Kelahiran Yesus Kristus: Mengungkap Silsilah dan Harapan Bangsa (Matius 1:1-17)

Kisah mengenai kelahiran Yesus Kristus, tercatat di dalam Injil Matius pasal 1-2, dan Injil Lukas pasal 1-2 pula. Mengawali pembahasan mengenai kelahiran Tuhan Yesus, kita perhatikan terlebih dahulu silsilah Tuhan Yesus yang tertulis dalam Injil Matius pasal 1 di atas.

Bagi para pembaca masa kini, Matius agaknya telah memilih suatu cara yang luar biasa untuk memulai kitab Injil-Nya; dan agaknya juga membosankan untuk menyajikan suatu daftar yang panjang pada permulaan dari kitab Injil itu. Tetapi bagi orang Yahudi zaman dahulu, cara itu adalah cara yang biasa dan yang paling menarik, dan merupakan cara yang penting untuk memulai cerita kehidupan seseorang.
Kisah Kelahiran Yesus Kristus: Mengungkap Silsilah dan Harapan Bangsa (Matius 1:1-17)
Orang-orang Yahudi sangat tertarik kepada silsilah-silsilah. Bahkan Matius menyebut kitab yang ditulisnya itu dengan nama “buku silsilah Yesus Kristus.” Hal ini bagi orang Yahudi merupakan suatu ungkapan yang biasa. Dan hal itu juga merupakan catatan garis keturunan seseorang dengan beberapa kalimat penjelasannya. Di dalam Perjanjian Lama kita sering menemukan daftar-daftar silsilah atau keturunan dari orang-orang yang terkenal (Kejadian 5:1; 10:1; 11:10; 11:27). Ketika Yosefus menulis otobiografinya, ia pun mulai dengan asal usulnya sendiri, yang menurutnya ia temukan di dalam kitab catatan umum.

Selanjutnya dapat juga kita catat bahwa daftar silsilah ini ditulis dan disusun secara berhati-hati. Daftar itu di susun ke dalam tiga kelompok, dan masing-masing kelompok terdiri dari empat belas orang. Cara itu adalah cara yang termudah untuk mengingat-ingat apa yang dicantumkan di situ. Sekali lagi kita harus ingat bahwa kitab Injil Matius ini ditulis pada waktu belum ada mesin cetak atau buku yang dicetak. 

Sangat sedikit orang yang mungkin dapat memiliki kitab-kitab itu sendiri; dan kalau mereka ingin memilikinya mereka memaksa diri mereka sendiri untuk mengingat-ingat isi buku ini. Oleh karena itu daftar asal usul atau silsilah itu diatur sedemikian rupa, untuk membantu memudahkan mengingat-ingatnya.

Daftar silsilah itu juga dimaksudkan untuk membuktikan, bahwa Yesus adalah benar-benar Anak Daud, yang berarti keturunan Daud, dan agar setiap orang dengan mudah dapat mengingat-ingatnya.

Daftar silsilah atau asal usul itu menonjolkan dua hal yang khusus tentang Yesus.

(1) Daftar itu memberi tekanan yang besar kepada kenyataan, bahwa Yesus adalah Anak Daud, yang berarti keturunan Daud. Dan utamanya untuk maksud itulah maka silsilah itu disusun; dan Perjanjian Baru berkali-kali menekankan hal ini. Di dalam khotbah gereja Kristen yang untuk pertama kalinya tercatat, Petrus pun menyatakan hal itu (Kisah Para Rasul 2:29-36). 

Paulus pun berbicara tentang Yesus Kristus sebagai keturunan Daud secara daging (Roma 1:3). Penulis surat-surat pastoral pun mendesak setiap orang untuk mengingat-ingat, bahwa Yesus Kristus, keturunan Daud itu dibangkitkan dari kematian (2 Timotius 2:8). Bahkan penulis kitab Wahyu mendengar Yesus yang bangkit itu berkata: “Aku adalah tunas, yaitu keturunan Daud!” (Wahyu 22:16).

Berkali-kali juga Yesus diceritakan seperti itu di dalam cerita-cerita Injil. Setelah Yesus menyembuhkan orang buta dan orang tuli, semua orang mengatakan: “Ia ini agaknya Anak Daud!” (Matius 12:23). Wanita dari Tirus dan Sidon yang ingin anaknya disembuhkan, menyebut Yesus “Anak Daud” (Matius 15:22). Demikian juga seorang buta telah berteriak kepada Yesus dan menyebut-Nya “Anak Daud” (Matius 20:30-31). Ketika Yesus memasuki Yerusalem untuk terakhir kalinya, maka orang banyak pun menyebut Yesus sebagai “Anak Daud” (Matius 21:9-15).

