Yesus sebagai Anak Allah
Pendahuluan
Salah satu gelar Yesus Kristus yang paling sering dipakai-Nya dan yang paling disukai oleh penulis-penulis Injil-Injil Sinoptik ialah “Anak Allah”. Yesus adalah Anak Allah dalam pengertian unik yang absolut. ”Yesus berbicara kepada Allah sebagai ’Bapa’, ’Bapa-Ku’, ’Bapa Surgawi-Ku’, dan ’Bapamu di Surga’, ke semuanya lima puluh satu kali.” Yesus mengindikasikan kesadaran pada relasi unik itu (Matius 11:27), sebagaimana Bapa (Matius 3:17; Markus 1:11).
Salah satu gelar Yesus Kristus yang paling sering dipakai-Nya dan yang paling disukai oleh penulis-penulis Injil-Injil Sinoptik ialah “Anak Allah”. Yesus adalah Anak Allah dalam pengertian unik yang absolut. ”Yesus berbicara kepada Allah sebagai ’Bapa’, ’Bapa-Ku’, ’Bapa Surgawi-Ku’, dan ’Bapamu di Surga’, ke semuanya lima puluh satu kali.” Yesus mengindikasikan kesadaran pada relasi unik itu (Matius 11:27), sebagaimana Bapa (Matius 3:17; Markus 1:11).
Seorang putra memiliki natur dan esensi sama dengan Bapa; mengafirmasi Yesus sebagai Putra-Nya, Allah Bapa mengatakan bahwa Yesus, Putra-Nya, adalah ilahi karena Ia memiliki esensi yang sama dengan Bapa. Di bawah ini akan dibahas tentang arti gelar tersebut dalam Injil-Injil Sinoptik dan implikasinya dalam pelayanan Yesus
1. Latar Belakang dalam Perjanjian Lama
1. Latar Belakang dalam Perjanjian Lama
Istilah “Anak Allah” dalam Perjanjian Lama dipakai untuk
(1) malaikat-malaikat (Kejadian 6:2: Ayub 1:6; Daniel 3:25),
(2) bangsa Israel (Keluaran 4:22-23; Hosea 11:1; Maleakhi 2:10, dan
(3) raja bangsa Israel (2 Raja-raja 7:14; Mazmur 2:7; 89:26-27), khususnya sebagai gelar untuk Raja Daud dan keturunannya dan inilah yang paling relevan untuk mempelajari latar belakang Perjanjian Baru. Memang nas-nas tertentu ada rasa mesianis (2 Samuel 7: 14; Mazmur 2:7; 89:27-29), dan Mazmur 2:7 ditafsirkan sebagai nubuatan kedatangan Yesus dalam beberapa ayat dalam PB (KPR 13:33; Ibrani 1:5)
Berhubungan dengan Raja Daud dan keturunannya, gelar “anak Allah” mempunyai dua arti. Yang pertama, raja Israel memegang kuasa sebagai “anak Allah”. Yang kedua, pemakaian gelar “anak Allah” berarti ada hubungan khusus antara raja Israel dengan Allah karena pemerintahannya didasarkan atas ketentuan dan perjanjian Allah
2. Latar Belakang pada Masa Perjanjian Baru
2. Latar Belakang pada Masa Perjanjian Baru
Berdasarkan atas latar belakang ini, tidak mengherankan jika “anak Allah” sering kali dipakai untuk Mesias pada masa Perjanjian Baru. Tetapi justru gelar tersebut jarang dipakai untuk Mesias dalam tulisan-tulisan Yahudi dari periode ini. Gelar ini dipakai untuk Mesias dalam 1 Henokh 105:2, tetapi karena ayat itu tidak ditemukan dalam naskah-naskah Bahasa Yunani (hanya dalam naskah-naskah Bahasa Etiopia), tidak bisa yakin bahwa ayat itu termasuk dalam yang sah.
Mesias juga disebut “anak Allah” dalam 4 Ezra pasal 7 dan pasal 13-14, dan dalam 2 Barukh 70:9 (kedua tulisan ini ditulis pada akhir abad pertama atau awal abad kedua). Banyak ahli Pseudepigrapha berpendapat bahwa yang ditekankan dalam 4 Ezra dan 2 Barukh ialah Mesias sebagai hamba Allah’ (berdasarkan atas istilah παις bukan υίος)
Selain bukti yang ditemukan dalam tulisan-tulisan dan Pseudepigrapha, ada tiga tulisan yang sangat penting dari Qumran. Yang pertama adalah 4Q Florilegium. di mana dikumpulkan beberapa ayat mesianis. Salah satu ayat yang dikutip di sana ialah 2 Samuel 7: 14: “Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku.”
