AMSAL 2:10-22 : FAEDAH YANG DIBERIKAN HIKMAT

Matthew Henry (1662 – 1714)

BAHASAN : AMSAL 2:10-22. FAEDAH YANG DIBERIKAN HIKMAT.

Jangkauan ayat-ayat sebelumnya adalah untuk menunjukkan:

1. Betapa besar manfaat hikmat sejati bagi kita. Hikmat ini akan menjauhkan kita dari jalan orang berdosa yang menuju kebinasaan, dan dengan demikian jauh lebih baik bagi kita daripada bila kita diperkaya dengan harta duniawi.
AMSAL 2:10-22 : FAEDAH YANG DIBERIKAN HIKMAT
2. Bagaimana kita harus memanfaatkan hikmat yang diberikan Allah kepada kita itu dengan sebaik-baiknya. Kita harus menggunakannya untuk membimbing kita dalam melintasi jalan kebajikan, dan untuk mempersenjatai diri terhadap berbagai jenis godaan.

3. Melalui aturan apa saja kita dapat menguji diri apakah kita sudah memiliki hikmat ini atau belum. Pohon akan diketahui dari jenis buah yang dihasilkannya. Bila kita benar-benar bijaksana, hal ini akan tampak melalui sikap hati-hati kita untuk menghindari semua pergaulan dan perbuatan jahat.
Hikmat ini berguna bagi kita:

[I]. Untuk memelihara kita dari kejahatan, dari kejahatan dosa, dan dengan begitu, dari kejahatan akibat kesukaran yang menyertainya.

1. Secara umum (Amsal 2:10-11), “Ketika menguasaimu sepenuhnya, hikmat itu akan memelihara engkau.” Kapankah hikmat itu menguasai kita sepenuhnya?

(a). Ketika hikmat berkuasa atas kita. Ketika hikmat bukan saja mengisi kepala dengan gagasan, tetapi juga masuk ke dalam hati dan berkuasa serta menanamkan pengaruh ke atasnya. Ketika hikmat bertakhta di situ dan mengatur perasaan dan hasrat hati, ketika hikmat masuk ke dalam hati sebagaimana ragi masuk ke dalam adonan roti hingga larut dan mengubahnya sesuai gambarnya sendiri, maka hal ini akan membawa kebaikan bagi kita.

(b). Ketika kita sangat menyukainya, saat pengetahuan itu menjadi kesenangan jiwa: “Ketika engkau mulai menikmatinya sebagai hiburan yang paling menyukakan dan tunduk kepada aturan-aturannya dengan sukarela dan dengan hati yang puas. Ketika engkau menyebut pelaksanaannya sebagai suatu kebajikan dan bukan perhambaan ataupun tugas, sebagai kebebasan dan kesenangan, serta menyebut kehidupan saleh sebagai kehidupan paling nyaman yang bisa dijalani manusia di dunia ini, maka ketika itulah engkau akan memperoleh manfaat darinya.” Walaupun dalam beberapa hal pengekangan yang ada di dalamnya terasa kurang menyenangkan bagi kehendak daging, itu pun bahkan terasa menyenangkan bagi jiwa. Pada waktu tercapai keadaan ini, kebijaksanaan akan memelihara serta menjaga kita.

Allah memelihara jalan orang-orang-Nya yang setia dengan cara memberi mereka kebijaksanaan supaya dapat menghindar dari jalan yang mencelakakan, untuk menjaga diri sendiri supaya si jahat tidak dapat menjamah mereka. Perhatikanlah, asas kasih karunia yang bertakhta di hati akan menjadi pelindung yang kuat, baik terhadap kerusakan di dalam maupun pencobaan dari luar (Pengkhotbah 9:16, 18)

2. Secara lebih khusus, hikmat akan memelihara kita,

(a). Dari orang-orang yang menganut asas-asas yang cemar, yakni orang-orang atheis yang duniawi dan yang berusaha menyelewengkan penilaian orang muda serta menanamkan prasangka di dalam pikiran mereka terhadap agama dan menanamkan pikiran-pikiran yang membela perbuatan jahat: “Hikmat akan membuatmu terlepas dari jalan yang jahat ( Amsal 2:12), sehingga terlepaslah engkau dari cengkeraman maut, dari jalan yang dilintasinya, yang dianjurkannya kepadamu.”

Musuh ini disebutkan dalam bentuk tunggal (Amsal 2:12), seorang yang jahat, tetapi setelah itu dalam bentuk jamak ( Amsal 2:13). Di situ terdapat sebuah perkumpulan, suatu kelompok yang bersekongkol melawan agama dan bergandengan tangan untuk mendukung kerajaan Iblis serta kepentingannya.

