DOSA YANG BERAKIBAT NEGATIF SEUMUR HIDUP (MALEAKHI 2:10-16)

Pdt. Budi Asali, M.Div.

Maleakhi 2:10-16 - “(Maleakhi 2:10) Bukankah kita sekalian mempunyai satu bapa? Bukankah satu Allah menciptakan kita? Lalu mengapa kita berkhianat satu sama lain dan dengan demikian menajiskan perjanjian nenek moyang kita? (11) Yehuda berkhianat, dan perbuatan keji dilakukan di Israel dan di Yerusalem, sebab Yehuda telah menajiskan tempat kudus yang dikasihi TUHAN dan telah menjadi suami anak perempuan allah asing. (12) Biarlah TUHAN melenyapkan dari kemah-kemah Yakub segenap keturunan orang yang berbuat demikian, sekalipun ia membawa persembahan kepada TUHAN semesta alam! (13) Dan inilah yang kedua yang kamu lakukan: Kamu menutupi mezbah TUHAN dengan air mata, dengan tangisan dan rintihan, oleh karena Ia tidak lagi berpaling kepada persembahan dan tidak berkenan menerimanya dari tanganmu. (14) Dan kamu bertanya: ‘Oleh karena apa?’ Oleh sebab TUHAN telah menjadi saksi antara engkau dan isteri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan isteri seperjanjianmu. (15) Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya. (Maleakhi 2:16) Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel - juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat!”.
DOSA YANG BERAKIBAT NEGATIF SEUMUR HIDUP (MALEAKHI 2:10-16)
Ada dosa-dosa yang setelah kita sesali dan tinggalkan, tidak lagi memberikan akibat / penderitaan langsung / nyata kepada kita. Tetapi ada dosa-dosa tertentu, sekalipun sudah kita sesali, tetap memberikan penderitaan seumur hidup kita. Dalam bacaan kita hari ini, Maleakhi membahas dosa-dosa seperti ini.

I) Dosa-dosa Israel.

1) Kawin campur.

Maleakhi 2:11: “Yehuda berkhianat, dan perbuatan keji dilakukan di Israel dan di Yerusalem, sebab Yehuda telah menajiskan tempat kudus yang dikasihi TUHAN dan telah menjadi suami anak perempuan allah asing.”.

a) Keluaran 34:15-16 dan Ul 7:3-4 melarang orang Israel kawin campur dengan penduduk Kanaan.

Kel 34:15-16 - “(15) Janganlah engkau sampai mengadakan perjanjian dengan penduduk negeri itu; apabila mereka berzinah dengan mengikuti allah mereka dan mempersembahkan korban kepada allah mereka, maka mereka akan mengundang engkau dan engkau akan ikut makan korban sembelihan mereka. (16) Apabila engkau mengambil anak-anak perempuan mereka menjadi isteri anak-anakmu dan anak-anak perempuan itu akan berzinah dengan mengikuti allah mereka, maka mereka akan membujuk juga anak-anakmu laki-laki untuk berzinah dengan mengikuti allah mereka.”.

Ulangan 7:3-4 - “(3) Janganlah juga engkau kawin-mengawin dengan mereka: anakmu perempuan janganlah kauberikan kepada anak laki-laki mereka, ataupun anak perempuan mereka jangan kauambil bagi anakmu laki-laki; (4) sebab mereka akan membuat anakmu laki-laki menyimpang dari padaKu, sehingga mereka beribadah kepada allah lain. Maka murka TUHAN akan bangkit terhadap kamu dan Ia akan memunahkan engkau dengan segera.”.

Tetapi dari ayat-ayat itu terlihat bahwa alasan Tuhan melarang kawin campur adalah supaya mereka tidak terjatuh pada penyembahan berhala yang dilakukan oleh penduduk Kanaan itu. Jadi, jelas bahwa sebetulnya larangan ini tidak hanya berlaku untuk kawin campur dengan penduduk Kanaan saja, tetapi dengan semua bangsa kafir yang tidak menyembah Tuhan.

Ulangan 21:10-13 mendukung pandangan ini karena dalam Ul 21:10-13 ini dikatakan bahwa orang kafir yang sudah disucikan, boleh dikawin oleh orang Israel.

