang kristen yang sejati, dan hanya membedakan yang lebih setia dan yang kurang setia. Saya lebih setuju dengan Calvin di atas, dan Hendriksen dan Lenski di bawah, yang menganggap bahwa selain orang-orang kristen yang sejati, ada juga orang-orang kristen KTP / munafik / reprobate, di dalam gereja!

William Hendriksen: Similarly, the visible church, as it manifests itself on earth, contains true believers (some more faithful, comparable to gold; others less faithful, comparable to silver) and hypocrites. Cf. Matt. 13:24–30: wheat and tares. The genuine members are destined for honor (see Matt. 25:34–40); the others, for dishonor (see Matt. 25:41–45). Cf. I Sam. 2:30b; Rom. 9:21. [= Secara sama / mirip, gereja yang kelihatan, sebagaimana itu menyatakan dirinya sendiri di bumi, terdiri dari orang-orang percaya yang sejati (sebagian lebih setia, bisa dibandingkan dengan emas; yang lain kurang setia, bisa dibandingkan dengan perak) dan orang-orang munafik. Bdk. Mat 13:24-30; lalang dan gandum. Anggota-anggota yang asli ditentukan untuk kehormatan (lihat Mat 25:34-40); yang lain, untuk ketidak-hormatan (lihat Mat 25:41-45). Bdk. 1Sam 2:30b; Ro 9:21.].

1Sam 2:30 - “Sebab itu - demikianlah firman TUHAN, Allah Israel - sesungguhnya Aku telah berjanji: Keluargamu dan kaummu akan hidup di hadapanKu selamanya, tetapi sekarang - demikianlah firman TUHAN - : Jauhlah hal itu dari padaKu! Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah.”.

Lenski: The utensils of wood and of earthenware are persons who are only outwardly members of the visible church; they are ‘for dishonor,’ which does not mean for dirty use but unprized, eventually discarded and thrown on the junk heap. Nobody throws utensils that are made of gold and of silver out with the junk. We now see why the division is made between ‘gold and silver’ on the one hand, ‘wood and earthenware’ on the other, and why no other materials are mentioned, for that would spoil the illustration, (= Alat-alat dari kayu dan tanah adalah orang-orang yang hanya secara lahiriah adalah anggota-anggota dari gereja yang kelihatan; mereka adalah ‘untuk ketidakhormatan’, yang bukan berarti untuk penggunaan yang kotor tetapi tidak berharga, yang akhirnya dibuang dan dilemparkan pada tumpukan sampah. Tak seorangpun melemparkan alat-alat yang dibuat dari emas dan dari perak keluar bersama dengan sampah. Sekarang kita melihat mengapa pembagian dibuat antara ‘emas dan perak’ di satu sisi, ‘kayu dan tanah’ di sisi yang lain, dan mengapa tak ada bahan-bahan lain disebutkan, karena itu akan merusak ilustrasinya,).

Lenski: “‘For honor’ and ‘for dishonor’ do not refer to the use that is made of these utensils, some being intended for noble, some for ignoble use. Nothing is said about their use, for this is not the point; the one and only point is preciousness, some utensils being so precious as never to be thrown away, some so cheap as to be readily thrown away. (= ‘Untuk kehormatan’ dan ‘untuk ketidak-hormatan’ tidak menunjuk pada penggunaan yang dibuat oleh peralatan-peralatan ini, sebagian dimaksudkan untuk penggunaan yang mulia, sebagian untuk penggunaan yang tidak mulia. Tak ada apapun dikatakan tentang penggunaan mereka, karena ini bukanlah tujuannya; satu-satunya tujuan adalah keberhargaannya, sebagian peralatan begitu berharga sehingga tidak pernah dibuang, sebagian begitu murah sehingga siap untuk dibuang.).

Adam Clarke: “As the foundation of God refers to God’s building, i.e. the whole system of Christianity, so here the great house is to be understood of the same; and the different kinds of vessels mean the different teachers, as well as the different kinds of members. In this sacred house at Ephesus there were vessels of gold and silver - eminent, holy, sincere, and useful teachers and members, and also vessels of wood and of earth - false and heretical teachers, such as Hymeneus and Philetus, and their followers.” (= Sebagaimana fondasi Allah menunjuk pada bangunan Allah, yaitu seluruh sistim kekristenan, begitu juga di sini rumah yang besar harus dimengerti berkenaan dengan hal yang sama; dan jenis-jenis yang berbeda dari peralatan-peralatan berarti guru-guru / pengajar-pengajar yang berbeda-beda, maupun jenis-jenis yang berbeda-beda dari anggota-anggota. Dalam rumah yang keramat di Efesus ini di sana ada peralatan-peralatan dari emas dan perak - guru-guru / pengajar-pengajar dan anggota-anggota yang menonjol, kudus, sungguh-sungguh / tulus, dan juga peralatan-peralatan dari kayu dan tanah - guru-guru / pengajar-pengajar palsu dan sesat, seperti Himeneus dan Filetus, dan pengikut-pengikut mereka.).

Kalau Adam Clarke menafsirkan bahwa kata-kata itu bukan hanya menunjuk kepada anggota-anggota gereja, tetapi juga kepada guru-guru / pengajar-pengajar, maka John Stott bahkan menafsirkan bahwa kata-kata ini HANYA menunjuk kepada guru-guru / pengajar-pengajar.

John Stott: From this usage I think we would be justified in concluding that the two sets of vessels in the great house (gold and silver for noble use, wood and earthenware for ignoble) represent not genuine and spurious members of the church but true and false teachers in the church. Paul is still, in fact, referring to the two sets of teachers he has contrasted in the previous paragraph, the authentic like Timothy and the bogus like Hymenaeus and Alexander. The only difference is that he changes the metaphor from good and bad workmen to noble and ignoble vessels. [= Dari penggunaan ini saya berpikir bahwa kita akan dibenarkan dalam menyimpulkan bahwa dua set peralatan dalam rumah yang besar (emas dan perak untuk penggunaan yang mulia, kayu dan tanah untuk penggunaan yang tidak mulia) mewakili bukan anggota-anggota yang asli dan palsu dari gereja tetapi guru-guru / pengajar-pengajar yang sejati dan palsu dalam gereja. Paulus sebetulnya tetap menunjuk kepada dua set guru-guru / pengajar-pengajar yang telah ia kontraskan dalam paragraf sebelumnya, yang asli seperti Timotius dan yang gadungan / palsu seperti Himeneus dan Aleksander. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa ia mengubah kiasannya dari pekerja-pekerja yang baik dan jahat menjadi peralatan-peralatan yang mulia dan tidak mulia.].

Catatan: saya tak mengerti bagaimana Aleksander muncul di sini. Yang muncul dalam 2Tim 2:17 adalah Filetus. Aleksander muncul dalam 1Tim 1:20 dan 2Tim 4:14.

Matthew Henry: There are some professors of religion that are like the vessels of wood and earth, they are vessels of dishonour. But at the same time all are not vessels of dishonour; there are ‘vessels of gold and silver,’ vessels of honour, ‘that are sanctified and meet for the Master’s use.’ When we are discouraged by the badness of some, we must encourage ourselves by the consideration of the goodness of others. (= Di sana ada sebagian pengaku-pengaku agama yang adalah seperti peralatan-peralatan dari kayu dan tanah, mereka adalah peralatan-peralatan dari ketidak-hormatan. Tetapi pada saat yang sama tidak semua adalah peralatan ketidak-hormatan; di sana ada ‘peralatan-peralatan dari emas dan perak’, peralatan-peralatan kehormatan, ‘yang dikuduskan dan cocok untuk penggunaan sang Tuan’. Pada waktu kita kecil hati karena keburukan dari beberapa orang, kita harus menguatkan diri kita sendiri oleh pertimbangan dari kebaikan dari orang-orang lain.).

Penerapan: jangan terus menyoroti orang-orang brengsek dalam gereja, itu akan membuat saudara kecil hati, bahkan mungkin saja lalu meniru kehidupan mereka.

Mat 24:12 - “Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.”.

Lihatlah, pikirkanlah, dan tirulah kehidupan dari orang-orang yang saleh dalam gereja.

2 Timotius 2: 21: “Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia.”.

1)         “Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat,”.

Kata-kata ‘yang jahat’ ini sebetulnya tidak ada.

KJV: ‘from these’ (= dari ini).

RSV: ‘from what is ignoble’ (= dari apa yang tidak mulia).

NIV: ‘from the latter’ (= dari yang terakhir).

NASB: ‘from these things’ (= dari hal-hal ini).

Catatan: NASB menuliskan kata ‘things’ dengan huruf miring, yang menunjukkan kata itu sebetulnya tidak ada dalam bahasa aslinya. Jadi, yang betul-betul hurufiah adalah terjemahan KJV.

Apa arti dari kata ‘these’ / ‘ini’ di sini? Ada penafsir-penafsir yang mengartikan ‘these’ / ‘ini’ sebagai menunjuk kepada guru-guru / pengajar-pengajar palsu yang dibicarakan dalam ayat-ayat sebelumnya, dan / atau menunjuk pada ajaran-ajaran sesat mereka. Tetapi jelas bahwa kejahatan dari guru-guru / pengajar-pengajar palsu itu tercakup sebagai hal-hal yang harus dihindari.

Bible Knowledge Commentary: Paul then shifted the metaphor slightly to show how one can be an instrument for noble purposes, by cleansing himself from the ignoble vessels. The metaphor is somewhat mixed (one would usually think of cleansing from corruption, not cleansing from the corrupted vessels), but the apostle’s point is clear: Timothy was to have nothing to do with the false teachers. ... What is clean and set apart for special use can easily get contaminated and be rendered unusable through contact with the corrupt. [= Paulus lalu menggeser kiasannya sedikit untuk menunjukkan bagaimana seseorang bisa menjadi suatu alat untuk tujuan yang mulia, dengan membersihkan dirinya sendiri dari peralatan-peralatan yang tidak mulia. Kiasannya agak tercampur (orang biasanya berpikir tentang pembersihan dari kejahatan, bukan pembersihan dari peralatan-peralatan yang jahat / rusak), tetapi maksud sang rasul adalah jelas: Timotius tidak boleh berurusan apapun dengan guru-guru / pengajar-pengajar palsu. ... Apa yang bersih dan dipisahkan untuk penggunaan khusus bisa dengan mudah terkontaminasi dan dijadikan tak bisa digunakan melalui kontak dengan yang jahat / rusak.].

Pulpit Commentary: The idea, therefore, seems to be that of separation, and, if so, ‘from these’ may certainly mean from the false teachers described under the image of the vessels unto dishonour, as usually explained. At the same time, the image is better sustained if we understand ‘from these’ to mean the babblings, and ungodliness, and eating words of the heretics denounced. It is hardly natural to imply that one vessel in the house will become a golden vessel by purging itself from the wooden and earthen vessels. Neither is separation from the false teachers the point which St. Paul is here pressing, but avoidance of false doctrines. (= Karena itu, gagasannya kelihatannya adalah tentang pemisahan, dan jika demikian, ‘dari ini’ pasti bisa berarti dari guru-guru / pengajar-pengajar palsu yang digambarkan di bawah gambaran dari peralatan-peralatan bagi ketidak-hormatan, seperti biasanya dijelaskan. Pada saat yang sama, gambaran itu disokong dengan lebih baik jika kita mengerti ‘dari ini’ sebagai berarti ocehan-ocehan, dan kejahatan, dan kata-kata yang merusak dari orang-orang sesat yang dicela. Hampir tidak wajar untuk mengatakan secara tak langsung bahwa satu peralatan dalam rumah akan menjadi suatu peralatan dari emas dengan menyucikan dirinya sendiri dari peralatan-peralatan dari kayu dan tanah. Juga pemisahan dari guru-guru / pengajar-pengajar palsu bukanlah maksud yang Santo Paulus tekankan di sini, tetapi penghindaran dari ajaran-ajaran yang salah / palsu.).

