LUKAS 8:22-25 (TINDAKAN YESUS DI TENGAH BADAI)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
BACAAN: LUKAS 8:22-25.

I) Yesus dan murid-murid terkena badai.
LUKAS 8:22-25 (TINDAKAN YESUS DI TENGAH BADAI)
otomotif, tutorial, gadget
1) Yesus mengajak para murid untuk menyeberangi danau (Lukas 8: 22b).

Matius 8: 22b: “Pada suatu hari Yesus naik ke dalam perahu bersama-sama dengan murid-muridNya, dan Ia berkata kepada mereka: ‘Marilah kita bertolak ke seberang danau.’”.

William Hendriksen: “We must not forget that divine guidance was operative here, as always: Jesus must be on these waters in order, by means of an astounding miracle, to strengthen the faith of his disciples. He must land on the eastern shore because there a demon-possessed man needs him (8:26-39). To what extent Jesus, according to his human nature, was aware of these matters is not revealed” [= Kita tidak boleh lupa bahwa pimpinan ilahi sedang bekerja di sini, seperti yang selalu terjadi: Yesus harus berada di danau ini supaya, melalui mujijat yang sangat mengherankan, bisa menguatkan iman dari murid-muridNya. Ia harus mendarat di pantai sebelah timur karena di sana seorang yang dirasuk setan membutuhkan Dia (Lukas 8:26-39). Sejauh mana Yesus, berkenaan dengan hakekat manusiaNya, menyadari persoalan-persoalan ini, tidak dinyatakan] - hal 438-439.

Sebagai keterangan tambahan, perlu diketahui bahwa danau Galilea adalah danau yang cukup besar. Panjangnya 13 mil (20,8 km) dan lebarnya 7 ½ mil (12 km) - William Hendriksen, hal 439.

2) Murid-murid menuruti ajakan Yesus untuk menyeberangi danau.

Lukas 8: 22: “Pada suatu hari Yesus naik ke dalam perahu bersama-sama dengan murid-muridNya, dan Ia berkata kepada mereka: ‘Marilah kita bertolak ke seberang danau.’ Lalu bertolaklah mereka”.

Lukas 8: 22 ini / Markus 4:35 menunjukkan bahwa Yesus yang mengajak murid-murid untuk menyeberangi danau, dan Matius 8:23 mengatakan bahwa murid-murid itu mengikuti Yesus. Jadi, kontras dengan Yunus yang mengalami badai karena ketidak-taatan / pemberontakan, bahkan karena suatu tindakan melarikan diri dari Tuhan, maka murid-murid ini mengalami badai justru karena mereka mentaati Yesus, dan mereka ada bersama dengan Yesus.

Penerapan:

Jangan menganggap bahwa kalau saudara mentaati / bersama Yesus, hidup akan selalu tenang tanpa badai / bahaya.

3) Ketika mereka sedang berlayar, Yesus tertidur (Lukas 8: 23a).

Dari Mark 4:35 terlihat bahwa peristiwa ini terjadi pada malam hari, dan karena itu tidak heran kalau Yesus tertidur. Ia lelah setelah melayani sepanjang hari.

William Hendriksen: “Since Jesus was not only thoroughly divine but also thoroughly human, he was in need of rest” (= Karena Yesus bukan hanya sepenuhnya ilahi tetapi juga sepenuhnya manusiawi, Ia membutuhkan istirahat) - hal 438.

4) Sekonyong-konyong turunlah badai (Lukas 8: 23b).

Lukas 8: 23: “Dan ketika mereka sedang berlayar, Yesus tertidur. Sekonyong-konyong turunlah taufan ke danau, sehingga perahu itu kemasukan air dan mereka berada dalam bahaya”.

a) Baik dalam Matius 8:24 maupun Lukas 8:23 ada kata ‘sekonyong-konyong’, yang menunjukkan bahwa badai itu datang secara mendadak. Letak danau Galilea secara geografis menyebabkan badai bisa datang secara mendadak di sana.

Ini sama seperti apa yang terjadi dalam kehidupan. Badai dalam kehidupan bisa datang secara mendadak. Contoh: kehidupan Ayub.

C. H. Spurgeon: “Thus may our loveliest calms be succeeded by overwhelming storms. A Christian man is seldom long at ease. ... ‘Boast not thyself of tomorrow,’ saith the wise man; and he might have added, ‘Boast not thyself of today, for thou knowest not how the evening may close, however brightly the morning may have opened.’” [= Demikianlah ketenangan kita yang paling menyenangkan bisa digantikan oleh badai yang sangat hebat. Seorang Kristen jarang mengalami kesenangan / ketenteraman untuk waktu yang lama. ... ‘Janganlah memuji / membanggakan diri karena / tentang esok hari’ (Amsal 27:1), kata orang yang bijaksana; dan ia sebetulnya bisa menambahkan, ‘Jangan membanggakan diri tentang hari ini, karena engkau tidak tahu bagaimana sore / malam akan berakhir, bagaimanapun cerahnya pagi itu dimulai’] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 3, hal 263,264.

b) Banyak penafsir yang menganggap ini sebagai pekerjaan / serangan setan, tetapi ada yang tidak setuju dengan pandangan itu. Apakah itu pekerjaan setan atau bukan, tidak terlalu jadi soal, karena kalaupun itu pekerjaan setan, pasti harus ada ijin dari Tuhan bagi setan untuk melakukan hal itu.

