AMSAL 6:20-35 - PERINGATAN TERHADAP PERZINAAN

Matthew Henry (1662 – 1714)

BAHASAN : AMSAL 6:20-35. PERINGATAN-PERINGATAN ORANG TUA; PERINGATAN-PERINGATAN TERHADAP PERZINAAN.

Di sini terdapat :

[I]. Nasihat umum untuk mematuhi firman Allah dengan setia dan menjadikannya sebagai panduan kita dalam segala tindakan kita.
AMSAL 6:20-35 - PERINGATAN TERHADAP PERZINAAN
1. Kita harus melihat firman Allah baik sebagai cahaya maupun sebagai hukum atau ajaran (Amsal 6:20-23).

(a). Menurut peringatan-peringatannya, firman itu adalah cahaya, yang kepadanya pengertian-pengertian kita harus tunduk. Firman itu pelita bagi mata kita untuk menyingkapkan segala sesuatu, dan dengan demikian bagi kaki kita untuk mencari arah. Firman Allah menyingkapkan kepada kita kebenaran-kebenaran yang pasti dan kekal, dan dibangun di atas akal sehat yang terluhur. Terang firman adalah terang yang pasti.

(b). Menurut kewenangannya, firman itu adalah hukum, yang kepadanya kehendak-kehendak kita harus patuh. Seperti halnya tidak pernah ada cahaya seperti itu yang bersinar dari aliran-aliran filsafat mana pun, demikian pula tidak pernah ada hukum seperti itu yang keluar dari takhta raja mana pun, karena hukum tersebut begitu tertata dengan baik dan begitu mengikat. Hukum itu seperti pelita dan cahaya, sebab ia membawa di dalam dirinya sendiri bukti akan kebaikannya.

2. Kita harus menerimanya sebagai perintah ayah kita dan ajaran ibu kita (Amsal 6:20). Itu adalah perintah Allah dan hukum-Nya. Tetapi,

(a). Orang tua kita mengarahkan kita kepadanya, menaruhnya di dalam tangan kita, mendidik kita dalam pengetahuan dan pelaksanaannya, karena asal usul dan kewajibannya adalah yang paling sakral. Memang kita percaya bukan karena perkataan mereka, sebab kita telah mengujinya sendiri dan mendapatinya sebagai firman yang berasal dari Allah. Tetapi kita berutang budi kepada mereka karena telah menyarankannya kepada kita, dan kita melihat semua alasan untuk tetap berpegang pada kebenaran yang telah kita terima, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepada kita.

(b). Peringatan-peringatan, nasihat-nasihat, dan perintah-perintah yang diberikan orang tua kita kepada kita itu sesuai dengan firman Allah, dan oleh sebab itu kita harus berpegang teguh padanya. Anak-anak, ketika tumbuh dewasa, harus ingat ajaran dari ibu yang baik, dan juga perintah dari ayah yang baik. Tuhan telah memuliakan bapa pada anak-anaknya, dan hak ibu atas para anaknya diteguhkan-Nya.

3. Kita harus memegang firman Allah dan didikan-didikan baik yang telah diberikan orang tua kita kepada kita berdasarkan firman itu.

(a). Kita sekali-kali tidak boleh membuangnya, tidak boleh menganggapnya sebagai prestasi yang amat besar (sebagaimana sebagian orang menganggapnya) apabila kita berhasil melepaskan diri dari kekangan-kekangan pendidikan yang baik: “Peliharalah perintah ayahmu, tetaplah memeliharanya, dan janganlah pernah meninggalkannya.”

(b). Kita sekali-kali tidak boleh mengesampingkannya, jangan, sekejap pun jangan (Amsal 6:21): tambatkanlah senantiasa semuanya itu bukan hanya pada tanganmu (sebagaimana yang sudah diperintahkan Musa, Ulangan 6:8) melainkan juga pada hatimu. Tali sembahyang yang diikat-kan pada tangan tidaklah bernilai sama sekali jika tidak menimbulkan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang saleh di dalam hati. Di sanalah firman harus tertulis, di sanalah firman harus tersembunyi, dan diletakkan dekat dengan hati nurani.