Barnes’ Notes: ‘If a man therefore purge himself from these, he shall be a vessel unto honour.’ ... The word ‘these’ refers, here, to the persons represented by the vessels of wood and of earth - the vessels made to dishonor, as mentioned in the previous verse (2 Tim 2:20). The idea is, that if one would preserve himself from the corrupting influence of such men, he would be fitted to be a vessel of honor, or to be employed in the most useful and honorable service in the cause of his Master. [= ‘Jika seseorang menyucikan dirinya sendiri dari ini, ia akan menjadi suatu peralatan bagi kehormatan’. ... Kata ‘ini’ di sini menunjuk kepada orang-orang yang digambarkan dengan peralatan-peralatan dari kayu dan tanah - peralatan-peralatan yang dibuat bagi ketidak-hormatan, seperti disebutkan dalam ayat sebelumnya (2Tim 2:20). Gagasannya adalah, bahwa jika seseorang mau menjaga dirinya sendiri dari pengaruh merusak dari orang-orang seperti itu, ia akan jadi cocok untuk menjadi suatu peralatan kehormatan, atau untuk digunakan dalam pelayanan yang paling berguna dan terhormat dalam perkara Tuannya.].

John Stott: The master of the house lays down only one condition. The vessels which he uses must be clean. His promise hinges on this. It is evident at once that some kind of self-purification is the indispensable condition of usefulness to Christ, but exactly what is it? The words ‘from what is ignoble’ are the RSV interpretation of apo toutōn ‘from these’ (plural), and ‘these’ must refer back to the ‘vessels for ignoble use’ of the previous verse. In what sense, then, are we to purify ourselves from these? It cannot mean that we are to cut adrift from all nominal church members whom we suspect of being spurious, and secede from the visible church, for Jesus indicated in his parable that the weeds had been sown among the wheat and could not be successfully separated from them until the harvest. Besides, we have already seen that it is teachers rather than members who are indicated by the two sorts of vessels. This fact and the context suggest, therefore, that we are to hold ourselves aloof from the kind of false teachers who, like Hymenaeus and Philetus, both deny some fundamental of the gospel and (according to 1 Tim. 1:19, 20) have also violated their conscience and lapsed into some form of unrighteousness. But Paul’s condition is more radical even than this. What we are to avoid is not so much contact with such men as their error and their evil. To purify ourselves ‘from these’ is essentially to purge their falsehood from our minds and their wickedness from our hearts and lives. Purity, then - purity of doctrine and purity of life - is the essential condition of being serviceable to Christ. [= Tuan dari rumah memberikan hanya satu syarat. Peralatan yang ia gunakan harus bersih. Janjinya bergantung pada ini. Segera terlihat dengan jelas bahwa sejenis pemurnian diri sendiri adalah syarat yang sangat diperlukan dari kebergunaan bagi Kristus, tetapi persisnya apakah itu? Kata-kata ‘dari apa yang tidak mulia’ adalah penafsiran RSV tentang APO TAUTON ‘dari ini’ (jamak), dan ‘ini’ harus menunjuk kembali kepada ‘peralatan-peralatan untuk penggunaan yang tidak mulia’ dari ayat sebelumnya. Lalu dalam arti apa kita harus memurnikan diri kita sendiri dari ini? Itu tidak bisa berarti bahwa kita harus memotong sehingga hanyut dari semua anggota-anggota gereja yang hanya namanya saja anggota gereja, yang kita curigai sebagai palsu, dan melepaskan / menarik diri dari gereja yang kelihatan, karena Yesus menyatakan dalam perumpamaanNya bahwa rumput liar / lalang telah ditaburkan di antara gandum dan tidak bisa secara sukses dipisahkan dari mereka sampai musim menuai. Disamping, kita telah melihat bahwa adalah guru-guru / pengajar-pengajar dan bukannya anggota-anggota yang ditunjukkan oleh dua jenis peralatan. Karena itu, fakta ini dan kontextnya mengusulkan / menganjurkan bahwa kita harus menahan diri kita sendiri jauh-jauh dari jenis guru-guru / pengajar-pengajar palsu yang, seperti Himeneus dan Filetus, keduanya menyangkal beberapa ajaran dasar dari injil dan (menurut 1Tim 1:19,20) juga telah melanggar hati nurani mereka dan tergelincir ke dalam suatu bentuk ketidak-benaran. Tetapi syarat dari Paulus bahkan lebih radikal dari ini. Apa yang harus kita hindari bukanlah kontak dengan orang-orang seperti itu tetapi lebih pada kesalahan mereka dan kejahatan mereka. Memurnikan diri kita sendiri ‘dari ini’ secara hakiki adalah menyucikan kepalsuan / kesalahan mereka dari pikiran kita dan kejahatan mereka dari hati dan kehidupan kita. Maka, kemurnian - kemurnian ajaran dan kemurnian kehidupan - adalah syarat yang mutlak perlu dari keadaan berguna bagi Kristus.].

William Hendriksen: Close and intimate association with hypocrites may easily lead to moral and spiritual contamination (I Cor. 15:33; and see N.T.C. on II Thess. 3:14). The temptation to fall into this trap must be avoided. The sin of accepting the doctrines and/or of copying the example of such wicked men (whether the latter be thought of as still in the church or as already out of the church) must be avoided (cf. verse 19b); and if committed, must be confessed, and the evil must be overcome with good. Thus, a person must ‘effectively’ or ‘thoroughly’ cleanse himself ‘from these,’ that is, from evil men (‘utensils for dishonor’) and their defiling doctrines and practices; from such men as Hymenaeus and Philetus and their disciples, and from their false teachings and evil habits. [= Persatuan / pergaulan yang dekat dan intim dengan orang-orang munafik bisa dengan mudah membimbing pada pencemaran moral dan rohani (1Kor 15:33; dan lihat N.T. C. tentang 2Tes 3:14). Pencobaan untuk jatuh pada jebakan ini harus dihindari. Dosa tentang penerimaan doktrin-doktrin dan / atau peniruan teladan dari orang-orang jahat seperti itu (apakah yang belakangan ini dianggap sebagai tetap dalam gereja atau sebagai telah ada di luar gereja) harus dihindari (bdk. ayat 19b); dan jika dilakukan, harus diakui, dan yang jahat harus dikalahkan dengan yang baik. Maka, seseorang harus ‘secara efektif’ atau ‘secara menyeluruh’ membersihkan dirinya sendiri ‘dari ini’, yaitu dari orang-orang jahat (‘peralatan-peralatan untuk ketidak-hormatan’) dan doktrin-doktrin dan praktek-praktek mereka yang merusak; dari orang-orang seperti Himeneus dan Filetus dan murid-murid mereka, dan dari ajaran-ajaran palsu dan kebiasaan-kebiasaan jahat mereka.].

1Kor 15:33 - “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.”.

2Tes 3:14 - “Jika ada orang yang tidak mau mendengarkan apa yang kami katakan dalam surat ini, tandailah dia dan jangan bergaul dengan dia, supaya ia menjadi malu,”.

Calvin: “here God explicitly states in what manner he wishes us to serve him, that is, by a religious and holy life.” (= di sini Allah secara explicit menyatakan dengan cara apa Ia ingin kita melayani Dia, yaitu dengan suatu kehidupan yang religius dan kudus.).

Jadi, Calvin menekankan pembuangan dosa / kejahatan. Dan ini cocok dengan kontext:

·       Ay 19b: “‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.

·       Ay 22: “Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni.”.

2)   “ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia.”.

Apakah potongan kalimat ini menunjukkan bahwa orang bisa berubah dari perabot yang tidak mulia menjadi perabot yang mulia?

Lenski: The condition is one of expectancy, for who would expect any person to turn himself from gold or silver into wood or earthenware? The application is left general: ‘if, then, anyone,’ for it applies to all true members of the church and not merely to Timothy. The illustration and the reality are interwoven so as to bring out the point. But this, of necessity, strains the illustration. In the case of lifeless household utensils it is the rule: once a thing of gold or of silver always a thing of gold or of silver, and this is, of course, also true with regard to things of wood or of earthenware. But that is not the case with regard to the living persons here illustrated. They may change from gold and silver to wood and earthenware, from genuine to mere outward church members. Illustrations must frequently be strained in this way: they only touch the reality, indicate it only in a weak way; they are on a poor, low plane, the reality on a far higher plane. We should, therefore, accept the strain and not force the reality down to the illustration or the illustration up to the reality. (= Keadaannya adalah keadaan dari pengharapan, karena siapa akan mengharapkan siapapun untuk mengubah dirinya sendiri dari emas atau perak menjadi kayu atau tanah? Penerapannya dibiarkan umum: ‘maka, jika siapapun’, karena itu diterapkan kepada semua anggota-anggota sejati dari gereja dan bukan semata-mata kepada Timotius. Ilustrasi dan kenyataannya dijalin sehingga mengeluarkan / menghasilkan tujuannya. Tetapi ini harus memaksakan ilustrasinya. Dalam kasus dari peralatan-peralatan rumah yang tak bernyawa ini adalah peraturannya: sekali suatu benda dari emas atau perak, selalu suatu benda dari emas atau perak, dan tentu saja ini juga benar berkenaan dengan benda-benda dari kayu dan tanah. Tetapi itu bukan kasusnya berkenaan dengan orang-orang hidup yang di sini diilustrasikan. Mereka bisa berubah dari emas dan perak menjadi kayu dan tanah, dari anggota-anggota gereja yang sejati menjadi yang semata-mata lahiriah. Ilustrasi-ilustrasi sering harus dipaksa dengan cara ini: mereka hanya menyentuh kenyataannya, menunjukkannya hanya dengan cara yang lemah; mereka ada pada dataran yang miskin dan rendah, kenyataannya ada pada dataran yang jauh lebih tinggi. Karena itu, kita harus menerima pemaksaannya dan tidak memaksa kenyataannya turun pada ilustrasinya atau ilustrasinya naik pada kenyataannya.).

Saya tak setuju dengan Lenski dalam hal ini. Paulus memberikan kiasan tentang perabot-perabot dari emas, perak, kayu dan tanah di sini, bukan untuk mempersoalkan perubahan itu, apalagi mempersoalkan siapa penyebab dari perubahan itu.