1). Mereka memiliki roh yang menentang segala sesuatu yang baik: Mereka mengucapkan tipu muslihat. Mereka mengatakan apa saja untuk melawan agama, baik untuk menunjukkan kebencian mereka terhadapnya maupun untuk mengajak orang supaya menjauhinya. Mereka adalah pembela Iblis. Mereka memohon kepada Baal, dan membelokkan Jalan Tuhan yang lurus. Betapa menjengkelkannya pikiran kotor yang berdebat demi dosa, dan betapa berani mereka mencemooh firman Allah! Hikmat akan memelihara kita dari pergaulan dengan orang-orang seperti itu atau setidaknya menjaga kita agar tidak terjerat oleh mereka.

2). Mereka sendiri meninggalkan segala sesuatu yang baik, dan biasanya orang-orang seperti inilah yang menjadi musuh yang jahat dan berbahaya bagi agama, seperti yang disaksikan Julian (Amsal 2: 13): Mereka meninggalkan jalan yang lurus, yang pernah mereka tempuh seperti yang diajarkan kepada mereka, mencampakkan segala pengaruh dari pendidikan mereka dahulu, dan memisahkan diri dari awal yang penuh pengharapan, untuk menempuh jalan yang gelap. 

Mereka menjalani kehidupan jahat yang membenci terang, bagaikan orang-orang yang mengenakan penutup mata dan dibimbing oleh kebodohan dan kesalahan menuju kegelapan yang pekat. Jalan-jalan dosa adalah jalan-jalan dalam kegelapan yang tidak nyaman dan tidak aman. Alangkah bodohnya orang-orang yang meninggalkan jalan lurus yang rata, menyenangkan, dan terang, untuk menjalani kehidupan seperti itu! (Mazmur 82:5; 1 Yohanes 2:11).

3). Mereka menyukai dosa, baik untuk dilakukan sendiri, maupun saat melihat orang lain melakukannya (Amsal 2:14): Mereka bersukacita mendapatkan kesempatan untuk melakukan kejahatan, juga dalam melaksanakan dan berhasil mengerjakan hal yang jahat. Orang bodoh gemar melakukan kejahatan. 

Bagi mereka tidak ada pemandangan yang lebih memuaskan daripada melihat tipu muslihat yang jahat, untuk melihat mereka yang berpengharapan ditarik ke dalam kehidupan penuh dosa, dan setelah itu melihat hati mereka menjadi keras dan menetap di dalam kehidupan seperti itu. Mereka senang apabila bisa melihat kerajaan Iblis berdiri dengan kuat (Roma 1:32). Ketidaksalehan mereka sudah sedemikian parahnya.

4). Mereka bersikeras untuk tinggal dalam dosa (Amsal 2:15): Sungguh berliku-liku jalannya, jalan yang berbelok-belok untuk menghindari kejaran tuduhan hati nurani dan mematahkan kekuatannya. Hati mereka yang penuh tipu muslihat sarat dengan dalih yang licik dan sikap mengelak yang tidak kentara, guna mempererat pegangan mereka dalam kejahatan.

Di dalam jaringan jalan yang berliku-liku dan menyesatkan itu mereka bersembunyi dari tangkapan firman Allah dan suara hati mereka sendiri. Sungguh sesat perilaku mereka. Artinya, mereka bersikeras untuk tetap menjalaninya, tak peduli apa pun yang dikatakan melawan perilaku mereka. Setiap orang yang bijaksana akan menjauhi pergaulan dengan orang-orang seperti itu.

(2) Dari para perempuan yang rusak akhlaknya. Golongan yang pertama tadi membawa kepada kejahatan rohani, nafsu pikiran yang belum dikuduskan, sedangkan golongan yang ini membawa kepada keinginan-keinginan daging yang mencemarkan tubuh yakni bait Allah yang hidup itu, yang di lain pihak berjuang melawan jiwa.

Di sini, perempuan penzina disebut perempuan asing, sebab tak seorang pun laki-laki baik dan berhikmat yang bersedia berurusan dengan perempuan seperti itu. Perempuan seperti itu harus dijauhi orang Israel, seolah-olah dia bukan orang Yahudi melainkan orang asing bagi persemakmuran yang kudus itu. Benar-benar perempuan yang asing memang! Jauh dari semua asas pikiran sehat, kebajikan, dan kehormatan.

