KESATUAN HIPOSTATIK

Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th.

PENGANTAR

Konsili bapa-bapa gereja. Antara lain : 1. Konsili Nicea (325 M) menegaskan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah Allah yang total (utuh) dan manusia yang total (utuh). 2. Konsil Konstantinopel (381 M) mengulangi penegasan Konsili Nicea yang meyakinkan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah 100% Allah dan 100% manusia. 3. Konsili Chalcedon (451 M) selanjutnya merumuskan hubungan antara Keilahian Kristus dan Kemanusiaan Kristus ini sebagai berikut : Bahwa Yesus memiliki dua natur dalam satu pribadiNya. Hubungan antara kedua natur ini adalah : Tidak bercampur, tidak berubah, tidak berbagi, dan tidak terpisah
KESATUAN HIPOSTATIK
KESATUAN HIPOSTATIK

Yang dimaksud dengan kesatuan hipostatik adalah bahwa Pribadi Kedua Tritunggal, yaitu Logos berinkarnasi dan mengambil natur manusia tanpa kehilangan natur ilahi-Nya, di mana kemanusiaan-Nya yang sejati bersatu dalam satu Pribadi untuk selamanya. Kesatuan hipostatik dari kedua natur ini adalah Pribadi Theo-Antropik (Allah dan Manusia). Ada tiga fakta penting dalam kesatuan hipostatik tersebut, yaitu : 

(1) Kristus memiliki dua natur yang berbeda, yaitu natur Allah dan natur manusia; 

(2) Tidak ada percampuran atau tumpang tindih dari kedua natur itu: 

(3) meskipun Kristus memiliki dua natur, tetapi Ia hanya memiliki satu Pribadi yang disebut Pribadi Theo-Antropik. Dengan kata lain, istilah Theo-Anthropik hanya mengacu kepada Pribadi Kristus, dan bukan pada natur Kristus. Karena itu kita tidak boleh memakai istilah Pribadi Theo-Anthropik menjadi natur Theo-Anthropik, melainkan adanya dua natur (natur manusiawi dan natur ilahi) di dalam Pribadi Kristus.

FAKTA PERPADUAN KEDUA NATUR

Alkitab menunjukkan bahwa Kristus memiliki natur ilahi yang sempurna serta utuh dan natur manusia yang sempurna serta utuh. Kedua natur (sifat) tersebut di satukan di dalam satu Pribadi, bukan dua pribadi. Jadi Kristus bukanlah satu Pribadi Ilahi dan satu Pribadi Manusia. Ia adalah Satu Pribadi Ilahi dengan dua natur, natur ilahi dan natur manusia. Atau Kristus adalah Pribadi tunggal dengan sifat ganda. Tidak ada bukti dalam Alkitab tentang adanya dua Pribadi di dalam Kristus. Perlu diketahui, bahwa ada Tiga Pribadi dalam Keallahan yang kita kenal dengan Tritunggal. 

Ketiganya menggunakan kata ganti orang ketika berbicara antara satu dengan yang lain. Bapa berkata, “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi” (Matius 1:11). Sang Anak berkata, “Sungguh Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu” (Ibrani 10:9). Sang Anak berkata tentang Roh Kudus, “Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran” (Yohanes 16:13). 

Tetapi tidak ada analogi antara hal tersebut dengan yang terjadi pada diri Kristus. Natur manusia-Nya tidak pernah dibedakan dari natur Ilahi-Nya sebagai pribadi yang berbeda. Sebaliknya, bukan hanya menunjukkan tidak adanya dua pribadi di dalam Yesus, Alkitab justru memberikan kesaksian positif tentang keesaan Pribadi-Nya, di mana di Alkitab digunakan kata-kata “Aku, Engkau, Ia, Dia, Mu, Ku” yang menunjukkan bahwa Kristus hanya memiliki satu Pribadi.

PERPADUAN TANPA PERCAMPURAN

Natur Allah dan natur manusia bersatu dalam satu Pribadi yaitu Pribadi Logos. Persatuan kedua natur itu tidak terjadi melalui pencampuran antara keduanya tetapi melalui kesatuan Pribadi-Nya. Persatuan kedua natur Kristus dalam satu Pribadi Logos tidak menghilangkan salah satu atau mencampurkan kedua natur tersebut, tetapi masing-masing natur tetap mempertahankan identitasnya secara sempurna. Pribadi Logos tidak mengalami perubahan apa-apa saat Dia mengambil natur manusia. 