Calvin: “There are many who misapply this passage, for the sake of proving that what Paul elsewhere (Romans 9:16) declares to belong ‘to God that sheweth mercy,’ is actually within the power of ‘him that willeth and him that runneth.’ This is exceedingly frivolous; for Paul does not here argue about the election of men, in order to shew what is the cause of it, as he does in the ninth chapter of the Epistle to the Romans (Romans 9); but only means that we are unlike wicked men, whom we perceive to have been born to their perdition. It is consequently foolish to draw an inference from these words, about the question whether it is in a man’s power to place himself in the number of the children of God, and to be the author of his own adoption.” [= Ada banyak yang menerapkan secara salah text ini, untuk membuktikan bahwa apa yang Paulus di tempat lain (Ro 9:16) nyatakan sebagai milik ‘dari Allah yang menunjukkan belas kasihan’, sebenarnya ada dalam kuasa dari ‘dia yang menghendaki dan dia yang berlari / berusaha’. Ini sangat sembrono; karena di sini Paulus tidak berargumentasi tentang pemilihan manusia, untuk menunjukkan apa penyebabnya, seperti yang ia lakukan dalam pasal ke sembilan dari Surat kepada Gereja Roma (Ro 9); tetapi hanya memaksudkan bahwa kita tidak seperti orang-orang jahat, yang kita mengerti sebagai telah dilahirkan untuk kebinasaan mereka. Karena itu adalah tolol untuk menarik suatu kesimpulan dari kata-kata ini, tentang pertanyaan apakah itu ada dalam kuasa manusia untuk menempatkan dirinya sendiri dalam kelompok dari anak-anak Allah, dan menjadi pencipta dari pengadopsiannya sendiri.].

Ro 9:16 - “Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah.”.

KJV: So then it is not of him that willeth, nor of him that runneth, but of God that sheweth mercy. (= Maka itu bukan dari dia yang menghendaki, ataupun dari dia yang berlari / berusaha, tetapi dari Allah yang menunjukkan belas kasihan).

Calvin: “Others, who infer from these words that free-will is sufficient for preparing a man, that he may be fit and qualified for obeying God, do not at first sight appear to be so absurd as the former, yet there is no solidity in what they advance. ... Beyond all controversy, we are called to holiness. But the question about the calling and duty of Christians is totally different from the question about their power or ability.” (= Orang-orang lain, yang menyimpulkan dari kata-kata ini bahwa kehendak bebas adalah cukup untuk mempersiapkan seseorang, supaya ia bisa cocok dan memenuhi syarat untuk mentaati Allah, pertama-tama tidak terlihat sebagai begitu menggelikan seperti yang terdahulu, tetapi di sana tidak ada kekuatan dalam apa yang mereka ajukan. ... Tak diragukan, kita dipanggil pada kekudusan. Tetapi pertanyaan tentang panggilan dan kewajiban orang-orang Kristen sama sekali berbeda dari pertanyaan tentang kuasa / kekuatan atau kemampuan mereka.).

2 Timotius 2:1-26(16)

2Timotius 2:14-26 - “(14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang. (19) Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’ (20) Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. (21) Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia. (22) Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. (23) Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran, (24) sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar (25) dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, (26) dan dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya.”.

2 Timotius 2: 22: “Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni.”.

William Hendriksen: The way to cleanse oneself is to become detached from that which is evil and attached to that which is good. Hence, Paul continues: ‘But from the desires of youth flee away, and run after righteousness, faith, love, peace with those who call upon the Lord out of pure hearts.’ (= Cara / jalan untuk membersihkan diri sendiri adalah dengan memisahkan dari apa yang jahat dan melekatkan pada apa yang baik. Maka, Paulus melanjutkan: ‘Tetapi larilah dari keinginan-keinginan orang muda, dan kejarlah kebenaran, kesetiaan, kasih, damai dengan mereka yang memanggil Tuhan dari hati yang murni.’).

1)         “Sebab itu jauhilah nafsu orang muda,”.

Kata ‘nafsu’.

KJV/NASB: ‘lusts’ (= nafsu-nafsu).

RSV: ‘passions’ (= nafsu-nafsu / keinginan-keinginan).

NIV: ‘desires’ (= keinginan-keinginan).

Kata ‘jauhilah’.

RSV: ‘shun’ (= hindarilah / jauhilah).

KJV/NIV/NASB/ASV/NKJV: ‘flee’ (= larilah).

Yang terakhir ini menurut saya merupakan terjemahan yang lebih tepat.

Timotius harus menjauhi / lari dari hal-hal yang negatif.

Mengapa Paulus mengatakan ‘nafsu orang muda?

Calvin: “By this term he does not mean either a propensity to uncleanness, or any of those licentious courses or sinful lusts in which young men frequently indulge, but any impetuous passions to which the excessive warmth of that age is prone. If some debate has arisen, young men more quickly grow warm, are more easily irritated, more frequently blunder through want of experience, and rush forward with greater confidence and rashness, than men of riper age. With good reason, therefore, does Paul advise Timothy, being a young man, to be strictly on his guard against the vices of youth, which otherwise might easily drive him to useless disputes.” (= Dengan istilah ini ia tidak memaksudkan atau suatu kecenderungan pada kenajisan, atau apapun dari jalan-jalan yang tidak mempedulikan hukum atau nafsu-nafsu yang berdosa, dalam mana orang-orang muda sering memuaskan diri, tetapi nafsu / keinginan yang tergesa-gesa / tak sabar pada mana kehangatan yang berlebihan dari usia itu condong. Jika suatu perdebatan muncul, orang-orang muda menjadi panas dengan lebih cepat, lebih mudah jengkel, lebih sering melakukan blunder karena kurangnya pengalaman, dan maju dengan gegabah dengan keyakinan yang lebih besar dan kegegabahan, dari pada orang dengan usia yang lebih matang. Karena itu, dengan alasan yang baik Paulus menasihati Timotius, yang adalah seorang muda, untuk secara ketat berjaga-jaga terhadap kejahatan-kejahatan dari orang muda, yang kalau tidak, bisa dengan mudah mendorong dia pada pertengkaran yang sia-sia.).

Saya meragukan penafsiran Calvin tentang hal ini. Alasan saya, kalau hanya untuk hal seperti itu, mengapa Paulus menggunakan istilah yang begitu keras, yaitu ‘flee’ (= larilah)? Bandingkan dengan komentar-komentar Albert Barnes di bawah ini.

Barnes’ Notes: “‘Flee also youthful lusts.’ Such passions as youth are subject to. On the word ‘flee,’ and the pertinency of its use in such a connection, see the notes at 1 Cor 6:18. Paul felt that Timothy, then a young man, was subject to the same passions as other young men; and hence, his repeated cautions to him to avoid all those things, arising from his youth, which might be the occasion of scandal; ... It is to be remembered that this Epistle is applicable to other ministers, as well as to Timothy; and, to a young man in the ministry, no counsel could be more appropriate than to ‘FLEE from youthful lusts;’ not to indulge for a moment in those corrupt passions to which youth are subject, (= ‘Larilah juga dari nafsu-nafsu orang muda’. Nafsu-nafsu seperti itu terhadap mana orang muda condong. Tentang kata ‘larilah’, dan kecocokan dari penggunaannya dalam hubungan seperti itu, lihat catatan pada 1Kor 6:18. Paulus merasa bahwa Timotius, yang pada saat itu adalah seorang muda, condong pada nafsu-nafsu yang sama seperti orang-orang muda yang lain; dan karena itu ia memberinya peringatan berulang-ulang untuk menghindari semua hal-hal itu, yang muncul dari kemudaannya, yang bisa menjadi penyebab dari skandal; ... Harus diingat bahwa Surat ini berlaku untuk pendeta-pendeta lain, maupun untuk Timotius; dan bagi seorang muda dalam pelayanan, tak ada nasehat yang bisa lebih cocok dari pada untuk lari dari nafsu-nafsu orang muda’; tidak memuaskan diri sesaatpun dalam nafsu-nafsu yang rusak / jahat itu pada mana orang muda condong,).

Barnes’ Notes (tentang 1Kor 6:18): There is force and emphasis in the word ‘flee’ ‎feugate. Man should ESCAPE from it; he should not stay to REASON about it; to debate the matter; or even to CONTEND with his propensities, and to try the strength of his virtue. There are some sins which a man can RESIST; some about which he can reason without danger of pollution. But this is a sin where a man is SAFE only when he flies; free from pollution only when he refuses to entertain a thought of it; secure when he seeks a victory by flight, and a conquest by retreat. Let a man turn away from it without reflection on it and he is safe. Let him think, and reason, and he may be ruined. (= Ada kekuatan dan penekanan dalam kata ‘larilah’ FEUGATE. Orang harus LOLOS darinya; ia tidak boleh tinggal untuk BERARGUMENTASI tentangnya; memperdebatkan persoalan itu; atau bahkan menentang / melawannya dengan kecondongan-kecondongannya, dan mencoba / menguji kekuatan dari kebaikannya. Ada beberapa dosa-dosa yang orang bisa TAHAN; beberapa tentang mana ia bisa berargumentasi tanpa bahaya dari polusi. Tetapi ada suatu dosa dimana seseorang AMAN hanya kalau ia terbang / lari; bebas dari polusi hanya kalau ia menolak untuk mengenangnya; aman kalau ia mencari suatu kemenangan dengan lari, dan suatu penaklukan dengan mundur. Biarlah seseorang berbalik darinya tanpa pemikiran tentangnya dan ia aman. Biarlah ia berpikir, dan berargumentasi, dan ia bisa / mungkin dihancurkan.).

Bdk. Kej 39:7-12 - “(7) Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: ‘Marilah tidur dengan aku.’ (8) Tetapi Yusuf menolak dan berkata kepada isteri tuannya itu: ‘Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku, (9) bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?’ (10) Walaupun dari hari ke hari perempuan itu membujuk Yusuf, Yusuf tidak mendengarkan bujukannya itu untuk tidur di sisinya dan bersetubuh dengan dia. (11) Pada suatu hari masuklah Yusuf ke dalam rumah untuk melakukan pekerjaannya, sedang dari seisi rumah itu seorangpun tidak ada di rumah. (12) Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata: ‘Marilah tidur dengan aku.’ Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar.”.

William Hendriksen: The word ‘desire’ that is used in the original, whether in a favorable or unfavorable sense, always indicates strong yearning. As the footnote indicates, it is used far more often in an unfavorable than in a favorable sense. In the present passage, it is definitely sinful desire that is meant (‘From the desires of youth flee away’). Such sinful desires, as the footnote also proves, can be classified more or less after the manner of modern psychology (though here these yearnings would hardly be called sinful), as follows: (1). Pleasure, etc., the inordinate craving for the satisfaction of the physical appetites: the ‘lust’ for food and drink, pleasure-madness, uncontrolled sexual desire (Rom. 1:24; Rev. 18:14, etc.) (2). Power, etc., the ungoverned passion to be Number 1, the lust to ‘shine’ or be dominant. This results in envy, quarrelsomeness, etc. This sinful tendency is included prominently in such references as Gal. 5:16, 24; II Peter 2:10, 18; Jude 16, 18. (3). Possessions, etc., uncontrolled yearning for material possessions and for the ‘glory’ that goes with them (see I Tim. 6:9 in its context). [= Kata ‘keinginan’ yang digunakan dalam bahasa aslinya, apakah dalam arti yang baik atau tidak baik, selalu menunjukkan hasrat yang kuat. Seperti ditunjukkan dalam catatan kaki, itu digunakan jauh lebih sering dalam arti yang tidak baik dari pada dalam arti yang baik. Dalam text saat ini, jelas keinginan berdosa yang dimaksudkan (‘Dari keinginan-keinginan orang muda larilah’). Keinginan-keinginan berdosa seperti itu, seperti juga dibuktikan pada catatan kaki, bisa digolongkan lebih kurang seperti cara dari psikologi modern (sekalipun di sini hasrat-hasrat ini hampir tak bisa disebut berdosa), sebagai berikut: (1.) Kesenangan, dsb., kebutuhan yang sangat banyak untuk pemuasan dari nafsu-nafsu / keinginan-keinginan fisik: ‘nafsu’ untuk makanan dan minuman, kegilaan terhadap kesenangan, keinginan sex yang tak terkontrol (Ro 1:24; Wah 18:14, dsb.) (2.) Kekuasaan, dsb., nafsu / keinginan yang tak terkuasai untuk menjadi yang nomor satu, nafsu untuk ‘bersinar’ atau menjadi dominan. Ini menghasilkan iri hati, kesukaan bertengkar, dsb. Kecenderungan berdosa ini termasuk secara menyolok dalam referensi-referensi seperti Gal 5:16,24; 2Pet 2:10,18; Yudas 16,18. (3.) Milik, dsb., hasrat yang tidak terkendali untuk kepemilikan materi dan untuk ‘kemuliaan’ yang berjalan bersama mereka (lihat 1Tim 1:9 dalam kontextnya).].

