RATAPAN 4:13-20: PENYEBAB KESEDIHAN-KESEDIHAN YERUSALEM

Matthew Henry (1662-1714)

PENYEBAB KESEDIHAN-KESEDIHAN YERUSALEM.
Ratapan 4:13-20.

Kita mendapati di sini :

[I]. Dosa-dosa yang didakwakan kepada mereka, yang karenanya Allah mendatangkan kehancuran ini atas mereka. Dan karena itu Allah benar dalam melakukannya (Ratapan 4:13-14): Hal itu terjadi oleh sebab dosa nabi-nabinya dan kedurjanaan imam-imamnya. Bukan berarti bahwa rakyat-Nya tidak bersalah. Tidak, umat-Ku menyukai yang demikian (Yeremia 5:31), dan untuk menyenangkan merekalah para nabi dan imam berbuat seperti itu. Tetapi kesalahannya terutama harus ditimpakan kepada nabi-nabi dan imam-imam, yang seharusnya mengajar rakyat dengan lebih baik, seharusnya menegur dan memperingatkan mereka, dan memberi tahu mereka apa yang akan menjadi kesudahannya. Dari tangan para penjaga yang tidak memberi mereka peringatan, darah akan dituntut.
RATAPAN 4:13-20: PENYEBAB KESEDIHAN-KESEDIHAN YERUSALEM
Perhatikanlah, tidak ada hal lain yang membuat suatu bangsa lebih matang bagi kehancuran, atau yang memenuhi takaran-takaran kejahatannya dengan lebih cepat, selain dosa-dosa para imam dan nabi mereka. Dosa yang secara khusus didakwakan kepada mereka adalah penganiayaan. Nabi-nabi palsu dan imam-imam yang bobrok menggabungkan kekuasaan dan kepentingan mereka untuk mencurahkan darah orang yang tidak bersalah di tengah-tengahnya, darah nabi-nabi Allah dan orang-orang yang setia pada mereka.

Mereka tidak hanya menumpahkan darah anak-anak mereka yang tidak bersalah, yang mereka korbankan kepada dewa Molokh, tetapi juga darah orang-orang benar yang ada di antara mereka, yang mereka korbankan kepada berhala yang lebih kejam itu, yaitu berhala permusuhan terhadap kebenaran dan agama yang benar. Ini adalah dosa yang tidak akan diampuni Tuhan (2 Raja-raja 24:4) dan yang membawa kehancuran terakhir atas Yerusalem (Yakobus 5:6): Kamu telah menghukum, bahkan membunuh orang yang benar.

Para imam dan nabi adalah biang keladi dalam penganiayaan itu, seperti pada zaman Kristus imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat adalah pihak yang memanas-manasi orang banyak untuk melawan Dia, yang jika tidak demikian akan tetap berseru hosana. Nah, mereka inilah orang-orang yang terhuyung-huyung seperti orang buta di jalan-jalan (Ratapan 4:14).

Mereka menyimpang dari jalan-jalan keadilan, buta terhadap segala sesuatu yang baik, tetapi kalau untuk berbuat kejahatan mereka cepat. Allah berkata tentang hakim-hakim yang bobrok, mereka tidak tahu dan tidak mengerti apa-apa, dalam kegelapan mereka berjalan (Mazmur 82:5). Dan Kristus berkata tentang guru-guru yang bobrok, mereka orang buta yang menuntun orang buta (Matius 15:14). Mereka sudah begitu mencemarkan diri mereka sendiri oleh darah orang yang tak berdosa, darah orang-orang kudus, sehingga orang tak dapat menyentuh pakaian mereka.

Mereka membuat diri mereka dibenci oleh semua orang di sekeliling mereka, sehingga orang-orang baik enggan menyentuh mereka seperti enggan menyentuh mayat, yang menajiskan orang menurut hukum keupacaraan, atau menyentuh pakaian yang berlumuran darah dari orang yang dibunuh, yang tidak sanggup dilakukan oleh orang yang berjiwa lembut. Tidak ada hal lain yang akan membuat nabi-[nabi dan imam-imam sedemikian dibenci selain roh penganiayaan.