Jadi, jelas bahwa masyarakat di Qumran telah menafsirkan ayat itu mesianis, sehingga kemungkinan besar mereka mempunyai konsep Mesias sebagai ‘‘anak Allah’’. Yang kedua ialah I Q2: 11-12 yang menurut satu tafsiran, mengajar bahwa Allah Sendiri yang menghasilkan Mesias. Yang ketiga, menurut penafsir - penafsir tertentu tertulis dalam 4QpsDan A (4Q246) bahwa “ia [yaitu Mesias] akan disebut anak Allah, dan mereka akan memanggilnya anak Allah yang Maha tinggi
Berdasarkan atas bukti yang di atas, beberapa ahli PB dan ahli Pseudepigrapha38 berpendapat bahwa “anak Allah’ sudah mulai dipakai sebagai gelar mesianis pada masa Perjanjian Baru. Kesimpulan ini konsisten dengan pernyataan-pernyataan tertentu di dalam Perjanjian Baru, termasuk pengakuan Petrus di dalam Matius 16: 16: “Lalu Yesus bertanya kepada mereka: ‘tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?’ Maka jawab Simon Petrus: ‘Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (bdg. Matius 26:63; Markus 14:61; Ia’, 4:41; Yohanes 11:27; 20:31; Kisah Para Rasul 9:20-22)
3. Pemakaian ”Anak Allah” bagi Yesus Menurut Injil-Injil Sinoptik
Berdasarkan atas bukti yang di atas, beberapa ahli PB dan ahli Pseudepigrapha38 berpendapat bahwa “anak Allah’ sudah mulai dipakai sebagai gelar mesianis pada masa Perjanjian Baru. Kesimpulan ini konsisten dengan pernyataan-pernyataan tertentu di dalam Perjanjian Baru, termasuk pengakuan Petrus di dalam Matius 16: 16: “Lalu Yesus bertanya kepada mereka: ‘tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?’ Maka jawab Simon Petrus: ‘Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (bdg. Matius 26:63; Markus 14:61; Ia’, 4:41; Yohanes 11:27; 20:31; Kisah Para Rasul 9:20-22)
3. Pemakaian ”Anak Allah” bagi Yesus Menurut Injil-Injil Sinoptik
Injil Markus, yang dimulai dengan mengatakan secara langsung bahwa Yesus adalah ”Anak Allah” (Markus 1:1). Kemudian, sama seperti dalam Injil Matius dan Lukas (Matius 3:17; Lukas 3:22), status Yesus dinyatakan pada saat Ia dibaptis: Pada saat Ia keluar dari air, Ia melihat langit terkoyak, dan Roh seperti burung merpati turun ke atas-Nya. Lalu terdengarlah suara dari sorga: “Engkaulah Anak-Ku yang Ku-kasihi, kepada-Mulah Aku berkenan
Berdasarkan pernyataan Allah dalam Markus 1:11, dua kesimpulan dapat diambil, yaitu:
Berdasarkan pernyataan Allah dalam Markus 1:11, dua kesimpulan dapat diambil, yaitu:
Pertama, Yesus layak disebut “Anak Allah” karena hubungan-Nya dengan Allah unik. Allah sangat mengasihi-Nya sehingga Ia mengatakan kepada Yesus, “kepada-Mulah Aku berkenan”.
Kedua, sebagai “Anak Allah” Yesus selalu menaati Bapa-Nya di sorga dan melakukan hanya apa yang berkenan kepada-Nya. Dalam Kitab Injil dijelaskan bahwa Yesus menaati Bapa-Nya sampai mati, bahkan sampai Ia mati pada kayu salib. Dalam Injil Markus rahasia status Yesus sebagai “Anak Allah” dijaga dengan baik-baik. Ketika roh-roh jahat berteriak-teriak karena mereka mengetahui bahwa Ia adalah “Anak Allah” mereka diperintahkan untuk berdiam diri (Markus 3: I I 5:7: bdg. I :24, 34).