Catatan: saya tak mengerti bagian yang saya garis-bawahi, bagaimana mungkin William Hendriksen mengatakan bahwa itu hampir tak bisa disebut berdosa.

Ro 1:24 - “Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka.”.

Wah 18:14 - “Dan mereka akan berkata: ‘Sudah lenyap buah-buahan yang diingini hatimu, dan segala yang mewah dan indah telah hilang dari padamu, dan tidak akan ditemukan lagi.’”.

Gal 5:16,24 - “(16) Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging. ... (24) Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.”.

2Pet 2:10,18 - “(10) terutama mereka yang menuruti hawa nafsunya karena ingin mencemarkan diri dan yang menghina pemerintahan Allah. Mereka begitu berani dan angkuh, sehingga tidak segan-segan menghujat kemuliaan, ... (18) Sebab mereka mengucapkan kata-kata yang congkak dan hampa dan mempergunakan hawa nafsu cabul untuk memikat orang-orang yang baru saja melepaskan diri dari mereka yang hidup dalam kesesatan.”.

Yudas 16,18 - “(16) Mereka itu orang-orang yang menggerutu dan mengeluh tentang nasibnya, hidup menuruti hawa nafsunya, tetapi mulut mereka mengeluarkan perkataan-perkataan yang bukan-bukan dan mereka menjilat orang untuk mendapat keuntungan. ... (18) Sebab mereka telah mengatakan kepada kamu: ‘Menjelang akhir zaman akan tampil pengejek-pengejek yang akan hidup menuruti hawa nafsu kefasikan mereka.’”.

1Tim 1:9 - “yakni dengan keinsafan bahwa hukum Taurat itu bukanlah bagi orang yang benar, melainkan bagi orang durhaka dan orang lalim, bagi orang fasik dan orang berdosa, bagi orang duniawi dan yang tak beragama, bagi pembunuh bapa dan pembunuh ibu, bagi pembunuh pada umumnya,”.

Catatan: saya berpendapat 2 ayat pertama di atas tidak cocok untuk dijadikan referensi, dan demikian juga dengan ayat yang terakhir.

William Hendriksen: Since these inordinate desires often assert themselves more turbulently in youth than in old age - as he grows older a Christian rises above them through the sanctifying grace of the Holy Spirit, bringing him gradually to spiritual maturity -, they are here fittingly called ‘the desires of youth’ [= Karena keinginan-keinginan yang banyak itu sering menyatakan diri mereka sendiri dengan lebih bergolak pada usia muda dari pada pada usia tua - pada waktu ia menjadi lebih tua, seorang Kristen naik di atas mereka melalui kasih karunia yang menguduskan dari Roh Kudus, membawanya secara perlahan-lahan pada kematangan rohani -, mereka di sini secara cocok dikatakan ‘keinginan-keinginan dari orang muda’].

2)   “kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni.”.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘righteousness, faith’ (= kebenaran, iman / kesetiaan).

Calvin: “‘With all that call on the Lord.’ Here, by a figure of speech, in which a part is taken for the whole, ‘calling on God’ is taken generally for worship, if it be not thought preferable to refer it to profession. But this is the chief part of the worship of God, and for that reason ‘calling on God’ often signifies the whole of religion or the worship of God.” (= ‘Bersama dengan semua orang yang berseru kepada Tuhan’. Di sini suatu kiasan, dalam mana sebagian digunakan untuk seluruhnya, ‘berseru kepada Allah’ biasanya digunakan untuk penyembahan / ibadah, jika itu tidak dianggap lebih menunjuk pada pengakuan. Tetapi ini adalah bagian utama dari penyembahan / ibadah kepada Allah, dan untuk alasan itu ‘berseru kepada Allah’ sering berarti seluruh agama atau penyembahan kepada Allah.).

Calvin: “But when he bids him seek ‘peace with all that call upon the Lord,’ it is doubtful whether, on the one hand, he holds out all believers as an example, as if he had said, that he ought to pursue this in common with all the true worshippers of God, or, on the other hand, he enjoins Timothy to cultivate peace with them. The latter meaning appears to be more suitable.” (= Tetapi pada waktu ia meminta mereka mencari ‘damai bersama semua orang yang berseru kepada Tuhan’, merupakan sesuatu yang meragukan apakah, di satu sisi, ia menahan semua orang-orang percaya sebagai suatu contoh, seakan-akan ia berkata, bahwa ia harus mengejar ini bersama-sama dengan semua penyembah-penyembah Allah yang sejati, atau, di sisi lain, ia memerintahkan Timotius untuk mengembangkan damai bersama / dengan mereka. Arti yang belakangan kelihatannya lebih cocok.).

Bible Knowledge Commentary: While Timothy must oppose the false teachers, he was to be at peace with his brethren who were honest before God. The clear implication is that the false teachers were dishonest before God (cf. 1 Tim 1:5; 4:2; 6:3-5). [= Sementara Timotius harus menentang guru-guru / pengajar-pengajar palsu, ia harus ada dalam damai dengan saudara-saudaranya yang jujur di hadapan Allah. Kesan yang jelas adalah bahwa guru-guru / pengajar-pengajar palsu tidak jujur di hadapan Allah (bdk. 1Tim 1:5; 4:2; 6:3-5).].

Catatan: penafsir ini mengartikan hati nurani yang murni sebagai jujur. Mungkin tulus lebih cocok.

1Tim 1:5 - “Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas.”.

1Tim 4:2 - “oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka.”.

1Tim 6:3-5 - “(3) Jika seorang mengajarkan ajaran lain dan tidak menurut perkataan sehat - yakni perkataan Tuhan kita Yesus Kristus - dan tidak menurut ajaran yang sesuai dengan ibadah kita, (4) ia adalah seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa. Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang menyebabkan dengki, cidera, fitnah, curiga, (5) percekcokan antara orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dan yang kehilangan kebenaran, yang mengira ibadah itu adalah suatu sumber keuntungan.”.

Penerapan: karena itu hati-hati dengan nabi-nabi palsu, karena mereka pada umumnya kelihatan penuh dengan kasih, sabar dsb, tetapi mereka tidak jujur / tulus! Dengan kata lain, mereka hanya bersikap munafik!

William Hendriksen: From the sinful tendencies of youth flee away, and run after (steadily pursue) the following: a. that state of heart and mind which is in harmony with God’s law (‘righteousness’); b. humble and dynamic confidence in God (‘faith’); c. deep personal affection for the brothers, including in your benevolent interest even the enemies (‘love’); and d. undisturbed, perfect understanding (‘peace’) with all Christians (those who in prayer and praise ‘call upon’ the Lord Jesus Christ - cf. Joel 2:32; Rom. 10:12; I Cor. 1:2 - out of pure hearts). The ‘pure hearts’ ... are the inner personalities of those who ‘stand aloof from unrighteousness’ (verse 19) and ‘have effectively cleansed themselves’ (verse 21). [= Dari kecenderungan-kecenderungan berdosa dari orang-orang muda, larilah, dan kejarlah (kejarlah secara terus menerus) hal-hal yang berikut: a. keadaan hati dan pikiran itu yang sesuai dengan hukum Allah (‘kebenaran’); b. keyakinan yang rendah hati dan dinamis / bersemangat kepada Allah (‘iman’); c. rasa sayang yang dalam dan bersifat pribadi untuk saudara-saudara, termasuk kepedulianmu yang penuh kebajikan bahkan untuk musuh-musuh (‘kasih’); dan, d. persetujuan timbal balik yang tak terganggu, sempurna (‘damai’) dengan semua orang-orang Kristen (mereka yang dalam doa dan pujian ‘berseru kepada’ Tuhan Yesus Kristus - bdk. Yoel 2:32; Ro 10:12; 1Kor 1:2 - dari hati yang murni). ‘Hati yang murni’ ... adalah kepribadian-kepribadian di dalam dari mereka yang ‘berdiri jauh dari ketidak-benaran’ (ayat 19) dan ‘secara efektif telah membersihkan diri mereka sendiri’ (ayat 21).].

Yoel 2:32 - “Dan barangsiapa yang berseru kepada nama TUHAN akan diselamatkan, sebab di gunung Sion dan di Yerusalem akan ada keselamatan, seperti yang telah difirmankan TUHAN; dan setiap orang yang dipanggil TUHAN akan termasuk orang-orang yang terlepas.’”.

Ro 10:12 - “Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepadaNya.”.

1Kor 1:2 - “kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita.”.

Ay 19,21: “(19) Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’ ... (21) Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia.”.

Kekristenan memang bukan hanya mengharuskan kita untuk meninggalkan hal-hal yang buruk, tetapi pada saat yang sama juga mengharuskan kita untuk mengejar / mengusahakan hal-hal yang baik.

Kalau yang pertama bersifat negatif, maka yang kedua bersifat positif. Kedua bagian dari sanctification (= pengudusan) ini tidak dilakukan secara berurutan, tetapi secara berbarengan.

Louis Berkhof: The two parts of sanctification are represented in Scripture as: a. The mortification of the old man, the body of sin. ... b. The quickening of the new man, created in Christ Jesus unto good works. While the former part of sanctification is negative in character, this is positive. ... The old structure of sin is gradually torn down, and a new structure of God is reared in its stead. These two parts of sanctification are not successive but contemporaneous. Thank God, the gradual erection of the new building need not wait until the old one is completely demolished. If it had to wait for that, it could never begin in this life. With the gradual dissolution of the old the new makes its appearance.” (= Kedua bagian dari pengudusan yang digambarkan dalam Kitab Suci sebagai: a. Pematian / tindakan mematikan manusia lama, tubuh dosa. ... b. Tindakan menghidupkan manusia baru, diciptakan dalam Kristus Yesus pada perbuatan-perbuatan baik. Sementara bagian terdahulu dari pengudusan bersifat negatif, yang ini bersifat positif. ... Struktur lama dari dosa perlahan-lahan dirobohkan, dan suatu struktur yang baru dari Allah dibangun di tempatnya. Kedua bagian dari pengudusan ini tidak berurutan / berturut-turut tetapi ada / terjadi secara bersamaan. Syukur kepada Allah, pembangunan perlahan-lahan dari bangunan yang baru tidak perlu menunggu sampai bangunan yang lama dihancurkan secara total. Seandainya itu harus menunggu hal itu, itu tidak pernah bisa dimulai dalam hidup ini. Bersama dengan penghancuran perlahan-lahan dari yang lama, yang baru muncul / menampilkan diri.) - ‘Systematic Theology’, hal 533.