[II]. Kesaksian dari tetangga-tetangga mereka dikeluarkan sebagai bukti melawan mereka, baik untuk menyatakan bahwa mereka berdosa maupun untuk menunjukkan keadilan dari segala tindakan Allah terhadap mereka. 

Sebagian orang yang sudah sangat kurang ajar dalam dosa bermegah bahwa mereka tidak peduli apa yang dikatakan orang tentang mereka. Tetapi Allah, melalui sang nabi, ingin membuat orang-orang Yahudi memperhatikan apa yang dikatakan orang lain tentang mereka, dan apa pendapat orang-orang sekitar mengenai mereka (Ratapan 4:15-16). 

Apa yang dikatakan, bahkan, apa yang diteriakkan orang kepada mereka, terutama kepada para imam dan nabi yang bobrok, di antara bangsa-bangsa.

1. Bangsa-bangsa mencela mereka karena mereka berpura-pura murni, padahal mereka hidup dalam segala macam kejahatan yang nyata. Bangsa-bangsa berteriak kepada mereka, “Singkir! Najis! Kamu begitu saksama dalam menuruti hukum sehingga kamu tidak mau menyentuh orang bukan Yahudi, dengan berteriak, menjauhlah, janganlah meraba aku, nanti engkau menjadi kudus olehku!” (Yesaya 65:5).

Demikian pula orang-orang yang menuntut Kristus tidak mau masuk ke gedung pengadilan, supaya jangan menajiskan diri. “Tetapi dapatkah sekarang kamu mencegah bangsa-bangsa lain untuk tidak menyentuhmu, sementara Allah sudah menyerahkanmu ke tangan mereka? Ketika kamu lari dan mengembara, kamu akan menyuruh mereka untuk menjauh dan tidak menyentuhmu, karena mereka najis. Tetapi itu sia-sia. Ular-ular ini tidak akan terpesona atau tersihir seperti itu. Tidak, mereka tidak akan menghormati para imam, dan orang-orang tua tidak mereka kasihani. Orang-orang yang paling terhormat akan menjadi tercela bagi mereka.”

2. Bangsa-bangsa mencela mereka dengan dosa-dosa mereka, karena murka Allah terhadap mereka atas dosa-dosa mereka, dan akibat-akibat yang mengerikan dari murka itu. “Singkir! Najis!”, kata orang kepada mereka. Semua orang berteriak, “Sungguh memalukan!”, dan bisa dengan mudah melihat bahwa Allah tidak akan lama membiarkan sebuah bangsa yang begitu menyulut murka-Nya seperti itu untuk terus tinggal di negeri yang begitu baik seperti itu. Orang-orang tahu bahwa ketetapan dan peraturan mereka adil, dan karena itu mengharapkan bahwa mereka akan menjadi umat yang bijaksana dan berakal budi (Ulangan 4:6).

Akan tetapi, ketika orang-orang melihat hal yang sebaliknya pada diri mereka, orang-orang itu berteriak, “Singkir! Singkir! Orang-orang itu segera melihat hukuman mereka, bahwa negeri itu akan memuntahkan mereka, seperti ia memuntahkan pendahulu-pendahulu mereka. Dan ketika melihat kaum keturunan Yakub yang terserak lari dan mengembara, orang-orang itu pun membicarakan mereka.

Orang-orang itu berkata, sekarang TUHAN sendiri mencerai-beraikan mereka, menyerakkan mereka ke semua negeri, karena para imam tidak mereka hormati, para imam yang saleh yang ada di antara mereka, seperti Zakharia anak Yoyada, Yeremia, dan yang lainnya. Dan orang-orang tua tidak mereka kasihani, malah mereka merendahkan orang-orang tua dan kewenangan mereka, ketika orang-orang itu berusaha menegur mereka atas jalan-jalan mereka yang keji. Orang kafir sendiri sudah melihat bahwa hal ini akan menjadi kehancuran mereka.