Calvin: “it is certain that the storm which agitated the lake was not accidental: for how would God have permitted his Son to be driven about at random by the violence of the waves? But on this occasion he intended to make known to the apostles how weak and inconsiderable their faith still was. Though Christ’s sleep was natural, yet it served the additional purpose of making the disciples better acquainted with their weakness. I will not say, as many do, that Christ pretended (to?) sleep, in order to try them. On the contrary, I think that he was asleep in such a manner as the condition and necessity of human nature required” (= adalah pasti bahwa badai yang menggoncangkan danau bukanlah kebetulan: karena bagaimana Allah bisa mengijinkan AnakNya didorong kesana kemari dengan sembarangan oleh kehebatan gelombang-gelombang? Tetapi pada peristiwa ini Ia bermaksud untuk menyatakan kepada rasul-rasul betapa lemah dan tidak berartinya iman mereka. Sekalipun tidurnya Kristus merupakan sesuatu yang alamiah, tetapi itu mempunyai tujuan tambahan untuk membuat murid-murid mengetahui kelemahan mereka dengan lebih baik. Saya tidak akan mengatakan, seperti yang dikatakan oleh banyak orang, bahwa Kristus berpura-pura untuk tidur, untuk menguji mereka. Sebaliknya, saya berpikir bahwa Ia tidur dengan cara sedemikian rupa seperti yang dibutuhkan oleh kondisi dan kebutuhan manusia) - hal 423-424.

Calvin: “Let us therefore conclude, that all this was arranged by the secret providence of God, - that Christ was asleep, that a violent tempest arose, and that the waves covered the ship, which was in imminent danger of perishing. And let us learn hence that, whenever any adverse occurrence takes place, the Lord tries our faith” (= Karena itu hendaknya kita menyimpulkan, bahwa semua ini diatur oleh providensia rahasia dari Allah, - supaya Kristus tidur, supaya suatu badai yang hebat muncul, dan supaya gelombang-gelombang melingkupi perahu, yang ada dalam bahaya dari kehancuran. Dan hendaknya kita belajar bahwa kapanpun terjadi peristiwa apapun yang merugikan / bersifat bermusuhan, Tuhan menguji iman kita) - hal 424.

II) Sikap murid-murid dalam badai itu.

1) Murid-murid menjadi takut.

Lukas 8: 24a: “Maka datanglah murid-muridNya membangunkan Dia, katanya: ‘Guru, Guru, kita binasa!’”.

Bahwa murid-murid Yesus, yang beberapa di antaranya adalah tukang ikan, bisa takut, menunjukkan bahwa badai itu luar biasa. Tetapi bagaimanapun, rasa takut ini menunjukkan kelemahan iman mereka. Ini mungkin tidak akan pernah mereka sadari seandainya mereka tidak mengalami badai ini.

Adam Clarke: “One advantage of trials is to make us know our weakness” (= Satu keuntungan dari ujian-ujian adalah membuat kita mengetahui kelemahan kita) - hal 105.

2) Murid-murid membangunkan Yesus, tetapi dengan cara sedemikian rupa, sehingga tidak menunjukkan iman.

a) Cerita dalam Lukas bertentangan dengan Matius dan Markus?

Lukas 8: 24a - “Maka datanglah murid-muridNya membangunkan Dia, katanya: ‘Guru, Guru, kita binasa!’”.

Markus 4:38b - “Maka murid-muridNya membangunkan Dia dan berkata kepadaNya: ‘Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?’”.

Matius 8:25 - “Maka datanglah murid-muridNya membangunkan Dia, katanya: ‘Tuhan, tolonglah, kita binasa.’”.

Kata-kata yang berbeda ini bukan kontradiksi. Dalam kepanikan seperti itu, bisa saja murid yang satu mengucapkan suatu hal, dan murid yang lain mengucapkan hal yang lain.

b) Bahwa kata-kata / tindakan ini mereka ucapkan / lakukan tanpa iman, terlihat jelas dari reaksi Yesus terhadap kata-kata / sikap mereka ini (Matius 8: 25).

c) Saya ingin menyoroti bagian paralel dari cerita ini dalam Injil Markus, yaitu Markus 4:38 - “Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-muridNya membangunkan Dia dan berkata kepadaNya: ‘Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?’”.