Tetapi, setelah natur manusia diambil oleh Pribadi Logos, walaupun tidak ada perubahan apa-apa di dalam diri-Nya sebagai Pribadi Allah, sekarang Pribadi itu menjadi Pribadi yang unik. Ini dikarenakan Pribadi Logos yang tadinya hanya memiliki natur Allah, kini setelah inkarnasi natur manusia ditambahkan kepada-Nya, sehingga Pribadi ini sekarang memiliki dua natur yang menjadikannya Pribadi yang unik dan berbeda dibanding Pribadi Logos sebelum berinkarnasi. 

Perbedaan itu bukanlah perubahan dalam diri Pribadi Logos sebagai Allah, karena Allah tidak mungkin berubah. Tetapi perbedaan tersebut harus dipahami sebagai suatu perubahan dalam pengertian bahwa Pribadi itu sekarang memiliki dua natur. Dengan demikian, objek dari penyembahan dan ibadah kita adalah Pribadi Theo-Anthropik dan bukan natur Kemanusiaa-Nya. Tetapi dasar yang di atasnya kita menyembah dan beribadah kepada-Nya adalah Pribadi Logos itu sendiri.

Jadi pada peristiwa inkarnasi itu natur kemanusiaan ditambahkan kepada Kristus tanpa menghilangkan keilahian-Nya. Dengan demikian natur keilahian Kristus tidak lebih rendah dari keilahian Bapa. Ia hanya menambah natur manusia pada diri-Nya, yang menyebabkan Ia menerima batasan-batasan tertentu sehubungan dengan penggunaan atribut-atribut keilahian-Nya supaya dapat melaksanakan rencana keselamatan. 

Karena itulah Kristus kadang-kadang bertindak dalam wilayah natur kemanusiaan-Nya dan pada waktu yang lain bertindak dalam wilayah natur keilahian-Nya, tetapi semua tindakan tersebut dilakukan bersumber pada satu Pribadi-Nya. Hal ini jelas dari kenyataan bahwa Kristus memiliki pengertian dan kehendak yang tak terbatas dan juga memiliki pengertian dan kehendak yang terbatas; Ia memiliki kesadaran ilahi dan kesadaran manusiawi. Kecerdasan Ilahi-Nya tidak terbatas; kecerdasan manusiawi-nya makin bertambah. 

Kehendak Ilahi-Nya adalah mahakuasa; kehendak manusiawi-nya hanya terbatas pada kemampuan manusia yang belum jatuh dalam dosa. Dalam kesadaran Ilahi-Nya Ia dapat berkata, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yohanes 10:30); dalam kesadaran manusiawi-nya Ia dapat berkata, "Aku haus" (Yohanes 19:28). Namun harus ditekankan bahwa Kristus tetap Allah - manusia (Theo-Anthropik). Kedua natur yang bersatu tanpa bercampur dalam satu Pribadi ini merupakan keharusan dalam karya pendamaian.

HUBUNGAN KEDUA NATUR ITU

Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa dua natur Kristus ini tidak bercampur, tidak berubah, tidak terpisah, tidak terbagi, tetapi masing-masing mempertahankan identitasnya. Karena itu harus dipahami bahwa Kristus pastilah memiliki : dua kesadaran, dua pikiran, dua kehendak dan dua emosi? Tetapi pada saat yang bersamaan Kristus hanya memiliki satu Pribadi bukan dua pribadi. Lalu bagaimanakah kita dapat menjelaskan perpaduan kedua natur ini sehingga menghasilkan satu Pribadi, namun dengan dua kesadaran, dua pikiran, dua kehendak dan dua emosi? Bagaimana bisa demikian? 

Perlu dipahami bahwa natur kemanusiaan itu mendapat kepribadiannya dari Pribadi Logos dan selalu ada di dalam Pribadi Logos itu. Artinya, kemanusiaan Kristus yang memiliki pikiran, emosi, kehendak, dan kesadaran sebagai manusia tidak membentuk pribadi manusia sendiri, tetapi seluruh hal yang seharusnya merupakan milik pribadi manusia itu (kesadaran, pikiran, emosi, dan kehendak) mengambil bagian dalam Pribadi Logos. 