Sungguh merupakan anugerah yang luar biasa untuk bisa dilepaskan dari daya tarik seorang perempuan penzina, mengingat:

[a] Betapa palsunya dia. Siapa pula yang mau berurusan dengan orang-orang yang suka berkhianat? Dia adalah perempuan asing, sebab:

Pertama, ia bersikap palsu terhadap lelaki yang dipikatnya

Kata-katanya manis, dan ia berkata kepada lelaki itu betapa ia lebih mengagumi dia dibanding semua lelaki lain, dan betapa inginnya ia berbuat baik kepadanya. Namun, ternyata dia perempuan yang licin perkataannya. Ia tidak benar-benar mencintai ataupun peduli kepada kesejahteraan lelaki itu, sama seperti sikap Delila terhadap Simson. Satu-satunya hal yang ditujunya adalah menjarah isi kantong lelaki itu dan memuaskan hawa nafsunya sendiri.

Kedua, ia juga selingkuh terhadap suaminya dan tidak memenuhi kewajibannya terhadap dia. 

Suaminya telah menjadi teman hidup masa mudanya. Saat menikah dengan suaminya, ia telah memilih untuk menerimanya sebagai teman hidup dan tunduk kepada bimbingannya. Ia telah berjanji untuk hanya memperhatikan suaminya seorang dan meninggalkan semua lelaki lainnya. Namun, perempuan itu telah meninggalkan suaminya, dan oleh sebab itu ia tentunya tidak akan setia kepada siapa pun. Barangsiapa bersenang-senang dengan dia, juga turut mengambil bagian dalam kepalsuannya.

Ketiga, ia juga bersikap palsu terhadap Allah: Ia melupakan perjanjian Allahnya, yakni janji pernikahan ( Amsal 2:17), dengan Allah bukan saja sebagai saksinya, tetapi juga bagiannya. 

Karena Dia-lah yang mengadakan ketetapan itu, kedua belah pihak pun mengucapkan janji kepada-Nya untuk setia satu kepada yang lain. Perempuan itu bukan hanya berdosa kepada suaminya, tetapi juga kepada Allah-nya, sedangkan orang-orang sundal dan penzina akan dihakimi Allah karena mereka merendahkan sumpah dan melanggar janji itu (Yehezkiel 17:18; Maleakhi 2:14).

[b] Akan terbukti betapa celakanya orang-orang yang bersekutu dengannya (Amsal 2:18-19). Biarlah penderitaan orang lain menjadi per-ingatan bagi kita. Berhati-hatilah terhadap dosa percabulan, sebab:
Pertama, Kehancuran mereka yang melakukan dosa ini sudah pasti dan tidak terelakkan jika mereka tidak bertobat. Ini adalah dosa yang dapat langsung membunuh jiwa, memadamkan semua perasaan kasih sayang dan tabiat baik di dalamnya, serta membuatnya terpapar kepada murka dan kutuk Allah serta pedang keadilan-Nya. Orang-orang yang hidup di dalam kesenangan terlarang sebenarnya sudah mati bahkan sementara mereka masih bernafas.

Biarlah kebijaksanaan memelihara tiap laki-laki, bukan saja dari perempuan jahat, tetapi juga dari rumah yang jahat, sebab rumahnya hilang tenggelam ke dalam maut, di jalan yang langsung menuju kematian kekal. Jalannya menuju Refaim, kepada para raksasa (demikianlah menurut beberapa orang), yakni orang-orang berdosa dari dunia yang lama, yang hidup dalam kemewahan serta kekacauan luar biasa, yang diputuskan dari perputaran waktu dan yang dasarnya hanyut terbawa banjir.

Tuhan Yesus mencegah kita menikmati kesenangan penuh dosa mengingat penderitaan kekal yang menyertainya. Di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam (Matius 5:28-29).
Kedua, pertobatan dan pemulihan mereka penuh dengan bahaya: Segala orang, atau nyaris semua orang, yang datang kepadanya tidak balik kembali. Sungguh jarang terjadi bahwa orang yang tertangkap jerat Iblis ini mampu pulih dengan sendirinya. Hatinya telah sedemikian kerasnya dan pikirannya telah begitu dibutakan oleh tipu muslihat dosa ini. Karena pernah kehilangan jalan kehidupan, mereka tidak tahu bagaimana mereka harus mencapainya kembali. Mereka benar-benar keranjingan dan terpesona dengan hawa nafsu.

