EKSPOSISI 2 TIMOTIUS 2:1-26
KJV: ‘Thou therefore, my son, be strong in the grace that is in Christ Jesus.’ (= Karena itu engkau, anakku, jadilah kuat dalam kasih karunia yang ada dalam Kristus Yesus.).
Barnes’ Notes: “‘Thou therefore.’ In view of the fact stated in the previous chapter, that many had turned away from the apostle, and had forsaken the paths of truth. ‘Be strong in the grace which is in Christ Jesus;’ ... The meaning is, Be strong, relying on the grace which the Lord Jesus only can impart.” (= ‘Karena itu engkau’. Mengingat fakta yang dinyatakan dalam pasal yang terdahulu, bahwa banyak orang telah berbalik dari sang rasul, dan telah meninggalkan jalan kebenaran. ‘Jadilah kuat dalam kasih karunia yang ada dalam Kristus Yesus’; ... Artinya adalah, dengan bersandar pada kasih karunia yang hanya Tuhan Yesus bisa berikan.).
Dalam bahasa Yunani kata-kata ‘jadilah kuat’ adalah ENDUNAMOU, yang merupakan kata perintah bentuk pasif! Jelas bahwa kita tak bisa menjadi kuat dengan usaha / kekuatan sendiri!
Bible Knowledge Commentary: “be strong (lit. ‘be empowered’; cf. Eph 6:10). Yet Timothy’s strength was not his own; it was a divine ‘gift’ (grace, charis) found only ‘in Christ’ (Phil 4:13).” [= jadilah kuat (secara hurufiah, ‘dikuatkanlah’; bdk. Ef 6:10). Tetapi kekuatan Timotius bukanlah kepunyaannya sendiri; itu adalah suatu ‘karunia’ ilahi (kasih karunia, Kharis) didapatkan hanya ‘dalam Kristus’ (Fil 4:13)].
Bdk. Efesus 6:10 - “Akhirnya,
hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasaNya.”.
Kata-kata ‘hendaklah kamu kuat’ dalam Ef 6:10 ini dalam bahasa Yunani adalah ENDUNAMOUSTHE, yang juga merupakan kata perintah bentuk pasif.
Filipi 4:13 - “Segala
perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”.
NASB: ‘I can do all things through Him who strengthens me.’ (= Aku dapat melakukan segala sesuatu melalui Dia yang menguatkan aku.).
2Tim 4:17 - “tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya. Dengan demikian aku lepas dari mulut singa.”.
A. T. Robertson: “‘Be strengthened.’ endunamou. Present passive imperative of endunamooo. ... ‘Keep on being empowered,’ ‘keep in touch with the power.’” (= ‘Dikuatkanlah’. ENDUNAMOU. Kata perintah bentuk present, pasif, dari ENDUNAMOOO. ... ‘Teruslah dikuatkan’, ‘berhubunganlah terus dengan kuasa’.).
UBS New Testament Handbook Series: “‘Be strong’ is an imperative, for which see ‘strength’ and comments
in 1 Tim 1:12. The present tense indicates a condition that should be
continuous, hence ‘Continue being strong,’ ‘Keep on being strong.’ The passive
voice of the imperative may suggest that it is really God who is the source of
strength, and therefore it makes possible a translation like ‘Let God make you
strong,’ ‘Allow God to strengthen you.’” (= ‘Dikuatkanlah’
merupakan suatu kata perintah, untuk mana lihat ‘kekuatan’ dan komentar dalam
1Tim 1:12. Present tense-nya menunjukkan suatu keadaan yang harus dilakukan
terus, karena itu, ‘Teruslah kuat’, ‘Tetaplah kuat’. Bentuk pasif dari kata
perintah ini bisa menunjukkan bahwa Allahlah yang sungguh-sungguh merupakan
sumber dari kekuatan, dan karena itu memungkinkan suatu terjemahan seperti
‘Biarlah Allah membuatmu kuat’, ‘Ijinkanlah Allah menguatkan kamu’.).
1Tim 1:12 - “Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku -”.
Calvin: “‘Be strong in the grace.’ ... By this expression he intends to shake off sloth and indifference; for the flesh is so sluggish, that even those who are endued with eminent gifts are found to slacken in the midst of their course, if they be not frequently aroused.” (= ‘Jadilah kuat dalam kasih karunia’. ... Dengan ungkapan ini ia bermaksud untuk menghilangkan kemalasan dan kelalaian / sikap acuh tak acuh; karena daging itu begitu lamban / malas, sehingga bahkan mereka yang diberi dengan karunia-karunia yang menonjol didapati mengendur / melambat di tengah-tengah jalan mereka, jika mereka tidak sering dibangunkan / digerakkan.).
Calvin: “Some will say: ‘Of what use is it to exhort a man to be strong in grace, unless free-will have something to do in cooperation?’ I reply, what God demands from us by his word he likewise bestows by his Spirit, so that we are strengthened in the grace which he has given to us. And yet the exhortations are not superfluous, because the Spirit of God, teaching us inwardly, causes that they shall not sound in our ears fruitlessly and to no purpose. Whoever, therefore, shall acknowledge that the present exhortation could not have been fruitful without the secret power of the Spirit, will never support free-will by means of it.” (= Beberapa orang berkata: ‘Apa gunanya untuk mendesak seseorang untuk kuat dalam kasih karunia, kecuali kehendak bebas mempunyai sesuatu untuk dilakukan dalam kerja sama?’. Saya menjawab, apa yang Allah tuntut dari kita oleh firmanNya Ia juga berikan oleh RohNya, sehingga kita dikuatkan dalam kasih karunia yang Ia telah berikan kepada kita. Sekalipun demikian desakan-desakan tidaklah berlebihan / tak berguna, karena Roh Allah, sambil mengajar kita di dalam, menyebabkan sehingga desakan-desakan itu tidak berbunyi di telinga kita tanpa buah dan tanpa guna. Karena itu, siapapun mengakui bahwa desakan ini tidak bisa telah berbuah tanpa kuasa rahasia dari Roh, tidak akan pernah menyokong kehendak bebas dengan cara ini.).
The Biblical Illustrator (New Testament): “Strong in Christ Jesus: - When Wingfield expressed his pity for Kirby, who was condemned to die for the truth, the undaunted martyr replied, ‘Fire, water, and sword are in His hands, who will not suffer them to separate me from Him.’ Here was power from on high perfected in human weakness. Nor was it less manifested in another who exclaimed, ‘If every hair on my head were a man, they should suffer death in the faith in which I now stand.’ It was in the exhaustion of age, and after long imprisonment, hardship, and ill treatment, that Latimer, when brought out to be burnt at Oxford, lifted his wrinkled hands towards heaven, and cried, ‘O God, I thank Thee that Thou hast reserved me to die this death.’” (= Kuat dalam Kristus Yesus: - Pada waktu Wingfield menyatakan belas kasihannya untuk Kirby, yang dijatuhi hukuman mati untuk kebenaran, martir yang berani ini menjawab, ‘Api, air, dan pedang ada dalam tanganNya, yang tidak akan membiarkan mereka untuk memisahkan aku dari Dia’. Di sinilah kuasa / kekuatan dari atas disempurnakan dalam kelemahan manusia. Juga itu tidak kurang dinyatakan dalam martir lain yang berseru, ‘Seandainya setiap rambut pada kepalaku adalah seorang manusia, mereka akan mengalami kematian dalam iman dalam mana aku sekarang berdiri’. Adalah dalam usia sangat tua, dan setelah pemenjaraan, penderitaan dan perlakuan buruk yang lama, bahwa Latimer, pada waktu dibawa keluar untuk dibakar di Oxford, mengangkat tangannya yang berkerut ke arah surga, dan berteriak, ‘Ya Allah, aku bersyukur kepadaMu bahwa Engkau telah menyimpan / mencadangkan aku untuk mengalami kematian ini’.).
2 Timotius 2:1-26(2)
Pengajar yang tidak belajar
2 Timotius 2: 2: “Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain.”.
1) “Apa yang telah engkau dengar dari padaku
di depan banyak saksi,”.
Kata-kata ‘di depan banyak saksi’ menunjukkan bahwa Paulus mengajarkan kepada Timotius di depan banyak orang, sehingga mereka bisa menjadi saksi bahwa apa yang Timotius ajarkan memang sesuai dengan ajaran Paulus, dan bukan dari dirinya sendiri.
2) “percayakanlah itu kepada orang-orang
yang dapat dipercayai,”.
KJV/RSV/NASB: ‘faithful men’ (= orang-orang yang
setia).
NIV: ‘reliable men’ (= orang-orang yang bisa diandalkan).
John Stott: “Paul proceeds to indicate the kind of ministry for which Timothy will need to strengthen himself by Christ’s grace. So far he has been exhorted to hold the faith and guard the deposit (1:13, 14). He is to do more than preserve the truth, however; he is also to pass it on.” [= Paulus melanjutkan untuk menunjukkan jenis pelayanan untuk mana Timotius akan memerlukan untuk menguatkan dirinya sendiri oleh kasih karunia Kristus. Sejauh ini ia telah didesak untuk memegang iman dan menjaga tanggungan / apa yang dipercayakan kepadanya (1:13,14). Tetapi ia harus melakukan lebih dari pada menjaga / memelihara kebenaran; ia juga harus menyampaikannya.].
William Barclay: “It is not only a privilege to receive the Christian faith; it is a duty to transmit it. All Christians must look on themselves as the link between two generations.” (= Bukan hanya merupakan suatu hak untuk menerima iman Kristen; merupakan suatu kewajiban untuk menyebarkan / meneruskannya. Semua orang Kristen harus memandang diri mereka sendiri sebagai mata rantai / penghubung antara dua generasi.).
William Barclay: “The faith is to be transmitted to faithful men and women who in their turn will teach it to others. The Christian Church is dependent on an unbroken chain of teachers. ... These teachers are to be faithful. The Greek for ‘faithful,’ pistos, is a word with a rich variety of closely connected meanings. A person who is pistos is someone who is believing, loyal and reliable. All these meanings are there. Falconer said that these believing people are such ‘that they will yield neither to persecution nor to error’. The teachers’ hearts must be so set on Christ that no threat of danger will lure them from the path of loyalty and no seduction of false teaching cause them to stray from the straight path of the truth. They must be steadfast both in life and in thought.” (= Iman harus diteruskan / disebarkan kepada laki-laki dan perempuan yang setia, yang selanjutnya akan mengajarkannya kepada orang-orang lain. Gereja Kristen tergantung pada suatu rantai yang tak terputus dari guru-guru / pengajar-pengajar. ... Guru-guru / pengajar-pengajar ini harus setia. Kata Yunani untuk ‘setia’, PISTOS, adalah suatu kata dengan suatu variasi yang kaya dari arti-arti yang berhubungan dekat. Seseorang yang PISTOS adalah seseorang yang percaya, setia dan bisa diandalkan. Semua arti-arti ini ada di sana. Falconer berkata bahwa orang-orang yang percaya ini adalah begitu rupa ‘sehingga mereka tidak akan menyerah, baik kepada penganiayaan ataupun kepada kesalahan’. Hati dari guru-guru / pengajar-pengajar ini harus ditetapkan kepada Kristus sedemikian rupa, sehingga tak ada ancaman bahaya akan membujuk / memikat mereka dari jalan kesetiaan dan tak ada godaan / bujukan dari ajaran palsu menyebabkan mereka menyimpang dari jalan lurus dari kebenaran. Mereka harus setia baik dalam kehidupan dan dalam pemikiran.)
Calvin: “‘Commit to believing men.’ He calls them
believing men, not on account of their faith, which is common to all
Christians, but on account of their pre-eminence, as possessing a large measure
of faith. We might even translate it ‘faithful men;’ for there are few who
sincerely labor to preserve and perpetuate the remembrance of the doctrine
intrusted to them. Some are impelled by ambition, and that of various kinds,
some by covetousness, some by malice, and others are kept back by the fear of
dangers; and therefore extraordinary faithfulness is here demanded.” (=
‘Percayakanlah kepada orang-orang percaya’. Ia menyebut mereka ‘orang-orang
percaya’, bukan karena iman mereka, yang merupakan sesuatu yang umum bagi semua
orang-orang Kristen, tetapi karena keunggulan mereka, karena mempunyai suatu
takaran yang besar dari iman. Kita bahkan bisa menterjemahkannya ‘orang-orang
yang setia’; karena hanya ada sedikit orang yang dengan sungguh-sungguh / tulus
bekerja untuk menjaga / memelihara dan mengabadikan / menghidupkan terus
menerus ingatan tentang ajaran yang dipercayakan kepada mereka. Sebagian orang
didorong oleh ambisi, dan itu dari jenis-jenis yang bermacam-macam, sebagian
oleh ketamakan, sebagian oleh kedengkian / kebencian, dan yang lain ditahan
oleh rasa takut terhadap bahaya; dan karena itu kesetiaan yang luar biasa
dituntut di sini.).
Catatan: kata Yunani yang diterjemahkan ‘yang dapat dipercayai’ adalah PISTOIS, yang bisa diterjemahkan ‘faithful’ (= setia) ataupun ‘believing’ (= percaya).
KJV/RSV/NASB:
‘faithful’ (= setia).
NIV: ‘reliable’ (= dapat dipercayai)
3) “yang juga cakap mengajar orang lain.”
William Hendriksen: “Timothy’s strength in the sphere of grace will grow if he cultivates the gift which grace has bestowed on him. ... one sure way of being strengthened in grace is to transmit to others the truths which have embedded themselves in one’s heart and have become enshrined in the memory. Accordingly, let Timothy be a teacher. Even more, let him produce teachers!” (= Kekuatan Timotius dalam ruang lingkup kasih karunia akan bertumbuh jika ia mengolah karunia yang telah diberikan oleh kasih karunia kepadanya. ... satu jalan yang pasti untuk dikuatkan dalam kasih karunia adalah dengan meneruskan / menyebarkan kepada orang-orang lain kebenaran-kebenaran yang telah menanamkan diri mereka sendiri dalam hati seseorang dan telah diabadikan dalam ingatan. Sesuai dengan itu, hendaklah Timotius menjadi seorang guru / pengajar. Lebih lagi, hendaklah ia menghasilkan guru / pengajar!).
Matthew Henry: “He must instruct others, and train them up for the ministry, and so commit to them the things which he had heard; and he must also ordain them to the ministry, lodge the gospel as a trust in their hands, and so commit to them the things which he had heard. Two things he must have an eye to in ordaining ministers: - Their fidelity or integrity ..., and also their ministerial ability.” (= Ia harus mengajar orang-orang lain, dan melatih mereka untuk pelayanan, dan dengan demikian mempercayakan kepada mereka hal-hal yang telah ia dengar; dan ia juga harus mentahbiskan mereka untuk pelayanan, meletakkan injil sebagai sesuatu yang dipercayakan dalam tangan mereka, dan dengan demikian mempercayakan kepada mereka hal-hal yang telah ia dengar. Dua hal yang harus ia perhatikan dalam mentahbiskan pelayan-pelayan / pendeta-pendeta: - Kesetiaan atau ketulusan / kelurusan mereka ..., dan juga kemampuan pelayanan mereka.).
The Bible Exposition
Commentary: New Testament: “The
ability to study, understand, and teach the Word of God is a gift of God’s
grace. ‘Apt to teach’ is one of God’s requirements for the pastor (1 Tim 3:2; 2 Tim 2:24). ‘Apt to teach’ implies apt
to learn; so a steward must also be a diligent student of the Word of God.” [= Kemampuan untuk belajar, mengerti, dan mengajarkan Firman Allah
merupakan suatu karunia dari kasih karunia Allah. ‘Cakap mengajar’ adalah
salah satu persyaratan Allah untuk pendeta (1Tim 3:2; 2Tim 2:24). ‘Cakap mengajar’ secara implicit menunjukkan
kecakapan untuk belajar; sehingga seorang pelayan juga harus merupakan seorang
pelajar yang rajin dari Firman Allah.].
1Tim 3:2 - “Karena itu
penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri,
dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar
orang,”.
2Tim 2:24 - “sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar”
Saya yakin bahwa dalam hal ini sebagian besar pendeta-pendeta / penginjil-penginjil / pengkhotbah-pengkhotbah tidak memenuhi syarat sama sekali! Kebanyakan mereka tidak senang atau tidak mau menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran mereka, untuk belajar! Banyak dari mereka yang terlalu sibuk dengan hal-hal sekunder dalam gereja, sehingga melupakan / mengabaikan hal yang terutama dalam gereja, yaitu belajar dan mengajar!
John Stott: “‘None will ever be a good minister of the Word of God unless he is first of all a scholar.’ (Calvin). Spurgeon had the same conviction. ‘He who has ceased to learn has ceased to teach. He who no longer sows in the study will no more reap in the pulpit.’” [= ‘Tak seorangpun akan pernah menjadi seorang pelayan Firman Allah yang baik kecuali ia pertama-tama menjadi seorang murid / pelajar’. (Calvin). Spurgeon mempunyai keyakinan yang sama. ‘Ia yang telah berhenti untuk belajar telah berhenti untuk mengajar. Ia yang tidak lagi menabur dalam belajar tidak lagi akan menuai di mimbar.’] - ‘Between Two Worlds’, hal 180.
The Biblical Illustrator (New Testament) tentang 2Pet 1:15: “They are dangerous teachers, that never were learners. While they will not be scholars of truth, they become masters of error” (= Mereka adalah guru-guru / pengajar-pengajar yang berbahaya, yang tidak pernah menjadi pelajar-pelajar. Pada waktu mereka tidak mau menjadi pelajar-pelajar dari kebenaran, mereka menjadi guru-guru dari kesalahan).
Bdk. Amsal 19:27 - “Hai anakku, jangan lagi mendengarkan
didikan, kalau engkau menyimpang juga dari perkataan-perkataan yang memberi
pengetahuan”.
KJV: “Cease,
my son, to hear the instruction that causeth to err from the words of
knowledge” (= Berhentilah, anakku, untuk mendengar ajaran yang menyebabkan
kita menyimpang dari kata-kata pengetahuan).
NIV: “Stop
listening to instruction, my son, and you will stray from the words of
knowledge” (= Berhentilah mendengar instruksi, anakku, dan engkau akan
tersesat dari kata-kata pengetahuan).
NASB: “Cease listening, my son, to discipline, and you will stray from the words of knowledge” (= Berhentilah mendengar, anakku, pada disiplin, dan engkau akan tersesat dari kata-kata pengetahuan).
2 Timotius 2:1-26(3)
2Timotius 2:1-7 - “(1) Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus. (2) Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain. (3) Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. (4) Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya. (5) Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga. (6) Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya. (7) Perhatikanlah apa yang kukatakan; Tuhan akan memberi kepadamu pengertian dalam segala sesuatu.”.
2 Timotius 2: 3-6: “(3) Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. (4) Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya. (5) Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga. (6) Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya.”.
Dalam 4 ayat di atas ini Paulus menggambarkan orang Kristen dengan 3 penggambaran, yaitu sebagai prajurit / tentara (ay 3-4), sebagai olahragawan (ay 5), dan sebagai petani (ay 6). Ada persamaan-persamaannya, tetapi juga ada penekanan-penekanan yang berbeda. Kita akan membahasnya satu per satu.
2 Timotius 2: 3: “Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus.”.
1) “Seorang prajurit / tentara yang baik”.
William Barclay: “He calls Archippus, in whose house a church met, ‘our fellow soldier’
(Philemon 2). He calls Epaphroditus, the messenger of the Philippian church,
‘my fellow-soldier’ (Philippians 2:25). Clearly, in the life of the soldier
Paul saw a picture of the life of the Christian.” [= Ia menyebut Arkhipus, dalam rumah siapa suatu gereja bertemu,
‘sesama / rekan tentara kita’ (Filemon 2). Ia menyebut Epafroditus, utusan dari
gereja Filipi, ‘sesama / rekan tentaraku’ (Filipi 2:25). Jelas, dalam kehidupan
dari tentara / prajurit Paulus melihat gambaran dari kehidupan orang Kristen.].
Filemon 2 - “dan
kepada Apfia saudara perempuan kita dan kepada Arkhipus, teman seperjuangan
kita dan kepada jemaat di rumahmu:”.
Fil 2:25 - “Sementara
itu kuanggap perlu mengirimkan Epafroditus kepadamu, yaitu saudaraku dan
teman sekerja serta teman seperjuanganku, yang kamu utus untuk melayani
aku dalam keperluanku.”.
Catatan: dalam kedua ayat di atas, untuk kata-kata ‘teman seperjuangan’ KJV/RSV/NIV/NASB menterjemahkan ‘fellow soldier’ (= sesama / rekan tentara).
Jelas bahwa kita bukan tentara dalam arti jasmani / sekuler, dan kita juga tidak berperang secara jasmani, tetapi kita adalah tentara rohani, dan melakukan perang rohani.
Bdk. Ef 6:12 - “karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.”.
Konsep kita tentang hidup kita, akan sangat berperan dalam membentuk dan mengarahkan kehidupan kita. Kalau kita mempunyai konsep yang Alkitabiah tentang kehidupan kita, yaitu bahwa hidup ini adalah peperangan, maka kita pasti akan serius, mati-matian dan bukannya hidup santai dan bermalas-malasan.
2) “Dari Kristus Yesus”.
Dialah komandan kita (bdk ay 4), dan karena
itu Dia harus kita taati dalam segala sesuatu.
Ini akan kita bahas di bawah dalam pembahasan ay 4.
3) “Ikutlah menderita”.
KJV: ‘endure
hardness’ (= tahanlah kekerasan / kesukaran).
RSV: ‘Share in
suffering’ (= Sama-samalah menanggung penderitaan).
NIV: ‘Endure
hardship’ (= Tahanlah penderitaan).
NASB: ‘Suffer hardship’ (= Tahanlah penderitaan).
Adam Clarke: “‘Endure hardness.’ He considers a Christian minister under the notion of a soldier, not so much for his continual conflicts with the world, the Devil, and the flesh, for these are in a certain sense common to all Christians, but for the hardships and difficulties to which he must be exposed who faithfully preaches the Gospel of Christ.” [= ‘Tahanlah kekerasan / kesukaran’ (ikutlah menderita). Ia menganggap seorang pendeta Kristen dibawah gagasan dari seorang tentara, tidak sebegitu banyak untuk konflik-konflik yang terus menerus dengan dunia, Iblis, dan daging, karena hal-hal ini dalam arti tertentu adalah umum bagi semua orang-orang Kristen, tetapi lebih untuk kekerasan dan kesukaran terhadap mana ia yang dengan setia mengkhotbahkan Injil Kristus harus terbuka.].
The Biblical Illustrator (New Testament): “Enduring hardness: - It behoves thee not to complain if thou endure hardness; but to complain if thou dost not endure hardness.” (= Menahan kekerasan / kesukaran: - Engkau tidak boleh mengeluh jika engkau menahan kekerasan / kesukaran; tetapi mengeluh jika engkau tidak menahan kekerasan / kesukaran.).
Barnes’ Notes: “Soldiers often endure great privations. Taken from their homes and friends; exposed to cold, or heat, or storms, or fatiguing marches; sustained on coarse fare, or almost destitute of food, they are often compelled to endure as much as the human frame can bear, and often indeed, sink under their burdens, and die. If, for reward or their country’s sake, they are willing to do this, the soldier of the cross should be willing to do it for his Saviour’s sake, and for the good of the human race. Hence, let no man seek the office of the ministry as a place of ease. Let no one come into it merely to enjoy himself. Let no one enter it who is not prepared to lead a soldier’s life and to welcome hardship and trial as his portion. He would make a bad soldier, who, at his enlistment, should make it a condition that he should be permitted to sleep on a bed of down, and always be well clothed and fed, and never exposed to peril, or compelled to pursue a wearisome march. Yet do not some men enter the ministry, making these the conditions?” (= Tentara-tentara sering menahan kekurangan / kemiskinan yang besar. Diambil dari rumah-rumah dan sahabat-sahabat mereka; terbuka terhadap cuaca dingin, atau panas, atau badai, atau berjalan dalam barisan yang melelahkan; disokong dengan makanan kasar, atau hampir tak ada makanan, mereka sering dipaksa untuk menahan sebanyak yang badan manusia bisa menahan, dan bahkan sering ambruk di bawah beban-beban mereka, dan mati. Jika, demi upah atau demi negara mereka, mereka mau melakukan hal ini, tentara dari salib harus mau melakukannya demi Juruselamatnya, dan demi kebaikan umat manusia. Karena itu, janganlah seorangpun mencari jabatan dari pendeta sebagai tempat yang enak / menyenangkan / tenteram. Janganlah seorangpun masuk ke dalamnya semata-mata untuk menikmati dirinya sendiri. Janganlah seorangpun memasukinya yang tidak siap untuk menjalani kehidupan seorang tentara dan menyambut kekerasan dan pencobaan sebagai bagiannya. Ia adalah seorang tentara yang buruk, yang, pada pendaftarannya, memberi suatu persyaratan bahwa ia diijinkan untuk tidur di sebuah ranjang berisi bulu burung, dan selalu dipakaiani dan diberi makan dengan baik, dan tidak pernah terbuka terhadap bahaya, atau terpaksa untuk mengikuti suatu barisan yang melelahkan. Tetapi tidakkah sebagian orang memasuki pelayanan dengan memberi syarat-syarat ini?).
John Stott: “Soldiers on active service do not expect a safe or easy time. They take hardship, risk and suffering as a matter of course. These things are part and parcel of a soldier’s calling. As Tertullian put it in his ‘Address to Martyrs’: ‘No soldier comes to the war surrounded by luxuries, nor goes into action from a comfortable bedroom, but from the makeshift and narrow tent, where every kind of hardness and severity and unpleasantness is to be found.’ Similarly, the Christian should not expect an easy time. If he is loyal to the gospel, he is sure to experience opposition and ridicule. He must ‘share in suffering’ with his comrades-in-arms. The soldier must be willing to concentrate as well as to suffer.” (= Tentara-tentara pada pelayanan aktif tidak mengharapkan saat yang aman dan enak. Mereka menganggap kesukaran dan penderitaan sebagai suatu persoalan biasa. Hal-hal ini adalah bagian dan paket dari panggilan seorang tentara. Seperti Tertullian menyatakannya dalam bukunya yang berjudul ‘Amanat bagi para martir’: ‘Tak ada tentara yang datang pada peperangan dikelilingi oleh kemewahan, atau bertindak dari suatu kamar tidur yang nyaman, tetapi dari tenda sementara dan sempit, dimana setiap jenis kesukaran dan kekerasan dan ketidak-nyamanan ditemukan’. Mirip dengan itu, orang Kristen tidak boleh mengharapkan saat yang enak. Jika ia setia pada injil, ia pasti mengalami oposisi dan ejekan. Ia harus ‘sama-sama menanggung penderitaan’ dengan kawan seperjuangannya. Tentara harus mau untuk berkonsentrasi maupun untuk menderita.).
The Biblical Illustrator (New Testament): “YOU MUST EXPECT TO FIND ENEMIES AND DIFFICULTIES IF YOU DO WHAT IS RIGHT. Every one was against Daniel because he prayed to God. Every one was against Shadrach, Meshach, and Abednego, because they would not bow down to an idol. But God was on their side. There was once a famous man of God named Athanasius . He was bold enough to maintain the true faith of Christ against Emperors, and Bishops, and he was driven into banishment over and over again. Some of his friends advised him to give in, for, said they, the world is against you; ‘Then,’ answered Athanasius, ‘I am against the world.’” (= Engkau harus berharap untuk bertemu musuh-musuh dan kesukaran-kesukaran jika engkau melakukan apa yang benar. Setiap orang menentang Daniel karena ia berdoa kepada Allah. Setiap orang menentang Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, karena mereka tidak mau menyembah kepada suatu patung berhala. Tetapi Allah berada di pihak mereka. Pernah ada seorang yang terkenal dari Allah yang bernama Athanasius. Ia cukup berani untuk mempertahankan iman yang benar tentang Kristus terhadap / menentang kaisar-kaisar, dan uskup-uskup, dan ia dibuang berulang-ulang. Beberapa dari sahabat-sahabatnya menasehatinya untuk menyerah / mengalah, karena, mereka berkata, dunia menentangmu; ‘Maka’, jawab Athanasius, ‘Aku menentang dunia’.).
Pulpit Commentary: “If the heart is divided between the ministry of God’s Word and the enjoyment of an easy life, there will be a constant temptation to avoid those various forms of ‘hardship’ which properly belong to the campaign of the soldiers of Christ. Troubles will be shirked rather than endured; and ministerial duties will be made to stand on one side when they interfere with the inclinations of the moment. Labour will be evaded when the soul calls for ease. The determined struggle, and the sturdy stand against evil, whether in his own heart or in the world around him, will be postponed to a more convenient season, while weak compromises and sinful compliances take their place in the immediate present. At the same time, contradiction and opposition, crooks and crosses of various kinds, untoward events, troubles, disappointments, and difficulties of all sorts, will be met, not in the spirit of Christian fortitude, not in the spirit of Christian meekness and patience, but with petulant complaints, or with roughness and ill temper, as running against the current of the love of ease in the soul. It is, therefore, incumbent upon the servant of God to be wholly given up to the ministry which he has received.” [= Jika hati terbagi antara pelayanan Firman Allah dan penikmatan dari suatu kehidupan yang enak, maka akan ada pencobaan yang terus menerus untuk menghindari berbagai-bagai bentuk kekerasan / kesukaran itu, yang secara tepat termasuk dalam pertempuran / expedisi militer dari tentara-tentara Kristus. Kesukaran-kesukaran akan dielakkan dan bukannya ditahan; dan kewajiban-kewajiban pelayanan akan disingkirkan pada waktu hal-hal itu mengganggu kecondongan hati dari saat itu. Jerih payah akan dihindari pada waktu jiwa menuntut kenyamanan. Pergumulan yang tekun, dan pendirian yang teguh menentang kejahatan, apakah dalam hatinya sendiri atau dalam dunia di sekelilingnya, akan ditunda sampai pada suatu saat yang lebih baik / tidak menyusahkan, sedangkan kompromi-kompromi yang lemah dan sikap menyerah / mengalah yang berdosa mengambil tempat mereka pada saat itu. Pada saat yang sama, kontradiksi dan oposisi, hal-hal yang tidak menyenangkan dan salib-salib dari berbagai-bagai jenis, peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, problem-problem, kekecewaan-kekecewaan, dan kesukaran-kesukaran dari semua jenis, akan dihadapi, bukan dalam roh dari ketabahan Kristen, bukan dalam roh dari kelembutan dan kesabaran Kristen, tetapi dengan keluhan-keluhan yang tidak sabar, atau dengan kekasaran dan sikap hati yang buruk, karena melawan arus dari kasih terhadap kenyamanan dalam jiwa. Karena itu, adalah wajib bagi pelayan Allah untuk diserahkan sepenuhnya kepada pelayanan yang telah ia terima.].
2 Timotius 2: 4: “Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya.”.
1) Terjemahan.
a) ‘memusingkan
dirinya’.
KJV: ‘entangleth himself’ (=
melibatkan dirinya sendiri).
RSV: ‘gets entangled’ (=
terlibat).
NIV: ‘gets involved’ (=
terlibat).
NASB: ‘entangles himself’ (= melibatkan dirinya sendiri).
b) ‘dengan
soal-soal penghidupannya’.
KJV: ‘with
the affairs of this life’ (= dengan urusan-urusan dari kehidupan ini).
RSV: ‘in
civilian pursuits’ (= dalam pekerjaan-pekerjaan / kesibukan-kesibukan sipil
/ non militer).
NIV: ‘in
civilian affairs’ (= dalam urusan-urusan sipil / non militer).
NASB: ‘in the affairs of everyday life’ (= dalam urusan-urusan dari kehidupan sehari-hari)
c) ‘komandannya’.
KJV: ‘him who hath chosen him to be a soldier.’ (= ia
yang telah memilihnya menjadi seorang tentara).
RSV: ‘the one who enlisted him.’ (= orang
yang mendaftarkannya).
NIV: ‘his commanding officer.’ (=
pejabat yang berkuasa / berwenang).
NASB: ‘the one who enlisted him as a soldier.’ (= orang yang mendaftarkannya sebagai seorang tentara)
2) “Seorang prajurit yang sedang berjuang”.
The Biblical Illustrator (New Testament): “The Christian must be prepared for trial and conflict: - Some of God’s people seem to forget this. They think they are soldiers on pay days and at reviews: but as soon as the fiery darts begin to fall around them, and the road gets rough and rugged, they fancy they are deserters. A strange mistake this. You are never so much a soldier as when you are marching or fighting. I fear the fault of this mistake lies very much with some of us who may be called recruiting sergeants. In persuading men to enlist we speak much more of the ribbons, the bounty money, and the rewards, than we do of the battle-field and the march. Hence, perhaps, the error. But if we are to blame in this respect our great King is not. The whole of His teaching is in the other direction. He puts all the difficulties fairly before us, and we are exhorted to count the cost, so that we may not be covered with shame at last.” [= Orang Kristen harus siap untuk pencobaan dan konflik: - Sebagian dari umat Allah kelihatannya melupakan hal ini. Mereka mengira mereka adalah tentara pada hari-hari pembayaran / gajian dan pada peninjauan (?): tetapi begitu panah berapi mulai jatuh di sekitar mereka, dan jalanan menjadi berat dan keras, mereka menginginkan mereka adalah desertir / pembelot. Ini adalah suatu kesalahan yang aneh. Kamu tidak pernah menjadi tentara sebegitu banyak seperti pada waktu engkau sedang berbaris atau bertempur. Saya takut kesalahan dari hal ini terletak pada sebagian dari kita yang bisa disebut sersan yang merekrut. Dalam membujuk / meyakinkan orang untuk mendaftar kita berbicara lebih banyak tentang pita hiasan, uang hadiah, dan upah / pahala, dari pada kita berbicara tentang medan pertempuran dan barisan. Mungkin karena itu terjadi kesalahan ini. Tetapi jika kita harus dipersalahkan dalam hal ini, Raja kita tidak boleh dipersalahkan. Seluruh ajaranNya berada dalam arah yang lain. Ia meletakkan semua kesukaran-kesukaran secara jujur di hadapan kita, dan kita didesak untuk menghitung ongkos / harganya, supaya jangan kita ditutupi dengan rasa malu pada akhirnya.].
Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:
·
Mat
10:24-25 - “(24) Seorang
murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. (25)
Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang
hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya. Jika tuan rumah disebut
Beelzebul, apalagi seisi rumahnya.”.
·
Yoh
15:20 - “Ingatlah apa yang
telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada
tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya
kamu; jikalau mereka telah menuruti firmanKu, mereka juga akan menuruti
perkataanmu.”.
·
Yoh
16:1-3 - “(1) ‘Semuanya ini
Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku. (2) Kamu akan
dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu
akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. (3) Mereka akan berbuat
demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku.”.
·
Luk 9:57-58
- “(57) Ketika Yesus
dan murid-muridNya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah
jalan kepada Yesus: ‘Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.’ (58)
Yesus berkata kepadanya: ‘Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai
sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.’”.
·
Kis 14:21-22
- “(21) Paulus dan
Barnabas memberitakan Injil di kota itu dan memperoleh banyak murid. Lalu
kembalilah mereka ke Listra, Ikonium dan Antiokhia. (22) Di tempat itu mereka
menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di
dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita
harus mengalami banyak sengsara.”.
·
Kis
20:22-23 - “(22) Tetapi
sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang
akan terjadi atas diriku di situ (23) selain dari pada yang dinyatakan Roh
Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku.”.
· Luk 14:26-33 - “(26) ‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu. (27) Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi muridKu. (28) Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? (29) Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, (30) sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya. (31) Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? (32) Jikalau tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian. (33) Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi muridKu.”.
The Biblical Illustrator (New
Testament): “THE
SOLDIER AFTER HAVING BEEN ENLISTED HAS TO BE DRILLED - that is to say, he has
to learn his business. A good soldier is not to be made in a day; there must be
time and pains spent upon him; he must be trained and taught, and that very
carefully, before he is fit to fight against the enemies of his country. And it
is just the same with Christian soldiers. They have to learn to act together,
so as to support and help one another in the conflict with evil. And then they
have to learn the use of their weapons - of one more especially, which is
called the ‘sword of the Spirit.’” (= Tentara setelah didaftarkan harus dilatih - artinya, ia harus
mempelajari urusannya. Seorang tentara yang baik tidak dibuat dalam satu hari;
di sana harus ada waktu dan usaha yang dihabiskan untuk dia; ia harus dilatih
dan diajar, dan itu dengan sangat hati-hati / teliti, sebelum ia cocok untuk
bertempur melawan musuh-musuh dari negaranya. Dan sama halnya dengan
tentara-tentara Kristen. Mereka harus belajar untuk bertindak bersama-sama,
sehingga menopang dan menolong satu sama lain dalam konflik dengan kejahatan.
Dan lalu mereka harus mempelajari penggunaan dari senjata-senjata mereka -
tentang satu senjata dengan lebih khusus, yang disebut ‘pedang Roh’).
Ef 6:17 -
“dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh,
yaitu firman Allah,”.
Catatan: pendeta-pendeta yang menganggap / memperlakukan pendeta-pendeta lain (yang tidak sesat dalam pandangan mereka) bukannya sebagai rekan seperjuangan tetapi sebagai saingan, harus merenungkan hal ini, dan bertobat!
3) “tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya”.
William Hendriksen: “First, like a soldier on active duty, perhaps even engaged in a campaign, Timothy must perform his task wholeheartedly. If a soldiering person should pursue a business on the side, one that would really absorb his interests, so that he becomes ‘implicated’ in it, he would not be able to really ‘give’ himself to his appointed task as a soldier.” (= Pertama-tama, seperti seorang tentara dalam kewajiban / tugas aktif, mungkin bahkan ikut serta dalam operasi militer, Timotius harus melaksanakan tugasnya dengan segenap hati. Jika seorang tentara mengejar suatu bisnis sebagai pekerjaan sambilan / sampingan, suatu pekerjaan yang akan sungguh-sungguh menyerap perhatiannya, sehingga ia menjadi ‘terlibat’ di dalamnya, ia tidak akan bisa sungguh-sungguh memberikan / menyerahkan dirinya sendiri pada tugas yang ditetapkan baginya sebagai seorang tentara.).
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “It is sometimes necessary for a pastor, or a pastor’s wife, to be employed because their church is not able to support them. This is a sacrifice on their part and an investment in the work. But a pastor who is fully supported should not get involved in sidelines that divide his interest and weaken his ministry. I have met pastors who spend more time on their real estate ventures than on their churches.” (= Kadang-kadang perlu bagi seorang pendeta atau seorang istri pendeta, untuk bekerja karena gereja mereka tidak mampu menyokong mereka. Ini merupakan suatu pengorbanan di pihak mereka dan suatu investasi dalam pekerjaan. Tetapi seorang pendeta yang disokong secara penuh tidak boleh terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan sampingan yang membagi perhatiannya dan melemahkan pelayanannya. Saya telah / pernah bertemu dengan pendeta-pendeta yang menghabiskan lebih banyak waktu untuk usaha-usaha real estate dari pada untuk gereja-gereja mereka.).
Adam Clarke: “It is well remarked by Grotius, on this passage, that the legionary soldiers among the Romans were not permitted to engage in husbandry, merchandise, mechanical employments, or anything that might be inconsistent with their calling. Many canons, at different times, have been made to prevent ecclesiastics from intermeddling with secular employments. He who will preach the Gospel thoroughly, and wishes to give full proof of his ministry, had need to have no other work. He should be wholly in this thing, that his profiting may appear unto all. There are many who sin against this direction. They love the world, and labour for it, and are regardless of the souls committed to their charge. But what are they, either in number or guilt, compared to the immense herd of men professing to be Christian ministers, who neither read nor study, and consequently never improve? These are too conscientious to meddle with secular affairs, and yet have no scruple of conscience to while away time, be among the chief in needless self-indulgence, and, by their burdensome and monotonous ministry, become an incumbrance to the church! Do you inquire: In what sect or party are these to be found? I answer: In ALL. Idle drones, - ... disgrace every department in the Christian Church. They cannot teach because they will not learn.” (= Dikatakan dengan baik oleh Grotius, tentang text ini, bahwa tentara-tentara dari legiun-legiun / pasukan-pasukan di antara orang-orang Romawi tidak diijinkan untuk terlibat dalam pertanian / peternakan, perdagangan, pekerjaan-pekerjaan mekanis / mesin, atau apapun yang bisa tidak konsisten dengan panggilan mereka. Banyak peraturan-peraturan, pada jaman yang berbeda-beda, telah dibuat untuk mencegah pendeta / pastor dari percampuran dengan pekerjaan-pekerjaan sekuler. Ia yang mau mengkhotbahkan Injil secara sepenuhnya, dan berharap untuk memberikan bukti penuh dari pelayanannya, tidak boleh mempunyai pekerjaan lain. Ia harus berada secara penuh dalam hal ini, supaya kegunaannya bisa terlihat kepada semua orang. Ada banyak orang yang berdosa terhadap peraturan ini. Mereka mencintai dunia ini, dan berjerih payah untuknya, dan tidak mempunyai kepedulian terhadap jiwa-jiwa yang diserahkan pada tanggung jawab mereka. Tetapi apakah mereka itu, dalam jumlah atau kesalahan, dibandingkan dengan kumpulan besar manusia yang mengaku sebagai pendeta-pendeta Kristen, yang tidak membaca ataupun belajar, dan karena itu tidak pernah maju / bertambah baik? Orang-orang ini terlalu berhati-hati untuk bercampur dengan urusan-urusan sekuler, tetapi tidak mempunyai keberatan hati nurani untuk menghabiskan / membuang waktu, menjadi di antara kepala dalam pemuasan diri sendiri yang tidak perlu, dan oleh pelayanan mereka yang membebani dan monoton, menjadi suatu rintangan / beban bagi gereja! Apakah engkau bertanya: Dalam sekte atau kelompok / golongan mana orang-orang ini ditemukan? Saya menjawab: Dalam semua kelompok / golongan. Pemalas-pemalas yang menganggur, - ... memalukan / menodai setiap departemen dalam Gereja Kristen. Mereka tidak bisa mengajar karena mereka tidak mau belajar.).
John Stott: “what is forbidden the good soldier of Jesus Christ is not all ‘secular’ activities, but rather ‘entanglements’ which, though they may be perfectly innocent in themselves, may hinder him from fighting Christ’s battles. This counsel applies specially to the Christian minister or pastor. He is called to devote himself to teaching and tending Christ’s flock, and there are other Scriptures besides this one to say that if possible he should not have the additional burden of having to get his living in some ‘secular’ employment.” (= apa yang dilarang bagi tentara yang baik dari Yesus Kristus bukanlah semua aktivitas sekuler, tetapi ‘keterlibatan-keterlibatan’ yang, sekalipun dalam dirinya sendiri hal-hal itu bisa tak berdosa secara sempurna, tetapi hal-hal itu bisa menghalanginya untuk bertempur dalam pertempuran-pertempuran Kristus. Nasehat ini diterapkan khususnya kepada pendeta atau gembala Kristen. Ia dipanggil untuk membaktikan dirinya sendiri kepada pengajaran dan perawatan / pemeliharaan kawanan domba Kristus, dan ada ayat-ayat lain dari Kitab Suci disamping yang satu ini yang mengatakan bahwa jika mungkin ia tidak boleh mempunyai beban tambahan tentang harus mendapatkan nafkahnya dalam suatu pekerjaan ‘sekuler’.).
John Stott: “It is true that the apostle himself had often earned his keep by his tent-making. Yet he made it plain that in his case the reason was personal and exceptional, namely to ‘make the gospel free of charge’ and so put no possible ‘obstacle in the way of the gospel of Christ’ (1 Cor. 9:18, 12). He still asserted the principle for himself and for every minister, by command of the Lord, that ‘those who proclaim the gospel should get their living by the gospel’ (1 Cor. 9:14). Indeed, he clearly expected this to be the general rule. And this needs to be remembered in our day when ‘auxiliary’, ‘supplementary’ and ‘part-time’ ministries are increasing, in which the pastor continues his trade or profession and exercises his ministry in his spare time. Such ministries can hardly be said to contravene Scripture. Yet they are difficult to reconcile with the apostle’s injunction to avoid entanglements. In the Church of England service for the ordination of presbyters the Bishop exhorts the candidates in these words: ‘Consider how studious ye ought to be in reading and learning the Scriptures … and for this selfsame cause how ye ought to forsake and set aside (as much as you may) all worldly cares and studies, … give yourselves wholly to this Office, … apply yourselves wholly to this one thing, and draw all your cares and studies this way.’” [= Memang benar bahwa sang rasul sendiri sering telah mendapatkan nafkahnya dengan pembuatan tendanya. Tetapi ia membuatnya jelas bahwa dalam kasus ini alasannya adalah pribadi dan merupakan perkecualian, yaitu untuk ‘membuat injil itu gratis’ dan dengan demikian tidak meletakkan kemungkinan ‘halangan dalam jalan dari injil Kristus’ (1Kor 9:18,12). Ia tetap menegaskan prinsip untuk dirinya sendiri dan untuk setiap pendeta, dengan perintah dari Tuhan, bahwa ‘mereka yang memberitakan injil harus mendapatkan nafkahnya oleh injil’ (1Kor 9:14). Bahkan, ia dengan jelas mengharapkan ini sebagai peraturan umum. Dan ini perlu diingat pada jaman kita pada saat pelayanan ‘pembantu’, ‘tambahan’ dan ‘paruh waktu’ sedang bertambah, dalam mana sang pendeta melanjutkan perdagangannya dan pekerjaannya dan menjalankan pelayanannya pada waktu luangnya. Pelayanan seperti itu tak bisa dikatakan bertentangan dengan Kitab Suci. Tetapi pelayanan-pelayanan seperti itu sukar diperdamaikan dengan perintah sang rasul untuk menghindari keterlibatan-keterlibatan. Dalam kebaktian Gereja Inggris untuk pentahbisan penatua-penatua sang Uskup mendesak para calon dengan kata-kata ini: ‘Pertimbangkan / renungkan betapa kamu harus rajin dalam membaca dan belajar Kitab Suci ... dan untuk alasan yang sama betapa kamu harus meninggalkan dan mengesampingkan (sebanyak kamu bisa) semua perhatian dan pelajaran duniawi, ... serahkan dirimu sendiri sepenuhnya untuk Jabatan / Tugas ini, ... gunakanlah dirimu sendiri sepenuhnya untuk satu hal ini, dan tariklah semua perhatian dan pelajaranmu ke jalan ini / dengan cara ini’.].
Bandingkan dengan text-text di bawah ini:
·
Kis
18:1-3 - “(1) Kemudian
Paulus meninggalkan Atena, lalu pergi ke Korintus. (2) Di Korintus ia berjumpa
dengan seorang Yahudi bernama Akwila, yang berasal dari Pontus. Ia baru datang
dari Italia dengan Priskila, isterinya, karena kaisar Klaudius telah
memerintahkan, supaya semua orang Yahudi meninggalkan Roma. Paulus singgah ke
rumah mereka. (3) Dan karena mereka melakukan pekerjaan yang sama, ia tinggal
bersama-sama dengan mereka. Mereka bekerja bersama-sama, karena mereka
sama-sama tukang kemah.”.
·
1Kor 9:7-18
- “(7) Siapakah yang
pernah turut dalam peperangan atas biayanya sendiri? Siapakah yang menanami
kebun anggur dan tidak memakan buahnya? Atau siapakah yang menggembalakan
kawanan domba dan yang tidak minum susu domba itu? (8) Apa yang kukatakan ini
bukanlah hanya pikiran manusia saja. Bukankah hukum Taurat juga berkata-kata
demikian? (9) Sebab dalam hukum Musa ada tertulis: ‘Janganlah engkau
memberangus mulut lembu yang sedang mengirik!’ Lembukah yang Allah perhatikan?
(10) Atau kitakah yang Ia maksudkan? Ya, untuk kitalah hal ini ditulis,
yaitu pembajak harus membajak dalam pengharapan dan pengirik harus mengirik
dalam pengharapan untuk memperoleh bagiannya. (11) Jadi, jika kami telah
menaburkan benih rohani bagi kamu, berlebih-lebihankah kalau kami menuai hasil
duniawi dari pada kamu? (12) Kalau orang lain mempunyai hak untuk
mengharapkan hal itu dari pada kamu, bukankah kami mempunyai hak yang lebih
besar? Tetapi kami tidak mempergunakan hak itu. Sebaliknya, kami menanggung
segala sesuatu, supaya jangan kami mengadakan rintangan bagi pemberitaan Injil
Kristus. (13) Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat
kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang
melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? (14) Demikian
pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup
dari pemberitaan Injil itu. (15) Tetapi aku tidak pernah mempergunakan
satupun dari hak-hak itu. Aku tidak menulis semuanya ini, supaya akupun
diperlakukan juga demikian. Sebab aku lebih suka mati dari pada...! Sungguh,
kemegahanku tidak dapat ditiadakan siapapun juga! (16) Karena jika aku
memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu
adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil. (17)
Kalau andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, memang aku berhak
menerima upah. Tetapi karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri,
pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku. (18) Kalau
demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil
tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil.”.
· 2Kor 11:7-9 - “(7) Apakah aku berbuat salah, jika aku merendahkan diri untuk meninggikan kamu, karena aku memberitakan Injil Allah kepada kamu dengan cuma-cuma? (8) Jemaat-jemaat lain telah kurampok dengan menerima tunjangan dari mereka, supaya aku dapat melayani kamu! (9) Dan ketika aku dalam kekurangan di tengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorangpun, sebab apa yang kurang padaku, dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari Makedonia. Dalam segala hal aku menjaga diriku, supaya jangan menjadi beban bagi kamu, dan aku akan tetap berbuat demikian.”.
2 Timotius 2:1-26(4)
2Timotius 2:1-7 - “(1) Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus. (2) Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain. (3) Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. (4) Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya. (5) Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga. (6) Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya. (7) Perhatikanlah apa yang kukatakan; Tuhan akan memberi kepadamu pengertian dalam segala sesuatu.”.
John Stott: “The
application of this verse is wider than to pastors, however. Every Christian is
in some degree a soldier of Christ, even if he is as timid as Timothy. For,
whatever our temperament, we cannot avoid the Christian conflict. And if we are
to be good soldiers of Jesus Christ, we must be dedicated to the battle,
committing ourselves to a life of discipline and suffering, and avoiding
whatever may ‘entangle’ us and so distract us from it.” (=
Tetapi, penerapan dari ayat ini lebih luas dari kepada pendeta-pendeta. Setiap
orang Kristen dalam tingkat tertentu adalah seorang tentara Kristus, bahkan
jika ia sama penakutnya seperti Timotius. Karena, apapun temperamen kita, kita
tidak bisa menghindari konflik Kristen. Dan jika kita mau menjadi
tentara-tentara yang baik dari Yesus Kristus, kita harus didedikasikan pada
pertempuran, menyerahkan diri kita sendiri pada suatu kehidupan dari disiplin
dan penderitaan, dan menghindari apapun yang bisa ‘melibatkan’ kita dan dengan
demikian menyimpangkan kita darinya.).
Catatan: bagi orang awam, sekalipun hidupnya juga harus diserahkan kepada Kristus sepenuhnya, tentu ia tidak mungkin untuk meninggalkan pekerjaan ‘sekuler’nya. Tetapi pekerjaan itu tetap harus ditujukan untuk kemuliaan Tuhan, dan bukan sekedar untuk mencari uang / kekayaan.
Calvin: “‘The condition of military discipline is
such, that as soon as a soldier has enrolled himself under a general, he leaves
his house and all his affairs, and thinks of nothing but war; and in like
manner, in order that we may be wholly devoted to Christ, we must be free from
all the entanglements of this world.’ ... By ‘the affairs of life’, he means
the care of governing his family, and ordinary occupations; as farmers leave
their agriculture, and merchants their ships and merchandise, till they have
completed the time that they agreed to serve in war. We must now apply the
comparison to the present subject, that every one who wishes to fight under
Christ must relinquish all the hindrances and employments of the world, and
devote himself unreservedly to the warfare.” (= ‘Syarat dari
disiplin militer adalah sedemikian, sehingga begitu seorang tentara telah
mendaftarkan dirinya sendiri di bawah seorang jendral, ia meninggalkan rumahnya
dan semua urusan-urusannya, dan tidak memikirkan apapun kecuali peperangan;
dan dengan cara yang sama, supaya kita bisa sepenuhnya dibaktikan kepada
Kristus, kita harus bebas dari semua keterlibatan dari dunia ini’. ... Dengan
‘urusan-urusan dari kehidupan’ ia memaksudkan perhatian untuk memerintah
keluarganya, dan pekerjaan-pekerjaan / kesibukan-kesibukan biasa; seperti
petani-petani meninggalkan pertaniannya, dan pedagang-pedagang meninggalkan
kapal-kapal dan barang-barang dagangan mereka, sampai mereka telah
menyelesaikan waktu yang telah mereka setujui untuk melayani dalam peperangan.
Sekarang kita harus menerapkan perbandingan dengan pokok sekarang ini, bahwa
setiap orang yang ingin bertempur di bawah Kristus harus melepaskan semua
rintangan-rintangan dan pekerjaan-pekerjaan dari dunia, dan membaktikan dirinya
sendiri tanpa batasan pada peperangan.).
Bdk. Luk 14:26 - “‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia
tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya
laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi
muridKu.”.
Mat 4:18-20 - “(18) Dan ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. (19) Yesus berkata kepada mereka: ‘Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.’ (20) Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.”.
Calvin: “Here Paul speaks to the pastors of the Church in the person of Timothy. The statement is general, but is specially adapted to the ministers of the word. First, let them see what things are inconsistent within their office, that, freed from those things, they may follow Christ. Next, let them see, each for himself, what it is that draws them away from Christ; that this heavenly General may not have less authority over us than that which a mortal man claims for himself over heathen soldiers who have enrolled under him.” (= Di sini Paulus berbicara kepada pendeta-pendeta dari Gereja dalam diri dari Yakobus. Pernyataannya adalah umum, tetapi secara khusus disesuaikan dengan pelayan-pelayan dari firman. Pertama, hendaklah mereka melihat hal-hal apa yang tidak konsisten di dalam jabatan / tugas mereka, supaya, dengan dibebaskan dari hal-hal itu, mereka bisa mengikuti Kristus. Selanjutnya, hendaklah mereka melihat, masing-masing bagi dirinya sendiri, apa yang menarik mereka menjauhi Kristus; supaya Jendral surgawi ini tidak mempunyai otoritas yang kurang atas kita dari pada apa yang diclaim oleh manusia yang fana bagi dirinya sendiri atas tentara-tentara kafir yang telah mendaftar di bawahnya.).