2 Timotius 2: 23: “Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran,”.

Dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia digunakan 3 kata sifat, padahal seharusnya hanya ada 2. Entah dari mana muncul kata-kata ‘yang dicari-cari’ itu. Juga kata ‘tidak layak’ salah terjemahan.

KJV: ‘But foolish and unlearned questions avoid, knowing that they do gender strifes.’ (= Tetapi hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang tolol dan bodoh / tidak terpelajar, mengetahui bahwa mereka menimbulkan pertengkaran.).

RSV: ‘Have nothing to do with stupid, senseless controversies; you know that they breed quarrels.’ (= Jangan berurusan dengan kontroversi-kontroversi yang bodoh dan tolol; kamu tahu bahwa mereka membiakkan pertengkaran.).

NIV: ‘Don’t have anything to do with foolish and stupid arguments, because you know they produce quarrels.’ (= Jangan berurusan dengan argumentasi-argumentasi yang bodoh dan tolol, karena kamu tahu mereka menghasilkan pertengkaran.).

NASB: ‘But refuse foolish and ignorant speculations, knowing that they produce quarrels.’ (= Tetapi tolaklah spekulasi-spekulasi yang tolol dan bodoh, mengetahui bahwa mereka menghasilkan pertengkaran-pertengkaran.).

Penjelasan tentang dua kata sifat ini:

1)   Kata yang pertama.

Kata ‘bodoh’ / ‘foolish’ diterjemahkan dari kata Yunani MORAS, yang berasal dari MOROS. Bandingkan dengan kata bahasa Inggris ‘moron’ (= dungu).

2)   Kata yang kedua.

Barnes’ Notes: The word ‘unlearned,’ here, means ‘trifling; that which does not tend to edification; stupid.’ The Greeks and the Hebrews were greatly given to controversies of various kinds, and many of the questions discussed pertained to points which could not be settled, or which, IF settled, were of no importance. (= Kata ‘bodoh / tidak terpelajar’ di sini berarti ‘remeh; hal yang tidak punya kecenderungan pada pendidikan; tolol’. Orang-orang Yunani dan Ibrani sangat diserahkan pada kontroversi-kontroversi dari bermacam-macam jenis, dan banyak dari pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan hal-hal yang tidak bisa dijawab / diselesaikan, atau yang, JIKA dijawab / diselesaikan, merupakan sesuatu yang tidak penting.).

William Hendriksen: Not only must Timothy refrain from waging thoroughly useless word-battles (verse 14), but he should even refuse, politely but definitely, to bother with the well-known ... enquiries that would result in such word-battles. Such enquiries are foolish. They are senseless, the kind of investigations which one associates with morons. They are ignorant, ‘uneducated’ or ‘uninstructed’; that is, they are the work and the mark of ignorant men. The person who has been properly educated in God’s redemptive truth is able to distinguish between the worth-while and the worthless, and does not conduct such worse than useless enquiries (into genealogical and other Jewish-tradition lore). [= Timotius bukan hanya harus menahan diri dari berperang dalam pertempuran kata yang sama sekali tak berguna (ayat 14), tetapi ia bahkan harus menolak, dengan sopan tetapi pasti, untuk menghiraukan penyelidikan-penyelidikan yang terkenal akan menghasilkan pertempuran kata seperti itu. Penyelidikan-penyelidikan seperti itu tolol. Penyelidikan-penyelidikan itu bodoh, jenis penyelidikan yang orang hubungkan dengan orang-orang dungu. Penyelidikan-penyelidikan itu bodoh, ‘tak terpelajar’ atau ‘tak diajar / diperintahkan’; artinya, mereka adalah pekerjaan dan tanda dari orang bodoh. Orang yang telah dididik secara benar dalam kebenaran yang bersifat menebus dari Allah bisa membedakan antara penyelidikan yang berharga / bermanfaat dan yang tak berharga / tak bermanfaat, dan tidak mengadakan penyelidikan-penyelidikan yang lebih-buruk-dari-tak-berguna seperti itu (ke dalam silsilah-silsilah dan adat tradisi-Yahudi yang lain).].

Catatan:

a)   Tentu tidak semua pelajaran tentang silsilah dan adat Yahudi itu salah. Menyelidiki silsilah yang ada dalam Alkitab, dan menyelidiki tradisi Yahudi yang berhubungan dengan pengertian suatu ayat Alkitab, tentu merupakan sesuatu yang perlu.

b)   Juga menurut saya tidak selalu kita tidak boleh menjawab serangan yang bodoh. Bandingkan dengan text di bawah ini:

Amsal 26:4-5 - “(4) Jangan menjawab orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan engkau sendiri menjadi sama dengan dia. (5) Jawablah orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan ia menganggap dirinya bijak.”.

Dua ayat ini bukan bertentangan. Kadang-kadang kita harus memilih ay 4, kadang-kadang ay 5. Mintalah pimpinan Tuhan saudara harus melakukan yang mana.

Bible Knowledge Commentary: Timothy must refuse to get caught up in foolish and stupid arguments (‎zeteseis‎, ‘debates’; cf. 1 Tim 6:4; Titus 3:9) which only produce quarrels. [= Timotius harus menolak untuk tergoda dalam argumentasi-argumentasi yang bodoh dan tolol (ZETESEIS, ‘debat-debat’; bdk. 1Tim 6:4; Tit 3:9) yang hanya menghasilkan pertengkaran-pertengkaran.].

Calvin: “But avoid foolish and uninstructive questions. He calls them foolish, because they are uninstructive; that is, they contribute nothing to godliness, whatever show of acuteness they may hold out. When we are wise in a useful manner, then alone are we truly wise.” (= Tetapi hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang bodoh dan tak mengandung pelajaran. Ia menyebutnya bodoh, karena mereka tak mengandung pelajaran; artinya mereka tidak memberi sumbangsih pada kesalehan, pertunjukan ketajaman pikiran apapun yang mereka tawarkan. Pada waktu kita bijaksana dalam suatu cara yang berguna, maka hanya pada saat itu kita benar-benar adalah bijaksana.).

Barclay: Christian leaders must not get involved in senseless controversies which are the curse of the Church. In the modern Church, Christian arguments are usually particularly senseless, for they are seldom about great matters of life and doctrine and faith, but almost always about unimportant and trivial things. (= Pemimpin-pemimpin Kristen tidak boleh terlibat dalam kontroversi-kontroversi yang bodoh, yang merupakan kutuk dari Gereja. Dalam Gereja modern, argumentasi-argumentasi Kristen biasanya adalah luar biasa bodoh, karena argumentasi-argumentasi itu jarang berkenaan dengan persoalan-persoalan besar tentang kehidupan dan doktrin dan iman, tetapi hampir selalu tentang hal-hal yang tidak penting dan remeh.).

Bandingkan dengan:

1Tim 6:4 - “ia adalah seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa. Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang menyebabkan dengki, cidera, fitnah, curiga,”.

Tit 3:9 - “Tetapi hindarilah persoalan yang dicari-cari dan yang bodoh, persoalan silsilah, percekcokan dan pertengkaran mengenai hukum Taurat, karena semua itu tidak berguna dan sia-sia belaka.”.

1Tim 1:4 - “ataupun sibuk dengan dongeng dan silsilah yang tiada putus-putusnya, yang hanya menghasilkan persoalan belaka, dan bukan tertib hidup keselamatan yang diberikan Allah dalam iman.”.

2 Timotius 2:1-26(17)

2Timotius 2:14-26 - “(14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang. (19) Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’ (20) Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. (21) Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia. (22) Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. (23) Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran, (24) sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar (25) dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, (26) dan dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya.”.

2 Timotius 2: 24: “sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar.

KJV: ‘strive ... gentle ... patient’ (= bertengkar ... lemah lembut ... sabar).

RSV: ‘quarrelsome ... kindly ... forbearing’ (= suka bertengkar ... penyayang / murah hati ... sabar).

NIV: ‘quarrel ... kind ... not resentful’ (= bertengkar ... baik ... tidak mudah marah / tersinggung).

NASB: ‘quarrelsome ... kind ... patient when wronged’ (= suka bertengkar ... baik ... sabar pada waktu disalahi / dilukai / diperlakukan secara tak adil).

Bible Knowledge Commentary: False teaching will always be divisive, but the Lord’s servant should not be a fighter but a promoter of unity, by being kind (‘gentle’) to everyone (cf. 1 Thess 2:7), able or ready to teach (cf. 1 Tim 3:2) those who are willing to learn, and forbearing in the face of differences (‎anexikakon‎, lit., ‘ready to bear evil treatment without resentment’; used only here in the NT). [= Ajaran sesat akan selalu bersifat memecah belah, tetapi pelayan Tuhan tidak boleh adalah seorang pejuang / tukang berkelahi tetapi seorang promotor / penganjur kesatuan, dengan menjadi baik (‘lemah lembut’) kepada setiap orang (bdk. 1Tes 2:7), bisa atau siap untuk mengajar (bdk. 1Tim 3:2) mereka yang mau belajar, dan menahan diri / bersabar hati dalam menghadapi perbedaan-perbedaan (ANEXIKAKON, secara hurufiah, ‘siap untuk menanggung perlakuan jahat tanpa kebencian’; digunakan hanya di sini dalam PB).].

Calvin: “The servant of God must stand aloof from contentions; but foolish questions are contentions; therefore whoever desires to be a servant of God, and to be accounted such, ought to shun them.” (= Pelayan / hamba Allah harus menjauhkan diri dari pertengkaran-pertengkaran; tetapi pertanyaan-pertanyaan tolol adalah pertengkaran-pertengkaran; karena itu siapapun menginginkan untuk menjadi seorang pelayan / hamba Allah, dan dianggap sebagai orang seperti itu, harus menghindarinya.).

Barnes’ Notes: “‘Must not strive.’ He may calmly inquire after truth; he may discuss points of morals, or theology, if he will do it with a proper spirit; he may ‘contend earnestly for the faith once delivered to the saints’ (Jude 3); but he may NOT do that which is here mentioned as STRIFE. The Greek word - ‎machesthai ‎- commonly denotes, ‘to fight, to make war, to contend.’ ... The meaning is, that the servant of Christ should be a man of peace. He should not indulge in the feelings which commonly give rise to contention, and which commonly characterize it. He should not struggle for mere victory, even when endeavoring to maintain truth; but should do this, in all cases, with a kind spirit, and a mild temper; with entire candor; with nothing designed to provoke and irritate an adversary; and so that, whatever may be the result of the discussion, ‘the bond of peace’ may, if possible, be preserved; [= ‘Tidak boleh bertengkar’. Ia boleh dengan tenang menyelidiki kebenaran; ia boleh mendiskusikan pokok-pokok tentang moral, theologia, jika ia mau melakukannya dengan roh / semangat yang benar; ia boleh ‘berjuang untuk mempertahankan / berargumentasi dengan sungguh-sungguh untuk iman yang sekali pernah diberikan kepada orang-orang kudus’ (Yudas 3); tetapi ia tidak boleh melakukan hal itu yang di sini disebutkan sebagai PERCEKCOKAN. Kata Yunaninya - MAKHESTAI - biasanya menunjukkan, ‘berkelahi, berperang, berjuang’. ... Artinya adalah, bahwa pelayan / hamba Kristus harus adalah orang damai. Ia tidak boleh berjuang semata-mata untuk kemenangan, bahkan pada waktu berusaha untuk mempertahankan kebenaran; tetapi harus melakukan ini, dalam semua kasus, dengan roh yang baik, dan temperamen yang lembut; dengan kejujuran sepenuhnya; tanpa apapun yang dirancang untuk memprovokasi dan menjengkelkan seorang lawan; sehingga apapun hasil dari diskusi, jika memungkinkan, ‘ikatan damai’ bisa dijaga / dipelihara;].