Banyak penerjemah terpelajar yang berpendapat bahwa di samping secara harfiah, peringatan terhadap perempuan asing ini juga dapat dipahami dalam arti kiasan, sebagai peringatan terhadap:

1. Penyembahan berhala yang merupakan persundalan rohani. Hikmat akan menjaga seseorang dari pergaulan dengan para penyembah berhala dan kecenderungan untuk bergabung bersama mereka, yang selama berabad-abad telah menjadi kepentingan yang begitu merusak Israel dan bahkan terjadi atas Salomo sendiri.

2. Pengrusakkan kekuatan berpikir dan kemampuan jiwa oleh hawa nafsu dan keinginan daging. Hikmat akan menjaga kita supaya tidak ditawan oleh pikiran duniawi dan supaya kita menyerahkan roh kita hingga dikuasai oleh daging. Sebab, hal ini merupakan penzina keji yang meninggalkan teman hidupnya dan melanggar perjanjian Allah kita, yang berarti tenggelam ke dalam maut, dan bila dibiarkan terus menguasai dengan bebas, akan membuat jiwa sangat celaka.

[II]. Hikmat ini berguna untuk membimbing dan memimpin kita kepada hal yang baik (Amsal 2:20): 

Sebab itu tempuhlah jalan orang yang baik. Kita harus menjauhi jalan orang yang jahat dan perempuan asing, supaya kita dapat menempuh jalan-jalan yang baik. Kita harus berhenti berbuat jahat, supaya dapat belajar berbuat baik.

Perhatikanlah:

1. Ada jalan yang secara khusus merupakan jalan orang baik, jalan yang sejak dulu ditempuh orang-orang baik.

2. Sungguh bijaksana apabila kita menempuh jalan itu, meminta jalan lama yang baik itu dan berjalan di dalamnya (Yeremia 6:16; Ibrani 6:12, 12:1). Janganlah kita sekadar menempuhnya untuk beberapa waktu, tetapi biarlah kita senantiasa berjaga-jaga untuk tetap menjalaninya dan tidak pernah keluar darinya. Jalan-jalan orang benar adalah jalan kehidupan yang telah dan akan tetap ditempuh semua orang yang bijaksana. “Engkau boleh meniru orang-orang mulia itu, yakni para bapa leluhur dan nabi-nabi (demikianlah uskup Patrick membacanya secara bebas), dan dipelihara di dalam jalan-jalan orang benar yang telah berjalan di dalamnya.” Kita bukan saja harus memilih jalan kita secara umum dengan mengikuti teladan baik orang-orang yang dikasihi Allah, tetapi juga mengambil petunjuk darinya dalam memilih jalan kita secara khusus.



Amatilah jalurnya, dan ikutilah jejak kaki mereka. Di sini diberikan dua alasan mengapa kita harus memilih seperti itu:

(a). Karena kesetiaan manusia akan menjadi pengukuhan mereka (ayat 21), pengukuhan atas:

1). Kepribadian mereka: Orang jujurlah akan mendiami tanah dengan damai dan tenteram sepanjang umur hidup mereka. Kelurusan hati mereka turut berperan dalam menciptakan keadaan itu, karena ia menenteramkan pikiran mereka, membimbing rencana mereka, mendapatkan kehendak baik sesama bagi mereka, dan membuat mereka berhak menerima perkenan Allah yang istimewa.

2). Keluarga mereka: Orang yang tak bercelalah, melalui keturunan mereka, akan tetap tinggal di situ. Mereka akan berdiam dan tetap tinggal di Kanaan sorgawi sampai selamanya, sementara Kanaan duniawi hanya merupakan pelambang belaka.

(b). Karena kejahatan manusia akan menjadi kehancuran mereka (Amsal 2:22). 

Lihatlah apa yang akan terjadi atas orang fasik, yang memilih jalan orang yang jahat. Mereka akan dipisahkan, bukan saja dari sorga dengan semua pengharapannya kelak, tetapi juga dari dunia ini sekarang ini, yang kepadanya hati mereka tertambat, yang di dalamnya mereka menyimpan harta mereka. Mereka menyangka telah berakar di dalamnya, padahal mereka dan juga keluarga mereka akan dicabut dari situ sebagai hukuman, supaya dunia ini memperoleh belas kasihan. Akan datang harinya ketika tidak ditinggalkannya akar dan cabang mereka (Maleakhi 4:1). Biarlah hikmat itu masuk ke dalam hati kita, dan menyenangkan jiwa kita, sehingga menjauhkan kita dari jalan yang akan berakhir seperti itu.
Next Post Previous Post