Ul 21:10-13 - “(10) ‘Apabila engkau keluar berperang melawan musuhmu, dan TUHAN, Allahmu, menyerahkan mereka ke dalam tanganmu dan engkau menjadikan mereka tawanan, (11) dan engkau melihat di antara tawanan itu seorang perempuan yang elok, sehingga hatimu mengingini dia dan engkau mau mengambil dia menjadi isterimu, (12) maka haruslah engkau membawa dia ke dalam rumahmu. Perempuan itu harus mencukur rambutnya, memotong kukunya, (13) menanggalkan pakaian yang dipakainya pada waktu ditawan, dan tinggal di rumahmu untuk menangisi ibu bapanya sebulan lamanya. Sesudah demikian, bolehlah engkau menghampiri dia dan menjadi suaminya, sehingga ia menjadi isterimu.”.

Semua ini jelas menunjukkan bahwa sebetulnya Tuhan tidak anti dengan perkawinan antara bangsa yang berbeda, tetapi antara kepercayaaan / agama yang berbeda. Karena itu ay 11 bukan sekedar menyebutkan ‘perempuan asing’ tetapi ‘anak perempuan allah asing’.

Sekalipun kawin campur dilarang secara begitu jelas, tetapi dalam sejarah Israel berulang kali terjadi kawin campur tersebut, seperti dalam text-text di bawah ini:

1. 1Raja-raja 11:1-4 - “(1) Adapun raja Salomo mencintai banyak perempuan asing. Di samping anak Firaun ia mencintai perempuan-perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon dan Het, (2) padahal tentang bangsa-bangsa itu TUHAN telah berfirman kepada orang Israel: ‘Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan merekapun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka.’ Hati Salomo telah terpaut kepada mereka dengan cinta. (3) Ia mempunyai tujuh ratus isteri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik; isteri-isterinya itu menarik hatinya dari pada TUHAN. (4) Sebab pada waktu Salomo sudah tua, isteri-isterinya itu mencondongkan hatinya kepada allah-allah lain, sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada TUHAN, Allahnya, seperti Daud, ayahnya.”.

2. 1Raja 16:31 - “Seakan-akan belum cukup ia hidup dalam dosa-dosa Yerobeam bin Nebat, maka ia mengambil pula Izebel, anak Etbaal, raja orang Sidon, menjadi isterinya, sehingga ia pergi beribadah kepada Baal dan sujud menyembah kepadanya.”.

3. Nehemia 13:23-27 - “(23) Pada masa itu juga kulihat bahwa beberapa orang Yahudi memperisteri perempuan-perempuan Asdod, perempuan-perempuan Amon atau perempuan-perempuan Moab. (24) Sebagian dari anak-anak mereka berbicara bahasa Asdod atau bahasa bangsa lain itu dan tidak tahu berbicara bahasa Yahudi. (25) Aku menyesali mereka, kukutuki mereka, dan beberapa orang di antara mereka kupukuli dan kucabut rambutnya dan kusuruh mereka bersumpah demi Allah, demikian: ‘Jangan sekali-kali kamu serahkan anak-anak perempuanmu kepada anak-anak lelaki mereka, atau mengambil anak-anak perempuan mereka sebagai isteri untuk anak-anak lelakimu atau untuk dirimu sendiri! (26) Bukankah Salomo, raja Israel, telah berbuat dosa karena hal semacam itu? Walaupun di antara begitu banyak bangsa tidak ada seorang raja seperti dia, yang dikasihi Allahnya dan diangkat oleh Allah itu menjadi raja seluruh Israel, namun diapun terbawa ke dalam dosa oleh perempuan-perempuan asing itu. (27) Apakah orang harus mendengar bahwa juga kamu berbuat segala kejahatan yang besar itu, yakni berubah setia terhadap Allah kita karena memperisteri perempuan-perempuan asing?’”.

4. Ezra 9-10 (baca sendiri).

Ini menunjukkan bahwa ini merupakan ‘daerah rawan’ di mana banyak orang jatuh ke dalam dosa. Karena itu hati-hatilah dengan kawin campur! Dan kalau saudara adalah seorang hamba Tuhan, banyaklah memperingatkan jemaat saudara akan bahaya dari kawin campur!

b) Dalam Perjanjian Baru, orang percaya / Kristen dilarang untuk menikah dengan orang yang tidak percaya / tidak Kristen.

