YESUS MEMBANGKITKAN ANAK PEREMPUAN YAIRUS (MARKUS 5:21-43)

MUJIZAT YESUS KRISTUS : MEMBANGKITKAN ANAK PEREMPUAN YAIRUS.

Kisah mengenai Yesus membangkitkan anak perempuan Yairus, tercatat di dalam Injil Matius 9:18-6, Injil Markus 5:21-43 dan Injil Lukas 8:40:56. Ke semuanya mengisahkan tentang bagaimana suatu jalan kehidupan (kematian) dengan tiba-tiba dibalikkan menjadi kegembiraan. 
YESUS MEMBANGKITKAN ANAK PEREMPUAN YAIRUS (MARKUS 5:21-43)
Ada tiga hal yang menyebabkan cerita ini sangat menyedihkan.

(a). Ia adalah anak tunggal. 

Hanya Lukas yang menceritakan hal ini. Cahaya kehidupan orang tuanya dengan demikian lenyap.

(b). Ia berumur hampir dua belas tahun. 

Hal ini berarti bahwa ia baru saja menjelang masa kewanitaannya seperti lazimnya di dunia Timur Tengah. Ia bahkan dapat dinikahkan dalam usianya itu. Fajar kehidupan dengan tiba-tiba digantikan oleh gelapnya kematian.

(c). Yairus adalah kepala Sinagoge. 

Artinya, dialah yang bertanggung-jawab untuk mengatur sinagoge dan ibadah umum. Ia telah mencapai kedudukan yang paling tinggi dalam hidupnya, dalam hubungan dengan sesamanya manusia. Tidak diragukan bahwa ia telah mencapai puncak karier yang dimungkinkan pada saat itu. Kelihatannya kehidupan telah memberikan segala sesuatu kepadanya, tetapi tiba-tiba akan mengambil yang paling berharga darinya. Segala jalan kehidupan melatar-belakangi cerita ini.

Ada hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai karakter Yairus ini:

(1). Yairus adalah seorang pria yang bisa menyembunyikan kebanggaan dan harga dirinya. 

Dia adalah ketua sinagoge. Pada saat itu pintu rumah ibadat dengan cepat menutup Yesus, jika memang mereka belum ditutup. Dia tidak mungkin memiliki kasih kepada Yesus dan dia pasti menganggap Yesus sebagai bidat atau pelanggar hukum Yahudi. Namun pada saat dibutuhkan, dia menyembunyikan harga dirinya dan meminta bantuan.

Sangat mudah untuk berpikir bahwa kita dapat menangani hidup kita sendiri. Tetapi cara untuk menemukan mukjizat kasih karunia Tuhan adalah dengan menaikkan harga diri kita dan dengan rendah hati mengakui kebutuhan dan permintaan kita. Mintalah, dan Anda akan menerima—tetapi tidak ada penerimaan tanpa meminta.

(2). Yairus jelas merupakan seorang pria dengan iman yang tegar. 

Apa pun yang dia rasakan, dia tidak sepenuhnya menerima vonis para wanita yang meratap itu; karena bersama istrinya dia pergi ke kamar tempat gadis itu terbaring. Dia berharap melawan harapan. Tidak diragukan lagi di dalam hatinya ada perasaan, "Kamu tidak pernah tahu apa yang dapat dilakukan Yesus ini." Dan tidak seorang pun dari kita yang tahu semua yang Yesus dapat lakukan. Di hari tergelap kita masih bisa berharap pada kekayaan yang tak ter selidiki dan kasih karunia yang cukup dan kuasa Allah yang tak terkalahkan.

Dalam cerita anak perempuan Yairus ini, Injil Markus mencatat sesuatu tang indah, yang tercatat dalam 

Markus 5 :40-43. “Lalu dipegang-Nya tangan anak itu, kata-Nya: "Talita kum," yang berarti: "Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!" Seketika itu juga anak itu bangkit berdiri dan berjalan, sebab umurnya sudah dua belas tahun. Semua orang yang hadir sangat takjub. Dengan sangat Ia berpesan kepada mereka, supaya jangan seorang pun mengetahui hal itu, lalu Ia menyuruh mereka memberi anak itu makan.”

“Talita kum” adalah bahasa Aram, yang merupakan bahasa yang dipergunakan Yesus dalam kesehariannya. Bagaimana menjelaskan bahasa Aram ini ada di dalam teks Yunani kitab-kitab Injil? Hanya ada satu alasan di sini. Markus memperoleh informasinya dari Petrus. Di banyak tempat, paling tidak di luar Palestina, Petrus juga pasti berbicara dalam bahasa Yunani. Bnamun, Petrus ada di sana. Ia adalah salah seorang dari tiga murid inti. Ia pasti telah melihat sendiri terjadinya peristiwa ini. Ia tidak 
akan pernah lupa akan suara Yesus. Dalam benak dan ingatannya, ia bisa mendengar “Talita kum” itu sepanjang hidupnya. Kasih, kebaikan, dan kepedulian dari ungkapan itu begitu melekat pada dirinya senantiasa sehingga ia sama sekali tidak bisa lagi memikirkannya dalam bahasa Yunani sebab ingatannya hanya bisa mendengarnya dalam suara Yesus dan dalam kata-kata yang dipergunakan oleh Yesus sendiri.