Calvin: “‘But gentle towards all, qualified for teaching.’ When he bids the servant of Christ be ‘gentle,’ he demands a virtue which is opposite to the disease of contentions. (= ‘Tetapi lembut terhadap semua orang, memenuhi syarat untuk mengajar’. Pada waktu ia meminta pelayan / hamba Kristus untuk menjadi ‘lembut / ramah’, ia menuntut suatu kebaikan / sifat baik yang bertentangan dengan penyakit pertengkaran.).

Barnes’ Notes: The word rendered ‘gentle,’ does not occur elsewhere in the New Testament. It means that the Christian minister is to be meek and mild toward all, not disputatious and quarrelsome. (= Kata yang diterjemahkan ‘lembut / ramah’ tidak muncul di tempat lain dalam Perjanjian Baru. Itu berarti bahwa pelayan / pendeta Kristen harus lembut dan halus terhadap semua orang, bukan suka bercekcok dan suka bertengkar.).
Catatan:

1.   Kata yang diterjemahkan ‘ramah’ [KJV: ‘gentle’ (= lemah lembut)] adalah EPIOS, berbeda dengan kata PRAUS / PRAOTES yang digunakan pada umumnya (ay 25).

2.   Albert Barnes mengatakan bahwa kata EPIOS ini hanya muncul di sini dalam Perjanjian Baru, tetapi ini salah, karena kata itu juga muncul dalam 1Tes 2:7, tetapi di sana kata itu diperdebatkan, karena adanya manuscript-manuscript yang berbeda. Adam Clarke dan William Hendriksen memastikan bahwa EPIOS dalam 1Tes 2:7 adalah pembacaan yang benar. Lihat komentar William Hendriksen di bawah.

Calvin: “To the same purpose is what immediately follows, that he be didaktiko>v, ‘qualified for teaching.’ There will be no room for instruction, if he have not moderation and some equability of temper.” (= Kata-kata berikutnya mempunyai tujuan yang sama, supaya ia adalah DIDAKTIKOS, ‘memenuhi syarat untuk mengajar’. Di sana tidak ada kesempatan untuk instruksi, jika ia tidak mempunyai sikap tenang / lembut / tak berlebih-lebihan dan temperamen yang tenang.).

William Hendriksen: True, the Lord’s servant - the term and the admonition apply not only to Timothy but to every ‘minister’ - must be an excellent soldier (see verses 3 and 4 above), but he must not be a quarreller, a mere quibbler about farcical questions regarding family-trees and rabbinical law-interpretations. ... The Lord’s servant, then, must be gentle (this is the best reading, both here and in I Thess. 2:7, the only New Testament occurrences), that is, affable, easy to speak to, approachable in his demeanor; not irritable, intolerant, sarcastic, or scornful, not even toward those who err. He must try to win them. Hence, he must be gentle to all! [= Benar, pelayan / hamba Tuhan - istilah dan nasehat ini berlaku bukan hanya bagi Timotius tetapi bagi setiap ‘pelayan / pendeta’ - harus menjadi seorang tentara yang sangat bagus (lihat ayat 3 dan 4 di atas), tetapi ia tidak boleh merupakan tukang bertengkar, semata-mata seorang tukang bercekcok tentang pertanyaan-pertanyaan yang menggelikan / konyol berkenaan dengan silsilah keluarga dan penafsiran-penafsiran hukum-hukum rabi. ... Maka, pelayan / hamba Tuhan harus lembut (ini adalah pembacaan yang terbaik, baik di sini maupun dalam 1Tes 2:7, satu-satunya pemunculan-pemunculan dalam Perjanjian Baru), artinya, ramah / sopan / baik, mudah diajak bicara, mudah didekati dalam sikapnya, TIDAK mudah marah, tak bertoleransi, sarkastik, atau suka mencemooh / memaki, bahkan tidak terhadap mereka yang salah. Ia harus berusaha untuk memenangkan mereka. Jadi, ia harus lembut terhadap semua orang!].

Saya heran melihat adanya penafsir-penafsir yang berbicara / memberi komentar seakan-akan pertengkaran itu mutlak tidak diijinkan. Bagi saya, kalau sikap sabar, lembut, tak boleh bertengkar ini dimutlakkan, ini jelas merupakan suatu kesalahan penafsiran! Saya ingin menekankan 2 komentar di bawah ini sebagai keseimbangan terhadap pandangan-pandangan yang memutlakkan seperti itu.

John Stott (tentang ay 23-24): What, then, is being prohibited to Timothy, and through him to all the Lord’s servants and ministers today? We cannot conclude that this is a prohibition of all controversy. For when the truth of the gospel was at stake Paul himself had been an ardent controversialist, even to the extent of opposing the apostle Peter to his face in public (Gal. 2:11–14). Besides, in these very Pastoral Epistles he is urging Timothy and Titus to guard the sacred deposit of the truth and contend for it. Every Christian must in some sense ‘fight the good fight of the faith’ (1 Tim. 6:12; 2 Tim. 4:7), seeking to defend and preserve it. What is forbidden us is controversies which in themselves are ‘stupid and senseless’ and in their effect ‘breed quarrels’. They are ‘stupid’ or ‘futile’ (JB) because they are speculative. For the same reason they are ‘senseless’ (apaideutos), literally ‘uninstructed’ or even ‘undisciplined’, because they go beyond Scripture and do not submit to the intellectual discipline which Scripture should impose upon us. They also inevitably ‘breed quarrels’ because when people forsake revelation for speculation, they have no agreed authority and no impartial court of appeal. They lapse into pure subjectivism and so into profitless argument in which one man’s opinion is as good (or bad) as another’s. If only the church had heeded this warning! The combination of unbiblical speculations and uncharitable polemics has done great damage to the cause of Christ. [= Lalu apa yang dilarang bagi Timotius, dan melalui dia bagi semua pelayan-pelayan Tuhan dan pendeta-pendeta jaman sekarang? Kita tidak bisa menyimpulkan bahwa ini merupakan suatu larangan tentang semua kontroversi / perdebatan. Karena pada waktu kebenaran injil dipertaruhkan Paulus sendiri adalah seorang tukang debat, bahkan sampai pada tingkat menentang rasul Petrus di mukanya di depan umum (Gal 2:11-14). Disamping, dalam Surat-surat Penggembalaan ini ia sedang mendesak Timotius dan Titus untuk menjaga deposit yang keramat dari kebenaran dan berjuang untuknya. Setiap orang Kristen dalam arti tertentu harus ‘berjuang dalam perjuangan yang baik dari iman’ (1Tim 6:12; 2Tim 4:7), berusaha untuk mempertahankan dan menjaga / memeliharanya. Apa yang dilarang bagi kita adalah perdebatan-perdebatan yang dalam dirinya sendiri adalah ‘bodoh dan tolol’ dan sebetulnya ‘membiakkan pertengkaran-pertengkaran’. Mereka adalah ‘bodoh’ atau ‘sia-sia’ (JB) karena mereka bersifat spekulasi / dugaan. Untuk alasan yang sama mereka adalah ‘tolol’ (APAIDEUTOS), secara hurufiah ‘tak diajar’ atau bahkan ‘tak didisiplin’, karena mereka melampaui Kitab Suci dan tidak tunduk pada disiplin intelektual yang Kitab Suci harus beri pengaruh kepada kita. Mereka juga secara tak terhindarkan ‘membiakkan pertengkaran-pertengkaran’ karena pada saat orang-orang meninggalkan wahyu demi spekulasi / dugaan, mereka tidak mempunyai otoritas yang disetujui dan sidang yang adil untuk naik banding. Mereka tergelincir ke dalam subyektivisme yang murni dan dengan demikian ke dalam argumentasi yang tak berguna dalam mana pandangan satu orang sama baiknya (atau buruknya) seperti pandangan orang lain. Seandainya saja gereja memperhatikan peringatan ini! Kombinasi dari spekulasi-spekulasi yang tidak Alkitabiah dan polemik-polemik / perdebatan-perdebatan yang tidak kasih / tidak toleran telah melakukan kerusakan yang besar pada perkara Kristus.].

Gal 2:11-14 - “(11) Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah. (12) Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat. (13) Dan orang-orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka. (14) Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua: ‘Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?’”.

Lenski: This is, indeed, a picture of a true slave of the Lord in all his work for the church. But one should not strain these words and make a soft jellyfish out of the Lord’s slave, a man who could not preach Matt. 23:13-39 or any of the stern texts found in the prophets. To wield the law is to strike with a hammer and no less. [= Ini memang merupakan suatu gambaran dari hamba yang sejati dari Tuhan dalam semua pekerjaannya bagi gereja. Tetapi seseorang tidak boleh menarik / memaksakan kata-kata ini dan membuat hamba Tuhan menjadi ubur-ubur yang lunak, seseorang yang tidak bisa mengkhotbahkan Mat 23:13-39 atau text-text keras manapun yang ditemukan dalam kitab nabi-nabi. Memegang / menggunakan hukum adalah memukul dengan palu dan tidak kurang dari itu.].

Mat 23:13-39 - “(13) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk. (14) [Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.] (15) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri. (16) Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat. (17) Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu? (18) Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat. (19) Hai kamu orang-orang buta, apakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu? (20) Karena itu barangsiapa bersumpah demi mezbah, ia bersumpah demi mezbah dan juga demi segala sesuatu yang terletak di atasnya. (21) Dan barangsiapa bersumpah demi Bait Suci, ia bersumpah demi Bait Suci dan juga demi Dia, yang diam di situ. (22) Dan barangsiapa bersumpah demi sorga, ia bersumpah demi takhta Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya. (23) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. (24) Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan. (25) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. (26) Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih. (27) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. (28) Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan. (29) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh (30) dan berkata: Jika kami hidup di zaman nenek moyang kita, tentulah kami tidak ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu. (31) Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu. (32) Jadi, penuhilah juga takaran nenek moyangmu! (33) Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimanakah mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka? (34) Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota, (35) supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah. (36) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semuanya ini akan ditanggung angkatan ini!’ (37) ‘Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. (38) Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. (39) Dan Aku berkata kepadamu: Mulai sekarang kamu tidak akan melihat Aku lagi, hingga kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!’”.

2 Timotius 2: 25: “dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran,”.

1)         “dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan.

KJV: those that oppose themselves (= mereka yang menentang diri mereka sendiri).

RSV: his opponents (= penentang-penentangnya).

NIV: Those who oppose him (= Mereka yang menentangnya).

NASB: those who are in opposition (= mereka yang ada dalam oposisi).