2Korintus 6:14 - “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?”.

1Korintus 7:39 - “Isteri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal, ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya.”.

Dalam negara yang mayoritas penduduknya adalah orang Kristen, maka larangan ini tidak akan terlalu berat. Tetapi dalam negara-negara di mana Kristen merupakan golongan minoritas, maka ini bisa dirasakan sebagai suatu pembatasan yang sangat berat! Tetapi sebetulnya larangan ini diberikan oleh Tuhan bukan untuk membatasi orang Kristen, tetapi demi kepentingan dan kebahagiaan orang Kristen sendiri. Orang Kristen yang sungguh-sungguh, tidak mungkin bisa hidup harmonis dengan orang yang tidak Kristen atau bahkan dengan orang Kristen KTP. Suatu pernikahan di mana yang seorang hidup menurut Kitab Suci / Firman Tuhan, sedangkan pasangannya hidup menurut dunia, pasti tidak akan cocok!!

Misalnya pada hari minggu yang Kristen ingin ke gereja, sedangkan yang kafir ingin piknik. Yang Kristen ingin membawa anaknya ke sekolah minggu, sedangkan yang kafir ingin membawanya ke kebun binatang. Setiap awal bulan yang Kristen ingin memberikan persepuluhan, sedangkan yang kafir tidak mau memberi. Hal-hal seperti ini pasti akan menjadi sumber pertengkaran!

Memang pada waktu masih pacaran, ketidakcocokan ini akan tertutup oleh cinta mereka yang masih berkobar-kobar. Tetapi setelah mereka menikah, pasti ketidakcocokan ini akan muncul!

c) Kalau saudara adalah orang Kristen yang melakukan kawin campur dan pada suatu waktu saudara bertobat dan minta ampun kepada Tuhan, memang saudara pasti diampuni.

Tetapi mungkin sekali penderitaan akan terus mengikuti saudara seumur hidup saudara. Karena itu, janganlah main-main dengan dosa kawin campur ini! Apa yang sekarang rasanya enak, nantinya bisa menjadi sesuatu yang sangat menyakit­kan!

2) Menceraikan istri.

Maleakhi 2:16: “Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel - juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat!”.

a) Ini rupanya timbul karena adanya istri-istri asing itu.

Akhirnya orang-orang Yahudi itu menceraikan istri-istri lamanya. Dari sini terlihat bahwa dosa yang satu selalu menarik pada dosa yang lain! Karena itu jangan mau menuruti bujukan setan yang berkata kepada saudara untuk berbuat satu dosa saja. Kalau saudara menurutinya, dosa yang perta­ma ini akan mendorong saudara untuk melakukan dosa yang kedua, dan seterusnya.

b) Mal 2:16 ini memang mengatakan bahwa Tuhan membenci perceraian.

Tetapi itu tidak berarti bahwa perceraian dilarang secara mutlak. Dalam Mat 5:32 dan Mat 19:9 Yesus mengatakan bahwa perceraian dilarang kecuali kalau terjadi perzinahan.

Matius 5:32 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.”.

Matius 19:9 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barang siapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.

Jadi zinah adalah satu-satunya alasan yang menyebabkan seseorang boleh (tidak harus) menceraikan pasangannya.

Ini berbeda dengan tidak mengampuni! Pengampunan harus diberikan, tetapi penerimaan sebagai pasangan hidup merupakan sesuatu yang berbeda.

Bandingkan juga dengan Yeremia 3:8 yang menunjukkan bahwa Tuhan sendiri menceraikan Israel yang melakukan perzinahan rohani (penyembahan berhala).

Yeremia 3:8 - “Dilihatnya, bahwa oleh karena zinahnya Aku telah menceraikan Israel, perempuan murtad itu, dan memberikan kepadanya surat cerai; namun Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak setia itu tidak takut, melainkan ia juga pun pergi bersundal.”.

Ada juga yang berdasarkan Ul 22:13-21 mengatakan bahwa ketidak-perawanan pada saat pernikahan (yang menunjukkan bahwa ia pernah berzinah / melakukan hubungan sex dengan orang lain) merupakan alasan yang sah untuk menceraikan istri.