Dalam perikop ini, kita bisa melihat pertentangan yang terjadi.

[1]. Ada pertentangan antara keputusasaan dari orang-orang yang sedang meratap, dan harapan dari Yesus.

“Jangan ganggu Guru.” Kata mereka. “Tak ada satu pun yang bisa dilakukan.” Namun Yesus berkata, “Jangan takut. Percaya saja!”. Di sini ada suara putus asa pada satu pihak, dan suara harapan pada pihak lain.

[2]. Ada pertentangan antara kesedihan yang tak tertahankan dari para peratap, dan ketenangan dari Yesus.

Para peratap itu meraung meratap, mengusutkan rambut mereka dan mengoyakkan pakaian mereka dalam perasaan yang hanyut dalam kesedihan. Sebaliknya, Yesus menunjukkan sikap diam, tenang dan terkendali.

Mengapa berbeda? Ini berkaitan erat dengan keyakinan dan kepercayaan Yesus yang sempurna kepada Allah. Malapetaka terburuk yang menimpa manusia bisa saja dihadapi dengan keberanian kalau kita menghadapinya bersama Allah. Mereka menertawakan Yesus karena mereka pikir pengharapan-Nya tidak berdasar dan ketenangan-Nya merupakan kesalahan. Akan tetapi, fakta agung dari kehidupan Kristen adalah bahwa apa yang sepertinya sangat tidak mungkin bagi manusia, adalah mungkin bagi Allah.

Apa yang bagi manusia sepertinya tidak mungkin terjadi, dapat menjadi kenyataan yang penuh berkat bila Allah ada di sana. Mereka menertawakan-Nya. Namun, tawa mereka itu akan berubah menjadi kekaguman ketika mereka menyadari apa yang Allah bisa lakukan. “Tidak ada yang dapat dihadapi dan tidak ada yang tidak dapat ditaklukkan, bahkan kematian sekalipun, bila semuanya itu7 hendak dihadapi dan ditaklukkan dalam terang kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.
Satu hal yang unik mengenai cerita tentang anak perempuan Yairus ini adalah diselipkannya kisah tentang kesembuhan seorang perempuan dengan menyentuh jubah-Nya saja. Ketika Yesus dalam perjalanan menuju rumah Yairus, ditengah-tengah lalu lalang orang-orang yang berjubelan, ada seorang perempuan yang menderita sakit perdarahan yang dideritanya selama 12 tahun. Dan ketika Yesus lewat di depannya, ia berpikiran dan berkeyakinan bahwa jika ia bisa menyentuh jubah Yesus, ia yakin pasti bisa sembuh. Dan ia memberanikan diri mendekati Yesus dan menyentuh jubah-Nya.

Semua orang Yahudi yang saleh mengenakan jubah dengan rumbai-rumbai (Bilangan 15:37-41; Ulangan 22:12). Rumbai-rumbai itu berakhir dengan empat jumbai benang putih dengan benang biru yang dijalin melaluinya. Semua ini mengingatkan kepada setiap orang Yahudi setiap kali ia memakainya bahwa ia adalah seorang yang dari Allah dan yang bercita-cita untuk memelihara hukum-hukum Allah. Di kemudian hari, ketika menjadi seorang Yahudi berbahaya, jumbai-jumbai ini dikenakan di pakaian dalam. Pada masa ini mereka masih ada selendang yang dikenakan orang Yahudi di kepala dan bahunya ketika dia berdoa. Tetapi pada zaman Yesus mereka dikenakan pada pakaian luar, dan itu adalah salah satunya yang disentuh wanita itu.

Hal yang indah tentang cerita ini adalah bahwa sejak Yesus berhadapan muka dengan wanita itu, sepertinya tidak ada seorang pun di sana kecuali Yesus dan perempuan itu. Itu terjadi di tengah keramaian; tetapi orang banyak itu dilupakan dan Yesus berbicara kepada wanita itu seolah-olah dia adalah satu-satunya orang di dunia. Dia adalah seorang yang miskin, penderita yang tidak penting, dengan masalah yang membuatnya najis, namun kepada satu orang yang tidak penting itu Yesus memberikan seluruh diri-Nya.

Hampir semua orang yang hidup pada masa itu tidak memandang penting sama sekali terhadap wanita tersebut. Namun bagi Yesus, dia adalah seseorang yang membutuhkan sesuatu, dan karena itu, Ia seolah-olah, menarik diri dari massa kerumunan manusia tersebut dan memberikan diri-Nya kepada perempuan tadi. “Allah mengasihi setiap kita, seolah-olah hanya ada satu dari kita yang dikasihi-Nya.” Amin.
Next Post Previous Post