Ada satu hal yang sangat penting di sini. Dalam cerita-cerita itu secara jelas ditandaskan, bahwa yang menyebut Yesus “Anak Daud” adalah orang-orang banyak, orang-orang sederhana dan orang-orang biasa. Orang-orang Yahudi adalah umat yang sedang menantikan sesuatu. Mereka tidak pernah lupa dan tidak pernah akan lupa, bahwa mereka adalah umat pilihan Allah. 

Meskipun sejarah mereka terdiri dari serangkaian malapetaka, meskipun pada waktu itu mereka merupakan orang jajahan, mereka tidak pernah lupa akan masa depan mereka yang pasti. Dan orang-orang biasa, orang-orang kebanyakan itulah yang mengharap-harapkan, bahwa ke dalam dunia ini pada suatu saat akan datang seorang keturunan Daud, yang akan memimpin mereka ke dalam kemuliaan yang menjadi warisan serta hak mereka.

Dengan kata lain, Yesus adalah jawaban dan pemenuhan harapan orang-orang ini. Memang benar bahwa sering kali manusia tidak melihat hal itu. Mereka cenderung melihat jawaban serta pemenuhan harapan-harapan mereka di dalam bentuk kuasa, kekayaan, kelimpahan materiil dan dalam perwujudan cita-cita serta ambisi yang mereka dambakan. Tetapi kalau manusia itu mengharapkan dan memimpikan damai, cinta kasih, kebesaran dan kepuasan; dan kalau saja keinginan mereka itu terwujud kan, maka mereka hanya dapat memenuhi perwujudannya di dalam Yesus Kristus saja.

Yesus Kristus dan kehidupan yang Ia berikan adalah jawaban terhadap mimpi dan keinginan manusia. Di dalam cerita Yusuf yang kuno, ada sesuatu yang dituturkan melampaui isi cerita itu sendiri. Ketika Yusuf ada di penjara, juru minum dan juru roti Firaun ternyata ada bersama-sama di penjara itu juga. Mereka pada suatu malam bermimpi dan mimpi itu menakutkan mereka, sehingga mereka menceritakannya dengan rasa yang gelisah. “Kami bermimpi, tetapi tidak ada orang yang dapat mengartikannya.” (Kejadian 40:8). 

Karena manusia itu adalah manusia dan karena ia adalah anak-anak zaman, maka manusia selalu merasa takut akan mimpinya. Dan satu-satunya jalan keluar untuk mewujudkan mimpi itu terletak di dalam Yesus Kristus.

(2) Bagian ini juga menekankan, bahwa Yesus adalah pemenuhan dari nubuatan Perjanjian Lama. Di dalam Yesus berita para nabi menjadi nyata dan benar. Dewasa ini kita cenderung untuk kurang memperhatikan ucapan-ucapan nubuatan itu. Kita benar-benar tidak berminat untuk mencari dan menemukan ucapan-ucapan di dalam Perjanjian Lama yang sudah terpenuhi di dalam Perjanjian Baru. 

Tetapi sebenarnya nubuat-nubuat Perjanjian Lama mengandung isi kebenaran yang besar dan kekal, yaitu bahwa di dalam dunia dan alam semesta ini terdapat suatu rencana dan maksud tertentu, dan bahwa Tuhan memang berkehendak agar hal-hal tertentu terjadi.

Dunia dan segala isinya serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya tidak pernah lepas dari rencana dan kehendak Tuhan itu. Kalau kita percaya kepada nubuatan, maka kita tidak akan pernah bisa mengatakan bahwa dunia dengan segala isinya ini tidak mempunyai arah. Sejarah tidak pernah seperti sebuah jalan yang tidak berujung pangkal. Mungkin kita tidak memakai nubuat-nubuat itu sama seperti yang telah dilakukan oleh nenek moyang kita dahulu. Tetapi sebenarnya di belakang kenyataan nubuat-nubuat itu terdapat fakta yang kekal, yaitu bahwa hidup dan dunia ini mempunyai arah yang tertentu yaitu yang menuju kepada maksud Allah sendiri.