Ulangan 22:13-21 - “(13) ‘Apabila seseorang mengambil isteri dan setelah menghampiri perempuan itu, menjadi benci kepadanya, (14) menuduhkan kepadanya perbuatan yang kurang senonoh dan membusukkan namanya dengan berkata: Perempuan ini kuambil menjadi isteriku, tetapi ketika ia kuhampiri, tidak ada kudapati padanya tanda-tanda keperawanan - (15) maka haruslah ayah dan ibu gadis itu memperlihatkan tanda-tanda keperawanan gadis itu kepada para tua-tua kota di pintu gerbang. (16) Dan ayah si gadis haruslah berkata kepada para tua-tua itu: Aku telah memberikan anakku kepada laki-laki ini menjadi isterinya, lalu ia menjadi benci kepadanya, (17) dan ketahuilah, ia menuduhkan perbuatan yang kurang senonoh dengan berkata: Tidak ada kudapati tanda-tanda keperawanan pada anakmu. Tetapi inilah tanda-tanda keperawanan anakku itu. Lalu haruslah mereka membentangkan kain itu di depan para tua-tua kota. (18) Maka haruslah para tua-tua kota itu mengambil laki-laki itu, menghajar dia, (19) mendenda dia seratus syikal perak dan memberikan perak itu kepada ayah si gadis - karena laki-laki itu telah membusukkan nama seorang perawan Israel. Perempuan itu haruslah tetap menjadi isterinya; selama hidupnya tidak boleh laki-laki itu menyuruh dia pergi. (20) Tetapi jika tuduhan itu benar dan tidak didapati tanda-tanda keperawanan pada si gadis, (21) maka haruslah si gadis dibawa ke luar ke depan pintu rumah ayahnya, dan orang-orang sekotanya haruslah melempari dia dengan batu, sehingga mati - sebab dia telah menodai orang Israel dengan bersundal di rumah ayahnya. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.”.

Karena itu pasangan yang mau menikah harus saling ‘buka kartu’ tentang apakah mereka masih perawan / jejaka atau tidak.

Alasan-alasan lain seperti: tidak cocok, cinta kepada perempuan lain, tidak bisa punya anak, sering dipukul, dll, tidak boleh dijadikan alasan untuk bercerai!

c) Sama seperti kawin campur, maka perceraian juga adalah dosa, yang kalaupun sudah disesali, akibatnya mungkin akan mengikuti kita seumur hidup kita! Karena itu, jangan semba­rangan bercerai!

II) Serangan / kecaman terhadap dosa-dosa itu.

1) Kawin campur adalah tindakan yang menajiskan perjanjian dengan Allah.

Maleakhi 2:10: “Bukankah kita sekalian mempunyai satu bapa? Bukankah satu Allah menciptakan kita? Lalu mengapa kita berkhianat satu sama lain dan dengan demikian menajiskan perjanjian nenek moyang kita?”.

Ada yang mengatakan bahwa kata ‘bapa’ dalam ay 10 ini, menunjuk kepada Abraham. Tetapi dari Abraham juga keluar bangsa kafir, seperti keturunan Ismael dan Esau. Karena itu kebanyakan penafsir menganggap kata ‘bapa’ di sini menunjuk kepada Allah.

Jadi, ay 10 ini menunjukkan Israel sebagai bangsa pilihan Allah, dengan siapa Allah sudah mengikat perjanjian, sehing­ga kalau mereka kawin campur, mereka menajiskan perjanjian itu.

2) Kawin campur dianggap sebagai tindakan ‘berkhianat’ dan merupakan ‘perbuatan keji’.

Maleakhi 2:10b-11: “(10b) Lalu mengapa kita berkhianat satu sama lain dan dengan demikian menajiskan perjanjian nenek moyang kita? (11) Yehuda berkhianat, dan perbuatan keji dilakukan di Israel dan di Yerusalem, sebab Yehuda telah menajiskan tempat kudus yang dikasihi TUHAN dan telah menjadi suami anak perempuan allah asing.”.