Kalungkanlah itu pada lehermu, sebagai perhiasan, sebagai gelang, atau kalung emas, pada tenggorokanmu (begitu arti kata itu). Biarlah firman itu menjadi penjaga di jalan tenggorokan itu. Kalungkanlah itu pada tenggorokanmu, agar tidak ada buah terlarang yang boleh masuk atau kata-kata jahat apa pun yang boleh keluar melalui tenggorokan itu. Dan dengan demikian engkau akan mencegah banyak dosa. Biarlah firman Allah selalu siap sedia bagi kita, dan biarlah kita merasakan pengaruh-pengaruhnya yang tertanam pada kita, seperti sesuatu yang diikatkan pada hati dan pada leher kita.

4. Kita harus memanfaatkan firman Allah dan keuntungan yang dirancangkan untuk kita melalui firman itu. Jika kita senantiasa mengikatnya pada hati kita,

(a). Firman Allah akan menjadi pembimbing kita, dan kita harus mengikuti arahannya. “Jikalau engkau berjalan, engkau akan dipimpinnya (Amsal 6:22). Ia akan memimpinmu ke dalam, dan memimpinmu di dalam, jalan yang baik dan benar. Ia akan memimpinmu keluar, dan memimpinmu dari setiap jalan yang berdosa dan berbahaya. Firman itu akan berkata kepadamu, ketika kamu siap untuk menyimpang, inilah jalannya, berjalanlah di dalamnya. Firman itu akan menjadi bagimu seperti tiang awan dan tiang api bagi Israel di padang gurun. Berilah dirimu dipimpin olehnya, biarlah ia menjadi aturanmu, maka kamu akan dipimpin oleh Roh. Ia akan menjadi pemantau dan penyokongmu.”

(b). Firman itu akan menjadi penjaga kita, dan kita harus menempatkan diri kita di bawah perlindungannya: “Jikalau engkau berbaring, dan menjadi rentan untuk diserang oleh kuasa-kuasa gelap yang amat jahat, engkau akan dijaganya. Engkau akan aman dan merasakan demikian.” Jika kita mengatur diri kita dengan perintah-perintah dari firman Allah sepanjang hari, dan dengan penuh kesadaran hati nurani menjalankan kewajiban yang telah diperintahkan Allah kepada kita, maka kita dapat berlindung di bawah janji-janji firman itu pada malam hari, dan mendapat penghiburan dari kelepasan-kelepasan yang dikerjakan Allah dan yang akan diperintahkan-Nya bagi kita.

(c). Firman itu akan menjadi teman pengiring kita, dan kita harus bercakap-cakap dengannya: “Jikalau engkau bangun pada malam hari, dan tidak tahu bagaimana harus mengisi waktu terjagamu, jika engkau membuka diri, engkau akan disapanya, dan akan dihibur dengan renungan-renungan yang menyenangkan pada malam engkau terjaga. Jikalau engkau bangun pada pagi hari, dan merencanakan pekerjaan untuk hari itu, engkau akan disapanya dengan perbincangan mengenai pekerjaan itu, dan akan dibantu untuk menyusun rencana yang terbaik.” (Mazmur 1:2).

Firman Allah selalu mempunyai sesuatu untuk dikatakan kepada kita dalam segala kesempatan, jika saja kita membuka diri untuk berbincang-bincang dengannya, mau bertanya apa yang hendak dikatakannya, dan bersedia untuk mendengarkannya. Kita akan sangat terbantu untuk berjalan dengan dekat dan nyaman bersama Allah sepanjang hari jika kita mau memulai dengan Dia pada waktu pagi, dan membiarkan firman-Nya menjadi isi pikiran yang pertama-tama kita pikirkan.Apabila aku bangun, masih saja aku bersama-sama Engkau. Kita masih bersama-sama dengan-Nya jika firman-Nya masih bersama-sama dengan kita.

(d). Firman itu akan menjadi hidup kita. Sebab, sama seperti hukum adalah cahaya dan pelita untuk saat ini, demikian pula teguran yang mendidik itu adalah jalan kehidupan. Teguran-teguran dari firman tidak hanya menunjukkan kesalahan-kesalahan kita tetapi juga mendidik kita bagaimana berbuat dengan lebih baik. Itu adalah jalan yang menuju pada kehidupan, kehidupan kekal. Oleh sebab itu, jangan sampai teguran-teguran yang senantiasa diberikan itu, yang mempunyai kuasa begitu langsung untuk membuat kita bahagia, membuat kita tidak tenang.

