YESUS MEREDAKAN BADAI (LUKAS 8:22-25)

MUJIZAT YESUS KRISTUS : MELAWAN HUKUM ALAM : MEREDAKAN BADAI

Kisah tentang Yesus meredakan angin ribut (badai) sangat terkenal sehingga anak-anak Sekolah Minggu pun hafal mengenai kisah ajaib itu. Terlebih kisah mukjizat itu tercatat di dalam tiga Kitab Injil, yakni: Injil Matius 8:23-27; Injil Markus 4:35-41 dan Injil Lukas 8:22-25. Ke-tiga Injil tersebut mencatat peristiwa mukjizat Tuhan ini dari berbagai sudut pandang menurut penulisnya, sehingga ketiganya saling melengkapi untuk membuktikan bahwa kisah ajaib ini benar-benar terjadi dan nyata dialami oleh para murid. Kita mulai dengan catatan Injil Matius :
YESUS MEREDAKAN BADAI (LUKAS 8:22-25)
“Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-murid-Nya pun mengikuti-Nya. Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur. Maka datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya: "Tuhan, tolonglah, kita binasa." Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?" Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali. Dan heranlah orang-orang itu, katanya: "Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?" (Matius 8:23-27)

Danau Galilea disebut juga Danau Genesaret, Danau Kineret, Danau Kinerot, Laut Tiberias, atau Danau Tiberias, terletak di dekat Dataran Tinggi Golan, merupakan danau air tawar terbesar di Israel. Danau ini memiliki luas sekitar 166 kilometer persegi, dengan kedalaman mencapai 43 meter. Terletak 211,315 meter di bawah permukaan laut, danau ini merupakan danau air tawar terendah di dunia dan danau terendah kedua setelah Laut Mati, yang merupakan danau air asin. Danau ini diairi sebagian dari mata air di bawah tanah, meskipun sumber utamanya adalah sungai Yordan yang mengalir melaluinya dari utara ke selatan. Lembah Yordan membuat celah yang dalam di permukaan bumi, dan Danau Galilea adalah bagian dari celah itu.

Karena danau ini berada sekitar 680 kaki di bawah permukaan laut, maka hal itu menciptakan iklim yang hangat dan ramah, tetapi juga menciptakan bahaya. Di sisi barat ada perbukitan dengan lembah dan parit; dan, ketika angin dingin datang dari barat, lembah dan selokan ini bertindak seperti corong raksasa. Angin, seolah-olah, menjadi tertekan di dalamnya, dan mengalir deras ke danau dengan kekerasan yang ekstrim dan dengan tiba-tiba yang mengejutkan, sehingga ketenangan suatu saat bisa menjadi badai yang mengamuk di saat berikutnya. Dalam waktu yang singkat saja, hari yang cerah itu berubah menjadi hari yang menakutkan dengan gelombang dan badai angin ribut.

Itulah yang terjadi pada Yesus dan murid-muridnya. Kata-kata dalam bahasa Yunani sangat jelas. Badai itu disebut “seismos”, yang merupakan kata untuk “gempa bumi”. Ombaknya begitu tinggi sehingga perahu itu tersembunyi di palung saat puncak ombak menjulang di atasnya. Dan Yesus sedang tidur. Jika kita membaca narasi dalam Markus 4:1 ; Markus 4:35 , kita melihat bahwa sebelum mereka berangkat dia telah menggunakan perahu sebagai mimbar untuk berbicara kepada orang-orang dan tidak diragukan lagi Dia tentu kelelahan). Pada saat mereka ketakutan para murid membangunkan-Nya.
Kita kutib catatan Markus dalam Injilnya mengenai peristiwa itu :

“Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang." Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia. Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?" Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?" Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?" (Markus 4:35-41)

Yesus berada di perahu dalam posisi di mana setiap tamu terhormat akan diantar. Catatan Markus memberitahukan bahwa, "Dalam perahu-perahu ini... tempat untuk setiap orang asing yang terhormat adalah di kursi kecil yang ditempatkan di buritan, di mana karpet dan bantal diatur. Juru mudi berdiri sedikit lebih jauh ke depan di geladak, meskipun dekat buritan, untuk memiliki pandangan yang lebih baik ke depan."

Kita bandingkan dengan catatan yang dibuat Lukas dalam Injilnya:

“Pada suatu hari Yesus naik ke dalam perahu bersama-sama dengan murid-murid-Nya, dan Ia berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang danau." Lalu bertolaklah mereka. Dan ketika mereka sedang berlayar, Yesus tertidur. Sekonyong-konyong turunlah taufan ke danau, sehingga perahu itu kemasukan air dan mereka berada dalam bahaya. Maka datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya: "Guru, Guru, kita binasa!" Ia pun bangun, lalu menghardik angin dan air yang mengamuk itu. Dan angin dan air itu pun reda dan danau itu menjadi teduh. Lalu kata-Nya kepada mereka: "Di manakah kepercayaanmu?" Maka takutlah mereka dan heran, lalu berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga Ia memberi perintah kepada angin dan air dan mereka taat kepada-Nya?" (Lukas 8:22-25)


Lukas menceritakan kisah ini dengan penghematan kata-kata yang luar biasa, namun dengan kejelasan yang luar biasa. Tidak diragukan lagi, untuk istirahat dan ketenangan yang sangat dibutuhkan, Yesus memutuskan untuk menyeberangi danau. Saat mereka berlayar, dia tertidur.