The Biblical Illustrator (New Testament): “A soldier always: - You cannot be a saint on Sundays and a sinner in the week; you cannot be a saint at church and a sinner in the shop; you cannot be a saint in Liverpool and a sinner in London. You cannot serve God and Mammon. You are a soldier everywhere or nowhere, and woe to you if you dishonour your King.” (= Selalu seorang tentara: - Kamu tidak bisa menjadi seorang kudus pada hari Minggu dan seorang berdosa dalam minggu itu; kamu tidak bisa menjadi seorang kudus di gereja dan seorang berdosa di toko; kamu tidak bisa menjadi seorang kudus di Liverpool dan seorang berdosa di London. Kamu tidak bisa melayani Allah dan Mammon / dewa uang. Kamu adalah seorang tentara dimana-mana atau tidak dimanapun, dan celakalah kamu jika kamu mempermalukan Rajamu.).
The Biblical Illustrator (New Testament): “the Christian’s dangers arise not only from his sins, but also from the ordinary affairs of daily life. These are more especially meant in the text. And what snare can be greater? Actual sin we may generally know to be sin. But in the affairs of this life, our daily occupations and our lawful enjoyments, it is often hard to find where the entanglement begins. If as moralists say and as experience proves, the difference between things lawful and unlawful is frequently one of degree, it must require both an enlightened conscience and much self-examination to ascertain the middle path of safety.” (= bahaya-bahaya bagi orang Kristen muncul bukan hanya dari dosa-dosanya, tetapi juga dari urusan-urusan biasa dari kehidupan sehari-hari. Hal-hal ini dimaksudkan secara lebih khusus dalam text ini. Dan jerat apa yang bisa lebih besar? Dosa-dosa yang aktual / sungguh-sungguh biasanya kita ketahui sebagai dosa. Tetapi dalam urusan-urusan dari kehidupan ini, pekerjaan-pekerjaan sehari-hari kita dan penikmatan kita yang sah, seringkali sukar untuk menemukan dimana keterlibatan mulai. Jika seperti para tokoh moral katakan dan seperti pengalaman membuktikan, perbedaan antara hal-hal yang sah dan tidak sah seringkali adalah dalam persoalan tingkatan, itu pasti memerlukan hati nurani yang diterangi dan banyak pemeriksaan diri sendiri / introspeksi untuk memastikan jalan keamanan di tengah-tengah.).
4) “supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya”.
Matthew Henry: “The great care of a soldier should be to please his general; so the great care of a Christian should be to please Christ, to approve ourselves to him. The way to please him who hath chosen us to be soldiers is not to entangle ourselves with the affairs of this life, but to be free from such entanglements as would hinder us in our holy warfare.” (= Perhatian besar dari seorang tentara harus untuk menyenangkan jendralnya; begitu juga perhatian besar dari seorang Kristen harus untuk menyenangkan Kristus, membuat diri kita disetujui olehNya. Jalan / cara untuk menyenangkan Dia yang telah memilih kita sebagai tentara-tentara adalah dengan tidak melibatkan diri kita sendiri dengan urusan-urusan dari kehidupan ini, tetapi untuk bebas dari keterlibatan-keterlibatan seperti itu karena akan menghalangi kita dalam peperangan kudus kita.).
Pulpit Commentary: “His
sole motive is to please the Master who enrolled him in this service. It is not
to please himself, or to please men by seeking ease, or emolument, or social
position, but to please the Lord Jesus Christ” (= Satu-satunya
motivasi adalah untuk menyenangkan Tuan yang telah mendaftarkannya dalam
pelayanan ini. Bukan untuk menyenangkan dirinya sendiri, atau untuk
menyenangkan orang-orang dengan mencari kenyamanan, atau honorarium, atau
kedudukan sosial, tetapi untuk menyenangkan Tuhan Yesus Kristus).
Gal 1:10 - “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.”.
2 Timotius 2: 5: “Seorang
olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding
menurut peraturan-peraturan olahraga.”.
KJV: ‘And if a man
also strive for masteries, yet is
he not crowned, except he strive lawfully.’ (= Dan
jika seorang manusia juga berjuang untuk kemenangan, tetapi ia tidak
dimahkotai, kecuali ia berjuang dengan sah.).
RSV: ‘An athlete
is not crowned unless he competes according to the rules.’ (= Seorang atlet
tidak dimahkotai kecuali ia bertanding / berlomba sesuai dengan
peraturan-peraturan.).
NIV: ‘Similarly,
if anyone competes as an athlete, he does not receive the victor’s crown unless
he competes according to the rules.’ (= Secara mirip, jika siapapun
bertanding / berlomba sebagai seorang atlet, ia tidak menerima mahkota pemenang
kecuali ia bertanding / berlomba menurut peraturan-peraturan.).
NASB: ‘Also if anyone competes as an athlete, he does not win the prize unless he competes according to the rules.’ (= Juga jika siapapun bertanding / berjuang sebagai seorang atlet, ia tidak memenangkan hadiah kecuali ia bertanding / berlomba menurut peraturan-peraturan.).
Bible Knowledge
Commentary: “The thought here is similar to 1 Cor 9:24-27 (and Heb 12:1-2).” [= Pemikiran di sini serupa dengan 1Kor 9:24-27 (dan Ibr
12:1-2)].
1Kor 9:24-27 - “(24)
Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut
berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu
larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! (25) Tiap-tiap orang yang
turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal.
Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita
untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. (26) Sebab itu aku tidak berlari
tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. (27) Tetapi
aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan
Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.”.
Ibr 12:1-2 - “(1) Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. (2) Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.”.
Calvin: “And if any one strive. He now speaks of perseverance,
that no man may think that he has done enough when he has been engaged in one
or two conflicts. ... If any man, therefore, wearied with the conflict,
immediately withdraw from the arena to enjoy repose, he will be condemned for
indolence instead of being crowned. Thus, because Christ wishes us to strive
during our whole life, he who gives way in the middle of the course deprives
himself of honor, even though he may have begun valiantly. To strive lawfully
is to pursue the contest in such a manner and to such an extent as the law
requires, that none may leave off before the time appointed.” (= ‘Dan
jika siapapun berjuang’. Sekarang ia berbicara tentang ketekunan, supaya tak
seorangpun bisa berpikir bahwa ia telah melakukan cukup pada waktu ia telah
terlibat dalam satu atau dua pertempuran. ... Karena itu, jika siapapun bosan
dengan pertempuran, dan dengan segera menarik diri dari arena / gelanggang
untuk menikmati istirahat / kesenangan, ia akan dikecam untuk kemalasan dan
bukannya dimahkotai. Maka, karena Kristus ingin kita berjuang dalam sepanjang
hidup kita, ia yang menyerah di tengah jalan menghilangkan kehormatan dari dirinya
sendiri, sekalipun ia mungkin telah memulai dengan berani. Berjuang secara sah
/ menurut hukum berarti mengikuti pertandingan dengan cara sedemikian rupa dan
sampai pada tingkat sedemikian rupa seperti yang dituntut oleh hukum, supaya
tak seorangpun bisa berhenti sebelum waktu yang ditentukan.).
Catatan: pada bagian awal dari kutipan ini, sekalipun kata-kata Calvin benar, tetapi tak sesuai dengan ayat itu, yang menekankan ketaatan pada peraturan-peraturan, dan bukannya ketekunan, sekalipun harus diakui bahwa dalam pertandingan / perlombaan, ketekunan juga jelas harus ada.
John Stott: “Paul
now turns from the image of the Roman soldier to that of the competitor in the
Greek games. In no athletic contest of the ancient world (any more than of the
modern) was a competitor giving a random display of strength or skill. Every
sport had its rules, always for the contest itself and sometimes for the
preparatory training as well. Every event had its prize also, and the
prizes awarded at the Greek games were evergreen wreaths, not gold medals or
silver trophies. But no athlete, however brilliant, was ‘crowned’ unless he had
competed ‘according to the rules’. ‘No rules, no wreath’ was the order of the
day. The Christian life is regularly likened in the New Testament to a race, not in the
sense that we are competing against each other ..., but in other
ways, in the strenuous self-discipline of training (1 Cor. 9:24–27), in laying
aside every hindrance (Heb. 12:1, 2) and here in keeping the rules.” [= Sekarang
Paulus berpindah dari gambaran dari seorang tentara Romawi kepada petanding /
pelomba dalam pertandingan-pertandingan Yunani. Tak ada pertandingan atletik
dalam dunia kuno (maupun dalam dunia modern) ada seorang pelomba / petanding
yang memberikan suatu pertunjukan sembarangan dari kekuatan atau keahlian.
Setiap jenis olah raga mempunyai peraturan-peraturannya sendiri, selalu
untuk pertandingan itu sendiri dan kadang-kadang juga untuk latihan persiapan.
Setiap pertandingan mempunyai hadiahnya juga, dan hadiah yang diberikan pada
pertandingan-pertandingan Yunani adalah lingkaran-lingkaran bunga yang selalu
hijau, bukan medali emas atau piala perak. Tetapi tidak ada atlet, bagaimanapun
hebatnya, dimahkotai kecuali ia telah bertanding ‘menurut peraturan-peraturan’.
‘Tak ada peraturan-peraturan, tak ada lingkaran bunga’ adalah hukum / syarat
dari jaman itu. Kehidupan Kristen dalam Perjanjian Baru biasanya disamakan
dengan suatu perlombaan, bukan dalam arti bahwa kita berlomba /
bersaing satu sama lain ..., tetapi dengan cara-cara lain, dalam
disiplin diri sendiri yang keras dari latihan (1Kor 9:24-27), dalam
menyingkirkan setiap halangan (Ibr 12:1-2) dan di sini, dalam mentaati
peraturan-peraturan.].
Catatan: yang saya beri garis bawah ganda, justru
merupakan sesuatu yang sangat banyak terjadi dalam dunia Kristen saat ini.
Betul-betul merupakan sesuatu yang memalukan kalau pendeta / pelayan yang satu
menganggap pendeta / pelayan yang lain sebagai saingan, dan bukan sebagai
rekan! Siapapun yang menganggap gereja / pendeta / pelayan lain sebagai saingan
jelas tidak mempunyai motivasi untuk memuliakan Allah dalam pelayan maupun
hidupnya!
Bdk. 1Kor 10:31 - “Aku
menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan
sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.”.
Kalau makan dan minum saja harus untuk kemuliaan Allah, apalagi pelayanan!
John Stott: “The
context requires that competing ‘according to the rules’ has a wider
application than to our moral conduct, however. Paul is describing Christian
service, not just Christian life. He seems to be saying that rewards for
service depend on faithfulness. The Christian teacher must teach the truth,
building with solid materials on the foundation of Christ, if his work is to
endure and not be burned up (cf.
1 Cor. 3:10–15).” [= Tetapi kontext
menuntut bahwa pertandingan / perlombaan ‘menurut peraturan-peraturan’
mempunyai penerapan yang lebih luas dari pada tingkah laku kita. Paulus sedang
menggambarkan pelayanan Kristen, bukan hanya kehidupan Kristen.
Kelihatannya ia mengatakan bahwa pahala-pahala untuk pelayanan tergantung pada
kesetiaan. Pengajar Kristen harus mengajar kebenaran, membangun dengan
bahan-bahan yang padat / keras / kokoh di atas fondasi dari Kristus, jika
pekerjaannya mau bertahan dan bukannya terbakar habis (bdk. 1Kor 3:10-15).].
1Kor 3:10-15 - “(10) Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. (11) Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. (12) Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, (13) sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. (14) Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. (15) Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.”.
Penerapan: sebagai contoh dari pendeta-pendeta / pengkhotbah-pengkhotbah yang membangun dengan kayu, rumput kering dan jerami, adalah mereka yang tak pernah mau mengajar hal-hal yang sukar, khususnya yang bersifat doktrinal.
The Biblical Illustrator (New Testament): “Lawful strife: - We gather from this figure that in spiritual things there is a striving lawfully and a striving unlawfully, and that the prize is not necessarily given to him who wins the race, if he has not complied with certain rules laid down. I think, then, we may say that there are three distinct ways of striving. 1. There is an unlawful striving after unlawful objects. 2. An unlawful striving after lawful objects. 3. A lawful striving after lawful objects.” (= Perjuangan yang sah / sesuai dengan hukum: - Kita mengumpulkan dari gambaran ini bahwa dalam hal-hal rohani di sana ada suatu perjuangan yang sah dan suatu perjuangan yang tidak sah, dan bahwa hadiah tidak harus diberikan kepada dia yang memenangkan perlombaan, jika ia tidak tunduk / mengikuti peraturan-peraturan tertentu yang diberikan. Maka / karena itu, saya berpikir, kita bisa berkata bahwa di sana ada tiga cara yang berbeda dari perjuangan. 1. Ada suatu perjuangan yang tidak sah untuk mengejar tujuan-tujuan yang tidak sah. 2. Suatu perjuangan yang tidak sah untuk mengejar tujuan-tujuan yang sah. 3. Suatu perjuangan yang sah untuk mengejar tujuan-tujuan yang sah.).
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “Paul sometimes used athletic illustrations in his writings - wrestling, boxing, running, and exercising. The Greeks and the Romans were enthusiastic about sports, and the Olympic and Isthmian games were important events to them. Paul had already urged Timothy to exercise like an athlete (1 Tim 4:7-8). Now Paul admonished him to obey the rules. A person who strives as an athlete to win a game and get a crown must be careful to obey all the rules of the game. In the Greek games in particular, the judges were most careful about enforcing the rules. Each competitor had to be a citizen of his nation, with a good reputation. In his preparations for the event, he had to follow specific standards. If an athlete was found defective in any matter, he was disqualified from competing. If, after he had competed and won, he was found to have broken some rule, he then lost His crown. Jim Thorpe, a great American athlete, lost his Olympic medals because he participated in sports in a way that broke an Olympic rule.” [= Paulus kadang-kadang menggunakan ilustrasi atletik dalam tulisan-tulisannya - gulat, tinju, lari, dan latihan. Orang-orang Yunani dan Romawi sangat antusias tentang olah raga, dan pertandingan-pertandingan Olympiade dan Isthmian merupakan peristiwa-peristiwa / pertandingan-pertandingan yang penting bagi mereka. Paulus telah mendesak Timotius untuk berlatih seperti seorang atlet (1Tim 4:7-8). Sekarang Paulus menesehatinya untuk mentaati peraturan-peraturan. Seseorang yang berjuang sebagai seorang atlet untuk memenangkan suatu pertandingan / permainan dan mendapatkan mahkota, harus hati-hati untuk mentaati semua peraturan-peraturan dari pertandingan / permainan. Dalam pertandingan-pertandingan Yunani khususnya, hakim-hakim / wasit-wasit hati-hati / teliti tentang penegakan peraturan-peraturan. Setiap pelomba / petanding harus adalah warga negara dari bangsa itu, dengan reputasi yang baik. Dalam persiapannya untuk pertandingan itu, ia harus mengikuti standard-standard khusus / tertentu. Jika seorang atlet ditemukan cacat dalam persoalan apapun, ia didiskwalifikasi dari pertandingan. Jika, setelah ia bertanding / berlomba dan menang, ia didapati telah melanggar peraturan, maka ia kehilangan mahkotanya. Jim Thorpe, seorang atlet besar Amerika, kehilangan medali-medali Olympiade-nya karena ia ikut serta dalam olah raga dengan suatu cara yang melanggar suatu peraturan Olympiade.].
Contoh orang yang
didiskwalifikasi karena melanggar peraturan pertandingan:
1) Atlet yang didapati menggunakan steroid.
2) Pelari maraton Olympiade, yang berada paling
depan sampai sekitar 50 meter dari garis finish, tetapi lalu ambruk. Lalu ada
beberapa orang memapah dia sampai masuk garis finish. Sudah tentu dia
didiskwalifikasi!
3) Petinju yang berhasil memukul KO lawannya,
tetapi memukul dengan cara yang terlarang, atau memukul pada bagian terlarang,
atau memukul setelah bel berbunyi.
4) ‘Pertandingan’ di Atlas Fitness Center, dimana orang yang lari di treadmill, pada saat sudah tak kuat lagi, meneruskan lari sambil berpegangan pada pegangan di bagian depan treadmill itu.
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “From
the human point of view, Paul was a loser. There was nobody in the grandstands
cheering him, for ‘all they which are in Asia’ had turned away from him (2 Tim
1:15). He was in prison, suffering as an evildoer. Yet, Paul was a winner! He
had kept the rules laid down in the Word of God, and one day he would get his
reward from Jesus Christ. Paul was saying to young Timothy, ‘The important
thing is that you obey the Word of God, no matter what people may say. You are
not running the race to please people or to get fame. You are running to please
Jesus Christ.’” [= Dari sudut pandang manusia, Paulus adalah orang
yang kalah. Tidak ada seorangpun di tribun bersorak mendukungnya, karena ‘semua
mereka yang ada di Asia’ telah meninggalkannya / berbalik dari dia (2Tim 1:15).
Ia ada di dalam penjara, menderita sebagai seorang penjahat / pelaku kejahatan.
Tetapi, Paulus adalah seorang pemenang! Ia telah memelihara / mentaati
peraturan-peraturan yang diberikan dalam Firman Allah, dan suatu hari ia akan
mendapatkan pahalanya dari Yesus Kristus. Paulus sedang berkata kepada
Timotius yang masih muda, ‘Hal yang penting adalah bahwa engkau mentaati Firman
Allah, tak peduli apa yang orang-orang katakan.
Engkau tidak sedang berlari untuk menyenangkan orang-orang atau untuk
mendapatkan kemasyhuran / kepopuleran. Engkau sedang berlari untuk menyenangkan
Yesus Kristus’.].
Bdk. Gal 1:10 - “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.”.
Jelas bahwa ada peserta-peserta pertandingan / perlombaan yang dianggap menang oleh manusia, tetapi dianggap kalah oleh Tuhan, dan sebaliknya! Penulis ini menganggap Paulus menang, karena ia berjuang sambil mentaati Firman Tuhan! Kata-kata yang saya beri garis bawah ganda merupakan sesuatu yang penting, karena kalau kita berjuang sambil mentaati Firman Tuhan, pasti akan muncul banyak orang yang mengkritik tindakan kita itu! Ini tidak boleh kita pedulikan!
Bdk. 1Kor 4:1-5 - “(1)
Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang
kepadanya dipercayakan rahasia Allah. (2) Yang akhirnya dituntut dari
pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai.
(3) Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku
dihakimi oleh kamu atau oleh suatu pengadilan manusia. Malahan diriku
sendiripun tidak kuhakimi. (4) Sebab memang aku tidak sadar akan sesuatu,
tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan. Dia,
yang menghakimi aku, ialah Tuhan. (5) Karena
itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan
menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan
memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan
menerima pujian dari Allah.”.
Catatan: bagian yang saya beri garis bawah tunggal
salah terjemahan.
NIV: ‘My
conscience is clear, but that does not make me innocent.’ (= Hati nuraniku
bersih, tetapi itu tidak membuat aku tak berdosa.).
Tetapi yang menjadi penekanan saya adalah bagian yang saya beri garis bawah ganda.
Jadi, dari semua ini bisa disimpulkan dua hal yang penting:
1) Paulus menggambarkan pelayanan / kehidupan Kristen sebagai suatu pertandingan / perlombaan. Tetapi itu bukan berarti kita bertanding / bersaing dengan sesama orang Kristen / pelayan Tuhan!
2) Dalam pertandingan, kalau kita ingin menang, kita harus mentaati Firman Tuhan.
a) Pertama-tama, ini mensyaratkan pendeta-pendeta untuk banyak belajar Firman Tuhan, karena kalau tidak, bagaimana ia tahu apakah perjuangannya sesuai dengan Firman Tuhan atau tidak?
b) Banyak orang Kristen / pendeta, demi suksesnya suatu pelayanan, melanggar Firman Tuhan, baik secara sadar / sengaja atau secara tidak sadar / tidak sengaja.
c) Contoh pelanggaran dalam kehidupan / pelayanan:
1. Gereja / pendeta yang tidak mau memberitakan hal-hal yang tidak
menyenangkan orang, baik dalam hal moral maupun doktrinal. Dengan cara ini
mereka mungkin sekali akan mengumpulkan banyak orang, dan kelihatan menang,
tetapi sebetulnya mereka kalah!
Bdk. 2Tim 4:3-4 - “(3) Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. (4) Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.”.
2. Gereja / pendeta yang memberikan janji-janji kosong (dusta) untuk menyenangkan orang
3. Gereja / pendeta yang menjadikan gereja / pendeta lain (yang tidak sesat) sebagai saingan
4. Gereja / pendeta yang membagi-bagi sembako dengan tujuan / motivasi untuk mengumpulkan banyak orang!
5. Gereja / pendeta yang mau menyumbang agama lain demi mendapatkan
ijin gereja. Ini sama dengan memperluas dan mempermulus jalan ke neraka!
Catatan: lucunya, atau ironisnya, mereka tak akan mau menyumbang gereja lain (yang baik) yang betul-betul membutuhkan bantuan. Alangkah bertentangannya hal ini dengan praktek gereja-gereja abad pertama. Bdk. Ro 15:25-26 - “(25) Tetapi sekarang aku sedang dalam perjalanan ke Yerusalem untuk mengantarkan bantuan kepada orang-orang kudus. (26) Sebab Makedonia dan Akhaya telah mengambil keputusan untuk menyumbangkan sesuatu kepada orang-orang miskin di antara orang-orang kudus di Yerusalem.”. Bdk. juga dengan 2Kor 8.
6. Gereja / pendeta yang menerapkan praktek-praktek dan politik duniawi / sekuler yang bertentangan dengan Firman Tuhan dalam gereja. Misalnya, kalau ada suatu konflik, yang dibela adalah orang yang kaya / berkedudukan tinggi / dekat dengan dia / ‘lebih berguna’ bagi gereja.
7. Gereja / pendeta yang mempraktekkan kediktatoran.
Hanya Yesus yang adalah Raja / Tuhan dalam gereja, dan manusia boleh berkuasa / memerintah gereja hanya sebagai suatu badan (majelis), dan bukan satu manusia secara pribadi!
8. Gereja / pendeta yang mau memberkati pernikahan kristen dengan non Kristen karena takut kehilangan jemaat yang mau menikah itu.
9. Gereja / pendeta yang takut menjalankan siasat gerejani karena takut kehilangan jemaat yang seharusnya disiasat itu.
10. Gereja / pendeta yang takut menjalankan Firman Tuhan yang manapun karena takut / sungkan kepada manusia, siapapun adanya manusia itu.
2 Timotius 2:1-26(5)
2Timotius 2:3-7 - “(3) Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. (4) Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya. (5) Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga. (6) Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya. (7) Perhatikanlah apa yang kukatakan; Tuhan akan memberi kepadamu pengertian dalam segala sesuatu.”.
2 Timotius 6: “Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya.”.
John Stott: “If
the athlete must play fair, the farmer must work hard. He ‘toils’ at his job,
as the verb indicates. Hard work is indeed indispensable to good farming. This
is particularly so in developing countries before mechanization arrives. In
such circumstances successful farming depends as much on sweat as on skill.
However poor the soil, inclement the weather, or disinclined the farmer, he
must keep at his work. ... Unlike the soldier and the athlete the farmer’s life
is ‘totally devoid of excitement, remote from all glamour of peril and of
applause’. Yet the first share of the crops goes to the hardworking farmer. He
deserves it. His good yield is due as much to his toil and perseverance as to
anything else. That is why a sluggard never makes a good farmer, as the book of
Proverbs insists. He always loses his harvest, either because he is asleep when
he ought to be reaping, or because he was too lazy to plough the previous
autumn, or because he has allowed his fields to become overgrown with nettles
and thorns (Pr. 10:5; 20:4; 24:30, 31).” [= Jika
sang olahragawan harus bermain dengan fair / jujur, sang petani harus bekerja
keras. Ia berjerih payah pada pekerjaannya, seperti ditunjukkan oleh kata
kerjanya. Kerja keras memang sangat diperlukan bagi pertanian yang baik.
Khususnya ini adalah demikian di negara-negara berkembang sebelum datangnya
mekanisasi. Dalam keadaan seperti itu pertanian yang sukses tergantung secara
sama pada keringat seperti pada keahlian. Bagaimanapun buruknya tanah dan
cuaca, atau bagaimanapun segannya sang petani, ia harus tetap bekerja. ...
Berbeda dengan prajurit dan olahragawan, kehidupan sang petani adalah ‘sama
sekali tidak memiliki kegembiraan, jauh dari semua glamor / pesona dari bahaya
dan dari tepuk tangan / sorakan’. Tetapi bagian pertama dari panen pergi kepada
petani yang bekerja keras. Ia layak mendapatkannya. Hasilnya yang baik
disebabkan sama banyaknya oleh jerih payah dan ketekunannya sama seperti oleh
apapun yang lain. Ini sebabnya seorang pemalas tidak pernah menjadi seorang
petani yang baik, seperti kitab Amsal berkeras. Ia selalu kehilangan panennya,
atau karena ia tidur pada waktu ia seharusnya menuai, atau karena ia terlalu
malas untuk membajak pada musim gugur sebelumnya, atau karena ia mengijinkan
ladangnya dipenuhi dengan rumput liar dan duri (Amsal 10:5; 20:4; 24:30,31).].
Amsal 10:5 - “Siapa
mengumpulkan pada musim panas, ia berakal budi; siapa tidur pada waktu panen
membuat malu.”.
Amsal 20:4 - “Pada
musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai,
maka tidak ada apa-apa.”.
Amsal 24:30-31 - “(30) Aku melalui ladang seorang pemalas dan kebun anggur orang yang tidak berakal budi. (31) Lihatlah, semua itu ditumbuhi onak, tanahnya tertutup dengan jeruju, dan temboknya sudah roboh.”.
John Stott: “To
what kind of harvest is the apostle referring? Two applications are more
obviously biblical than others. First, holiness is a harvest. True, it is ‘the
fruit (or ‘harvest’) of the Spirit’, in that the Spirit is himself the chief
farmer who produces a good crop of Christian qualities in the believer’s life.
But we have our part to play. We are to ‘walk by the Spirit’ and ‘sow to the
Spirit’ (Gal. 5:16; 6:8), following his promptings and disciplining ourselves,
if we would reap the harvest of holiness. Many Christians are surprised that
they are not noticeably growing in holiness. Is it that we are neglecting to
cultivate the field of our character? ‘Whatever a man sows, that he will also
reap’ (Gal. 6:7). As Bishop Ryle emphasizes again and again in his great book
entitled ‘Holiness,’ there are
‘no gains without pains’. For example: ‘I will never shrink from declaring my
belief that there are no spiritual gains without pains. I should as soon expect
a farmer to prosper in business who contented himself with sowing his fields
and never looking at them till harvest, as expect a believer to attain much
holiness who was not diligent about his Bible-reading, his prayers, and the use
of his Sundays. Our God is a God who works by means, and He will never bless
the soul of that man who pretends to be so high and spiritual that he can get
on without them.’ As Paul puts it here, it is ‘the hardworking farmer’ who has
the first share of the crop. For holiness is a harvest. Secondly, the winning
of converts is a harvest too. ‘The harvest is plentiful,’ Jesus said, referring
to the many who are waiting to hear and receive the gospel (Mt. 9:37; cf. Jn. 4:35; Rom. 1:13). Now in this
harvest it is of course ‘God who gives the growth’ (1 Cor. 3:6, 7). But again
we have no liberty to be idle. Further, both the sowing of the good seed of
God’s word and the reaping of the harvest are hard work, especially when the
labourers are few. Souls are hardly won for Christ, not by the slick, automatic
application of a formula, but by tears and sweat and pain, especially in prayer
and in sacrificial personal friendship. Again, it is ‘the hardworking farmer’
who can expect good results.” [= Jenis panen apa yang
ditunjuk oleh sang rasul? Dua penerapan secara jelas adalah lebih Alkitabiah
dari pada yang lain. Pertama, kekudusan adalah suatu panen. Memang
benar, itu adalah ‘buah (atau ‘panen’) dari Roh’, dalam hal bahwa Roh itu
sendiri adalah sang petani utama / kepala yang menghasilkan panen yang baik
dari sifat-sifat Kristen dalam kehidupan orang percaya. Tetapi kita mempunyai
bagian kita untuk dilakukan. Kita harus ‘berjalan oleh Roh’ dan ‘menabur bagi
Roh’ (Gal 5:16; 6:8), mengikuti dorongan / desakanNya dan pendisiplinan diri
kita sendiri, jika kita mau menuai panen kekudusan. Banyak orang-orang Kristen
heran bahwa mereka tidak bertumbuh secara nyata dalam kekudusan. Apakah itu
karena kita sedang mengabaikan untuk mengusahakan ladang karakter kita? ‘Apa
yang ditabur orang itu juga yang akan dituainya’ (Gal 6:7). Seperti yang
ditekankan oleh Uskup Ryle berulang-ulang dalam bukunya yang hebat yang
berjudul ‘Holiness’ (= Kekudusan), di
sana ‘tidak ada keuntungan / perolehan tanpa rasa sakit / penderitaan’. Sebagai
contoh: ‘Saya tidak akan pernah mundur dari pernyataan kepercayaan saya bahwa
di sana tidak ada keuntungan / perolehan rohani tanpa rasa sakit / penderitaan.
Saya harus secara sama mengharapkan seorang petani untuk berhasil dalam
usahanya, yang merasa puas dengan dirinya sendiri dengan menabur di ladangnya
dan tidak pernah memperhatikannya sampai musim menuai, seperti mengharapkan
seorang percaya untuk mencapai banyak kekudusan, yang tidak rajin tentang
pembacaan Alkitabnya, doa-doanya, dan penggunaan hari-hari Minggunya. Allah
kita adalah Allah yang bekerja dengan cara-cara / jalan-jalan, dan Ia tidak
akan pernah memberkati jiwa dari orang itu yang menganggap diri begitu tinggi
dan rohani, sehingga ia bisa berhasil / maju tanpa hal-hal itu.’ Seperti
Paulus nyatakan di sini, adalah ‘petani yang bekerja keras’ yang mendapatkan
bagian pertama dari panen. Karena kekudusan adalah suatu panen. Kedua, pemenangan dari petobat-petobat juga
adalah suatu panen. ‘Panennya banyak’, kata Yesus, sambil menunjuk kepada
orang banyak yang sedang menunggu untuk mendengar dan menerima injil (Mat 9:37;
bdk. Yoh 4:35; Ro 1:13). Dalam panen ini tentu saja ‘Allahlah yang memberi
pertumbuhan’ (1Kor 3:6-7). Tetapi lagi-lagi kita tidak mempunyai kebebasan
untuk menjadi malas. Selanjutnya, baik menaburkan benih yang baik dari firman
Allah dan menuai panen adalah pekerjaan yang berat, khususnya kalau pekerja
hanya sedikit. Jiwa-jiwa tidak dimenangkan untuk Kristus, bukan oleh penerapan
yang curang / licik dan otomatis dari suatu formula, tetapi oleh air mata dan
keringat, khususnya dalam doa dan dalam persahabatan pribadi yang bersifat
pengorbanan. Lagi-lagi, adalah ‘petani yang bekerja keras’ yang bisa mengharapkan
hasil yang baik.].
Gal 5:16
- “Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan
menuruti keinginan daging.”.
Gal 6:7-8 -
“(7) Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diriNya
dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. (8)
Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari
dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang
kekal dari Roh itu.”.
Mat
9:37 - “Maka kataNya kepada murid-muridNya: ‘Tuaian memang
banyak, tetapi pekerja sedikit.”.
Yoh
4:35 - “Bukankah kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah
musim menuai? Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah
ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai.”.
Ro
1:13 - “Saudara-saudara, aku mau, supaya kamu mengetahui,
bahwa aku telah sering berniat untuk datang kepadamu - tetapi hingga kini
selalu aku terhalang - agar di tengah-tengahmu aku menemukan buah, seperti juga
di tengah-tengah bangsa bukan Yahudi yang lain.”.
1Kor 3:6-7 - “(6) Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. (7) Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan.”.
Barclay: “It is not the lazy farmer, but the farmer who works hard, who must be the first to receive the share of the fruits of the harvest. What then are the characteristics of the farmer which Paul would wish to see in the life of the Christian? (1) Often, farmers must be content, first to work and then to wait. More than any other worker, farmers have to learn that there is no such thing as quick results. Christians too must learn to work and to wait. Often, they must sow the good seed of the word into the hearts and minds of their hearers and see no immediate result. Teachers often have to teach and see no difference in those they teach. Parents often have to seek to train and guide, and see no difference in the children. It is only when the years go by that the result is seen; ... The farmer has learned to wait with patience, and so must the Christian teacher and the Christian parent. (2) One special thing characterizes the farmer - and that is a readiness to work at any hour. At harvest time, we can see farmers at work in their fields as long as the last streak of light is left; they know no hours. Neither must the Christian. The trouble with so much Christianity is that it is spasmodic. But, from dawn to sunset, Christians must always be working at their challenge of being Christians.” [= Bukanlah petani yang malas, tetapi petani yang bekerja keras, yang harus pertama-tama menerima bagian dari buah / hasil dari panen. Lalu apa karakteristik dari petani yang Paulus ingin lihat dalam kehidupan orang Kristen? (1) Seringkali, petani-petani harus puas, pertama-tama bekerja dan lalu menunggu. Orang-orang Kristen juga harus belajar untuk bekerja dan untuk menunggu. Seringkali, mereka harus menabur benih yang baik dari firman ke dalam hati dan pikiran dari pendengar-pendengar mereka dan tidak langsung melihat hasilnya. Pengajar-pengajar sering harus mengajar dan tidak melihat perbedaan dalam diri yang mereka ajar. Orang tua sering harus berusaha untuk melatih dan membimbing, dan tidak melihat perbedaan dalam anak-anak. Hanyalah pada saat tahun-tahun berlalu maka hasilnya terlihat; ... Petani telah belajar untuk menunggu dengan sabar, dan pengajar Kristen dan orang tua Kristen juga harus begitu. (2) Satu hal khusus menjadi ciri / karakter dari petani - dan itu adalah kesediaan untuk bekerja kapanpun. Pada musim menuai, kita bisa melihat petani-petani bekerja di ladang mereka selama lintasan terakhir dari terang / cahaya masih ada; mereka tidak mengenal jam / waktu. Orang Kristen juga harus demikian. Problem dengan begitu banyak kekristenan adalah bahwa itu bersifat tak tetap / sementara. Tetapi, dari matahari terbit sampai terbenam, orang-orang Kristen harus selalu bekerja sesuai dengan tantangan mereka sebagai orang-orang Kristen.].
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “A
farmer needs patience. ‘See how the farmer waits for the land to yield its
valuable crop and how patient he is for the fall and spring rains’ (James 5:7,
NIV). A pastor friend of mine often reminds me, ‘The harvest is not the end
of the meeting - it is the end of the age.’” [= Seorang petani membutuhkan kesabaran. ‘Lihatlah bagaimana petani
menunggu supaya tanah / ladang menghasilkan hasil / panen yang berharga dan
bagaimana sabarnya ia untuk hujan musim gugur dan hujan musim semi’ (Yak 5:7,
NIV). Seorang pendeta sahabat saya sering mengingatkan saya, ‘Panen bukanlah
akhir dari pertemuan - itu adalah akhir jaman’.].
Yak 5:7 - “Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi.”.
Saya berpendapat kata-kata terakhir dari kutipan di atas sangat indah, dan sangat perlu dicamkan senantiasa. Kita sering menilai apakah pelayanan kita berhasil atau tidak, pada akhir dari pelayanan itu, apakah itu adalah Kebaktian, Pemahaman Alkitab, KKR, Seminar, acara debat, dan sebagainya. Kalau yang datang banyak, dan mereka memperhatikan dengan baik, dan ada pertobatan-pertobatan, kita menganggap pelayanan itu berhasil / sukses. Tetapi kalau yang datang sedikit, dan mereka tidak mendengar dengan baik, dan tak ada pertobatan-pertobatan, maka kita menilai pelayanan itu gagal. Tetapi sebetulnya kata-kata di ataslah yang benar. Panen tidak terlihat pada akhir dari pertemuan / acara. Panen yang sebenarnya baru diketahui / terlihat pada akhir jaman!
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “Something else is true in this image of the farmer: The spiritual leaders who share the Word with the people are the first ones to enjoy its blessings. The preacher and the teacher always get more out of the sermon or lesson than do the hearers because they put much more into it. They also get great joy out of seeing planted seeds bear fruit in the lives of others. Farming is hard work, and it can have many disappointments; but the rewards are worth it.” (= Sesuatu yang lain adalah benar dalam gambaran dari petani: Pemimpin-pemimpin rohani yang membagikan Firman dengan orang-orang / jemaat adalah orang-orang yang pertama yang menikmati berkat-berkatanya. Pengkhotbah dan pengajar selalu mendapatkan lebih banyak dari khotbah atau pelajaran dari pada pendengar-pendengar mendapatkannya, karena mereka menghabiskan / memasukkan jauh lebih banyak ke dalamnya. Mereka juga mendapatkan sukacita yang besar karena melihat benih-benih yang ditanam menghasilkan buah dalam kehidupan-kehidupan dari orang-orang lain. Pertanian adalah pekerjaan yang berat, dan itu bisa menghasilkan kekecewaan-kekecewaan; tetapi upah / pahalanya layak untuk itu.).
Saya belajar dari buku-buku tafsiran / theologia, lalu menyusunnya menjadi suatu khotbah, dan mengkhotbahkannya, dan memasukkannya ke web, dan banyak orang mendengarnya, dan mempelajarinya dari web kami. Tetapi saya adalah orang yang mendapat paling banyak dibandingkan dengan para pendengar dan pembaca, bahkan dibandingkan dengan mereka yang bukan hanya membaca / mempelajari, tetapi lalu juga mengkhotbahkannya. Mengapa? Karena saya memasukkan tenaga, waktu, pikiran paling banyak. Dalam membaca dan mempelajari buku-buku itu, saya mendapatkan lebih banyak pengetahuan, baik yang positif / baik maupun yang negatif / salah, dan saya menyaringnya, sehingga otomatis saya mendapatkan lebih banyak pengetahuan dari pada pendengar khotbah saya dan pembaca tulisan saya.
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “‘A farmer deserves his share of the harvest.’ ‘The hardworking farmer should be the first to receive a share of the crops’ (2 Tim 2:6, NIV). Paul is stating here that a faithful pastor ought to be supported by his church. The same idea is found in 1 Cor 9:7, where Paul used a soldier, a farmer, and a herdsman to prove his point: ‘The laborer is worthy of his reward’ (1 Tim 5:18). Paul deliberately gave up his right to ask for support so that nobody could accuse him of using the Gospel for personal gain (1 Cor 9:14ff). But this policy is not required for all of God’s servants. As a local church grows and progresses, the people ought to faithfully increase their support of their pastors and other staff members. ‘If we have sown spiritual seed among you, is it too much if we reap a material harvest from you?’ (1 Cor 9:11, NIV). It is sad to see the way some local churches waste money and fail to care for their own laborers. God will honor a church that honors His faithful servants.” [= ‘Seorang petani layak mendapatkan bagiannya dari panen’. Petani yang bekerja keras harus yang pertama menerima suatu bagian dari hasil / panen’ (2Tim 2:6, NIV). Paulus menyatakan di sini bahwa seorang pendeta yang setia harus disokong oleh gerejanya. Gagasan yang sama ditemukan dalam 1Kor 9:7, dimana Paulus menggunakan seorang tentara, seorang petani, dan seorang gembala untuk membuktikan maksudnya: ‘Pekerja patut / layak mendapatkan upahnya’ (1Tim 5:18). Paulus secara sengaja menyerahkan / membuang haknya untuk meminta sokongan sehingga tak seorangpun bisa menuduhnya menggunakan Injil untuk keuntungan pribadi (1Kor 9:14-dst). Tetapi kebijaksanaan ini tidak dituntut dari semua pelayan-pelayan Allah. Pada waktu gereja lokal bertumbuh dan maju, orang-orang / jemaat harus dengan setia menaikkan sokongan mereka untuk pendeta-pendeta mereka dan anggota-anggota staf / pegawai yang lain. ‘Jika kami telah menaburkan benih rohani di antara kamu, apakah terlalu banyak jika kami menuai panen materi dari kamu?’ (1Kor 9:11, NIV). Merupakan sesuatu yang menyedihkan untuk melihat cara beberapa gereja lokal menghabiskan / memboroskan uang dan gagal untuk memperhatikan / memelihara pekerja-pekerja mereka sendiri. Allah akan menghormati suatu gereja yang menghormati pelayan-pelayanNya yang setia.].
Bdk. 1Kor 9:7-14 - “(7) Siapakah yang pernah turut dalam peperangan atas biayanya sendiri? Siapakah yang menanami kebun anggur dan tidak memakan buahnya? Atau siapakah yang menggembalakan kawanan domba dan yang tidak minum susu domba itu? (8) Apa yang kukatakan ini bukanlah hanya pikiran manusia saja. Bukankah hukum Taurat juga berkata-kata demikian? (9) Sebab dalam hukum Musa ada tertulis: ‘Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik!’ Lembukah yang Allah perhatikan? (10) Atau kitakah yang Ia maksudkan? Ya, untuk kitalah hal ini ditulis, yaitu pembajak harus membajak dalam pengharapan dan pengirik harus mengirik dalam pengharapan untuk memperoleh bagiannya. (11) Jadi, jika kami telah menaburkan benih rohani bagi kamu, berlebih-lebihankah kalau kami menuai hasil duniawi dari pada kamu? (12) Kalau orang lain mempunyai hak untuk mengharapkan hal itu dari pada kamu, bukankah kami mempunyai hak yang lebih besar? Tetapi kami tidak mempergunakan hak itu. Sebaliknya, kami menanggung segala sesuatu, supaya jangan kami mengadakan rintangan bagi pemberitaan Injil Kristus. (13) Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? (14) Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu.”.
Bdk. 1Tim 5:18 - “Bukankah Kitab Suci berkata: ‘Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik,’ dan lagi ‘seorang pekerja patut mendapat upahnya.’”.
Catatan: sekalipun kata-kata dari kutipan di atas ini benar, saya tidak yakin bahwa itu cocok sebagai tafsiran dari 2Tim 2:6 ini, karena kalau demikian, maka ‘panen’ harus diartikan sebagai uang! Tetapi untuk 1Kor 9:7-14 dan 1Tim 5:18 itu memang cocok.
2 Timotius 2: 7: “Perhatikanlah
apa yang kukatakan; Tuhan akan memberi
kepadamu pengertian dalam segala sesuatu.”.
KJV: ‘Consider
what I say; and the Lord give thee understanding in all things’ (=
Renungkan apa yang aku katakan; dan Tuhan memberimu pengertian dalam
segala sesuatu).
RSV: ‘Think over
what I say, for the Lord will grant
you understanding in everything’ (= Pertimbangkan / pikirkan apa yang aku
katakan, karena Tuhan akan
memberimu pengertian dalam segala sesuatu).
NIV: ‘Reflect on
what I am saying, for the Lord will
give you insight into all this’ (= Pikirkan apa yang aku katakan, karena
Tuhan akan memberimu pengertian ke dalam
semua ini).
NASB: ‘Consider what I say, for the Lord will give you understanding in everything’ (= Pertimbangkan apa yang aku katakan, karena Tuhan akan memberimu pengertian dalam segala sesuatu).
Adam Clarke: “‘And the Lord give thee understanding.’ But instead of dooee he give, ACDEFG, several
others, besides versions and fathers, have doosei,
he will give.” (= ‘Dan
Tuhan memberimu pengertian’. Tetapi alih-alih DOOEE ‘Ia memberi’, ACDEFG,
beberapa yang lain, disamping versi-versi dan bapa-bapa, mempunyai DOOSEI, ‘Ia
akan memberi.’.).
KJV menterjemahkan bagian ini dalam present tense, tetapi RSV/NIV/NASB menterjemahkannya dalam future tense. Ini disebabkan adanya manuscript-manuscript yang berbeda.
Adam Clarke: “Consider thou properly, and God will give thee a proper understanding of all things that coucern thy own peace, and the peace and prosperity of his church. Think as well as read.” (= Pertimbangkanlah dengan benar, dan Allah akan memberimu pengertian yang benar tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan damaimu sendiri, dan damai dan kemakmuran dari gerejaNya. Berpikirlah dengan sama baiknya seperti membaca.).
John Stott: “This verse concludes the first paragraph of the chapter. There is an important biblical balance here. If Timothy is to know and understand the truth, not least as expressed in the metaphors Paul has just employed, two processes will be necessary, the one human and the other divine. Timothy himself must ‘think over’ or ‘reflect on’ (NEB) the apostle’s teaching, listening to it carefully and applying his mind to it. For then the Lord will grant him understanding in everything. According to this better text, which the RSV follows, what Paul here expresses is a promise, and not merely a wish. There are at least two important implications of this combination of human study and divine illumination for anybody who wants to inherit the promised gift of understanding from the Lord. First, if we are to receive understanding from the Lord, we must consider what the apostle is saying. This is a good example of Paul’s self-conscious apostolic authority. He commands Timothy to ponder his teaching and promises that the Lord will grant him ‘understanding in everything’ if he does so. He sees nothing anomalous about claiming that his teaching as an apostle merits careful study, or that it can be interpreted by the Lord alone, or that this is the way for Timothy to grow in understanding. It is clear evidence that Paul believed his teaching to be not his own but the Lord’s. Indeed, in the following verses, almost imperceptibly, he equates ‘my gospel’ (8) with ‘the word of God’ (9). Secondly, if we are to receive understanding from the Lord, we must consider what the apostle is saying. Some Christians never get down to any serious Bible study. The reason may of course be purely ‘carnal’, namely that they are too lazy. Alternatively, it may be ‘spiritual’ (though I fear I would have to call it ‘pseudo-spiritual’), namely that they believe understanding will come to them from the Holy Spirit and not from their own studies (which is a totally false antithesis). So all they do is to skim through some Bible verses in a haphazard and desultory fashion, hoping (and even praying) that the Holy Spirit will show them what it all means. But they do not obey the apostle’s command, ‘Think over what I say.’ Others are very good at Bible study. They are ‘hardworking farmers’, as it were. They use their minds and grapple with the text of Scripture. They compare versions, consult concordances and pore over commentaries. But they forget that it is the Lord alone who imparts understanding, and that he imparts it as a gift. So we must not divorce what God has joined together. For the understanding of Scripture a balanced combination of thought and prayer is essential. We must do the considering, and the Lord will do the giving of understanding.” [= Ayat ini menyimpulkan paragraf pertama dari pasal ini. Ada suatu keseimbangan Alkitabiah yang penting di sini. Jika Timotius mau mengetahui dan mengerti kebenaran, tidak kurang seperti dinyatakan dalam kiasan-kiasan yang baru Paulus gunakan, diperlukan dua proses, yang satu manusiawi dan yang lain ilahi. Timotius sendiri harus ‘memikirkan’ atau ‘mempertimbangkan’ (NEB) ajaran sang rasul, mendengarnya dengan teliti dan menerapkan pikirannya kepadanya. Karena pada saat itulah Tuhan akan memberinya pengertian dalam segala sesuatu. Menurut text yang terbaik, yang diikuti oleh RSV, apa yang Paulus nyatakan di sini adalah suatu janji, dan bukan semata-mata suatu keinginan / harapan. Ada sedikitnya dua pengertian / maksud dari kombinasi dari pembelajaran manusiawi dan pencerahan ilahi untuk siapapun yang ingin mewarisi karunia pengertian yang dijanjikan dari Tuhan. Pertama, jika kita mau menerima pengertian dari Tuhan, kita harus mempertimbangkan apa yang sang rasul katakan. Ini adalah suatu contoh yang baik tentang kesadaran Paulus akan otoritas rasulinya sendiri. Ia memerintahkan Timotius untuk merenungkan ajarannya dan menjanjikan bahwa Tuhan akan memberinya ‘pengertian dalam segala sesuatu’ jika ia melakukan demikian. Ia tidak melihat apapun yang aneh tentang tindakan mengclaim bahwa ajarannya sebagai seorang rasul layak untuk dipelajari dengan teliti, atau bahwa itu bisa ditafsirkan oleh Tuhan saja, atau bahwa ini adalah jalan bagi Timotius untuk bertumbuh dalam pengertian. Ini adalah bukti yang jelas bahwa Paulus percaya ajarannya sebagai bukan ajarannya sendiri tetapi ajaran Tuhan. Memang, dalam ayat-ayat berikutnya, hampir secara tak terlihat / terasa, ia menyamakan ‘injilku’ (ay 8) dengan ‘firman Allah’ (ay 9). Kedua, jika kita mau menerima pengertian dari Tuhan, kita harus mempertimbangkan / memikirkan apa yang sang rasul katakan. Sebagian / beberapa orang-orang Kristen tidak pernah mulai mempertimbangkan pembelajaran Alkitab yang serius apapun. Alasannya tentu bisa semata-mata ‘daging’, yaitu bahwa mereka adalah terlalu malas. Sebagai pilihan yang lain, itu bisa adalah ‘rohani’ (sekalipun saya takut saya harus menyebutnya ‘rohani palsu’), yaitu bahwa mereka percaya pengertian akan datang kepada mereka dari Roh Kudus dan bukan dari pembelajaran mereka sendiri (yang merupakan suatu kontras / pertentangan yang salah secara total). Maka semua yang mereka lakukan adalah membaca sepintas lalu beberapa ayat Alkitab dengan suatu cara yang serampangan dan acak / tak berketentuan / meloncat-loncat, sambil berharap (dan bahkan berdoa) bahwa Roh Kudus akan menunjukkan kepada mereka apa arti dari semuanya. Tetapi mereka tidak mentaati perintah sang rasul, ‘Pikirkanlah / pertimbangkanlah apa yang aku katakan’. Orang-orang lain sangat baik dalam pembelajaran Alkitab. Mereka seakan-akan adalah ‘petani-petani yang bekerja keras’. Mereka menggunakan pikiran mereka dan berjuang dengan text dari Kitab Suci. Mereka membandingkan versi-versi, memeriksa konkordansi dan membaca dengan rajin buku-buku tafsiran. Tetapi mereka lupa bahwa adalah Tuhan saja yang memberi pengertian, dan bahwa Ia memberikannya sebagai suatu karunia. Jadi kita tidak boleh menceraikan / memisahkan apa yang telah Allah persatukan. Untuk mengerti Kitab Suci suatu kombinasi yang seimbang dari pikiran dan doa adalah penting / hakiki. Kita harus melakukan pemikiran / pertimbangan, dan Tuhan akan melakukan pemberian pengertian.].
Bdk. ay 8-9: “(8) Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku. (9) Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu.”.
Bdk. Luk 24:45 - “Lalu
Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci.”.
Perhatikan adanya 3 faktor dalam ayat ini yang membuat
seseorang bisa mengerti Kitab Suci, yaitu:
1. Pikiran.
2. Kitab
Suci.
3. Pembukaan pikiran oleh Tuhan.
Kesimpulan / ringkasan tentang ketiga gambaran, yaitu prajurit, olahragawan, dan petani:
John Stott: “So far, then, we have looked at the first three metaphors with which Paul illustrates the duties of the Christian worker. By them he has isolated three aspects of wholeheartedness which should be found in Timothy, and in all those who like Timothy seek to pass on to others ‘the good deposit’ they have themselves received: the dedication of a good soldier, the law-abiding obedience of a good athlete and the painstaking labour of a good farmer. Without these we cannot expect results. There will be no victory for the soldier unless he gives himself to his soldiering, no wreath for the athlete unless he keeps the rules, and no harvest for the farmer unless he toils at his farming.” (= Maka, sejauh ini, kita telah melihat pada 3 kiasan pertama dengan mana Paulus mengilustrasikan kewajiban-kewajiban dari pekerja Kristen. Oleh mereka ia telah memisahkan 3 aspek dari kesepenuh-hatian yang harus ditemukan dalam diri Timotius, dan dalam diri semua mereka yang seperti Timotius berusaha untuk menyampaikan kepada orang-orang lain ‘deposit yang baik’ yang telah mereka terima sendiri: dedikasi dari seorang prajurit yang baik, ketaatan yang tunduk pada hukum dari olahragawan yang baik dan jerih payah yang sungguh-sungguh dari seorang petani yang baik. Tanpa hal-hal ini kita tidak bisa mengharapkan hasil-hasil. Di sana tidak ada kemenangan untuk prajurit kecuali ia menyerahkan dirinya pada keprajuritannya, tak ada rangkaian / mahkota bunga untuk olahragawan kecuali ia mentaati peraturan-peraturan, dan tak ada panen untuk petani kecuali ia berjerih payah pada / di pertaniannya).
William Barclay: “One thing remains in all three pictures. The soldier is upheld by the
thought of final victory. The athlete is upheld by the vision of the crown. The
farmer is upheld by the hope of the harvest. Each submits to the discipline and
the toil for the sake of the glory which will come in the end. It is the same
with the Christian. The Christian struggle is not without a goal; it is always
going somewhere. Christians can be certain that after the effort of the
Christian life there comes the joy of heaven; and the greater the struggle, the
greater the joy.” (= Satu hal tersisa dalam ketiga gambaran.
Prajurit dikuatkan oleh pemikiran tentang kemenangan akhir. Olahragawan
dikuatkan oleh penglihatan tentang mahkota. Petani dikuatkan oleh pengharapan
tentang panen. Masing-masing tunduk pada disiplin dan jerih payah demi
kemuliaan yang akan datang pada akhirnya. Itu adalah sama dengan orang
Kristen. Perjuangan orang Kristen bukanlah tanpa tujuan; itu selalu pergi /
menuju suatu tempat. Orang-orang Kristen bisa yakin / pasti bahwa setelah
usaha dari kehidupan Kristen di sana datang sukacita dari surga; dan makin
hebat / besar perjuangannya, makin besar sukacitanya.).
Bandingkan dengan:
·
Ro 8:18 - “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang
ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada
kita.”.
· 2Kor 4:17 - “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.”.
John Stott (tentang 2Tim 2:8-13): “So far we may summarize his theme by the epigram ‘nothing that is easy is ever worth while’, or rather the reverse ‘nothing that is worth while is ever easy’. No soldier, athlete or farmer expects results without labour or suffering.” (= Sejauh ini kita bisa meringkas themanya dengan pernyataan pendek ‘tak ada apapun yang mudah yang berharga’, atau lebih baik sebaliknya, ‘tak ada yang berharga yang mudah’. Tak ada prajurit, olahragawan atau petani mengharapkan hasil tanpa jerih payah atau penderitaan.).
2 Timotius 2:1-26(6)
2Timotius 2:8-9 - “(8) Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku. (9) Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu.”.
2 Timotius 2: 8: “Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku.”.
1) Terjemahan.
Kata ‘kuberitakan’ sebetulnya tidak ada.
KJV: ‘Remember
that Jesus Christ of the seed of David was raised from the dead according to my
gospel:’ (= Ingatlah bahwa Yesus Kristus dari benih Daud telah dibangkitkan
dari orang mati sesuai dengan injilku:).