Contoh lain dimana Yesus kelihatannya tidak peduli pada badai yang dialami oleh orang-orang percaya adalah dalam Yoh 11. Pada saat Lazarus sakit, Maria dan Marta mengirim pesan kepada Yesus, tetapi Yesus santai-santai saja, sungguh pada saat sampai di sana, Lazarus sudah mati selama 4 hari.

Di sini saya memberikan beberapa kutipan tentang ‘ketidak-pedulian’ Kristus terhadap badai yang kita alami:

1. Kristus hanya tampaknya saja tidak peduli, tetapi sebetulnya Ia selalu siap menolong kita.

Pulpit Commentary: “Christ sleeping when the boat was sinking! It looked like negligence! ‘Carest thou not that we perish?’ That negligence was only apparent; there was no real danger. ... That was not the last time that the Master seemed negligent of his own. To his Church in its storm of terrible persecution, to his people (in their individual lives) in the tempest of temptation or adversity through which they have passed, Christ may often, indeed has often, seemed to be heedless and indifferent. But he has always been at hand, always ready for action at the right moment” [= Kristus tidur pada waktu perahu sedang tenggelam! Itu kelihatannya seperti kecerobohan / kealpaan! ‘Engkau tidak perduli kalau kita binasa?’ Kecerobohan / kealpaan itu hanya kelihatannya; di sana tidak ada bahaya yang sebenarnya. ... Itu bukan kali yang terakhir sang Guru kelihatannya mengabaikan milikNya. Bagi GerejaNya dalam badai penganiayaan yang hebat, bagi umatNya (dalam kehidupan pribadi mereka) dalam badai pencobaan atau kesengsaraan melalui mana mereka lewat, Kristus bisa sering, dan memang telah sering, kelihatan seperti tidak memperdulikan dan acuh tak acuh. Tetapi Ia selalu tersedia di dekat kita, selalu siap untuk bertindak pada saat yang tepat] - hal 224.

2. Segala sesuatu ditetapkan dan diatur oleh Allah untuk kebaikan kita, dan karena itu semua badai yang kita alami pasti berguna untuk kita.

C. H. Spurgeon: “There is no such power as a law of nature acting by itself; all power lies in God, ... The laws of nature are but a powerless letter; God worketh all things. What hath he himself said, ‘I create the light, and I create darkness.’ Not a seed swells beneath the soil, not a bud bursts into beauty, not an ear of corn ripens for the harvest, without God; ... Happy is he who in all things beholds a present Deity. ... His ways of action must be right, and if they cause us grief, we nevertheless feel that he is not afflicting us willingly, or grieving us without design. When we perceive his hand we kiss the rod. Instead of saying, ‘Master, carest thou not that we perish,’ we cry out in resignation, ‘It is the Lord, let him do what seemeth him good.’” [= Tidak ada kuasa yang merupakan hukum alam yang bertindak sendiri; semua kuasa ada pada Allah, ... Hukum-hukum alam hanyalah merupakan huruf yang tidak mempunyai kuasa; Allah mengerjakan segala sesuatu. Apa yang telah dikatakanNya sendiri: ‘Aku menciptakan terang, dan Aku menciptakan kegelapan’ (Yes 45:7). Tidak ada benih yang berkembang dalam tanah, tidak ada kuncup yang berkembang menjadi suatu keindahan, tidak ada bulir jagung yang matang untuk panen, tanpa Allah; ... Berbahagialah ia yang di dalam segala sesuatu melihat Allah yang hadir. ... Jalan dari tindakanNya pasti benar, dan jika itu menyebabkan kita sedih, bagaimanapun kita merasa bahwa Ia tidak dengan senang hati menyakiti kita, atau menyedihkan kita tanpa rencana. Pada waktu kita merasakan tanganNya kita mencium tongkatNya. Dari pada mengatakan ‘Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?’, kita berteriak dalam penyerahan ‘Itu Tuhan, biarlah Ia melakukan apa yang Ia anggap baik’ (1Sam 3:18)] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 3, hal 265.

Bdk. Yesaya 45:7 - “yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini”.

