6 CIRI HIDUP TANPA KRISTUS (EFESUS 2:1-3)

Bacaan Alkitab : Efesus 2:1-3

Ketika Paulus berbicara tentang kamu, dia berbicara tentang orang bukan Yahudi; dan ketika dia berbicara tentang kami, dia berbicara tentang orang Yahudi, atau rekan senegaranya. Dalam perikop ini dia menunjukkan betapa mengerikannya kehidupan tanpa Kristus bagi orang bukan Yahudi, namun juga bagi orang Yahudi.

Ia mengatakan bahwa hidup tanpa Kristus itu adalah hidup di dalam dosa-dosa dan pelanggaran-pelanggaran. Ia menggunakan kata-kata yang sangat menarik. Untuk 'dosa' ia memakai kata bahasa Yunani hamartia, yaitu suatu istilah mengenai perburuan. Secara harafiah kata itu berarti meleset. Jika panah seorang pemanah gagal mengenai sasarannya, itu disebut hamartia. Dosa adalah kegagalan untuk mencapai sasaran hidup. Itulah sebabnya mengapa dosa itu bersifat universal.
6 CIRI HIDUP TANPA KRISTUS (EFESUS 2:1-3)
Pada umumnya kita mempunyai pengertian yang salah mengenai dosa. Kita menganggap orang-orang perampok, pembunuh, penggorok, pemabuk, penjahat, adalah orang-orang berdosa; tetapi karena sebagian kita menganggap diri sebagai warganegara yang terhormat, maka kita merasa bahwa dosa itu tidak terlalu bersangkut-paut dengan kehidupan kita. Kita cenderung untuk merasa tersinggung jika disebut sebagai orang-orang berdosa dan calon penghuni neraka. Tetapi hamartia langsung memperhadap-kan kita dengan dosa itu, yaitu kegagalan dalam mencapai tujuan hidup kita yang sebenarnya dan yang seharusnya dapat kita capai.

Dapatkan seorang pria menjadi suami yang baik sebagaimana diharapkan dari padanya? Adakah ia berusaha untuk menjadikan hidup ini lebih mudah bagi isterinya? Adakah ia memaksakan kehendaknya kepada keluarganya? Dapatkah seorang wanita menjadi isteri yang baik sebagaimana diharapkan dari padanya? Adakah ia memberikan perhatiannya pada pekerjaan suaminya serta selalu memberikan pengertian pada segala masalah dan kekawatiran suaminya? Dapatkah kita menjadi orang tua yang baik sebagaimana diharapkan dari diri kita? Adakah kita menanamkan disiplin pada anak-anak kita sebagaimana mestinya, atau lalaikah kita pada kewajiban kita itu?

Dengan semakin besarnya anak-anak kita, adakah kita makin dekat dengan mereka, ataukah mereka semakin menjauh, sehingga komunikasi dengan mereka menjadi sulit dan akhirnya kita dengan mereka merasa sama-sama asing? Adalah kita berlaku sebagai anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan sebagaimana itu diharapkan dari kita? Pernahkah kita mengucapkan terima kasih atas apa yang telah diperbuat bagi kita? Pernahkah kita melihat pandangan mata orang tua kita yang penuh kedukaan disebabkan oleh ulah kita? Adakah kita bekerja dengan baik sebagaimana diharapkan daripada kita? Adakah kita memenuhi setiap jam kerja dengan penuh tanggung jawab dan melaksanakan setiap tugas kita sebagaimana diharapkan?

Jika kita sadar akan dosa, maka kita akan menjadi jelas bahwa dosa itu bukan ciptaan pada ahli theologia, melainkan sesuatu yang telah mendarah daging dalam seluruh kehidupan ini. Dosa adalah kegagalan untuk menjadi sebagaimana seharusnya dalam seluruh perilaku kehidupan kita.

Kata bahasa Yunani lain yang Paulus gunakan dan di sini diterjemahkan dengan pelanggaran, ialah paraptoma. Arti harafiahnya ialah tergelincir atau melenceng. Istilah ini digunakan untuk menggambar-kan seseorang yang kehilangan arah jalan atau tersesat; juga dapat berarti gagal atau meleset dalam menangkap kebenaran. Pelanggaran berarti mengikuti jalan yang salah. Meskipun sebenarnya kita dapat mengikuti jalan yang benar; atau sengaja menyimpang dari kebenaran yang telah kita ketahui. Jadi pelanggaran adalah kegagalan untuk sampai pada tujuan yang seharusnya kita capai.