RSV: ‘Remember
Jesus Christ, risen from the dead, descended from David, as preached in my
gospel,’ (= Ingatlah Yesus Kristus, yang telah dibangkitkan dari orang
mati, diturunkan dari Daud, seperti dikhotbahkan dalam injilku,).
NIV: ‘Remember
Jesus Christ, raised from the dead, descended from David. This is my gospel,’
(= Ingatlah Yesus Kristus, yang telah dibangkitkan dari orang mati, diturunkan
dari Daud. Ini adalah injilku,).
NASB: ‘Remember Jesus Christ, risen from the dead, descendant of David, according to my gospel,’ (= Ingatlah Yesus Kristus, yang telah dibangkitkan dari orang mati, diturunkan dari Daud, sesuai dengan injilku)
2) Yesus
Kristus adalah inti dari injil.
Dari ayat ini terlihat bahwa Kristus adalah inti dari Injil, dan karena itu adalah aneh / gila pada waktu kita melihat ada banyak pengkhotbah yang pada waktu berkhotbah tidak pernah menyebut nama Yesus Kristus!
3) Paulus menekankan kebangkitan Kristus dari antara orang mati,
karena adanya orang-orang yang menyangkalnya.
Bdk. ay 16-18: “(16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang.”.
4) Kemanusiaan
dan keilahian Yesus Kristus.
John Stott: “In
particular, Christ is to be remembered as the one who is both ‘risen from the
dead’ and ‘descended from David’. As we meditate on these two expressions, it
is remarkable how full an account of the gospel they give. The birth, death,
resurrection and ascension of Jesus are all implicit in them. And these remind
us both of his divine-human person and of his saving work. First, his person.
The words ‘descended from David’ imply his humanity, for they speak of his
earthly descent from David. The words ‘risen from the dead’ imply his divinity,
for he was powerfully designated God’s Son by his resurrection from the dead.
Secondly, his work. The phrase ‘risen from the dead’ indicates that he died
for our sins and was raised to prove the efficacy of his sinbearing sacrifice.
The phrase ‘descended from David’ indicates that he has established his kingdom
as great David’s greater Son (cf.
Lk. 1:32,33). Taken together, the two phrases seem to allude to his double role
as Saviour and King.” [= Secara
khusus, Kristus harus diingat sebagai seseorang yang baik ‘dibangkitkan dari
orang mati’ dan ‘diturunkan dari Daud’. Pada waktu kita merenungkan kedua
ungkapan ini, merupakan sesuatu yang luar biasa betapa penuhnya cerita injil
yang mereka berikan. Kelahiran, kematian, kebangkitan dan kenaikan dari Yesus
semuanya secara implicit ada di dalam mereka. Dan hal-hal ini mengingatkan kita
baik tentang pribadi ilahi-manusiawiNya dan pekerjaan penyelamatanNya. Pertama,
pribadiNya. Kata-kata ‘telah diturunkan dari Daud’ secara implicit menunjukkan
kemanusiaanNya, karena kata-kata itu membicarakan tentang keturunan duniawi
dari Daud. Kata-kata ‘telah dibangkitkan dari orang mati’ secara implicit
menunjukkan keilahianNya, karena ia ditunjukkan secara kuat sebagai Anak Allah
oleh kebangkitanNya dari orang mati. Kedua, pekerjaanNya. Ungkapan ‘telah
dibangkitkan dari orang mati’ menunjukkan bahwa Ia telah mati untuk dosa-dosa kita
dan dibangkitkan untuk membuktikan bahwa Ia telah meneguhkan kerajaanNya
sebagai Anak yang agung dari Daud (bdk. Luk 1:32,33). Diambil bersama-sama,
kedua ungkapan kelihatannya menyinggung peranan gandaNya sebagai Juruselamat
dan Raja.].
Ro 1:4 - “dan
menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitanNya dari antara orang mati,
bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita.”.
Luk 1:32,33 - “(32) Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepadaNya takhta Daud, bapa leluhurNya, (33) dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan KerajaanNya tidak akan berkesudahan.’”.
Calvin: “‘Of the seed of David.’ This clause not only asserts the reality of human nature in Christ, ... Heretics deny that Christ was a real man, others imagine that his human nature descended from heaven, and others think that there was in him nothing more than the appearance of a man. Paul exclaims, on the contrary, that he was ‘of the seed of David;’ by which he undoubtedly declares that he was a real man, the son of a human being, that is, of Mary. This testimony is so express, that the more heretics labor to get rid of it, the more do they discover their own impudence.” (= ‘Dari benih / keturunan Daud’. Anak kalimat ini bukan hanya menegaskan kenyataan dari hakekat manusia dalam Kristus, ... Orang-orang sesat / bidat-bidat menyangkal bahwa Kristus adalah seorang manusia yang sungguh-sungguh, yang lain mengkhayalkan bahwa hakekat manusiaNya diturunkan dari surga, dan orang-orang lain berpikir bahwa di dalam Dia hanya ada tidak lebih dari apa yang kelihatannya adalah manusia. Paulus berseru, sebaliknya, bahwa Ia adalah ‘dari benih / keturunan Daud’; dengan mana ia tak diragukan menyatakan bahwa Ia adalah sungguh-sungguh seorang manusia, anak laki-laki dari seorang manusia, yaitu dari Maria. Kesaksian ini begitu jelas, sehingga makin orang-orang sesat / bidat-bidat berjerih payah untuk membuangnya, makin mereka menyingkapkan kekurang-ajaran mereka sendiri.).
5) Kehadiran
terus menerus dari seseorang yang pernah hidup di dunia ini.
Barclay: “Remember Jesus Christ ‘risen from
the dead.’ The tense of the Greek does not imply one definite act in
time, but a continued state which lasts forever. Paul is not so much saying to
Timothy: ‘Remember the actual resurrection of Jesus’, but rather: ‘Remember
your risen and ever-present Lord.’ Here is the great Christian inspiration. We
do not depend on a memory, however great. We enjoy the power of a presence.
When Christians are summoned to some great task that they feel is beyond them,
they must go about it in the certainty that they do not go alone, but that the
presence and the power of their risen Lord is always with them. When fears
threaten, when doubts invade the mind, when inadequacy depresses, remember the
presence of the risen Lord.” (= Ingatlah Yesus Kristus
‘yang telah bangkit / dibangkitkan dari orang mati’. Tensa dari bahasa
Yunaninya tidak menunjukkan satu tindakan tertentu dalam waktu, tetapi suatu
keadaan yang terus berlangsung selama-lamanya. Paulus tidak mengatakan kepada
Timotius: ‘Ingatlah kebangkitan yang sungguh-sungguh dari Yesus’, tetapi
‘Ingatlah Tuhanmu yang telah bangkit dan selalu hadir’. Di sini ada ilham
Kristen yang agung. Kita tidak tergantung pada ingatan, betapapapun besar /
agungnya. Kita menikmati kuasa dari suatu kehadiran. Pada waktu orang-orang
Kristen dipanggil untuk suatu tugas yang besar sehingga mereka merasa bahwa itu
adalah melampaui mereka, mereka harus melakukannya dengan kepastian bahwa
mereka tidak berjalan sendirian, tetapi bahwa kehadiran dan kuasa dari Tuhan
mereka yang telah bangkit selalu menyertai mereka. Pada waktu rasa takut
mengancam, pada waktu keragu-raguan menyerbu pikiran, pada waktu ketidak-cukupan
menekan, ingatlah kehadiran dari Tuhan yang telah bangkit.).
Catatan: kata Yunani yang diterjemahkan ‘risen’ adalah EGEGERMENON, suatu participle dalam bentuk perfect, pasif.
Barclay: “Remember Jesus Christ ‘born of the
seed of David.’ This is the other side of the question. ‘Remember’, says
Paul to Timothy, ‘that the Master shared our humanity.’ We do not remember one
who is only a spiritual presence; we remember one who trod this road, and lived
this life, and faced this struggle, and who therefore knows what we are going
through. We have with us the presence not only of the glorified Christ, but
also of the Christ who knew the desperate struggle of being human and followed
the will of God to the bitter end.” (= Ingatlah Yesus Kristus,
‘dilahirkan dari benih / keturunan Daud’. Ini adalah sisi yang lain dari
pertanyaan / persoalan. ‘Ingatlah’, kata Paulus kepada Timotius, ‘bahwa sang
Tuan mengambil bagian dalam kemanusiaan kita’. Kita tidak mengingat seseorang
yang hanya merupakan suatu kehadiran rohani; kita mengingat seseorang yang
menginjak jalanan ini, dan menjalani kehidupan ini, dan menghadapi pergumulan
ini, dan yang karena itu mengetahui / mengerti apa yang sedang kita alami.
Kita mempunyai suatu kehadiran dengan kita bukan hanya dari Kristus yang telah
dimuliakan, tetapi juga dari Kristus yang mengetahui / mengerti pergumulan
yang putus asa dari pergumulan sebagai manusia dan mengikuti kehendak Allah
sampai pada akhir yang pahit.).
Bdk. Ibr 2:17-18 - “(17) Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa. (18) Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.”.
2 Timotius 2: 9: “Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu.”.
1) “Karena
pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat”.
Matthew Henry: “How the apostle suffered (v. 9): ‘Wherein I suffer as an evil-doer;’ and let not Timothy the son expect any better treatment than Paul the father. Paul was a man who did good, and yet suffered as an evil-doer: we must not think it strange if those who do well fare ill in this world, and if the best of men meet with the worst of treatment;” [= Bagaimana sang rasul menderita (ay 9): ‘Dalam mana aku menderita sebagai seorang pembuat kejahatan’; dan janganlah Timotius sang anak mengharapkan perlakuan yang lebih baik apapun dari pada Paulus sang bapa. Paulus adalah orang yang melakukan yang baik, tetapi menderita sebagai seorang pelaku kejahatan: kita tidak boleh menganggapnya sebagai sesuatu yang aneh jika mereka yang melakukan hal-hal yang baik berada dalam keadaan yang buruk di dunia ini, dan jika orang-orang yang terbaik mengalami perlakuan yang terburuk;].
2) ‘tetapi firman
Allah tidak terbelenggu’.
Kata-kata ini memungkinkan 2 arti, yaitu orang-orang Kristen lain tetap memberitakan Injil, atau Paulus sendiri tetap memberitakan Injil di dalam penjara (seandainya ia tak dipenjara tak ada kemungkinan baginya untuk memberitakan Injil kepada orang-orang yang ada di penjara, tentara-tentara yang menjaga penjara dan sebagainya). Atau bisa juga keduanya digabungkan.
Jamieson,
Fausset & Brown: “‘Word of God is not bound.’ Though my
person is bound, my tongue and pen are not (2 Tim
4:17; Acts 21:13; 28:31). Rather, he includes the freedom of the circulation of
the Gospel by others (Phil 1:12). He also hints that Timothy, being free, ought
to be the more earnest in circulating it.” [= ‘Firman Allah tidak terbelenggu’.
Sekalipun pribadiku diikat / dibelenggu, lidahku dan penaku tidak (2Tim 4:17; Kis 21:13; 28:31). Lebih lagi, ia
mencakup kebebasan penyebaran dari Injil oleh orang-orang lain (Fil 1:12). Ia
juga mengisyaratkan bahwa Timotius, sebagai orang bebas, harus lebih
sungguh-sungguh dalam menyebarkannya].
2Tim 4:17 - “tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya
dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan
Yahudi mendengarkannya. Dengan demikian aku lepas dari mulut singa.”.
Kis
21:13 - “Tetapi Paulus menjawab: ‘Mengapa
kamu menangis dan dengan jalan demikian mau menghancurkan hatiku? Sebab aku ini
rela bukan saja untuk diikat, tetapi juga untuk mati di Yerusalem oleh karena
nama Tuhan Yesus.’”.
Kis 28:31 - “Dengan terus terang dan tanpa rintangan apa-apa ia memberitakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus Kristus.”.
Bdk. Fil 1:12-19 - “(12) Aku menghendaki, saudara-saudara,
supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan
kemajuan Injil, (13) sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang
lain, bahwa aku dipenjarakan karena Kristus. (14) Dan kebanyakan saudara dalam
Tuhan telah beroleh kepercayaan karena pemenjaraanku untuk bertambah berani
berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut. (15) Ada orang yang
memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakanNya
dengan maksud baik. (16) Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab
mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil, (17) tetapi yang lain
karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas, sangkanya
dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara. (18) Tetapi tidak
mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud
palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap
bersukacita, (19) karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah
keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus.”.
Catatan: bagian yang saya garis-bawahi salah
terjemahan.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘What then?’ (= ‘Lalu apa?’).
Calvin: “Let us therefore bear cheerfully, or at least patiently, to have both our body and our reputation shut up in prison, provided that the truth of God breaks through those fetters, and is spread far and wide.” (= Karena itu hendaklah kita memikul / menanggung dengan gembira, atau setidaknya dengan sabar, pada waktu kita mendapati baik tubuh kita maupun reputasi kita dikurung dalam penjara, asalkan kebenaran Allah menerobos belenggu-belenggu itu, dan disebarkan dimana-mana).
3) Kalau Paulus yang dipenjara tetap bisa memberitakan firman, maka kita juga harus bisa melakukannya dalam keadaan kita yang tidak menguntungkan.
The Biblical Illustrator (New Testament): “The first idea suggested by the words in their original connection is, that Paul’s incarceration did not hinder his own personal exertions as a preacher of the gospel. The practical lesson taught by Paul’s example, in this view of it, is obvious. It is a reproof of our disposition to regard external disadvantages, restraints, and disabilities as either affording an immunity from blame if we neglect to use the power still left us, or discouraging the hope of any good effect from using it.” (= Gagasan pertama yang diusulkan oleh kata-kata ini dalam hubungan aslinya adalah, bahwa penahanan Paulus tidak menghalangi pengerahan tenaga pribadinya sebagai seorang pengkhotbah / pemberita dari injil. Ajaran praktis yang diajarkan oleh teladan Paulus, dalam pandangan ini, adalah jelas. Itu merupakan suatu teguran / celaan terhadap kecenderungan kita untuk menganggap keadaan-keadaan luar yang tidak menguntungkan, pengekangan-pengekangan, dan ketidak-mampuan sebagai atau memberikan suatu kekebalan dari kesalahan jika kita mengabaikan penggunaan kuasa yang masih ditinggalkan bersama kita, atau mengecilkan hati pengharapan tentang hasil baik apapun dari penggunaannya.).
Barclay: “Andrew Melville was one of the earliest heralds of the Scottish Reformation in the sixteenth century. One day, the Regent Morton sent for him and denounced his writings. ‘There will never be quietness in this country’, he said, ‘till half a dozen of you be hanged or banished the country.’ ‘Tush! sir,’ answered Melville, ‘threaten your courtiers in that fashion. It is the same to me whether I rot in the air or in the ground. The earth is the Lord’s; my fatherland is wherever well-doing is. I have been ready to give my life when it was not half as well worn, at the pleasure of my God. I lived out of your country ten years as well as in it. Yet God be glorified, it will not lie in your power to hang nor exile his truth!’ You can exile an individual, but you cannot exile the truth. You can imprison a preacher, but you cannot imprison the word that is preached. The message is always greater than the individual; the truth is always mightier than the bearer.” (= Andrew Melville adalah satu dari pemberita-pemberita yang paling awal dari Reformasi Skotlandia pada abad ke 16. Suatu hari, Regent Morton memanggilnya dan mencela tulisan-tulisannya. ‘Tidak akan pernah ada ketenangan dalam negara ini’, katanya, ‘sampai setengah lusin dari kamu digantung atau dibuang dari negara ini’. ‘Huh! tuan’, jawab Melville, ‘ancamlah anggota-anggota istanamu dengan cara itu. Bagiku adalah sama apakah aku membusuk di udara atau di dalam tanah. Bumi adalah milik Tuhan; tanah airku adalah dimanapun perbuatan baik ada. Aku telah siap untuk menyerahkan nyawaku pada waktu itu belum setengahnya dipakai dengan baik, pada kesenangan dari Allahku. Aku hidup di luar negaramu 10 tahun maupun di dalamnya. Tetapi hendaklah Allah dimuliakan, tidak akan terletak dalam kuasamu untuk menggantung atau membuang kebenaranNya!’ Engkau bisa membuang seorang individu, tetapi engkau tidak bisa membuang kebenaran. Engkau bisa memenjarakan seorang pengkhotbah, tetapi engkau tidak bisa memenjarakan firman yang diberitakan. Beritanya selalu lebih besar dari individunya; kebenarannya selalu lebih kuat / perkasa dari pada pembawa / pemberitanya.).
2 Timotius 2:1-26(7)
2 Timotius 2: 10: “Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal.”.
Saya berpendapat bahwa ayat ini merupakan ayat yang
menarik, khususnya dalam pertentangan antara Calvinisme dan Arminianisme.
Paulus mengatakan bahwa ia sabar menanggung semuanya itu (penderitaan, masuk
penjara dsb) bagi orang-orang pilihan Allah! Ia memang tak tahu yang
mana yang orang pilihan dan yang mana yang bukan. Tetapi ia mengatakan bahwa ia
sabar menanggung semua itu untuk orang-orang pilihan Allah! Mengapa
tidak / bukan untuk orang-orang non pilihan? Jelas karena tak ada gunanya!
Bagaimanapun ia berusaha, mereka tidak mungkin bisa diselamatkan!
Bdk. Kis 13:48 - “Mendengar
itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan
firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal,
menjadi percaya.”.
Paulus memberitakan Injil kepada banyak orang, tetapi yang percaya hanyalah orang-orang pilihan saja!
Kata-kata Paulus dalam 2Tim 2:10 ini searah
dengan Yoh 17:9,20 yang menunjukkan bahwa Yesuspun berdoa hanya untuk
orang-orang pilihan Allah!
Yoh 17:9,20 - “(9) Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepadaKu, sebab mereka adalah milikMu ... (20) Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka;”
Sekarang mari kita melihat bagaimana tafsiran dari orang-orang Arminian seperti Adam Clarke dan Lenski tentang 2Tim 2:10 ini.
Adam Clarke: “‘For the elect’s sake.’ For the sake of the Gentiles, elected by God’s goodness to enjoy every privilege formerly possessed by the Jews, and, in addition to these, all the blessings of the Gospel; the salvation of Christ here, and eternal glory hereafter.” (= ‘Bagi / demi orang-orang pilihan’. Demi orang-orang non Yahudi, dipilih oleh kebaikan Allah untuk menikmati setiap hak yang dulu dimiliki oleh orang-orang Yahudi, dan, sebagai tambahan pada hal-hal ini, semua berkat-berkat dari Injil; keselamatan dari Kristus di sini, dan kemuliaan kekal sesudah ini / di alam baka.).
Tanggapan saya: penafsiran yang konyol! Saya tak pernah tahu ada
ayat manapun dimana istilah ‘orang-orang
pilihan Allah’ bisa
diartikan sebagai ‘orang-orang non Yahudi’! Kalau kata-kata Clarke ini benar,
maka pertanyaannya adalah:
1. Apakah Paulus menanggung semua ini juga bagi orang-orang non
Yahudi yang bukan pilihan Allah?
2. Apakah Paulus tidak menanggung semua ini bagi orang-orang Yahudi yang
adalah orang pilihan Allah?
Kesimpulan saya: Clarke jelas membengkokkan ayat ini supaya jangan menabrak pemikiran Arminiannya!
Lenski: “‘The elect’ are not such in
the Calvinistic sense, a fixed number chosen by a mysterious, absolute decree,
for whom Christ made his limited atonement, who alone receive the serious call,
whom an irresistible grace then saves. In the Biblical sense they are the
saints and believers chosen as such in Christ, all of whom must make their
calling and election sure (2 Pet. 1:10). When we consider election, the idea of
eternity should not be stressed over against that of time, in which the elect
live; or the reverse, time over against eternity. Eternity is timelessness and
is wholly inconceivable to our finite minds. C. Tr. 1085, 66: ‘The entire Holy Trinity, God Father, Son, and
Holy Ghost, directs all men to Christ, as the Book of Life, in whom they
should seek the eternal election of the Father.’ ‘They should hear Christ,
who is the Book of Life and God’s eternal election of all God’s children to
eternal life: He testifies to all men without distinction that it is God’s will
that all men should come to him, who labor and are heavy laden with sin, in
order that he may give them rest and save them, Matt. 11:28’ (70). The election
of the elect must ever be viewed thus, in the connection in which 2 Thess. 2:13
places it.” [= ‘Orang-orang pilihan’
bukanlah dalam arti Calvinistik sedemikian rupa, suatu jumlah yang pasti /
tertentu yang dipilih oleh suatu ketetapan yang mutlak dan misterius, untuk
siapa Kristus membuat penebusan terbatasNya, yang menerima suatu panggilan yang
serius, yang lalu diselamatkan oleh kasih karunia yang tidak bisa ditolak.
Dalam arti yang Alkitabiah mereka adalah orang-orang kudus dan orang-orang
percaya yang dipilih di dalam Kristus, yang semuanya harus membuat panggilan
dan pilihan mereka pasti (2Pet 1:10). Pada waktu kita mempertimbangkan
pemilihan, gagasan tentang kekekalan harus ditekankan dalam kontras dengan gagasan
dari waktu; atau sebaliknya, waktu dalam kontras dengan kekekalan. Kekekalan
adalah ketiadaan waktu dan seluruhnya tidak bisa dimengerti bagi pikiran kita
yang terbatas. C. Tr. 1085, 66: ‘Seluruh Tritunggal yang Kudus, Allah Bapa,
Anak dan Roh Kudus, mengarahkan semua manusia kepada Kristus, seperti kitab
kehidupan, dalam siapa mereka harus mencari pemilihan kekal dari Bapa’. ‘Mereka
harus mendengar Kristus, yang adalah kitab kehidupan dan pemilihan kekal Allah
terhadap semua anak-anak Allah kepada kehidupan kekal: Ia menyaksikan kepada
semua manusia tanpa pembedaan bahwa adalah kehendak Allah bahwa semua manusia
harus datang kepadaNya, yang berjerih payah dan berbeban berat dengan dosa,
supaya Ia bisa memberi mereka istirahat dan menyelamatkan mereka, Mat 11:28’
(70). Pemilihan orang-orang pilihan harus selalu dipandang seperti ini, dalam
hubungan dengan mana 2Tes 2:13 menempatkannya.].
2Pet 1:10 - “Karena
itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan
pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah
tersandung.”.
Mat 11:28 - “Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”.
Tanggapan saya:
Menurut saya, sama seperti Clarke, Lenski bukan menafsirkan ayat ini, tetapi menghindarinya. Ia lari kepada ayat lain, seperti 2Pet 1:10, yang sebenarnya maksudnya hanyalah untuk menunjukkan bahwa pemilihan (predestinasi) bukan alasan untuk menjadi malas / pasif, apalagi hidup seenaknya sendiri, dan bahwa kehidupan yang baik merupakan bukti dari pemilihan dan panggilan Allah.
Ia lalu lari pada ‘kekekalan’ untuk menyatakan bahwa pikiran kita yang terbatas tidak bisa mengertinya. Kalau memang demikian, lalu mau diapakan banyak ayat-ayat Alkitab yang jelas-jelas berbicara tentang kekekalan? Dan mengapa Ia sendiri berusaha mengartikan (atau ‘membengkokkan’) hal-hal yang berhubungan dengan kekekalan?
Ia lalu mengutip kata-kata
seseorang (yang saya tak tahu siapa, tetapi jelas bukan orang yang mempunyai
pandangan Calvinisme). Perhatikan bahwa orang itu mengatakan bahwa semua orang
harus mencari pemilihan kekal dari Bapa! Mencari dengan cara bagaimana?
Kelihatannya dia percaya pada ‘Conditional
Election’ (= Pemilihan yang bersyarat). Ajaran omong kosong ini jelas
bertentangan dengan ayat-ayat seperti:
a. 2Tim 1:9
- “Dialah yang
menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan
berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya
sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum
permulaan zaman”.
b. Ro 9:10-18 - “(10) Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. (11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’ (14) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil! (15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’ (16) Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. (17) Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: ‘Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasaKu di dalam engkau, dan supaya namaKu dimasyhurkan di seluruh bumi.’ (18) Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya.”.
Text-text ini jelas menekankan bahwa pemilihan Allah semata-mata tergantung pada kehendak Allah, dan sama sekali tidak tergantung pada usaha manusia, dan jelas bertentangan dengan kata-kata Lenski maupun orang yang ia kutip.
Lalu Lenski mengutip orang
yang sama yang ‘lari’ pada Mat 11:28 - “Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan
berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”.
Ayat ini sama sekali tak
bicara tentang orang-orang pilihan atau orang-orang non pilihan! Ayat ini hanya
menekankan bahwa semua orang harus datang kepada Kristus, yang merupakan ajaran
yang juga dipercaya oleh para Calvinist!
Mengapa ia tidak melihat
ayat-ayat sebelum ayat ini? Mari kita perhatikan:
Mat 11:25-27 - “(25) Pada
waktu itu berkatalah Yesus: ‘Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan
bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang
pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. (26) Ya Bapa, itulah
yang berkenan kepadaMu. (27) Semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak
seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain
Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.”.
Ayat ini justru berhubungan dengan pemilihan / predestinasi, tetapi justru tak dibicarakan!
Lalu pada bagian akhir,
Lenski ‘lari’ pada 2Tes 2:13 tanpa menyebutkan bunyi ayatnya. Mari kita lihat
ayatnya.
2Tes 2:13 - “Akan tetapi
kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara,
yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk
diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu
percayai.”.
Apa hubungan ayat ini dengan penafsiran (atau lebih tepat, ‘pembengkokkan’) Lenki? Tak ada sama sekali!
Lenski: “No suffering is too great
for him if it in any way and to any degree supports this purpose, which
includes his own salvation, but oh, also that of so many others.” (= Tak
ada penderitaan yang terlalu besar bagi dia jika itu dalam jalan / cara apapun,
dan pada tingkat apapun, menyokong tujuan ini, yang mencakup keselamatannya
sendiri, tetapi oh, juga keselamatan dari begitu banyak orang-orang lain.).
Tanggapan saya: ‘keselamatannya sendiri’??? Aneh dan tolol. Pada saat itu Paulusnya sudah selamat bukan? Lalu apa maksudnya ia sabar menanggung semua itu untuk keselamatannya sendiri?
Lenski: “Even the severest endurance is brief, but salvation with its accompanying glory is eternal.” (= Bahkan ketekunan / ketahanan yang paling keras / berat adalah singkat, tetapi keselamatan dengan kemuliaan yang menyertainya adalah kekal.).
Sekarang mari kita memperhatikan komentar-komentar dari Calvin sendiri (dan orang-orang Reformed / non Arminian) tentang 2Tim 2:10 ini.
Calvin: “From the elect he shews, that his imprisonment is so
far from being a ground of reproach, that it is highly profitable to the elect.
When he says that he endures for the sake of the elect, this demonstrates how
much more he cares for the edification of the Church than for himself; for he
is prepared, not only to die, but even to be reckoned in the number of wicked
men, that he may promote the salvation of the Church.” (= Dari
orang-orang pilihan ia menunjukkan, bahwa pemenjaraannya adalah begitu jauh
dari suatu dasar untuk celaan, bahwa itu sangat berguna untuk orang-orang
pilihan. Pada waktu ia berkata bahwa ia menahan demi orang-orang pilihan, ini
menunjukkan betapa banyak ia peduli / memperhatikan pendidikan dari Gereja dari
pada untuk dirinya sendiri; karena ia siap sedia, bukan hanya untuk mati,
tetapi bahkan untuk diperhitungkan / dianggap dalam jumlah orang-orang jahat, supaya
ia bisa memajukan keselamatan dari Gereja.).
Catatan: Calvin di sini mengidentikkan ‘orang-orang pilihan’ dengan ‘gereja’. Jelas ia menggunakan istilah ‘gereja’ dalam arti ‘gereja yang sungguh-sungguh / orang Kristen yang sungguh-sungguh.
William Hendriksen: “But even though for the elect, salvation is certain from all eternity, it must be obtained. ... Hence, the apostle, here as so often combining the divine decree and human responsibility, continues, ‘in order that also they may obtain the salvation (which is) in Christ Jesus with everlasting glory.’” [= Tetapi sekalipun untuk orang-orang pilihan keselamatan adalah pasti dari kekekalan, itu harus didapatkan. ... Karena itu, sang rasul, di sini seperti begitu sering ia lakukan, menggabungkan ketetapan ilahi dengan tanggung jawab manusia, melanjutkan, ‘supaya mereka juga mendapatkan keselamatan (yang ada) dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan kekal’.].
Matthew Henry: “Observe, (1.) Good
ministers may and should encourage themselves in the hardest services and the
hardest sufferings, with this, that God will certainly bring good to his
church, and benefit to his elect, out of them. - ‘That they may obtain the
salvation which is in Christ Jesus.’ Next to the salvation of our own souls we
should be willing to do and suffer any thing to promote the salvation of the
souls of others. (2.) The elect are designed to obtain salvation: ‘God hath not
appointed us to wrath, but to obtain salvation,’ 1
Thess 5:9.” [= Perhatikan,
(1.) Pendeta-pendeta yang baik / saleh bisa dan harus mendorong diri mereka
sendiri dalam pelayanan-pelayanan yang paling berat dan penderitaan-penderitaan
yang paling berat, dengan ini, bahwa Allah pasti akan membawa kebaikan bagi
gerejaNya, dan manfaat bagi orang-orang pilihan, dari semua itu. - ‘Supaya
mereka menerima keselamatan yang ada dalam Kristus Yesus’. Setelah / disamping
keselamatan jiwa kita sendiri, kita harus mau melakukan dan menderita apapun
untuk memajukan keselamatan dari jiwa-jiwa dari orang-orang lain. (2.)
Orang-orang pilihan dirancang untuk mendapatkan keselamatan: ‘Allah tidak
menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan,’ 1 Tes
5:9.].
1Tes 5:9 - “Karena Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita,”.
Barnes’ Notes: “Their salvation,
though they, were elected, could not be secured without proper efforts. The
meaning of the apostle here is, that he was willing to suffer if he might save
others; and any one OUGHT to be willing to suffer in order to secure the
salvation of the elect - for it was an object for which the Redeemer was
willing to lay down his life.” (= Keselamatan mereka,
sekalipun mereka dipilih, tidak bisa diperoleh tanpa usaha-usaha yang benar.
Arti dari sang rasul di sini adalah, bahwa ia mau menderita jika ia bisa
menyelamatkan orang-orang lain; dan siapapun seharusnya mau menderita untuk
memperoleh / memastikan keselamatan dari orang-orang pilihan - karena itu
merupakan suatu tujuan / obyek untuk mana sang Penebus mau menyerahkan nywaNya).
Catatan: betul-betul aneh bahwa Albert Barnes, yang menolak point ke 3 dari 5 points Calvinisme [‘Limited Atonement’ (= Penebusan Terbatas)], bisa mengucapkan kata-kata bagian akhir, yang saya garis-bawahi itu!
John Stott: “We notice in passing that the doctrine of election does not dispense with the necessity of preaching. On the contrary, it makes it essential. For Paul preaches and suffers for it (literally) ‘in order that’ they ‘may obtain the salvation in Christ Jesus with its eternal glory’. The elect obtain salvation in Christ not apart from the preaching of Christ but by means of it.” [= Kita perhatikan sambil lalu bahwa doktrin tentang pemilihan tidak membuang kebutuhan / keharusan dari pemberitaan / khotbah. Sebaliknya, itu membuatnya hakiki / harus dilakukan. Karena Paulus berkhotbah dan menderita untuknya (secara hurufiah) ‘supaya’ mereka ‘bisa mendapatkan keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan kekal’. Orang-orang pilihan mendapatkan keselamatan dalam Kristus bukan terpisah dari pemberitaan tentang Kristus tetapi dengan cara itu.].
The Biblical Illustrator (New Testament): “If we
were asked what was the object of Christian preaching and instruction, what the
office of the Church, considered as the dispenser of the Word of God, I suppose
we should not all return the same answer. Perhaps we might say that the object
of Revelation was to enlighten and enlarge the mind, or to make us good members
of the community. St. Paul gives us a reason in the text different from any of
those which I have mentioned. He laboured more than all the apostles; and why?
not to civilise the world, not to smooth the face of society, not to facilitate
the movements of civil government, not to spread abroad knowledge, not to
cultivate the reason, not for any great worldly object, but ‘for the elect’s
sake.’ And when St. Paul and St. Barnabas preached at Antioch to the Gentiles,
‘As many as were ordained to eternal life, believed.’” (= Jika kita ditanya apa tujuan dari khotbah / pemberitaan dan
pengajaran Kristen, apa tugas dari Gereja, yang dianggap sebagai penyalur dari
Firman Allah, sama kira kita semua tidak akan kembali dengan jawaban yang sama.
Mungkin kita akan mengatakan bahwa obyek / tujuan dari Wahyu adalah untuk
menerangi / mencerahi dan memperluas pikiran, atau untuk membuat kita
anggota-anggota yang baik dari masyarakat. Santo Paulus memberi kita suatu
alasan dalam text ini berbeda dengan jawaban-jawaban manapun yang telah saya
sebutkan. Ia berjerih payah lebih dari semua rasul-rasul; dan mengapa? bukan
untuk membuat dunia menjadi beradab, bukan untuk memperhalus wajah dari
masyarakat, bukan untuk memfasilitasi gerakan-gerakan dari pemerintahan sipil,
bukan untuk menyebarkan pengetahuan, bukan untuk mengolah akal / pertimbangan,
bukan untuk tujuan duniawi besar apapun, tetapi ‘demi orang-orang pilihan’. Dan
pada waktu Santo Paulus dan Santo Barnabas memberitakan / berkhotbah di
Antiokhia kepada orang-orang non Yahudi, ‘Semua yang ditentukan untuk hidup
yang kekal, percaya’.).
Kis 13:48 - “Mendengar
itu bergembiralah semua orang yang tidak
mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang
ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.”.
Kata-kata yang saya beri garis bawah ganda, salah
terjemahan.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘Gentiles’ (= orang-orang non Yahudi).
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “He
thinks of the whole army (v. 10). ‘The elect’ are God’s people, chosen by His
grace and called by His Spirit (2 Thess 2:13-14). Paul not only suffered for
the Lord’s sake, but he also suffered for the sake of the church. There were
yet many people to reach with the Gospel, and Paul wanted to help reach them. A
soldier who thinks only of himself is disloyal and undependable.” [= Ia memikirkan seluruh pasukan (ay 10). ‘Orang-orang pilihan’ adalah
umat Allah, dipilih oleh kasih karuniaNya dan dipanggil oleh RohNya (2Tes
2:13-14). Paulus bukan hanya menderita demi Tuhan, tetapi ia juga menderita
demi gereja. Di sana masih ada banyak orang yang harus dijangkau dengan Injil,
dan Paulus ingin membantu untuk menjangkau mereka. Seorang tentara / prajurit
yang memikirkan dirinya sendiri saja adalah tidak setia dan tidak bisa
diandalkan.].
2Tes 2:13-14 - “(13) Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai. (14) Untuk itulah Ia telah memanggil kamu oleh Injil yang kami beritakan, sehingga kamu boleh memperoleh kemuliaan Yesus Kristus, Tuhan kita.”.
2 Timotius 2:1-26(8)
2 Timotius 2: 11-13: “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
1) “Benarlah perkataan ini:” (ay 11a).
Paulus sering melakukan pengutipan seperti
ini.
Bandingkan dengan:
·
1Tim
1:15 - “Perkataan ini
benar dan patut diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk
menyelamatkan orang berdosa,’ dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.”.
·
1Tim 3:1
- “Benarlah
perkataan ini: ‘Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan
pekerjaan yang indah.’”.
·
1Tim
4:9 - “Perkataan ini
benar dan patut diterima sepenuhnya.”.
· Tit 3:8 - “Perkataan ini benar dan aku mau supaya engkau dengan yakin menguatkannya, agar mereka yang sudah percaya kepada Allah sungguh-sungguh berusaha melakukan pekerjaan yang baik. Itulah yang baik dan berguna bagi manusia.”.
Ada bermacam-macam penafsiran tentang kata-kata dalam ay 11a ini.
a) Lenski
menganggap Paulus bukan mengutip suatu nyanyian pujian kuno, tetapi memberikan
kata-katanya sendiri.
Lenski: “We
see that Paul is not quoting some ancient Christian hymn as some think. They
say that this explains the γάρ which he retained when quoting. Although we have symmetry in
the sentences, this is not poetry but Paul’s, own prose.” (=
Kami melihat / mengerti bahwa Paulus bukan sedang mengutip nyanyian pujian
Kristen kuno seperti dipikirkan oleh beberapa / sebagian orang. Mereka
mengatakan bahwa ini menjelaskan kata Yunani GAR yang ia pertahankan pada waktu
mengutip. Sekalipun kita mempunyai kesimetrisan dalam kalimat-kalimat, ini
bukanlah syair tetapi prosa Paulus sendiri.).
Catatan: kata Yunani GAR diterjemahkan ‘for’ (= karena) dalam KJV dan NASB. RSV dan NIV menghapuskannya seperti dalam Kitab Suci Indonesia.
b) Adam
Clarke kelihatannya menganggap bahwa Paulus mengutip kata-kata Yesus yang tidak
tercatat dalam Alkitab, tetapi diturunkan dari mulut ke mulut (tradisi).
Adam Clarke: “This, says the apostle, is pistos ho logos, a true doctrine. This is properly the import of the word; and we need not seek, as Dr. Tillotson and many others have done, for some saying of Christ which the apostle is supposed to be here quoting, and which he learned from tradition.” (= Ini, kata sang rasul, adalah PISTOS HO LOGOS, suatu doktrin / ajaran yang benar. Ini secara benar adalah maksud dari firman ini; dan kita tidak perlu mencari, seperti Dr. Tillotson dan banyak orang lain telah lakukan, karena beberapa kata-kata / pepatah dari Kristus yang dianggap dikutip oleh sang rasul di sini, dan yang ia pelajari dari tradisi.).
c) The
Bible
Exposition Commentary mengatakan bahwa mungkin Paulus mengutip dari pengakuan
iman orang Kristen mula-mula.
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “This ‘faithful saying’ is probably part of an early statement of faith recited by believers.” (= ‘Kata-kata yang setia / benar’ ini mungkin merupakan bagian dari suatu pernyataan iman mula-mula yang diucapkan berulang-ulang oleh orang-orang percaya.).
d) William Hendriksen menganggap bahwa mungkin
sekali pandangan yang menganggap bahwa Paulus mengutip sebagian dari suatu
nyanyian pujian adalah benar. Ini memang merupakan pandangan yang paling
populer.
William Hendriksen: “In harmony with what the apostle has just stated, he now
introduces the fourth of five ‘reliable sayings’ (see on I Tim. 1:15). The
opinion that the lines which he quotes were taken from an early Christian hymn,
a cross-bearer’s or martyr’s hymn, is probably correct. It is evident that
he does not quote the entire hymn (unless γάρ here is not ‘for’; but in the present case ‘for’ is probably
right). Now, the word ‘for’ indicates that in the hymn something preceded. The
probability is that the unquoted line which preceded was something like, ‘We
shall remain faithful to our Lord even to death,’ or, ‘We have resigned
ourselves to reproach and suffering and even to death for Christ’s sake.’ In
either case the next line, the first one quoted by Paul, could then be: ‘For, if we have died with (him), we
shall also live with (him).’” [= Sesuai
dengan apa yang sang rasul baru nyatakan, sekarang ia memperkenalkan yang
keempat dari lima ‘kata-kata yang bisa dipercaya’ (lihat pada 1Tim 1:15). Pandangan
bahwa kalimat-kalimat yang ia kutip diambil dari suatu nyanyian pujian Kristen
mula-mula, nyanyian pujian dari seorang pemikul salib atau martir, mungkin
adalah benar. Adalah jelas bahwa ia tidak mengutip seluruh nyanyian pujian
itu (kecuali GAR di sini bukan berarti ‘for’ / ‘karena’; tetapi dalam kasus ini
‘for’ / ‘karena’ mungkin benar). Kata ‘for’ / ‘karena’ menunjukkan bahwa dalam
nyanyian pujian ini ada sesuatu yang mendahului. Kemungkinannya adalah bahwa
kalimat-kalimat yang mendahului yang tidak dikutip adalah sesuatu seperti,
‘Kita akan tetap setia kepada Tuhan kita bahkan sampai mati’, atau, ‘Kita telah
menyerahkan diri kita sendiri pada celaan dan penderitaan dan bahkan pada
kematian demi Kristus’. Dalam kasus yang manapun, kalimat selanjutnya, kalimat
pertama yang dikutip oleh Paulus, bisa adalah: ‘Karena, jika kita telah mati
bersama Dia, kita juga akan hidup bersama Dia’.].
Catatan: perhatikan bahwa William Hendriksen berbicara secara tidak pasti; semua ini hanya dugaan-dugaan / kemungkinan-kemungkinan yang belum tentu benar.
e) John
Stott menganggap bahwa Paulus mengutip dari suatu nyanyian pujian kuno, atau
dari suatu pepatah yang pada saat itu sedang beredar.
John Stott: “Paul
now quotes a current saying or fragment of an early Christian hymn which he
pronounces reliable.” (= Sekarang
Paulus mengutip suatu pepatah yang sedang beredar atau potongan / bagian dari
suatu nyanyian pujian Kristen mula-mula yang ia nyatakan sebagai dapat
dipercaya.).
Bdk. 1 Tim 1:15; 3:1; 4:9 and Tit 3:8.
f) Jamieson,
Fausset & Brown mengatakan bahwa mungkin ini merupakan kutipan dari suatu
nyanyian pujian kuno, atau suatu formula yang diterima, yang mula-mula
diucapkan oleh ‘nabi-nabi’ Kristen dalam pertemuan umum / kebaktian.
Jamieson,
Fausset & Brown: “The symmetrical form of the ‘saying’ (2 Tim 2:11-13), and the
rhythmical balance of the parallel clauses, make it likely they formed part
of a church hymn (note, 1 Tim 3:16) or accepted formula, perhaps first uttered
by Christian ‘prophets’ in the public assembly (1 Cor 14:26). ‘Faithful is
the saying,’ the usual formula (cf. 1 Tim 1:15; 3:1; 4:9; Titus 3:8),
favours this.” [= Bentuk
simetris dari ‘kata-kata’ (2Tim 2:11-13), dan keseimbangan yang berirama dari
anak-anak kalimat yang paralel, membuatnya mungkin bahwa mereka membentuk
bagian dari suatu nyanyian pujian gereja (perhatikan, 1Tim 3:16) atau suatu
formula / pernyataan doktrinal yang diterima, mungkin mula-mula diucapkan oleh
‘nabi-nabi’ Kristen dalam pertemuan umum / kebaktian (1Kor 14:26).
‘Benarlah kata-kata’, yang merupakan formula yang biasa (bdk. 1Tim 1:15; 3:1; 4:9; Titus
3:8), menyokong hal ini.].
1Tim 3:16 -
“Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: ‘Dia, yang telah
menyatakan diriNya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan
diriNya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang
tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan.’”.
1Kor 14:26 - “Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun.”.
g) Calvin
tak terlalu jelas, tetapi kelihatannya ia menganggap kata-kata ini dari Paulus
sendiri, dan Paulus mengatakan kata-kata ini supaya kata-katanya selanjutnya,
yang rasanya sukar diterima akal, bisa diterima.
Calvin: “A faithful saying. He makes a preface to the sentiment which he is about to utter; because nothing is more opposite to the feeling of the flesh, than that we must die in order to live, and that death is the entrance into life; for we may gather from other passages, that Paul was wont to make use of a preface of this sort, in matters of great importance, or hard to be believed.” (= Suatu perkataan yang benar. Ia membuat suatu pendahuluan bagi pandangan / pemikiran yang akan diucapkannya; karena tidak ada yang lebih bertentangan dengan perasaan dari daging, dari pada bahwa kita harus mati supaya bisa hidup, dan bahwa kematian adalah jalan masuk ke dalam kehidupan; karena kita bisa dapatkan dari text-text lain, bahwa Paulus biasa untuk menggunakan suatu pendahuluan dari jenis ini, dalam persoalan-persoalan yang sangat penting, atau sukar untuk dipercayai.).
Kesimpulan: sekalipun kebanyakan penafsir menganggap bahwa Paulus mengutip dari suatu nyanyian pujian Kristen kuno, tetapi ini tidak pasti, dan banyak penafsir yang mempunyai pandangan yang lain, yang juga memungkinkan.
2) “‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia;” (ay 11b).
Lenski: “‘If,
indeed, we died,’ aorist, past - ‘if we are enduring,’ present - ‘if we shall
deny,’ future. Past occurrence - present state - future happening. These tenses
are decisive in answer to those who think that ‘if, indeed, we died with him’
refers to physical death, a martyr’s death. Both γάρ and the aorist tense
exclude this thought. Paul and Timothy had not as yet died physically either by
martyrdom or otherwise. Why should Paul put such a death first and the
continuous enduring second when the order of the two is always the reverse?” [= ‘Jika
kita memang telah mati’, aorist / past, lampau - ‘jika kita sedang bertahan /
bertekun’, present / sekarang - ‘jika kita akan menyangkal’, future / akan
datang. Tensa-tensa ini merupakan jawaban yang meyakinkan kepada mereka yang
berpikir bahwa ‘jika kita memang telah mati dengan Dia’ menunjuk kepada
kematian secara fisik, kematian seorang martir. Baik kata Yunani GAR (for / karena) maupun bentuk past tense /
lampau membuang pemikiran ini. Paulus dan Timotius belum mati secara fisik
apakah oleh kematian syahid atau cara yang lain. Mengapa Paulus meletakkan
kematian seperti itu lebih dulu dan sikap bertahan yang terus menerus
belakangan, jika urut-urutan dari keduanya selalu adalah kebalikannya?].
Catatan: kata Yunani GAR ada dalam awal dari kutipan, dalam Kitab Suci Indonesia/RSV/NIV kata ini dihapuskan, tetapi dalam KJV/NASB diterjemahkan ‘for’ (= karena).
Lenski: “This is the death which occurs in baptism by contrition and repentance. It is expressed in mystical language: ‘we died together with him.’ see Rom. 6:4, etc., where this language is fully explained. ... If we truly did so die, of which there is no doubt in the case of Paul and of Timothy, it is equally certain: ‘we shall live together with him.’ As he, risen from the dead (v. 8), lives to die no more, so by virtue of his life we ‘shall live together with him’ in heaven forever. Here the distant extremes: joint death in the past - joint living in the heavenly future are connected. The two form a paradox: having died - future living. ‘We’ in the verbs = Paul and Timothy. The fact that what is true of them is true also of all other Christians is self-evident.” [= Ini adalah kematian yang terjadi dalam baptisan oleh penyesalan dan pertobatan. Ini dinyatakan dalam kata-kata yang mistik: ‘kita telah mati dengan Dia’. lihat Ro 6:4, dst., dimana kata-kata ini dijelaskan sepenuhnya. ... Jika kita betul-betul mati seperti itu, tentang mana tidak ada keraguan dalam kasus dari Paulus dan Timotius, adalah sama pastinya: ‘kita akan hidup bersama-sama dengan Dia’. Seperti Dia, bangkit dari orang mati (ay 8), hidup dan tidak mati lagi, maka berdasarkan kehidupanNya kita ‘akan hidup bersama-sama dengan Dia’ di surga selama-lamanya. Di sini ada perbedaan jarak yang besar: ‘bersama-sama dalam kematian di masa lampau’ dihubungkan dengan ‘bersama-sama hidup di surga yang akan datang’. Keduanya membentuk suatu paradox: telah mati - hidup yang akan datang. ‘Kita / kami’ dalam kata-kata kerja ini = Paulus dan Timotius. Fakta bahwa apa yang benar tentang mereka juga adalah benar tentang semua orang Kristen yang lain adalah jelas.].
John Stott: “The death with Christ
which is here mentioned must refer, according to the context, not to our death
to sin through union with
Christ in his death, but rather to our death to self and to safety,
as we take up the cross and follow Christ. The former Paul describes in Romans
6:3 (‘do you not know that all of us who have been baptized into Christ Jesus
were baptized into his death?’); the latter he expresses both in 1 Corinthians
15:31 (‘I die every day’) and in 2 Corinthians 4:10 (‘always carrying in the
body the death of Jesus’). That this is the meaning in the hymn fragments seems
plain from the fact that to ‘have died with Christ’ and to ‘endure’ are parallel
expressions. So the Christian life is depicted as a life of dying, a life of
enduring. Only if we share Christ’s death on earth, shall we share his life in
heaven. Only if we share his sufferings and endure, shall we share his reign in
the hereafter. For the road to life is death, and the road to glory suffering (cf. Rom. 8:17; 2 Cor. 4:17).” [= Kematian bersama Kristus yang di sini
disebutkan harus menunjuk, sesuai dengan kontext, bukan pada kematian kita
terhadap dosa melalui persatuan dengan Kristus dalam kematianNya, tetapi lebih
kepada kematian kita terhadap diri sendiri dan pada keamanan, pada waktu
kita memikul salib dan mengikuti Kristus. Yang pertama Paulus gambarkan
dalam Roma 6:3 (‘tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis ke dalam
Kristus, telah dibaptis ke dalam kematianNya?’); yang belakangan ia nyatakan
baik dalam 1Kor 15:31 (‘aku mati setiap hari’) dan dalam 2Kor 4:10 (‘selalu
membawa dalam tubuh kematian dari Yesus’). Bahwa ini adalah arti dalam potongan
/ pecahan dari nyanyian pujian kelihatannya jelas dari fakta bahwa ‘mati
bersama Kristus’ dan ‘bertekun / bertahan’ adalah ungkapan-ungkapan yang
paralel. Demikianlah kehidupan Kristen digambarkan sebagai suatu kehidupan dari
kematian, suatu kehidupan dari ketekunan / ketahanan. Hanya jika bersama-sama
menanggung kematian Kristus di bumi, maka kita akan bersama-sama mengalami
pemerintahanNya di alam baka. Karena jalan kepada kehidupan adalah kematian,
dan jalan kepada kemuliaan adalah penderitaan (bdk. Ro 8:18; 2Kor 4:17)].
1Kor 15:31a - “Saudara-saudara,
tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut.”.
RSV/NIV: ‘I
die every day’ (= aku mati setiap hari).
Ro 8:18 - “Sebab
aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan
kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.”.
2Kor 4:17 - “Sebab
penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal
yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.”.
KJV: ‘eternal
weight of glory’ (= kemuliaan kekal yang berat / berat
dari kemuliaan yang kekal).
RSV/NASB: ‘an eternal weight of glory’ (= suatu kemuliaan kekal yang berat
/ suatu berat dari kemuliaan yang kekal).
NIV: ‘an eternal glory that far outweighs them all’ (= suatu kemuliaan kekal yang jauh lebih berat dari mereka semua).
Jadi jelas bahwa John Stott menentang penafsiran Lenski.
Matthew Henry: “Those who faithfully adhere to Christ and to his truths and ways, whatever it cost them, will certainly have the advantage of it in another world: If we be dead with him, we shall live with him, v. 11. If, in conformity to Christ, we be dead to this world, its pleasures, profits, and honours, we shall go to live with him in a better world, to be for ever with him. Nay, though we be called out to suffer for him, we shall not lose by that. Those who suffer for Christ on earth shall reign with Christ in heaven, v. 12” (= Mereka yang dengan setia melekat pada Kristus dan pada kebenaran dan jalanNya, apapun ongkosnya bagi mereka, pasti akan mendapatkan keuntungan darinya dalam dunia yang lain: Jika kita mati dengan Dia, kita akan hidup dengan Dia, ay 11. Jika dalam penyesuaian diri dengan Kristus, kita mati terhadap dunia ini, kesenangan-kesenangannya, keuntungan-keuntungannya, kehormatan-kehormatannya, kita akan pergi untuk hidup dengan Dia di dunia yang lebih baik, untuk berada selama-lamanya dengan Dia. Tidak, sekalipun kita dipanggil untuk menderita bagi Dia, kita tidak akan kehilangan / rugi oleh hal itu. Mereka yang menderita untuk Kristus di bumi akan memerintah dengan Kristus di surga, ay 12).
Calvin: “If we die with him, we shall also live
with him. The general meaning is, that we shall not be partakers of the life
and glory of Christ, unless we have previously died and been humbled with him;
as he says, that all the elect were ‘predestinated that they might be conformed
to his image.’ (Romans 8:29.) This is said both for exhorting and comforting
believers. Who is not excited by this exhortation, that we ought not to be
distressed on account of our afflictions, which shall have so happy a result?
The same consideration abates and sweetens all that is bitter in the cross;
because neither pains, nor tortures, nor reproaches, nor death ought to be
received by us with horror, since in these we share with Christ; more especially
seeing that all these things are the forerunners of a triumph. By his example,
therefore, Paul encourages all believers to receive joyfully, for the name of
Christ, those afflictions in which they already have a taste of future glory.
If this shocks our belief, and if the cross itself so overpowers and dazzles
our eyes, that we do not perceive Christ in them, let us remember to present
this shield, ‘It is a faithful saying.’ And, indeed, where Christ is present,
we must acknowledge that life and happiness are there. We ought, therefore, to
believe firmly, and to impress deeply on our hearts, this fellowship, that we
do not die apart, but along with Christ, in order that we may afterwards have
life in common with him; that we suffer with him, in order that we may be
partakers of his glory. By death he means all that outward mortification of
which he speaks in 2 Corinthians 4:10.” [= Jika kita mati
dengan Dia, kita juga akan hidup dengan Dia. Arti yang umum adalah, bahwa kita
tidak akan ambil bagian dari kehidupan dan kemuliaan Kristus, kecuali
sebelumnya kita telah mati dan telah direndahkan dengan Dia; seperti Ia
katakan, bahwa semua orang-orang pilihan ‘telah dipredestinasikan supaya mereka
bisa serupa dengan gambarNya’. (Ro 8:29). Ini dikatakan baik untuk mendesak /
menasehati maupun untuk menghibur orang-orang percaya. Siapa yang tidak dibangkitkan
kegairahannya oleh desakan / nasehat ini, bahwa kita tidak seharusnya menjadi
sedih karena penderitaan-penderitaan kita, yang akan menghasilkan suatu hasil
yang begitu bahagia? Pertimbangan yang sama mengurangi dan memaniskan semua
yang pahit dalam salib; karena tidak ada rasa sakit, atau siksaan, atau celaan,
atau kematian yang harus diterima oleh kita dengan rasa takut, karena dalam
hal-hal ini kita sama-sama mengalami dengan Kristus; secara lebih khusus lagi
melihat bahwa semua hal-hal ini adalah pendahulu-pendahulu dari suatu
kemenangan. Karena itu, oleh contoh ini, Paulus menyemangati semua orang-orang
percaya untuk menerima dengan sukacita, untuk / demi nama Kristus,
penderitaan-penderitaan dalam mana mereka sudah mengecap kemuliaan yang akan
datang. Jika ini mengejutkan kepercayaan kita, dan jika salib itu sendiri
begitu mengalahkan dan mempesonakan / menyilaukan mata kita, sehingga kita
tidak merasakan Kristus dalam mereka, hendaklah kita ingat untuk menghadirkan
perisai ini, ‘Benarlah
perkataan ini’. Dan memang, dimana Kristus hadir kita harus mengakui bahwa
kehidupan dan kebahagiaan ada di sana. Karena itu, kita harus percaya dengan
teguh, dan menanamkan secara mendalam di hati kita persekutuan ini, bahwa
kita tidak mati terpisah dari, tetapi bersama-sama dengan Kristus, supaya
setelah ini kita bisa mempunyai kehidupan bersama-sama dengan Dia; bahwa kita
menderita dengan Dia, supaya kita bisa ambil bagian dari kemuliaanNya. Oleh kematian ia memaksudkan semua pematian
lahiriah itu tentang mana ia berbicara dalam 2Kor 4:10.].