Di dalam Markus pasal 9, ketika Yesus dimuliakan di atas gunung. status-Nya sebagai ”Anak Allah” dinyatakan kepada Petrus, Yakobus, dan Yohanes. Kemudian, di dalam ayat 9, Yesus melarang mereka membicarakan apa yang mereka lihat di atas gunung: Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka supaya jangan menceritakan kepada seorang pun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati
Di dalam ayat 9 ada indikasi mengapa Yesus menjaga status-Nya sebagai “Anak Allah”. Murid-murid-Nya tidak diperbolehkan untuk bercerita kepada orang lain “apa yang telah mereka lihat itu,” khususnya pernyataan Allah tentang status Yesus sebagai Anak-Nya yang dikasihi-Nya, “sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati
Mengapa status Yesus sebagai “Anak Allah tidak boleh dibicarakan sebelum Yesus mati dan bangkit, sedangkan hal tersebut boleh diumumkan setelah kebangkitan-Nya? Kemungkinan besar Yesus ingin menghindari adanya salah pengertian di antara “orang banyak itu” mengenai arti istilah “Anak Allah”. Jika identitas Yesus sebagai “Anak Allah” diumumkan sebelum Ia mati dan bangkit, maka mereka dapat mengambil kesimpulan bahwa sebagai “Anak Allah” Ia hanya melakukan mukjizat-mukjizat yang mengesankan semua orang.
Di dalam ayat 9 ada indikasi mengapa Yesus menjaga status-Nya sebagai “Anak Allah”. Murid-murid-Nya tidak diperbolehkan untuk bercerita kepada orang lain “apa yang telah mereka lihat itu,” khususnya pernyataan Allah tentang status Yesus sebagai Anak-Nya yang dikasihi-Nya, “sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati
Mengapa status Yesus sebagai “Anak Allah tidak boleh dibicarakan sebelum Yesus mati dan bangkit, sedangkan hal tersebut boleh diumumkan setelah kebangkitan-Nya? Kemungkinan besar Yesus ingin menghindari adanya salah pengertian di antara “orang banyak itu” mengenai arti istilah “Anak Allah”. Jika identitas Yesus sebagai “Anak Allah” diumumkan sebelum Ia mati dan bangkit, maka mereka dapat mengambil kesimpulan bahwa sebagai “Anak Allah” Ia hanya melakukan mukjizat-mukjizat yang mengesankan semua orang.
Suatu kemungkinan yang lain ialah mereka berpusat pada pengharapan mesianis mereka sebagai orang-orang Yahudi, sehingga peran utama Yesus sebagai “Anak Allah” adalah untuk mengalahkan musuh-musuh bangsa Yahudi. Namun setelah Ia mati dan bangkit peranan-Nya sebagai “Anak Allah” sudah jelas: Ia harus menderita dulu, baru Ia dapat dimuliakan sesuai dengan rencana dan kehendak Allah.
Selain Injil Markus, tema Yesus sebagai “Anak Allah” juga penting dalam Injil Matius dan Lukas, dan pada umumnya makna gelar tersebut sama. Namun ada satu sub-tema dalam Injil Matius yang menarik. Matius lebih sering menggunakan konsep ”Anak Allah” daripada Markus. Seperti Markus, Matius memakai istilah itu pada saat baptisan (3;17), transfigurasi (Matius 17:5), dan kematian Yesus (Matius 27:54). Kalau Markus memakai sebutan Anak Allah dalam pembukaan Injilnya, Matius menyebut ”Yesus Kristus, Anak Daud, Anak Abraham” (1:1)
Dalam Injil Matius sangat ditekankan bahwa Yesus sebagai “Anak Allah” menaati dengan sempurna kehendak Bapa-Nya di sorga, khususnya ketika Ia menderita sampai mati. Memang Yesus digoda oleh setan (Matius 4: 1 -11) dan oleh Petrus sebagai agennya (Matius 16:22-23), serta oleh “orang-orang yang lewat di sana” pada waktu Ia disalibkan (Matius 27:39-40), untuk menyatakan status-Nya sebagai “Anak Allah” melalui mukjizat-mukjizat yang mengesankan. Namun Ia memilih jalan yang lain, yaitu untuk menyatakan status-Nya melalui ketundukan kepada kehendak Bapa-Nya di sorga.