C. H. Spurgeon: “we believe that all things, great and small, are fixed in the eternal purpose, and will surely be as they are ordained. This doctrine becomes the lurking-place of a temptation. We gaze upon the ponderous wheels of predestination in their awful revolution, and fear that they will grind us to powder. ... God hath his purpose and his way, and his purposes are both for his own glory and for the good of his people. Who among us would wish the Lord to turn aside from his holy and gracious designs? He has ordained the best, would we have him vary? He hath determined all things wisely, would we have him determine otherwise? ... Do not say - ‘Carest thou not that we perish?’ but believe that instead of perishing your complete salvation will be promoted by all the events of providence” (= kita percaya bahwa segala sesuatu, besar atau kecil, ditentukan dalam rencana kekal, dan pasti akan terjadi seperti mereka ditentukan. Doktrin ini menjadi tempat bersembunyi dari suatu pencobaan. Kita memandang pada roda-roda yang berat / membosankan dari predestinasi dalam perputaran mereka yang tidak menyenangkan, dan takut bahwa mereka akan menghancurkan kita menjadi bubuk. ... Allah mempunyai rencana dan jalanNya, dan rencanaNya adalah bagi kemuliaanNya sendiri maupun bagi kebaikan umatNya. Siapa di antara kita menginginkan supaya Tuhan menyimpang dari rencanaNya yang kudus dan murah hati / penuh kasih karunia? Ia telah menentukan yang terbaik, apakah kita menghendaki Ia berubah? Ia telah menentukan segala sesuatu dengan bijaksana, apakah kita menghendaki Ia menentukan yang lain? ... Jangan berkata ‘Engkau tidak perduli kalau kita binasa?’ tetapi percayalah bahwa sebaliknya dari binasa, keselamatanmu yang lengkap / sempurna akan dimajukan oleh semua peristiwa-peristiwa dari providensia) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 3, hal 265-266.

3. Mungkin kita menganggap bahwa kalau orang-orang brengsek terkena badai, dan bahkan binasa dalam badai itu, maka itu memang sudah pada tempatnya. Tetapi kita tidak bisa menerima bahwa kita, yang betul-betul beriman dan mengasihi / menaati Tuhan, terkena badai. Tetapi orang yang dididik / dihajar oleh Tuhan, justru adalah orang yang dikasihiNya.

C. H. Spurgeon: “‘We are thine apostles, we love thee, we spend our lives for thee, carest thou not that we perish. We could understand that the vessel which carries a load of publicans and sinners should go to the bottom; but carest thou not that we perish?’ ... Sometimes under trouble we have wondered why we are so afflicted, for we have felt that the Lord has kept us from known sin, and led us in the way of holiness; and therefore we have seen no special cause for his scourging. ... It is not written, ‘As many as I hate I chasten,’ far from it: ... But it is written, ‘As many as I love I rebuke and chasten:’ the favourites of heaven are inheritors of the rod. It is not said, ‘The branches which bring forth no fruit shall be pruned.’ No, they shall be utterly taken away in due season, and cast into the fire; but it is written, ‘Every branch that beareth fruit, he purgeth it, that it may bring forth more fruit.’ ... The gold is put into the furnace because it is gold; it would have been of no use to put mere stones and rubbish there” [= ‘Kami adalah rasul-rasulMu, kami mengasihiMu, kami menghabiskan hidup kami untukMu, apakah Engkau tidak perduli bahwa kami / kita binasa? Kami bisa mengerti bahwa perahu yang mengangkut pemungut-pemungut cukai dan orang-orang berdosa tenggelam; tetapi apakah Engkau tidak perduli kalau kami / kita binasa?’ ... Kadang-kadang di bawah kesukaran kita bertanya-tanya mengapa kita ditimpa penderitaan seperti itu, karena kita merasa bahwa Tuhan telah menjaga kita dari dosa-dosa yang kita ketahui, dan memimpin kita di jalan kekudusan; dan karena itu kita tidak melihat penyebab khusus untuk hajaran ini. ... Tidak dituliskan, ‘Sebanyak yang Aku benci Aku hajar’, jauh dari itu: ... Tetapi tertulis ‘Sebanyak yang Aku kasihi Kutegur dan Kuhajar’; orang-orang kesukaan surga adalah pewaris-pewaris dari tongkat (untuk menghajar). Tidak dikatakan ‘Ranting-ranting yang tidak berbuah dibersihkannya’. Tidak, mereka akan dipotong sama sekali pada saatnya, dan dibuang ke dalam api; tetapi dituliskan ‘Setiap ranting yang berbuah dibersihkannya, supaya lebih banyak berbuah’. ... Emas dimasukkan ke dapur api karena ia adalah emas; tidak ada gunanya memasukkan batu dan sampah ke sana] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 3, hal 266-267.

4. Juga ada orang percaya yang dalam badai mengharapkan terjadinya mujijat, tetapi karena Tuhan tidak memberikan mujijat yang ia inginkan, ia menganggap Tuhan tidak peduli kepadanya. Padahal merupakan sesuatu yang lebih hebat kalau Tuhan menopang kita di dalam badai, dari pada kalau Ia mengeluarkan kita dari badai / menghentikan badai.

