AMSAL 1:7-9 : PERINGATAN-PERINGATAN ORANGTUA
Matthew Henry (1662 – 1714)
----------------------------
BAHASAN : AMSAL 1:7-9
AMSAL 1 :
7. Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.
8. Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu
9. sebab karangan bunga yang indah itu bagi kepalamu, dan suatu kalung bagi lehermu.
------------------------------
----------------------------
BAHASAN : AMSAL 1:7-9
AMSAL 1 :
7. Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.
8. Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu
9. sebab karangan bunga yang indah itu bagi kepalamu, dan suatu kalung bagi lehermu.
------------------------------
PERINGATAN-PERINGATAN ORANGTUA.
Salomo, setelah mengambil tindakan untuk mengajarkan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda, di sini membeberkan dua aturan umum untuk dijalankan agar pengetahuan dan kebijaksanaan itu diperoleh. Kedua aturan itu adalah takut akan Allah dan hormat kepada orang tua.
Dengan dua hukum moral dasar ini pulalah Pitagoras memulai ayat-ayat emasnya, tetapi hukum pertamanya secara menyedihkan masih dalam keadaan yang sangat buruk. ‘Primum, deos immortales cole, parentesque honora’ – Pertama-tama sembahlah dewa-dewi yang tidak bisa mati, lalu hormatilah orangtuamu. Untuk menjadikan orang muda sebagaimana mereka seharusnya,
[I]. Biarlah mereka memandang hormat kepada Allah sebagai yang terutama bagi mereka.
1. Ia membeberkan kebenaran ini, bahwa takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan (Amsal 1:7).
Takut akan TUHAN adalah bagian utama dari pengetahuan (begitu arti tersiratnya). Takut akan TUHAN adalah kepala pengetahuan. Maksudnya,
(a). Dari segala hal yang harus diketahui, inilah yang paling jelas, bahwa Allah harus ditakuti, harus dihormati, dilayani, dan disembah. Ini benar-benar merupakan permulaan pengetahuan sehingga orang-orang yang tidak mengetahuinya berarti tidak tahu apa-apa.
(b). Untuk memperoleh semua pengetahuan yang berguna, inilah yang paling penting, bahwa kita takut akan Allah. Kita tidak memenuhi syarat untuk mendapat keuntungan dari didikan-didikan yang diberikan kepada kita jika pikiran kita tidak dipenuhi dengan penghormatan yang kudus akan Allah, dan jika setiap hal yang kita pikirkan tidak ditundukkan kepada-Nya. Barang siapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu ajaran-Nya (Yohanes 7:17).
(c). Sama seperti semua pengetahuan kita harus timbul dari takut akan Allah, demikian pula pengetahuan itu harus mengarah pada takut akan Allah sebagai kesempurnaan dan pusatnya. Orang-orang yang cukup berpengetahuan adalah orang yang tahu bagaimana takut kepada Allah, yang berhati-hati dalam segala hal untuk menyenangkan-Nya, dan yang takut akan menyakiti hati-Nya dalam hal apa pun. Inilah Alfa dan Omega pengetahuan.
2. Untuk meneguhkan kebenaran ini, agar dalam segala pencarian kita akan pengetahuan kita diarahkan dan didorong oleh mata yang tertuju kepada Allah, ia mengamati bahwa orang bodoh (orang atheis, yang tidak percaya akan Allah) menghina hikmat dan didikan. Karena tidak ngeri sama sekali terhadap segala murka Allah, atau mempunyai keinginan sedikit pun akan perkenanan-Nya, mereka tidak akan berterima kasih kepada kita karena telah memberi tahu mereka apa yang dapat mereka lakukan agar terhindar dari murka-Nya dan mendapatkan perkenanan-Nya.
Orang-orang yang berkata kepada Yang Mahakuasa, “Pergilah dari kami,” yang sama sekali tidak takut akan Dia sehingga malah menantang-Nya, tidak akan membuat kita terkejut jika mereka tidak ingin mengetahui jalan-jalan-Nya, tetapi malah merendahkan didikan itu.
Perhatikanlah, orang-orang bodoh adalah mereka yang tidak takut kepada Allah dan tidak menghargai Kitab Suci. Walaupun mereka mengaku-ngaku mengagumi kecerdikan, sebenarnya mereka adalah orang-orang yang asing dan musuh-musuh bagi hikmat.