Selain Injil Markus, tema Yesus sebagai “Anak Allah” juga penting dalam Injil Matius dan Lukas, dan pada umumnya makna gelar tersebut sama. Namun ada satu sub-tema dalam Injil Matius yang menarik. Matius lebih sering menggunakan konsep ”Anak Allah” daripada Markus. Seperti Markus, Matius memakai istilah itu pada saat baptisan (3;17), transfigurasi (Matius 17:5), dan kematian Yesus (Matius 27:54). Kalau Markus memakai sebutan Anak Allah dalam pembukaan Injilnya, Matius menyebut ”Yesus Kristus, Anak Daud, Anak Abraham” (1:1)
Dalam Injil Matius sangat ditekankan bahwa Yesus sebagai “Anak Allah” menaati dengan sempurna kehendak Bapa-Nya di sorga, khususnya ketika Ia menderita sampai mati. Memang Yesus digoda oleh setan (Matius 4: 1 -11) dan oleh Petrus sebagai agennya (Matius 16:22-23), serta oleh “orang-orang yang lewat di sana” pada waktu Ia disalibkan (Matius 27:39-40), untuk menyatakan status-Nya sebagai “Anak Allah” melalui mukjizat-mukjizat yang mengesankan. Namun Ia memilih jalan yang lain, yaitu untuk menyatakan status-Nya melalui ketundukan kepada kehendak Bapa-Nya di sorga.
Di taman Getsemani Ia sangat bergumul dengan penderitaan-penderitaan yang harus dialami-Nya, tetapi Ia tunduk sampai akhirnya kepada kehendak Bapa-Nya: Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, katanya: “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari padaku, tetapi jangan lah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki. Oleh karena ketaatan Anak-Nya, Allah membuktikan kebenaran pengakuan Yesus melalui tanda-tanda (Matius 27:51-53) sehingga “kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut lalu berkata: “sungguh Ia ini adalah Anak Allah” (Matius 27:54).
Lukas menggunakan sejumlah gelar bagi Yesus yang juga digunakan dalam Injil Matius dan Markus. Kadang-kadang ia menyebut Yesus sebagai ”Anak Allah.” gelar ini sudah ada sejak awal Injilnya. Malaikat Gabriel menjumpai Maria dan mengatakan kepadanya bahwa ia akan melahirkan seorang anak, yang harus ia beri nama ”Yesus.” kemudian Gabriel berkata, ”Ia akan menjadi besar dan akan disebut ’Anak Allah Yang Maha tinggi.” Lalu ucapan ini disusul dengan informasi mengenai keagungan rajawi-Nya, suatu hal yang membuat Maria bertanya, ”Bagaimana hal itu mungkin terjadi...karena aku belum bersuami?” Jawab Gabriel, ”Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menanungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut ’Kudus, Anak Allah’” (1:31-35). Selama ini banyak dibicarakan tentang konsepsi perawan, suatu pandangan yang ditolak oleh banyak pakar modern.
Lukas menggunakan sejumlah gelar bagi Yesus yang juga digunakan dalam Injil Matius dan Markus. Kadang-kadang ia menyebut Yesus sebagai ”Anak Allah.” gelar ini sudah ada sejak awal Injilnya. Malaikat Gabriel menjumpai Maria dan mengatakan kepadanya bahwa ia akan melahirkan seorang anak, yang harus ia beri nama ”Yesus.” kemudian Gabriel berkata, ”Ia akan menjadi besar dan akan disebut ’Anak Allah Yang Maha tinggi.” Lalu ucapan ini disusul dengan informasi mengenai keagungan rajawi-Nya, suatu hal yang membuat Maria bertanya, ”Bagaimana hal itu mungkin terjadi...karena aku belum bersuami?” Jawab Gabriel, ”Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menanungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut ’Kudus, Anak Allah’” (1:31-35). Selama ini banyak dibicarakan tentang konsepsi perawan, suatu pandangan yang ditolak oleh banyak pakar modern.
