Kesombongan dan Rendah Hati (1 Korintus 1:26-31)

Paulus memberikan fokus yang berbeda dalam pasal tersebut. Di 1 Korintus 1: 18-25, dia menekankan tentang "Injil" yang dianggap kebodohan menurut pemikiran duniawi. Namun, mulai dari 1 Korintus 1: 26-31, perhatiannya beralih ke jemaat Korintus itu sendiri. Perubahan fokus ini tercermin dalam penggunaan sapaan "saudara-saudara" di awal 1 Korintus 1: 26. Meskipun Paulus masih membahas tentang isu "hikmat," argumennya telah berpindah ke arah lain.
Kesombongan dan Rendah Hati (1 Korintus 1:26-31)
Paulus bertujuan untuk membuktikan bahwa kepercayaan mereka yang sebelumnya dianggap hina oleh dunia terhadap Injil adalah bukti dari karya luar biasa Allah melalui kekuatan Injil. Mengapa? Karena mereka yang tadinya dianggap rendah oleh dunia sekarang telah menjadi sombong, dan ini bertentangan dengan keadaan mereka sebelumnya.

Mayoritas jemaat Korintus dahulu adalah orang yang dianggap rendah oleh dunia, seperti yang terungkap dalam 1 Korintus 1: 26. 

Terjemahan "ingatlah" mungkin kurang menggambarkan sepenuhnya makna dari kata Yunani yang digunakan. Kata "katablepete" seharusnya diterjemahkan sebagai "terus-menerus mempertimbangkan" atau "mempertimbangkan secara serius." Penggunaan bentuk kata kerja yang mengindikasikan waktu sekarang ini menekankan bahwa tindakan mempertimbangkan ini harus terjadi secara berulang-ulang. Dengan demikian, mereka diharapkan untuk secara terus-menerus mengingat keadaan mereka yang dulu agar dapat menghargai posisi dan keadaan mereka yang sekarang.

Apa yang seharusnya dipertimbangkan oleh jemaat Korintus? Terjemahan LAI:TB tampaknya mengikuti terjemahan NIV dengan frasa "keadaan kamu ketika kamu dipanggil." Namun, terjemahan yang lebih akurat berdasarkan teks asli adalah "panggilanmu" (KJV/NASB/RSV), yang lebih konsisten dengan konteksnya. Terjemahan "menurut ukuran manusia" (LAI:TB/NIV "by human standards") mungkin kurang tepat. Ungkapan Yunani "menurut daging" seharusnya lebih tepat diterjemahkan sebagai "kedagingan." Pemakaian kata ini menunjukkan pandangan Paulus bahwa segala hal yang dihargai oleh jemaat Korintus hanya berhubungan dengan hal-hal duniawi. Pengukuran ini tidak sesuai dengan pandangan Alkitab. Terjemahan "menurut ukuran duniawi" (RSV "according to worldly standards") menggambarkan pemahaman ini lebih baik.

Kata "tidak banyak" (ou polloi) menunjukkan bahwa hanya sedikit anggota jemaat Korintus yang dapat dianggap mulia oleh standar dunia. Hal ini sesuai dengan petunjuk yang ditemukan di bagian lain surat 1 Korintus. Bagian 11:17-22, misalnya, mengacu pada perlakuan jemaat terhadap orang miskin dan kaya. Krispus, Gaius, dan Stefanas (yang disebutkan di pasal 1:14-16) adalah beberapa nama yang dikenal di kalangan jemaat Korintus dan dihargai oleh dunia. 

Namun, penekanan Paulus di 1 Korintus 1: 26 mungkin mengandung sindiran: bahwa orang-orang seperti Krispus, Gaius, dan Stefanas yang dianggap hebat oleh dunia sebenarnya tidak meremehkan Injil, sedangkan mayoritas yang tidak dihargai oleh dunia justru meremehkan Injil.