3. Bangsa-bangsa bersorak-sorai atas kehancuran mereka sebagai kehancuran yang tak dapat dipulihkan. Bangsa-bangsa itu berkata, ketika melihat mereka diusir dari negeri mereka sendiri, “Sekarang, mereka tak boleh tinggal lebih lama di sini. Mereka telah mengucapkan selamat tinggal kepadanya, tidak akan pernah kembali lagi ke sana, sebab Allah tak mau lagi memandang mereka, jadi bagaimana mereka dapat menolong diri mereka sendiri?” Tetapi dalam hal ini orang-orang itu keliru. Allah tidak membuang mereka, karena semuanya ini. Namun memang beginilah yang banyak dipahami, bahwa semua orang di sekeliling mereka mengamati mereka sebagai umat yang begitu menyulut murka Allah mereka, sehingga tidak ada alasan untuk menantikan hal lain selain bahwa mereka akan benar-benar ditinggalkan.

[III]. Keputusasaan yang hampir menindih mereka sendiri di bawah segala malapetaka itu. 

Setelah mendengar apa yang dikatakan tentang mereka di antara bangsa-bangsa, marilah sekarang kita dengar apa yang mereka katakan tentang diri mereka sendiri (Ratapan 4:17), “Ada pun kami, kami melihat keadaan kami seperti tak berdaya. Akhir hidup kami mendekat (Ratapan 4:18), akhir dari jemaat kami maupun pemerintahan kami. Kehancuran keduanya sudah di ambang pintu. Bahkan, akhir hidup kami sudah tiba. Kami benar-benar binasa. Titik penghabisan yang mematikan mengakhiri semua penghiburan kami. Hari-hari mujur kami sudah genap, sudah dihitung dan selesai.” Demikianlah ketakutan-ketakutan mereka sejalan dengan harapan-harapan musuh mereka bahwa Tuhan tak mau lagi memandang mereka. Sebab,

1. Tempat-tempat perlindungan yang kepadanya mereka berlari mengecewakan mereka. Mereka mencari pertolongan dari sekutu ini dan sekutu itu yang kuat, tetapi tidak ada gunanya. Pertolongan itu ternyata sia-sia. Pertolongan-pertolongan yang mereka nantikan tak kunjung datang, atau setidak-tidaknya semua pertolongan itu tidak berhasil seperti yang mereka harapkan, dan mata mereka menjadi lelah karena menantikan apa yang tidak pernah datang (Ratapan 4:17). Dari menara penjagaan mereka menanti-nantikan.

Mereka berjaga-jaga dalam waktu yang lama, dan dengan amat bersungguh-sungguh dan tidak sabar, menanti-nantikan suatu bangsa yang menjanjikan mereka bantuan, tetapi malah membuat hati mereka tawar, dan mengecewakan harapan mereka. Bangsa itu tak dapat menolong mereka. Bangsa itu terlalu lemah untuk melawan tentara Kasdim, dan karena itu mundur. Pertolongan dari makhluk ciptaan adalah pertolongan yang sia-sia (Mazmur 60:13), dan kita bisa menantikannya sampai mata kita lelah, sampai hati kita menjadi tawar, dan pertolongan itu tetap saja tidak kita dapatkan pada akhirnya.

2. Penganiaya-penganiaya yang mereka hindari, mengejar dan menyusul mereka (Ratapan 4:18): Mereka mengintai langkah-langkah kami, sehingga kami tak dapat berjalan di lapangan-lapangan kami. Ketika mengepung kota itu, tentara Kasdim mengangkat senjata perang mereka begitu tinggi mengatasi tembok-tembok sehingga mereka dapat menguasai kota, dan menembaki orang sambil berjalan di sepanjang jalan. Tentara Kasdim memburu mereka dengan anak-anak panah dari satu tempat ke tempat lain.