Jangan berkata bahwa kawin campur itu tidak apa-apa karena tidak merugikan orang lain. Firman Tuhan mengatakan bahwa itu adalah tindakan berkhianat, dan merupakan perbuatan keji!

3) Kawin campur adalah tindakan yang ‘menajiskan tempat kudus’.

Maleakhi 2: 11: “Yehuda berkhianat, dan perbuatan keji dilakukan di Israel dan di Yerusalem, sebab Yehuda telah menajiskan tempat kudus yang dikasihi TUHAN dan telah menjadi suami anak perempuan allah asing.”.

Kata-kata bahasa Ibrani yang diterjemahkan ‘tempat kudus’ di sini mempunyai terjemahan maupun penafsiran yang berbeda-beda:

a) Terjemahan yang berbeda-beda:

NIV/NASB/RSV: ‘the sanctuary’ [= tempat kudus].

KJV: ‘the holiness of the Lord’ [= kekudusan Tuhan].

Pulpit Commentary: ‘that which is holy unto the Lord’ [= itu yang adalah kudus bagi Tuhan].

b) Penafsiran yang berbeda-beda:

1. Ada yang menafsirkan bahwa kawin campur adalah tindakan yang menajiskan Bait Allah. Mengapa bisa demikian? Mungkin karena istri-istri kafir itu lalu masuk ke dalam Bait Allah.

2. Ada juga yang menafsirkan bahwa ini adalah tindakan yang menajiskan hukum Tuhan yang kudus, karena dalam hukum Tuhan kawin campur itu dilarang.

3. Ada juga yang menafsirkan bahwa kawin campur ini mena­jiskan perjanjian dengan Allah (tetapi arti ini overlap dengan ay 10b).

4. Ada juga yang menafsirkan bahwa kawin campur menajiskan kekudusan bangsa Israel sebagai bangsa pilihan Allah.

Saya condong pada penafsiran yang terakhir ini.

4) Ketidaksetiaan dalam pernikahan, apakah itu diwujudkan dengan kawin lagi / poligami, atau dengan menceraikan istri lama, merupakan suatu penghinaan kepada Tuhan, yang adalah saksi pernikahan.

Maleakhi 2: 14: “Dan kamu bertanya: ‘Oleh karena apa?’ Oleh sebab TUHAN telah menjadi saksi antara engkau dan isteri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan isteri seperjanjian-mu.”.

Ay 14 menyebutkan Tuhan sebagai ‘saksi pernikahan’ dan Amsal 2:17 mengatakan bahwa pernikahan adalah suatu ‘perjan­jian Allah’.

Amsal 2:17 - “yang meninggalkan teman hidup masa mudanya dan melupakan perjanjian Allahnya;”.

Tidak peduli hukum negara mengijinkan poligami / perceraian, tetapi Allah yang adalah saksi pernikahan itu, melarang poligami dan perceraian (kecuali kalau terjadi perzinahan). Kalau saudara bercerai bukan karena terjadinya perzinahan, saudara menghina Allah yang adalah saksi pernikahan itu.

5) Maleakhi 2: 15a: “Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh?”.

Ini adalah ayat yang sangat sukar terjemahannya. Ada macam-macam terjemahan dan arti:

a) KJV: ‘And did not he make one? Yet had he the residue of the spirit’ [= Dan bukankah Ia membuat satu? Tetapi Ia mempunyai sisa roh].

Calvin menganggap bahwa ini menunjuk pada Kitab Kejadian pada waktu Allah membuat perempuan. Ia hanya membuat satu perempuan untuk Adam. Padahal Ia masih mempunyai sisa roh, artinya: sebetulnya Ia bisa membuat lebih dari satu perempuan. Bahwa Ia hanya membuat satu padahal Ia bisa membuat lebih, menun­jukkan bahwa Allah tidak menghendaki Adam mempunyai lebih dari satu istri.

b) NIV: ‘Has not the Lord made them one? In flesh and spirit they are his’ [= Bukankah Tuhan telah membuat mereka satu? Dalam daging dan roh mereka adalah kepunyaan-Nya].

c) NASB: ‘But not one has done so who has a remnant of the Spirit’ [= Tak seorangpun yang mempunyai sisa Roh telah berbuat demikian].

d) Ada penafsir yang menterjemahkan: ‘No man, who has even a remnant of reason has done so’ [= Tak seorangpun yang masih punya sisa akal (untuk membedakan benar dan salah) telah berbuat demikian].