Namun jelas Lukas menerima hal itu, yang dianggap penting olehnya. Hal itu menentukan pemahamannya mengenai istilah ”Anak Allah” dan menjelaskan bahwa ia tidak menggunakan istilah tersebut dengan arti yang minimal. Bagi Lukas hubungan Yesus dengan Bapa-Nya itu unik. Kadang-kadang murid-murid Yesus disebut ”anak-anak Allah Yang Maha tinggi” (6:35) oleh Lukas, tetapi ia tidak memandang Yesus hanya sebagai salah satu dari antara anak-anak tersebut. Dari ucapan malaikat Gabriel itu jelas sekali bahwa Yesus adalah Anak Allah dalam arti belum dan tidak pernah ada orang lain dapat mempunyai kedudukan tersebut.
Dengan cara yang mirip sekali dengan Matius, Lukas memakai gelar tersebut dalam kisah mengenai pencobaan (4:3, 9; bdg Matius 4:3,6); hal yang sama bisa dikatakan mengenai beberapa nas lainnya. Akan tetapi mungkin perlu diperhatikan juga bahwa ketika peristiwa Tuhan Yesus dipermuliakan di atas gunung, suara yang datang dari awan-awan berkata, ”Inilah Anak-Ku yang Kupilih” (9:35; sedangkan menurut Matius dan Markus ”Inilah Anak yang Kukasihi”). Dan masih ada dua nas lain, di mana hanya Lukas yang memakai ungkapan itu. Salah satunya adalah ketika keluarnya setan-setan dari banyak orang, sambil berteriak, ”Engkau adalah Anak Allah” (4:42).
Dengan cara yang mirip sekali dengan Matius, Lukas memakai gelar tersebut dalam kisah mengenai pencobaan (4:3, 9; bdg Matius 4:3,6); hal yang sama bisa dikatakan mengenai beberapa nas lainnya. Akan tetapi mungkin perlu diperhatikan juga bahwa ketika peristiwa Tuhan Yesus dipermuliakan di atas gunung, suara yang datang dari awan-awan berkata, ”Inilah Anak-Ku yang Kupilih” (9:35; sedangkan menurut Matius dan Markus ”Inilah Anak yang Kukasihi”). Dan masih ada dua nas lain, di mana hanya Lukas yang memakai ungkapan itu. Salah satunya adalah ketika keluarnya setan-setan dari banyak orang, sambil berteriak, ”Engkau adalah Anak Allah” (4:42).
Di mata Lukas, setan-setan itu benar-benar mengetahui hal ini lama sebelum para murid menyadari siapakah Yesus itu. Peristiwa lainnya adalah dalam arena pengadilan di mana penginjil ini mencatat pertanyaan para anggota Mahkamah Agama kepada Yesus, ”Kalau begitu, Engkau ini Anak Allah?” (22:70)
Dalam Injilnya, Lukas mencatat pemakaian istilah ”Anak Allah” oleh Yesus sendiri bagi dirinya sendiri dapat dipahami dalam tiga aspek: yaitu yang mengacu pada Yesus (1) yang sedang menjalankan pelayanan di depan publik, (2) dalam penderitaan-Nya, dan (3) pada saat kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan
Baca Juga: Yesus disebut sebagai Tuhan
Dalam Injilnya, Lukas mencatat pemakaian istilah ”Anak Allah” oleh Yesus sendiri bagi dirinya sendiri dapat dipahami dalam tiga aspek: yaitu yang mengacu pada Yesus (1) yang sedang menjalankan pelayanan di depan publik, (2) dalam penderitaan-Nya, dan (3) pada saat kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan
Baca Juga: Yesus disebut sebagai Tuhan
Dari berbagai pembahasan di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa arti gelar “Anak Allah dalam pengajaran Yesus meliputi dua hal:
Pertama, istilah “Anak Allah” menekankan hubungan Yesus dengan Allah, bukan ha kekat-Nya sebagai seseorang yang layak menyamakan diri-Nya dengan Allah. Doktrin tersebut jelas-jelas diajar dalam Perjanjian Baru, tetapi bukan dalam pemakaian gelar “Anak Allah” untuk Yesus dalam Injil-Injil Sinoptik.
Kedua, hubungan antara gelar ‘Mesias” dengan gelar “Anak Allah” dalam pengajaran Yesus tentang diri-Nya. Dalam kitab-kitab Injil Sinoptik Yesus tidak disebut “Anak Allah” karena Dia adalah Mesias, tetapi karena hubungan-Nya dengan Allah yang unik sebagai Anak-Nya. Hubungan-Nya dengan Allah adalah dasar ke mesias-an-Nya, bukan sebaliknya