Mengapa, karena yang diambil oleh Pribadi Logos pada saat inkarnasi adalah natur manusia, sehingga natur manusia dan natur ilahi bersatu dalam Pribadi Logos sehingga setelah inkarnasi Yesus adalah satu Pribadi dengan dua natur. Dengan kata lain, Pribadi Logos menjadikan seluruh kualitas pribadi kemanusiaan Yesus mengambil bagian pada diri-Nya. 

Dengan demikian natur manusia Kristus tidak memiliki pribadi tersendiri karena natur kemanusiaan tersebut mendapatkan kesadaran akan diri dan kemampuan untuk menentukan bagi diri hanya di dalam Kepribadian Allah-manusia. Karena itulah Kristus hanya memiliki satu Pribadi, yaitu Pribadi Logos yang mengambil natur manusia, di mana natur manusia Kristus tidak memiliki pribadi tersendiri. Tetapi hal itu tidak berarti bahwa kemanusiaan Kristus tidak berpribadi. 

Kemanusiaan Kristus mengambil bagian pribadinya dalam Pribadi Logos, atau lebih tepat dikatakan bahwa Pribadi Logos mengambil kemanusiaan Kristus untuk berbagian dalam Pribadi-Nya. Dengan demikian kemanusiaan Kristus bukan tidak berpribadi tetapi berada di dalam Pribadi Logos.

PENUTUP

Gereja mula-mula yang terdiri dari berbagai jenis kelompok memandang Kristus menurut cara yang berbeda-beda. Ringkasnya, ada berbagai pemikiran tentang Kristus di dalam gereja. Sebagian berpikiran bahwa Kristus adalah Allah, tetapi tidak sungguh-sungguh manusia, Ia sekedar tampak seperti manusia. Sebagian menganggap bahwa Kristus sebagai manusia manusia, tetapi tidak sepenuhnya Allah karena Ia telah kehilangan sebagian dari sifat-sifat Ilahi-Nya. 

Sementara yang lain menganggap bahwa Kristus merupakan perpaduan Allah dan manusia. Gereja mula-mula bergumul dengan dirinya sendiri sepanjang berabad-abad untuk mengungkapkan kepercayaan tentang misteri Pribadi Kristus yang unik ini. Pergumulan ini tidak sia-sia karena pada akhirnya melalui konsili Nicea, Konsili Konstantinopel, dan Konsili Chalcedon para teolog dan pemimpin Kristen berdiskusi dan menyimpulkan dengan istilah yang sederhana bahwa di dalam satu Pribadi Yesus Kristus terdapat dua natur berbeda, yaitu natur ilahi dan natur manusia. 

Kedua natur ini tidak bercampur satu sama lain dan tidak berkurang kadarnya. Setiap natur memiliki kadar yang penuh. Dengan kata lain Yesus Kristus bukanlah campuran dari Allah dan manusia sehingga Ia menjadi setengah Allah dan setengah manusia, melainkan Ia, sekarang dan selama-lamanya adalah sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia, tanpa pernah sifat-sifat kedua natur itu hilang atau bercampur. 

Ia adalah satu Pribadi, sungguh-sungguh Allah sepenuhnya, sekaligus manusia sepenuhnya. Perbedaan kedua natur tersebut tidak berkurang ketika dipersatukan, dan keistimewaan kedua natur itu tetap terpelihara sekalipun di satukan di dalam diri Yesus Kristus. Yesus tidak terbagi menjadi dua pribadi; Ia adalah satu Pribadi. Karena itu sejak inkarnasi-Nya, Kristus adalah Allah sejati dan manusia sejati, sebab Ia telah memiliki dua sifat yang berbeda yaitu sifat ilahi dan sifat manusia, yang menyatu di dalam Pribadi-Nya yang tunggal secara abadi. 

Perpaduan kedua natur dalam satu Pribadi itu menjamin kehadiran yang tetap dari keilahian dan kemanusiaan Kristus. Kemanusiaan Kristus hadir bersama dengan keilahian-Nya di setiap tempat. Kenyataan ini menambah keindahan kenyataan bahwa Kristus ada di dalam umat-Nya. Ia hadir dalam keilahian-Nya, dan melalui perpaduan kemanusiaan-Nya dengan keilahian-Nya, maka Ia juga hadir dalam kemanusiaan-Nya.
Next Post Previous Post