[II]. Di sini ada peringatan khusus terhadap dosa kenajisan.

1. Apabila kita mempertimbangkan betapa pelanggaran ini sangat banyak dilakukan, betapa kejinya sifat dari pelanggaran itu, betapa berbahayanya akibat yang ditimbulkannya, dan betapa pastinya kerusakan yang diakibatkannya bagi semua benih kehidupan rohani di dalam jiwa, maka kita tidak akan terheran-heran bahwa peringatan-peringatan terhadapnya begitu sering diulang-ulang dan ditanamkan dengan sangat.

(a). Satu kebaikan besar yang dirancangkan Allah bagi manusia, dalam memberi mereka hukum-Nya, adalah untuk menjaga mereka dari dosa ini (Amsal 6:24). “Teguran-teguran yang mendidik adalah jalan kehidupan bagimu, karena teguran-teguran itu dirancang untuk melindungi engkau terhadap perempuan jahat. Perempuan itu pasti akan mendatangkan kematian kepadamu, dengan tergoda oleh kelicikan lidah perempuan asing, yang berpura-pura mencintaimu, tetapi sebenarnya bermaksud menghancurkanmu.”

Orang-orang yang mudah termakan oleh rayuan menjadikan diri mereka sendiri sebagai mangsa yang sangat empuk bagi si penggoda. Sebaliknya, barangsiapa mau menghindari jerat itu, ia harus menerima teguran-teguran yang sangat mendidik sebagai kebaikan besar, dan berterima kasih kepada orang-orang yang mau mendidik mereka dengan maksud baik (Amsal 27:5-6).

(b). Kebaikan terbesar yang dapat kita lakukan sendiri adalah menjauhkan diri dari dosa ini, dan melihatnya dengan rasa takut dan kebencian yang teramat sangat (Amsal 6:25): “Janganlah kiranya engkau menginginkan keelokan perempuan itu bahkan di dalam hatimu, sebab, jika engkau menginginkannya, engkau sudah berzina dengannya di dalam hatimu. Janganlah membicarakan pesona-pesona wajahnya, atau terpana dengan lirikan-lirikannya yang menawan. Semua itu jerat dan perangkap. Janganlah terpikat oleh bulu matanya. Penampilannya adalah panah-panah api. 

Penampilannya itu melukai, membunuh, dalam arti lain daripada yang diartikan oleh sepasang kekasih. Mereka menyebutnya sebagai sesuatu yang menawan, namun itu adalah penawan yang menghancurkan, yang lebih buruk daripada perbudakan di Mesir.”

2. Berbagai macam alasan yang dikemukakan Salomo di sini untuk meneguhkan peringatan terhadap dosa persundalan.

(A). Persundalan adalah dosa yang memiskinkan orang, menghabiskan harta milik mereka, dan membuat mereka jatuh miskin (Amsal 6:26, KJV). : karena seorang perempuan sundal, seorang laki-laki harus mengemis sepotong roti. Ini sudah terjadi pada banyak orang, yang telah menghancurkan tubuh dan jiwanya dengan mengorbankan kekayaannya. Anak yang hilang menghabiskan harta bendanya dengan pelacur-pelacur, sampai membuatnya menjadi salah satu kawanan babi. Kemiskinan yang dibawa sendiri oleh kebodohan manusia sudah tentu menekan dengan amat berat (Ayub 31:12).

(B). Persundalan mendatangkan kematian. Persundalan membunuh manusia: perempuan yang berzina akan memburu nyawa yang berharga (Amsal 6: 26, KJV), mungkin dengan sengaja, seperti Delilah yang memburu nyawa Simson. Setidak-tidaknya, pada akhirnya, dosa persundalan akan menghantam nyawa. 

Perzinaan ditetapkan oleh hukum Musa sebagai kejahatan yang pantas mendapat hukuman mati. Baik laki-laki maupun perempuan yang berzina pasti keduanya akan dihukum mati. Semua orang pada waktu itu tahu ini. Oleh sebab itu, orang-orang yang, demi memuaskan hawa nafsu rendah, membuat diri sendiri terancam oleh hukum Taurat itu, dianggap sama saja dengan bunuh diri.