C. H. Spurgeon: “Mayhap, dear brethren, we have thought that Jesus did not care for us because he has not wrought a miracle for our deliverance, and has not interposed in any remarkable way to help us. You are at this time in such sore distress that you would fain cry, O that he would rend the heavens and descend for my deliverance!’ but he has not rent the heavens. You have read in biographies of holy men the details of very extraordinary providence, but no extraordinary providence has come to your rescue. You are getting gradually poorer and poorer, or you are becoming more and more afflicted in body, and you had hoped that God would have taken some extraordinary method with you, but he has done nothing of the sort. My dear brother, do you know that sometimes God works a greater wonder when he sustains his people in trouble than he would do if he brought them out of it. For him to let the bush burn on and yet not to be consumed is a grander thing than for him to quench the flame and so save the bush” (= Mungkin saudara-saudara yang kekasih, kita berpikir bahwa Yesus tidak peduli kepada kita karena Ia tidak melakukan suatu mujijat untuk pembebasan kita, dan tidak melakukan intervensi dengan cara yang luar biasa untuk menolong kita. Pada saat ini engkau ada dalam keadaan yang sangat sukar / berbahaya sehingga engkau berteriak dengan sungguh-sungguh, ‘Oh supaya Ia membuka langit / surga dan turun untuk pembebebasanku!’ tetapi Ia tidak membuka langit / surga. Engkau telah membaca dalam biografi dari orang-orang kudus detail-detail dari providensia yang luar biasa, tetapi tidak ada providensia yang luar biasa yang datang untuk menolongmu. Engkau menjadi makin lama makin miskin, atau engkau menjadi makin menderita / sakit dalam tubuhmu, dan engkau berharap bahwa Allah mengambil metode yang luar biasa dengan kamu, tetapi Ia tidak melakukan hal seperti itu. Saudaraku yang kekasih, tahukah kamu bahwa Allah kadang-kadang mengerjakan mujijat yang lebih besar pada waktu Ia menopang umatNya dalam kesukaran dari pada jika Ia membawa mereka keluar darinya. Bagi Dia untuk membiarkan semak menyala tetapi tidak terbakar merupakan sesuatu yang lebih agung / hebat dari pada memadamkan nyala itu dan dengan demikian menyelamatkan semak itu) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 3, hal 267.

5. Ada juga orang yang bukannya menginginkan mujijat, tetapi hanya menginginkan supaya di tengah-tengah badai, ia merasakan kehadiran Tuhan sedemikian rupa, sehingga ada sukacita dan damai yang begitu hebat, yang seakan-akan menguburkan semua penderitaan yang sedang ia alami. Tetapi ternyata hal-hal itu tidak terjadi; ia tidak merasakan kehadiran Tuhan, Ia tidak merasa damai dan sukacita, sehingga ia menganggap Tuhan tidak peduli kepadanya. Ini tetap merupakan sikap yang salah, karena kita harus tetap percaya kepada Allah sekalipun Ia ‘menyembunyikan diri’. Fakta tentang penderitaan dan kematian Yesus di atas kayu salib harus membuat kita tetap percaya akan kasih dan kepedulianNya terhadap kita sekalipun kita tidak melihat Dia.

C. H. Spurgeon: “Possibly the hard suspicion that Jesus does not care for you takes another form. ‘I do not ask the Lord to work a miracle, but I do ask him to cheer my heart. I want him to apply the promises to my soul. I want his Spirit to visit me, as I know he does some good people, so that my pain may be forgotten in the delight of the Lord’s presence. I want to feel such a full assurance of the Saviour’s presence that the present trial shall, as it were, be swallowed up in a far more exceeding weight of joy. But, alas, the Lord hides his face from me, and this makes my trial all the heavier.’ Beloved, can you not believe in a silent God? Do you always want tokens from God? Must you be petted like a spoiled child? Is your God of such a character that you must needs mistrust him if his face be veiled? Can you trust him no further than you can see him? ... what greater tokens do you require than he had already given you in your past experience, or than he has presented to you in the flowing wounds of a dying Saviour?” (= Mungkin kecurigaan keras bahwa Yesus tidak peduli kepadamu mengambil bentuk yang lain. ‘Aku tidak meminta Tuhan untuk mengerjakan mujijat, tetapi aku meminta Dia untuk menggembirakan hatiku. Aku ingin Ia menerapkan janji-janjiNya kepada jiwaku. Aku ingin RohNya mengunjungi aku, seperti yang aku tahu Ia lakukan kepada beberapa orang saleh, supaya rasa sakitku bisa terlupakan dalam kesenangan karena kehadiran Tuhan. Aku ingin merasakan keyakinan yang begitu penuh tentang kehadiran sang Juruselamat supaya ujian saat ini akan seakan-akan ditelan dalam suatu sukacita yang jauh melebihinya. Tetapi ternyata Tuhan menyembunyikan wajahNya dari aku, dan ini membuat ujianku makin berat’. Kekasih, tidak bisakah engkau percaya kepada Allah yang diam? Apakah kamu selalu menginginkan tanda-tanda / bukti-bukti dari Allah? Haruskah kamu dielus-elus seperti anak yang manja? Apakah Allahmu mempunyai karakter seperti itu sehingga engkau harus tidak percaya kepadaNya jika wajahNya ditutupi? Tidak bisakah engkau mempercayai Dia sekalipun engkau tidak bisa melihat Dia? ... tanda-tanda / bukti-bukti lebih besar apa yang engkau butuhkan / kehendaki dari pada yang Ia sudah berikan kepadamu dalam pengalamanmu yang lalu, atau dari pada yang Ia sudah berikan kepadamu dalam luka-luka yang mengalir dari Juruselamat yang sekarat?) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 3, hal 267,268.