Calvin: “‘Patient to the bad.’ The importunity of some men may sometimes produce either irritation or weariness; and for that reason he adds, ‘bearing with them,’ at the same time pointing out the reason why it is necessary; namely, because a godly teacher ought even to try whether it be possible for him to bring back to the right path obstinate and rebellious persons, which cannot be done without the exercise of gentleness.” (= ‘Sabar terhadap orang jahat / buruk’. Gangguan dari beberapa orang kadang-kadang bisa menghasilkan atau kejengkelan atau kebosanan; dan karena itu ia menambahkan, ‘sabar terhadap mereka’, pada saat yang sama menunjukkan alasan mengapa hal ini perlu; yaitu, karena seorang guru / pengajar yang saleh bahkan harus mencoba apakah memungkinkan baginya untuk membawa kembali ke jalan yang benar orang-orang yang tegar tengkuk dan bersifat memberontak, yang tidak bisa dilakukan tanpa pelaksanaan dari kelembutan.).

Catatan: sebetulnya ini komentar tentang bagian akhir dari ay 24, tetapi berlanjut sampai bagian awal dari ay 25.

Ay 24-25: “(24) sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar (25) dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran,”.

Barnes’ Notes: “‘In meekness instructing those that oppose themselves.’ That is, those who embrace error, and array themselves against the truth. We are not to become angry with such persons, and denounce them at once as heretics. We are not to hold them up to public reproach and scorn; but we are to set about the business of patiently ‘instructing them.’ Their grand difficulty, it is supposed in this direction, is, that they are ignorant of the truth. Our business with them is, ‘calmly to show them what the truth is.’ If THEY are angry, WE are not to be. If they oppose the truth, we are still calmly to state it to them. If they are slow to see it, we are not to become weary or impatient. Nor, if they do not embrace it at all, are we to become angry with them, and denounce them. We may pity them, but we need not use hard words. This is the apostolic precept about the way of treating those who are in error; and can any one fail to see its beauty and propriety? Let it be remembered, also, that this is not only beautiful and proper in itself; it is the WISEST course, if we would bring others over to our opinions. You are not likely to convince a man that you are right, and that he is wrong, if you first make him angry; nor are you very likely to do it, if you enter into harsh contention. You then put him on his guard; you make him a party, and, from self-respect, or pride, or anger, he will endeavor to defend his own opinions, and will NOT yield to yours. ‘Meekness’ and ‘gentleness’ are the very best things, if you wish to convince another that he is wrong. With his HEART first, and then modestly and kindly show him ‘what the truth is,’ in as few words, and with as unassuming a spirit, as possible, ‘and you have him.’ (= ‘Dalam kelembutan mengajar mereka yang menentang diri mereka sendiri’. Artinya, mereka yang memeluk / menerima kesalahan, dan mengatur diri mereka sendiri menentang kebenaran. Kita tidak boleh menjadi marah dengan orang-orang seperti itu, dan segera mencela mereka sebagai orang-orang sesat. Kita tidak boleh mengangkat mereka pada celaan dan cemoohan umum; tetapi kita harus memulai urusan itu dengan mengajar mereka dengan sabar. Kesukaran besar mereka, dianggap dalam arah ini, adalah bahwa mereka tidak tahu tentang kebenaran. Urusan kita dengan mereka adalah dengan tenang menunjukkan kepada mereka apa kebenaran itu. Jika MEREKA marah, KITA tidak boleh marah. Jika mereka menentang kebenaran, kita harus dengan tetap tenang menyatakannya kepada mereka. Jika mereka lamban untuk melihatnya, kita tidak boleh menjadi bosan atau tidak sabar. Atau, jika mereka tidak memeluk kebenaran itu sama sekali, kita tidak boleh menjadi marah dengan mereka, dan mencela mereka. Kita bisa berbelas kasihan kepada mereka, tetapi kita tidak perlu menggunakan kata-kata yang keras / kasar. Ini adalah perintah rasuli tentang cara menangani mereka yang ada dalam kesalahan; dan bisakah siapapun gagal untuk melihat keindahan dan kepatutannya? Hendaklah diingat juga, bahwa ini bukan hanya indah dan tepat dalam dirinya sendiri; ini adalah jalan yang paling bijaksana, jika kita mau membawa orang-orang lain kepada pandangan kita sendiri. Kamu tidak akan mungkin untuk meyakinkan seseorang bahwa kamu benar dan bahwa ia salah, jika kamu pertama-tama membuat dia marah; juga kamu tidak akan melakukan itu, jika kamu masuk dalam perdebatan yang keras / kasar. Maka kamu membuat dia berjaga-jaga; kamu membuat dia suatu kelompok, dan dari rasa hormat kepada diri sendiri, atau kesombongan, atau kemarahan, ia akan berusaha untuk membela pandangan-pandangannya sendiri, dan TIDAK akan menyerah pada pandangan-pandanganmu. ‘Kelembutan’ adalah hal-hal yang terbaik, jika kamu ingin meyakinkan orang lain bahwa ia salah. Pertama-tama dengan HATInya, dan lalu dengan sopan dan dengan baik tunjukkan dia ‘apa kebenaran itu’, dengan sesedikit kata-kata dan dengan suatu roh / semangat yang sesederhana mungkin, ‘dan kamu mendapatkan dia’.).

Catatan: saya menyetujui kata-kata Albert Barnes ini, kalau kita:

a)   Bukan berhadapan dengan nabi palsu, tetapi dengan orang awam yang salah / sesat.

b)   Perdebatan bukan di depan umum, tetapi secara pribadi.

Kalau di depan umum, maka menurut saya kita harus menyatakan bahwa dia sesat, bukan karena marah / benci kepadanya, tetapi demi para pendengar yang lain, supaya mereka lebih berhati-hati dan jangan disesatkan.

Bahkan pada saat melakukan debat pribadi, ada saat dimana kita harus menyatakan kepada orang itu bahwa ia sesat (kalau ia memang sesat), bukan dengan kebencian / kemarahan tetapi dengan kasih. Kalau kita tidak pernah memberitahunya tentang hal itu, itu sama seperti seorang dokter yang tidak mau memberitahu pasiennya bahwa ia terkena kanker. Kelembutan seperti itu, justru akan membunuh orang itu.

Pada waktu membaca ayat-ayat seperti yang sedang kita bahas ini kita juga harus mempertimbangkan ayat-ayat lain, selain ayat-ayat yang sudah kita baca di atas (Mat 23  Gal 2:11-14), juga ayat-ayat seperti:

1.   Mat 10:14-15 - “(14) Dan apabila seorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar perkataanmu, keluarlah dan tinggalkanlah rumah atau kota itu dan kebaskanlah debunya dari kakimu. (15) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya pada hari penghakiman tanah Sodom dan Gomora akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu.’”.

Bandingkan dengan:

a.   Kis 13:51 - “Akan tetapi Paulus dan Barnabas mengebaskan debu kaki mereka sebagai peringatan bagi orang-orang itu, lalu pergi ke Ikonium.”.

b.   Kis 18:6 - “Tetapi ketika orang-orang itu memusuhi dia dan menghujat, ia mengebaskan debu dari pakaiannya dan berkata kepada mereka: ‘Biarlah darahmu tertumpah ke atas kepalamu sendiri; aku bersih, tidak bersalah. Mulai dari sekarang aku akan pergi kepada bangsa-bangsa lain.’”.

2.   Luk 4:21-28 - “(21) Lalu Ia memulai mengajar mereka, kataNya: ‘Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.’ (22) Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkanNya, lalu kata mereka: ‘Bukankah Ia ini anak Yusuf?’ (23) Maka berkatalah Ia kepada mereka: ‘Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepadaKu: Hai tabib, sembuhkanlah diriMu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asalMu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!’ (24) Dan kataNya lagi: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya. (25) Dan Aku berkata kepadamu, dan kataKu ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di Israel ketika langit tertutup selama tiga tahun dan enam bulan dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri. (26) Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon. (27) Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel dan tidak ada seorangpun dari mereka yang ditahirkan, selain dari pada Naaman, orang Siria itu.’ (28) Mendengar itu sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu.”.

3.   Mat 21:31-32 - “(31) Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?’ Jawab mereka: ‘Yang terakhir.’ Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. (32) Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya.’”.

4.   Mat 21:42-46 - “(42) Kata Yesus kepada mereka: ‘Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. (43) Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu. (44) [Dan barangsiapa jatuh ke atas batu itu, ia akan hancur dan barangsiapa ditimpa batu itu, ia akan remuk.]’ (45) Ketika imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mendengar perumpamaan-perumpamaan Yesus, mereka mengerti, bahwa merekalah yang dimaksudkanNya. (46) Dan mereka berusaha untuk menangkap Dia, tetapi mereka takut kepada orang banyak, karena orang banyak itu menganggap Dia nabi.”.

5.   Kis 7:51-53 - “(51) Hai orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu. (52) Siapakah dari nabi-nabi yang tidak dianiaya oleh nenek moyangmu? Bahkan mereka membunuh orang-orang yang lebih dahulu memberitakan tentang kedatangan Orang Benar, yang sekarang telah kamu khianati dan kamu bunuh. (53) Kamu telah menerima hukum Taurat yang disampaikan oleh malaikat-malaikat, akan tetapi kamu tidak menurutinya.’”.

6.   Kis 13:6-12 - “(6) Mereka mengelilingi seluruh pulau itu sampai ke Pafos. Di situ mereka bertemu dengan seorang Yahudi bernama Baryesus. Ia seorang tukang sihir dan nabi palsu. (7) Ia adalah kawan gubernur pulau itu, Sergius Paulus, yang adalah orang cerdas. Gubernur itu memanggil Barnabas dan Saulus, karena ia ingin mendengar firman Allah. (8) Tetapi Elimas - demikianlah namanya dalam bahasa Yunani -, tukang sihir itu, menghalang-halangi mereka dan berusaha membelokkan gubernur itu dari imannya. (9) Tetapi Saulus, juga disebut Paulus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap dia, (10) dan berkata: ‘Hai anak Iblis, engkau penuh dengan rupa-rupa tipu muslihat dan kejahatan, engkau musuh segala kebenaran, tidakkah engkau akan berhenti membelokkan Jalan Tuhan yang lurus itu? (11) Sekarang, lihatlah, tangan Tuhan datang menimpa engkau, dan engkau menjadi buta, beberapa hari lamanya engkau tidak dapat melihat matahari.’ Dan seketika itu juga orang itu merasa diliputi kabut dan gelap, dan sambil meraba-raba ia harus mencari orang untuk menuntun dia. (12) Melihat apa yang telah terjadi itu, percayalah gubernur itu; ia takjub oleh ajaran Tuhan.”.

7.   2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.”.

8.   Wah 2:2 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta.”.

Tetapi sebaliknya, kita juga tak boleh hanya memperhatikan ayat-ayat di atas ini, dan mengabaikan kata-kata Paulus dalam 2Timotius 2:24-25 ini!

2)         “sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat”.

a)   Entah dari mana kata ‘Tuhan’ itu, karena semua terjemahan menterjemahkan ‘God’ (= Allah).

b)   Kata ‘kesempatan’ sebetulnya tidak ada.

KJV: if God peradventure will give them repentance (= jika Allah mungkin akan memberi mereka pertobatan).

NIV: in the hope that God will grant them repentance (= dalam pengharapan bahwa Allah akan memberi mereka pertobatan).

NASB: if perhaps God may grant them repentance (= jika mungkin Allah bisa memberi mereka pertobatan).

Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa pertobatan adalah pemberian Tuhan.

Matthew Henry: Repentance is God’s gift. (= Pertobatan adalah karunia / pemberian Allah.).

Adam Clarke tak memberi komentar tentang bagian ini.

Lenski: The thought is not that God ever withholds repentance, but that men so often refuse to accept it. (= Pemikirannya bukanlah bahwa Allah pernah menahan pertobatan, tetapi bahwa manusia begitu sering menolak untuk menerimanya.).