(C). Persundalan mendatangkan rasa bersalah pada hati nurani dan merusakkannya. Orang yang menghampiri istri sesamanya, dengan maksud bejat, tidak akan luput dari hukuman (Amsal 6:29).

1). Ia sedang terancam bahaya perzinaan, seperti orang yang membawa api dalam gelumbung baju, atau yang berjalan di atas bara, terancam bahaya terbakar. Jalan dosa ini adalah jalan yang menurun, dan orang-orang yang berani coba-coba menghadapi godaan-godaannya hampir tidak akan terhindar dari dosa itu sendiri. Lalat dengan bodohnya bertaruh nyawa dengan bermain-main di atas api.

Perzinaan adalah jurang yang dalam, dan sungguh gila orang yang berani coba-coba mendekati tepiannya. Barangsiapa berteman dengan orang-orang yang terkenal bobrok, yang masuk bersama-sama dengan mereka, dan menghampiri mereka, tidak lama lagi akan kehilangan kemurniannya. Ia menjebloskan dirinya ke dalam godaan, dan dengan demikian melemparkan dirinya keluar dari perlindungan Allah.

2). Barangsiapa berbuat zina berada di jalan yang mudah untuk menuju kebinasaan. Orang berdosa yang lancang berkata, “Aku berani mencoba-coba dosa perzinaan, namun tetap terhindar dari hukumannya. Aku akan mendapatkan kedamaian meskipun aku terus melakukannya.” Ini sama saja dengan berkata, aku akan membawa api dalam gelembung baju, namun pakaianku tidak akan terbakar, atau berjalan di atas bara, namun kakiku tidak akan hangus. Orang yang menghampiri istri sesamanya, bagaimanapun ia memandang dirinya sendiri, tidak akan dipandang tidak berdosa oleh Allah. Api hawa nafsu mengobarkan api neraka.

(D). Persundalan menghancurkan nama baik dan membuatnya selama-lamanya buruk. Persundalan itu adalah dosa yang jauh lebih memalukan daripada mencuri (Amsal 6:30-33). Mungkin tidak demikian halnya dalam pandangan manusia, setidak-tidaknya tidak di zaman kita ini. 

Seorang pencuri akan dipukuli, dimasukkan ke dalam penjara, dibawa ke tiang gantungan, sementara seorang penzina yang kotor dibiarkan pergi tanpa dihukum, bahkan, pada banyak orang, tanpa mendapat cela. Ia berani bermegah dalam kejahatan-kejahatannya, dan semua itu hanya dijadikan bahan lelucon belaka. Tetapi, dalam pandangan Allah dan hukum-Nya, perzinaan adalah kejahatan yang jauh lebih besar. Jika Allah adalah sumber kehormatan, maka firman-Nya haruslah menjadi ukuran bagi kehormatan itu.

1). Adapun dosa mencuri, jika seseorang sampai melakukannya dengan alasan kebutuhan yang amat mendesak, jika ia mencuri makanan untuk memuaskan nafsunya karena lapar, walaupun itu tidak akan meluputkannya dari kesalahan, namun karena orang tidak mau membesar-besarkannya maka ia tidak akan dihina, tidak akan diperlihatkan aibnya, tetapi akan dikasihani.

Jika orang sudah lapar, maka menerobos dinding batu pun ia mau, dan yang akan dipersalahkan adalah orang-orang yang menjadikannya miskin, atau yang tidak memberinya kelegaan. Bahkan, meskipun ia tidak bisa berdalih apa-apa, kalau ia tertangkap mencuri, dan buktinya sudah begitu jelas mengarah pada dia, ia hanya harus membayar kembali tujuh kali lipat. Hukum Musa menetapkan bahwa orang yang mencuri seekor domba harus membayar kembali empat kali lipat, dan yang mencuri lembu lima kali lipat (Keluaran 22:1).

Berdasarkan hukum itulah Daud membuat keputusan (2 Samuel 12:6). Tetapi kita dapat menduga bahwa dalam kasus-kasus yang tidak mempunyai ketetapan hukum, para hakim memutuskan hukuman-hukuman yang sepadan dengan kejahatan-kejahatan, sesuai dengan keadilan hukum. Nah, jika orang yang mencuri seekor lembu dari ladang seseorang harus membayar kembali lima kali lipat, maka wajar kalau orang yang mencuri harta benda seseorang dari rumahnya harus membayar kembali tujuh kali lipat.