Adakah kita hidup sebagaimana mestinya? Adakah kita memenuhi ketepat-gunaan dan memanfaatkan keterampilan kita sesuai dengan bakat-bakat kita? Apakah kita telah melayani sesama kita sebagaimana itu dikehendaki daripada kita? Apakah kita telah mencapai kebaikan sesuai dengan yang seharusnya kita capai?

Jelasnya, dosa berarti kegagalan, yaitu kegagalan untuk mencapai sasaran, kegagalan untuk tetap berada pada jalan yang benar, kegagalan untuk menghayati hidup sesuai dengan hakekatnya. Dan batasan tentang dosa ini berlaku bagi kita semua.

KEMATIAN DALAM KEHIDUPAN 

Paulus berbicara mengenai orang-orang yang mati dalam dosa. Apakah artinya? Sementara orang mengartikan bahwa hidup tanpa Kristus adalah hidup dalam dosa. Hidup yang demikian itu kelak akan membuahkan kematian jiwa. Tetapi Paulus tidak mempersoalkan kehidupan yang akan datang. Yang dipersoalkannya adalah hidup masa kini. Ada tiga hal yang menunjukkan bahwa pengaruh dosa itu mematikan.

[1] Dosa memusnahkan kemurnian. 

Tidak ada seorang pun yang benar-benar serupa setelah ia berdosa. Para psikolog menyatakan bahwa kita tak pernah melupakan sesuatu. Sekalipun tidak tersimpan dalam ingatan kita secara sadar, tetapi setiap hal yang pernah kita lakukan, lihat, ataupun dengar, tetap terpendam di dalam bawah kesadaran kita. Itu berarti bahwa dosa selalu meninggalkan kesan yang permanen dalam diri kita.

Pengalaman berdosa telah meninggalkan gambaran yang bernoda dalam ingatannya dan segala sesuatu pun kembali. Pakaian atau kain yang ternoda dapat saja kita bawa kepada tukang cuci untuk dibersihkan, tetapi semuanya tidak akan dapat kembali bersih seperti semula. Demikianlah halnya dengan dosa. Dosa benar-benar mengakibatkan sesuatu atas manusia; dosa itu memusnahkan kemurnian, dan sekali kemurnian dimusnahkan, ia tak akan dapat diperoleh kembali.

[2] Dosa memusnahkan cita-cita. 

Dalam hidup banyak orang ada semacam proses yang menyedihkan. Proses itu adalah sebagai berikut: Mula-mula orang merasa ngeri kalau melihat hal-hal yang jahat; tetapi kemudian godaan-godaan mulai datang. Kalau orang itu teperdaya, maka ia secara sadar akan merasa terus dikejar oleh perasaan bersalah. Tetapi apabila orang itu sudah sering melakukan perbuatan jahat, maka ia tidak merasa cemas sedikit pun. Setiap dosa yang telah terjadi akan mempermudah terjadinya dosa yang berikutnya. Dosa itu ibarat bunuh diri. Betapa tidak, cita-cita yang membuat hidup ini berharga, telah dimusnahkannya secara nyata.

[3] Dosa memusnahkan kemauan. 

Seseorang yang ikut serta dalam hiburan-hiburan terlarang, mula-mula melakukannya hanya terdorong oleh keinginannya. Tetapi pada akhirnya ia melakukannya karena tak dapat mengelakkan diri daripada berbuat demikian. Satu kali orang terbiasa dengan berbuat sesuatu, maka untuk seterusnya ia akan menganggapnya sebagai suatu kebutuhan. Jika seseorang membiarkan suatu kegemaran atau hal-hal yang terlarang berlaku atasnya, maka ia akan diperbudak oleh hal-hal itu. Ada pepatah yang mengatakan, "Menaburkan perbuatan membuahkan kebiasaan, menaburkan kebiasaan membuahkan watak, menaburkan watak membuahkan nasib."

Dosa juga bersifat membunuh. Dosa memusnahkan kemurnian; dosa dapat diampuni, tetapi pengaruhnya akan tetap tinggal. Dosa memusnahkan cita-cita, hal-hal yang pernah dilihat oleh manusia dengan perasaan ngeri, akhirnya dilakukannya tanpa rasa cemas. Dosa memusnahkan kemauan, manusia begitu dicekam oleh suatu keadaan, sehingga ia tak dapat membebaskan diri daripada keadaan itu.

CIRI-CIRI HIDUP TANPA KRISTUS

Selanjutnya Paulus menyebutkan beberapa ciri daripada suatu kehidupan yang tanpa Kristus.