2Kor 4:10 - “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di
dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh
kami.”.
Catatan: Calvin rasanya tidak jelas. Yang dimaksudkan ‘mati’ itu menderita (bagian yang saya beri garis bawah tunggal), atau mati terhadap dosa / mortification (bagian yang saya beri garis bawah ganda)? Untuk jelasnya mari kita melihat komentar Calvin tentang 2Kor 4:10.
Calvin (tentang 2Kor 4:10): “‘The
mortification of Jesus.’ ... he employs the expression - the mortification of
Jesus Christ - to denote everything that rendered him contemptible in the eyes
of the world, with the view of preparing him for participating in a blessed
resurrection. In the first place, the sufferings of Christ, however ignominious
they may be in the eyes of men, have, nevertheless, more of honor in the sight
of God, than all the triumphs of emperors, and all the pomp of kings. The end,
however, must also be kept in view, that we suffer with him, that we may be
glorified together with him. (Romans 8:17.)” [= ‘Pematian dari
Yesus’. ... ia menggunakan ungkapan - pematian / tindakan mematikan dari Yesus
Kristus - untuk menunjukkan segala sesuatu yang membuatnya menjijikkan di mata
dunia, dengan pandangan tentang mempersiapkan dia untuk ambil bagian dalam
kebangkitan yang diberkati. Di tempat pertama, penderitaan-penderitaan dari
Kristus, betapapun memalukannya hal-hal itu di mata manusia, mempunyai lebih
banyak kehormatan dalam pandangan Allah, dari pada semua kemenangan dari
kaisar-kaisar, dan semua kemegahan dari raja-raja. Tetapi ujung terakhirnya
juga harus dilihat, bahwa kita menderita dengan Dia, supaya kita bisa
dimuliakan bersama-sama dengan Dia (Ro 8:17).].
Ro 8:17 - “Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.”.
Dari tafsiran Calvin tentang 2Kor 4:10 ini terlihat bahwa yang ia maksudkan dengan ‘mortification’ (= pematian / tindakan mematikan), bukanlah ‘tindakan mematikan dosa’, tetapi ‘penderitaan’.
Dan dalam kedua kutipan kata-kata Calvin di atas terlihat bahwa ia menekankan satu hal, yaitu, kalau kita menderita bersama Kristus, kita juga akan dimuliakan bersama Dia! Dengan demikian pandangan Calvin sesuai dengan pandangan John Stott di atas.
Barclay: “Martin Luther, in a great phrase, said: ‘Ecclesia haeres crucis est’, ‘The Church is the heir of the cross.’ Christians inherit Christ’s cross, but they also inherit Christ’s resurrection. They are partners both in the shame and in the glory of their Lord.” (= Martin Luther, dalam suatu ungkapan yang agung, berkata ‘Ecclesia haeres crucis est’, ‘Gereja adalah pewaris dari salib’. Orang-orang Kristen mewarisi salib Kristus, tetapi mereka juga mewarisi kebangkitan Kristus. Mereka adalah rekan, baik dalam rasa malu maupun dalam kemuliaan, dari Tuhan mereka.).
Barclay: “‘If we endure, we shall also reign with him.’ It is the one who endures to the end who will be saved. Without the cross, there cannot be the crown.” (= ‘Jika kita bertekun / bertahan, kita juga akan memerintah bersama Dia’. Adalah orang yang bertekun / bertahan sampai akhir yang akan diselamatkan. Tanpa salib, di sana tidak bisa ada mahkota.).
Barclay: “Long ago in the third century, the Church father Tertullian said: ‘The man who is afraid to suffer cannot belong to him who suffered’ (De Fuga, 14).” [= Dahulu pada abad ketiga, bapa Gereja Tertullian berkata: ‘Orang yang takut untuk menderita tidak bisa menjadi milik dari Dia yang telah menderita’ (De Fuga, 14)].
3) “jika kita bertekun, kitapun akan
ikut memerintah dengan Dia;”
(ay 12a).
KJV: ‘If we suffer’ (= Jika kita menderita).
RSV/NIV/NASB: ‘if we endure’ (= Jika kita bertahan / bertekun).
Kata Yunani yang digunakan berarti bertahan / bertekun dalam penderitaan.
Lenski: “‘Shall reign’ exceeds ‘shall live.’ This second paradox is just as tremendous as the first. Here we ‘endure,’ literally, ‘remain under,’ others trample all over us; there we shall reign as royalties with no one above us save Christ, and we are actually associated with him: sitting with him in his throne as he sits in his Father’s (Rev. 3:21; 20:4,6)” [= ‘Akan memerintah’ melebihi / melampaui ‘akan hidup’. Paradox yang kedua ini sama hebat / dahsyatnya seperti yang pertama. Di sini kita ‘bertahan / bertekun’, secara hurufiah, ‘tetap ada di bawah’, orang-orang lain menginjak-injak kita; di sana kita akan memerintah sebagai keluarga raja tanpa ada siapapun di atas kita kecuali Kristus, dan kita sungguh-sungguh bersatu dengan Dia: duduk dengan Dia di takhtaNya seperti Ia duduk di takhta Bapa (Wah 3:21; 20:4,6)] - hal 794-795.
Jamieson,
Fausset & Brown: “Reigning is
something more than bare salvation (Rom 5:17; Rev 1:6; 3:21; 5:10; 20:4-5).” [= Memerintah adalah sesuatu yang lebih
dari semata-mata keselamatan (Ro 5:17; Wah 1:6; 3:21; 5:10; 20:4-5).].
Ro 5:17 - “Sebab,
jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka
lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan
anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu,
yaitu Yesus Kristus.”.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘reigned ... reign’ (= telah memerintah ... memerintah).
Wah 1:6 - “dan
yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi
Allah, BapaNya, - bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin.”.
KJV: ‘kings’
(= raja-raja).
RSV/NIV/NASB: ‘a kingdom’ (= suatu kerajaan).
Wah 3:21 - “Barangsiapa
menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhtaKu,
sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan BapaKu di atas
takhtaNya.”.
Wah 5:10 - “Dan
Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi
Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.’”.
Wah 20:4 - “Lalu aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang duduk di atasnya; kepada mereka diserahkan kuasa untuk menghakimi. Aku juga melihat jiwa-jiwa mereka, yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah; yang tidak menyembah binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga menerima tandanya pada dahi dan tangan mereka; dan mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun.”.
Komentar tentang gabungan ay 11b-12a - “Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12a) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia”.
John Stott: “The death with Christ which is here
mentioned must refer, according to the context, not to our death to sin through
union with Christ in his death, but rather to our death to self and to
safety, as we take up the cross and follow Christ. ... That this is the
meaning in the hymn fragments seems plain from the fact that to ‘have died with
Christ’ and to ‘endure’ are parallel expressions. So the Christian life is
depicted as a life of dying, a life of enduring. Only if we share Christ’s
death on earth, shall we share his life in heaven. Only if we share his
sufferings and endure, shall we share his reign in the hereafter. For the road
to life is death, and the road to glory suffering” (= Kematian dengan Kristus yang
disebutkan di sini harus menunjuk, sesuai dengan kontextnya, bukan pada
kematian kita terhadap dosa melalui persatuan dengan Kristus dalam kematianNya,
tetapi lebih pada kematian kita terhadap diri dan keamanan kita sendiri, pada
waktu kita memikul salib dan mengikuti Kristus. ... Bahwa ini merupakan
arti dalam potongan nyanyian pujian ini kelihatan jelas dari fakta bahwa ‘telah
mati dengan Kristus’ dan ‘bertahan / bertekun’ merupakan ungkapan-ungkapan yang
paralel. Demikianlah kehidupan Kristen digambarkan sebagai suatu kehidupan dari
kematian, suatu kehidupan dari ketahanan / ketekunan. Hanya jika kita ikut
ambil bagian dalam kematian Kristus di dunia, maka kita akan ikut ambil bagian
dalam kehidupanNya di surga. Hanya jika kita ikut ambil bagian dalam
penderitaan-penderitaanNya dan bertahan / bertekun, maka kita akan ikut ambil
bagian dalam pemerintahanNya di alam baka. Karena jalan menuju kehidupan adalah
kematian, dan jalan menuju kemuliaan adalah penderitaan) - hal
63-64.
Catatan: kata-kata John Stott ini sudah saya kutip di atas.
Tentang hal ini saya ingin mengutip
kata-kata William Barclay, dalam tafsirannya tentang Yoh 3:14-15, yang
berbunyi sebagai berikut: “(14)
Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak
Manusia harus ditinggikan, (15) supaya setiap orang yang percaya kepadaNya
beroleh hidup yang kekal.”.
Barclay (tentang Yoh 3:14-15): “There was a double lifting up in Jesus’s life - the lifting on the Cross and the lifting into glory. And the two are inextricably connected. The one could not have happened without the other. For Jesus the Cross was the way to glory; had he refused it, had he evaded it, had he taken steps to escape it, as he might so easily have done, there would have been no glory for him. It is the same for us. We can, if we like, choose the easy way; we can, if we like, refuse the cross that every Christian is called to bear; but if we do, we lose the glory. It is an unalterable law of life that if there is no cross, there is no crown” (= Ada peninggian dobel dalam kehidupan Yesus - peninggian pada salib dan peninggian ke dalam kemuliaan. Dan keduanya berhubungan secara tak bisa dilepaskan. Yang satu tidak akan bisa terjadi tanpa yang lain. Untuk Yesus, salib adalah jalan menuju kemuliaan; andaikata Ia menolaknya, andaikata ia mengambil langkah untuk menghindarinya, yang dengan mudah bisa Ia lakukan, maka tidak akan ada kemuliaan bagi Dia. Sama halnya dengan kita. Kita bisa, kalau kita mau, memilih jalan yang mudah; kita bisa, kalau kita mau, menolak salib yang harus dipikul oleh setiap orang kristen; tetapi kalau kita melakukan hal itu, kita kehilangan kemuliaan. Merupakan suatu hukum kehidupan yang tidak bisa berubah bahwa kalau tidak ada salib, tidak ada mahkota).
Contoh orang yang rela ‘mati’ / menderita
bagi Kristus, dan bertekun dalam penderitaan itu.
The Biblical Illustrator (New Testament): “Suffering with
Christ: - In the olden time when the gospel was preached in Persia, one
Hamedatha, a courtier of the king, having embraced the faith, was stripped of
all his offices, driven from the palace, and compelled to feed camels. This he
did with great content. The king passing by one day, saw his former favourite
at his ignoble work, cleaning out the camel’s stables. Taking pity upon him he
took him into his palace, clothed him with sumptuous apparel, restored him to
all his former honours, and made him sit at the royal table. In the midst of
the dainty feast, he asked Hamedatha to renounce his faith. The courtier,
rising from the table, tore off his garments with haste, left all the dainties
behind him, and said, ‘Didst thou think that for such silly things as these I
would deny my Lord and Master?’ and away he went to the stable to his ignoble
work. How honourable is all this!”
[= Menderita dengan Kristus: - Di jaman dulu pada waktu injil diberitakan di
Persia, seorang bernama Hamedatha, seorang anggota istana dari raja, setelah
memeluk iman (Kristen),
ditelanjangi dari semua jabatannya, diusir dari istana, dan dipaksa untuk
memberi makan unta-unta. Ini ia lakukan dengan kepuasan / kesenangan yang
besar. Suatu hari sang raja lewat dan melihat orang yang tadinya ia senangi
melakukan pekerjaan yang hina / rendah itu, membersihkan kandang unta. Karena
kasihan kepadanya, ia membawanya ke dalam istananya, memakaianinya dengan
pakaian yang mewah, memulihkannya pada semua kehormatannya yang dulu, dan
mendudukannya di meja kerajaan. Di tengah-tengah pesta yang bergengsi, ia
meminta Hamedatha untuk meninggalkan imannya. Orang itu bangkit dari meja,
merobek pakaiannya dengan cepat, meninggalkan semua gengsi / martabat di
belakangnya, dan berkata: ‘Apakah engkau pikir bahwa untuk hal-hal tolol
seperti ini aku mau menyangkal Tuhan dan Guru / Tuanku?’ dan ia pergi ke
kandang pada pekerjaannya yang hina / rendah. Alangkah terhormatnya semua ini!].
Catatan: kutipan dari The Biblical Illustrator ini diberikan oleh C. H. Spurgeon
2 Timotius 2:1-26(9)
2 Timotius 2: 11-13: “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
4) “jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita;” (ay 12b).
a) Ini adalah penyangkalan yang bersifat permanen.
Lenski mengatakan bahwa
kata-kata ‘menyangkal
Dia’ menunjuk
pada penyangkalan yang bersifat permanen, bukan penyangkalan sementara,
terhadap mana orangnya lalu bertobat, seperti dalam kasus penyangkalan Petrus.
Lenski: “Permanent denial is referred to; Peter repented of his denial” (= Penyangkalan yang permanen yang ditunjuk; Petrus bertobat dari penyangkalannya) - hal 795.
b) Macam-macam cara melalui mana kita bisa menyangkal Kristus.
The Biblical Illustrator (New Testament): “In what way can we deny Christ? Some deny Him openly as scoffers do, ... Others do this wilfully and wickedly in a doctrinal way, as the Arians and Socinians do, who deny His deity: those who deny His atonement, who rail against the inspiration of His Word, these come under the condemnation of those who deny Christ. There is a way of denying Christ without even speaking a word, and this is the more common. In the day of blasphemy and rebuke, many hide their heads” (= Dalam hal apa kita bisa menyangkal Kristus? Sebagian orang menyangkal Dia secara terbuka seperti dilakukan pengejek-pengejek, ... Orang-orang lain melakukan ini dengan sengaja dan dengan jahat dalam suatu cara doktrinal, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Arian dan Socinian, yang menyangkal keallahanNya: mereka yang menyangkal penebusanNya, yang mengejek / mencemooh terhadap pengilhaman dari FirmanNya, orang-orang ini datang di bawah penghukuman dari mereka yang menyangkal Kristus. Ada suatu cara untuk menyangkal Kristus bahkan tanpa mengatakan sepatah katapun, dan ini adalah yang lebih umum. Pada saat penghujatan dan kemarahan, banyak orang menyembunyikan kepala mereka).
c) Bahaya / resiko dari penyangkalan kita terhadap Dia.
Matthew Henry: “It is
at our peril if we prove unfaithful to him: If we deny him, he also will deny
us. If we deny him before man, he will deny us before his Father, Matt 10:33.
And that man must needs be for ever miserable whom Christ disowns at last” (= Merupakan resiko kita jika
kita terbukti tidak setia kepadaNya: Jika kita menyangkalNya, Ia juga akan
menyangkal kita. Jika kita menyangkalNya di depan manusia, Ia akan menyangkal
kita di depan BapaNya, Mat 10:33. Dan orang yang tidak diakui oleh Kristus pada
akhirnya itu pasti akan menyedihkan / sengsara selama-lamanya).
Mat 10:32-33 - “(32) Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. (33) Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.’”.
The Biblical Illustrator (New
Testament): “In musing over the very dreadful sentence which closes my text,
‘He also will deny us,’ I was led to think of various ways in which Jesus will
deny us. He does this sometimes on earth. You have read, I Suppose, the death
of Francis Spira. If you have ever read it, you never can forget it to your
dying day. Francis Spira knew the truth; he was a reformer of no mean standing;
but when brought to death, out of fear, he recanted. In a short time he fell
into despair, and suffered hell upon earth. His shrieks and exclamations were
so horrible that their record is almost too terrible for print. His doom was a
warning to the age in which he lived. Another instance is narrated by my
predecessor, Benjamin Keach, of one who, during Puritanic times, was very
earnest for Puritanism; but afterwards, when times of persecution arose,
forsook his profession. The scenes at his deathbed were thrilling and terrible.
He declared that though he sought God, heaven was shut against him; gates of
brass seemed to be in his way, he was given up to overwhelming despair. At
intervals he cursed, at other intervals he prayed, and so perished without
hope. If we deny Christ, we may be delivered to such a fate” (= Dalam merenungkan tentang
kalimat yang sangat menakutkan yang mengakhiri text saya, ‘Ia juga akan
menyangkal kita’, saya dibimbing untuk berpikir tentang bermacam-macam jalan
dalam mana Yesus akan menyangkal kita. Kadang-kadang Ia melakukannya dalam
dunia ini. Mungkin engkau telah membaca tentang kematian dari Francis Spira.
Jika engkau pernah membacanya, engkau tidak pernah bisa melupakannya sampai
saat kematianmu. Francis Spira tahu / mengenal kebenaran; ia adalah seorang
reformator yang tidak rendah kedudukannya; tetapi pada waktu ia dibawa pada
kematian, karena takut, ia menarik kembali kata-katanya / mengaku salah. Dalam
waktu yang singkat ia jatuh ke dalam keputus-asaan, dan mengalami neraka di
bumi. Jeritan / pekikan dan seruannya begitu mengerikan sehingga catatan mereka
hampir terlalu mengerikan untuk dicetak. Ajalnya merupakan suatu peringatan
pada jaman dalam mana ia hidup. Contoh yang lain diceritakan oleh pendahulu
saya, Benjamin Keach, tentang seseorang, yang pada jaman Puritan, sangat
bersungguh-sungguh untuk Puritanisme; tetapi belakangan, pada waktu
penganiayaan muncul, meninggalkan pengakuannya. Pemandangan pada ranjang
kematiannya menggetarkan hati dan mengerikan. Ia menyatakan bahwa sekalipun ia
mencari Allah, surga tertutup terhadap dia; pintu-pintu gerbang dari kuningan
kelihatannya ada di jalannya, ia diserahkan pada keputus-asaan yang sangat
besar. Pada waktu-waktu tertentu ia mengutuk, pada waktu-waktu yang lain ia
berdoa, dan demikianlah ia mati tanpa pengharapan. Jika kita menyangkal
Kristus, kita bisa diserahkan pada nasih yang seperti itu).
Catatan: Kedua kutipan di atas dari The Biblical Illustrator ini diberikan oleh Charles Haddon Spurgeon.
5) “jika kita tidak setia, Dia tetap setia,” (ay 13a).
KJV: ‘If we believe not, yet he abideth faithful’ (= Jika kita tidak
percaya, Ia tetap setia:).
RSV: ‘if we are faithless, he remains faithful’ (= Jika kita tidak
beriman / tidak setia, Ia tetap setia). NIV/NASB ≈ RSV.
Kata Yunani yang digunakan adalah APISTOUMEN, yang berasal dari kata dasar APISTEO, yang menurut Bible Works 7 bisa diartikan ‘tidak percaya’ atau ‘tidak setia’. Mungkin itu sebabnya RSV/NIV/NASB sengaja menterjemahkan ‘faithless’, yang bisa diartikan sebagai ‘tidak beriman / tidak mempunyai iman’ ataupun ‘tidak setia’ (kontras dengan ‘faithful’ / setia).
a) Allah / Yesus digambarkan Alkitab sebagai setia. Dalam hal apa saja?
Ibr 2:17 - “Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa”.
1Kor 10:13 - “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya”.
Maz 119:75 - “Aku tahu, ya TUHAN, bahwa hukum-hukumMu adil, dan bahwa Engkau telah menindas aku dalam kesetiaan”.
Fil 1:6 - “Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus”.
1Kor 1:8-9 - “(8) Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. (9) Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan AnakNya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia”.
Kalau Allah itu setia,
bagaimana dengan kita / orang-orang percaya? Mari kita lihat text kita sekali
lagi.
2Tim 2:11-13 - “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun
akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah
dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika
kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
Ay 11-12a membicarakan kesetiaan kita, sedangkan ay 12b-13 membicarakan ketidak-setiaan kita; masing-masing dengan respons / tanggapan Allah / Yesus tentang sikap kita itu.
b) Problem dari ayat ini adalah, pada waktu dikatakan ‘Dia tetap setia’, maksudnya ‘Dia tetap setia pada apa / kepada siapa?’ Ada 2 penafsiran tentang bagian ini:
1. Ia tetap setia kepada diriNya, pada janji-janjiNya maupun
ancaman-ancamanNya.
Matthew Henry: “If we
believe not, yet he abideth faithful; he cannot deny himself. He is faithful to
his threatenings, faithful to his promises; neither one nor the other shall
fall to the ground, no, not the least, jot nor tittle of them. If we be
faithful to Christ, he will certainly be faithful to us. If we be false to him,
he will be faithful to his threatenings: he cannot deny himself, cannot recede
from any word that he hath spoken, for he is yea, and amen, the faithful
witness. ... If we deny him, out of fear, or shame, or for the sake of some
temporal advantage, he will deny and disown us, and will not deny himself, but
will continue faithful to his word when he threatens as well as when he
promises” (= Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia; Ia tidak bisa
menyangkal diriNya sendiri. Ia setia pada ancaman-ancamanNya, setia pada
janji-janjiNya; tidak ada yang satu maupun yang lain yang jatuh ke tanah,
tidak, tidak yang terkecil, iota atau titik / coretan dari mereka. Jika kita
setia kepada Kristus, Ia pasti akan setia kepada kita. Jika kita tidak setia
kepada Dia, Ia akan setia pada ancaman-ancamanNya: Ia tidak bisa menyangkal
diriNya sendiri, tidak bisa mundur dari firman manapun yang telah Ia katakan,
karena Ia adalah ya dan amin, saksi yang setia. ... Jika kita menyangkalNya,
karena takut, atau malu, atau demi suatu keuntungan sementara, Ia akan
menyangkal kita dan tidak mengakui kita, dan tidak akan menyangkal diriNya
sendiri, tetapi akan terus setia pada firmanNya pada waktu Ia mengancam maupun
pada waktu Ia berjanji).
2Kor 1:20 - “Sebab Kristus adalah ‘ya’ bagi semua janji Allah. Itulah
sebabnya oleh Dia kita mengatakan ‘Amin’ untuk memuliakan Allah”.
Wah 1:5 - “dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama
bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Bagi
Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh
darahNya-”.
Wah 3:14 - “‘Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah:”.
Adam Clarke: “‘If we believe not.’ Should we deny the faith and apostatize, he is the same, as true to his threatenings as to his promises; he cannot deny - act contrary to, himself” (= ‘Jika kita tidak percaya’. Kalau kita menyangkal iman dan murtad, Ia tetap sama, benar berkenaan dengan ancamanNya seperti pada janjiNya; Ia tidak bisa menyangkal - bertindak bertentangan dengan, diriNya sendiri).
Barnes’ Notes: “‘If we believe not, yet he abideth faithful.’ This cannot mean that, if we live in sin, he will certainly save us, as if he had made any promise to the elect, or formed any purpose that he would save them, whatever might be their conduct; because: (1) he had just said that if we deny him he will deny us; and (2) there is no such promise in the Bible, and no such purpose has been formed. The promise is, that he that is a believer shall be saved, and there is no purpose to save any but such as lead holy lives. The meaning must be, that if we are unbelieving and unfaithful, Christ will remain true to his word, and we cannot hope to be saved. The object of the apostle evidently is, to excite Timothy to fidelity in the performance of duty, and to encourage him to bear trials, by the assurance that we cannot hope to escape if we are not faithful to the cause of the Saviour. This interpretation accords with the design which he had in view” [= ‘Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia’. Ini tidak bisa berarti bahwa jika kita hidup dalam dosa, Ia akan tetap menyelamatkan kita, seakan-akan Ia telah membuat janji apapun kepada orang-orang pilihan, atau membentuk tujuan / rencana apapun bahwa Ia akan menyelamatkan mereka, bagaimanapun tingkah laku mereka; karena: (1) Ia baru saja mengatakan bahwa jika kita menyangkalNya Ia akan menyangkal kita; dan (2) Tidak ada janji seperti itu dalam Alkitab, dan tidak ada tujuan / rencana seperti itu telah dibentuk. Janjinya adalah, bahwa ia yang adalah seorang percaya akan diselamatkan, dan tidak ada rencana / tujuan untuk menyelamatkan siapapun kecuali orang-orang seperti itu yang menjalani kehidupan yang kudus. Artinya haruslah, bahwa jika kita tidak percaya dan tidak setia, Kristus akan tetap benar pada firmanNya, dan kita tidak dapat berharap untuk diselamatkan. Tujuan dari sang rasul jelas adalah, untuk menggairahkan Timotius pada kesetiaan dalam pelaksanaan kewajiban, dan untuk mendorongnya untuk memikul / menahan pencobaan-pencobaan, dengan suatu keyakinan bahwa kita tidak bisa berharap untuk lolos jika kita tidak setia pada perkara dari sang Juruselamat. Penafsiran ini sesuai dengan rancangan yang ada dalam pandangannya].
Calvin: “‘If we are unbelieving, he remaineth faithful.’ The meaning is, that our base desertion takes nothing from the Son of God or from his glory; because, having everything in himself, he stands in no need of our confession. As if he had said, ‘Let them desert Christ who will, yet they take nothing from him; for when they perish, he remaineth unchanged.’” (= ‘Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia’. Artinya adalah, bahwa pembelotan kita yang hina tidak mengambil apapun dari Anak Allah atau dari kemuliaanNya; karena, mempunyai segala sesuatu dalam diriNya sendiri, Ia berdiri tanpa kebutuhan apapun tentang pengakuan kita. Seakan-akan ia berkata, ‘Biarlah mereka yang mau, meninggalkan Kristus, tetapi mereka tidak mengambil apapun dari Dia; karena pada waktu mereka binasa, Ia tetap tidak berubah’.).
IVP Bible Background Commentary: “Although
God’s character is immutable, his dealings with people depend on their response
to him (2 Chron 15:2; Ps 18:25-27). The faithfulness of God to his covenant is
not suspended by the breach of that covenant by the unfaithful; but those
individuals who break his covenant are not saved (see comment on Rom 3:3)” [= Sekalipun karakter Allah
tidak berubah, tetapi penangananNya terhadap umatNya tergantung pada tanggapan
mereka kepada Dia (2Taw 15:2; Maz 18:26-28). Kesetiaan Allah pada
perjanjianNya tidak ditangguhkan / dihentikan oleh pelanggaran terhadap
perjanjian itu oleh orang-orang yang tidak setia; tetapi pribadi-pribadi yang
melanggar perjanjianNya itu tidak diselamatkan (lihat komentar tentang Ro 3:3)].
2Taw 15:2 - “Ia pergi menemui Asa dan berkata kepadanya: ‘Dengarlah kepadaku,
Asa dan seluruh Yehuda dan Benyamin! TUHAN beserta dengan kamu bilamana kamu
beserta dengan Dia. Bilamana kamu mencariNya, Ia berkenan ditemui olehmu,
tetapi bilamana kamu meninggalkanNya, kamu akan ditinggalkanNya”.
Maz 18:26-28 - “(26) Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap
orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, (27) terhadap orang yang
suci Engkau berlaku suci, tetapi terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku
belat-belit. (28) Karena Engkaulah yang menyelamatkan bangsa yang tertindas,
tetapi orang yang memandang dengan congkak Kaurendahkan”.
Ro 3:3-4 - “(3) Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia,
dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? (4) Sekali-kali tidak!
Sebaliknya: Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada
tertulis: ‘Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firmanMu, dan menang, jika
Engkau dihakimi.’”.
IVP Bible Background Commentary (tentang Ro 3:3): “God’s faithfulness to his covenant was good long-term news for Israel as a whole; as in the Old Testament (e.g., in Moses’ generation, contrary to some Jewish tradition), however, it did not save individual Israelites who broke covenant with him” [= Kesetiaan Allah pada perjanjianNya merupakan kabar baik jangka panjang bagi Israel sebagai suatu keseluruhan; seperti dalam Perjanjian Lama (misalnya, dalam generasi Musa, bertentangan dengan beberapa tradisi Yahudi), tetapi itu tidak menyelamatkan individu-individu Israel yang melanggar perjanjian dengan Dia].
Catatan: semua penafsir-penafsir di atas menafsirkan bukan sebagai ‘tidak setia’ tetapi ‘tidak percaya’. Karena itu tidak heran mereka terpaksa menafsirkan ‘Allah tetap setia’ sebagai ‘tetap setia pada ancaman / janjiNya’!
John Stott: “This other pair of epigrams envisages the dreadful possibility of our denying Christ and proving faithless. The first phrase ‘if we deny him, he also will deny us’ seems to be an echo of our Lord’s own warning: ‘whoever denies me before men, I also will deny before my Father who is in heaven’ (Mt. 10:33). What then of the second phrase ‘if we are faithless, he remains faithful’? It has often been taken as a comforting assurance that, even if we turn away from Christ, he will not turn away from us, for he will never be faithless as we are. And it is true, of course, that God never exhibits the fickleness or the faithlessness of man. Yet the logic of the Christian hymn, with its two pairs of balancing epigrams, really demands a different interpretation. ‘If we deny him’ and ‘if we are faithless’ are parallels, which requires that ‘he will deny us’ and ‘he remains faithful’ be parallels also. In this case his ‘faithfulness’ when we are faithless will be faithfulness to his warnings. As William Hendriksen puts it: ‘Faithfulness on his part means carrying out his threats … as well as his promises.’ So he will deny us, as the earlier epigram asserts. Indeed, if he did not deny us (in faithfulness to his plain warnings), he would then deny himself. But one thing is certain about God beyond any doubt or uncertainty whatever, and that is ‘he cannot deny himself’.” [= Pasangan yang lain dari syair pendek ini menggambarkan kemungkinan yang menakutkan tentang penyangkalan kita terhadap Kristus dan membuktikan / menyatakan bahwa kita tidak setia. Ungkapan pertama ‘jika kita menyangkal Dia, Dia juga akan menyangkal kita’ kelihatannya merupakan suatu gema dari peringatan Tuhan kita sendiri: ‘Barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di surga’ (Mat 10:33). Lalu bagaimana dengan ungkapan kedua ‘jika kita tidak setia, Ia tetap setia’? Itu sering diartikan sebagai suatu jaminan yang bersifat menghibur bahwa, bahkan jika kita berbalik dari Kristus, Ia tidak akan berbalik dari kita, karena Ia tidak akan pernah tidak setia seperti kita. Dan tentu saja adalah benar bahwa Allah tidak pernah menunjukkan sikap plin plan atau ketidak-setiaan manusia. Tetapi logika dari nyanyian pujian Kristen itu, dengan dua pasangannya dari syair pendek yang seimbang, betul-betul menuntut suatu penafsiran yang berbeda. ‘Jika kita menyangkal Dia’ dan ‘jika kita tidak setia’ adalah kalimat-kalimat yang paralel, yang menuntut bahwa ‘Ia akan menyangkal kita’ dan ‘Ia tetap setia’ juga adalah kalimat-kalimat yang paralel. Dalam kasus ini ‘kesetiaan’Nya pada waktu kita tidak setia adalah ‘kesetiaanNya pada peringatan-peringatanNya’. Seperti William Hendriksen menyatakannya: ‘Kesetiaan pada sisiNya berarti melaksanakan ancaman-ancamanNya ... maupun janji-janjiNya’. Maka Ia akan menyangkal kita, seperti ditegaskan / dinyatakan oleh bagian yang lebih awal dari syair itu. Memang, jika Ia tidak menyangkal kita (dalam kesetiaan terhadap peringatan-peringatanNya yang jelas), maka Ia akan menyangkal diriNya sendiri. Tetapi satu hal yang pasti tentang Allah melampaui keraguan atau ketidak-pastian apapun, dan itu adalah ‘Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri’.].
Jadi, John Stott (dan juga William Hendriksen di bawah) menganggap bahwa kata-kata ini merupakan 2 pasang anak kalimat yang paralel. Anak kalimat 1 paralel dengan anak kalimat 2, sedangkan anak kalimat 3 paralel dengan anak kalimat 4.
1. Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup
dengan Dia;
2. jika kita bertekun, kitapun akan ikut
memerintah dengan Dia;
3. jika kita menyangkal Dia, Diapun akan
menyangkal kita;
4. jika kita tidak setia, Dia tetap setia,
Karena itu, kata-kata ‘Diapun akan menyangkal kita’ (no 3) paralel dengan ‘Dia tetap setia’ (no 4), dan karena itu tidak bisa diartikan bahwa ‘Ia tetap setia kepada kita’, tetapi harus diartikan bahwa ‘Ia tetap setia pada janji-janji dan ancaman-ancamanNya’.
William Hendriksen: “In the third line (‘If we shall deny him, he on his part will also deny us’), the conclusion is the expected one (just as in lines one and two). In the fourth line, however, the conclusion comes as somewhat of a surprise. It takes careful reflection before we realize that the surprising conclusion is, after all, the only possible one. Once we grasp its meaning, we understand that also lines three and four express a parallel thought, and are illustrations of synthetic parallelism. ... To deny Christ means to be faithless. (The parallelism and also the conclusion - ‘he … remains faithful’ - show that here the meaning of the verb used in the original cannot be: to be unbelieving.) Hence, the hymn continues: ‘If we are faithless, he on his part …,’ but obviously the continuation cannot be ‘will also be faithless.’ One can say, ‘If we shall deny him, he on his part will also deny us,’ but one cannot say, ‘If we are faithless, he on his part will also be faithless.’” [= Dalam baris ketiga (‘Jika kita menyangkal Dia, di pihakNya Dia juga akan menyangkal kita’), kesimpulannya adalah kesimpulan yang diharapkan (persis seperti dalam baris satu dan dua). Tetapi dalam baris 4, kesimpulannya datang dengan agak mengejutkan. Baris 4 itu memerlukan pemikiran / perenungan sebelum kita menyadari bahwa kesimpulan yang mengejutkan itu bagaimanapun juga adalah satu-satunya yang memungkinkan. Satu kali kita mengerti artinya, kita mengerti bahwa baris 3 dan 4 juga menyatakan pemikiran yang paralel, dan merupakan ilustrasi dari paralelisme yang sintetis. ... ‘Menyangkal Kristus’ berarti ‘tidak setia’. (Paralelisme dan juga kesimpulannya - ‘Ia ... tetap setia’ - menunjukkan bahwa di sini arti dari kata kerja yang digunakan dalam bahasa aslinya tidak bisa adalah: ‘tidak percaya’.) Maka, nyanyian pujian itu berlanjut: ‘Jika kita tidak setia, di pihakNya Ia ...’, tetapi jelas bahwa lanjutannya tidak bisa adalah ‘juga akan tidak setia’. Orang bisa berkata, ‘Jika kita menyangkal Dia, di pihakNya Dia juga akan menyangkal kita’, tetapi orang tidak bisa berkata, ‘Jika kita tidak setia, di pihakNya Ia juga akan tidak setia’.].
Catatan: saya tidak melihat alasan
mengapa orang bisa mengatakan ‘Ia juga akan menyangkal kita’ tetapi tidak bisa
mengatakan ‘Ia juga akan tidak setia’! Apa alasannya kok tidak bisa? Coba
bandingkan dengan ayat di bawah ini.
Maz 18:26-27 - “(26) Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang
tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, (27) terhadap
orang yang suci Engkau berlaku suci, tetapi
terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku belat-belit.”.
Ada 2 hal yang saya ingin
saudara perhatikan dari text ini.
a. Sama seperti dengan text yang kita bahas,
dalam text ini juga ada 4 baris / anak kalimat; baris 1 paralel dengan baris 2,
sedangkan baris 3 kontras dengan baris 4 (hanya saja di sini ada kata ‘tetapi’).
Lalu mengapa hal seperti ini tidak mungkin terjadi dalam text yang sedang kita
bahas?
b. Perhatikan dua kata yang yang beri garis
bawah tunggal dan garis bawah ganda.
KJV: ‘the
froward ... froward’ (= keras
kepala ... keras kepala).
RSV: ‘the
crooked ... perverse’ (= bengkok
/ tak jujur ... jahat / menyimpang).
NIV: ‘the
crooked ... shrewd’ (= bengkok
/ tak jujur ... licik).
NASB: ‘the
crooked ... astute’ (= bengkok
/ tak jujur ... lihai / licik).
Kalau ayat ini bisa menyebut Allah sebagai ‘belat-belit’, ‘froward’ / ‘keras kepala’, ‘perverse’ / ‘jahat / menyimpang’, ‘shrewd’ / ‘licik’, ‘astute’ / ‘lihai / licik’, lalu mengapa tidak boleh menyebut Allah ‘tidak setia’? Kita bukan hanya menyebut Allah ‘tidak setia’, tetapi ‘Ia tidak setia kepada orang yang tidak setia’. Saya tidak melihat masalah dengan kata-kata itu, bahkan saya beranggapan, bahwa kalau memang maksud Paulus adalah seperti yang ditafsirkan oleh William Hendriksen, John Stott dsb, mengapa ia tidak menggunakan kata-kata ‘tidak setia’ saja supaya jangan ada salah pengertian?
William Hendriksen: “Nevertheless, the conclusion of the fourth line corresponds in thought with that of its parallel, the third line; for, the clause ‘he on his part remains faithful’ (line four) is, after all, the same (even more forcefully expressed!) as, ‘he on his part will also deny us,’ for faithfulness on his part means carrying out his threats (Matt. 10:33) as well as his promises (Matt. 10:32)! Divine faithfulness is a wonderful comfort for those who are loyal (I Thess. 5:24; II Thess. 3:3; cf. I Cor. 1:9; 10:13; II Cor. 1:18; Phil. 1:6; Heb. 10:23). It is a very earnest warning for those who might be inclined to become disloyal. It is hardly necessary to add that the meaning of the last line cannot be, ‘If we are faithless and deny him, nevertheless he, remaining faithful to his promise, will give us everlasting life.’ Aside from being wrong for other reasons, such an interpretation destroys the evident implication of the parallelism between lines three and four.” [= Bagaimanapun, kesimpulan dari baris ke 4 cocok dengan pemikiran dengan baris paralelnya, baris ke 3; karena, anak kalimat ‘pada pihakNya Dia tetap setia’ (baris ke 4) bagaimanapun juga adalah sama (bahkan dinyatakan dengan lebih kuat!) seperti, ‘di pihakNya Dia juga akan menyangkal kita’, karena kesetiaan di pihakNya berarti melaksanakan ancaman-ancamanNya (Mat 10:33) maupun janji-janjiNya (Mat 10:32)! Kesetiaan ilahi adalah suatu penghiburan yang luar biasa bagi mereka yang setia (1Tes 5:24; 2Tes 3:3; bdk. 1Kor 1:9; 10:13; 2Kor 1:18; Fil 1:6; Ibr 10:23). Itu adalah suatu peringatan yang sangat sungguh-sungguh bagi mereka yang cenderung untuk menjadi tidak setia. Hampir tak perlu ditambahkan bahwa arti dari baris terakhir tidak bisa adalah, ‘Jika kita tidak setia, dan menyangkalNya, bagaimanapun Ia, karena tetap setia kepada janjiNya, akan memberikan kita hidup yang kekal’. Disamping itu merupakan sesuatu yang salah karena alasan-alasan lain, penafsiran seperti itu menghancurkan maksud / pengertian yang jelas dari paralelisme antara baris ke 3 dan ke 4.].
Pertanyaan saya adalah: Apakah benar kalimat ke 3 dan 4 merupakan kalimat paralel? Bagaimana dengan adanya kata-kata ‘karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’ pada akhir dari ay 13? Bukankah ini menunjukkan bahwa kalimat 3 dan 4 tidak paralel? Mari kita baca lagi bagian itu.
Ay 11b-13: “(11b) ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
Perhatikan jawaban William Hendriksen di bawah ini.
William
Hendriksen: “The final clause of verse 13 is probably to be
regarded as a comment by Paul himself (not a part of the hymn): … ‘for to deny himself he is not able.’
If Christ failed to remain faithful to his threat as well as to his promise, he
would be denying himself, for
in that case he would cease to be The Truth. ... But for him to deny himself
is, of course, impossible. If it were possible, he would no longer be God!” [= Anak kalimat terakhir dari ayat 13 mungkin harus
dianggap sebagai suatu komentar oleh Paulus sendiri (bukan suatu bagian dari
nyanyian pujian): ... ‘Karena Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri’.
Jika Kristus gagal untuk tetap setia pada ancamanNya maupun pada janjiNya, Ia
akan menyangkal diriNya sendiri, karena dalam kasus itu Ia akan berhenti
sebagai Sang Kebenaran. ... Tetapi untuk Dia, tentu saja menyangkal diriNya
sendiri adalah mustahil. Seandainya itu memungkinkan, Ia bukanlah Allah lagi!].
Catatan:
a. Pertama-tama di bagian depan pembahasan text
ini, kita telah melihat bahwa ada pro kontra yang sangat hebat tentang apakah
dalam bagian ini Paulus memang mengutip suatu nyanyian pujian atau tidak.
b. Dan kalau Paulus memang mengutip suatu
nyanyian pujian, masih ada persoalan lain. Persoalannya adalah: apakah benar anak
kalimat terakhir itu merupakan tambahan dari Paulus sendiri, dan bukan
merupakan bagian dari kutipan dari nyanyian pujian itu? Sekalipun memungkinkan,
tetapi tidak ada kepastian dalam hal ini. Dan kalau anak kalimat terakhir itu
termasuk dalam nyanyian pujian itu, itu menghancurkan keparalelannya.
c. Pertanyaan yang sudah saya nyatakan di atas: Apakah
benar dua kalimat itu paralel? Tidak mungkinkah dua kalimat itu justru memang
bersifat mengkontraskan (antithesis)? Contoh:
·
Mat 10:32-33 - “(32) Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga
akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. (33) Tetapi barangsiapa
menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu
yang di sorga.’”.
·
Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi
barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan
murka Allah tetap ada di atasnya.’”.
·
Ro 5:15-19 - “(15) Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam.
Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam
kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karuniaNya, yang
dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus. (16)
Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman
atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran
itu mengakibatkan pembenaran. (17) Sebab, jika oleh dosa satu orang,
maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih
karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang
itu, yaitu Yesus Kristus. (18) Sebab itu, sama seperti oleh satu
pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian
pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup.
(19) Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah
menjadi orang berdosa, demikian pula oleh
ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.”.
·
1Kor 15:21-22 - “(21) Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia,
demikian juga kebangkitan orang mati datang
karena satu orang manusia. (22) Karena sama seperti semua orang mati
dalam persekutuan dengan Adam,
demikian pula semua orang akan dihidupkan
kembali dalam persekutuan dengan
Kristus.”.
·
1Kor 15:47-48 - “(47) Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat
jasmani, manusia kedua berasal dari sorga. (48) Makhluk-makhluk alamiah sama
dengan dia yang berasal dari debu tanah dan makhluk-makhluk sorgawi sama dengan
Dia yang berasal dari sorga.”.
Catatan: sekalipun dalam suatu pengkontrasan biasanya ada kata ‘tetapi’ (seperti dalam Mat 10:32-33 Yoh 3:36 Ro 5:16), tetapi tidak selalu (seperti dalam Ro 5:15,17-19 1Kor 15:21-22 1Kor 15:47-48).
2 Timotius 2:1-26(10)
2 Timotius 2: 11-13: “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
2. Ia tetap setia kepada kita.
Bible Knowledge Commentary: “If
we are faithless, He will remain faithful speaks not of the apostate, but of a
true child of God who nevertheless proves unfaithful (cf. 2 Tim 1:15). Christ
cannot disown Himself; therefore He will not deny even unprofitable members of
His own body. True children of God cannot become something other than children,
even when disobedient and weak. Christ’s faithfulness to Christians is not
contingent on their faithfulness to Him.” [= Kata-kata ‘Jika kita tidak setia, Ia akan tetap setia’, tidak
berbicara tentang seorang yang murtad, tetapi tentang seorang anak Allah yang
sejati, yang bagaimanapun terbukti tidak setia (bdk. 2Tim 1:15). Kristus tidak
bisa tidak mengakui diriNya sendiri; karena itu Ia tidak akan menyangkal bahkan
anggota-anggota tubuhNya sendiri yang tidak menguntungkan. Anak-anak Allah yang
sejati tidak bisa menjadi sesuatu yang lain dari anak-anak, bahkan pada saat
tidak taat dan lemah. Kesetiaan Kristus kepada orang-orang Kristen tidaklah
tergantung pada kesetiaan mereka kepada Dia.].
2Tim 1:15 - “Engkau tahu bahwa semua mereka yang di daerah Asia Kecil berpaling dari padaku; termasuk Figelus dan Hermogenes”.
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “But Paul makes it clear (2 Tim 2:13) that even our own doubt and unbelief cannot change Him: ‘He abideth faithful; He cannot deny Himself.’ We do not put faith in our faith or in our feelings because they will change and fail. We put our faith in Christ. The great missionary, J. Hudson Taylor, often said, ‘It is not by trying to be faithful, but in looking to the Faithful One, that we win the victory.’” [= Tetapi Paulus membuat jelas (2Tim 2:13) bahwa bahkan keraguan dan ketidak-percayaan kita sendiri tidak bisa mengubahNya: ‘Ia tetap setia; Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri’. Kita tidak beriman pada iman kita atau pada perasaan kita karena hal-hal itu akan berubah dan gagal. Kita beriman kepada Kristus. Misionaris yang besar / agung, J. Hudson Taylor, sering berkata, ‘Bukan dengan berusaha menjadi setia, tetapi dengan memandang kepada Yang Setia, maka kita memenangkan kemenangan’.].
Wilmington’s Bible Handbook
(Bible Survey):
“2:12-13 can seem contradictory; this is one possible
interpretation: (1) If we ‘deny’ Christ, that is, if we deny him first place in
our lives, he will also ‘deny’ us, that is, we will suffer the loss of our
rewards at his judgment seat (see exposition on 1 Cor 3:10-17). (2) But no
matter how ‘unfaithful’ we are, that is, no matter how much we fail him, he
will remain ‘faithful’ and will never ‘deny himself,’ that is, he will never go
back on his promise to save us (see 2:19; 2 Cor 1:19-22; Eph 1:13-14; 1 Peter
1:3-5)” [=
2:12-13 bisa kelihatan bertentangan; ini merupakan salah satu penafsiran yang
memungkinkan: (1) Jika kita ‘menyangkal’ Kristus, artinya, jika kita menyangkal
/ menolak untuk memberikan Dia tempat pertama dalam hidup kita, Ia juga akan
‘menyangkal’ kita, artinya, kita akan mengalami kehilangan pahala kita pada
kursi penghakimanNya (lihat exposisi tentang 1Kor 3:10-17). (2) Tetapi tak
peduli bagaimana ‘tidak setianya’ kita, artinya, tak peduli bagaimana banyaknya
kita melupakan / melalaikan Dia, Ia akan tetap ‘setia’ dan tidak akan pernah
‘menyangkal diriNya sendiri’, artinya, Ia tidak akan pernah mundur dari
janjiNya untuk menyelamatkan kita (lihat 2:19; 2Kor 1:19-22; Ef 1:13-14; 1Pet
1:3-5)].
2Tim
2:19 - “Tetapi dasar yang diletakkan
Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan
‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.
2Kor 1:19-22 - “(19) Karena Yesus Kristus, Anak Allah,
yang telah kami beritakan di tengah-tengah kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus
dan Timotius, bukanlah ‘ya’ dan ‘tidak’, tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya
ada ‘ya’. (20) Sebab Kristus adalah ‘ya’ bagi semua janji Allah. Itulah
sebabnya oleh Dia kita mengatakan ‘Amin’ untuk memuliakan Allah. (21) Sebab Dia
yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus,
adalah Allah yang telah mengurapi, (22) memeteraikan tanda milikNya atas kita
dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua
yang telah disediakan untuk kita”.
Ef 1:13-14 - “(13) Di dalam Dia kamu juga - karena
kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia
kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang
dijanjikanNya itu. (14) Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai
kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik
Allah, untuk memuji kemuliaanNya”.
1Pet 1:3-5 - “(3) Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmatNya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, (4) untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. (5) Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir”.
UBS New Testament Handbook Series: “‘Faithless’ is better translated in English as ‘unfaithful’ (compare TEV and CEV), with Christ as the implicit object of the unfaithfulness. This would make clear that ‘unfaithful’ is parallel to ‘deny’ in the previous verse, since to disown Christ is equivalent to being unfaithful to him. So one may translate ‘If we are unfaithful to him’ or ‘If we turn our backs on him.’ The second part of this verse is not what we expect it to be, considering the previous verse. So here we would have expected ‘he will also be unfaithful.’ In fact some scholars have suggested that the meaning of ‘he remains faithful’ is that Christ remains faithful to his sense of justice and will therefore pronounce judgment on those who are unfaithful to him. ... Attractive as this explanation may be, it is more likely that the object of faithfulness here is not Christ but the believers, that is, ‘he remains faithful to us.’ ‘He cannot be false to himself’ then means that Christ cannot turn his back on his true nature as the Savior who remains faithful to those who trust in him” [= Kata ‘faithless’ lebih baik diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai ‘tidak setia’ (bandingkan dengan TEV dan CEV), dengan Kristus sebagai obyek implicit / tidak langsung dari ketidak-setiaan. Ini akan membuat jelas bahwa ‘tidak setia’ paralel dengan ‘menyangkal’ dalam ayat sebelumnya, karena menyangkal / tidak mengakui Kristus adalah sama dengan tidak setia kepadaNya. Jadi seseorang bisa menterjemahkan ‘Jika kita tidak setia kepadaNya’ atau ‘Jika kita membelakangi Dia’. Bagian kedua dari ayat ini tidaklah seperti yang kita harapkan, kalau kita mempertimbangkan ayat sebelumnya. Jadi, di sini kita akan mengharapkan ‘Ia juga akan tidak setia’. Dalam faktanya beberapa sarjana telah mengusulkan bahwa arti dari ‘Ia tetap setia’ adalah bahwa Kristus tetap setia pada perasaan / pendirian tentang keadilan dan karena itu Ia akan mengumumkan penghakiman kepada mereka yang tidak setia kepadaNya. ... Sekalipun penjelasan ini menarik, adalah lebih memungkinkan bahwa obyek dari kesetiaan di sini bukanlah Kristus tetapi orang-orang percaya, yaitu, ‘Ia tetap setia kepada kita’. Jadi, ‘Ia tidak bisa tidak setia kepada diriNya sendiri’ artinya adalah bahwa Kristus tidak bisa membelakangi sifat dasarNya yang sejati sebagai Juruselamat yang tetap setia kepada mereka yang percaya kepadaNya].
Wuest’s Word Studies From the Greek New Testament: “The words, ‘believe not,’ are apisteuo, and refer here, not to the act of believing, but to unfaithfulness. ‘If we are untrue to the Lord Jesus in our Christian lives,’ is the idea. He abides faithful” (= Kata-kata ‘tidak percaya’ adalah APISTEUO, dan di sini menunjuk, bukan pada tindakan percaya, tetapi pada ketidak-setiaan. ‘Jika kita tidak setia kepada Tuhan Yesus dalam kehidupan Kristen kita’, adalah gagasannya. Ia tetap setia
The IVP New Testament Commentary Series: “While Paul does not go into the questions whether such apostates ever really ‘believed’ in Christ or what constitutes unfaithfulness to the point of denial, verse 13 may sound a note of hope intended for the church that has experienced defection and perhaps for the individual who has experienced defeat: ‘if we are faithless, he will remain faithful.’ The change from denial to ‘faithless’ (or ‘unfaithfulness’) marks a change in atmosphere (though the warning issued in verse 12 is no less real). ... Paul’s point may be that no matter what, God’s promise to save his people will not fail because some prove to be false. Or from a more personal point of view, it is possible that this is a promise that God will preserve even the weakest believer (Peter’s restoration in Jn 21:15-19 comes to mind). God must keep his promises, for they are grounded in his own being and ‘he cannot deny himself.’” [= Sementara Paulus tidak masuk ke dalam pertanyaan-pertanyaan apakah orang-orang murtad seperti itu pernah sungguh-sungguh percaya kepada Kristus atau apa yang merupakan / membentuk ketidak-percayaan kepada titik penyangkalan, ayat 13 bisa membunyikan / mengucapkan suatu nada pengharapan yang dimaksudkan untuk gereja yang telah mengalami kegagalan dan mungkin untuk individu yang telah mengalami kekalahan: ‘jika kita tidak setia, Ia akan tetap setia’. Perubahan dari penyangkalan kepada ‘tidak setia’ (atau ‘ketidaksetiaan’) menandai suatu perubahan dalam suasana (sekalipun peringatan yang dikeluarkan dalam ay 12 tidak kurang sungguh-sungguhnya). ... maksud Paulus bisa adalah bahwa tak peduli apapun yang terjadi, janji Allah untuk menyelamatkan umatNya tidak akan gagal karena / sekalipun sebagian umat terbukti palsu. Atau dari sudut pandang yang lebih pribadi, adalah mungkin bahwa ini adalah suatu janji bahwa Allah akan memelihara / menjaga / melindungi bahkan orang percaya yang paling lemah (pemulihan Petrus dalam Yoh 21:15-19 bisa diingat). Allah pasti memegang janji-janjiNya, karena mereka didasarkan pada diriNya / keberadaanNya sendiri, dan ‘Ia tidak dapat menyangkal diriNya sendiri’.] - Libronix.
Matt Proctor: “The fourth stanza is God’s response to a believer’s failure.