Paulus mengungkapkan kehebatan dunia melalui tiga kata: "bijak" (sofos), "berkuasa" (dunatos), dan "terpandang" (eugenhs). Kata pertama merujuk pada para pemikir, terutama para filsuf. Kata kedua dapat berarti "kuat," "berpengaruh," atau "berkuasa," tetapi juga sering kali mengacu pada kepemimpinan atau jabatan dalam masyarakat. Kata ketiga secara harfiah berarti "memiliki kelahiran yang baik," dan mengandung arti bahwa seseorang memiliki asal-usul atau keturunan yang terhormat. Paulus memilih tiga kriteria ini mungkin karena mengingat Yeremia 9:23 yang mengutuk tiga tipe manusia sombong: bijak, kuat, dan kaya. Walaupun istilahnya berbeda, prinsipnya sama.

Selanjutnya, Paulus ingin menunjukkan bahwa pilihan Allah terhadap orang-orang yang dianggap hina oleh dunia memiliki tujuan tertentu. Dengan memperlihatkan bahwa mayoritas jemaat Korintus adalah mereka yang dianggap hina, Paulus ingin menegaskan bahwa anugerah Allah dalam memilih mereka menunjukkan bahwa pilihan ini tidak berdasarkan kebaikan atau kelebihan mereka. Mereka tidak layak dipilih, tetapi Allah tetap memilih mereka (1 Korintus 1: 21b). Pola pilihan seperti ini sesuai dengan cara kerja Allah yang sering terlihat dalam Alkitab (lihat Yakobus 2:5).

Paulus menunjukkan bahwa Allah berperan aktif dalam proses pemilihan ini. Ini terlihat dari penggunaan kata "untuk" di 1 Korintus 1:27 dan "supaya" di  1 Korintus 1:29. Pemilihan ini bukanlah hasil dari pilihan manusia kepada Allah, melainkan sebaliknya. Allahlah yang memilih mereka (Yohanes 15:16). Allah memanggil mereka (1 Korintus 1:9) menjadi orang-orang kudus (1 Korintus 1:2). Allah memanggil mereka untuk melihat Kristus sebagai hikmat dan kekuatan Allah (1 Korintus 1:24).

Paulus menjelaskan bahwa ada dua tujuan utama dalam pemilihan Allah atas orang-orang yang dianggap hina oleh dunia. Pertama, pemilihan ini bertujuan untuk merendahkan dan meniadakan orang-orang yang dianggap hebat oleh dunia (ay. 27-28). Ungkapan "mempermalukan" bukan hanya tentang perasaan malu, melainkan juga mengacu pada kemenangan yang Allah berikan kepada orang-orang benar dan pada tindakan

Allah yang mengalahkan orang-orang fasik. Paulus ingin menekankan bahwa hikmat dunia yang dianggap hebat oleh manusia sebenarnya tidak dapat mengenal Allah. Pada 1 Korintus 1: 27-28, dia menyoroti kelebihan-kelebihan duniawi yang cenderung menghalangi manusia untuk percaya kepada Tuhan. Seperti halnya orang pada zaman Yeremia yang merasa hebat dan merasa tidak memerlukan Tuhan, orang-orang yang dianggap "hebat" pada masa Paulus cenderung menolak ketergantungan pada Tuhan. Akibatnya, mereka akan mengalami kekalahan karena mereka tidak mampu mengenali dan bertumpu pada Allah. Pengakuan akan ketidakmampuan manusia sebenarnya adalah kekuatan yang besar.

Paulus juga menggunakan kata "meniadakan" untuk menggambarkan perendahan terhadap hal-hal yang dihargai oleh dunia. Kata Yunani "katargew" sering digunakan dalam konteks eskatologis untuk merujuk pada sesuatu yang sementara dan suatu saat akan lenyap. Paulus ingin menekankan bahwa segala hal yang diidolakan oleh dunia dan dianggap hebat oleh jemaat Korintus akhirnya akan lenyap.

Tujuan lain dari pemilihan Allah terhadap orang-orang yang dianggap hina oleh dunia adalah agar tidak ada satu manusia pun yang sombong di hadapan Allah (1 Korintus 1: 29-31). 