Saya menerima terjemahan dan arti yang pertama.

6) Maleakhi 2: 16: “Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel - juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat!”.

Ay 16 terdiri dari 2 kecaman / serangan:

a) Allah membenci perceraian.

Ay 16a: “Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel”.

b) Maleakhi 2:16b: ini juga adalah ayat sukar yang mempunyai berma­cam-macam terjemahan:

Ay 16b: “juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan”.

1. NIV: ‘and I hate a man’s covering himself with violence as well as with his garment’ [= dan Aku membenci orang yang menutupi dirinya dengan kekerasan dan juga dengan pakaian / jubahnya].

Ini terjemahan yang salah. Entah dari mana munculnya kata-kata ‘as well as’ [= dan juga] dalam NIV.

2. KJV: ‘for one covereth violence with his garment’ [= karena orang menutupi kekerasan dengan pakaiannya].

Ini diterima oleh Calvin yang lalu mengatakan bahwa ‘garment’ [= jubah / pakaian] menunjuk kepada ‘istri’ (bdk. Rut 3:9 Yehezkiel 16:8).

Rut 3:9 - “Bertanyalah ia: ‘Siapakah engkau ini?’ Jawabnya: ‘Aku Rut, hambamu: kembangkanlah kiranya sayapmu melindungi hambamu ini, sebab engkaulah seorang kaum yang wajib menebus kami.’”.

KJV: ‘thy skirt’ [= rokmu].

RSV: ‘your skirt’ [= rokmu].

NIV: ‘your garment’ [= pakaian / jubahmu].

NASB: ‘your covering’ [= penutupmu].

Yeh 16:8 - “Maka Aku lalu dari situ dan Aku melihat engkau, sungguh, engkau sudah sampai pada masa cinta berahi. Aku menghamparkan kainKu kepadamu dan menutupi auratmu. Dengan sumpah Aku mengadakan perjanjian dengan engkau, demikianlah firman Tuhan ALLAH, dan dengan itu engkau Aku punya.”.

Jadi, maksudnya: orang-orang itu mempertahankan (tidak menceraikan) istri tua untuk menutupi dosa kawin campur tersebut.

Jadi, rupa-rupanya ada orang-orang yang setelah kawin campur lalu menceraikan istri tua mereka, dan ini dike­cam dalam Maleakhi 2: 16a.

Tetapi ada juga mereka yang sekalipun kawin campur tetap mempertahankan istri tua untuk menu­tupi kesalahan mereka, dan ini dikecam dalam Maleakhi 2:16b.

3. NASB: ‘and him who covers his garment with wrong’ [= dan ia yang menutupi pakaian / jubahnya dengan kesalahan].

RSV: ‘and covering one’s garment with violence’ [= dan menutupi pakaian / jubah seseorang dengan kekerasan].

Di sini ‘garment’ [= pakaian / jubah] diartikan sebagai kehidupan. Dari ayat-ayat seperti Yesaya 61:10 Zakh 3:4 Mat 22:11-13 Ef 4:22-24 Kol 3:9-10 Yudas 23 Wahyu 3:4 Wah 7:14 Wah 19:8 kita bisa melihat bahwa Kitab Suci memang sering menggunakan gambaran pakaian untuk menun­juk pada kehidupan.

Yes 61:10 - “Aku bersukaria di dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin laki-laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya.”.

Zakharia 3:4 - “yang memberikan perintah kepada orang-orang yang melayaninya: ‘Tanggalkanlah pakaian yang kotor itu dari padanya.’ Dan kepada Yosua ia berkata: ‘Lihat, dengan ini aku telah menjauhkan kesalahanmu dari padamu! Aku akan mengenakan kepadamu pakaian pesta.’”.

Matius 22:11-13 - “(11) Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. (12) Ia berkata kepadanya: Hai saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. (13) Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.”.

Efesus 4:22-24 - “(22) yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, (23) supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, (24) dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.”.

Kolose 3:9-10 - “(9) Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, (10) dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya;”.