‘Faithless’ here does not refer to a complete lack of faith, but a wavering
faith (see Mark 9:24). Stanza 3 dealt with a person’s permanent rejection of
God, but this fourth stanza deals with a believer’s temporary lapse into
disobedience. If stanza 3 describes Judas’s once-for-all betrayal, stanza 4
describes Peter’s momentary denial. God promises here to be faithful to such a
person, despite their failings. As 1John 1:9 says, ‘If we confess our sins, he
is faithful and just and will forgive us our sins and purify us from all
unrighteousness.’ If a prodigal son returns, God welcomes him back with open
arms.” [= Bait
ke 4 adalah tanggapan Allah terhadap kegagalan seorang percaya. ‘Faithless’ di
sini tidak menunjuk pada sama sekali tidak adanya iman, tetapi suatu iman yang
ragu-ragu / goncang (lihat Mark 9:24). Bait ke 3 menangani penolakan permanen
dari seseorang terhadap Allah, tetapi bait ke 4 menangani orang percaya yang
tergelincir ke dalam ketidaktaatan untuk sementara. Jika bait ke 3
menggambarkan pengkhianatan sekali dan selamanya dari Yudas, bait ke 4
menggambarkan penyangkalan sementara dari Petrus. Allah menjanjikan di
sini untuk setia kepada orang seperti itu, sekalipun ada kegagalan-kegagalan
mereka. Seperti 1Yoh 1:9 katakan, ‘Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia
adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan
menyucikan kita dari segala kejahatan.’. Jika anak yang hilang kembali, Allah
menerimanya kembali dengan tangan terbuka.] - Libronix.
Mark 9:24 - “Segera ayah anak itu berteriak: ‘Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!’”.
Douglas J. W. Milne: “The final lines of the hymn give the assurance that ‘if we are faithless, he will remain faithful, for he cannot disown himself’ (verse 13). This could mean that the Lord will uphold his judicial threats against those who deny him, and that he will never be untrue to his own holiness and justice against those who defect from his side. But it can also mean that for the true believer united to Christ in the enduring bonds of the gospel covenant, the occasional or periodic lapse into sin does not negate the Saviour’s commitment to them. Jesus is grieved by the failures of his people, but his love for them endures. By their more serious sins believers may lose the enjoyment of Christ’s love, through wounding their conscience and grieving his Holy Spirit, but they can never lose their salvation (John 10:28f.; 1 Cor. 3:15). To the penitent disciple Christ promises his pardoning grace, and immediately works to restore the damage done to faith through sinning (Luke 22:31–34, 54–62; John 21:15–17). To do otherwise would be to deny himself as each Christian’s faithful Friend and Brother. This is something that ethically he cannot do.” [= Baris terakhir dari nyanyian pujian memberi jaminan / kepastian bahwa ‘jika kita tidak setia, Ia akan tetap setia, karena Ia tidak dapat menyangkal diriNya sendiri’ (ayat 13). Ini bisa berarti bahwa Tuhan akan memegang / menegakkan ancaman-ancaman penghakimanNya terhadap mereka yang menyangkalNya, dan bahwa Ia tidak akan pernah tidak benar kepada kekudusanNya dan keadilanNya sendiri terhadap mereka yang meninggalkan pihakNya. Tetapi itu juga bisa berarti bahwa untuk orang percaya yang sejati, yang dipersatukan dengan Kristus dalam ikatan yang bertahan dari perjanjian injil, penyelewengan yang kadang-kadang atau berkala ke dalam dosa tidaklah meniadakan komitmen dari sang Juruselamat kepada mereka. Yesus disedihkan oleh kegagalan-kegagalan umatNya, tetapi kasihNya untuk mereka bertahan. Oleh dosa-dosa mereka yang lebih serius, orang-orang percaya bisa kehilangan penikmatan kasih Kristus, melalui pelukaan hati nurani mereka dan tindakan mendukakan Roh Kudus, tetapi mereka tidak pernah bisa kehilangan keselamatan mereka (Yoh 10:28-dst; 1Kor 3:15). Kepada murid yang menyesal Kristus menjanjikan kasih karuniaNya yang mengampuni, dan dengan segera bekerja untuk memulihkan kerusakan yang dilakukan terhadap iman melalui tindakan-tindakan berdosa (Luk 22:31–34,54–62; Yoh 21:15–17). Melakukan yang sebaliknya / yang berbeda akan berarti menyangkal diriNya sendiri sebagai Sahabat dan Saudara yang setia dari setiap orang Kristen. Ini adalah sesuatu yang secara etis tidak bisa Ia lakukan.] - Libronix.
Gordon D.
Fee: “Line 4: ‘If we are faithless, he
will remain faithful’ (cf. Rom. 3:3). This line is full of surprises,
and it is also the one for which sharp differences of opinion exist regarding its interpretation. Some see it as a negative,
corresponding to line 3. ‘If we are
faithless’ (i.e., if we commit apostasy), God must be ‘faithful’ to himself and mete out
judgment. Although such an understanding is possible, it seems highly
improbable that this is what Paul himself intended. After all, that could have
been said plainly. The lack of a future verb with the adverb ‘also,’ as
well as the fact that God’s faithfulness in the NT is always in behalf
of his people, also tend to speak out against this view. What seems to have
happened is that, in a rather typical way (cf., e.g., 1 Cor. 8:3), Paul could
not bring himself to finish a sentence as it began. It is possible for us to
prove faithless; but Paul could not possibly say that God would then be faithless
toward us. Indeed, quite the opposite. ‘If
we are faithless’ (and the context demands this meaning of the verb apistoumen, not ‘unbelieving,’ as KJV,
et al.), this does not in any way affect God’s own faithfulness to his people.
This can mean either that God will override our infidelity with his grace (as
most commentators) or that his overall faithfulness to his gracious gift of
eschatological salvation for his people is not negated by the faithlessness of
some. This latter seems more in keeping with Paul and the immediate context.
Some have proved faithless, but God’s saving faithfulness has not been
diminished thereby. ... The final coda simply explains why the final apodosis
stands as it does: ‘because he cannot
disown himself.’ To do so would mean that God had ceased to be. Hence
eschatological salvation is for Paul ultimately rooted in the character of God.” [= Baris 4: ‘Jika kita tidak setia, Ia akan tetap
setia’ (bdk. Ro 3:3). Baris ini penuh dengan kejutan-kejutan, dan itu juga satu
baris untuk mana ada perbedaan-perbedaan pandangan yang tajam berkenaan dengan
penafsirannya. Sebagian orang melihatnya sebagai sesuatu yang negatif, sesuai
dengan baris 3. ‘Jika kita tidak beriman / percaya’ (artinya, jika kita
murtad), Allah pasti ‘setia’ kepada diriNya sendiri dan memberikan penghakiman
secara adil. Sekalipun pengertian seperti itu bisa saja, kelihatannya sangat
tidak mungkin bahwa ini adalah apa yang Paulus sendiri maksudkan. Bagaimanapun
juga, itu bisa saja dikatakan dengan jelas. Tidak adanya kata kerja
bentuk akan datang dengan kata keterangan ‘juga’, maupun fakta bahwa kesetiaan
Allah dalam PB selalu adalah demi umatNya, juga cenderung untuk berkata dengan
tegas menentang pandangan ini. Apa yang kelihatannya telah terjadi adalah
bahwa, dalam suatu cara yang agak khas (bdk. sebagai contoh, 1Kor 8:3), Paulus
tidak bisa menyelesaikan suatu kalimat yang ia mulai. Adalah mungkin bagi kita
untuk ternyata tidak setia; tetapi Paulus tidak mungkin bisa mengatakan bahwa
Allah lalu akan tidak setia terhadap kita. Yang terjadi, justru adalah apa yang
sebaliknya. ‘jika kita tidak setia’ (dan kontext menuntut arti ini dari kata
kerja APISTOUMEN, bukanlah ‘tidak percaya’, seperti KJV, dll.), ini tidaklah
dengan cara apapun mempengaruhi kesetiaan Allah sendiri kepada umatNya. Ini
bisa berarti, atau bahwa Allah akan melindas ketidak-setiaan kita dengan kasih
karuniaNya (seperti kebanyakan penafsir) atau bahwa kesetiaanNya yang
menyeluruh / mencakup segala sesuatu pada anugerahNya yang penuh kasih karunia
dari keselamatan yang bersifat eskatologi untuk umatNya, tidak akan ditiadakan
oleh ketidak-setiaan dari sebagian umatNya. Yang belakangan ini kelihatannya
lebih sesuai dengan Paulus dan kontext yang paling dekat. Sebagian orang
ternyata tidak setia, tetapi kesetiaan yang menyelamatkan dari Allah tidaklah
dikurangi karenanya. ... Bagian terakhir / penutup sekedar menjelaskan mengapa
kesimpulan terakhir ada sebagai ia ada: ‘karena Ia tidak dapat menyangkal
diriNya sendiri’. Melakukan seperti itu akan berarti bahwa Allah telah berhenti
sebagai Allah / berhenti ada. Jadi, keselamatan yang bersifat eskatologi bagi
Paulus berakar pada akhirnya pada / dalam karakter dari Allah.] - ‘The
New International Biblical Commentary’ (Libronix).
1Kor 8:3 - “Tetapi orang yang mengasihi Allah,
ia dikenal oleh Allah.”.
Catatan: Saya tak mengerti apa maksudnya
ia memberikan 1Kor 8:3 ini sebagai referensi / contoh.
Penafsir ini memberikan
beberapa argumentasi yang bagus / menarik mengapa ia memilih pandangan kedua.
Argumentasinya (bagian yang saya garis-bawahi) adalah:
a. Kalau Paulus memang memaksudkan bahwa Allah
akan setia pada ancaman-ancamanNya dan menghukum orang yang tidak setia itu, ia
bisa mengatakannya dengan jelas, sehingga tidak ada keraguan tentang apa yang
ia maksudkan.
b. Tidak ada kata kerja dalam bentuk future /
akan datang, dan tidak adanya kata ‘also’
(= juga) dalam bagian itu.
KJV: ‘(11b) For if we be dead with him, we shall also
live with him: (12) If we
suffer, we shall also
reign with him: if we deny him, he also will deny us: (13) If we believe not, yet he abideth faithful: he cannot
deny himself.’.
Ay 11-13: “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita
mati dengan Dia, kitapun (also
/ juga) akan hidup dengan
Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun (also
/ juga) akan ikut memerintah
dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun (also / juga) akan
menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak
dapat menyangkal diriNya.’”.
Catatan: dalam ay 11-12 kata ‘also’ (= juga), yang diterjemahkan dari
kata Yunani KAI (biasanya diterjemahkan ‘dan’, atau ‘tetapi’, tetapi bisa juga
diterjemahkan ‘also’ / ‘juga’ - Bible
Works 7), seharusnya muncul 3 x (ini ada dalam KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV). Tetapi
dalam ay 13 kata itu tidak ada! Mengapa tidak ada? Karena kata-kata ‘jika kita tidak setia’ memang kontras dengan
kata-kata ‘Dia
tetap setia’! Karena
itu, menurut saya ini semua menunjukkan bahwa di sini terjadi bukan
keparalelan, tetapi pengkontrasan!
c. Dalam Perjanjian Baru kesetiaan Allah selalu
diartikan bagi umatNya!
Memang pada waktu saya sendiri melihat
kata ‘setia’ dalam konkordansi, maka dalam
seluruh Alkitab (dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru), tidak pernah kata ‘setia’, pada waktu diterapkan kepada
Allah, diartikan sebagai ‘setia pada janji-janji / ancaman-ancamanNya’!
Saya ingin menambahkan bahwa kalau
yang dimaksudkan adalah ‘Allah setia pada firman / janji / ancamanNya’,
Alkitab selalu menuliskan secara jelas / explicit seperti dalam
contoh-contoh di bawah ini.
· Ul 7:9 - “Sebab itu haruslah kauketahui, bahwa TUHAN, Allahmu, Dialah
Allah, Allah yang setia, yang memegang
perjanjian dan kasih setiaNya terhadap orang yang kasih kepadaNya dan
berpegang pada perintahNya, sampai kepada beribu-ribu keturunan,”.
·
Ul 7:12 - “‘Dan akan terjadi, karena
kamu mendengarkan peraturan-peraturan itu serta melakukannya dengan setia, maka
terhadap engkau TUHAN, Allahmu, akan memegang perjanjian dan kasih setiaNya yang diikrarkanNya dengan sumpah kepada nenek moyangmu.”.
·
Maz 145:13 - “KerajaanMu
ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahanMu tetap melalui segala keturunan. TUHAN
setia dalam segala perkataanNya dan
penuh kasih setia dalam segala perbuatanNya.”.
· Dan 9:4 - “Maka aku memohon kepada TUHAN, Allahku, dan mengaku dosaku, demikian: ‘Ah Tuhan, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang memegang Perjanjian dan kasih setia terhadap mereka yang mengasihi Engkau serta berpegang pada perintahMu!”.
Alasan-alasan lain bagi saya untuk memilih arti ke 2 adalah:
a. Mari kita memperhatikan dan menganalisa kata-kata ‘jika kita tidak setia’.
Pada waktu saya melihat dalam
konkordansi, maka kata-kata ‘tidak setia’ pada waktu ditujukan kepada manusia dalam hubungannya dengan
Allah, pada umumnya / hampir semua menunjukkan ketidak-percayaan (tidak
adanya iman yang sejati). Jadi, biasanya kata-kata ini ditujukan kepada orang
yang tidak percaya / orang kristen KTP.
Misalnya:
·
1Taw 10:13 - “Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia
terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga
karena ia telah meminta petunjuk dari arwah”.
·
Maz 78:8 - “dan jangan seperti nenek
moyang mereka, angkatan pendurhaka dan pemberontak, angkatan yang tidak tetap
hatinya dan tidak setia jiwanya kepada Allah”.
Dalam kasus dimana yang ‘tidak setia’ adalah orang yang tidak percaya
/ orang kristen KTP, maka jelas tidak mungkin kita menafsirkan bahwa dalam
keadaan seperti ini Yesus akan tetap setia kepada mereka. Maka kita harus
mengambil penafsiran pertama, yaitu bahwa Ia tetap setia pada ancaman-ancaman
dan janji-janjiNya.
Bdk. Yer 16:3-6 - “(3) Sebab beginilah firman TUHAN tentang anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan yang lahir di tempat ini, tentang ibu-ibu mereka yang melahirkan mereka dan tentang bapa-bapa mereka yang memperanakkan mereka di negeri ini: (4) Mereka akan mati karena penyakit-penyakit yang membawa maut; mereka tidak akan diratapi dan tidak akan dikuburkan; mereka akan menjadi pupuk di ladang; mereka akan habis oleh pedang dan kelaparan; mayat mereka akan menjadi makanan burung-burung di udara dan binatang-binatang di bumi. (5) Sungguh, beginilah firman TUHAN: Janganlah masuk ke rumah perkabungan, dan janganlah pergi meratap dan janganlah turut berdukacita dengan mereka, sebab Aku telah menarik damai sejahtera pemberianKu dari pada bangsa ini, demikianlah firman TUHAN, juga kasih setia dan belas kasihanKu. (6) Besar kecil akan mati di negeri ini; mereka tidak akan dikuburkan, dan tidak ada orang yang akan meratapi mereka; tidak ada orang yang akan menoreh-noreh diri dan yang akan menggundul kepala karena mereka.”.
Tetapi dalam Alkitab jelas juga
ada kata-kata ‘tidak
setia’ yang
diterapkan kepada orang-orang percaya yang sungguh-sungguh yang jatuh ke dalam
dosa. Contoh:
·
Im 5:15-16 - “(15) ‘Apabila seseorang berubah setia dan tidak sengaja
berbuat dosa dalam sesuatu hal kudus yang dipersembahkan kepada TUHAN, maka
haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN sebagai tebusan salahnya seekor domba
jantan yang tidak bercela dari kambing domba, dinilai menurut syikal perak,
yakni menurut syikal kudus, menjadi korban penebus salah. (16) Hal kudus yang
menyebabkan orang itu berdosa, haruslah dibayar gantinya dengan menambah
seperlima, lalu menyerahkannya kepada imam. Imam harus mengadakan pendamaian
bagi orang itu dengan domba jantan korban penebus salah itu, sehingga ia menerima
pengampunan.”.
Catatan: kata-kata ‘berubah setia’ dalam Im 5:15 diterjemahkan
bermacam-macam oleh Kitab Suci bahasa Inggris, tetapi Bible Works 7 mengatakan
bahwa kata itu terjemahannya memang adalah ‘bertindak dengan tidak setia’. Terjemahan NASB juga menterjemahkan
seperti itu. Hal yang sama muncul dalam Im 6:2 (baca sampai dengan ay 7nya), Im
26:40 (baca sampai dengan ay 45nya), Bil 5:6 (baca sampai dengan ay 7). Text
ini kelihatannya menunjuk kepada orang percaya yang sungguh-sungguh yang jatuh
ke dalam dosa, karena ada pendamaian dan pengampunan bagi dia.
·
Ezra 9-10, kita lihat beberapa ayat saja.
Ezr 9:2,4 - “(2) Karena mereka telah
mengambil isteri dari antara anak perempuan orang-orang itu untuk diri sendiri
dan untuk anak-anak mereka, sehingga bercampurlah benih yang kudus dengan
penduduk negeri, bahkan para pemuka dan penguasalah yang lebih dahulu melakukan
perbuatan tidak setia itu.’ ... (4) Lalu berkumpullah kepadaku semua
orang yang gemetar karena firman Allah Israel, oleh sebab perbuatan tidak
setia orang-orang buangan itu, tetapi aku tetap duduk tertegun sampai
korban petang.”.
Ezr 10:2,6,10 - “(2) Maka berbicaralah
Sekhanya bin Yehiel, dari bani Elam, katanya kepada Ezra: ‘Kami telah melakukan
perbuatan tidak setia terhadap Allah kita, oleh karena kami telah
memperisteri perempuan asing dari antara penduduk negeri. Namun demikian
sekarang juga masih ada harapan bagi Israel. ... (6) Sesudah itu Ezra pergi
dari depan rumah Allah menuju bilik Yohanan bin Elyasib, dan di sana ia
bermalam dengan tidak makan roti dan minum air, sebab ia berkabung karena
orang-orang buangan itu telah melakukan perbuatan tidak setia. ... (10) Maka
bangkitlah imam Ezra, lalu berkata kepada mereka: ‘Kamu telah melakukan
perbuatan tidak setia, karena kamu memperisteri perempuan asing dan
dengan demikian menambah kesalahan orang Israel.”.
Sederetan ayat dalam kitab Ezra
ini menunjukkan bahwa orang-orang Israel itu tidak setia dalam arti mereka
jatuh ke dalam dosa (mengambil istri asing), tetapi kelihatannya mereka
adalah orang-orang percaya karena akhirnya mereka bertobat dari dosa itu.
Bdk. Ezra 10:44 - “Mereka sekalian mengambil sebagai isteri perempuan asing; maka mereka menyuruh pergi isteri-isteri itu dengan anak-anaknya.”.
Tetapi ayat yang paling jelas yang
berbicara tentang orang-orang percaya yang tidak setia adalah ayat di bawah
ini, karena ayat ini berbicara tentang Musa dan Harun, yang pasti adalah orang
percaya.
Ul 32:51 - “oleh sebab kamu telah berubah setia terhadap Aku
di tengah-tengah orang Israel, dekat mata air Meriba di Kadesh di padang gurun
Zin, dan oleh sebab kamu tidak menghormati
kekudusanKu di tengah-tengah orang Israel”.
Catatan: Kata ‘kamu’ yang saya beri garis bawah ganda ada dalam bentuk jamak, dan karena itu menunjuk bukan kepada Musa saja, tetapi kepada Musa dan Harun.
Dalam kasus seperti ini (orang kristen sejati yang tidak setia), bisa dipastikan bahwa kata-kata ‘Dia tetap setia’ diberi obyek ‘orang percaya / orang Kristen’ (penafsiran kedua). Jadi seluruh kalimat artinya menjadi, ‘Jika kita (orang Kristen) tidak setia, Dia akan tetap setia (kepada kita)’. Ia tidak akan membuang kita / memasukkan kita ke dalam neraka.
Bdk. Yer 31:3 - “Dari jauh TUHAN menampakkan
diri kepadanya: Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setiaKu kepadamu.”.
Catatan: baca Yer 30 yang menunjukkan bahwa tadinya mereka dihajar oleh Tuhan karena dosa-dosa mereka!
Kesukaran dalam menafsirkan ayat ini adalah: Paulus tidak menjelaskan orang yang ‘tidak setia’ itu orang kristen yang sejati atau orang kristen KTP.
b. Arti ke 2 ini cocok dengan banyak ayat Alkitab seperti di bawah
ini:
·
2Sam 7:14-15 - “(14) Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anakKu.
Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai
orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. (15) Tetapi kasih
setiaKu tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada
Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu.”.
·
Yes 54:5-8,10 - “(5) Sebab yang menjadi suamimu ialah Dia yang menjadikan engkau,
TUHAN semesta alam namaNya; yang menjadi Penebusmu ialah Yang Mahakudus, Allah
Israel, Ia disebut Allah seluruh bumi. (6) Sebab seperti isteri yang
ditinggalkan dan yang bersusah hati TUHAN memanggil engkau kembali; masakan isteri
dari masa muda akan tetap ditolak? firman Allahmu. (7) Hanya sesaat
lamanya Aku meninggalkan engkau, tetapi karena kasih sayang yang besar Aku
mengambil engkau kembali. (8) Dalam murka yang meluap Aku telah
menyembunyikan wajahKu terhadap engkau sesaat lamanya, tetapi dalam kasih setia abadi Aku telah mengasihani
engkau, firman TUHAN, Penebusmu. ... (10) Sebab biarpun gunung-gunung
beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setiaKu tidak akan beranjak
dari padamu dan perjanjian damaiKu tidak akan bergoyang, firman TUHAN, yang
mengasihani engkau.”.
· Rat 3:31-33 - “(31) Karena tidak untuk selama-lamanya Tuhan mengucilkan. (32) Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setiaNya. (33) Karena tidak dengan rela hati Ia menindas dan merisaukan anak-anak manusia.”.
Ada penafsir-penafsir yang kelihatannya menggabungkan kedua arti di atas.
Barclay: “Jesus Christ cannot vouch in eternity for a man who has refused to have anything to do with him in time; but he is for ever true to the man who, however much he has failed, has tried to be true to him” (= Yesus Kristus tidak bisa menjamin dalam kekekalan bagi seseorang yang telah menolak untuk mempunyai urusan apapun dengan Dia dalam waktu; tetapi Ia selama-lamanya setia kepada orang yang bagaimanapun hebatnya ia telah gagal, telah berusaha untuk setia kepada Dia) - hal 170.
The Preacher’s Commentary
Series (vol 32):
“We would
expect the hymn to repeat the parallel in its conclusion to the effect that if
we are faithless, God is faithless. But notice the dramatic shift: ‘If we are faithless, He remains faithful; He
cannot deny Himself.’ Because of this shift, the meaning is not easy to
pin down. On the one hand, it might appear that God’s faithfulness, ‘no matter
what,’ offsets the fear engendered by the thought of Jesus’ denial of us. If
pressed, this leads to a concept of unconditional love on God’s part in which,
ultimately, our actions have no lasting consequence. God will always tidy up
our messes. On the other hand, this statement can be read as a statement of
dreadful finality. His faithfulness is to Himself. Thus, as our denial of Him
results in His denial of us, so our faithlessness to Him results in His
faithfulness to Himself - which is to judge us for our infidelity. I don’t
think we have to get pressed to either extreme. Don’t forget that this was
likely a hymn, not a theological treatise. I’m satisfied that both notes need
to be sounded. Denial and infidelity, in their many forms, must be taken
seriously. Grace and unconditional love must never be distorted to mean that
our actions do not have meaning or consequences. We must be responsible for our
conduct - with God and with others. In this sense God’s faithfulness must mean
that He cannot contradict Himself. The God of love and mercy is also the God of
justice and righteousness. The prophet Hosea is the classic spokesman to this
problem. He saw clearly the denial and faithlessness of the people of God. He
boldly portrayed Israel’s behavior in terms of his own unfaithful wife. God is
seen both as bringing judgment upon Israel and as finally wooing and winning
her back. ‘How can I give you up, Ephraim? How can I hand you over, Israel?… I
will not execute the fierceness of My anger… for I am God, and not man’ (Hos.
11:8–9). Paul’s words to the Corinthians seem to say the same thing. In 1
Corinthians 3:11–15, he portrays the Christian life as building upon the
foundation which is Jesus Christ. The deeds of our lives are likened to ‘gold,
silver, precious stones, wood, hay, straw.’ In our final accounting to God, our
works will be tested by fire - some will endure, some will be consumed as
worthless. But Paul’s conclusion affirms God’s ultimate mercy: ‘If anyone’s
work is burned, he will suffer loss; but he himself will be saved, yet so as
through fire’ (1 Cor. 3:15). I
take this to be bad news and good news. For God to be faithful to Himself, our
behavior must have meaning, and that means that our actions have consequences
that God Himself will not abridge. But God also promises us salvation in
Christ. Whether or not our works endure the test of fire, in Christ we will be
saved. The central motive for faithfulness to God is not the fear of being
rejected by God. The driving force for fidelity to God is the positive desire to
please the One who loves us so!” [= Kita akan mengharapkan nyanyian pujian ini untuk
mengulang keparalelan dalam kesimpulannya kira-kira dengan sesuatu yang berarti
bahwa jika kita tidak setia, Allah juga tidak setia. Tetapi perhatikan
pergeseran yang dramatis: ‘Jika kita tidak setia, Ia tetap setia; Ia tidak
dapat menyangkal diriNya sendiri’. Karena pergeseran ini, artinya tidak mudah
untuk dipastikan. Di satu pihak, bisa terlihat bahwa kesetiaan Allah, ‘tak
peduli apapun yang terjadi’, mengimbangi rasa takut yang ditimbulkan oleh
pemikiran tentang penyangkalan Yesus terhadap kita. Jika ditekankan, ini
membimbing pada suatu konsep tentang kasih yang tak bersyarat di pihak Allah
dalam mana, pada akhirnya, tindakan-tindakan kita tidak mempunyai konsekwensi yang
abadi. Allah akan selalu membereskan kekacauan-kekacauan kita. Di lain pihak, pernyataan ini bisa dibaca sebagai
suatu pernyataan tentang akhir yang menakutkan. KesetiaanNya adalah kepada
diriNya sendiri. Jadi, seperti penyangkalan kita terhadap Dia mengakibatkan
penyangkalanNya terhadap kita, demikianlah ketidak-setiaan kita kepadaNya
mengakibatkan dalam kesetiaanNya kepada diriNya sendiri - yang harus menghakimi
kita untuk ketidak-setiaan kita. Saya tidak berpikir / menganggap kita
harus menekankan extrim yang manapun. Jangan lupa bahwa ini mungkin sekali
adalah suatu nyanyian pujian, bukan suatu buku / karangan theologia. Saya yakin
bahwa kedua catatan perlu untuk dibunyikan. Penyangkalan dan ketidak-setiaan,
dalam bentuk-bentuk mereka yang banyak, harus dipandang secara serius. Kasih
karunia dan kasih yang tak bersyarat tidak pernah boleh diubah / disimpangkan
untuk berarti bahwa tindakan-tindakan kita tidak mempunyai arti atau
konsekwensi-konsekwensi. Kita harus bertanggung jawab untuk tingkah laku kita -
dengan Allah dan dengan orang-orang lain. Dalam arti ini kesetiaan Allah harus
berarti bahwa Ia tidak bisa menentang diriNya sendiri. Allah dari kasih dan
belas kasihan juga adalah Allah dari keadilan dan kebenaran. Nabi Hosea adalah
jurubicara klasik bagi problem ini. Ia melihat dengan jelas penyangkalan dan ketidak-setiaan
dari umat Allah. Ia dengan berani menggambarkan kelakuan Israel dalam
istilah-istilah dari istrinya sendiri yang tidak setia. Allah terlihat baik
sebagai membawa penghakiman atas Israel dan akhirnya sebagai membujuk dan
memenangkan ia kembali. ‘Bagaimana Aku bisa menyerahkan engkau, Efraim? Bagaimana Aku bisa
menyerahkan engkau, Israel? ... Aku tidak akan melaksanakan keganasan murkaKu
... sebab Aku ini Allah, dan bukan manusia’ (Hos 11:8-9). Kata-kata Paulus
kepada orang-orang / jemaat Korintus kelihatannya mengatakan hal yang sama.
Dalam 1Kor 3:11-15, ia menggambarkan kehidupan Kristen seperti membangun
di atas fondasi yang adalah Yesus Kristus. Tindakan-tindakan / perbuatan-perbuatan
dari kehidupan kita disamakan dengan ‘emas, perak, batu-batu berharga, kayu,
rumput kering, jerami’. Dalam pertanggungan jawab akhir kita kepada Allah,
pekerjaan-pekerjaan kita akan diuji dengan api - sebagian akan bertahan,
sebagian akan dihabiskan sebagai tidak berharga. Tetapi kesimpulan Paulus menegaskan belas kasihan terakhir dari Allah: ‘Jika
pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan
diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.’ (1Kor 3:15). Saya mengartikan ini sebagai kabar buruk dan kabar baik.
Bagi Allah untuk setia kepada diriNya sendiri, kelakuan kita harus mempunyai
arti, dan itu berarti bahwa tindakan-tindakan kita mempunyai
konsekwensi-konsekwensi yang Allah sendiri tidak akan / mau mengurangi. Tetapi
Allah juga menjanjikan kita keselamatan dalam Kristus. Apakah
pekerjaan-pekerjaan kita bertahan dari ujian api itu, dalam Kristus kita akan
diselamatkan. Motivasi sentral untuk kesetiaan kepada Allah bukanlah rasa takut
untuk ditolak oleh Allah. Kekuatan yang mendorong untuk kesetiaan kepada Allah
adalah keinginan yang positif untuk menyenangkan Dia yang mengasihi kita
seperti itu!] - hal 268-269 (Libronix).
Hos 11:8-9 - “(8) Masakan Aku membiarkan
engkau, hai Efraim, menyerahkan engkau, hai Israel? Masakan Aku membiarkan
engkau seperti Adma, membuat engkau seperti Zeboim? HatiKu berbalik dalam
diriKu, belas kasihanKu bangkit serentak. (9) Aku tidak akan melaksanakan
murkaKu yang bernyala-nyala itu, tidak akan membinasakan Efraim kembali. Sebab
Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu, dan Aku tidak
datang untuk menghanguskan.”.
1Kor 3:11-15 - “(11) Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. (12) Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, (13) sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. (14) Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. (15) Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.”.
Saya tak setuju dengan tafsiran yang menggabungkan seperti ini. Saya berpendapat Paulus pasti memaksudkan yang pertama atau yang kedua. Tidak mungkin keduanya. Dan saya memilih yang kedua.
6) “karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’” (ay 13b).
John Stott: “The
idea that there may be something which God ‘cannot’ do is entirely foreign to
some people. Can he not do anything and everything? Are not all things possible
to him? Is he not omnipotent? Yes, but God’s omnipotence needs to be
understood. God is not a totalitarian tyrant that he should exercise his power
arbitrarily and do absolutely anything whatsoever. God’s omnipotence is the
freedom and the power to do absolutely anything he chooses to do. But he
chooses only to do good, only to work according to the perfection of his
character and will. God can do everything consistent with being himself. The
one and only thing he cannot do, because he will not, is to deny himself
or act contrary to himself. So God remains for ever himself, the same God of
mercy and of justice, fulfilling his promises (whether of blessing or of
judgment), giving us life if we die with Christ and a kingdom if we endure, but
denying us if we deny him, just as he warned, because he cannot deny himself.” [= Gagasan
bahwa di sana bisa ada sesuatu yang Allah ‘tidak dapat’ lakukan, sepenuhnya
asing bagi sebagian orang. Tidak bisakah Ia melakukan apapun dan setiap hal?
Bukankah segala sesuatu mungkin bagi Dia? Bukankah Ia maha kuasa? Ya, tetapi
kemaha-kuasaan Allah perlu untuk dimengerti. Allah bukanlah seorang tiran yang
memegang kendali sepenuhnya sehingga Ia menggunakan kuasaNya dengan
sewenang-wenang dan melakukan secara mutlak apapun juga. Kemahakuasaan Allah
adalah kebebasan dan kuasa untuk melakukan secara mutlak apapun yang Ia pilih
untuk lakukan. Tetapi Ia hanya memilih untuk melakukan yang baik, hanya bekerja
menurut kesempurnaan dari karakter dan kehendakNya. Allah bisa melakukan segala
sesuatu yang konsisten dengan menjadi diriNya sendiri. Satu-satunya hal yang Ia
tidak dapat lakukan, karena Ia tidak mau melakukannya, adalah menyangkal
diriNya sendiri atau bertindak bertentangan dengan diriNya sendiri. Jadi Allah
akan tetap menjadi diriNya sendiri, Allah yang sama dari belas kasihan dan dari
keadilan, menggenapi janji-janjiNya (apakah tentang berkat atau tentang
penghakiman), memberi kita hidup jika kita mati dengan Kristus dan suatu
kerajaan jika kita bertahan, tetapi menyangkal kita jika kita menyangkal Dia,
persis seperti yang Ia peringatkan, karena Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri.].
Catatan: saya tak setuju dengan kata-kata Stott yang saya garis-bawahi. Menurut saya Allah bukan tidak dapat karena Ia tidak mau. Tetapi Ia memang tidak dapat / tidak bisa, menyangkal diriNya sendiri.
UBS New Testament Handbook Series: “‘He cannot be false to himself’ then means that Christ cannot turn his back on his true nature as the Savior who remains faithful to those who trust in him” (= Jadi, ‘Ia tidak bisa tidak setia kepada diriNya sendiri’ artinya adalah bahwa Kristus tidak bisa membelakangi sifat dasarNya yang sejati sebagai Juruselamat yang tetap setia kepada mereka yang percaya kepadaNya).
Gordon D. Fee: “The final coda simply explains why the final apodosis stands as it does: ‘because he cannot disown himself.’ To do so would mean that God had ceased to be. Hence eschatological salvation is for Paul ultimately rooted in the character of God.” (= Bagian terakhir / penutup sekedar menjelaskan mengapa kesimpulan terakhir ada sebagai ia ada: ‘karena Ia tidak dapat menyangkal diriNya sendiri’. Melakukan seperti itu akan berarti bahwa Allah telah berhenti sebagai Allah / berhenti ada. Jadi, keselamatan yang bersifat eskatologi bagi Paulus berakar pada akhirnya pada / dalam karakter dari Allah.) - ‘The New International Biblical Commentary’ (Libronix).
2 Timotius 2:1-26(11)
2Timotius 2:14-19 - “(14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang. (19) Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.
2 Timotius 2: 14: “Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya.”.
1) “Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka”.
Bible Knowledge Commentary
mengatakan bahwa kata ‘ingatkanlah’ (HUPOMIMNESKE) ada dalam bentuk present imperative yang
menunjukkan bahwa ini harus dilakukan terus menerus.
Catatan: kata ‘pesankanlah’ sebetulnya bukanlah kata perintah tetapi suatu ‘participle’ [KJV/ASV/NKJV: ‘charging’ (= menegaskan / memerintahkan)].
Kata ‘mereka’ menunjuk kepada orang-orang Kristen dari gereja Efesus yang sedang bersama-sama dengan Timotius pada saat itu. Kata-kata ‘semuanya itu’ bisa diartikan menunjuk pada apa yang dikatakan oleh Paulus sebelum ay 14 ini, yaitu 2Tim 2:11-13, atau menunjuk pada apa yang akan dikatakan oleh Paulus setelah ini (UBS New Testament Handbook Series). Dan penafsir yang sama lebih memilih tafsiran yang pertama.
Bible Knowledge Commentary: “The bulk of preaching to a knowledgeable audience frequently consists of reminding them of what they already know.” (= Bagian terbesar dari khotbah kepada pendengar yang berpengetahuan banyak, sering terdiri dari pengingatan mereka tentang apa yang telah mereka ketahui.).
Calvin: “‘Remind them of these things.’ The expression (tau~ta) these things, is highly emphatic. It means that the summary of the gospel which he gave, and the exhortations which he added to it, are of so great importance, that a good minister ought never to be weary of exhibiting them; for they are things that deserve to be continually handled, and that cannot be too frequently repeated.” (= ‘Ingatkanlah mereka tentang hal-hal ini’. Ungkapan TAUTA, ‘hal-hal ini’, sangat ditekankan. Itu berarti bahwa ringkasan dari injil yang ia berikan, dan nasehat-nasehat yang ia tambahkan kepadanya, adalah begitu penting, sehingga seorang pendeta yang baik seharusnya tidak pernah bosan untuk menunjukkan hal-hal itu; karena itu adalah hal-hal yang layak untuk ditangani terus menerus, dan yang tidak bisa terlalu sering diulang.).
2) “di hadapan Allah,”.
KJV/RSV: ‘before the Lord’ (= di hadapan Tuhan).
NIV: ‘before God’ (= di hadapan Allah).
NASB: ‘in the presence of God’ (= dalam kehadiran Allah).
Perbedaan ‘the Lord’ (= Tuhan) dan ‘God’ (= Allah) terjadi karena adanya textual problem / perbedaan manuscript. Pada umumnya penafsir-penafsir lebih memilih ‘God’ (= Allah). Tetapi ini bukan perbedaan yang penting, karena dalam hal arti tidak memberi pengaruh apa-apa.
3) “agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali
tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya.”.
KJV: ‘that they strive not about words to no profit, but to the subverting of the hearers.’ (= supaya mereka jangan bertengkar tentang kata-kata tanpa ada gunanya, kecuali menghancurkan / merusak pendengar-pendengarnya).
Ini sudah saya ajarkan dalam membahas 1Tim 6:4 - “ia adalah seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa. Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang menyebabkan dengki, cidera, fitnah, curiga,”.
Barnes’ Notes (tentang 2Tim 2:14): “It is rare, indeed, that a religious controversy does not produce this effect, and this is commonly the case, where, as often happens, the matter in dispute is of little importance.” (= Memang jarang bahwa suatu kontroversi agamawi tidak menghasilkan hasil / akibat ini, dan ini biasanya merupakan kasusnya dimana, seperti sering terjadi, persoalan yang diperdebatkan sangat tidak penting.)
Calvin (tentang 2Tim 2:14): “‘Solemnly charging them before the Lord, not to dispute about words.’ Logomacei~n means to engage earnestly in contentious disputes, which are commonly produced by a foolish desire of being ingenious. Solemn charging before the Lord is intended to strike terror; and from this severity we learn how dangerous to the Church is that knowledge which leads to debates, that is, which disregards piety, and tends to ostentation. ... ‘For no use.’ On two grounds, logomaci>a, or ‘disputing about words,’ is condemned by him. It is of no advantage, ... Paul’s words may be explained in this manner, ‘That which is useful for nothing.’ ... Let us remark, first, that, when a manner of teaching does no good, for that single reason it is justly disapproved; for God does not wish to indulge our curiosity, but to instruct us in a useful manner. Away with all speculations, therefore, which produce no edification!” (= ‘Meminta / memerintahkan mereka dengan khidmat di hadapan Tuhan, untuk tidak bertengkar / berdebat tentang kata-kata’. LOGOMAKHEIN berarti terlibat secara sungguh-sungguh dalam pertengkaran / perdebatan yang terjadi karena kegemaran akan hal itu, yang biasanya dihasilkan oleh suatu keinginan yang bodoh dari orang pintar. Perintah yang khidmat di hadapan Tuhan dimaksudkan untuk mendatangkan rasa takut; dan dari kekerasan ini kita belajar betapa berbahaya bagi Gereja, pengetahuan yang membimbing pada perdebatan, yaitu, yang tidak menghiraukan kesalehan, dan cenderung pada pameran. ‘Yang tak berguna’. Berdasarkan dua hal, LOGOMAKHIA, atau ‘berdebat tentang kata-kata’ dikecam olehnya. Itu tak punya manfaat / keuntungan, ... kata-kata Paulus bisa dijelaskan dengan cara ini, ‘hal yang sama sekali tidak berguna’. ... Pertama-tama, baiklah kita mengatakan bahwa pada waktu suatu cara mengajar tidak membawa kebaikan, maka untuk satu alasan itu saja hal itu secara benar harus dicela; karena Allah tidak ingin memuaskan keingin-tahuan kita, tetapi mengajar kita dengan suatu cara yang berguna. Karena itu, jauhkanlah / buanglah semua spekulasi, yang tidak menghasilkan pendidikan!).
Calvin: “But the second is much worse, when questions are raised, which are not only unprofitable, but tend to the subversion of the hearers. I wish that this were attended to by those who are always armed for fighting with the tongue, and who, in every question are looking for grounds of quarreling, and who go so far as to lay snares around every word or syllable. But they are carried in a wrong direction by ambition, and sometimes by an almost fatal disease; which I have experienced in some. What the Apostle says about subverting is shown, every day, by actual observation, to be perfectly true; for it is natural, amidst disputes, to lose sight of the truth; and Satan avails himself of quarrels as a presence for disturbing weak persons, and overthrowing their faith.” (= Tetapi yang kedua jauh lebih buruk, pada waktu pertanyaan-pertanyaan diberikan, yang bukan hanya tidak berguna, tetapi cenderung merusak para pendengarnya. Saya berharap bahwa ini diperhatikan oleh mereka yang selalu dipersenjatai untuk berkelahi dengan lidah, dan yang, dalam setiap pertanyaan selalu mencari dasar untuk pertengkaran, dan yang berjalan begitu jauh sehingga meletakkan jerat di sekitar setiap kata atau suku kata. Tetapi mereka dibawa ke arah yang salah oleh ambisi, dan kadang-kadang oleh suatu penyakit yang hampir fatal; yang telah saya alami dalam beberapa orang. Apa yang sang Rasul katakan tentang merusak, ditunjukkan setiap hari, oleh pengamatan yang sungguh-sungguh, sehingga benar sepenuhnya; karena merupakan sesuatu yang alamiah, di tengah-tengah pertengkaran, untuk kehilangan pandangan tentang kebenaran; dan Iblis menggunakan kesempatan bagi dirinya sendiri dari pertengkaran-pertengkaran sebagai suatu kehadiran untuk mengganggu orang-orang yang lemah dan merobohkan iman mereka.).
Dalam hal ini mari kita lihat
teladan dari Paulus sendiri. Pada waktu bicara tentang hal-hal yang tidak
penting, ini kata-katanya.
Ro 14:1-23 - “(1) Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya. (2) Yang seorang yakin, bahwa ia boleh makan segala jenis makanan, tetapi orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja. (3) Siapa yang makan, janganlah menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang tidak makan, janganlah menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima orang itu. (4) Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri. (5) Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri. (6) Siapa yang berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk Tuhan. Dan siapa makan, ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur kepada Allah. Dan siapa tidak makan, ia melakukannya untuk Tuhan, dan ia juga mengucap syukur kepada Allah. (7) Sebab tidak ada seorangpun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorangpun yang mati untuk dirinya sendiri. (8) Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan. (9) Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup. (10) Tetapi engkau, mengapakah engkau menghakimi saudaramu? Atau mengapakah engkau menghina saudaramu? Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah. (11) Karena ada tertulis: ‘Demi Aku hidup, demikianlah firman Tuhan, semua orang akan bertekuk lutut di hadapanKu dan semua orang akan memuliakan Allah.’ (12) Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah. (13) Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung! (14) Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis. (15) Sebab jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau makan, maka engkau tidak hidup lagi menurut tuntutan kasih. Janganlah engkau membinasakan saudaramu oleh karena makananmu, karena Kristus telah mati untuk dia. (16) Apa yang baik, yang kamu miliki, janganlah kamu biarkan difitnah. (17) Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. (18) Karena barangsiapa melayani Kristus dengan cara ini, ia berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia. (19) Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun. (20) Janganlah engkau merusakkan pekerjaan Allah oleh karena makanan! Segala sesuatu adalah suci, tetapi celakalah orang, jika oleh makanannya orang lain tersandung! (21) Baiklah engkau jangan makan daging atau minum anggur, atau sesuatu yang menjadi batu sandungan untuk saudaramu. (22) Berpeganglah pada keyakinan yang engkau miliki itu, bagi dirimu sendiri di hadapan Allah. Berbahagialah dia, yang tidak menghukum dirinya sendiri dalam apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. (23) Tetapi barangsiapa yang bimbang, kalau ia makan, ia telah dihukum, karena ia tidak melakukannya berdasarkan iman. Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa.”
Tetapi pada waktu berkenaan
dengan hal yang penting, apalagi dasari, Paulus sendiri gegeran.
Kis 15:1-2 - “(1) Beberapa orang datang dari
Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: ‘Jikalau
kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak
dapat diselamatkan.’ (2) Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan
membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas
serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan
penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu.”.
Gal 1:6-9 - “(6) Aku heran, bahwa kamu
begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah
memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, (7) yang sebenarnya bukan
Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk
memutarbalikkan Injil Kristus. (8) Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat
dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil
yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. (9) Seperti yang telah
kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang
memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu
terima, terkutuklah dia.”.
Gal 2:3-5 - “(3) Tetapi kendatipun Titus, yang bersama-sama dengan aku, adalah seorang Yunani, namun ia tidak dipaksa untuk menyunatkan dirinya. (4) Memang ada desakan dari saudara-saudara palsu yang menyusup masuk, yaitu mereka yang menyelundup ke dalam untuk menghadang kebebasan kita yang kita miliki di dalam Kristus Yesus, supaya dengan jalan itu mereka dapat memperhambakan kita. (5) Tetapi sesaatpun kami tidak mau mundur dan tunduk kepada mereka, agar kebenaran Injil dapat tinggal tetap pada kamu.”.
Paulus bahkan memarahi orang
yang sabar / tak mau gegeran pada saat itu melibatkan hal-hal penting seperti
ajaran sesat.
2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika
ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami
beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu
terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.”.
Contoh:
a) Debat tentang boleh tidaknya makan darah.
b) Orang di facebook yang pandangannya sama dengan saya tetapi memikirkan mau debat dengan saya tentang apa.
2 Timotius 2:1-26(12)
2Timotius 2:14-18 - “(14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang.”.
2 Timotius 2: 15: “Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu.”.
1) “Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah”.
Calvin: “Since all disputes about doctrine arise from this source, that men are desirous to make a boast of ingenuity before the world, Paul here applies the best and most excellent remedy, when he commands Timothy to keep his eyes fixed on God; as if he had said; ‘Some aim at the applause of a crowded assembly, but do thou study to approve thyself and thy ministry to God.’ And indeed there is nothing that tends more to check a foolish eagerness for display, than to reflect that we have to deal with God.” (= Karena semua pertengkaran tentang doktrin / ajaran muncul dari sumber ini, bahwa orang-orang ingin membanggakan tentang kepintaran di hadapan dunia, Paulus di sini menerapkan obat yang terbaik dan paling bagus, pada waktu ia memerintahkan Timotius untuk mengarahkan matanya kepada Allah; seakan-akan ia telah berkata, ‘sebagian orang menginginkan tepuk tangan dari orang banyak, tetapi engkau berusahalah untuk membuat dirimu sendiri dan pelayananmu disetujui Allah’. Dan memang tak ada yang lebih mengekang / menghentikan suatu keinginan tolol untuk pameran, dari pada memikirkan bahwa kita harus berurusan dengan Allah.).
Barnes’ Notes: “‘Study
to show thyself approved unto God.’ Give diligence (2 Peter 1:10), or make an
effort so to discharge the duties of the ministerial office as to meet the
divine approbation. The object of the ministry is not to please men. Such
doctrines should be preached, and such plans formed, and such a manner of life
pursued, as God will approve. To do this demands STUDY or CARE - for there are
many temptations to the opposite course; there are many things the tendency of
which is to lead a minister to seek popular favor rather than the divine
approval. If ANY man please God, it will be as the result of deliberate
intention and a careful life.” [= ‘Belajarlah /
berusahalah untuk menunjukkan dirimu sendiri disetujui oleh Allah’. Berusahalah
sungguh-sungguh (2Pet 1:10), atau berusahalah untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban tugas pelayanan sehingga memenuhi persetujuan ilahi. Tujuan
dari pelayanan bukanlah untuk menyenangkan manusia. Doktrin seperti itu
harus dikhotbahkan, dan rencana-rencana seperti itu harus dibentuk, dan cara
kehidupan seperti itu harus diikuti, sehingga
Allah akan menyetujui. Melakukan ini menuntut PEMBELAJARAN dan PERHATIAN / ketelitian - karena ada banyak
pencobaan pada jalan yang berlawanan; ada banyak hal yang kecenderungannya
adalah mengarahkan seorang pendeta untuk mencari kesenangan populer dari pada
persetujuan ilahi. Jika SIAPAPUN menyenangkan / memperkenan Allah, itu adalah
hasil dari maksud / tujuan yang sengaja dan kehidupan yang hati-hati.].
Bdk. Gal 1:10 - “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.”.
2) “sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu,”.
Matthew Henry: “Ministers must be workmen; they have work to do, and they must take pains in it. Workmen that are unskilful, or unfaithful, or lazy, have need to be ashamed; but those who mind their business, and keep to their work, are workmen that need not be ashamed.” (= Pendeta-pendeta harus menjadi pekerja-pekerja; mereka mempunyai pekerjaan untuk dilakukan, dan mereka harus berusaha keras dalam hal itu. Pekerja-pekerja yang tidak cakap, atau tidak setia, atau malas, perlu malu; tetapi mereka yang memperhatikan urusan / kesibukan mereka, dan bertekun dalam pekerjaan mereka, adalah pekerja-pekerja yang tidak perlu malu.).
Bible Knowledge Commentary: “Timothy need not fear such shame if he would correctly handle the Word of truth (cf. Eph 1:13; Col 1:5; James 1:18), which for him included both Old Testament Scripture and what he had heard orally from Paul. ... What is clear is that the shame of God’s disapproval awaits those who mishandle His Word.” [= Timotius tak perlu malu seperti itu jika ia mau menangani secara benar Firman kebenaran (bdk. Ef 1:13; Kol 1:5; Yak 1:18), yang bagi dia mencakup Kitab Suci Perjanjian Lama dan apa yang ia dengar secara lisan dari Paulus. ... Apa yang jelas adalah bahwa rasa malu karena tidak disetujui Allah, menunggu mereka yang menangani secara salah FirmanNya.].
Jelas bahwa kalau dikatakan pendeta rajin bekerja, tidak berarti ia pelayanan terus TANPA BELAJAR! Kerajinannya harus ditekankan pada belajar dan mengajar / memberitakan Injil / Firman Tuhan!
3) “yang berterus terang memberitakan
perkataan kebenaran itu.”.
Catatan: Kitab Suci Indonesia salah terjemahan!
Entah dari mana kata-kata ‘berterus
terang memberitakan’ itu.
KJV: ‘rightly
dividing the word of truth.’ (= dengan benar membagi / memisah firman
kebenaran.).
RSV: ‘rightly
handling the word of truth.’ (= menangani dengan benar firman kebenaran.).
NIV: ‘and
who correctly handles the word of truth.’ (= dan yang dengan benar
menangani firman kebenaran.).
NASB: ‘accurately handling the word of truth.’ (= dengan akurat menangani firman kebenaran.).
The Bible Exposition Commentary mengatakan bahwa Alkitab bahasa Latin (Latin Vulgate) menterjemahkan dengan akurat ‘dengan benar MENANGANI firman kebenaran’.
Bible Knowledge
Commentary: “The Greek orthotomounta,
‘correctly handling,’ found only here and in the Septuagint in Prov 3:6 and
11:5, means literally ‘to cut straight,’ but just what image Paul had in mind
here is uncertain. Stone masons, plowers, road builders, tentmakers, and (least
likely of all) surgeons have all been suggested, but a firm conclusion remains
elusive.” [= Kata Yunani orthotomounta, ‘menangani dengan benar’,
ditemukan hanya di sini dan dalam Septuaginta dalam Amsal 3:6 dan 11:5, secara
hurufiah berarti ‘memotong dengan lurus’, tetapi apa yang Paulus pikirkan di
sini adalah tidak pasti. Tukang batu, pembajak, pembangun jalanan, pembuat
tenda, dan (paling kecil kemungkinannya dari semua) ahli-ahli bedah telah
diusulkan, tetapi kesimpulan yang tegas tetap sukar dipahami.].
Amsal 3:6 - “Akuilah
Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.”.
Amsal 11:5 - “Jalan orang saleh diratakan oleh kebenarannya, tetapi orang fasik jatuh karena kefasikannya.”.
Barnes’ Notes: “The word here rendered ‘rightly dividing,’ occurs nowhere else in the New Testament. It means, properly, ‘to cut straight, to divide right;’ and the allusion here may be to a steward who makes a proper distribution to each one under his care of such things as his office and their necessities require; ... Some have supposed that there is an allusion here to the Jewish priest, cutting or dividing the sacrifice into proper parts; others, that the allusion is to the scribes dividing the law into sections; others, to a carver distributing food to the guests at a feast. Robinson (Lexicon) renders it, ‘rightly proceeding as to the word of truth;’ that is, rightfully and skillfully teaching the word of truth. The idea seems to be, that the minister of the gospel is to make a proper distribution of that word, adapting his instructions to the circumstances and wants of his hearers, and giving to each that which will be fitted to nourish the soul for heaven.” [= Kata yang di sini diterjemahkan ‘dengan benar membagi’, tak muncul di tempat lain dalam Perjanjian Baru. Itu secara benar berarti, ‘memotong dengan lurus, membagi dengan benar’; dan di sini kiasan itu bisa menunjuk kepada seorang pelayan yang membuat pembagian yang benar / tepat kepada setiap orang di bawah perhatiannya tentang hal-hal seperti itu seperti yang dibutuhkan tugasnya dan kebutuhan-kebutuhan; ... Sebagian orang menganggap bahwa disini ada suatu kiasan pada imam Yahudi, yang memotong atau membagi korban menjadi bagian-bagian yang tepat / benar; orang-orang lain menganggap bahwa kiasan ini menunjuk kepada ahli-ahli Taurat yang membagi hukum Taurat menjadi bagian-bagian; orang-orang lain lagi menganggap ini menunjuk kepada seorang pemotong daging yang membagikan makanan kepada tamu-tamu dalam suatu pesta. Robinson (Lexicon) menterjemahkannya, ‘dengan benar maju / meneruskan berkenaan dengan firman kebenaran’; artinya, dengan benar dan dengan ahli mengajarkan firman kebenaran. Gagasannya kelihatannya adalah bahwa pelayan dari injil harus membuat suatu pembagian tentang firman itu, dengan menyesuaikan instruksi / ajarannya pada keadaan-keadaan dan kebutuhan-kebutuhan dari para pendengarnya, dan memberikan kepada masing-masing apa yang cocok untuk memberi makanan / memelihara jiwa untuk surga.].
John Stott: “the
work of these good and bad workmen is summed up in pregnant verbs. The good
workman ‘cuts straight’ (15, literally) the word of truth; the bad workman
‘swerves’ (18) or deviates from the truth. ... ‘The word of truth’ is the
apostolic faith which Timothy has received from Paul and is to communicate to
others. For us it is, quite simply, Scripture. To ‘cut it straight’ or ‘make it
a straight path’ is to be accurate on the one hand and plain on the other in
our exposition. Apparently Sophocles used the word for ‘to expound soundly’
(MM). Thus the good workman is true to Scripture. He does not falsify it. Nor
does he try to confuse people, like Elymas the sorcerer, by ‘making crooked the
straight paths of the Lord’ (Acts 13:10). On the contrary, he handles the word
with such scrupulous care that he both stays on the path himself, keeping to
the highway and avoiding the byways, and makes it easy for others to follow.