III) Tindakan Yesus di tengah badai.

Matius 8: 24b-25 - “(24b) Iapun bangun, lalu menghardik angin dan air yang mengamuk itu. Dan angin dan air itupun reda dan danau itu menjadi teduh. (25) Lalu kataNya kepada mereka: ‘Di manakah kepercayaanmu?’ Maka takutlah mereka dan heran, lalu berkata seorang kepada yang lain: ‘Siapa gerangan orang ini, sehingga Ia memberi perintah kepada angin dan air dan mereka taat kepadaNya?’”.

1) Yesus bangun.

a) Yesus tidur, tetapi tidak pernah terlambat bangun.

C. H. Spurgeon: “I am, however, comforted by the reflection that Jesus sleeps, but he never oversleeps” (= Tetapi saya terhibur oleh pemikiran bahwa Yesus tidur tetapi Ia tidak pernah terlambat bangun) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 3, hal 273.

b) Badai tidak bisa membangunkan Dia, tetapi teriakan / doa dari para murid bisa.

William Hendriksen: “It is comforting to know that an outcry of human distress awakens the One whom a most violent storm cannot awaken” (= Merupakan sesuatu yang menghibur untuk tahu bahwa suatu teriakan dari kesedihan manusia membangunkan Orang yang tidak bisa dibangunkan oleh suatu badai yang paling hebat) - hal 442.

2) Ada perbedaan antara Lukas dan Markus di satu pihak, dan Matius di pihak lain.

Lukas dan Markus mengatakan bahwa Yesus menenangkan badai itu dulu, baru menegur para murid, tetapi Matius mengatakan bahwa Yesus menegur para murid dulu, dan baru setelah itu menenangkan badai.

Ada 2 kemungkinan untuk mengharmoniskan bagian-bagian ini:

· Matius atau Markus / Lukas menceritakan secara tidak khronologis.

· Yesus menegur para murid sebelum maupun sesudah menenangkan badai.

3) Yesus menenangkan badai / ombak.

a) Matius 8: 24 - Yesus menghardik angin (Matius 8:26 Markus 4:39). Ada yang mengatakan bahwa kata ‘menghardik’ menunjukkan bahwa ada setan di balik badai itu. Tetapi ini belum tentu. Dalam Luk 4:39 juga dikatakan bahwa Yesus menghardik demam dari ibu mertua Simon Petrus.


William Hendriksen: “this is simply a figurative or poetic manner of speaking” (= ini hanya merupakan cara bicara yang bersifat simbolis atau puisi) - hal 439.

b) Hardikan ini menyebabkan badai dan ombak langsung berhenti.

1. Tafsiran sesat dan bodoh dari orang Liberal.

A. T. Robertson: “‘J. Weiss explains that by an astounding coincidence the storm happened to lull at the moment that Jesus spoke!’ (McNeile). Some minds are easily satisfied by their own stupidities” [= ‘J. Weiss menjelaskan bahwa oleh suatu kebetulan yang sangat mengherankan badai itu kebetulan reda pada saat Yesus berbicara!’ (McNeile). Ada pikiran-pikiran yang dipuaskan dengan mudah oleh ketololan-ketololan mereka sendiri] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol I, hal 69.

Kata-kata ini cocok untuk orang-orang Liberal yang tidak percaya mujijat sehingga selalu mencari penjelasan ‘yang masuk akal’, padahal penjelasan itu seringkali lebih tidak masuk akal dari pada kalau hal itu diterima sebagai mujijat.

2. Ini jelas merupakan suatu mujijat, dan ini membuktikan bahwa Yesus adalah Allah.

a. Tadi Yesus tidur, dan ini menunjukkan bahwa Ia adalah manusia sama seperti kita. Sekarang Yesus menghardik dan menghentikan badai, dan ini menunjukkan bahwa Ia adalah Allah.

Pulpit Commentary: “Who but the Son of God could, of his own will and in his own name, command the mighty elements of nature? Who but a veritable Son of man could be overcome by weariness, and sleep in the midst of the raging of the storm?” (= Siapa kecuali Anak Allah yang bisa, dari kehendakNya sendiri dan dalam namaNya sendiri, memerintahkan elemen-elemen yang kuat dari alam? Siapa kecuali Anak Manusia yang sejati bisa dikuasai oleh kelelahan, dan tidur di tengah-tengah badai yang mengamuk?)- hal 224.