Ini tafsiran konyol, yang melenceng sama sekali dari bunyi ayatnya.

Barnes’ Notes: “‘If God peradventure will give them repentance, ...’ ... After all our care in teaching others the truth, our only dependence is on God for its success. We cannot be absolutely certain that they will see their error; we cannot rely certainly on any power which argument will have; we can only hope that GOD may show them their error, and enable them to see and embrace the truth; compare Acts 11:18. (= Jika Allah mungkin akan memberi mereka pertobatan, ...’ ... Setelah semua perhatian kita dalam mengajar orang-orang lain kebenaran, satu-satunya kebergantungan kita adalah kepada Allah untuk kesuksesannya. Kita tidak bisa pasti / yakin secara mutlak bahwa mereka akan melihat kesalahan mereka; kita tidak bisa bersandar dengan pasti pada kuasa apapun yang dipunyai oleh argumentasi; kita hanya bisa berharap bahwa ALLAH menunjukkan mereka kesalahan mereka, dan memampukan mereka untuk melihat dan memeluk kebenaran; bandingkan dengan Kis 11:18.).

Kis 11:18 - “Ketika mereka mendengar hal itu, mereka menjadi tenang, lalu memuliakan Allah, katanya: ‘Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup.’”.

Calvin: “‘If sometime God grant to them repentance.’ This expression, ‘If sometime,’ or ‘If perhaps,’ points out the difficulty of the case, as being nearly desperate or beyond hope. Paul therefore means that even towards the most unworthy we must exercise meekness; and although at first there be no appearance of having gained advantage, still we must make the attempt. For the same reason he mentions that ‘God will grant it.’ Since the conversion of a man is in the hand of God, who knows whether they who today appear to be unteachable shall be suddenly changed by the power of God, into other men? Thus, whoever shall consider that repentance is the gift and work of God, will cherish more earnest hope, and, encouraged by this confidence, will bestow more toil and exertion for the instruction of rebels.” (= ‘Jika kadang-kadang Allah memberi kepada mereka pertobatan’. Ungkapan ini, ‘Jika kadang-kadang’, atau ‘Jika mungkin’, menunjukkan kesukaran dari kasus itu, sebagai dekat dengan keputus-asaan atau melampaui pengharapan. Karena itu, Paulus memaksudkan bahwa bahkan terhadap orang-orang yang paling tidak layak kita harus melaksanakan kelembutan; dan sekalipun pertama-tama di sana tidak kelihatan bahwa kita telah mendapatkan keuntungan, tetap kita harus mengusahakan. Untuk alasan yang sama ia menyebutkan bahwa ‘Allah akan memberinya’. Karena pertobatan dari seseorang ada dalam tangan Allah, siapa tahu apakah mereka yang hari ini terlihat sebagai tak bisa diajar, secara mendadak akan diubah oleh kuasa Allah menjadi orang-orang yang lain / berbeda? Jadi, siapapun menganggap bahwa pertobatan adalah karunia / pemberian dan pekerjaan Allah, akan mengharapkan pengharapan yang paling sungguh-sungguh, dan dibesarkan hatinya oleh keyakinan ini, akan memberikan lebih banyak jerih payah dan pengerahan tenaga untuk pengajaran para pemberontak.).

Catatan: sebagai keseimbangan untuk bertekun dalam melayani orang sesat, lihat perhatikan ayat-ayat ini:

1.   Tit 3:10-11 - “(10) Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi. (11) Engkau tahu bahwa orang yang semacam itu benar-benar sesat dan dengan dosanya menghukum dirinya sendiri.”.

2.   Mat 7:6 - “‘Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.’”.

2 Timotius 2: 26: “dan dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya.”.

KJV: ‘And that they may recover themselves out of the snare of the devil, who are taken captive by him at his will.’ (= Dan supaya mereka bisa memulihkan diri mereka sendiri dari jerat Iblis, yang ditawan olehnya pada kehendaknya.).

NIV: ‘and that they will come to their senses and escape from the trap of the devil, who has taken them captive to do his will.’ (= dan supaya mereka sadar dan lolos dari jerat Iblis, yang telah menawan mereka untuk melakukan kehendaknya.).

NASB: ‘and they may come to their senses and escape from the snare of the devil, having been held captive by him to do his will.’ (= dan supaya mereka sadar dan lolos dari jerat Iblis, setelah ditawan olehnya untuk melakukan kehendaknya.).

Barnes’ Notes: “‘And that they may recover themselves.’ Margin, ‘awake.’ The word which is rendered ‘recover’ in the text, and ‘awake’ in the margin - ‎ananeepsoosin - occurs nowhere else in the New Testament. It properly means, to become sober again, as from inebriation; to awake from a deep sleep, and then, to come to a right mind, as one does who is aroused from a state of inebriety, or from sleep. The representation in this part of the verse implies that, while under the influence of error, they were like a man intoxicated, or like one in deep slumber. From this state they were to be roused as one is from sleep, or as a man is recovered from the stupor and dullness of intoxication. (= ‘Dan supaya mereka bisa memulihkan diri mereka sendiri’. Catatan tepi, ‘sadar’. Kata yang diterjemahkan ‘memulihkan’ dalam text itu, dan ‘sadar’ dalam catatan tepi - ANANEEPSOOSIN - tidak muncul di tempat lain dalam Perjanjian Baru. Itu secara benar berarti, menjadi sadar kembali, seperti dari kemabukan; bangun dari suatu tidur yang dalam, dan lalu, datang pada pikiran yang benar, seperti seseorang lakukan yang dibangunkan dari suatu keadaan mabuk, atau dari tidur. Gambaran dalam bagian ini dari ayat itu secara implicit menunjukkan bahwa, sementara di bawah pengaruh dari kesalahan, mereka seperti seseorang yang mabuk, atau seperti seseorang yang tidur nyenyak. Dari keadaan ini mereka harus dibangunkan seperti seseorang dari tidur, atau sebagai seseorang dipulihkan dari pingsan dan ketumpulan dari kemabukan.).

Barnes’ Notes: “‘Out of the snare of the devil.’ ... In one part of the verse, the influence of error is represented as producing sleep, or stupor; in the other, as being taken in a snare, or net; and, in both, the idea is, that an effort was to be made that they might be rescued from this perilous condition. (= ‘Dari jerat Iblis’. ... Dalam satu bagian dari ayat ini, pengaruh dari kesalahan digambarkan sebagai menghasilkan tidur, atau pingsan; dalam bagian yang lain, sebagai ditangkap dalam sebuah jerat, atau jaring; dan dalam keduanya, gagasannya adalah, bahwa suatu usaha harus dilakukan supaya mereka bisa diselamatkan dari keadaan yang membahayakan ini.).

Pengertian kita akan keadaan dari orang-orang jahat itu, apalagi kalau ditambah dengan pengertian kita akan doktrin Total Depravity (= Kebejatan Total), seharusnya menyebabkan kita kasihan kepada orang-orang jahat itu, dan memudahkan kita untuk menangani mereka dengan sabar / lembut / kasih.

Barnes’ Notes: “‘Who are taken captive by him at his will.’ Margin, ‘alive.’ The Greek word means, properly, to take alive; and then, to take captive, to win over (Luke 5:10); and then, to ensnare, or seduce. Here it means that they had been ensnared by the arts of Satan ‘unto (‎eis) his will;’ that is, they were so influenced by him, that they complied with his will. [= ‘Yang ditawan olehnya pada kehendaknya’. Catatan tepi, ‘hidup’. Kata Yunaninya secara tepat berarti ‘ditangkap hidup-hidup’; dan lalu, ditawan, dimenangkan (Luk 5:10); dan lalu, menjerat, atau menggoda / membujuk. Di sini itu berarti bahwa mereka telah dijerat oleh keahlian setan ‘ke dalam (EIS) kehendaknya’; artinya, mereka begitu dipengaruhi olehnya, sehingga mereka menuruti kehendaknya.].

Luk 5:10 - “demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: ‘Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.’”.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘catch’ (= menangkap).

Kata Yunani yang digunakan di sini sama dengan yang diterjemahkan ‘mengikat / menawan’ dalam 2Tim 2:26 ini.

Calvin: “‘By whom they are held captive.’ A truly shocking condition, when the devil has so great power over us, that he drags us, as captive slaves, here and there at his pleasure. Yet such is the condition of all those whom the pride of their heart draws away from subjection to God. And this tyrannical dominion of Satan we see plainly, every day, in the reprobate; for they would not rush with such fury and with brutal violence into every kind of base and disgraceful crimes, if they were not drawn by the unseen power of Satan. That is what we saw at Ephesians 2:2, that, Satan exerts his energy in unbelievers. Such examples admonish us to keep ourselves carefully under the yoke of Christ, and to yield ourselves to be governed by his Holy Spirit. And yet a captivity of this nature does not excuse wicked men, so that they do not sin, because it is by the instigation of Satan that they sin; for, although their being carried along so resistlessly to that which is evil proceeds from the dominion of Satan, yet they do nothing by constraint, but are inclined with their whole heart to that to which Satan drives them. The result is, that their captivity is voluntary.” (= ‘Oleh siapa mereka ditawan’. Suatu keadaan yang benar-benar mengejutkan, pada waktu Iblis mempunyai kuasa yang begitu besar atas kita, sehingga ia menyeret kita, seperti budak-budak tawanan, ke sini dan ke sana sesuai dengan kesenangannya. Tetapi itulah keadaan dari semua mereka yang kesombongan dari hatinya menarik mereka dari ketundukan kepada Allah. Dan penguasaan setan yang bersifat tiran ini kita lihat dengan jelas, setiap hari, dalam diri orang-orang yang ditentukan untuk binasa; karena mereka tidak akan terburu-buru dengan kemarahan dan kekerasan brutal seperti itu ke dalam setiap jenis kejahatan-kejahatan yang hina dan memalukan, seandainya mereka tidak ditarik oleh kuasa yang tak terlihat dari setan. Itulah yang kami lihat di Ef 2:2, bahwa setan mengerahkan tenaganya dalam orang-orang yang tidak percaya. Contoh-contoh seperti itu menasehati kita untuk menjaga diri kita dengan hati-hati di bawah kuk dari Kristus, dan menyerahkan diri kita untuk dikuasai / diperintah oleh Roh KudusNya. Tetapi suatu penawanan seperti ini tidak memaafkan orang-orang jahat, sehingga mereka tidak berdosa, karena adalah oleh dorongan setan bahwa mereka berdosa; karena, sekalipun dibawanya mereka dengan begitu tak bisa ditahan kepada apa yang jahat keluar dari penguasaan setan, tetapi mereka tak melakukan apa-apa oleh pemaksaan, tetapi condong dengan seluruh hati mereka pada hal pada mana setan mendorong mereka. Hasilnya adalah, bahwa penawanan mereka bersifat sukarela.).

Efesus 2:2 - “Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka.”.

Kalau kata-kata Albert Barnes tadi bisa membuat kita kasihan kepada orang-orang jahat itu, dan dengan demikian memungkinkan / memudahkan kita untuk melayani mereka dengan sabar / lembut, maka kata-kata Calvin ini, khususnya pada bagian akhir, membatasi rasa kasihan itu, supaya jangan karena kasihan, kita lalu menganggap orang-orang itu tidak bersala

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America

-o0o-

Next Post Previous Post