Yudas 23 - “selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api. Tetapi tunjukkanlah belas kasihan yang disertai ketakutan kepada orang-orang lain juga, dan bencilah pakaian mereka yang dicemarkan oleh keinginan-keinginan dosa.”.

Wahyu 3:4 - “Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu.”.

Wah 7:14 - “Maka kataku kepadanya: ‘Tuanku, tuan mengetahuinya.’ Lalu ia berkata kepadaku: ‘Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar; dan mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba.”.

Wahyu 19:8 - “Dan kepadanya dikaruniakan supaya memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih!’ [Lenan halus itu adalah perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus.]”.

Pakaian kotor menunjuk pada hidup yang berdosa, sedang­kan pakaian putih / bersih menunjuk pada kehidupan yang sudah disucikan.

Jadi kawin campur dan cerai dianggap sebagai sesuatu yang mengotori kehidupan.

Saya condong pada arti yang ke tiga.

III) Hukuman atas dosa-dosa ini.

1) Doa tidak dipedulikan.

 Maleakhi 2:13: “Dan inilah yang kedua yang kamu lakukan: Kamu menutupi mezbah TUHAN dengan air mata, dengan tangisan dan rintihan, oleh karena Ia tidak lagi berpaling kepada persembahan dan tidak berkenan menerimanya dari tanganmu.”.

a) Maleakhi 2: 13a: “Dan inilah yang kedua yang kamu lakukan”.

NIV: ‘Another thing you do’ [= Hal yang lain yang kamu lakukan].

b)  Maleakhi 2:13b: “Kamu menutupi mezbah TUHAN dengan air mata, dengan tangisan dan rintihan, oleh karena Ia tidak lagi berpaling kepada persembahan dan tidak berkenan menerimanya dari tanganmu.”.

Ada yang mengatakan bahwa tangisan di sini adalah tangisan dari istri-istri yang diperlakukan secara kejam oleh suami-suami mereka. Tetapi penafsiran ini rasanya tidak cocok dengan kontext. Saya lebih setuju dengan penafsiran yang mengatakan bahwa ay 13b ini menunjuk pada doa dari suami-suami itu yang sekalipun disertai tangisan, tetapi tetap tidak diperdu­likan oleh Tuhan. Mereka berdoa dengan menangis, tetapi mereka tidak bertobat dari dosa mereka, dan karena itu doa mereka tetap tidak diperdulikan.

Bdk. Yesaya 59:1-2 - “(1) Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; (2) tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.”.

Bandingkan juga dengan 1Petrus 3:7 yang menunjukkan bahwa sikap yang tidak benar dari suami terhadap istri bisa menyebabkan doanya terhalang.

1Pet 3:7 - “Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.”.

2) Tuhan akan melenyapkan mereka semua.

Maleakhi 2: 12: “Biarlah TUHAN melenyapkan dari kemah-kemah Yakub segenap keturunan orang yang berbuat demikian, sekalipun ia membawa persembahan kepada TUHAN semesta alam!”.

a) Ay 12a: “Biarlah Tuhan melenyapkan dari kemah-kemah Yakub segenap keturunan orang yang berbuat demikian,”.

Ini lagi-lagi adalah ayat sukar yang mempunyai banyak terjemahan.

NIV: ‘As for the man who does this, whoever he may be, may the Lord cut him off’ [= Untuk orang yang melakukan hal ini, siapapun adanya dia, kiranya Tuhan melenyapkannya].

KJV: ‘The Lord will cut off the man that doeth this, the master and the scholar’ [= Tuhan akan melenyapkan orang yang melakukan hal ini, guru dan murid].

NASB: ‘as for the man who does this, may the Lord cut off from the tents of Jacob, everyone who awakes and answers’ [= bagi orang yang melakukan hal ini, kiranya Tuhan melenyapkannya dari kemah Yakub, setiap orang yang terja­ga dan menjawab].

Artinya pun ada bermacam-macam:

1. Tuhan akan membasmi mereka semua tanpa pandang bulu. Ini seperti dalam NIV.

2. Tuhan akan membasmi baik anak yang masih bayi maupun anak yang sudah bisa bicara.

3. Tuhan akan membasmi orang yang mengajak untuk berbuat dosa maupun orang yang mau diajak untuk berbuat dosa.

Saya setuju dengan arti ke tiga ini.

b) Maleakhi 2: 12b: “sekalipun ia membawa persembahan”.