[𝟏] 𝐊𝐞𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩𝐚𝐧 𝐭𝐚𝐧𝐩𝐚 𝐊𝐫𝐢𝐬𝐭𝐮𝐬 𝐢𝐭𝐮 𝐝𝐢𝐭𝐚𝐧𝐝𝐚𝐢 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐠𝐚𝐲𝐚 𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩 𝐦𝐚𝐬𝐚 𝐤𝐢𝐧𝐢, 𝐲𝐚𝐢𝐭𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐝𝐚𝐬𝐚𝐫𝐤𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐩𝐚𝐭𝐨𝐤𝐚𝐧-𝐩𝐚𝐭𝐨𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐧𝐢𝐥𝐚𝐢𝐚𝐧-𝐩𝐞𝐧𝐢𝐥𝐚𝐢𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐜𝐚𝐫𝐚 𝐝𝐮𝐧𝐢𝐚𝐰𝐢. 

Hidup Kristiani menuntut pengampunan, tetapi para penulis kuno mengatakan bahwa tidak adanya kemauan untuk membalas dendam adalah suatu kelemahan. Hidup Kristiani menuntut kasih, juga terhadap musuh-musuh kita, tetapi 𝐏𝐥𝐮𝐭𝐚𝐫𝐜𝐡 berkata bahwa ciri-ciri manusia yang baik ialah apabila ia berguna bagi sahabat-sahabatnya dan membenci musuh-musuhnya. 

Hidup Kristiani menuntut pelayanan, tetapi dunia tidak dapat memahami para per kabar Injil. Misalnya saja, para per kabar Injil itu bersedia pergi ke tempat yang terasing dan memberikan pengajaran di sekolah atau memberikan perawatan di rumah sakit, hanya dengan imbalan seperempat daripada apa yang dapat diterimanya jika ia bekerja di luar gereja. Pusat dari hidup secara duniawi adalah dari diri sendiri, sedangkan pusat dari hidup Kristiani adalah pada Kristus dan orang lain. Hakekat manusia duniawi ialah bahwa ia mengetahui harga segala sesuatu tanpa mengetahui nilainya. Motivasi hidup manusia duniawi ialah keuntungan, tetapi dinamika hidup Kristiani adalah hasrat untuk melayani.

[𝟐] 𝐊𝐞𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩𝐚𝐧 𝐭𝐚𝐧𝐩𝐚 𝐊𝐫𝐢𝐬𝐭𝐮𝐬 𝐢𝐭𝐮 𝐝𝐢𝐩𝐞𝐫𝐢𝐧𝐭𝐚𝐡 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐮𝐚𝐬𝐚-𝐩𝐞𝐧𝐠𝐮𝐚𝐬𝐚 𝐝𝐮𝐧𝐢𝐚. 

Di sini kita diperhadapkan pada suatu kenyataan yang mungkin terjadi di zaman Paulus, tetapi tidak mungkin untuk masa kini. Zaman dulu orang sangat percaya kepada setan. Mereka begitu yakin bahwa alam ini penuh dengan setan-setan sehingga sama sekali tidak ada ruang untuk menyisipkan sesuatu. 𝐏𝐲𝐭𝐡𝐚𝐠𝐨𝐫𝐚𝐬 𝐛𝐞𝐫𝐤𝐚𝐭𝐚, “𝐀𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐦𝐞𝐬𝐭𝐚 𝐢𝐧𝐢 𝐩𝐞𝐧𝐮𝐡 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐫𝐨𝐡-𝐫𝐨𝐡.” Sedangkan menurut 𝐏𝐡𝐢𝐥𝐨, “Roh-roh itu beterbangan ke mana-mana dalam alam semesta ini.” “Alam semesta ini adalah rumah roh-roh yang tak berwujud.” Tidak semua roh-roh itu jahat, tetapi sebagian besar memang bertugas menyebar-luaskan kejahatan, mengacaukan rencana Allah dan merusak jiwa manusia. Manusia yang ada di bawah kuasanya selalu bersikap melawan Allah.

[𝟑] 𝐊𝐞𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩𝐚𝐧 𝐭𝐚𝐧𝐩𝐚 𝐊𝐫𝐢𝐬𝐭𝐮𝐬 𝐢𝐭𝐮 𝐝𝐢𝐭𝐚𝐧𝐝𝐚𝐢 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐤𝐞𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤-𝐩𝐚𝐭𝐮𝐡𝐚𝐧. 