Bandingkan dengan pengakuan-pengakuan iman yang kita pakai.

b. Ada dukungan lain terhadap keilahian Kristus ini yaitu dalam Lukas 8: 25 yang menunjukkan bahwa setelah angin itu menjadi reda, murid-murid tetap takut, tetapi sekarang ketakutan mereka terjadi karena mereka berhadapan dengan seseorang yang bisa menenangkan badai. Mereka menyadari keilahian Yesus, dan karena itu mereka takut.

William Hendriksen: “Filled with deep reverence were they. They began to realize: Jesus is even greater than we had previously imagined. He exercised control not only over audience (4:32), sicknesses (6:19), demons (4:35,36), and death (7:11-17; cf. 7:22), but even over the elements of nature, the winds and the water. ... it takes deity to change the weather. It is Jesus who commands the elements of the weather, with the result that even the winds and the water obey him!” [= Mereka dipenuhi dengan rasa takut dan hormat yang mendalam. Mereka mulai menyadari: Yesus bahkan lebih besar dari pada yang tadinya mereka bayangkan. Ia mempunyai kendali bukan hanya atas pendengar-pendengar (4:32), penyakit-penyakit (6:19), setan-setan (4:35,36), dan kematian (7:11-17; bdk. 7:22), tetapi bahkan atas elemen-elemen dari alam, angin dan air. ... membutuhkan keallahan untuk mengubah cuaca. Yesuslah yang memerintah elemen-elemen cuaca, dengan hasil / akibat bahwa bahkan angin dan air taat kepadaNya!] - hal 442.

c. Dukungan lain terhadap keilahian Yesus datang dari Mazmur 89:9-10.

Mazmur 89:9-10 - “(9) Ya TUHAN (YAHWEH), Allah semesta alam, siapakah seperti Engkau? Engkau kuat, ya TUHAN (YAHWEH), dan kesetiaanMu ada di sekelilingMu. (10) Engkaulah yang memerintah kecongkakan laut, pada waktu naik gelombang-gelombangnya, Engkau juga yang meredakannya”.

Kalau saudara memperhatikan Mazmur 89:9, terlihat bahwa ayat ini berbicara tentang TUHAN (YAHWEH). Dan dalam Maz 89:10nya dikatakan bahwa YAHWEH itulah yang memerintah kecongkakan laut, meredakannya dan sebagainya. Jadi kalau di sini Yesus bisa memerintah badai / laut, sehingga semua menjadi reda, itu jelas membuktikan bahwa Ia adalah Allah / YAHWEH sendiri.

c) Tindakan Yesus ini mengeluarkan mereka semua dari bahaya.

Pulpit Commentary: “Jesus may lead his people into danger, but he always shares it with them, and leads in due time out of it” (= Yesus bisa membimbing umatNya ke dalam bahaya, tetapi Ia selalu mengalaminya bersama mereka, dan membimbing keluar darinya pada saatnya) - hal 230.

4) Yesus menegur para murid (Matius 8: 25a).

a) Dari teguran ini terlihat bahwa sekalipun para murid ‘berdoa’ kepada Yesus pada saat mereka ada dalam bahaya, mereka berdoa secara salah (tanpa / kurang iman). Tetapi, sekalipun doa mereka cacat, doa itu tetap didengar dan dikabulkan.

Adam Clarke: “our imperfections may not hinder us from praying to God. ... it is not our merits which make our prayers effectual” (= ketidak-sempurnaan kita tidak boleh menghalangi kita dari berdoa kepada Allah. ... bukan jasa kita yang membuat doa-doa kita effektif) - hal 106.

Kata-kata ini ada benarnya, karena kita tidak harus suci dulu baru boleh berdoa, karena kalau demikian tidak ada orang yang bisa berdoa. Tetapi kata-kata ini juga tidak boleh diextrimkan, seakan-akan sekalipun kita mempertahankan dosa secara sengaja, doa kita tetap didengar dan dikabulkan oleh Allah.

Bandingkan dengan beberapa ayat di bawah ini:

· Amsal 1:23-31 - “(23) Berpalinglah kamu kepada teguranku! Sesungguhnya, aku hendak mencurahkan isi hatiku kepadamu dan memberitahukan perkataanku kepadamu. (24) Oleh karena kamu menolak ketika aku memanggil, dan tidak ada orang yang menghiraukan ketika aku mengulurkan tanganku, (25) bahkan, kamu mengabaikan nasihatku, dan tidak mau menerima teguranku, (26) maka aku juga akan menertawakan celakamu; aku akan berolok-olok, apabila kedahsyatan datang ke atasmu, (27) apabila kedahsyatan datang ke atasmu seperti badai, dan celaka melanda kamu seperti angin puyuh, apabila kesukaran dan kecemasan datang menimpa kamu. (28) Pada waktu itu mereka akan berseru kepadaku, tetapi tidak akan kujawab, mereka akan bertekun mencari aku, tetapi tidak akan menemukan aku. (29) Oleh karena mereka benci kepada pengetahuan dan tidak memilih takut akan TUHAN, (30) tidak mau menerima nasihatku, tetapi menolak segala teguranku, (31) maka mereka akan memakan buah perbuatan mereka, dan menjadi kenyang oleh rencana mereka”.