[II]. Biarlah mereka menghormati orang tua mereka sebagai atasan mereka (Amsal 1:8-9):
Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu. Maksudnya, bukan saja ia ingin agar anak-anaknya sendiri mengikuti dia dan apa yang dikatakannya kepada mereka, juga bukan hanya ia ingin agar murid-muridnya, dan orang-orang yang datang kepadanya untuk diajar, melihatnya sebagai bapak mereka dan mengikuti perintah-perintahnya sebagaimana layaknya anak-anak, tetapi juga ia ingin agar semua anak patuh dan hormat terhadap orang tua mereka, dan menuruti didikan budi pekerti dan agama yang diberikan orang tua mereka kepada mereka, sesuai dengan perintah kelima.
1. Ia menganggap benar bahwa orang tua, dengan segala hikmat yang mereka miliki, akan mendidik anak-anak mereka, dan, dengan segala wewenang yang mereka miliki, akan memberikan aturan bagi anak-anak mereka demi kebaikan mereka. Anak-anak adalah makhluk-makhluk yang berakal, dan oleh sebab itu kita tidak boleh memberi mereka aturan tanpa didikan.
Kita harus menarik mereka dengan tali manusia, dan apabila kita memberi tahu mereka apa yang harus mereka lakukan, kita juga harus memberi tahu mereka alasannya. Tetapi mereka rusak dan susah diatur, dan oleh sebab itu bersama-sama dengan didikan diperlukan juga aturan. Abraham tidak hanya mau mengajar, tetapi juga memerintah rumah tangganya. Baik ayah maupun ibu harus berbuat semampu mereka demi memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anak mereka, dan itu pun masih jauh dari cukup.
2. Ia memerintah anak-anak untuk menerima dan juga mengingat pelajaran-pelajaran dan aturan-aturan baik yang diberikan orang tua mereka kepada mereka.
(a). Untuk menerimanya dengan siap sedia: “Dengarkanlah didikan ayahmu. Dengarkanlah dan camkanlah itu. Dengarkanlah dan sambutlah itu, berterima kasihlah untuk itu, dan tunduklah kepadanya.”
BACA JUGA: AMSAL 1:1-6 : RANCANGAN AMSAL
(b). Untuk memegangnya dengan teguh: “Jangan menyia-nyiakan ajaran mereka. Janganlah berpikir bahwa ketika engkau dewasa, dan tidak lagi diasuh para pembimbing dan pengajar, engkau bisa hidup sesukamu. Tidak, ajaran ibumu sesuai dengan ajaran Allahmu, dan oleh sebab itu janganlah pernah disia-siakan. Engkau dididik di dalam jalan yang harus engkau tempuh, dan oleh sebab itu, ketika engkau tua, engkau tidak boleh meninggalkan jalan itu.” Sebagian orang mengamati bahwa apabila etika orang-orang bukan Yahudi, dan hukum orang-orang Persia dan Romawi, hanya memastikan agar anak-anak menghormati bapak mereka, hukum ilahi menjamin penghormatan kepada ibu juga.
3. Ia menyarankan didikan ini sebagai sesuatu yang sangat mulia dan akan mendatangkan kehormatan kepada kita: “Didikan-didikan dan ajaran-ajaran orang tuamu, jika dijalani dan dihayati betul-betul, akan menjadi karangan bunga yang indah bagi kepalamu (Amsal 1: 9; KJV: perhiasan indah bagi kepalamu – pen.), suatu perhiasan yang, dalam pandangan Allah, mahal harganya, dan akan membuatmu tampak besar seperti orang-orang yang mengenakan kalung emas di leher mereka.” Biarlah kebenaran-kebenaran dan perintah-perintah ilahi menjadi bagi kita sebuah mahkota kecil, atau kalung lencana sebagai lambang pangkat tertinggi.
Marilah kita menghargainya, dan berkeinginan sangat untuk mengejarnya, maka kebenaran-kebenaran dan perintah-perintah ilahi itu akan menjadi mahkota atau kalung lencana bagi kita. Orang-orang yang benar-benar berharga, dan yang akan dihargai, adalah mereka yang lebih menghargai diri mereka sendiri berdasarkan kebajikan dan kesalehan mereka daripada berdasarkan kekayaan dan kehormatan duniawi mereka.