Suatu hal yang menyenangkan untuk memikirkan Yesus yang sedang tidur. Dia lelah, sama seperti kita menjadi lelah. Dia juga bisa mencapai titik kelelahan ketika klaim tidur sangat penting. Dia mempercayai para murid-Nya; mereka adalah nelayan di danau dan dia puas menyerahkan segala sesuatunya pada keahlian dan keahlian mereka, dan untuk bersantai. Dia mempercayai Tuhan; Yesus tahu dan percaya bahwa Dia begitu dekat dengan Allah, sehingga tidak membedakan apakah Ia berada di danau ataupun di darat.

Jadi pada intinya, peristiwa yang dicatat dalam ketiga Injil mempunyai kesamaan sekalipun memiliki perbedaan sudut pandang. Badai yang tiba-tiba melanda perahu hari itu, dan Yesus serta murid-muridnya berada dalam bahaya hidup mereka.

TENANG DI TENGAH BADAI.

Dalam kisah ini ada sesuatu yang lebih dari sekadar menenangkan badai di danau Galilea. Makna dari cerita ini jauh lebih besar dari itu, makna dari cerita ini bukan saja mengenai Yesus menghentikan badai, melainkan lebih dari itu. Di mana pun Yesus berada, badai kehidupan akan menjadi tenang. Artinya, di hadapan Yesus badai kehidupan yang paling dahsyat dapat di rubah menjadi damai sejahtera.

Ketika angin kesedihan yang dingin dan suram bertiup, ada ketenangan dan kenyamanan di hadirat Yesus Kristus. Ketika ledakan hawa nafsu berhembus, ada kedamaian dan keamanan di hadirat Yesus Kristus. Ketika badai keraguan berusaha untuk mencabut dasar-dasar iman, ada keamanan yang tetap di hadirat Yesus Kristus. Dalam setiap badai yang mengguncang hati manusia, ada damai sejahtera bersama Yesus Kristus.


Ketika para murid menyadari kehadiran Yesus bersama mereka, badai menjadi tenang. Begitu mereka tahu Yesus ada di sana, kedamaian yang tak kenal takut memasuki hati mereka. Pelayaran bersama Yesus berarti perjalanan dalam damai bahkan dalam badai sekalipun. Di hadirat Yesus kita dapat memiliki kedamaian bahkan dalam badai kehidupan yang paling ganas.

[1]. Yesus memberi kita kedamaian dalam badai kesedihan. 

Ketika kesedihan datang sebagaimana mestinya, dia memberi tahu kita tentang kemuliaan kehidupan yang akan datang. Dia mengubah kegelapan kematian menjadi sinar matahari pemikiran tentang hidup yang kekal. Dia memberitahu kita tentang kasih Allah.

Dalam badai kesedihan, Yesus memberi tahu kita bahwa orang-orang yang kita kasihi telah pergi bersama Allah, dan memberi kita kepastian bahwa kita akan bertemu kembali dengan mereka yang telah kita kasihi dan hilang untuk sementara waktu.

[2]. Yesus memberi kita kedamaian ketika masalah hidup melibatkan kita dalam badai keraguan dan ketegangan dan ketidakpastian. 

Ada saatnya kita tidak tahu apa yang harus dilakukan; ketika kita berdiri di persimpangan jalan dalam hidup dan tidak tahu jalan mana yang harus diambil. Jika kemudian kita berpaling kepada Yesus dan berkata kepadanya, "Tuhan, apa yang Engkau ingin saya lakukan?" jalannya akan jelas. Tragedi yang sebenarnya bukanlah karena kita tidak tahu apa yang harus dilakukan; tetapi sering kali kita tidak dengan rendah hati tunduk pada bimbingan Yesus. Takluk kepada kehendak-Nya adalah jalan menuju kedamaian pada saat seperti itu.

[3]. Yesus memberi kita kedamaian di tengah badai kecemasan. 

Musuh utama perdamaian adalah khawatir, khawatir untuk diri kita sendiri, khawatir tentang masa depan yang tidak diketahui, khawatir tentang orang-orang yang kita cintai. Tetapi Yesus berbicara kepada kita tentang seorang Bapa yang tangannya tidak akan pernah membuat a9irmata anaknya menetes sia-sia. Ia juga berbicara kepada kita tentang sebuah kasih yang kokoh yang akan melindungi kita dan orang yang kita kasihi agar tidak dihanyutkan badai. Di tengah badai kecemasan, Yesus memberi kita damai kasih Allah. Amin.
Next Post Previous Post