Selanjutnya, lebih jauh kita juga dapat melihat satu hal yang menarik di dalam silsilah asal usul itu, ialah nama-nama para wanita yang terdapat di dalamnya.

Biasanya di dalam daftar silsilah asal usul orang Yahudi, sama sekali tidak terdapat nama-nama wanita. Wanita tidak mempunyai hak hukum. Wanita dianggap bukan sebagai pribadi tetapi hanya sebagai sesuatu. Ia adalah milik bapanya atau milik suaminya; dan di dalam posisi seperti itu suami atau bapanya dapat meminta dia melakukan apa saja yang dikehendaki mereka. 

Di dalam doa pagi, setiap orang Yahudi laki-laki mengucapkan terima kasih kepada Allah, bahwa Allah telah menciptakannya bukan sebagai orang non-Yahudi, hamba atau wanita. Jadi munculnya nama-nama wanita di dalam silsilah asal usul itu merupakan suatu gejala yang luar biasa dan sangat mengherankan. Kalau kita lihat nama-nama dari wanita-wanita itu, dan apa yang mereka lakukan, maka kita menemukan satu hal yang lebih mengherankan lagi.

Rakhab yang di dalam Perjanjian Lama di sebut Rahab, adalah seorang pelacur dari Yerikho (Yoshua 2:1-7). Rut bahkan bukan seorang wanita Yahudi. Ia adalah seorang wanita Moab (Rut 1:4). Yang mengherankan adalah bahwa di dalam hukum Yahudi tercantum hal yang berikut: “Seorang Amon atau seorang Moab janganlah masuk jemaah Tuhan; bahkan keturunannya yang kesepuluh pun tidak boleh masuk jemaah Tuhan, sampai selama-lamanya.” (Ulangan 23:3). 

Jadi Rut sebenarnya termasuk orang asing yang dibenci oleh orang Yahudi. Selanjutnya, Tamar adalah seorang wanita pemikat dan pelacur (Kejadian 38). Batsyeba, ibu Salomo adalah wanita yang memikat hati Daud sehingga Daud terlibat di dalam tindakan perzinaan dengan dia (2 Samuel 11 dan 12).

Kalau Matius memang memeriksa Perjanjian Lama untuk menulis nama-nama di dalam silsilah tersebut, maka ia tidak akan dapat menemukan nama-nama lain yang lebih buruk dari empat nama itu sebagai nenek moyang Yesus Kristus. Tetapi di dalam silsilah ini memang ada sesuatu yang menarik. Di sini, pada permulaan Injilnya, Matius menunjukkan, di dalam bentuk simbol-simbol, arti dan inti dari Injil Allah di dalam Yesus Kristus. Di dalam silsilah itu Matius menunjukkan, bahwa halangan-halangan yang merintangi Injil itu sekarang ditiadakan.

(1) Halangan atau tembok pemisah antara orang Yahudi dan non-Yahudi dihilangkan. Rahab wanita pelacur dari Yeriklho, dan Rut wanita dari Moab mendapat tempat yang baik di dalam silsilah asal usul Yesus Kristus. Di situ sudah terkandung kebenaran yang besar, yaitu bahwa di dalam Kristus tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang bukan Yahudi. Di situ, pada permulaan Injil Matius ada paham universalisme dari Injil dan kasih Allah. Injil itu untuk semua orang, Kasih Allah adalah untuk semua orang.

(2) Halangan atau tembok pemisah antara laki-laki dan wanita juga dihilangkan. Di dalam silsilah yang biasa, tidak akan kita dapati adanya nama seorang wanita pun. Tetapi di dalam silsilah Yesus, nama-nama itu muncul. Dengan demikian maka pendapat yang kuno mengenai perbedaan antara laki-laki dan wanita dihapus. Laki-laki dan wanita berdiri sama tinggi, duduk sama rendah, di hadapan Allah. Mereka juga sama-sama penting di dalam rencana Allah.

(3) Halangan atau tembok pemisah antara orang suci dan orang berdosa dihilangkan. Tuhan dapat saja memakai atau menggunakan orang-orang berdosa untuk mencapai maksud-Nya, atau untuk menyelenggarakan hal-hal yang dikehendaki-Nya. Yesus berkata: “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Matius 9:13).