Ketika kota dihancurkan, dan semua prajurit melarikan diri, pengejar-pengejar mereka lebih cepat dari pada burung rajawali di angkasa ketika terbang melayang memburu mangsanya (Ratapan 4:19). Tidak ada yang bisa luput dari mereka. Tentara Kasdim memburu mereka di atas gunung-gunung, dan, ketika mereka menyangka sudah aman dari tentara itu, mereka jatuh ke tangan orang-orang yang menghadang mereka di padang gurun, untuk mencegat pelarian mereka, dan menangkap orang-orang yang tersesat.
Bahkan, raja sendiri, meskipun dianggap memiliki semua keuntungan yang dapat diberikan dalam keadaan darurat untuk melarikan diri dengan berhasil, pun tidak bisa lari, sebab pembalasan ilahi mengejarnya bersama-sama mereka. 

Maka (Ratapan 4:20), orang yang diurapi TUHAN, nafas hidup kami, tertangkap dalam pelubang mereka. Sebagian orang menerapkannya pada Yosia, yang tewas oleh raja Mesir di dalam pertempuran. Tetapi lebih tepatnya ini harus dipahami sebagai Zedekia, yang merupakan raja terakhir dari keluarga Daud, dan yang dikejar-kejar oleh tentara Kasdim dan ditangkap di dataran Yerikho (Yeremia 39:5). Dialah orang yang diurapi TUHAN, pewaris dari keluarga yang telah ditetapkan Allah untuk memerintah. Ia sangat diandalkan oleh negeri Yahudi: Mereka menyangka, dalam naungannya kami akan hidup di antara bangsa-bangsa.

Mereka meyakinkan diri sendiri bahwa sisa-sisa orang yang tertinggal setelah pembuangan Yekhonya pastilah, di bawah perlindungan pemerintahannya, akan kembali berakar ke bawah dan menghasilkan buah ke atas. Mereka berpikir bahwa, meskipun mereka begitu terpuruk sehingga tidak dapat membayangkan diri mereka memerintah atas bangsa-bangsa lain, seperti yang sudah mereka lakukan di masa lalu, namun setidaknya mereka dapat pindah untuk hidup di antara bangsa-bangsa lain itu dan tidak dihina serta dikoyak-koyakkan oleh bangsa-bangsa itu.


Demikianlah, kalau orang sudah mau tenggelam, ia bukan saja akan cepat-cepat menangkap ranting yang melintas di dekatnya, tetapi juga berpikir bahwa ranting itu akan menyelamatkannya. Yerusalem mati akibat penyakit yang menggerogotinya secara perlahan-lahan, karena suatu kelainan, yaitu penyakit membuai-buai diri. Bahkan sekalipun ia sudah tinggal menunggu ajal, ia menunjukkan gejala-gejala yang memberi harapan bagi dirinya sendiri, dan menaruh harapan bahwa ia akan pulih. Tetapi apa hasilnya? Naungan yang di bawahnya mereka menyangka akan hidup ternyata seperti naungan pohon jarak Yunus, yang layu dalam semalam.

Orang yang diurapi TUHAN tertangkap dalam pelubang mereka, seolah-olah ia hanyalah seekor binatang pemangsa. Betapa mereka sama sekali tidak menganggap orang yang dipandang suci dan tidak boleh disakiti. Perhatikanlah, apabila kita menjadikan makhluk ciptaan sebagai nafas hidup kita, dan meyakinkan diri sendiri bahwa kita akan hidup olehnya, maka sewajarnya Allah menghentikan nafas itu, dan merampas dari kita hidup yang kita harapkan darinya. Sebab Allah sendiri ingin mendapat kehormatan sebagai hidup kita dan lanjut umur kita.
Next Post Previous Post