Banyak cara yang Allah gunakan untuk menyatakan kehendak-Nya kepada manusia. Cara-cara itu antara lain adalah melalui hati nurani yang dapat mendengar suara Roh Kudus atau dengan cara memberikan kepada manusia kebijaksanaan dan perintah seperti tertera dalam Kitab-Nya. Juga melalui nasihat-nasihat yang diberikan oleh orang-orang yang baik dan saleh. Tetapi manusia yang hidup tanpa Kristus hanya mau mengikut jalannya sendiri, meskipun ia tahu jalan yang Allah tunjukkan kepadanya.

[𝟒] 𝐊𝐞𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩𝐚𝐧 𝐭𝐚𝐧𝐩𝐚 𝐊𝐫𝐢𝐬𝐭𝐮𝐬 𝐢𝐭𝐮 𝐝𝐢𝐤𝐮𝐚𝐬𝐚𝐢 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐡𝐚𝐰𝐚 𝐧𝐚𝐟𝐬𝐮. 

Kata bahasa Yunani 𝐞𝐩𝐢𝐭𝐡𝐮𝐦𝐢𝐚 berarti 𝐡𝐚𝐰𝐚 𝐧𝐚𝐟𝐬𝐮, yaitu keinginan untuk hal-hal yang buruk dan terlarang. Kalau hidup ini kita serahkan kepada hawa nafsu, maka pastilah hidup ini hanya menuju ke kehancuran.

Hawa nafsu adalah tuan yang jahat; memenuhi keinginan hawa nafsu berarti memperhambakan diri pada hawa nafsu itu. Hawa nafsu tidak hanya bersangkut-paut dengan sifat-sifat daging; hawa nafsu adalah hasrat dan keing9inan untuk melakukan perbuatan yang terlarang.

[5] Kehidupan tanpa Kristus itu adalah kehidupan yang selalu ingin memenuhi sifat-sifat daging. 

Kita harus dengan hati-hati memahami apa yang Paulus maksudkan dengan dosa yang diakibatkan oleh keinginan daging. Dalam Galatia 5:19-21, Paulus menyebutkan dosa-dosa yang diakibatkan oleh keinginan daging itu. Ia memang mulai dengan menyebutkan percabulan dan hawa nafsu; tetapi ia terus menyebutkan penyembahan berhala, ilmu sihir, perseteruan, amarah, perselisihan, iri hati, dan kedengkian. Daging adalah bagian dari Hakekat alamiah kita yang merupakan garis depan dan titik perjuangan dosa yang hendak menguasai kita.

Pengertian “daging” pada satu orang berbeda dari pengertiannya pada orang lain. Kelemahan orang yang satu mungkin ada dalam tubuh dan kerawanannya ada dalam dosa seksual; pada orang lain kelemahan itu mungkin dalam hal-hal spiritual dan kerawanannya ada dalam sikap sombong. Yang lain kelemahannya ada dalam hal duniawi dan kerawanannya ada dalam ambisinya yang tak bermutu. Yang lain kelemahannya terdapat dalam watak dan kerawanannya ada dalam iri hati dan perseteruan.

Baca Juga: Efesus 2:1-10 (Karya Keselamatan Allah)

Semuanya itu adalah dosa keinginan daging, Jangan seorang pun mengira, bahwa karena telah luput dari dosa-dosa keinginan tubuh, maka ia telah terhindar dari dosa keinginan daging itu. Daging adalah apa saja yang ada di dalam diri kita yang memberikan peluang kepada dosa. Daging adalah Hakekat manusiawi yang tanpa Allah. Secara sederhana dapatlah dikatakan, bahwa kehendak daging adalah hidup yang dikuasai oleh Hakekat kita yang lebih rendah, yaitu bagian yang paling buruk dalam diri kita.

[𝟔] 𝐊𝐞𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩𝐚𝐧 𝐭𝐚𝐧𝐩𝐚 𝐊𝐫𝐢𝐬𝐭𝐮𝐬 𝐢𝐭𝐮 𝐡𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐩𝐚𝐧𝐭𝐚𝐬 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐮𝐫𝐤𝐚 𝐀𝐥𝐥𝐚𝐡. 

Banyak orang yang hidupnya penuh dengan rasa sakit hati karena merasa tidak memperoleh apa yang patut mereka terima dari talenta dan karyanya. Tetapi bagi Allah tak ada seorang pun yang berhak mendapat sesuatu kecuali penghukuman. Manusia yang sudah menyusahkan hati Allah dan melanggar hukum-Nya itu, sesungguhnya tidak layak dan tidak berhak atas apa pun kecuali menerima penghukuman. Tetapi hanya karena kasih Allah di dalam Yesus Kristus, kepada manusia diberikan pengampunan juga. Amin.
Next Post Previous Post