... The metaphor Paul employs to describe the bad workman is taken neither from
civil engineering nor from agriculture but from archery. So now the truth is
likened not to a road being built or a furrow being ploughed but to a target
being shot at. The verb (18) is astocheO, which comes from stochos, a
‘target’, and means to ‘miss the mark’ and so to ‘deviate’ from something. It
occurs three times in the Pastoral Epistles: ‘Certain persons by swerving from
these (sc. genuine love, a good
conscience and sincere faith) have wandered away into vain discussion’ (1 Tim.
1:6). ‘For by professing it (sc.
‘what is falsely called knowledge’) some have missed the mark as regards the
faith’ (1 Tim. 6:21). ‘Who have swerved from the truth …’ or as in NEB, ‘shot
wide of the truth’ (2 Tim. 2:18). We are now in a position to grasp the
alternative which Paul sets before every Christian teacher entrusted with the
word of truth, and which determines whether he will be a good or a bad workman.
The word of truth is a target. As he shoots at this target, he will either hit
it or miss it. The word of truth is a road. As he cuts this road through the
forest, he will make it either straight or crooked. As a result of what he
does, that is, how he teaches, others are bound to be affected, for better or
for worse. If he cuts the road straight, people will be able to follow and so
keep in the way. If, on the other hand, he misses the mark, the attention of
the spectators will be distracted from the target and their eyes will follow
the arrow however widely astray it has gone.” [= Pekerjaan dari
pekerja-pekerja yang baik dan buruk ini diringkaskan dalam kata-kata kerja yang
penuh arti. Pekerja yang baik ‘memotong dengan lurus’ (ay 15, secara hurufiah)
firman kebenaran; pekerja yang buruk ‘membelokkan’ (ay 18) atau menyimpang dari
kebenaran. ... ‘Firman kebenaran’ adalah iman rasuli yang Timotius telah terima
dari Paulus dan harus beritakan kepada orang-orang lain. Bagi kita itu, cukup
sederhana, adalah Kitab Suci. ‘Memotongnya lurus’ atau ‘membuatnya suatu garis
lurus’ berarti akurat pada satu sisi dan jelas pada sisi lain dalam penjelasan
kita. Jelas Sophocles menggunakan kata itu untuk
‘menjelaskan dengan sehat’ (MM). Jadi, pekerja yang baik benar / setia
terhadap Kitab Suci. Ia tidak memalsukannya. Juga ia tidak berusaha untuk
membingungkan orang-orang, seperti Elimas si tukang sihir, dengan ‘membuat
bengkok jalan Tuhan yang lurus’ (Kis 13:10). Sebaliknya, ia menangani
firman dengan ketelitian yang begitu teliti sehingga ia sendiri tetap ada di
jalan itu, menjaganya untuk tetap di jalan besar dan menghindari jalan-jalan
kecil, dan membuatnya mudah bagi orang-orang lain untuk mengikuti. ... Kiasan
yang Paulus gunakan untuk menggambarkan pekerja yang buruk, diambil bukan dari
tehnik sipil ataupun dari pertanian tetapi dari pemanahan. Jadi sekarang
kebenaran digambarkan bukan sebagai suatu jalan yang sedang dibangun atau suatu
alur yang sedang dibajak, tetapi sebagai suatu target / sasaran yang sedang
ditembak / dipanah. Kata kerjanya (ay 18) adalah astoKheO, yang datang dari stoKhos,
suatu target / sasaran, dan berarti ‘luput dari sasaran’ dan dengan demikian
‘menyimpang’ dari sesuatu. Itu muncul 3 x dalam Surat-surat Penggembalaan:
‘Orang-orang tertentu dengan berbelok dari hal-hal ini (yaitu kasih yang murni
/ asli, hati nurani yang baik dan iman yang tulus) telah mengembara ke dalam
diskusi yang sia-sia’ (1Tim 1:6). ‘Karena dengan mengakuinya (yaitu ‘apa yang
secara salah disebut pengetahuan’) beberapa orang telah luput dari sasaran
berkenaan dengan iman’ (1Tim 6:21). ‘Yang telah berbelok dari kebenaran ...’
atau seperti dalam NEB, ‘ditembakkan / dipanahkan jauh dari kebenaran’ (2Tim
2:18). Kita
sekarang ada dalam suatu posisi untuk memahami alternatif yang Paulus berikan
di hadapan setiap guru / pengajar Kristen yang dipercayai dengan firman
kebenaran, dan yang menentukan apakah ia akan menjadi pekerja yang baik atau buruk.
Firman kebenaran adalah suatu target / sasaran. Pada waktu ia menembak /
memanah pada target / sasaran ini, ia akan mengenainya atau luput. Firman
kebenaran adalah suatu jalan. Pada waktu ia memotong jalan ini melalui hutan,
ia akan membuatnya lurus atau bengkok. Sebagai hasil dari apa yang ia lakukan,
yaitu, bagaimana ia mengajar, orang-orang lain pasti akan dipengaruhi, menjadi
lebih baik atau lebih buruk. Jika ia memotong jalan dengan lurus, orang-orang
akan bisa mengikuti dan dengan demikian tetap ada di jalan itu. Jika, di sisi
lain, ia luput dari sasaran, perhatian dari penonton akan dikacaukan dari
sasaran dan mata mereka akan mengikuti anak panah betapapun jauhnya anak panah
itu telah menyimpang.].
Kis 13:8-10 - “(8) Tetapi Elimas - demikianlah namanya
dalam bahasa Yunani -, tukang sihir itu, menghalang-halangi mereka dan berusaha
membelokkan gubernur itu dari
imannya. (9) Tetapi Saulus, juga disebut Paulus, yang penuh dengan Roh
Kudus, menatap dia, (10) dan berkata: ‘Hai anak Iblis, engkau penuh dengan
rupa-rupa tipu muslihat dan kejahatan, engkau musuh segala kebenaran, tidakkah
engkau akan berhenti membelokkan
Jalan Tuhan yang lurus itu?”.
1Tim 1:6 - “Tetapi
ada orang yang tidak sampai pada tujuan itu dan yang sesat dalam omongan
yang sia-sia.”.
1Tim 6:21 - “karena ada beberapa orang yang
mengajarkannya dan dengan demikian telah menyimpang dari iman. Kasih
karunia menyertai kamu!”.
2Tim 2:18 - “yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang.”.
Calvin: “by this term I understand, generally, an allotment of the word which is judicious, and which is well suited to the profit of the hearers. Some mutilate it, others tear it, others torture it, others break it in pieces, others, keeping by the outside, (as we have said,) never come to the soul of doctrine. To all these faults he contrasts the ‘dividing aright,’ that is, the manner of explaining which is adapted to edification; for that is the rule by which we must try all interpretation of Scripture.” [= dengan istilah ini saya mengerti, secara umum, suatu pembagian firman yang bijaksana, dan yang disesuaikan dengan benar pada kegunaan dari para pendengar. Sebagian memutilasinya, sebagian menyobeknya, orang-orang lain menyiksanya, yang lain menghancurkannya berkeping-keping, yang lain menjaga untuk tetap di luar, (seperti telah kami katakan), tidak pernah datang pada jiwa / inti dari doktrin. Terhadap semua kesalahan ini ia mengkontraskan ‘pembagian yang benar’, yaitu cara menjelaskan yang disesuaikan dengan pendidikan; karena itu adalah peraturan dengan mana kita harus menguji semua penafsiran Kitab Suci.].
A. T. Robertson: “Theodoret explains it to mean plowing a straight furrow. Parry argues that the metaphor is the stone mason cutting the stones straight since temnoo and orthos are so used. Since Paul was a tent-maker and knew how to cut straight the rough camel-hair cloth, why not let that be the metaphor? Certainly plenty of exegesis is crooked enough (crazy-quilt patterns) to call for careful cutting to set it straight.” [= Theodoret menjelaskannya sehingga berarti membajak suatu jalur yang lurus, Parry berargumentasi bahwa kiasan itu adalah tukang batu yang memotong batu dengan lurus karena TEMNOO dan ORTHOS digunakan seperti itu. Karena Paulus adalah pembuat tenda dan tahu bagaimana memotong lurus kain kasar dari rambut unta, mengapa tidak membiarkan itu sebagai kiasannya? Pastilah banyak exegesis yang cukup bengkok (pola-pola menyambung-nyambung yang gila) yang membutuhkan pemotongan yang hati-hati / teliti untuk meluruskannya.].
The Bible Exposition Commentary: “The
preacher and teacher who use the Word correctly will build their church the way
God wants it to be built. But a sloppy worker will handle God’s Word
deceitfully in order to make it say what he wants it to say (2 Cor 4:2). When
God tests our ministries in His local churches, some of it, sad to say, will
become ashes (1 Cor 3:10ff). An approved worker diligently studies the Word and
seeks to apply it to his own life. An ashamed worker wastes His time with other
‘religious duties’ and has little or nothing to give his class or congregation.” [= Pengkhotbah dan guru / pengajar yang menggunakan Firman dengan
benar akan membangun gereja mereka dengan cara bagaimana Allah ingin gereja itu
dibangun. Tetapi seorang pekerja yang
buruk akan menangani Firman Allah secara menipu untuk membuatnya mengatakan apa
yang ia ingin firman itu katakan (2Kor 4:2). Pada waktu Allah menguji
pelayanan-pelayanan kita dalam gereja-gereja lokalNya, sebagian darinya, sedih
untuk mengatakannya, akan menjadi abu (1Kor 3:10-dst). Seorang pekerja yang
disetujui / direstui secara rajin belajar Firman dan berusaha untuk
menerapkannya pada hidupnya sendiri. Seorang pekerja yang memalukan membuang-buang waktuNya dengan
‘kewajiban-kewajiban agamawi’ yang lain dan mempunyai sedikit atau tidak sama
sekali untuk diberikan kepada kelasnya atau jemaatnya.].
2Kor 4:2 - “Tetapi kami
menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku
licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya
kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami
untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah.”.
1Kor 3:10-15 - “(10) Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. (11) Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. (12) Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, (13) sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. (14) Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. (15) Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.”.
Wiersbe’s Expository Outlines: “Every church should be a Bible school, where the Word of God is taught accurately.” (= Setiap gereja seharusnya adalah / menjadi suatu sekolah Alkitab, dimana Firman Allah diajarkan secara akurat.).
2 Timotius 2:1-26(13)
2Timotius 2:14-18 - “(14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang.”.
2 Timotius 2: 16: “Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan.”.
1) “Tetapi hindarilah omongan yang kosong
dan yang tak suci”.
KJV: ‘But
shun profane and vain babblings’ (= Tetapi hindarilah omongan yang
kotor / duniawi / tak senonoh dan sia-sia:).
RSV: ‘Avoid such godless
chatter,’ (= Hindarilah omongan / ocehan jahat
seperti itu,).
NIV: ‘Avoid
godless chatter,’ (= Hindarilah
omongan / ocehan jahat).
NASB: ‘But
avoid worldly and empty chatter,’ (= Tetapi hindarilah omongan / ocehan
duniawi dan kosong,).
Agak aneh bahwa Kitab Suci Indonesia, KJV, NASB, memberikan 2 kata sifat. Dalam bahasa Yunani digunakan hanya satu kata sifat yaitu BEBELOUS, yang artinya bisa ‘profane’ (= kotor, duniawi / tak senonoh), ‘worldly’ (= duniawi), ‘godless’ (= jahat), ‘irreligius’ (= tidak religius) - Bible Works 7.
Barnes’ Notes: “Their tendency is to alienate the soul from God, and to lead to impiety. Such kinds of disputation are not merely a waste of time, they are productive of positive mischief. A man fond of contention in religious things is seldom one who has much love for the practical duties of piety, or any very deep sense of the distinction between right and wrong. You will not usually look for him in the place of prayer, nor can you expect his aid in the conversion of sinners, nor will you find that he has any very strict views of religious obligation.” (= Kecenderungan mereka adalah menjauhkan jiwa dari Allah, dan membimbing pada kejahatan. Jenis perdebatan seperti itu bukan hanya membuang-buang waktu, tetapi menghasilkan kejahatan yang positif. Seseorang yang senang akan perdebatan dalam hal-hal agamawi jarang adalah orang yang mempunyai banyak kasih untuk kewajiban-kewajiban praktis dari kesalehan, atau perasaan yang sangat dalam apapun tentang perbedaan antara benar dan salah. Biasanya engkau tidak akan mencari di tempat doa, juga engkau tak bisa mengharapkan pertolongannya dalam pertobatan dari orang-orang berdosa, juga engkau tidak akan mendapati bahwa ia mempunyai pandangan-pandangan apapun yang sangat ketat tentang kewajiban-kewajiban agamawi.).
Pertama-tama, saya tidak setuju dengan pandangan Barnes yang kelihatan anti debat dan menganggap debat sebagai sesuatu yang negatif / tak berguna. Juga, Barnes bukan hanya ‘menyerang’ debat itu sendiri, tetapi juga ‘menyerang’ orang-orang yang suka berdebat, dan menurut saya ini merupakan suatu kekonyolan. Bukan hanya dalam Alkitab banyak orang beriman yang saleh (Paulus, Apolos, Stefanus) yang sering sekali berdebat, tetapi bahkan kalau kita membaca buku tafsiran Albert Barnes sendiri, jelas bahwa ia sendiri banyak berdebat dalam mempertahankan argumentasinya.
Kedua, kelihatan bahwa Albert Barnes masih menghubungkan ay 16 ini dengan orang yang suka berdebat secara salah dalam ay 14. Menurut saya ini tidak tepat, karena pembicaraan tentang kesenangan berdebat yang salah itu ada dalam ay 14, sedangkan dalam ay 15 Paulus menasehati Timotius dalam pemberitaan firman yang benar, dan ay 16 kelihatannya berhubungan dengan ay 17-18 yang berbicara tentang penyesat-penyesat / nabi-nabi palsu. Jadi menurut saya ay 16 seharusnya juga ditafsirkan ke arah pemberitaan yang sesat dari para nabi palsu, dan bukannya tentang orang-orang yang suka berdebat secara salah. Mari kita lihat textnya sekali lagi.
Ay 14-18: “(14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang.”.
Adam Clarke: “‘Shun profane and vain babblings.’ This is the character he gives of the preaching of the false teachers. Whatever was not agreeable to the doctrine of truth was, in the sight of God, empty and profane babbling; engendering nothing but ungodliness, and daily increasing in that.” (= ‘Hindarilah omongan yang kotor / tak senonoh dan sia-sia’. Ini adalah karakter yang ia berikan tentang pemberitaan dari guru-guru palsu. Apapun yang tidak sesuai dengan doktrin / ajaran kebenaran, dalam pandangan Allah, adalah omongan kosong dan kosong / tak senonoh; yang tidak menyebabkan apapun kecuali kejahatan, dan hari demi hari meningkat dalam hal itu.).
UBS New Testament Handbook Series: “For ‘godless’ ... The Greek word itself refers either to a thing or a person that has no relationship or connection with God whatsoever. The verb form ... refers to the act of taking something that is dedicated to God and making it unacceptable to God. For ‘godless chatter’ see comments on 1 Tim 6:20. The expression is plural, indicating not one but many occurrences of the event. ... ‘Godless chatter’ as in 1 Tim 6:20 may also be expressed as ‘worthless (or, silly) discussions that show no reverence for God.’” [= Untuk ‘jahat’ ... Kata Yunaninya sendiri menunjuk atau pada suatu benda atau seseorang yang tidak mempunyai hubungan atau pertalian apapun dengan Allah. Bentuk kata kerjanya ... menunjuk pada tindakan mengambil sesuatu yang dipersembahkan kepada Allah dan membuatnya tidak bisa diterima bagi Allah. Untuk ‘omongan / ocehan yang jahat’ lihat komentar tentang 1Tim 6:20. Ungkapan itu jamak, yang menunjukkan bukan satu tetapi banyak kejadian-kejadian dari peristiwa. ... ‘Omongan / ocehan jahat’ seperti dalam 1Tim 6:20 juga bisa dinyatakan sebagai ‘diskusi-diskusi yang tak berharga (atau, tolol) yang tidak menunjukkan rasa takut / hormat bagi Allah.’].
2) “yang hanya menambah kefasikan.”.
KJV: ‘for
they will increase unto more ungodliness.’ (= karena hal-hal itu akan
meningkat pada lebih banyak kejahatan.).
RSV: ‘for it will lead people into more and more ungodliness,’ (= karena
itu akan membimbing orang-orang ke dalam kejahatan yang makin lama makin jahat
/ banyak,).
NIV: ‘because
those who indulge in it will become more and more ungodly.’ (= karena
mereka yang memuaskan diri di dalamnya akan menjadi makin lama makin jahat.).
NASB: ‘for it will lead to further ungodliness,’ (= karena itu akan membimbing kepada kejahatan lebih jauh lagi).
UBS New Testament Handbook Series: “‘It will lead people into more and more ungodliness’ is literally ‘they will greatly increase ungodliness,’ ... Some interpreters see irony here, since the word for ‘increase’ can also mean ‘progress’; these people are therefore making progress but on a downward rather than an upward direction.” (= ‘Itu akan membimbing orang-orang ke dalam kejahatan yang makin lama makin jahat / banyak’ secara hurufiah adalah ‘mereka akan sangat meningkat dalam kejahatan’, ... Beberapa penafsir melihat ironi di sini, karena kata untuk ‘meningkat’ bisa juga berarti ‘maju’; karena itu orang-orang ini membuat kemajuan tetapi ke arah yang menurun / bawah dan bukannya ke atas.).
Memang, pemberitaan firman yang buruk (yang sebetulnya bukan ‘firman’), bukan bersifat netral. Itu bukan saja tidak membangun, tetapi sebaliknya merusak, para pendengarnya.
2 Timotius 2: 17-18: “(17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang.”.
1) “Perkataan mereka menjalar seperti penyakit
kanker.” (ay 17a).
KJV: ‘a
canker’ (= suatu kanker).
Terjemahan
‘kanker’ ini pasti mudah diserang, karena apakah pada jaman itu sudah dikenal
penyakit kanker? Tetapi terjemahan yang lebih benar adalah ini:
RSV/NIV/NASB: ‘gangrene’ (= ganggren).
A. T. Robertson: “‘As doth gangrene.’ hoos gangraina. A late word (medical writers and Plutarch), only here in the New Testament. From graoo or grainoo, to gnaw, to eat, an eating, spreading disease.” [= ‘Seperti ganggren lakukan.’ hoos gangraina. Suatu kata baru-baru ini (penulis-penulis medis dan Plutarch), hanya di sini dalam Perjanjian Baru. Dari graoo atau grainoo, menggerogoti, memakan, tindakan makan, penyakit yang menyebar.].
The Biblical Illustrator: “‘Gangrene’:
- The substitution of ‘gangrene’ for ‘cancer’ is an improvement, as giving the
exact word used in the original, which expresses the meaning more forcibly than
‘cancer.’ Cancer is sometimes very slow in its ravages, and may go on for years
without causing serious harm. Gangrene poisons the whole frame, and quickly
becomes fatal. The apostle foresees that doctrines, which really ate out the
very heart of Christianity, were likely to become very popular in Ephesus, and
would do incalculable mischief.” (= ‘Ganggren’: -
Penggantian ‘ganggren’ untuk ‘kanker’ merupakan suatu kemajuan, karena
memberikan kata yang tepat yang digunakan dalam bahasa aslinya, yang menyatakan
artinya dengan lebih kuat dari pada ‘kanker’. Kanker kadang-kadang sangat
lambat dalam pembinasaannya, dan bisa berjalan terus untuk bertahun-tahun tanpa
menyebabkan bahaya / kerusakan yang serius. Ganggren meracuni seluruh kerangka
/ badan, dan dengan cepat menjadi fatal. Sang rasul melihat lebih dulu doktrin-doktrin
itu, yang sungguh-sungguh memakan jantung dari kekristenan, sangat memungkinkan
untuk menjadi sangat populer di Efesus, dan akan melakukan kerusakan yang tak terhitung.).
Bdk. Kis 20:17-18,28-30 - “(17) Karena itu ia menyuruh seorang dari
Miletus ke Efesus dengan pesan supaya para penatua jemaat datang
ke Miletus. (18) Sesudah mereka datang, berkatalah ia kepada mereka: ‘Kamu
tahu, bagaimana aku hidup di antara kamu sejak hari pertama aku tiba di Asia
ini: ... (28) Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena
kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat
Allah yang diperolehNya dengan darah AnakNya
sendiri. (29) Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas
akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. (30)
Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran
palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan yang benar dan supaya
mengikut mereka.”.
Catatan: kata ‘Anak’ seharusnya tidak ada.
Matthew Henry (tentang ay 16-17): “He must take heed of error: ‘Shun profane and vain babblings.’ The heretics, who boasted of their notions and their arguments, thought their performances such as might recommend them; but the apostle calls them ‘profane and vain babblings:’ when once men become fond of those they will increase unto more ungodliness. The way of error is down-hill; one absurdity being granted or contended for, a thousand follow: ‘Their word will eat as doth a canker, or gangrene;’ when errors or heresies come into the church, the infecting of one often proves the infecting of many, or the infecting of the same person with one error often proves the infecting of him with many errors.” (= Ia harus berhati-hati tentang kesalahan: ‘Hindarilah omongan yang kotor / duniawi / tak senonoh dan sia-sia’. Orang-orang sesat, yang membanggakan gagasan-gagasan / pikiran-pikiran mereka dan argumentasi-argumentasi mereka, berpikir bahwa prestasi mereka adalah sedemikian rupa sehingga bisa memuji mereka; tetapi sang rasul menyebut mereka ‘omongan yang kotor / duniawi / tak senonoh dan sia-sia’: pada waktu satu kali orang-orang menjadi senang dengan hal-hal itu, mereka akan bertambah kepada kejahatan yang lebih lagi. Jalan dari kesalahan adalah menurun; satu kekonyolan diakui / diterima sebagai benar atau diperjuangkan, seribu kekonyolan akan mengikuti: ‘Perkataan mereka akan memakan seperti yang dilakukan oleh suatu kanker, atau ganggren’; pada waktu kesalahan-kesalahan atau kesesatan-kesesatan masuk ke dalam gereja, penularan terhadap seseorang sering membuktikan penularan terhadap banyak orang, atau penularan terhadap orang yang sama dengan satu kesalahan sering membuktikan penularan terhadap dia dengan banyak kesalahan.).
Barnes’ Notes: “‘Will eat as doth a canker.’ Margin, ‘gangrene.’ This word - gangraina - occurs nowhere else in the New Testament. It is derived from graioo, grainoo, to devour, corrode, and means ‘gangrene’ or ‘mortification’ - the death of a part, spreading, unless arrested, by degrees over the whole body. The words rendered ‘will eat,’ mean ‘will have nutriment;’ that is, will spread over and consume the healthful parts. It will not merely destroy the parts immediately affected, but will extend into the surrounding healthy parts and destroy them also. So it is with erroneous doctrines. They will not merely eat out the truth in the particular matter to which they refer, but they will also spread over and corrupt other truths. The doctrines of religion are closely connected, and are dependent on each other - like the different parts of the human body. One cannot be corrupted without affecting those adjacent to it, and unless checked, the corruption will soon spread over the whole.” (= ‘Akan memakan seperti yang kanker lakukan’. Catatan tepi, ‘ganggren’. Kata ini GANGRAINA - tidak muncul di tempat lain dalam Perjanjian Baru. Itu diturunkan dari graioo, grainoo, melahap, merusak, dan berarti ‘ganggren’ atau ‘pematian’ - kematian dari suatu bagian, kecuali ditahan, menyebar secara bertahap ke seluruh tubuh. Kata-kata yang diterjemahkan ‘akan memakan’, berarti ‘akan mendapatkan makanan’; artinya, akan menyebar kepada, dan memakan, bagian-bagian yang sehat. Itu tidak semata-mata menghancurkan bagian-bagian yang dipengaruhi secara langsung, tetapi akan meluas kepada bagian-bagian yang sehat di sekitarnya, dan menghancurkan mereka juga. Demikian juga dengan doktrin-doktrin yang salah. Mereka tidak semata-mata memakan kebenaran dalam hal khusus yang mereka tunjuk, tetapi mereka juga akan menyebar kepada dan merusak kebenaran-kebenaran yang lain. Doktrin-doktrin dari agama berhubungan secara dekat, dan tergantung satu sama lain - seperti bagian-bagian yang berbeda dari tubuh manusia. Yang satu tak bisa dirusak tanpa mempengaruhi mereka yang berdekatan dengannya, dan kecuali dihentikan, kerusakan / pembusukan akan segera menyebar kepada seluruhnya.).
Karena itu, kalau saudara melihat suatu gereja / persekutuan / grup facebook dimana ada satu orang yang sesat, maka curigailah bahwa ada lebih banyak lagi orang-orang lain yang sesat secara sama di kelompok itu. Dan kalau saudara melihat satu kesesatan dalam diri seseorang, maka curigailah bahwa ada banyak kesesatan yang lain dalam diri orang yang sama itu.
Sebagai contoh, kalau kita melihat
orang-orang dari kalangan Yahwehisme, nanti ternyata bahwa banyak dari mereka
bukan hanya salah dalam urusan nama pengharusan nama Yahweh, pelarangan kata
‘Allah’, pengharusan nama Yeshua / Yahshua, tetapi mereka (setidaknya banyak
dari mereka, kalau bukannya semua) juga bersalah dalam ajaran-ajaran lain
seperti:
a) Keselamatan
karena perbuatan baik, karena larangan dan pengharusan di atas dihubungkan
dengan keselamatan.
b) Ajaran
tentang Allahnya bukanlah Tritunggal, tetapi Sabelianisme.
c) Bahasa
asli Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani (yang jelas-jelas merupakan suatu
penipuan).
d) dan sebagainya.
2) “Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus,” (ay 17b).
Jamieson,
Fausset & Brown: “‘Hymeneus.’
(note, 1 Tim 1:20). After his excommunication he probably was re-admitted into
the church and again troubled it.”
[= ‘Himeneus’. (catatan, 1Tim 1:20). Setelah pengucilannya mungkin ia diterima
kembali ke dalam gereja dan mengganggunya / menyusahkannya lagi.].
1Tim 1:20 - “di
antaranya Himeneus dan Aleksander, yang telah kuserahkan kepada Iblis, supaya
jera mereka menghujat.”.
Ini menunjukkan bahwa pengucilan / siasat gerejani boleh / harus dilakukan bukan hanya terhadap orang-orang yang tak mau bertobat dari dosa-dosa mereka, tetapi juga terhadap orang-orang yang sesat, khususnya pengajar-pengajar sesat.
Jewish New Testament Commentary: “‘Hymenaeus.’ Sha’ul had already excommunicated at 1 Ti 1:20, but apparently this did not put an end to his mischief. ‘Philetus’ is not mentioned elsewhere.” (= ‘Himeneus’. Saul / Paulus telah mengucilkan dalam 1Tim 1:20, tetapi rupanya ini tidak mengakhiri kejahatan / kerusakannya. ‘Filetus’ tidak disebutkan di tempat lain.).
The Bible Exposition Commentary: “Paul named two men who were false teachers, and he also identified their error. It is likely that the Hymenaeus named here (2 Tim 2:17) is the same man named in 1 Tim 1:20. We know nothing about his associate, Philetus.” [= Paulus menyebutkan dua orang yang adalah guru-guru palsu, dan ia juga menunjukkan / mengidentifikasi kesalahan mereka. Besar kemungkinannya bahwa Himeneus yang disebutkan di sini (2Tim 2:17) adalah orang yang sama dengan yang disebutkan dalam 1Tim 1:20. Kita tidak tahu apapun tentang rekannya, Filetus.].
Calvin: “‘Of the number of whom are Hymenaeus and Philetus.’ He points out with the finger the plagues themselves, that all may be on their guard against them; for, if those persons who aim at the ruin of the whole Church are permitted by us to remain concealed, then to some extent we give them power to do injury. It is true that we ought to conceal the faults of brethren, but only those faults the contagion of which is not widely spread. But where there is danger to many, our dissimulation is cruel, if we do not expose in proper time the hidden evil. And why? Is it proper, for the sake of sparing one individual, that a hundred or a thousand persons shall perish through my silence? Besides, Paul did not intend to convey this information to Timothy alone, but he intended to proclaim to all ages and to all nations the wickedness of the two men, in order to shut the door against their base and ruinous doctrine.” (= ‘Dari kelompok mana Himeneus dan Filetus’. Ia menunjuk dengan jari wabah itu sendiri, supaya semua orang bisa berjaga-jaga terhadap mereka; karena, jika orang-orang itu, yang bertujuan menghancurkan seluruh gereja, kita ijinkan untuk tetap tersembunyi, maka sampai tingkat tertentu kita memberi mereka kuasa untuk melakukan kerusakan. Memang benar bahwa kita harus menyembunyikan / menutupi kesalahan-kesalahan dari saudara-saudara kita, tetapi hanya kesalahan-kesalahan yang penularannya tidak tersebar luas. Tetapi dimana ada bahaya terhadap banyak orang, penyembunyian kita itu kejam, jika kita tidak membukakan pada waktu yang tepat kejahatan yang tersembunyi. Dan mengapa? Apakah benar, demi menyayangkan satu individu, sehingga seratus atau seribu orang akan binasa melalui sikap diamku? Disamping, Paulus tidak bermaksud untuk menyampaikan informasi ini kepada Timotius saja, tetapi ia bermaksud untuk memproklamasikan kepada semua jaman dan kepada segala bangsa, kejahatan dari dua orang ini, supaya menutup pintu terhadap ajaran mereka yang hina / jelek dan bersifat menghancurkan.).
Jelas bahwa dalam persoalan pengajar sesat,
Calvin bukan hanya mengijinkan, tetapi ia bahkan mengharuskan kita, untuk
membukakan hal itu kepada sebanyak mungkin orang, untuk menahan penyebaran dari
ajaran sesat itu.
Juga perhatikan, bahwa kalau Paulus boleh menyebutkan nama orang sesat dalam Alkitab, maka tak ada alasan untuk melarang pendeta / pengkhotbah untuk juga memasukkan nama-nama para penyesat ke dalam khotbah / pengajaran! Orang yang mengatakan ini sebagai ‘tidak etis’ dsb, justru adalah orang yang atau tidak mengerti Alkitab, atau tidak memperhatikan Alkitab dengan teliti, atau tidak peduli pada Alkitab, yang jelas-jelas melakukan hal itu.
Juga kalau orang menggunakan ayat seperti
1Kor 13:7 - “Ia (kasih) menutupi segala sesuatu, percaya segala
sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.”, maka perlu diingat bahwa dalam kasus
adanya ajaran sesat, ada dua kelompok orang yang harus kita pertimbangkan,
yaitu:
a) Kelompok
pengajar sesat itu.
b) Orang-orang
yang berpotensial untuk disesatkan.
Kalau, karena kasih kita menutupi kesalahan dari para pengajar sesat itu, maka kita tidak mengasihi orang-orang yang berpotensial untuk disesatkan itu. Ini jelas tidak benar! Dalam kasus seperti ini, kesesatan dan identitas dari para penyesatnya harus dinyatakan, supaya semua orang bisa terhindar dari kesesatan!
3) “yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung”.
UBS New Testament Handbook Series: “The nature and content of this teaching is difficult to determine.” (= Hakekat / sifat dan isi dari ajaran ini sukar untuk ditentukan.).
Memang pada saat itu Paulus dan orang-orang Kristen di sana pasti tahu apa yang dimaksudkan bahwa ‘kebangkitan kita telah berlangsung’. Tetapi bagi kita, hal itu tidak bisa dipastikan. Hanya bisa ditebak-tebak saja. Dan menurut saya tak terlalu ada gunanya untuk menebak-nebak.
Calvin: “After having said that they had departed from ‘the truth,’ he specifies their error, which consisted in this, that they gave out that ‘the resurrection was already past.’ In doing this, they undoubtedly contrived a sort of allegorical resurrection, which has also been attempted in this age by some filthy dogs. By this trick Satan overthrows that fundamental article of our faith concerning the resurrection of the flesh.” (= Setelah mengatakan bahwa mereka telah menyimpang dari ‘kebenaran’, ia menyatakan secara explicit kesalahan mereka, yang terdiri dari ini, bahwa mereka menyatakan bahwa ‘kebangkitan telah berlalu / terjadi’. Dalam melakukan hal ini, tak diragukan mereka membuat sejenis kebangkitan yang bersifat alegory, yang juga telah diusahakan dalam jaman ini oleh beberapa anjing-anjing kotor. Dengan trik ini Iblis merobohkan artikel iman kita yang bersifat dasari berkenaan dengan kebangkitan daging.).
Penerapan: memang tak pantas hanya mengatakan seseorang sebagai sesat, tanpa menjelaskan apa kesesatannya.
Matthew Henry: “They have ‘erred concerning the truth,’ or concerning one of the fundamental articles of the Christian religion, which is truth. The resurrection of the dead is one of the great doctrines of Christ. Now see the subtlety of the serpent and the serpent’s seed. They did not deny the resurrection (for that had been boldly and avowedly to confront the word of Christ), but they put a corrupt interpretation upon that true doctrine, saying that the resurrection was past already, that what Christ spoke concerning the resurrection was to be understood mystically and by way of allegory, that it must be meant of a spiritual resurrection only. It is true, there is a spiritual resurrection, but to infer thence that there will not be a true and real resurrection of the body at the last day is to dash one truth of Christ in pieces against another.” [= Mereka telah bersalah berkenaan dengan kebenaran, atau berkenaan dengan salah satu artikel dasari dari agama Kristen, yang adalah kebenaran. Kebangkitan orang mati adalah salah satu dari doktrin-doktrin besar dari Kristus. Sekarang lihatlah kelicikan si ular dan keturunan ular. Mereka tidak menyangkal kebangkitan (karena itu secara berani dan terbuka menentang kata-kata Kristus), tetapi mereka memasukkan suatu penafsiran yang buruk pada doktrin itu, dengan mengatakan bahwa kebangkitan sudah lewat / berlalu, bahwa apa yang Kristus katakan berkenaan dengan kebangkitan harus dimengerti secara mistik dan dengan cara yang bersifat alegory, bahwa itu harus diartikan sebagai suatu kebangkitan rohani saja. Memang benar, disana ada suatu kebangkitan rohani, tetapi menyimpulkan dari sana bahwa tidak akan ada suatu kebangkitan yang benar dan sungguh-sungguh dari tubuh pada hari terakhir, berarti menabrakkan kebenaran dari Kristus satu sama lain.].
Contoh lain: Saksi-Saksi Yehuwa mempercayai Yesus sebagai ‘allah kecil’.
4) “dan dengan demikian merusak iman sebagian orang.”.
a) Selalu ada orang-orang bodoh yang tertipu oleh ajaran-ajaran sesat itu.
Calvin: “But when we learn that, from the very
beginning of the gospel, the faith of some was subverted, such an example ought
to excite us to diligence, that we may seize an early opportunity of driving
away from ourselves and others so dangerous a plague; for, in consequence of
the strong inclination of men to vanity, there is no absurdity so monstrous
that there shall not be some men who shall lend their ear to it.” (=
Tetapi pada waktu kita mempelajari bahwa dari sejak awal dari injil, iman dari
sebagian orang dirusak / dihancurkan, contoh seperti itu harus menggairahkan
kita pada kerajinan, supaya kita bisa menggunakan kesempatan yang dini
untuk menyingkirkan dari diri kita sendiri dan orang-orang lain wabah yang
berbahaya seperti itu; karena, sebagai konsekwensi dari kecenderungan yang kuat
dari orang-orang pada kesia-siaan, maka bukanlah kekonyolan yang begitu besar
bahwa disana akan tidak ada beberapa orang
yang akan mendengarkannya.).
Catatan: rasanya kata-kata bagian akhir ini kok kebanyakan kata ‘not’ (= tidak).
Pulpit Commentary: “It is the usual way with heresy to corrupt and destroy the gospel, under pretence of improving it. And there are always some weak brethren ready to be deceived and misled.” (= Merupakan cara yang umum / biasa dengan bidat untuk merusak dan menghancurkan injil, di bawah kepura-puraan untuk memperbaikinya. Dan disana selalu ada beberapa saudara yang lemah yang siap untuk ditipu dan disesatkan.).
Budgen mengutip dari Charles
Haddon Spurgeon (1834-1892) sebagai berikut:
“Every now and then there comes up a heresy, some woman turns prophetess and raves; or some lunatic gets the idea that God has inspired him, and there are always fools ready to follow any impostor” (= Sesekali muncullah seorang penyesat, seorang wanita yang menjadi nabiah dan mengoceh; atau seorang gila yang mempunyai gagasan bahwa Allah mengilhaminya, dan selalu ada orang-orang tolol yang siap untuk mengikuti seadanya penipu) - ‘The Charismatics and the Word of God’, hal 183.
Karena itu jangan meremehkan ajaran sesat
sekonyol apapun, karena itu selalu bisa menyesatkan orang.
Di facebook, grup ELIM, ajaran yang
mengatakan ‘iman = perbuatan’ sebetulnya sudah keterlaluan konyolnya, tetapi
kenyataannya banyak yang menerimanya! Sampai-sampai saya bantah dengan cara
sebagai berikut:
Ro 3:27-28 - “(27)
Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa?
Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan IMAN! (28) Karena
kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena IMAN, dan bukan karena ia
melakukan hukum Taurat.”.
Kalau iman = perbuatan, mari kita ganti kata ‘iman’ dengan kata ‘perbuatan’ dan lihat ayatnya akan jadi bagaimana.
Ro 3:27-28 (versi sesat) - “(27) Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan PERBUATAN! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena PERBUATAN, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.”.
Inipun tidak menyadarkan orang-orang sesat yang memang buta / membutakan dirinya itu!
b) Keselamatan
bisa hilang?
Kalau anak kalimat ini mengatakan bahwa ajaran sesat bisa merusak iman sebagian orang, apakah itu berarti bahwa orang-orang yang rusak imannya / disesatkan itu kehilangan keselamatan mereka? Tentu tidak! Ini sebetulnya jelas kalau kita membaca sambungan dari ay 18 ini yaitu ay 19: “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.
Jadi, orang-orang yang ‘imannya dirusakkan’
itu sebetulnya tidak pernah punya iman yang sungguh-sungguh, karena kalau
mereka punya, mereka tidak bisa betul-betul disesatkan.
1Yoh 2:18-19 - “(18)
Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu
dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak
antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang
terakhir. (19) Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak
sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk
pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu
terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh
termasuk pada kita.”.
Mat 24:24
- “Sebab
Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan
tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin,
mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.”.
Yoh 8:31 - “Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu”.
Jadi, mereka bukan kehilangan keselamatan, tetapi mereka tidak pernah diselamatkan.
2 Timotius 2:1-26(14)
2Timotius 2:14-26 - “(14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang. (19) Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’ (20) Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. (21) Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia. (22) Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. (23) Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran, (24) sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar (25) dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, (26) dan dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya.”.
2 Timotius 2: 19: “Tetapi dasar yang
diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa
kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan
hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.
KJV: ‘Nevertheless
the foundation of God standeth sure, having this seal, The Lord knoweth them
that are his. And, Let every one that nameth the name of Christ depart from iniquity.’ (= Tetapi fondasi Allah
berdiri teguh, mempunyai meterai ini, Tuhan mengenal mereka yang adalah
milikNya. Dan, Hendaklah setiap orang yang menyebut nama Kristus meninggalkan kejahatan).
RSV: “But God’s
firm foundation stands, bearing this seal: ‘The Lord knows those who are his,’
and, ‘Let every one who names the name of the Lord
depart from iniquity.’” (= Tetapi fondasi yang teguh dari Allah berdiri /
bertahan, memuat meterai ini: ‘Tuhan mengenal mereka yang adalah milikNya’,
dan, ‘Hendaklah setiap orang yang menyebut nama Tuhan
meninggalkan kejahatan’.).
NIV: “Nevertheless,
God’s solid foundation stands firm, sealed with this inscription: ‘The Lord
knows those who are his,’ and, ‘Everyone who confesses
the name of the Lord must turn away from
wickedness.’” (= Tetapi, fondasi yang kuat dari Allah berdiri teguh,
dimeteraikan dengan tulisan ini: ‘Tuhan mengenal mereka yang adalah milikNya’,
dan, ‘Setiap orang yang mengakui nama Tuhan
harus berbalik dari kejahatan’.).
NASB: “Nevertheless, the firm foundation of God stands, having this seal, ‘The Lord knows those who are His,’ and, ‘Everyone who names the name of the Lord is to abstain from wickedness.’” (= Tetapi, fondasi yang teguh dari Allah berdiri / bertahan, mempunyai meterai ini, ‘Tuhan mengenal mereka yang adalah milikNya’, dan, ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan harus menjauhkan diri dari kejahatan’.).
1) “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh”.
Untuk kata ‘dasar’ atau ‘fondasi’, tafsirannya sangat bervariasi, dan sukar dipastikan yang mana yang benar.
Calvin menafsirkan bahwa ini adalah simbol dari predestinasi.
Calvin: “And first he reminds us of the election
of God, which he metaphorically calls a foundation, expressing by this word the
firm and enduring constancy of it. Yet all this tends to prove the certainty of
our salvation, if we are of the elect of God. As if he had said, ‘The elect do
not depend on changing events, but rest on a solid and immovable foundation;
because their salvation is in the hand of God.’ For as ‘every plant which the
heavenly Father hath not planted must be rooted up,’ (Matthew 15:13,) so a
root, which has been fixed by his hand, is not liable to be injured by any
winds or storms.” [= Dan pertama-tama ia mengingatkan kita
tentang pemilihan Allah, yang secara kiasan ia sebut suatu dasar / fondasi,
dengan menyatakan dengan kata ini kekonstanan yang teguh dan bertahan darinya.
Tetapi semua ini cenderung untuk membuktikan kepastian dari keselamatan kita,
jika kita adalah orang-orang pilihan Allah. Seakan-akan ia telah berkata,
‘Orang-orang pilihan tidak tergantung pada peristiwa-peristiwa yang
berubah-ubah, tetapi bersandar pada suatu dasar / fondasi yang kuta dan tak
bisa digerakkan; karena keselamatan mereka ada dalam tangan Allah’. Karena
seperti ‘setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa surgawi harus dicabut’,
(Mat 15:13), demikian juga suatu akar, yang telah ditancapkan oleh tanganNya,
tidak bisa dilukai / dirugikan oleh angin atau badai apapun.].
Mat 15:13 - “Jawab Yesus: ‘Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh BapaKu yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya.”.
William Hendriksen mengatakan bahwa ada
banyak penafsiran tentang arti dari kata ‘dasar / fondasi’ ini, seperti
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (Alkitab), kebangkitan jasmani, agama
Kristen. Lalu ia memberikan 3 arti yang ia anggap paling penting:
a) Pemilihan
dari kekekalan.
Tentang arti ini William Hendriksen
mengatakan bahwa arti ini tidak bisa dibuang sama sekali, karena dalam ay 10
Paulus baru menyebutkan tentang pemilihan. Jadi tidak diragukan bahwa kasih ilahi
yang mempredestinasikan memang masuk di sini, khususnya dalam kata-kata ‘Tuhan mengenal siapa kepunyanNya’.
Tetapi William Hendriksen mengatakan bahwa
tidak ada tempat lain dimana Paulus menyebut pemilihan suatu dasar / fondasi.
Juga kata-kata yang kedua, yaitu ‘Setiap
orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan’ tidak cocok dengan arti ini, dan kontext
juga tidak menuntut arti ini.
b) Kristus
sendiri.
William Hendriksen mengatakan bahwa Kristus
memang disebut sebagai dasar / fondasi dalam 1Kor 3:10-12.
1Kor 3:10-12 - “(10)
Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai
seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain
membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan,
bagaimana ia harus membangun di atasnya. (11) Karena tidak ada seorangpun yang
dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu
Yesus Kristus. (12) Entahkah orang membangun di atas dasar ini
dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami,”.
Tetapi Hendriksen mengatakan bahwa kita tidak
bisa selalu mengartikan secara sama kiasan-kiasan yang diberikan oleh Paulus.
Dalam Ef 2:20 Kristus bukan disebut sebagai dasar / fondasi tetapi ‘batu penjuru’.
Ef 2:20 - “yang
dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus
sebagai batu penjuru.”.
c) Gereja.
William Hendriksen menerima arti ini.
William Hendriksen: “With respect to (3): I consider this view to be correct. The church, established upon the bedrock of
God’s predestinating love, is his foundation, his building well-founded.
Reasons for adopting this view: a. This harmonizes most beautifully with the
context: God’s true church
consists of those who are his, those who stand aloof from unrighteousness (note
the seal!). By calling the church ‘God’s solid
foundation,’ Paul stresses its permanency and immobility. Some, indeed,
have wandered away, etc., but the true
church is immovable! b. This is consistent with I Tim. 3:15. There, too,
the church is called ‘the foundation’
or ‘the support’ (there ἑδραίωμα, here in II Tim. 2:19 θεμέλιος).” [=
Berkenaan dengan (3): Saya menganggap pandangan ini sebagai benar. Gereja,
didirikan di atas batuan dasar dari kasih yang mempredestinasikan dari Allah,
adalah fondasi / dasarnya, bangunannya didasarkan dengan baik. Alasan-alasan
untuk mengambil pandangan ini: a. Ini harmonis secara indah dengan kontext:
Gereja yang benar dari Allah terdiri dari orang-orang yang adalah milikNya,
mereka yang berdiri jauh dari ketidak-benaran (perhatikan meterainya!). Dengan
menyebut gereja ‘dasar / fondasi yang teguh dari Allah’, Paulus menekankan
kepermanenannya dan ketidak-bergerakannya. Memang sebagian telah menyimpang /
tersesat, dsb., tetapi gereja yang benar tidak bisa digerakkan! b. Ini
konsisten dengan 1Tim 3:15. Di sana gereja juga disebut ‘fondasi’ atau
‘penopang’ (disana HEDRAIOMA, di sini dalam 2Tim 2:19 THEMELIOS)].
1Tim 3:15 - “Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat (gereja) dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar (HEDRAIOMA) kebenaran.”.
Matthew Henry: “It may be a great comfort to us that the unbelief of men cannot make the promise of God of no effect. Though the faith of some particular persons be overthrown, yet ‘the foundation of God standeth sure’ (v. 19); it is not possible that they should deceive the elect. Or it may be meant of the truth itself, which they impugn. All the attacks which the powers of darkness have made upon the doctrine of Christ cannot shake it; it stands firm, and weathers all the storms which have been raised against it.” (= Bisa merupakan suatu penghiburan yang besar bagi kita bahwa ketidakpercayaan manusia tidak bisa membuat janji Allah sia-sia / tak berhasil. Sekalipun iman dari beberapa orang-orang tertentu dirobohkan, tetapi ‘dasar / fondasi Allah berdiri teguh’ (ay 19); adalah tidak mungkin bahwa mereka menipu orang-orang pilihan. Atau itu bisa berarti kebenaran itu sendiri, yang mereka ragukan. Semua serangan-serangan yang kuasa kegelapan telah buat terhadap ajaran Kristus tidak bisa menggoncangkannya; itu berdiri teguh, dan melalui / menahan semua badai yang telah dibangkitkan terhadapnya.).
Barnes’ Notes: “The meaning is, that though some had been turned away by the arts of these errorists, yet the foundation of the church which God had laid remained firm; compare Eph 2:20, ‘And are built upon the foundation of the apostles and prophets, Jesus Christ himself being the chief cornerstone.’ As long as this foundation remained firm, there was no reason to be troubled from the few instances of apostasy which had occurred;” (= Artinya adalah, bahwa sekalipun beberapa telah berbalik oleh keahlian dari orang-orang yang salah / sesat ini, tetapi dasar / fondasi dari gereja yang Allah telah letakkan tetap teguh; bandingkan dengan Ef 2:20, ‘Dan dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru’. Selama dasar / fondasi ini tetap teguh, di sana tak ada alasan untuk menjadi terganggu dari sedikit / beberapa contoh-contoh kemurtadan yang telah terjadi;).
2) “dan meterainya ialah:”.
Calvin: “‘Having this seal.’ ... Paul means, that
under the secret guardianship of God, as a signet, is contained the salvation
of the elect, as Scripture testifies that they are ‘written in the book of life.’
(Psalm 69:28; Philippians 4:3.)” [= ‘mempunyai
meterai ini’. ... Paulus memaksudkan bahwa di bawah perlindungan rahasia dari
Allah, seperti sebuah segel / meterai, ada keselamatan dari orang-orang
pilihan, seperti Kitab Suci saksikan bahwa mereka ‘tertulis dalam kitab
kehidupan’ (Maz 69:29; Fil 4:3)].
Maz 69:29 - “Biarlah mereka dihapuskan dari kitab
kehidupan, janganlah mereka tercatat bersama-sama dengan orang-orang yang
benar!”.
Fil 4:3 - “Bahkan, kuminta kepadamu juga, Sunsugos, temanku yang setia: tolonglah mereka. Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan.”.
Barnes’ Notes: “‘Having
this seal.’ Or rather a seal with this inscription. The word ‘seal’ is
sometimes used to denote the instrument by which an impression is made, and
sometimes the impression or inscription itself. A seal is used for security
(Matt 27:66), or as a mark of genuineness; Rev 9:4. The seal here is one that
was affixed to the FOUNDATION, and seems to refer to some inscription ON the
foundation-stone which always remained there, and which denoted the character
and design of the edifice. The allusion is to the custom, in rearing an
edifice, of inscribing the name of the builder and the design of the edifice on
the cornerstone.” [= ‘Mempunyai segel / meterai ini’. Atau lebih
tepat suatu segel / meterai dengan tulisan ini. Kata ‘segel / meterai’
kadang-kadang digunakan untuk menunjuk pada alat dengan mana suatu cetakan
dibuat, dan kadang-kadang menunjuk pada cetakan atau tulisan itu sendiri. Suatu
segel / meterai digunakan untuk keamanan (Mat 27:66), atau sebagai suatu tanda
keaslian; Wah 9:4. Meterai di sini adalah meterai yang dilekatkan pada FONDASI,
dan kelihatannya menunjuk pada suatu tulisan PADA batu fondasi yang selalu
tetap di sana, dan yang menunjukkan karakter dan rancangan dari gedung. Kiasan
ini menunjuk pada kebiasaan, dalam mendirikan suatu gedung, dengan menuliskan
nama dari si pembangun dan rancangan dari gedung itu pada batu penjuru.].
Mat 27:66 - “Maka pergilah mereka dan dengan bantuan
penjaga-penjaga itu mereka memeterai kubur itu dan menjaganya.”.
Wah 9:4 - “Dan kepada mereka dipesankan, supaya mereka jangan merusakkan rumput-rumput di bumi atau tumbuh-tumbuhan ataupun pohon-pohon, melainkan hanya manusia yang tidak memakai meterai Allah di dahinya.”.
William Hendriksen: “God’s foundation has a
seal (not merely an
inscription!). Now a seal may indicate
authority and thus may protect
or at least warn against all
tampering. Thus, the tomb of Jesus was sealed (Matt. 27:66). Again, it may be a mark of ownership. ‘Set me as a
seal upon thy heart’ (Song of Solomon 8:6). Or it may authenticate a legal decree or other document, certifying and guaranteeing its genuine character.
Thus, the decree of Xerxes was sealed (Esther 3:12; cf. I Cor. 9:2). When we
now read that God’s solid foundation, the church, has a seal, it is probably
unwarranted to apply only one
of these three ideas to this
seal. The seal by which believers are sealed protects, indicates ownership, and
certifies, all three in one! Cf. Rev. 7:2–4. God the Father protects them, so that none are lost.
He has known them as his own
from all eternity (the context calls for this idea). God the Son owns them. They were given to him. Moreover, he bought or redeemed them with his precious blood. This idea of ownership is
clearly expressed here (‘the Lord knows those
who are his’). And God the Holy Spirit certifies that they are, indeed, the sons of God (Rom. 8:16).
This divine protection, ownership, and certification seals them!” [= Dasar
/ fondasi Allah mempunyai sebuah meterai (bukan semata-mata suatu tulisan!).
Sebuah meterai bisa menunjukkan otoritas dan dengan demikian bisa melindungi atau
setidaknya memperingati terhadap semua perusakan. Demikianlah, kubur Yesus
dimeteraikan (Mat 27:66). Lalu itu bisa merupakan suatu tanpa kepemilikan. ‘Taruhlah aku seperti
meterai pada hatimu’ (Kid 8:6). Atau itu bisa menegakkan / mengesahkan suatu
ketetapan hukum atau dokumen yang lain, menyatakan dan menjamin sifatnya yang
asli. Demikianlah, ketetapan dari Ahasyweros dimeteraikan (Ester 3:12; bdk.
1Kor 9:2). Pada waktu kita sekarang membaca bahwa dasar / fondasi yang teguh /
kuat dari Allah, gereja, mempunyai sebuah meterai, itu mungkin tidak beralasan
untuk menerapkan hanya satu dari tiga gagasan tentang meterai ini. Meterai
dengan mana orang-orang percaya dimeteraikan melindungi, menunjukkan
kepemilikan, dan menyatakan / menjamin, ketiganya dalam satu! Bdk. Wah 7:2-4.
Allah Bapa melindungi mereka, sehingga tak seorangpun hilang. Ia telah mengenal
mereka sebagai milikNya sejak kekekalan (kontextnya meminta gagasan ini). Allah
Anak memiliki mereka. Mereka diberikan kepadaNya. Selanjutnya, Ia membeli mereka
atau menebus mereka dengan darahNya yang mahal. Gagasan kepemilikan ini dengan
jelas dinyatakan di sini (‘Tuhan mengenal mereka yang adalah milikNya’). Dan
Allah Roh Kudus menyatakan / menjamin bahwa mereka memang adalah anak-anak
Allah (Ro 8:16). Perlindungan ilahi, kepemilikan, dan penjaminan ini
memeteraikan mereka!].
Catatan: Dalam Ester 3:8 Ahasyweros disebut Xerxes oleh NIV.
a) “‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’”.
Bdk. Mat 7:21-23 - “(21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
Bdk. Yoh 10:14 - “Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku”.