· Amsal 28:9 - “Siapa memalingkan telinganya untuk tidak mendengarkan hukum, juga doanya adalah kekejian”.

· Yesaya 1:15 - “Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan mukaKu, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah”.

· Yesaya 59:1-2 - “(1) Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaranNya tidak kurang tajam untuk mendengar; (2) tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu”.

b) Dari teguran Yesus ini terlihat bahwa Yesus menghendaki mereka tetap beriman dan tidak takut.

Matius 8: 25 - “Lalu kataNya kepada mereka: ‘Di manakah kepercayaanmu?’”.

Markus 4:40 - “Lalu Ia berkata kepada mereka: ‘Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?’”.

Mat 8:26a - “Ia berkata kepada mereka: ‘Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?’”.

Barnes’ Notes: “Christians should never fear danger, disease, or death. With Jesus they are safe” (= Orang-orang Kristen tidak pernah boleh takut pada bahaya, penyakit, atau kematian. Bersama Yesus mereka aman) - hal 40.

Kata-kata Albert Barnes ini ada bahayanya. Bandingkan dengan kata-kata Calvin di bawah ini untuk memberikan keseimbangan.

Calvin: “It is not every kind of fear that is opposed to faith. This is evident from the consideration that, if we fear nothing, an indolent and carnal security steals upon us; and thus faith languishes, the desire to pray becomes sluggish, and the remembrance of God is at length extinguished. Besides, those who are not affected by a sense of calamities, so as to fear, are rather insensible than firm. Thus we see that fear, which awakens faith, is not in itself faulty till it go beyond bounds. ... But as it never happens that believers exercise such restraint on themselves as to keep their faith from being injured, their fear is almost always attended by sin. Yet we ought to be aware that it is not every kind of fear which indicates a want of faith, but only that dread which disturbs the peace of the conscience in such a manner that it does not rest on the promise of God” (= Bukan setiap jenis rasa takut bertentangan dengan iman. Ini nyata dari pertimbangan bahwa, jika kita tidak takut pada apapun, suatu rasa aman yang tidak berperasaan dan bersifat daging mendatangi kita dengan tiba-tiba; dan lalu iman kendor / layu, keinginan berdoa menjadi melempem, dan ingatan kepada Allah akhirnya padam. Disamping itu, mereka yang tidak dipengaruhi oleh suatu perasaan bahaya, sehingga menjadi takut, bukannya teguh tetapi tidak berperasaan. Karena itu kita lihat bahwa rasa takut, yang membangunkan iman, dalam dirinya sendiri bukan merupakan sesuatu yang salah kecuali itu melampaui batas. ... Tetapi karena tidak pernah terjadi bahwa orang-orang percaya mempunyai kekang seperti itu terhadap diri mereka sendiri sehingga menjaga iman mereka dari luka, rasa takut mereka hampir selalu disertai oleh dosa. Tetapi kita harus sadar bahwa bukan setiap jenis rasa takut menunjukkan kurangnya iman, tetapi hanya rasa takut yang mengganggu damai dari hati nurani sedemikian rupa sehingga tidak bersandar pada janji Allah) - hal 425.

IV) Tidak ada jawaban dari para murid.

Terhadap teguran / pertanyaan Yesus yang bersifat menegur dalam Matius 8: 25 ini tidak ada jawaban yang diberikan (kecuali mereka menjadi takut).

William Hendriksen: “The answer is not given. ... Very appropriately the present narrative ends by fixing the attention upon the person of Jesus Christ, so that everyone who reads it may give his own answer, may profess his own faith, and add his own doxology” (= Jawabannya tidak diberikan. ... Sangat tepat / cocok bahwa cerita ini berakhir dengan mencamkan perhatian pada pribadi dari Yesus Kristus, sehingga setiap orang yang membacanya bisa memberikan jawabannya sendiri, bisa mengaku imannya sendiri, dan menambahkan pujiannya sendiri) - hal 442.

Kesimpulan / penutup.

Apakah saat ini saudara sedang ada dalam penderitaan / problem / bahaya yang hebat? Pertama-tama pastikan bahwa itu bukan disebabkan oleh dosa. Setelah itu yakinlah bahwa Yesus bersama dengan saudara dalam badai kehidupan tersebut. Tetaplah beriman dan berharap kepada Dia. Ia pasti akan menolong saudara pada waktuNya.


Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-
Next Post Previous Post