Ini bisa diartikan:

1. Menunjuk kepada orang yang berdosa itu. Ia membawa persembahan, tetapi toh ditolak.

2. Menunjuk kepada imam yang membawa persembahan. Imam juga harus dilenyapkan.

Ay 12 jelas menunjukkan bahwa sekalipun yang berbuat dosa itu banyak orang, semua akan dihukum. Dalam dunia kita sering melihat bahwa suatu dosa / kesalahan tidak dihukum kalau pelakunya banyak.

Contoh:

a. Anak-anak yang lulus SMA beramai-ramai naik sepeda motor tanpa helm dan polisi tidak menindak mereka.

b. Supporter sepakbola yang beramai-ramai merampok, merusak mobil maupun toko, dan melakukan kebiadaban terhadap para gadis, tidak ditindak sebagaimana mestinya.

Tetapi Allah tidak demikian. Tidak peduli berapa banyak orang yang berbuat dosa, semua akan dihukum.

Contoh: peris­tiwa banjir Nuh di mana Allah membasmi seluruh dunia yang berdosa dan hanya menyelamatkan 8 orang. Juga peristiwa Sodom dan Gomora, di mana Allah membasmi kota Sodom dan Gomora dan hanya menyelamatkan Lot dan kedua anaknya!

Karena itu jangan pernah merasa aman di dalam dosa hanya karena banyak orang melakukan dosa itu misalnya: nyogok, ngerpek, berdusta, mencuri pajak, dsb.

IV) Pertobatan terhadap dosa-dosa ini.

Kalau seseorang sudah terlanjur kawin campur, haruskah ia menceraikan pasangannya itu? Tidak! Dasarnya adalah 1Korintus 7:10-16 - “(10) Kepada orang-orang yang telah kawin aku - tidak, bukan aku, tetapi Tuhan - perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. (11) Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya. (12) Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. (13) Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu. (14) Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus. (15) Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera. (16) Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu?”.

Catatan: Ezra 10 adalah suatu perkecualian!

Tetapi ia harus mengakui kepada Tuhan bahwa tindakannya itu berdosa dan ia harus minta ampun kepada Tuhan. Ia akan diampuni, tetapi tetap saja penderitaan sebagai akibat dosanya bisa mengikuti dia seumur hidupnya.

Orang yang mempunyai lebih dari satu istri juga harus mengakui itu kepada Tuhan sebagai dosa. Lalu, ia harus menceraikan semua istri-istrinya kecuali istri pertama (tetapi harus tetap memberikan biaya hidup untuk istri-istri yang dicerai dan untuk anak-anaknya). Menceraikan istri kedua dan seterusnya ini diharuskan, karena pernikahan yang kedua dan seterusnya sebetulnya bukanlah pernikahan tetapi perzinahan!

Orang yang sudah terlanjur bercerai (bukan karena zinah) harus hidup sendirian / tidak kawin lagi, kecuali ia mau rujuk dengan pasangannya.

1Korintus 7:11 - “Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.”.

Tetapi kalau ia sudah terlan­jur kawin lagi, ia tidak boleh menceraikan istri yang kedua, lalu kembali kepada istri yang pertama.

BACA JUGA: BERKAT MENJADI KUTUK (MALEAKHI 2:1-9)

Ulangan 24:1-4a - “(1) ‘Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya, (2) dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri orang lain, (3) dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian mengambil dia menjadi isterinya itu mati, (4a) maka suaminya yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah kekejian di hadapan TUHAN.”.

Biarlah ia tetap bersatu hanya dengan istrinya yang kedua, tetapi ia tetap harus mengaku dosa di hadapan Tuhan.

Jangan menganggap ini enak, karena status yang demikian, apalagi di kalangan orang Kristen, adalah jelek / negatif!

Dari pada saudara harus menghadapi / mengalami konsekwensi-konsekwensi seperti itu, janganlah melakukan kawin campur ataupun perceraian!

Juga kalau saudara tahu ada orang yang mau melakukan kawin campur atau perceraian, nasehatilah mereka supaya tidak melakukannya!

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
Next Post Previous Post