Barnes’ Notes: “‘The Lord knoweth them that are his.’ This is one of the inscriptions on the foundation-stone of the church, which seems to mark the character of the building. It always stands there, no matter who apostatizes. It is at the same time a fearful inscription - showing that no one can deceive God; that he is intimately acquainted with all who enter that building; and that in the multitudes which enter there, the friends and the foes of God are intimately known. He can separate his own friends from all others, and his constant care will be extended to all who are truly his own, to keep them from falling. This has the APPEARANCE of being a quotation, but no such passage is found in the Old Testament in so many words. In Nah 1:7, the following words are found: ‘And he knoweth them that trust in him;’ and it is possible that Paul may have had that in his eye; but it is not necessary to suppose that he designed it as a quotation. A phrase somewhat similar to this is found in Num. 16:5, ‘the Lord will show who are his,’ rendered in the Septuagint, ‘God knoweth who are his;’ and Whitby supposes that this is the passage referred to. But whether Paul had these passages in view or not, it is clear that he meant to say that it was one of the fundamental things in religion, that God knew who were his own people, and that he would preserve them from the danger of making shipwreck of their faith.” (= ‘Tuhan mengenal mereka yang adalah kepunyaanNya’. Ini adalah satu dari tulisan pada batu fondasi dari gereja, yang kelihatannya menandai karakter dari bangunan. Itu selalu berdiri di sana, tak peduli siapa yang murtad. Itu pada saat yang sama merupakan suatu tulisan yang menakutkan - menunjukkan bahwa tak seorangpun bisa menipu Allah; bahwa Ia tahu secara mendalam semua orang yang memasuki bangunan itu; dan bahwa dalam banyak orang yang masuk di sana, sahabat-sahabat dan musuh-musuh Allah dikenal secara mendalam. Ia bisa memisahkan sahabat-sahabatNya sendiri dari semua yang lain, dan perhatianNya yang terus menerus akan diperluas kepada semua orang yang benar-benar adalah milikNya, untuk menjaga mereka dari kejatuhan. Ini kelihatannya merupakan suatu kutipan, tetapi tidak ada text seperti itu ditemukan dalam Perjanjian Lama dalam begitu banyak kata-kata. Dalam Nahum 1:7, ditemukan kata-kata sebagai berikut: ‘Dan Ia mengenal orang-orang yang percaya kepadaNya’; dan adalah mungkin bahwa Paulus mempunyai itu dalam pandangannya; tetapi tidaklah perlu untuk menganggap bahwa ia merancangkannya sebagai suatu kutipan. Suatu ungkapan yang agak serupa dengan ini ditemukan dalam Bil 16:5, ‘TUHAN akan memberitahukan, siapa kepunyaanNya’, diterjemahkan dalam Septuaginta, ‘Allah mengenal siapa kepunyaanNya’; dan Whitby menganggap bahwa ini adalah text yang ditunjuk. Tetapi apakah Paulus mempunyai text-text ini dalam pandangannya atau tidak, adalah jelas bahwa ia bermaksud untuk mengatakan bahwa itu adalah salah satu dari hal-hal dasari dalam agama, bahwa Allah mengenal siapa yang adalah kepunyaanNya, dan bahwa Ia akan memelihara / melindungi mereka dari bahaya kekandasan iman mereka.).
b) “dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan
hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.
RSV/NIV/NASB menuliskan ‘Lord’ (= Tuhan), sama seperti Kitab
Suci Indonesia. Tetapi KJV menuliskan ‘Christ’
(= Kristus).
Di sini perbedaan terjadi karena perbedaan manuscript-manuscript, dan Adam Clarke mengatakan bahwa hampir semua manuscript-manuscript yang penting, dan juga versi-versi yang utama, menuliskan ‘Lord’ (= Tuhan).
Barnes’ Notes: “The foundation has two inscriptions - the first implying that God knows all who are his own people; the other, that all who are his professed people should depart from evil. This is not found in so many words in the Old Testament, and, like the former, it is not to be regarded as a quotation. The meaning is, that it is an elementary principle in the true church, that all who become members of it should lead holy lives. It was also true that they WOULD lead holy lives, and amidst all the defections of errorists, and all their attempts to draw away others from the true faith, those might be known to be the true people of God who DID avoid evil.” (= Fondasi itu mempunyai dua tulisan - yang pertama menunjukkan bahwa Allah mengenal semua orang yang adalah umatNya sendiri; tulisan yang lain, bahwa semua orang yang adalah orang-orang yang mengakuiNya harus meninggalkan kejahatan. Ini tidak ditemukan dalam begitu banyak kata dalam Perjanjian Lama, dan seperti yang terdahulu, itu tidak boleh dianggap sebagai suatu kutipan. Artinya adalah, bahwa merupakan suatu prinsip dasar dalam gereja yang benar, bahwa semua yang menjadi anggota-anggotanya harus menjalani kehidupan yang kudus. Juga adalah benar bahwa mereka akan menjalani kehidupan yang kudus, dan di tengah-tengah semua cacat dari orang-orang yang salah / sesat, dan semua usaha mereka untuk menjauhkan orang-orang lain dari iman yang sejati, mereka akan dikenal sebagai umat yang sejati dari Allah yang memang menghindari kejahatan.).
Bdk. Luk 6:46 - “‘Mengapa kamu berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?”.
Mat 7:21-23 - “(21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
Tit 2:14 - “yang telah menyerahkan diriNya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diriNya suatu umat, kepunyaanNya sendiri, yang rajin berbuat baik.”.
Pulpit Commentary: “One is,
‘THE LORD KNOWETH THEM THAT ARE HIS,’ taken verbatim
from the LXX. of Num 16:5: the other is, ‘LET EVERY ONE THAT NAMETH THE NAME
OF THE LORD DEPART FROM UNRIGHTEOUSNESS,’ This is nowhere to be found in the
Old Testament. The first part of the verse is indeed equivalent to Ku/rie
to\ o)noma/ sou o)noma/zomen in Isa
26:13, but there is nothing to answer to the second part. The passages quoted
by commentators from Num 16:26 and Isa 52:11 are far too general to indicate
any particular reference. Possibly the motto is one of those ‘faithful sayings’
before referred to. The two inscriptions, taken together, show the two sides of
the Christian standing - God’s election, and man’s holiness (comp. 1 John 1:6;
3:7,8).” [= YANG satu
adalah, ‘TUHAN MENGENAL MEREKA YANG ADALAH KEPUNYAANNYA’, diambil kata per kata
dari LXX dari Bil 16:5: yang lain adalah, ‘Hendaklah
SETIAP ORANG YANG MENYEBUT NAMA TUHAN MENINGGALKAN KETIDAK-BENARAN’, Ini tidak
ditemukan dimanapun dalam Perjanjian Lama. Bagian pertama dari ayat ini memang
sama dengan KURIE TO ONOMA SOU
ONOMAZOMEN dalam Yes 26:13, tetapi tak
ada yang sesuai dengan bagian yang kedua. Text yang dikutip oleh para penafsir
dari Bil 16:26 dan Yes 52:11 adalah jauh terlalu umum untuk menunjukkan
hubungan khusus apapun. Mungkin motto itu adalah salah satu dari ‘kata-kata
yang setia / bisa dipercaya’ itu sebelum ditunjuk. Kedua tulisan, diambil
bersama-sama, menunjukkan dua sisi dari kedudukan Kristen - pemilihan Allah,
dan kekudusan manusia (bdk. 1Yoh 1:6; 3:7,8).].
Bil 16:5 - “Dan
ia berkata kepada Korah dan segenap kumpulannya: ‘Besok pagi TUHAN akan
memberitahukan, siapa kepunyaanNya, dan siapa yang kudus, dan Ia akan
memperbolehkan orang itu mendekat kepadaNya; orang yang akan dipilihNya akan
diperbolehkanNya mendekat kepadaNya.”.
Yes 26:13 - “Ya TUHAN, Allah kami, tuan-tuan lain
pernah berkuasa atas kami, tetapi hanya namaMu saja kami masyhurkan.”.
Bil 16:26 - “Berkatalah
ia kepada umat itu: ‘Baiklah kamu menjauh dari kemah orang-orang fasik ini dan
janganlah kamu kena kepada sesuatu apapun dari kepunyaan mereka, supaya kamu
jangan mati lenyap oleh karena segala dosa mereka.’”.
Yes 52:11 - “Menjauhlah,
menjauhlah! Keluarlah dari sana! Janganlah engkau kena kepada yang najis!
Keluarlah dari tengah-tengahnya, sucikanlah dirimu, hai orang-orang yang
mengangkat perkakas rumah TUHAN!”.
1Yoh 1:6 - “Jika
kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di
dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran.”.
1Yoh 3:7-8 - “(7) Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar; (8) barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya. Untuk inilah Anak Allah menyatakan diriNya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu.”
William Hendriksen: “Whether the apostle derived the thoughts embodied in the two inscriptions directly from the Old Testament, or whether they had first become embodied in a Christian hymn, as some think, is a question that cannot now be answered, and is of little importance.” (= Apakah sang rasul mengambil pikiran yang diwujudkan dalam kedua tulisan itu secara langsung dari Perjanjian Lama, atau apakah mereka pertama-tama telah diwujudkan dalam suatu nyanyian pujian Kristen, seperti yang dipikirkan oleh sebagian orang, adalah suatu pertanyaan yang tidak bisa dijawab, dan tidak terlalu penting.).
2Tim 2:19 - “Tetapi
dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal
siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah
meninggalkan kejahatan.’”.
William Hendriksen: “The seal bears two closely related inscriptions. God’s decree and man’s responsibility receive equal recognition: The first inscription deals the deathblow to Pelagianism; the second, to fatalism. The first is dated in eternity; the second, in time. The first is a declaration which we must believe; the second, an exhortation which we must obey. The first exalts God’s predestinating mercy; the second emphasizes man’s inevitable duty. The first refers to the security; the second to the purity of the church” (= Meterai itu memuat dua tulisan yang berhubungan erat. Ketetapan Allah dan tanggung jawab manusia menerima pengakuan yang sama / setara: Tulisan yang pertama memberi pukulan mematikan kepada Pelagianisme; yang kedua, kepada fatalisme. Yang pertama dalam kekekalan; yang kedua dalam waktu. Yang pertama merupakan suatu pernyataan yang harus kita percayai; yang kedua, suatu desakan / nasehat yang harus kita taati. Yang pertama meninggikan belas kasihan yang mempredestinasikan dari Allah; yang kedua menekankan kewajiban yang tak terhindarkan dari manusia. Yang pertama menunjuk pada keamanan; yang kedua menunjuk pada kemurnian dari gereja).
William Hendriksen: “Between the two there is a very close connection. That
connection is interpreted beautifully in I Cor. 6:19b,20: ‘You are not your
own, for you were bought with a price (cf. the first inscription); glorify God
therefore in your body’ (cf. the second inscription). The close relationship
between the two inscriptions is evident also from the fact that the words of
both were probably derived from the same Old Testament incident; namely, the
rebellion by Korah, Dathan, and Abiram (Numbers 16). Hymenaeus and Philetus, in
their rebellion against true doctrine and holy living, resembled these wicked
men of the old dispensation. In both of these instances of rebellion against
constituted authority there was disbelief of what God had clearly revealed. In
both cases the leaders involved others in their crime. The implication is that
just as the rebellion under Korah, etc., ended in dire punishment for those who
rebelled and for their followers, so also will the present rebellion of
Hymenaeus and Philetus terminate in disaster for them and their disciples,
unless they repent.” [= Di antara
keduanya di sana ada suatu hubungan yang sangat erat / dekat. Hubungan itu
ditafsirkan secara indah dalam 1Kor 6:19b,20: ‘Kamu bukan milik kamu sendiri,
karena kamu telah dibeli dengan suatu harga (bdk. tulisan yang pertama); karena
itu muliakanlah Allah dalam tubuhmu!’ (bdk. tulisan yang kedua). Hubungan yang
dekat antara kedua tulisan itu juga jelas dari fakta bahwa kata-kata dari
keduanya mungkin diambil dari kejadian yang sama dalam Perjanjian Lama; yaitu
pemberontakan oleh Korah, Datan, dan Abiram (Bil 16). Himeneus dan Filetus,
dalam pemberontakan mereka terhadap doktrin yang benar dan kehidupan yang
kudus, menyerupai orang-orang jahat dari jaman Perjanjian Lama ini. Dalam kedua
hal / contoh pemberontakan terhadap otoritas yang ditetapkan / ditahbiskan ini,
disana ada ketidak-percayaan terhadap apa yang Allah secara jelas telah
nyatakan. Dalam kedua kasus, pemimpin-pemimpinnya melibatkan orang-orang lain
dalam kejahatan mereka. Maksudnya adalah bahwa sama seperti pemberontakan di
bawah Korah, dsb., berakhir dalam hukuman yang menakutkan bagi mereka yang
memberontak dan bagi para pengikut mereka, begitu juga pemberontakan saat ini
dari Himeneus dan Filetus akan berakhir dalam bencana bagi mereka dan
murid-murid mereka, kecuali mereka bertobat.].
1Kor 6:19-20 - “(19)
Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam
kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milik kamu
sendiri? (20) Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena
itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!”.
Bil 16:5,26 - “(5) Dan ia berkata kepada Korah dan segenap kumpulannya: ‘Besok pagi TUHAN akan memberitahukan, siapa kepunyaanNya, dan siapa yang kudus, dan Ia akan memperbolehkan orang itu mendekat kepadaNya; orang yang akan dipilihNya akan diperbolehkanNya mendekat kepadaNya. ... (26) Berkatalah ia kepada umat itu: ‘Baiklah kamu menjauh dari kemah orang-orang fasik ini dan janganlah kamu kena kepada sesuatu apapun dari kepunyaan mereka, supaya kamu jangan mati lenyap oleh karena segala dosa mereka.’”.
2 Timotius 2:1-26(15)
2Timotius 2:14-26 - “(14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang. (19) Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’ (20) Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. (21) Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia. (22) Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. (23) Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran, (24) sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar (25) dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, (26) dan dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya.”.
2 Timotius 2: 20: “Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia.”.
1) “Dalam rumah yang besar”.
Calvin: “Commentators are not agreed, however, whether the ‘great house’ means the Church alone, or the whole world. And, indeed, the context rather leads us to understand it as denoting the Church; for Paul is not now reasoning about strangers, but about God’s own family. Yet what he says is true generally, and in another passage the same Apostle extends it to the whole world; that is, at Romans 9:21, where he includes all the reprobate under the same word that is here used. We need not greatly dispute, therefore, if any person shall apply it simply to the world. Yet there can be no doubt that Paul’s object is to shew that we ought not to think it strange, that bad men are mixed with the good, which happens chiefly in the Church.” (= Tetapi, para penafsir tidak setuju, apakah ‘rumah yang besar’ berarti Gereja saja, atau seluruh dunia. Dan memang, kontext membimbing kami untuk mengertinya sebagai menunjukkan Gereja; karena Paulus sekarang tidak sedang berargumentasi / berbicara tentang orang-orang asing, tetapi tentang keluarga Allah sendiri. Tetapi apa yang ia katakan adalah benar secara umum, dan dalam text yang lain Rasul yang sama memperluasnya kepada seluruh dunia; yaitu pada Ro 9:21, dimana ia mencakup semua orang-orang reprobate / yang ditentukan untuk binasa di bawah kata yang sama yang digunakan di sini. Karena itu, kita tidak perlu sangat mempertengkarkannya jika siapapun menerapkannya kepada dunia. Tetapi tidak ada keraguan bahwa tujuan Paulus adalah menunjukkan bahwa kita tidak boleh memikirkannya sebagai sesuatu yang aneh, bahwa orang-orang jahat bercampur dengan orang-orang baik / saleh, yang terutama terjadi di dalam Gereja.).
Ro 9:21 - “Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.
William Hendriksen: “Timothy must not be surprised about the fact that there is such a thing as defection! He must bear in mind that it is with the visible church as it is with ‘a large house.’” (= Timotius tidak boleh terkejut tentang fakta bahwa di sana ada sesuatu seperti cacat / ketidaksempurnaan! Ia harus mencamkan bahwa gereja yang kelihatan adalah seperti ‘suatu rumah yang besar’.).
2) “bukan hanya
terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang
pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang
kurang mulia.”.
Kitab
Suci Indonesia: ‘mulia ... kurang mulia’.
KJV: ‘honour ... dishonour.’ (= terhormat
... tidak terhormat).
RSV/NIV: ‘noble ... ignoble.’ (= mulia
... tidak mulia).
NASB: ‘honor ... dishonor.’ (= terhormat ... tidak terhormat).
Barnes’ Notes: “‘And some to honour, and some to dishonour.’ Some to most honorable uses - as drinking vessels, and vessels to contain costly viands, and some for the less honorable purposes connected with cooking, etc. The same thing is to be expected in the church. See this idea illustrated at greater length under another figure in the notes at 1 Cor 12:14-26; compare the notes, Rom 9:21. The APPLICATION here seems to be, that in the church it is to be presumed that there will be a great variety of gifts and attainments, and that we are no more to expect that all will be alike, than we are that all the vessels in a large house will be made of gold.” (= ‘Dan sebagian / beberapa kepada kehormatan, dan sebagian / beberapa kepada ketidak-hormatan’. Sebagian / beberapa kepada penggunaan-penggunaan yang paling terhormat - seperti peralatan minum, dan peralatan untuk diisi makanan pilihan yang mahal, dan sebagian / beberapa untuk tujuan-tujuan yang kurang terhormat berhubungan dengan memasak, dsb. Hal yang sama harus diharapkan dalam gereja. Lihat gagasan ini dijelaskan dengan lebih panjang lebar di bawah gambaran yang lain dalam catatan pada 1Kor 12:14-26; bandingkan dengan catatan, Ro 9:21. PENERAPANnya di sini, kelihatannya adalah, bahwa dalam gereja harus dianggap bahwa di sana akan ada bermacam-macam karunia-karunia dan pencapaian-pencapaian, dan bahwa kita tidak boleh lebih mengharapkan bahwa semua akan serupa / sama, dari pada kita mengharapkan bahwa semua peralatan dalam sebuah rumah yang besar dibuat dari emas.).
Bagi saya adalah aneh kalau Barnes hanya mempersoalkan orang kristen yang sejati, dan hanya membedakan yang lebih setia dan yang kurang setia. Saya lebih setuju dengan Calvin di atas, dan Hendriksen dan Lenski di bawah, yang menganggap bahwa selain orang-orang kristen yang sejati, ada juga orang-orang kristen KTP / munafik / reprobate, di dalam gereja!
William Hendriksen: “Similarly, the visible church, as it manifests itself on
earth, contains true believers
(some more faithful, comparable to gold; others less faithful, comparable to
silver) and hypocrites. Cf.
Matt. 13:24–30: wheat and tares. The genuine members are destined for honor (see Matt. 25:34–40); the
others, for dishonor (see Matt. 25:41–45). Cf. I Sam. 2:30b; Rom. 9:21.” [=
Secara sama / mirip, gereja yang kelihatan, sebagaimana itu menyatakan dirinya
sendiri di bumi, terdiri dari orang-orang percaya yang sejati (sebagian lebih setia,
bisa dibandingkan dengan emas; yang lain kurang setia, bisa dibandingkan dengan
perak) dan orang-orang munafik. Bdk. Mat 13:24-30; lalang dan gandum.
Anggota-anggota yang asli ditentukan untuk kehormatan (lihat Mat 25:34-40);
yang lain, untuk ketidak-hormatan (lihat Mat 25:41-45). Bdk. 1Sam 2:30b; Ro
9:21.].
1Sam 2:30 - “Sebab itu - demikianlah firman TUHAN, Allah Israel - sesungguhnya Aku telah berjanji: Keluargamu dan kaummu akan hidup di hadapanKu selamanya, tetapi sekarang - demikianlah firman TUHAN - : Jauhlah hal itu dari padaKu! Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah.”.
Lenski: “The utensils of wood and of earthenware are persons who are only outwardly members of the visible church; they are ‘for dishonor,’ which does not mean for dirty use but unprized, eventually discarded and thrown on the junk heap. Nobody throws utensils that are made of gold and of silver out with the junk. We now see why the division is made between ‘gold and silver’ on the one hand, ‘wood and earthenware’ on the other, and why no other materials are mentioned, for that would spoil the illustration,” (= Alat-alat dari kayu dan tanah adalah orang-orang yang hanya secara lahiriah adalah anggota-anggota dari gereja yang kelihatan; mereka adalah ‘untuk ketidakhormatan’, yang bukan berarti untuk penggunaan yang kotor tetapi tidak berharga, yang akhirnya dibuang dan dilemparkan pada tumpukan sampah. Tak seorangpun melemparkan alat-alat yang dibuat dari emas dan dari perak keluar bersama dengan sampah. Sekarang kita melihat mengapa pembagian dibuat antara ‘emas dan perak’ di satu sisi, ‘kayu dan tanah’ di sisi yang lain, dan mengapa tak ada bahan-bahan lain disebutkan, karena itu akan merusak ilustrasinya,).
Lenski: “‘For honor’ and ‘for dishonor’ do not refer to the use that is made of these utensils, some being intended for noble, some for ignoble use. Nothing is said about their use, for this is not the point; the one and only point is preciousness, some utensils being so precious as never to be thrown away, some so cheap as to be readily thrown away.” (= ‘Untuk kehormatan’ dan ‘untuk ketidak-hormatan’ tidak menunjuk pada penggunaan yang dibuat oleh peralatan-peralatan ini, sebagian dimaksudkan untuk penggunaan yang mulia, sebagian untuk penggunaan yang tidak mulia. Tak ada apapun dikatakan tentang penggunaan mereka, karena ini bukanlah tujuannya; satu-satunya tujuan adalah keberhargaannya, sebagian peralatan begitu berharga sehingga tidak pernah dibuang, sebagian begitu murah sehingga siap untuk dibuang.).
Adam Clarke: “As the foundation of God refers to God’s building, i.e. the whole system of Christianity, so here the great house is to be understood of the same; and the different kinds of vessels mean the different teachers, as well as the different kinds of members. In this sacred house at Ephesus there were vessels of gold and silver - eminent, holy, sincere, and useful teachers and members, and also vessels of wood and of earth - false and heretical teachers, such as Hymeneus and Philetus, and their followers.” (= Sebagaimana fondasi Allah menunjuk pada bangunan Allah, yaitu seluruh sistim kekristenan, begitu juga di sini rumah yang besar harus dimengerti berkenaan dengan hal yang sama; dan jenis-jenis yang berbeda dari peralatan-peralatan berarti guru-guru / pengajar-pengajar yang berbeda-beda, maupun jenis-jenis yang berbeda-beda dari anggota-anggota. Dalam rumah yang keramat di Efesus ini di sana ada peralatan-peralatan dari emas dan perak - guru-guru / pengajar-pengajar dan anggota-anggota yang menonjol, kudus, sungguh-sungguh / tulus, dan juga peralatan-peralatan dari kayu dan tanah - guru-guru / pengajar-pengajar palsu dan sesat, seperti Himeneus dan Filetus, dan pengikut-pengikut mereka.).
Kalau Adam Clarke menafsirkan bahwa kata-kata itu bukan hanya menunjuk kepada anggota-anggota gereja, tetapi juga kepada guru-guru / pengajar-pengajar, maka John Stott bahkan menafsirkan bahwa kata-kata ini HANYA menunjuk kepada guru-guru / pengajar-pengajar.
John Stott: “From
this usage I think we would be justified in concluding that the two sets of
vessels in the great house (gold and silver for noble use, wood and earthenware
for ignoble) represent not genuine and spurious members of the church but true
and false teachers in the church. Paul is still, in fact, referring to the two
sets of teachers he has contrasted in the previous paragraph, the authentic
like Timothy and the bogus like Hymenaeus and Alexander. The only difference is
that he changes the metaphor from good and bad workmen to noble and ignoble
vessels.” [= Dari
penggunaan ini saya berpikir bahwa kita akan dibenarkan dalam menyimpulkan
bahwa dua set peralatan dalam rumah yang besar (emas dan perak untuk penggunaan
yang mulia, kayu dan tanah untuk penggunaan yang tidak mulia) mewakili bukan
anggota-anggota yang asli dan palsu dari gereja tetapi guru-guru /
pengajar-pengajar yang sejati dan palsu dalam gereja. Paulus sebetulnya
tetap menunjuk kepada dua set guru-guru / pengajar-pengajar yang telah
ia kontraskan dalam paragraf sebelumnya, yang asli seperti Timotius dan yang gadungan
/ palsu seperti Himeneus dan Aleksander. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa ia
mengubah kiasannya dari pekerja-pekerja yang baik dan jahat menjadi
peralatan-peralatan yang mulia dan tidak mulia.].
Catatan: saya tak mengerti bagaimana Aleksander muncul di sini. Yang muncul dalam 2Tim 2:17 adalah Filetus. Aleksander muncul dalam 1Tim 1:20 dan 2Tim 4:14.
Matthew Henry: “There are some professors of religion that are like the vessels of wood and earth, they are vessels of dishonour. But at the same time all are not vessels of dishonour; there are ‘vessels of gold and silver,’ vessels of honour, ‘that are sanctified and meet for the Master’s use.’ When we are discouraged by the badness of some, we must encourage ourselves by the consideration of the goodness of others.” (= Di sana ada sebagian pengaku-pengaku agama yang adalah seperti peralatan-peralatan dari kayu dan tanah, mereka adalah peralatan-peralatan dari ketidak-hormatan. Tetapi pada saat yang sama tidak semua adalah peralatan ketidak-hormatan; di sana ada ‘peralatan-peralatan dari emas dan perak’, peralatan-peralatan kehormatan, ‘yang dikuduskan dan cocok untuk penggunaan sang Tuan’. Pada waktu kita kecil hati karena keburukan dari beberapa orang, kita harus menguatkan diri kita sendiri oleh pertimbangan dari kebaikan dari orang-orang lain.).
Penerapan: jangan terus menyoroti orang-orang
brengsek dalam gereja, itu akan membuat saudara kecil hati, bahkan mungkin saja
lalu meniru kehidupan mereka.
Mat 24:12 - “Dan karena makin bertambahnya
kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.”.
Lihatlah, pikirkanlah, dan tirulah kehidupan dari orang-orang yang saleh dalam gereja.
2 Timotius 2: 21: “Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia.”.
1) “Jika seorang menyucikan dirinya dari
hal-hal yang jahat,”.
Kata-kata ‘yang
jahat’ ini sebetulnya
tidak ada.
KJV: ‘from
these’ (= dari ini).
RSV: ‘from
what is ignoble’ (= dari apa yang tidak mulia).
NIV: ‘from
the latter’ (= dari yang terakhir).
NASB: ‘from
these things’ (= dari hal-hal ini).
Catatan: NASB menuliskan kata ‘things’ dengan huruf miring, yang menunjukkan kata itu sebetulnya tidak ada dalam bahasa aslinya. Jadi, yang betul-betul hurufiah adalah terjemahan KJV.
Apa arti dari kata ‘these’ / ‘ini’ di sini? Ada penafsir-penafsir yang mengartikan ‘these’ / ‘ini’ sebagai menunjuk kepada guru-guru / pengajar-pengajar palsu yang dibicarakan dalam ayat-ayat sebelumnya, dan / atau menunjuk pada ajaran-ajaran sesat mereka. Tetapi jelas bahwa kejahatan dari guru-guru / pengajar-pengajar palsu itu tercakup sebagai hal-hal yang harus dihindari.
Bible Knowledge Commentary: “Paul then shifted the metaphor slightly to show how one can be an instrument for noble purposes, by cleansing himself from the ignoble vessels. The metaphor is somewhat mixed (one would usually think of cleansing from corruption, not cleansing from the corrupted vessels), but the apostle’s point is clear: Timothy was to have nothing to do with the false teachers. ... What is clean and set apart for special use can easily get contaminated and be rendered unusable through contact with the corrupt.” [= Paulus lalu menggeser kiasannya sedikit untuk menunjukkan bagaimana seseorang bisa menjadi suatu alat untuk tujuan yang mulia, dengan membersihkan dirinya sendiri dari peralatan-peralatan yang tidak mulia. Kiasannya agak tercampur (orang biasanya berpikir tentang pembersihan dari kejahatan, bukan pembersihan dari peralatan-peralatan yang jahat / rusak), tetapi maksud sang rasul adalah jelas: Timotius tidak boleh berurusan apapun dengan guru-guru / pengajar-pengajar palsu. ... Apa yang bersih dan dipisahkan untuk penggunaan khusus bisa dengan mudah terkontaminasi dan dijadikan tak bisa digunakan melalui kontak dengan yang jahat / rusak.].
Pulpit Commentary: “The idea, therefore, seems to be that of separation, and, if so, ‘from these’ may certainly mean from the false teachers described under the image of the vessels unto dishonour, as usually explained. At the same time, the image is better sustained if we understand ‘from these’ to mean the babblings, and ungodliness, and eating words of the heretics denounced. It is hardly natural to imply that one vessel in the house will become a golden vessel by purging itself from the wooden and earthen vessels. Neither is separation from the false teachers the point which St. Paul is here pressing, but avoidance of false doctrines.” (= Karena itu, gagasannya kelihatannya adalah tentang pemisahan, dan jika demikian, ‘dari ini’ pasti bisa berarti dari guru-guru / pengajar-pengajar palsu yang digambarkan di bawah gambaran dari peralatan-peralatan bagi ketidak-hormatan, seperti biasanya dijelaskan. Pada saat yang sama, gambaran itu disokong dengan lebih baik jika kita mengerti ‘dari ini’ sebagai berarti ocehan-ocehan, dan kejahatan, dan kata-kata yang merusak dari orang-orang sesat yang dicela. Hampir tidak wajar untuk mengatakan secara tak langsung bahwa satu peralatan dalam rumah akan menjadi suatu peralatan dari emas dengan menyucikan dirinya sendiri dari peralatan-peralatan dari kayu dan tanah. Juga pemisahan dari guru-guru / pengajar-pengajar palsu bukanlah maksud yang Santo Paulus tekankan di sini, tetapi penghindaran dari ajaran-ajaran yang salah / palsu.).
Barnes’ Notes: “‘If a man therefore purge himself from these, he shall be a vessel unto honour.’ ... The word ‘these’ refers, here, to the persons represented by the vessels of wood and of earth - the vessels made to dishonor, as mentioned in the previous verse (2 Tim 2:20). The idea is, that if one would preserve himself from the corrupting influence of such men, he would be fitted to be a vessel of honor, or to be employed in the most useful and honorable service in the cause of his Master.” [= ‘Jika seseorang menyucikan dirinya sendiri dari ini, ia akan menjadi suatu peralatan bagi kehormatan’. ... Kata ‘ini’ di sini menunjuk kepada orang-orang yang digambarkan dengan peralatan-peralatan dari kayu dan tanah - peralatan-peralatan yang dibuat bagi ketidak-hormatan, seperti disebutkan dalam ayat sebelumnya (2Tim 2:20). Gagasannya adalah, bahwa jika seseorang mau menjaga dirinya sendiri dari pengaruh merusak dari orang-orang seperti itu, ia akan jadi cocok untuk menjadi suatu peralatan kehormatan, atau untuk digunakan dalam pelayanan yang paling berguna dan terhormat dalam perkara Tuannya.].
John Stott: “The master of the house lays down only one condition. The vessels which he uses must be clean. His promise hinges on this. It is evident at once that some kind of self-purification is the indispensable condition of usefulness to Christ, but exactly what is it? The words ‘from what is ignoble’ are the RSV interpretation of apo toutōn ‘from these’ (plural), and ‘these’ must refer back to the ‘vessels for ignoble use’ of the previous verse. In what sense, then, are we to purify ourselves from these? It cannot mean that we are to cut adrift from all nominal church members whom we suspect of being spurious, and secede from the visible church, for Jesus indicated in his parable that the weeds had been sown among the wheat and could not be successfully separated from them until the harvest. Besides, we have already seen that it is teachers rather than members who are indicated by the two sorts of vessels. This fact and the context suggest, therefore, that we are to hold ourselves aloof from the kind of false teachers who, like Hymenaeus and Philetus, both deny some fundamental of the gospel and (according to 1 Tim. 1:19, 20) have also violated their conscience and lapsed into some form of unrighteousness. But Paul’s condition is more radical even than this. What we are to avoid is not so much contact with such men as their error and their evil. To purify ourselves ‘from these’ is essentially to purge their falsehood from our minds and their wickedness from our hearts and lives. Purity, then - purity of doctrine and purity of life - is the essential condition of being serviceable to Christ.” [= Tuan dari rumah memberikan hanya satu syarat. Peralatan yang ia gunakan harus bersih. Janjinya bergantung pada ini. Segera terlihat dengan jelas bahwa sejenis pemurnian diri sendiri adalah syarat yang sangat diperlukan dari kebergunaan bagi Kristus, tetapi persisnya apakah itu? Kata-kata ‘dari apa yang tidak mulia’ adalah penafsiran RSV tentang APO TAUTON ‘dari ini’ (jamak), dan ‘ini’ harus menunjuk kembali kepada ‘peralatan-peralatan untuk penggunaan yang tidak mulia’ dari ayat sebelumnya. Lalu dalam arti apa kita harus memurnikan diri kita sendiri dari ini? Itu tidak bisa berarti bahwa kita harus memotong sehingga hanyut dari semua anggota-anggota gereja yang hanya namanya saja anggota gereja, yang kita curigai sebagai palsu, dan melepaskan / menarik diri dari gereja yang kelihatan, karena Yesus menyatakan dalam perumpamaanNya bahwa rumput liar / lalang telah ditaburkan di antara gandum dan tidak bisa secara sukses dipisahkan dari mereka sampai musim menuai. Disamping, kita telah melihat bahwa adalah guru-guru / pengajar-pengajar dan bukannya anggota-anggota yang ditunjukkan oleh dua jenis peralatan. Karena itu, fakta ini dan kontextnya mengusulkan / menganjurkan bahwa kita harus menahan diri kita sendiri jauh-jauh dari jenis guru-guru / pengajar-pengajar palsu yang, seperti Himeneus dan Filetus, keduanya menyangkal beberapa ajaran dasar dari injil dan (menurut 1Tim 1:19,20) juga telah melanggar hati nurani mereka dan tergelincir ke dalam suatu bentuk ketidak-benaran. Tetapi syarat dari Paulus bahkan lebih radikal dari ini. Apa yang harus kita hindari bukanlah kontak dengan orang-orang seperti itu tetapi lebih pada kesalahan mereka dan kejahatan mereka. Memurnikan diri kita sendiri ‘dari ini’ secara hakiki adalah menyucikan kepalsuan / kesalahan mereka dari pikiran kita dan kejahatan mereka dari hati dan kehidupan kita. Maka, kemurnian - kemurnian ajaran dan kemurnian kehidupan - adalah syarat yang mutlak perlu dari keadaan berguna bagi Kristus.].
William Hendriksen: “Close and intimate association with hypocrites may easily lead
to moral and spiritual contamination (I Cor. 15:33; and see N.T.C. on II Thess.
3:14). The temptation to fall into this trap must be avoided. The sin of
accepting the doctrines and/or of copying the example of such wicked men
(whether the latter be thought of as still in the church or as already out of
the church) must be avoided (cf. verse 19b); and if committed, must be
confessed, and the evil must be overcome with good. Thus, a person must
‘effectively’ or ‘thoroughly’ cleanse himself ‘from these,’ that is, from evil
men (‘utensils for dishonor’) and their defiling doctrines and practices; from
such men as Hymenaeus and Philetus and their disciples, and from their false
teachings and evil habits.” [= Persatuan
/ pergaulan yang dekat dan intim dengan orang-orang munafik bisa dengan mudah
membimbing pada pencemaran moral dan rohani (1Kor 15:33; dan lihat N.T. C.
tentang 2Tes 3:14). Pencobaan untuk jatuh pada jebakan ini harus dihindari.
Dosa tentang penerimaan doktrin-doktrin dan / atau peniruan teladan dari
orang-orang jahat seperti itu (apakah yang belakangan ini dianggap sebagai
tetap dalam gereja atau sebagai telah ada di luar gereja) harus dihindari (bdk.
ayat 19b); dan jika dilakukan, harus diakui, dan yang jahat harus dikalahkan
dengan yang baik. Maka, seseorang harus ‘secara efektif’ atau ‘secara
menyeluruh’ membersihkan dirinya sendiri ‘dari ini’, yaitu dari orang-orang
jahat (‘peralatan-peralatan untuk ketidak-hormatan’) dan doktrin-doktrin dan
praktek-praktek mereka yang merusak; dari orang-orang seperti Himeneus dan
Filetus dan murid-murid mereka, dan dari ajaran-ajaran palsu dan
kebiasaan-kebiasaan jahat mereka.].
1Kor 15:33 - “Janganlah
kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.”.
2Tes 3:14 - “Jika ada orang yang tidak mau mendengarkan apa yang kami katakan dalam surat ini, tandailah dia dan jangan bergaul dengan dia, supaya ia menjadi malu,”.
Calvin: “here God explicitly states in what manner he wishes us to serve him, that is, by a religious and holy life.” (= di sini Allah secara explicit menyatakan dengan cara apa Ia ingin kita melayani Dia, yaitu dengan suatu kehidupan yang religius dan kudus.).
Jadi, Calvin menekankan pembuangan dosa /
kejahatan. Dan ini cocok dengan kontext:
· Ay 19b: “‘Setiap
orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.
· Ay 22: “Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni.”.
2) “ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia.”.
Apakah potongan kalimat ini menunjukkan bahwa orang bisa berubah dari perabot yang tidak mulia menjadi perabot yang mulia?
Lenski: “The condition is one of expectancy, for who would expect any person to turn himself from gold or silver into wood or earthenware? The application is left general: ‘if, then, anyone,’ for it applies to all true members of the church and not merely to Timothy. The illustration and the reality are interwoven so as to bring out the point. But this, of necessity, strains the illustration. In the case of lifeless household utensils it is the rule: once a thing of gold or of silver always a thing of gold or of silver, and this is, of course, also true with regard to things of wood or of earthenware. But that is not the case with regard to the living persons here illustrated. They may change from gold and silver to wood and earthenware, from genuine to mere outward church members. Illustrations must frequently be strained in this way: they only touch the reality, indicate it only in a weak way; they are on a poor, low plane, the reality on a far higher plane. We should, therefore, accept the strain and not force the reality down to the illustration or the illustration up to the reality.” (= Keadaannya adalah keadaan dari pengharapan, karena siapa akan mengharapkan siapapun untuk mengubah dirinya sendiri dari emas atau perak menjadi kayu atau tanah? Penerapannya dibiarkan umum: ‘maka, jika siapapun’, karena itu diterapkan kepada semua anggota-anggota sejati dari gereja dan bukan semata-mata kepada Timotius. Ilustrasi dan kenyataannya dijalin sehingga mengeluarkan / menghasilkan tujuannya. Tetapi ini harus memaksakan ilustrasinya. Dalam kasus dari peralatan-peralatan rumah yang tak bernyawa ini adalah peraturannya: sekali suatu benda dari emas atau perak, selalu suatu benda dari emas atau perak, dan tentu saja ini juga benar berkenaan dengan benda-benda dari kayu dan tanah. Tetapi itu bukan kasusnya berkenaan dengan orang-orang hidup yang di sini diilustrasikan. Mereka bisa berubah dari emas dan perak menjadi kayu dan tanah, dari anggota-anggota gereja yang sejati menjadi yang semata-mata lahiriah. Ilustrasi-ilustrasi sering harus dipaksa dengan cara ini: mereka hanya menyentuh kenyataannya, menunjukkannya hanya dengan cara yang lemah; mereka ada pada dataran yang miskin dan rendah, kenyataannya ada pada dataran yang jauh lebih tinggi. Karena itu, kita harus menerima pemaksaannya dan tidak memaksa kenyataannya turun pada ilustrasinya atau ilustrasinya naik pada kenyataannya.).
Saya tak setuju dengan Lenski dalam hal ini. Paulus memberikan kiasan tentang perabot-perabot dari emas, perak, kayu dan tanah di sini, bukan untuk mempersoalkan perubahan itu, apalagi mempersoalkan siapa penyebab dari perubahan itu.
Calvin: “There are many who misapply this passage,
for the sake of proving that what Paul elsewhere (Romans 9:16) declares to
belong ‘to God that sheweth mercy,’ is actually within the power of ‘him that
willeth and him that runneth.’ This is exceedingly frivolous; for Paul does not
here argue about the election of men, in order to shew what is the cause of it,
as he does in the ninth chapter of the Epistle to the Romans (Romans 9); but
only means that we are unlike wicked men, whom we perceive to have been born to
their perdition. It is consequently foolish to draw an inference from these
words, about the question whether it is in a man’s power to place himself in
the number of the children of God, and to be the author of his own adoption.” [= Ada
banyak yang menerapkan secara salah text ini, untuk membuktikan bahwa apa yang
Paulus di tempat lain (Ro 9:16) nyatakan sebagai milik ‘dari Allah yang
menunjukkan belas kasihan’, sebenarnya ada dalam kuasa dari ‘dia yang
menghendaki dan dia yang berlari / berusaha’. Ini sangat sembrono; karena di
sini Paulus tidak berargumentasi tentang pemilihan manusia, untuk menunjukkan
apa penyebabnya, seperti yang ia lakukan dalam pasal ke sembilan dari Surat
kepada Gereja Roma (Ro 9); tetapi hanya memaksudkan bahwa kita tidak seperti
orang-orang jahat, yang kita mengerti sebagai telah dilahirkan untuk kebinasaan
mereka. Karena itu adalah tolol untuk menarik suatu kesimpulan dari kata-kata
ini, tentang pertanyaan apakah itu ada dalam kuasa manusia untuk menempatkan
dirinya sendiri dalam kelompok dari anak-anak Allah, dan menjadi pencipta dari pengadopsiannya
sendiri.].
Ro 9:16 - “Jadi
hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada
kemurahan hati Allah.”.
KJV: ‘So then it is not of him that willeth, nor of him that runneth, but of God that sheweth mercy.’ (= Maka itu bukan dari dia yang menghendaki, ataupun dari dia yang berlari / berusaha, tetapi dari Allah yang menunjukkan belas kasihan).
Calvin: “Others, who infer from these words that free-will is sufficient for preparing a man, that he may be fit and qualified for obeying God, do not at first sight appear to be so absurd as the former, yet there is no solidity in what they advance. ... Beyond all controversy, we are called to holiness. But the question about the calling and duty of Christians is totally different from the question about their power or ability.” (= Orang-orang lain, yang menyimpulkan dari kata-kata ini bahwa kehendak bebas adalah cukup untuk mempersiapkan seseorang, supaya ia bisa cocok dan memenuhi syarat untuk mentaati Allah, pertama-tama tidak terlihat sebagai begitu menggelikan seperti yang terdahulu, tetapi di sana tidak ada kekuatan dalam apa yang mereka ajukan. ... Tak diragukan, kita dipanggil pada kekudusan. Tetapi pertanyaan tentang panggilan dan kewajiban orang-orang Kristen sama sekali berbeda dari pertanyaan tentang kuasa / kekuatan atau kemampuan mereka.).
2 Timotius 2:1-26(16)
2Timotius 2:14-26 - “(14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang. (19) Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’ (20) Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. (21) Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia. (22) Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. (23) Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran, (24) sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar (25) dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, (26) dan dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya.”.
2 Timotius 2: 22: “Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni.”.
William Hendriksen: “The way to cleanse oneself is to become detached from that which is evil and attached to that which is good. Hence, Paul continues: ‘But from the desires of youth flee away, and run after righteousness, faith, love, peace with those who call upon the Lord out of pure hearts.’” (= Cara / jalan untuk membersihkan diri sendiri adalah dengan memisahkan dari apa yang jahat dan melekatkan pada apa yang baik. Maka, Paulus melanjutkan: ‘Tetapi larilah dari keinginan-keinginan orang muda, dan kejarlah kebenaran, kesetiaan, kasih, damai dengan mereka yang memanggil Tuhan dari hati yang murni.’).
1) “Sebab itu jauhilah nafsu orang muda,”.
Kata ‘nafsu’.
KJV/NASB: ‘lusts’ (= nafsu-nafsu).
RSV: ‘passions’
(= nafsu-nafsu / keinginan-keinginan).
NIV: ‘desires’ (= keinginan-keinginan).
Kata ‘jauhilah’.
RSV: ‘shun’
(= hindarilah / jauhilah).
KJV/NIV/NASB/ASV/NKJV:
‘flee’ (= larilah).
Yang terakhir ini menurut saya merupakan terjemahan yang lebih tepat.
Timotius harus menjauhi / lari dari hal-hal yang negatif.
Mengapa Paulus mengatakan ‘nafsu orang muda’?
Calvin: “By this term he does not mean either a propensity to uncleanness, or any of those licentious courses or sinful lusts in which young men frequently indulge, but any impetuous passions to which the excessive warmth of that age is prone. If some debate has arisen, young men more quickly grow warm, are more easily irritated, more frequently blunder through want of experience, and rush forward with greater confidence and rashness, than men of riper age. With good reason, therefore, does Paul advise Timothy, being a young man, to be strictly on his guard against the vices of youth, which otherwise might easily drive him to useless disputes.” (= Dengan istilah ini ia tidak memaksudkan atau suatu kecenderungan pada kenajisan, atau apapun dari jalan-jalan yang tidak mempedulikan hukum atau nafsu-nafsu yang berdosa, dalam mana orang-orang muda sering memuaskan diri, tetapi nafsu / keinginan yang tergesa-gesa / tak sabar pada mana kehangatan yang berlebihan dari usia itu condong. Jika suatu perdebatan muncul, orang-orang muda menjadi panas dengan lebih cepat, lebih mudah jengkel, lebih sering melakukan blunder karena kurangnya pengalaman, dan maju dengan gegabah dengan keyakinan yang lebih besar dan kegegabahan, dari pada orang dengan usia yang lebih matang. Karena itu, dengan alasan yang baik Paulus menasihati Timotius, yang adalah seorang muda, untuk secara ketat berjaga-jaga terhadap kejahatan-kejahatan dari orang muda, yang kalau tidak, bisa dengan mudah mendorong dia pada pertengkaran yang sia-sia.).
Saya meragukan penafsiran Calvin tentang hal ini. Alasan saya, kalau hanya untuk hal seperti itu, mengapa Paulus menggunakan istilah yang begitu keras, yaitu ‘flee’ (= larilah)? Bandingkan dengan komentar-komentar Albert Barnes di bawah ini.
Barnes’ Notes: “‘Flee also youthful lusts.’ Such passions as youth are subject to. On the word ‘flee,’ and the pertinency of its use in such a connection, see the notes at 1 Cor 6:18. Paul felt that Timothy, then a young man, was subject to the same passions as other young men; and hence, his repeated cautions to him to avoid all those things, arising from his youth, which might be the occasion of scandal; ... It is to be remembered that this Epistle is applicable to other ministers, as well as to Timothy; and, to a young man in the ministry, no counsel could be more appropriate than to ‘FLEE from youthful lusts;’ not to indulge for a moment in those corrupt passions to which youth are subject,” (= ‘Larilah juga dari nafsu-nafsu orang muda’. Nafsu-nafsu seperti itu terhadap mana orang muda condong. Tentang kata ‘larilah’, dan kecocokan dari penggunaannya dalam hubungan seperti itu, lihat catatan pada 1Kor 6:18. Paulus merasa bahwa Timotius, yang pada saat itu adalah seorang muda, condong pada nafsu-nafsu yang sama seperti orang-orang muda yang lain; dan karena itu ia memberinya peringatan berulang-ulang untuk menghindari semua hal-hal itu, yang muncul dari kemudaannya, yang bisa menjadi penyebab dari skandal; ... Harus diingat bahwa Surat ini berlaku untuk pendeta-pendeta lain, maupun untuk Timotius; dan bagi seorang muda dalam pelayanan, tak ada nasehat yang bisa lebih cocok dari pada untuk ‘lari dari nafsu-nafsu orang muda’; tidak memuaskan diri sesaatpun dalam nafsu-nafsu yang rusak / jahat itu pada mana orang muda condong,).
Barnes’ Notes (tentang 1Kor 6:18): “There is force and emphasis in the word ‘flee’ feugate. Man should ESCAPE from it; he should not stay to REASON about it; to debate the matter; or even to CONTEND with his propensities, and to try the strength of his virtue. There are some sins which a man can RESIST; some about which he can reason without danger of pollution. But this is a sin where a man is SAFE only when he flies; free from pollution only when he refuses to entertain a thought of it; secure when he seeks a victory by flight, and a conquest by retreat. Let a man turn away from it without reflection on it and he is safe. Let him think, and reason, and he may be ruined.” (= Ada kekuatan dan penekanan dalam kata ‘larilah’ FEUGATE. Orang harus LOLOS darinya; ia tidak boleh tinggal untuk BERARGUMENTASI tentangnya; memperdebatkan persoalan itu; atau bahkan menentang / melawannya dengan kecondongan-kecondongannya, dan mencoba / menguji kekuatan dari kebaikannya. Ada beberapa dosa-dosa yang orang bisa TAHAN; beberapa tentang mana ia bisa berargumentasi tanpa bahaya dari polusi. Tetapi ada suatu dosa dimana seseorang AMAN hanya kalau ia terbang / lari; bebas dari polusi hanya kalau ia menolak untuk mengenangnya; aman kalau ia mencari suatu kemenangan dengan lari, dan suatu penaklukan dengan mundur. Biarlah seseorang berbalik darinya tanpa pemikiran tentangnya dan ia aman. Biarlah ia berpikir, dan berargumentasi, dan ia bisa / mungkin dihancurkan.).
Bdk. Kej 39:7-12 - “(7) Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: ‘Marilah tidur dengan aku.’ (8) Tetapi Yusuf menolak dan berkata kepada isteri tuannya itu: ‘Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku, (9) bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?’ (10) Walaupun dari hari ke hari perempuan itu membujuk Yusuf, Yusuf tidak mendengarkan bujukannya itu untuk tidur di sisinya dan bersetubuh dengan dia. (11) Pada suatu hari masuklah Yusuf ke dalam rumah untuk melakukan pekerjaannya, sedang dari seisi rumah itu seorangpun tidak ada di rumah. (12) Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata: ‘Marilah tidur dengan aku.’ Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar.”.
William Hendriksen: “The word ‘desire’
that is used in the original, whether in a favorable or unfavorable sense,
always indicates strong yearning.
As the footnote indicates, it is used far more often in an unfavorable than in
a favorable sense. In the present passage, it is definitely sinful desire that is meant (‘From
the desires of youth flee away’).
Such sinful desires, as the footnote also proves, can be classified more or
less after the manner of modern psychology (though here these yearnings
would hardly be called sinful),
as follows: (1). Pleasure,
etc., the inordinate craving for the satisfaction of the physical appetites:
the ‘lust’ for food and drink, pleasure-madness, uncontrolled sexual desire
(Rom. 1:24; Rev. 18:14, etc.) (2). Power,
etc., the ungoverned passion to be Number 1, the lust to ‘shine’ or be
dominant. This results in envy, quarrelsomeness, etc. This sinful tendency is
included prominently in such references as Gal. 5:16, 24; II Peter 2:10, 18;
Jude 16, 18. (3). Possessions,
etc., uncontrolled yearning for material possessions and for the ‘glory’ that
goes with them (see I Tim. 6:9 in its context).” [= Kata
‘keinginan’ yang digunakan dalam bahasa aslinya, apakah dalam arti yang baik
atau tidak baik, selalu menunjukkan hasrat yang kuat. Seperti ditunjukkan dalam
catatan kaki, itu digunakan jauh lebih sering dalam arti yang tidak baik dari
pada dalam arti yang baik. Dalam text saat ini, jelas keinginan berdosa yang
dimaksudkan (‘Dari keinginan-keinginan orang muda larilah’).
Keinginan-keinginan berdosa seperti itu, seperti juga dibuktikan pada catatan
kaki, bisa digolongkan lebih kurang seperti cara dari psikologi modern (sekalipun
di sini hasrat-hasrat ini hampir tak bisa disebut berdosa), sebagai
berikut: (1.) Kesenangan, dsb., kebutuhan yang sangat banyak untuk pemuasan
dari nafsu-nafsu / keinginan-keinginan fisik: ‘nafsu’ untuk makanan dan
minuman, kegilaan terhadap kesenangan, keinginan sex yang tak terkontrol (Ro
1:24; Wah 18:14, dsb.) (2.) Kekuasaan, dsb., nafsu / keinginan yang tak
terkuasai untuk menjadi yang nomor satu, nafsu untuk ‘bersinar’ atau menjadi
dominan. Ini menghasilkan iri hati, kesukaan bertengkar, dsb. Kecenderungan
berdosa ini termasuk secara menyolok dalam referensi-referensi seperti Gal 5:16,24; 2Pet 2:10,18;
Yudas 16,18. (3.) Milik, dsb., hasrat yang tidak terkendali untuk kepemilikan
materi dan untuk ‘kemuliaan’ yang berjalan bersama mereka (lihat 1Tim 1:9 dalam
kontextnya).].
Catatan: saya tak mengerti bagian yang saya
garis-bawahi, bagaimana mungkin William Hendriksen mengatakan bahwa itu hampir
tak bisa disebut berdosa.
Ro 1:24 - “Karena
itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran,
sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka.”.
Wah 18:14 - “Dan
mereka akan berkata: ‘Sudah lenyap buah-buahan yang diingini hatimu, dan segala
yang mewah dan indah telah hilang dari padamu, dan tidak akan ditemukan lagi.’”.
Gal 5:16,24 - “(16)
Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan
daging. ... (24) Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan
daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.”.
2Pet 2:10,18 - “(10)
terutama mereka yang menuruti hawa nafsunya karena ingin mencemarkan diri dan
yang menghina pemerintahan Allah. Mereka begitu berani dan angkuh, sehingga
tidak segan-segan menghujat kemuliaan, ... (18) Sebab mereka mengucapkan
kata-kata yang congkak dan hampa dan mempergunakan hawa nafsu cabul untuk
memikat orang-orang yang baru saja melepaskan diri dari mereka yang hidup dalam
kesesatan.”.
Yudas 16,18 - “(16)
Mereka itu orang-orang yang menggerutu dan mengeluh tentang nasibnya, hidup
menuruti hawa nafsunya, tetapi mulut mereka mengeluarkan perkataan-perkataan
yang bukan-bukan dan mereka menjilat orang untuk mendapat keuntungan. ... (18)
Sebab mereka telah mengatakan kepada kamu: ‘Menjelang akhir zaman akan tampil
pengejek-pengejek yang akan hidup menuruti hawa nafsu kefasikan mereka.’”.
1Tim 1:9 - “yakni
dengan keinsafan bahwa hukum Taurat itu bukanlah bagi orang yang benar,
melainkan bagi orang durhaka dan orang lalim, bagi orang fasik dan orang
berdosa, bagi orang duniawi dan yang tak beragama, bagi pembunuh bapa dan
pembunuh ibu, bagi pembunuh pada umumnya,”.
Catatan: saya berpendapat 2 ayat pertama di atas tidak cocok untuk dijadikan referensi, dan demikian juga dengan ayat yang terakhir.