Paulus menggunakan kata "memegahkan diri" (kaucaomai) untuk menggambarkan kesombongan. Kata ini sering digunakan dalam tulisan-tulisan Paulus, terutama di surat 1 dan 2 Korintus, untuk menghadapi masalah kesombongan di kalangan jemaat Korintus. Paulus ingin mengajarkan bahwa keberhasilan dan kemegahan seharusnya hanya berasal dari Allah, bukan dari pencapaian manusia.

Paulus menunjukkan bahwa kesombongan adalah kontradiksi dengan anugerah Allah. Pemilihan oleh Allah tidak didasarkan pada kebaikan manusia, melainkan atas kerelaan dan inisiatif Allah. Pemilihan ini mengingatkan manusia bahwa mereka hanya bisa datang kepada Kristus melalui anugerah Allah. Oleh karena itu, Paulus mengubah pandangan mereka terhadap kesombongan, mengajarkan bahwa kemegahan sejati berasal dari Allah. Dengan pemahaman ini, orang percaya dapat merasa bangga atas penderitaan dan kelemahan mereka, karena mereka menemukan kekuatan dalam Allah, bukan dalam kesombongan duniawi.

Paulus mengutip Yeremia 9:24 dalam 1 Korintus 1:31 untuk menekankan dasar kemegahan yang seharusnya, yaitu Allah yang memberikan anugerah keselamatan. Dengan memahami dasar yang benar, yaitu anugerah Allah, orang percaya akan menghindari kesombongan atas hal-hal duniawi. Mereka akan merasa bangga dalam penderitaan dan kelemahan mereka, karena mereka menemukan kekuatan dan kemegahan dalam iman kepada Allah.

Dalam keseluruhan pasal ini, Paulus ingin menyampaikan pesan penting kepada jemaat Korintus bahwa pemilihan Allah bukanlah hasil dari kesombongan atau kelebihan manusia, melainkan merupakan tindakan Allah yang berdasarkan anugerah. Pemilihan ini bertujuan untuk merendahkan kesombongan manusia dan untuk mengajarkan bahwa kemegahan sejati hanya dapat ditemukan dalam Allah.

Paulus melalui suratnya kepada jemaat Korintus berusaha untuk meruntuhkan paradigma dunia yang menghargai hikmat duniawi, kekuasaan, dan kehormatan sosial. Ia ingin membangun perspektif baru dalam jemaat bahwa anugerah Allah tidak tergantung pada posisi atau prestasi duniawi, melainkan adalah tindakan ilahi yang mengatasi segala batasan manusia.

Baca Juga: Kebodohan dan Hikmat Allah dalam Salib (1 Korintus 1:18-25)

Pesan yang ingin disampaikan Paulus sangat relevan dalam konteks jemaat Korintus pada waktu itu, namun juga memiliki nilai dan makna yang abadi bagi kita sebagai orang percaya. Dia mengajarkan pentingnya rendah hati, mengakui keterbatasan manusia, dan menempatkan keyakinan dan kepercayaan pada Tuhan sebagai landasan utama dalam hidup. Pengajaran ini mengingatkan kita bahwa dunia mungkin akan mengukur nilai seseorang berdasarkan hal-hal yang sementara dan berubah-ubah, tetapi nilai sejati kita ditemukan dalam hubungan kita dengan Allah dan penerimaan anugerah-Nya.

Selain itu, pelajaran tentang merendahkan diri dan melepaskan kesombongan juga mengingatkan kita untuk tidak memandang rendah sesama manusia. Kita tidak seharusnya menilai nilai seseorang berdasarkan tampilan fisik, prestasi, atau status sosial. Semua orang diciptakan oleh Allah dan memiliki potensi unik dalam kerajaan-Nya.

Dalam dunia yang sering kali mendorong kesombongan, persaingan, dan penilaian berdasarkan hal-hal materi, pesan Paulus ini tetap relevan. Ia mengajarkan kita untuk hidup dengan rendah hati, mengakui kebesaran Allah, dan menghargai nilai sejati yang datang dari iman dan hubungan kita dengan-Nya. Oleh karena itu, kita diingatkan untuk menjauhkan diri dari kesombongan dan mencari kemegahan dalam iman, kasih, dan layanan kepada sesama manusia.
Next Post Previous Post