Jadi justru pada permulaan Injil Matius ini kita diberi kesan, bahwa kasih Allah itu sangat luas dan mencakup semua-muanya. Allah dapat mengangkat setiap orang untuk menjadi hamba-Nya, baik orang yang merasa terhormat maupun orang yang dianggap tidak terhormat.

Selanjutnya, di dalam susunan garis keturunan itu kita temukan sesuatu yang menggambarkan seluruh tahap kehidupan manusia. Garis keturunan itu di susun dalam tiga kelompok; dan ketiga kelompok itu didasarkan pada tiga tahap sejarah Yahudi.

Kelompok yang pertama, berisi sejarah mula-mula sampai kepada Daud. Daud adalah tokoh yang mempersatukan bangsa Israel menjadi satu bangsa, dan yang membuat kerajaan Yahudi menjadi salah satu penguasa besar pada waktu itu. Bagian yang pertama ini berisi sejarah permulaan sampai dengan munculnya raja Israel yang terbesar.

Bagian kedua melanjutkan sejarah itu sampai kepada pembuangan Babil. Bagian ini menuturkan malapetaka atau tragedi serta surutnya bangsa Israel.

Bagian yang ketiga melanjutkan cerita sejarah itu sampai kepada Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah tokoh yang membebaskan manusia dari perbudakan, yang menolong mereka dari malapetaka dan yang mengubah tragedi menjadi kemenangan besar.

Tiga bagian ini menunjuk juga pada tiga tahap perjalanan sejarah kerohanian yang dialami oleh manusia.

(𝟏) 𝐌𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚 𝐝𝐢𝐥𝐚𝐡𝐢𝐫𝐤𝐚𝐧 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐬𝐮𝐚𝐭𝐮 𝐤𝐞𝐦𝐮𝐥𝐢𝐚𝐚𝐧.

Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya. Menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia (Kejadian 17). Allah berfirman: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.” (Kejadian 1:26). Manusia diciptakan menurut gambar Allah. Keinginan Allah bagi manusia adalah suatu keinginan tentang kemuliaan. Manusia dirancang untuk menjadi sahabat Allah. Hal itu diungkapkan juga oleh Sisero, seorang filsuf Romawi yang terkenal, “Satu-satunya perbedaan antara manusia dan Allah ialah di dalam hubungannya dengan waktu.” Pada dasarnya manusia dilahirkan untuk menjadi raja.

(𝟐) 𝐌𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚 𝐤𝐞𝐡𝐢𝐥𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐦𝐮𝐥𝐢𝐚𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚.

Manusia yang diharapkan menjadi hamba Tuhan, ternyata berubah menjadi hamba dosa. C.K. Chesterton mengatakan: “Apa pun yang benar pada manusia, ternyata manusia bukanlah apa yang semula dimaksudkan.” Manusia memakai kehendak bebasnya untuk menolak dan mengabaikan Allah, dan bukan untuk menjalin hubungan keakraban dan persekutuan dengan Dia. Di dalam dirinya sendiri manusia itu telah menyimpang dari rencana dan maksud Allah yang semula.

(𝟑) 𝐌𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐩𝐞𝐫𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐤𝐞𝐦𝐮𝐥𝐢𝐚𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐤𝐞𝐦𝐛𝐚𝐥𝐢.

Meskipun demikian keadaan manusia, ternyata Allah tidak pernah meninggalkannya, dan tidak pernah membiarkan manusia menentukan segala sesuatunya sendiri. Allah tidak mengizinkan manusia untuk merusak dirinya dengan perbuatan dan kebodohannya sendiri. Akhir dari seluruh perjalanan sejarah manusia bukanlah suatu tragedi.

Allah mengirim Anak-Nya Yesus Kristus ke dalam dunia ini, sehingga Yesus Kristus bisa menolong dan menyelamatkan manusia dari dosa yang telah membelenggu dirinya. Yesus membebaskan manusia dari rantai dosa yang telah mengikatnya, sehingga melalui Yesus manusia dapat kembali berhubungan akrab dengan Allah, dan dapat kembali menjalin hubungan yang benar dengan Dia.

Di dalam daftar asal usul atau silsilah itu, Matius menunjukkan kepada kita semua kembalinya kuasa sang Raja, yang menghapuskan tragedi manusia dan yang menciptakan kembali kemuliaan kebebasan. Dan berkat kemuliaan Allah semuanya itu merupakan cerita perjalanan hidup manusia dan perjalanan hidup setiap pribadi manusia.
Next Post Previous Post