William Hendriksen: “Since these inordinate desires often assert themselves more turbulently in youth than in old age - as he grows older a Christian rises above them through the sanctifying grace of the Holy Spirit, bringing him gradually to spiritual maturity -, they are here fittingly called ‘the desires of youth’” [= Karena keinginan-keinginan yang banyak itu sering menyatakan diri mereka sendiri dengan lebih bergolak pada usia muda dari pada pada usia tua - pada waktu ia menjadi lebih tua, seorang Kristen naik di atas mereka melalui kasih karunia yang menguduskan dari Roh Kudus, membawanya secara perlahan-lahan pada kematangan rohani -, mereka di sini secara cocok dikatakan ‘keinginan-keinginan dari orang muda’].
2) “kejarlah keadilan,
kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada
Tuhan dengan hati yang murni.”.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘righteousness, faith’ (= kebenaran, iman / kesetiaan).
Calvin: “‘With all that call on the Lord.’ Here, by a figure of speech, in which a part is taken for the whole, ‘calling on God’ is taken generally for worship, if it be not thought preferable to refer it to profession. But this is the chief part of the worship of God, and for that reason ‘calling on God’ often signifies the whole of religion or the worship of God.” (= ‘Bersama dengan semua orang yang berseru kepada Tuhan’. Di sini suatu kiasan, dalam mana sebagian digunakan untuk seluruhnya, ‘berseru kepada Allah’ biasanya digunakan untuk penyembahan / ibadah, jika itu tidak dianggap lebih menunjuk pada pengakuan. Tetapi ini adalah bagian utama dari penyembahan / ibadah kepada Allah, dan untuk alasan itu ‘berseru kepada Allah’ sering berarti seluruh agama atau penyembahan kepada Allah.).
Calvin: “But when he bids him seek ‘peace with all that call upon the Lord,’ it is doubtful whether, on the one hand, he holds out all believers as an example, as if he had said, that he ought to pursue this in common with all the true worshippers of God, or, on the other hand, he enjoins Timothy to cultivate peace with them. The latter meaning appears to be more suitable.” (= Tetapi pada waktu ia meminta mereka mencari ‘damai bersama semua orang yang berseru kepada Tuhan’, merupakan sesuatu yang meragukan apakah, di satu sisi, ia menahan semua orang-orang percaya sebagai suatu contoh, seakan-akan ia berkata, bahwa ia harus mengejar ini bersama-sama dengan semua penyembah-penyembah Allah yang sejati, atau, di sisi lain, ia memerintahkan Timotius untuk mengembangkan damai bersama / dengan mereka. Arti yang belakangan kelihatannya lebih cocok.).
Bible Knowledge
Commentary: “While Timothy must oppose the false teachers, he was to be at
peace with his brethren who were honest before God. The clear implication is
that the false teachers were dishonest before God (cf. 1 Tim 1:5; 4:2; 6:3-5).” [= Sementara Timotius harus menentang guru-guru / pengajar-pengajar
palsu, ia harus ada dalam damai dengan saudara-saudaranya yang jujur di hadapan
Allah. Kesan yang jelas adalah bahwa guru-guru / pengajar-pengajar palsu tidak
jujur di hadapan Allah (bdk. 1Tim 1:5; 4:2; 6:3-5).].
Catatan: penafsir ini
mengartikan hati nurani yang murni sebagai jujur. Mungkin tulus lebih cocok.
1Tim 1:5
- “Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang
suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas.”.
1Tim
4:2 - “oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya
memakai cap mereka.”.
1Tim 6:3-5 - “(3) Jika seorang mengajarkan ajaran lain dan tidak menurut perkataan sehat - yakni perkataan Tuhan kita Yesus Kristus - dan tidak menurut ajaran yang sesuai dengan ibadah kita, (4) ia adalah seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa. Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang menyebabkan dengki, cidera, fitnah, curiga, (5) percekcokan antara orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dan yang kehilangan kebenaran, yang mengira ibadah itu adalah suatu sumber keuntungan.”.
Penerapan: karena itu hati-hati dengan nabi-nabi palsu, karena mereka pada umumnya kelihatan penuh dengan kasih, sabar dsb, tetapi mereka tidak jujur / tulus! Dengan kata lain, mereka hanya bersikap munafik!
William Hendriksen: “From the sinful tendencies of youth flee away, and run after (steadily pursue) the
following: a. that state of heart and mind which is in harmony with God’s law
(‘righteousness’); b. humble and dynamic confidence in God (‘faith’); c. deep
personal affection for the brothers, including in your benevolent interest even
the enemies (‘love’); and d. undisturbed, perfect understanding (‘peace’) with
all Christians (those who in
prayer and praise ‘call upon’ the Lord Jesus Christ - cf. Joel 2:32; Rom.
10:12; I Cor. 1:2 - out of pure hearts). The ‘pure hearts’ ... are the inner
personalities of those who ‘stand aloof from unrighteousness’ (verse 19) and
‘have effectively cleansed themselves’ (verse 21).” [= Dari
kecenderungan-kecenderungan berdosa dari orang-orang muda, larilah, dan
kejarlah (kejarlah secara terus menerus) hal-hal yang berikut: a. keadaan hati
dan pikiran itu yang sesuai dengan hukum Allah (‘kebenaran’); b. keyakinan yang
rendah hati dan dinamis / bersemangat kepada Allah (‘iman’); c. rasa sayang
yang dalam dan bersifat pribadi untuk saudara-saudara, termasuk kepedulianmu
yang penuh kebajikan bahkan untuk musuh-musuh (‘kasih’); dan, d. persetujuan
timbal balik yang tak terganggu, sempurna (‘damai’) dengan semua orang-orang
Kristen (mereka yang dalam doa dan pujian ‘berseru kepada’ Tuhan Yesus Kristus
- bdk. Yoel 2:32; Ro 10:12; 1Kor 1:2 - dari hati yang murni). ‘Hati yang murni’
... adalah kepribadian-kepribadian di dalam dari mereka yang ‘berdiri jauh dari
ketidak-benaran’ (ayat 19) dan ‘secara efektif telah membersihkan diri mereka
sendiri’ (ayat 21).].
Yoel 2:32 - “Dan
barangsiapa yang berseru kepada nama TUHAN akan diselamatkan, sebab di gunung
Sion dan di Yerusalem akan ada keselamatan, seperti yang telah difirmankan
TUHAN; dan setiap orang yang dipanggil TUHAN akan termasuk orang-orang yang
terlepas.’”.
Ro 10:12 - “Sebab
tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang
satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru
kepadaNya.”.
1Kor 1:2 - “kepada
jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan
yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat,
yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan
kita.”.
Ay 19,21: “(19) Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’ ... (21) Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia.”.
Kekristenan memang bukan hanya mengharuskan kita untuk
meninggalkan hal-hal yang buruk, tetapi pada saat yang sama juga mengharuskan
kita untuk mengejar / mengusahakan hal-hal yang baik.
Kalau yang pertama bersifat negatif, maka yang kedua bersifat positif. Kedua bagian dari sanctification (= pengudusan) ini tidak dilakukan secara berurutan, tetapi secara berbarengan.
Louis Berkhof: “The two parts of sanctification are represented in Scripture as: a. The mortification of the old man, the body of sin. ... b. The quickening of the new man, created in Christ Jesus unto good works. While the former part of sanctification is negative in character, this is positive. ... The old structure of sin is gradually torn down, and a new structure of God is reared in its stead. These two parts of sanctification are not successive but contemporaneous. Thank God, the gradual erection of the new building need not wait until the old one is completely demolished. If it had to wait for that, it could never begin in this life. With the gradual dissolution of the old the new makes its appearance.” (= Kedua bagian dari pengudusan yang digambarkan dalam Kitab Suci sebagai: a. Pematian / tindakan mematikan manusia lama, tubuh dosa. ... b. Tindakan menghidupkan manusia baru, diciptakan dalam Kristus Yesus pada perbuatan-perbuatan baik. Sementara bagian terdahulu dari pengudusan bersifat negatif, yang ini bersifat positif. ... Struktur lama dari dosa perlahan-lahan dirobohkan, dan suatu struktur yang baru dari Allah dibangun di tempatnya. Kedua bagian dari pengudusan ini tidak berurutan / berturut-turut tetapi ada / terjadi secara bersamaan. Syukur kepada Allah, pembangunan perlahan-lahan dari bangunan yang baru tidak perlu menunggu sampai bangunan yang lama dihancurkan secara total. Seandainya itu harus menunggu hal itu, itu tidak pernah bisa dimulai dalam hidup ini. Bersama dengan penghancuran perlahan-lahan dari yang lama, yang baru muncul / menampilkan diri.) - ‘Systematic Theology’, hal 533.
2 Timotius 2: 23: “Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran,”.
Dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia digunakan 3 kata sifat, padahal seharusnya hanya ada 2. Entah dari mana muncul kata-kata ‘yang dicari-cari’ itu. Juga kata ‘tidak layak’ salah terjemahan.
KJV: ‘But foolish
and unlearned questions avoid, knowing that they do gender strifes.’
(= Tetapi hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang tolol dan bodoh /
tidak terpelajar, mengetahui bahwa mereka menimbulkan pertengkaran.).
RSV: ‘Have
nothing to do with stupid, senseless controversies; you know that
they breed quarrels.’ (= Jangan berurusan dengan kontroversi-kontroversi
yang bodoh dan tolol; kamu tahu bahwa mereka membiakkan
pertengkaran.).
NIV: ‘Don’t have
anything to do with foolish and stupid arguments, because you
know they produce quarrels.’ (= Jangan berurusan dengan
argumentasi-argumentasi yang bodoh dan tolol, karena kamu tahu
mereka menghasilkan pertengkaran.).
NASB: ‘But refuse foolish and ignorant speculations, knowing that they produce quarrels.’ (= Tetapi tolaklah spekulasi-spekulasi yang tolol dan bodoh, mengetahui bahwa mereka menghasilkan pertengkaran-pertengkaran.).
Penjelasan tentang dua kata sifat ini:
1) Kata yang pertama.
Kata ‘bodoh’ / ‘foolish’ diterjemahkan dari kata Yunani MORAS, yang berasal dari MOROS. Bandingkan dengan kata bahasa Inggris ‘moron’ (= dungu).
2) Kata yang kedua.
Barnes’ Notes: “The word ‘unlearned,’ here, means ‘trifling; that which does not tend to edification; stupid.’ The Greeks and the Hebrews were greatly given to controversies of various kinds, and many of the questions discussed pertained to points which could not be settled, or which, IF settled, were of no importance.” (= Kata ‘bodoh / tidak terpelajar’ di sini berarti ‘remeh; hal yang tidak punya kecenderungan pada pendidikan; tolol’. Orang-orang Yunani dan Ibrani sangat diserahkan pada kontroversi-kontroversi dari bermacam-macam jenis, dan banyak dari pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan hal-hal yang tidak bisa dijawab / diselesaikan, atau yang, JIKA dijawab / diselesaikan, merupakan sesuatu yang tidak penting.).
William Hendriksen: “Not
only must Timothy refrain from waging thoroughly useless word-battles (verse
14), but he should even refuse, politely but definitely, to bother with the well-known ... enquiries that would result in such
word-battles. Such enquiries are foolish.
They are senseless, the kind of investigations which one associates with
morons. They are ignorant,
‘uneducated’ or ‘uninstructed’; that is, they are the work and the mark of
ignorant men. The person who has been properly
educated in God’s redemptive truth is able to distinguish between the
worth-while and the worthless, and does not conduct such worse than useless
enquiries (into genealogical and other Jewish-tradition lore).” [= Timotius
bukan hanya harus menahan diri dari berperang dalam pertempuran kata yang sama
sekali tak berguna (ayat 14), tetapi ia bahkan harus menolak, dengan sopan
tetapi pasti, untuk menghiraukan penyelidikan-penyelidikan yang terkenal akan
menghasilkan pertempuran kata seperti itu. Penyelidikan-penyelidikan seperti
itu tolol. Penyelidikan-penyelidikan itu bodoh, jenis penyelidikan yang orang hubungkan
dengan orang-orang dungu. Penyelidikan-penyelidikan itu bodoh, ‘tak terpelajar’
atau ‘tak diajar / diperintahkan’; artinya, mereka adalah pekerjaan dan tanda
dari orang bodoh. Orang yang telah dididik secara benar dalam kebenaran yang
bersifat menebus dari Allah bisa membedakan antara penyelidikan yang berharga /
bermanfaat dan yang tak berharga / tak bermanfaat, dan tidak mengadakan
penyelidikan-penyelidikan yang lebih-buruk-dari-tak-berguna seperti itu (ke
dalam silsilah-silsilah dan adat tradisi-Yahudi yang lain).].
Catatan:
a) Tentu tidak semua pelajaran tentang silsilah dan adat Yahudi itu
salah. Menyelidiki silsilah yang ada dalam Alkitab, dan menyelidiki tradisi
Yahudi yang berhubungan dengan pengertian suatu ayat Alkitab, tentu merupakan
sesuatu yang perlu.
b) Juga menurut saya tidak selalu kita tidak boleh menjawab serangan
yang bodoh. Bandingkan dengan text di bawah ini:
Amsal 26:4-5 - “(4) Jangan menjawab orang bebal menurut
kebodohannya, supaya jangan engkau sendiri menjadi sama dengan dia. (5) Jawablah
orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan ia menganggap dirinya bijak.”.
Dua ayat ini bukan bertentangan. Kadang-kadang kita harus memilih ay 4, kadang-kadang ay 5. Mintalah pimpinan Tuhan saudara harus melakukan yang mana.
Bible Knowledge Commentary: “Timothy must refuse to get caught up in foolish and stupid arguments (zeteseis, ‘debates’; cf. 1 Tim 6:4; Titus 3:9) which only produce quarrels.” [= Timotius harus menolak untuk tergoda dalam argumentasi-argumentasi yang bodoh dan tolol (ZETESEIS, ‘debat-debat’; bdk. 1Tim 6:4; Tit 3:9) yang hanya menghasilkan pertengkaran-pertengkaran.].
Calvin: “But avoid foolish and uninstructive questions. He calls them foolish, because they are uninstructive; that is, they contribute nothing to godliness, whatever show of acuteness they may hold out. When we are wise in a useful manner, then alone are we truly wise.” (= Tetapi hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang bodoh dan tak mengandung pelajaran. Ia menyebutnya bodoh, karena mereka tak mengandung pelajaran; artinya mereka tidak memberi sumbangsih pada kesalehan, pertunjukan ketajaman pikiran apapun yang mereka tawarkan. Pada waktu kita bijaksana dalam suatu cara yang berguna, maka hanya pada saat itu kita benar-benar adalah bijaksana.).
Barclay: “Christian leaders must not get involved in senseless controversies which are the curse of the Church. In the modern Church, Christian arguments are usually particularly senseless, for they are seldom about great matters of life and doctrine and faith, but almost always about unimportant and trivial things.” (= Pemimpin-pemimpin Kristen tidak boleh terlibat dalam kontroversi-kontroversi yang bodoh, yang merupakan kutuk dari Gereja. Dalam Gereja modern, argumentasi-argumentasi Kristen biasanya adalah luar biasa bodoh, karena argumentasi-argumentasi itu jarang berkenaan dengan persoalan-persoalan besar tentang kehidupan dan doktrin dan iman, tetapi hampir selalu tentang hal-hal yang tidak penting dan remeh.).
Bandingkan dengan:
1Tim 6:4 - “ia adalah seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa.
Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang menyebabkan dengki,
cidera, fitnah, curiga,”.
Tit 3:9
- “Tetapi hindarilah persoalan yang dicari-cari dan yang
bodoh, persoalan silsilah, percekcokan dan pertengkaran mengenai hukum Taurat,
karena semua itu tidak berguna dan sia-sia belaka.”.
1Tim 1:4 - “ataupun sibuk dengan dongeng dan silsilah yang tiada putus-putusnya, yang hanya menghasilkan persoalan belaka, dan bukan tertib hidup keselamatan yang diberikan Allah dalam iman.”.
2 Timotius 2:1-26(17)
2Timotius 2:14-26 - “(14) Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. (15) Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. (16) Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. (17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang. (19) Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’ (20) Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. (21) Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia. (22) Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. (23) Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran, (24) sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar (25) dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, (26) dan dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya.”.
2 Timotius 2: 24: “sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh
bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus
cakap mengajar, sabar”.
KJV: ‘strive ...
gentle ... patient’ (= bertengkar ... lemah lembut ... sabar).
RSV: ‘quarrelsome
... kindly ... forbearing’ (= suka bertengkar ... penyayang / murah hati
... sabar).
NIV: ‘quarrel ...
kind ... not resentful’ (= bertengkar ... baik ... tidak mudah marah /
tersinggung).
NASB: ‘quarrelsome ... kind ... patient when wronged’ (= suka bertengkar ... baik ... sabar pada waktu disalahi / dilukai / diperlakukan secara tak adil).
Bible Knowledge Commentary: “False teaching will always be divisive, but the Lord’s servant should not be a fighter but a promoter of unity, by being kind (‘gentle’) to everyone (cf. 1 Thess 2:7), able or ready to teach (cf. 1 Tim 3:2) those who are willing to learn, and forbearing in the face of differences (anexikakon, lit., ‘ready to bear evil treatment without resentment’; used only here in the NT).” [= Ajaran sesat akan selalu bersifat memecah belah, tetapi pelayan Tuhan tidak boleh adalah seorang pejuang / tukang berkelahi tetapi seorang promotor / penganjur kesatuan, dengan menjadi baik (‘lemah lembut’) kepada setiap orang (bdk. 1Tes 2:7), bisa atau siap untuk mengajar (bdk. 1Tim 3:2) mereka yang mau belajar, dan menahan diri / bersabar hati dalam menghadapi perbedaan-perbedaan (ANEXIKAKON, secara hurufiah, ‘siap untuk menanggung perlakuan jahat tanpa kebencian’; digunakan hanya di sini dalam PB).].
Calvin: “The servant of God must stand aloof from contentions; but foolish questions are contentions; therefore whoever desires to be a servant of God, and to be accounted such, ought to shun them.” (= Pelayan / hamba Allah harus menjauhkan diri dari pertengkaran-pertengkaran; tetapi pertanyaan-pertanyaan tolol adalah pertengkaran-pertengkaran; karena itu siapapun menginginkan untuk menjadi seorang pelayan / hamba Allah, dan dianggap sebagai orang seperti itu, harus menghindarinya.).
Barnes’ Notes: “‘Must not strive.’ He may calmly inquire after truth; he may discuss points of morals, or theology, if he will do it with a proper spirit; he may ‘contend earnestly for the faith once delivered to the saints’ (Jude 3); but he may NOT do that which is here mentioned as STRIFE. The Greek word - machesthai - commonly denotes, ‘to fight, to make war, to contend.’ ... The meaning is, that the servant of Christ should be a man of peace. He should not indulge in the feelings which commonly give rise to contention, and which commonly characterize it. He should not struggle for mere victory, even when endeavoring to maintain truth; but should do this, in all cases, with a kind spirit, and a mild temper; with entire candor; with nothing designed to provoke and irritate an adversary; and so that, whatever may be the result of the discussion, ‘the bond of peace’ may, if possible, be preserved;” [= ‘Tidak boleh bertengkar’. Ia boleh dengan tenang menyelidiki kebenaran; ia boleh mendiskusikan pokok-pokok tentang moral, theologia, jika ia mau melakukannya dengan roh / semangat yang benar; ia boleh ‘berjuang untuk mempertahankan / berargumentasi dengan sungguh-sungguh untuk iman yang sekali pernah diberikan kepada orang-orang kudus’ (Yudas 3); tetapi ia tidak boleh melakukan hal itu yang di sini disebutkan sebagai PERCEKCOKAN. Kata Yunaninya - MAKHESTAI - biasanya menunjukkan, ‘berkelahi, berperang, berjuang’. ... Artinya adalah, bahwa pelayan / hamba Kristus harus adalah orang damai. Ia tidak boleh berjuang semata-mata untuk kemenangan, bahkan pada waktu berusaha untuk mempertahankan kebenaran; tetapi harus melakukan ini, dalam semua kasus, dengan roh yang baik, dan temperamen yang lembut; dengan kejujuran sepenuhnya; tanpa apapun yang dirancang untuk memprovokasi dan menjengkelkan seorang lawan; sehingga apapun hasil dari diskusi, jika memungkinkan, ‘ikatan damai’ bisa dijaga / dipelihara;].
Calvin: “‘But gentle towards all, qualified for teaching.’ When he bids the servant of Christ be ‘gentle,’ he demands a virtue which is opposite to the disease of contentions.” (= ‘Tetapi lembut terhadap semua orang, memenuhi syarat untuk mengajar’. Pada waktu ia meminta pelayan / hamba Kristus untuk menjadi ‘lembut / ramah’, ia menuntut suatu kebaikan / sifat baik yang bertentangan dengan penyakit pertengkaran.).
Barnes’ Notes: “The word rendered
‘gentle,’ does not occur elsewhere in the New Testament. It means that the
Christian minister is to be meek and mild toward all, not disputatious and
quarrelsome.” (= Kata yang diterjemahkan ‘lembut / ramah’ tidak
muncul di tempat lain dalam Perjanjian Baru. Itu berarti bahwa pelayan /
pendeta Kristen harus lembut dan halus terhadap semua orang, bukan suka
bercekcok dan suka bertengkar.).
Catatan:
1. Kata yang diterjemahkan ‘ramah’ [KJV: ‘gentle’ (= lemah lembut)] adalah EPIOS,
berbeda dengan kata PRAUS / PRAOTES yang digunakan pada umumnya (ay 25).
2. Albert Barnes mengatakan bahwa kata EPIOS ini hanya muncul di sini dalam Perjanjian Baru, tetapi ini salah, karena kata itu juga muncul dalam 1Tes 2:7, tetapi di sana kata itu diperdebatkan, karena adanya manuscript-manuscript yang berbeda. Adam Clarke dan William Hendriksen memastikan bahwa EPIOS dalam 1Tes 2:7 adalah pembacaan yang benar. Lihat komentar William Hendriksen di bawah.
Calvin: “To the same purpose is what immediately follows, that he be didaktiko>v, ‘qualified for teaching.’ There will be no room for instruction, if he have not moderation and some equability of temper.” (= Kata-kata berikutnya mempunyai tujuan yang sama, supaya ia adalah DIDAKTIKOS, ‘memenuhi syarat untuk mengajar’. Di sana tidak ada kesempatan untuk instruksi, jika ia tidak mempunyai sikap tenang / lembut / tak berlebih-lebihan dan temperamen yang tenang.).
William Hendriksen: “True, the Lord’s servant - the term and the admonition apply not only to Timothy but to every ‘minister’ - must be an excellent soldier (see verses 3 and 4 above), but he must not be a quarreller, a mere quibbler about farcical questions regarding family-trees and rabbinical law-interpretations. ... The Lord’s servant, then, must be gentle (this is the best reading, both here and in I Thess. 2:7, the only New Testament occurrences), that is, affable, easy to speak to, approachable in his demeanor; not irritable, intolerant, sarcastic, or scornful, not even toward those who err. He must try to win them. Hence, he must be gentle to all!” [= Benar, pelayan / hamba Tuhan - istilah dan nasehat ini berlaku bukan hanya bagi Timotius tetapi bagi setiap ‘pelayan / pendeta’ - harus menjadi seorang tentara yang sangat bagus (lihat ayat 3 dan 4 di atas), tetapi ia tidak boleh merupakan tukang bertengkar, semata-mata seorang tukang bercekcok tentang pertanyaan-pertanyaan yang menggelikan / konyol berkenaan dengan silsilah keluarga dan penafsiran-penafsiran hukum-hukum rabi. ... Maka, pelayan / hamba Tuhan harus lembut (ini adalah pembacaan yang terbaik, baik di sini maupun dalam 1Tes 2:7, satu-satunya pemunculan-pemunculan dalam Perjanjian Baru), artinya, ramah / sopan / baik, mudah diajak bicara, mudah didekati dalam sikapnya, TIDAK mudah marah, tak bertoleransi, sarkastik, atau suka mencemooh / memaki, bahkan tidak terhadap mereka yang salah. Ia harus berusaha untuk memenangkan mereka. Jadi, ia harus lembut terhadap semua orang!].
Saya heran melihat adanya penafsir-penafsir yang berbicara / memberi komentar seakan-akan pertengkaran itu mutlak tidak diijinkan. Bagi saya, kalau sikap sabar, lembut, tak boleh bertengkar ini dimutlakkan, ini jelas merupakan suatu kesalahan penafsiran! Saya ingin menekankan 2 komentar di bawah ini sebagai keseimbangan terhadap pandangan-pandangan yang memutlakkan seperti itu.
John Stott (tentang ay 23-24): “What, then, is being prohibited to Timothy, and through him to
all the Lord’s servants and ministers today? We
cannot conclude that this is a prohibition of all controversy. For when the
truth of the gospel was at stake Paul himself had been an ardent
controversialist, even to the extent of opposing the apostle Peter to his face
in public (Gal. 2:11–14). Besides, in these very Pastoral Epistles he is urging
Timothy and Titus to guard the sacred deposit of the truth and contend for it. Every
Christian must in some sense ‘fight the good fight of
the faith’ (1 Tim. 6:12; 2 Tim. 4:7), seeking to defend and preserve it. What is forbidden us is
controversies which in themselves are ‘stupid and senseless’ and in their
effect ‘breed quarrels’. They are ‘stupid’ or ‘futile’ (JB) because they
are speculative. For the same reason they are ‘senseless’ (apaideutos),
literally ‘uninstructed’ or even ‘undisciplined’, because they go beyond
Scripture and do not submit to the intellectual discipline which Scripture should
impose upon us. They also inevitably ‘breed quarrels’ because when people
forsake revelation for speculation, they have no agreed authority and no
impartial court of appeal. They lapse into pure subjectivism and so into
profitless argument in which one man’s opinion is as good (or bad) as
another’s. If only the church had heeded this warning! The combination of
unbiblical speculations and uncharitable polemics has done great damage to the
cause of Christ.” [= Lalu apa yang
dilarang bagi Timotius, dan melalui dia bagi semua pelayan-pelayan Tuhan dan
pendeta-pendeta jaman sekarang? Kita tidak bisa menyimpulkan bahwa ini
merupakan suatu larangan tentang semua kontroversi / perdebatan. Karena
pada waktu kebenaran injil dipertaruhkan Paulus sendiri adalah seorang tukang debat,
bahkan sampai pada tingkat menentang rasul Petrus di mukanya di depan umum (Gal
2:11-14). Disamping, dalam Surat-surat Penggembalaan ini ia sedang mendesak
Timotius dan Titus untuk menjaga deposit yang keramat dari kebenaran dan berjuang
untuknya. Setiap orang Kristen dalam arti tertentu harus ‘berjuang dalam
perjuangan yang baik dari iman’ (1Tim 6:12; 2Tim 4:7), berusaha untuk
mempertahankan dan menjaga / memeliharanya. Apa
yang dilarang bagi kita adalah perdebatan-perdebatan yang dalam dirinya sendiri
adalah ‘bodoh dan tolol’ dan sebetulnya ‘membiakkan pertengkaran-pertengkaran’.
Mereka adalah ‘bodoh’ atau ‘sia-sia’ (JB) karena mereka bersifat spekulasi /
dugaan. Untuk alasan yang sama mereka adalah ‘tolol’ (APAIDEUTOS), secara
hurufiah ‘tak diajar’ atau bahkan ‘tak didisiplin’, karena mereka melampaui
Kitab Suci dan tidak tunduk pada disiplin intelektual yang Kitab Suci harus
beri pengaruh kepada kita. Mereka juga secara tak terhindarkan ‘membiakkan
pertengkaran-pertengkaran’ karena pada saat orang-orang meninggalkan wahyu demi
spekulasi / dugaan, mereka tidak mempunyai otoritas yang disetujui dan sidang
yang adil untuk naik banding. Mereka tergelincir ke dalam subyektivisme yang
murni dan dengan demikian ke dalam argumentasi yang tak berguna dalam mana
pandangan satu orang sama baiknya (atau buruknya) seperti pandangan orang lain.
Seandainya saja gereja memperhatikan peringatan ini! Kombinasi dari
spekulasi-spekulasi yang tidak Alkitabiah dan polemik-polemik /
perdebatan-perdebatan yang tidak kasih / tidak toleran telah melakukan
kerusakan yang besar pada perkara Kristus.].
Gal 2:11-14 - “(11) Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah. (12) Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat. (13) Dan orang-orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka. (14) Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua: ‘Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?’”.
Lenski: “This is, indeed, a picture of a true slave of the Lord in all his work for the church. But one should not strain these words and make a soft jellyfish out of the Lord’s slave, a man who could not preach Matt. 23:13-39 or any of the stern texts found in the prophets. To wield the law is to strike with a hammer and no less.” [= Ini memang merupakan suatu gambaran dari hamba yang sejati dari Tuhan dalam semua pekerjaannya bagi gereja. Tetapi seseorang tidak boleh menarik / memaksakan kata-kata ini dan membuat hamba Tuhan menjadi ubur-ubur yang lunak, seseorang yang tidak bisa mengkhotbahkan Mat 23:13-39 atau text-text keras manapun yang ditemukan dalam kitab nabi-nabi. Memegang / menggunakan hukum adalah memukul dengan palu dan tidak kurang dari itu.].
Mat 23:13-39 - “(13) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk. (14) [Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.] (15) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri. (16) Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat. (17) Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu? (18) Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat. (19) Hai kamu orang-orang buta, apakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu? (20) Karena itu barangsiapa bersumpah demi mezbah, ia bersumpah demi mezbah dan juga demi segala sesuatu yang terletak di atasnya. (21) Dan barangsiapa bersumpah demi Bait Suci, ia bersumpah demi Bait Suci dan juga demi Dia, yang diam di situ. (22) Dan barangsiapa bersumpah demi sorga, ia bersumpah demi takhta Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya. (23) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. (24) Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan. (25) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. (26) Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih. (27) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. (28) Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan. (29) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh (30) dan berkata: Jika kami hidup di zaman nenek moyang kita, tentulah kami tidak ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu. (31) Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu. (32) Jadi, penuhilah juga takaran nenek moyangmu! (33) Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimanakah mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka? (34) Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota, (35) supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah. (36) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semuanya ini akan ditanggung angkatan ini!’ (37) ‘Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. (38) Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. (39) Dan Aku berkata kepadamu: Mulai sekarang kamu tidak akan melihat Aku lagi, hingga kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!’”.
2 Timotius 2: 25: “dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran,”.
1) “dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang
yang suka melawan”.
KJV: ‘those that oppose themselves’ (=
mereka yang menentang diri mereka sendiri).
RSV: ‘his opponents’ (=
penentang-penentangnya).
NIV: ‘Those who oppose him’ (=
Mereka yang menentangnya).
NASB: ‘those who are in opposition’ (= mereka yang ada dalam oposisi).
Calvin: “‘Patient to the bad.’ The importunity of
some men may sometimes produce either irritation or weariness; and for that
reason he adds, ‘bearing with them,’ at the same time pointing out the reason
why it is necessary; namely, because a godly teacher ought even to try whether
it be possible for him to bring back to the right path obstinate and rebellious
persons, which cannot be done without the exercise of gentleness.” (=
‘Sabar terhadap orang jahat / buruk’. Gangguan dari beberapa orang
kadang-kadang bisa menghasilkan atau kejengkelan atau kebosanan; dan karena itu
ia menambahkan, ‘sabar terhadap mereka’, pada saat yang sama menunjukkan alasan
mengapa hal ini perlu; yaitu, karena seorang guru / pengajar yang saleh bahkan
harus mencoba apakah memungkinkan baginya untuk membawa kembali ke jalan yang
benar orang-orang yang tegar tengkuk dan bersifat memberontak, yang tidak bisa
dilakukan tanpa pelaksanaan dari kelembutan.).
Catatan: sebetulnya ini komentar tentang bagian
akhir dari ay 24, tetapi berlanjut sampai bagian awal dari ay 25.
Ay 24-25: “(24) sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar (25) dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran,”.
Barnes’ Notes: “‘In meekness
instructing those that oppose themselves.’ That is, those who embrace error,
and array themselves against the truth. We are not to become angry with such
persons, and denounce them at once as heretics. We are not to hold them up to
public reproach and scorn; but we are to set about the business of patiently
‘instructing them.’ Their grand difficulty, it is supposed in this direction,
is, that they are ignorant of the truth. Our business with them is, ‘calmly to
show them what the truth is.’ If THEY are angry, WE are not to be. If they
oppose the truth, we are still calmly to state it to them. If they are slow to
see it, we are not to become weary or impatient. Nor, if they do not embrace it
at all, are we to become angry with them, and denounce them. We may pity them,
but we need not use hard words. This is the apostolic precept about the way of
treating those who are in error; and can any one fail to see its beauty and
propriety? Let it be remembered, also, that this is not only beautiful and
proper in itself; it is the WISEST course, if we would bring others over to our
opinions. You are not likely to convince a man that you are right, and that he
is wrong, if you first make him angry; nor are you very likely to do it, if you
enter into harsh contention. You then put him on his guard; you make him a
party, and, from self-respect, or pride, or anger, he will endeavor to defend
his own opinions, and will NOT yield to yours. ‘Meekness’ and ‘gentleness’ are
the very best things, if you wish to convince another that he is wrong. With
his HEART first, and then modestly and kindly show him ‘what the truth is,’ in
as few words, and with as unassuming a spirit, as possible, ‘and you have him.’” (= ‘Dalam kelembutan
mengajar mereka yang menentang diri mereka sendiri’. Artinya, mereka yang
memeluk / menerima kesalahan, dan mengatur diri mereka sendiri menentang
kebenaran. Kita tidak boleh menjadi marah dengan orang-orang seperti itu, dan
segera mencela mereka sebagai orang-orang sesat. Kita tidak boleh
mengangkat mereka pada celaan dan cemoohan umum; tetapi kita harus memulai
urusan itu dengan mengajar mereka dengan sabar. Kesukaran besar mereka,
dianggap dalam arah ini, adalah bahwa mereka tidak tahu tentang kebenaran.
Urusan kita dengan mereka adalah dengan tenang menunjukkan kepada mereka apa
kebenaran itu. Jika MEREKA marah, KITA tidak boleh marah. Jika mereka menentang
kebenaran, kita harus dengan tetap tenang menyatakannya kepada mereka. Jika
mereka lamban untuk melihatnya, kita tidak boleh menjadi bosan atau tidak sabar.
Atau, jika mereka tidak memeluk kebenaran itu sama sekali, kita tidak boleh
menjadi marah dengan mereka, dan mencela mereka. Kita bisa berbelas kasihan
kepada mereka, tetapi kita tidak perlu menggunakan kata-kata yang keras /
kasar. Ini adalah perintah rasuli tentang cara menangani mereka yang ada
dalam kesalahan; dan bisakah siapapun gagal untuk melihat keindahan dan
kepatutannya? Hendaklah diingat juga, bahwa ini bukan hanya indah dan tepat
dalam dirinya sendiri; ini adalah jalan yang paling bijaksana, jika kita mau
membawa orang-orang lain kepada pandangan kita sendiri. Kamu tidak akan mungkin
untuk meyakinkan seseorang bahwa kamu benar dan bahwa ia salah, jika kamu
pertama-tama membuat dia marah; juga kamu tidak akan melakukan itu, jika kamu
masuk dalam perdebatan yang keras / kasar. Maka kamu membuat dia berjaga-jaga; kamu membuat dia suatu kelompok, dan
dari rasa hormat kepada diri sendiri, atau kesombongan, atau kemarahan, ia akan
berusaha untuk membela pandangan-pandangannya sendiri, dan TIDAK akan menyerah
pada pandangan-pandanganmu. ‘Kelembutan’ adalah hal-hal yang terbaik, jika kamu
ingin meyakinkan orang lain bahwa ia salah. Pertama-tama dengan HATInya, dan
lalu dengan sopan dan dengan baik tunjukkan dia ‘apa kebenaran itu’, dengan
sesedikit kata-kata dan dengan suatu roh / semangat yang sesederhana mungkin,
‘dan kamu mendapatkan dia’.).
Catatan: saya
menyetujui kata-kata Albert Barnes ini, kalau kita:
a) Bukan berhadapan dengan nabi palsu, tetapi
dengan orang awam yang salah / sesat.
b) Perdebatan bukan di depan umum, tetapi secara
pribadi.
Kalau di depan
umum, maka menurut saya kita harus menyatakan bahwa dia sesat, bukan karena marah
/ benci kepadanya, tetapi demi para pendengar yang lain, supaya mereka lebih
berhati-hati dan jangan disesatkan.
Bahkan pada saat melakukan debat pribadi, ada saat dimana kita harus menyatakan kepada orang itu bahwa ia sesat (kalau ia memang sesat), bukan dengan kebencian / kemarahan tetapi dengan kasih. Kalau kita tidak pernah memberitahunya tentang hal itu, itu sama seperti seorang dokter yang tidak mau memberitahu pasiennya bahwa ia terkena kanker. Kelembutan seperti itu, justru akan membunuh orang itu.
Pada waktu membaca ayat-ayat seperti yang
sedang kita bahas ini kita juga harus mempertimbangkan ayat-ayat lain, selain
ayat-ayat yang sudah kita baca di atas (Mat 23
Gal 2:11-14), juga ayat-ayat seperti:
1. Mat 10:14-15
- “(14) Dan apabila
seorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar perkataanmu, keluarlah dan
tinggalkanlah rumah atau kota itu dan kebaskanlah debunya dari kakimu. (15) Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya pada hari penghakiman tanah Sodom dan Gomora
akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu.’”.
Bandingkan dengan:
a. Kis 13:51 - “Akan
tetapi Paulus dan Barnabas mengebaskan debu kaki mereka sebagai peringatan bagi
orang-orang itu, lalu pergi ke Ikonium.”.
b. Kis 18:6 - “Tetapi
ketika orang-orang itu memusuhi dia dan menghujat, ia mengebaskan debu dari
pakaiannya dan berkata kepada mereka: ‘Biarlah darahmu tertumpah ke atas
kepalamu sendiri; aku bersih, tidak bersalah. Mulai dari sekarang aku akan
pergi kepada bangsa-bangsa lain.’”.
2. Luk
4:21-28 - “(21) Lalu Ia
memulai mengajar mereka, kataNya: ‘Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu
mendengarnya.’ (22) Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan
kata-kata yang indah yang diucapkanNya, lalu kata mereka: ‘Bukankah Ia ini anak
Yusuf?’ (23) Maka berkatalah Ia kepada mereka: ‘Tentu kamu akan mengatakan
pepatah ini kepadaKu: Hai tabib, sembuhkanlah diriMu sendiri. Perbuatlah di
sini juga, di tempat asalMu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di
Kapernaum!’ (24) Dan kataNya lagi: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak
ada nabi yang dihargai di tempat asalnya. (25) Dan Aku berkata kepadamu, dan
kataKu ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di Israel
ketika langit tertutup selama tiga tahun dan enam bulan dan ketika bahaya
kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri. (26) Tetapi Elia diutus bukan
kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di
Sarfat, di tanah Sidon. (27) Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di
Israel dan tidak ada seorangpun dari mereka yang ditahirkan, selain dari pada
Naaman, orang Siria itu.’ (28) Mendengar itu sangat marahlah semua orang yang
di rumah ibadat itu.”.
3. Mat
21:31-32 - “(31) Siapakah di
antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?’ Jawab mereka: ‘Yang
terakhir.’ Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu
masuk ke dalam Kerajaan Allah. (32) Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan
jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi
pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan
meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak
juga percaya kepadanya.’”.
4. Mat
21:42-46 - “(42) Kata Yesus
kepada mereka: ‘Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang
oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari
pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. (43) Sebab itu, Aku berkata
kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan
kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu. (44) [Dan
barangsiapa jatuh ke atas batu itu, ia akan hancur dan barangsiapa ditimpa batu
itu, ia akan remuk.]’ (45) Ketika
imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mendengar perumpamaan-perumpamaan
Yesus, mereka mengerti, bahwa merekalah yang dimaksudkanNya. (46) Dan mereka
berusaha untuk menangkap Dia, tetapi mereka takut kepada orang banyak, karena
orang banyak itu menganggap Dia nabi.”.
5. Kis
7:51-53 - “(51) Hai
orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu
selalu menentang Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu.
(52) Siapakah dari nabi-nabi yang tidak dianiaya oleh nenek moyangmu? Bahkan
mereka membunuh orang-orang yang lebih dahulu memberitakan tentang kedatangan
Orang Benar, yang sekarang telah kamu khianati dan kamu bunuh. (53) Kamu telah
menerima hukum Taurat yang disampaikan oleh malaikat-malaikat, akan tetapi kamu
tidak menurutinya.’”.
6. Kis
13:6-12 - “(6) Mereka
mengelilingi seluruh pulau itu sampai ke Pafos. Di situ mereka bertemu dengan
seorang Yahudi bernama Baryesus. Ia seorang tukang sihir dan nabi palsu. (7) Ia
adalah kawan gubernur pulau itu, Sergius Paulus, yang adalah orang cerdas.
Gubernur itu memanggil Barnabas dan Saulus, karena ia ingin mendengar firman
Allah. (8) Tetapi Elimas - demikianlah namanya dalam bahasa Yunani -, tukang
sihir itu, menghalang-halangi mereka dan berusaha membelokkan gubernur itu dari
imannya. (9) Tetapi Saulus, juga disebut Paulus, yang penuh dengan Roh
Kudus, menatap dia, (10) dan berkata: ‘Hai anak Iblis, engkau penuh dengan rupa-rupa
tipu muslihat dan kejahatan, engkau musuh segala kebenaran, tidakkah engkau
akan berhenti membelokkan Jalan Tuhan yang lurus itu? (11) Sekarang, lihatlah,
tangan Tuhan datang menimpa engkau, dan engkau menjadi buta, beberapa hari
lamanya engkau tidak dapat melihat matahari.’ Dan seketika itu juga orang
itu merasa diliputi kabut dan gelap, dan sambil meraba-raba ia harus mencari
orang untuk menuntun dia. (12) Melihat apa yang telah terjadi itu, percayalah
gubernur itu; ia takjub oleh ajaran Tuhan.”.
7. 2Kor
11:4 - “Sebab kamu sabar
saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah
kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah
kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.”.
8. Wah 2:2 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta.”.
Tetapi sebaliknya, kita juga tak boleh hanya memperhatikan ayat-ayat di atas ini, dan mengabaikan kata-kata Paulus dalam 2Timotius 2:24-25 ini!
2) “sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat”.
a) Entah
dari mana kata ‘Tuhan’ itu, karena semua terjemahan
menterjemahkan ‘God’ (= Allah).
b) Kata ‘kesempatan’ sebetulnya tidak ada.
KJV: ‘if
God peradventure will give them repentance’ (= jika
Allah mungkin akan memberi mereka pertobatan).
NIV: ‘in
the hope that God will grant them repentance’ (= dalam
pengharapan bahwa Allah akan memberi mereka pertobatan).
NASB: ‘if perhaps God may grant them repentance’ (= jika mungkin Allah bisa memberi mereka pertobatan).
Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa pertobatan
adalah pemberian Tuhan.
Matthew Henry: “Repentance is God’s gift.” (= Pertobatan adalah karunia / pemberian Allah.).
Adam Clarke tak memberi komentar tentang bagian ini.
Lenski: “The
thought is not that God ever withholds repentance, but that men so often refuse
to accept it.” (= Pemikirannya
bukanlah bahwa Allah pernah menahan pertobatan, tetapi bahwa manusia begitu
sering menolak untuk menerimanya.).
Ini tafsiran konyol, yang melenceng sama sekali dari bunyi ayatnya.
Barnes’ Notes: “‘If God
peradventure will give them repentance, ...’ ... After all our care in teaching
others the truth, our only dependence is on God for its success. We cannot be
absolutely certain that they will see their error; we cannot rely certainly on
any power which argument will have; we can only hope that GOD may show them
their error, and enable them to see and embrace the truth; compare Acts 11:18.” (= Jika Allah mungkin akan memberi mereka pertobatan, ...’ ... Setelah
semua perhatian kita dalam mengajar orang-orang lain kebenaran, satu-satunya
kebergantungan kita adalah kepada Allah untuk kesuksesannya. Kita tidak
bisa pasti / yakin secara mutlak bahwa mereka akan melihat kesalahan mereka;
kita tidak bisa bersandar dengan pasti pada kuasa apapun yang dipunyai oleh
argumentasi; kita hanya bisa berharap bahwa ALLAH menunjukkan mereka kesalahan
mereka, dan memampukan mereka untuk melihat dan memeluk kebenaran; bandingkan
dengan Kis 11:18.).
Kis 11:18 - “Ketika mereka mendengar hal itu, mereka menjadi tenang, lalu memuliakan Allah, katanya: ‘Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup.’”.
Calvin: “‘If sometime God grant to them
repentance.’ This expression, ‘If sometime,’ or ‘If perhaps,’ points out the
difficulty of the case, as being nearly desperate or beyond hope. Paul
therefore means that even towards the most unworthy we must exercise meekness;
and although at first there be no appearance of having gained advantage, still
we must make the attempt. For the same reason he mentions that ‘God will grant
it.’ Since the conversion of a man is in the hand of God, who knows whether
they who today appear to be unteachable shall be suddenly changed by the power
of God, into other men? Thus, whoever shall consider that repentance is the
gift and work of God, will cherish more earnest hope, and, encouraged by this
confidence, will bestow more toil and exertion for the instruction of rebels.” (= ‘Jika
kadang-kadang Allah memberi kepada mereka pertobatan’. Ungkapan ini, ‘Jika kadang-kadang’,
atau ‘Jika mungkin’, menunjukkan kesukaran dari kasus itu, sebagai dekat dengan
keputus-asaan atau melampaui pengharapan. Karena itu, Paulus memaksudkan bahwa
bahkan terhadap orang-orang yang paling tidak layak kita harus melaksanakan
kelembutan; dan sekalipun pertama-tama di sana tidak kelihatan bahwa kita
telah mendapatkan keuntungan, tetap kita harus mengusahakan. Untuk alasan
yang sama ia menyebutkan bahwa ‘Allah akan memberinya’. Karena pertobatan dari
seseorang ada dalam tangan Allah, siapa tahu apakah mereka yang hari ini
terlihat sebagai tak bisa diajar, secara mendadak akan diubah oleh kuasa Allah
menjadi orang-orang yang lain / berbeda? Jadi, siapapun menganggap bahwa
pertobatan adalah karunia / pemberian dan pekerjaan Allah, akan mengharapkan
pengharapan yang paling sungguh-sungguh, dan dibesarkan hatinya oleh keyakinan
ini, akan memberikan lebih banyak jerih payah dan pengerahan tenaga untuk
pengajaran para pemberontak.).
Catatan: sebagai keseimbangan untuk bertekun dalam
melayani orang sesat, lihat perhatikan ayat-ayat ini:
1. Tit
3:10-11 - “(10) Seorang
bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi. (11)
Engkau tahu bahwa orang yang semacam itu benar-benar sesat dan dengan dosanya
menghukum dirinya sendiri.”.
2. Mat 7:6 - “‘Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.’”.
2 Timotius 2: 26: “dan
dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis
yang telah mengikat mereka pada kehendaknya.”.
KJV: ‘And that
they may recover themselves out of the snare of the devil, who are taken
captive by him at his will.’ (= Dan supaya mereka bisa memulihkan diri
mereka sendiri dari jerat Iblis, yang ditawan olehnya pada kehendaknya.).
NIV: ‘and that
they will come to their senses and escape from the trap of the devil, who has
taken them captive to do his will.’ (= dan supaya mereka sadar dan lolos
dari jerat Iblis, yang telah menawan mereka untuk melakukan kehendaknya.).
NASB: ‘and they may come to their senses and escape from the snare of the devil, having been held captive by him to do his will.’ (= dan supaya mereka sadar dan lolos dari jerat Iblis, setelah ditawan olehnya untuk melakukan kehendaknya.).
Barnes’ Notes: “‘And that they may recover themselves.’ Margin, ‘awake.’ The word which is rendered ‘recover’ in the text, and ‘awake’ in the margin - ananeepsoosin - occurs nowhere else in the New Testament. It properly means, to become sober again, as from inebriation; to awake from a deep sleep, and then, to come to a right mind, as one does who is aroused from a state of inebriety, or from sleep. The representation in this part of the verse implies that, while under the influence of error, they were like a man intoxicated, or like one in deep slumber. From this state they were to be roused as one is from sleep, or as a man is recovered from the stupor and dullness of intoxication.” (= ‘Dan supaya mereka bisa memulihkan diri mereka sendiri’. Catatan tepi, ‘sadar’. Kata yang diterjemahkan ‘memulihkan’ dalam text itu, dan ‘sadar’ dalam catatan tepi - ANANEEPSOOSIN - tidak muncul di tempat lain dalam Perjanjian Baru. Itu secara benar berarti, menjadi sadar kembali, seperti dari kemabukan; bangun dari suatu tidur yang dalam, dan lalu, datang pada pikiran yang benar, seperti seseorang lakukan yang dibangunkan dari suatu keadaan mabuk, atau dari tidur. Gambaran dalam bagian ini dari ayat itu secara implicit menunjukkan bahwa, sementara di bawah pengaruh dari kesalahan, mereka seperti seseorang yang mabuk, atau seperti seseorang yang tidur nyenyak. Dari keadaan ini mereka harus dibangunkan seperti seseorang dari tidur, atau sebagai seseorang dipulihkan dari pingsan dan ketumpulan dari kemabukan.).
Barnes’ Notes: “‘Out of the snare of the devil.’ ... In one part of the verse, the influence of error is represented as producing sleep, or stupor; in the other, as being taken in a snare, or net; and, in both, the idea is, that an effort was to be made that they might be rescued from this perilous condition.” (= ‘Dari jerat Iblis’. ... Dalam satu bagian dari ayat ini, pengaruh dari kesalahan digambarkan sebagai menghasilkan tidur, atau pingsan; dalam bagian yang lain, sebagai ditangkap dalam sebuah jerat, atau jaring; dan dalam keduanya, gagasannya adalah, bahwa suatu usaha harus dilakukan supaya mereka bisa diselamatkan dari keadaan yang membahayakan ini.).
Pengertian kita akan keadaan dari orang-orang jahat itu, apalagi kalau ditambah dengan pengertian kita akan doktrin Total Depravity (= Kebejatan Total), seharusnya menyebabkan kita kasihan kepada orang-orang jahat itu, dan memudahkan kita untuk menangani mereka dengan sabar / lembut / kasih.
Barnes’
Notes: “‘Who
are taken captive by him at his will.’ Margin, ‘alive.’ The Greek word means, properly, to take alive; and then, to take
captive, to win over (Luke 5:10); and then, to ensnare, or seduce. Here it
means that they had been ensnared by the arts of Satan ‘unto (eis)
his will;’ that is, they were so influenced by him, that they
complied with his will.” [= ‘Yang ditawan olehnya pada kehendaknya’.
Catatan tepi, ‘hidup’. Kata Yunaninya secara tepat berarti ‘ditangkap
hidup-hidup’; dan lalu, ditawan, dimenangkan (Luk 5:10); dan lalu, menjerat,
atau menggoda / membujuk. Di sini itu berarti bahwa mereka telah dijerat oleh
keahlian setan ‘ke dalam (EIS) kehendaknya’; artinya, mereka begitu dipengaruhi
olehnya, sehingga mereka menuruti kehendaknya.].
Luk 5:10 - “demikian
juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata
Yesus kepada Simon: ‘Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala
manusia.’”.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘catch’ (= menangkap).
Kata Yunani yang digunakan di sini sama dengan yang diterjemahkan ‘mengikat / menawan’ dalam 2Tim 2:26 ini.
Calvin: “‘By whom they are held captive.’ A truly shocking
condition, when the devil has so great power over us, that he drags us, as
captive slaves, here and there at his pleasure. Yet such is the condition of
all those whom the pride of their heart draws away from subjection to God. And
this tyrannical dominion of Satan we see plainly, every day, in the reprobate;
for they would not rush with such fury and with brutal violence into every kind
of base and disgraceful crimes, if they were not drawn by the unseen power of
Satan. That is what we saw at Ephesians 2:2, that, Satan exerts his energy in
unbelievers. Such examples admonish us to keep ourselves carefully under the
yoke of Christ, and to yield ourselves to be governed by his Holy Spirit. And
yet a captivity of this nature does not excuse wicked men, so that they do not
sin, because it is by the instigation of Satan that they sin; for, although
their being carried along so resistlessly to that which is evil proceeds from
the dominion of Satan, yet they do nothing by constraint, but are inclined with
their whole heart to that to which Satan drives them. The result is, that their
captivity is voluntary.” (= ‘Oleh siapa mereka ditawan’.
Suatu keadaan yang benar-benar mengejutkan, pada waktu Iblis mempunyai kuasa
yang begitu besar atas kita, sehingga ia menyeret kita, seperti budak-budak
tawanan, ke sini dan ke sana sesuai dengan kesenangannya. Tetapi itulah keadaan
dari semua mereka yang kesombongan dari hatinya menarik mereka dari ketundukan
kepada Allah. Dan penguasaan setan yang bersifat tiran ini kita lihat dengan
jelas, setiap hari, dalam diri orang-orang yang ditentukan untuk binasa; karena
mereka tidak akan terburu-buru dengan kemarahan dan kekerasan brutal seperti
itu ke dalam setiap jenis kejahatan-kejahatan yang hina dan memalukan,
seandainya mereka tidak ditarik oleh kuasa yang tak terlihat dari setan. Itulah
yang kami lihat di Ef 2:2, bahwa setan mengerahkan tenaganya dalam orang-orang
yang tidak percaya. Contoh-contoh seperti itu menasehati kita untuk menjaga
diri kita dengan hati-hati di bawah kuk dari Kristus, dan menyerahkan diri kita
untuk dikuasai / diperintah oleh Roh KudusNya. Tetapi suatu penawanan
seperti ini tidak memaafkan orang-orang jahat, sehingga mereka tidak berdosa,
karena adalah oleh dorongan setan bahwa mereka berdosa; karena, sekalipun
dibawanya mereka dengan begitu tak bisa ditahan kepada apa yang jahat keluar
dari penguasaan setan, tetapi mereka tak melakukan apa-apa oleh pemaksaan,
tetapi condong dengan seluruh hati mereka pada hal pada mana setan mendorong
mereka. Hasilnya adalah, bahwa penawanan mereka bersifat sukarela.).
Efesus 2:2 - “Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka.”.
Kalau kata-kata Albert Barnes tadi bisa membuat kita kasihan kepada orang-orang jahat itu, dan dengan demikian memungkinkan / memudahkan kita untuk melayani mereka dengan sabar / lembut, maka kata-kata Calvin ini, khususnya pada bagian akhir, membatasi rasa kasihan itu, supaya jangan karena kasihan, kita lalu menganggap orang-orang itu tidak bersala
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-o0o-