Sebab tidak ada hukum yang dapat menghukum mati dia, seperti yang ada pada kita, untuk kejahatan mencuri dan merampok di tengah jalan. Mengenai jenis pencurian yang terburuk inilah Salomo berbicara di sini. Hukuman yang terbesar adalah jika orang dipaksa untuk menyerahkan segenap harta isi rumahnya untuk memenuhi tuntutan hukum, dan darahnya halal untuk ditumpahkan. Akan tetapi,

2). Berbuat zina adalah kejahatan yang lebih jahat. Ayub menyebutnya demikian, dan merupakan kejahatan yang patut dihukum oleh hakim (Ayub 31:11). Ketika Natan hendak mempersalahkan Daud atas kejahatan perzinaannya, dia melakukannya melalui perumpamaan tentang kasus pencurian yang teramat dibesar-besarkan, yang, menurut Daud, pantas mendapat hukuman mati (2 Samuel 12:5). Lalu Natan menunjukkan kepada Daud bahwa dosanya jauh lebih berat daripada kasus pencurian itu.

Pertama, perzinaan merupakan penghinaan yang jauh lebih besar terhadap akal budi manusia, sebab ia tidak dapat berdalih untuknya, sebagaimana yang dapat dilakukan pencuri, dengan berkata bahwa ia mencuri demi memuaskan rasa laparnya. Tetapi orang yang berzina harus mengaku bahwa ia melakukannya untuk memuaskan hawa nafsu kebinatangan yang mau menghancurkan belenggu hukum Allah, bukan karena kebutuhan, melainkan karena kejalangan. Oleh sebab itu, siapa melakukan zinah tidak berakal budi, dan pantas direndahkan sebagai orang yang keterlaluan bodoh.

Kedua, perzinaan dihukum dengan lebih berat oleh hukum Allah. Seorang pencuri cuma harus membayar uang denda, tetapi seorang penzina harus menanggung hukuman mati. Pencuri mencuri untuk memuaskan nafsunya (KJV: memuaskan jiwanya – pen.), tetapi pezinah merusak diri (KJV: menghancurkan jiwanya sendiri – pen.) dan jatuh sebagai korban yang tidak dikasihani baik oleh keadilan Allah maupun manusia. “Hai orang berdosa, engkau telah menghancurkan dirimu sendiri.” 

Hal ini bisa diterapkan pada kematian rohani dan kekal, yang merupakan akibat dosa. Orang yang berbuat demikian melukai hati nuraninya, merusak kekuatan akal budinya, memadamkan semua percikan api kehidupan rohani, dan membuat dirinya terbuka terhadap murka Allah selama-lamanya, dan dengan demikian menghancurkan jiwanya sendiri.

Ketiga, aib perzinaan tidak akan ter hapuskan (Amsal 6:33). Perzinaan akan menggoreskan luka pada nama baiknya, kecemaran pada keluarganya, dan, walaupun kesalahannya dapat dihapuskan melalui pertobatan, celanya tidak akan pernah bisa, tetapi akan melekat pada ingatan tentang dia setelah dia tiada. Dosa Daud dalam perkara yang menyangkut Uria tidak hanya menjadi noda yang terus menempel pada sifatnya sendiri, tetapi juga memberikan kesempatan bagi musuh-musuh Tuhan untuk mencela namanya.

(E). Perzinaan membuat si penzina berhadapan dengan amukan suami yang cemburu, yang kehormatannya telah ia hina (Amsal 6:34-35). Orang yang menyentuh istri sesamanya dan menjadi akrab dengannya, memberikan alasan bagi suaminya untuk cemburu, apalagi kalau istrinya itu diperlakukan dengan tidak senonoh. 

Sekalipun disembunyikan rapat-rapat, perzinaan itu dapat diketahui dengan air pahit yang mendatangkan kutuk (Bilangan 5:12). “Apabila ketahuan, maka akan lebih baik jika engkau bertemu dengan seekor beruang yang kehilangan anak-anaknya daripada dengan seorang suami yang terhina, yang, dalam masalah perzinaan, ingin membalas dengan cara kejam demi kehormatannya sendiri seperti yang ingin dilakukan orang dalam perkara pembunuhan untuk membalaskan darah saudaranya. Jika engkau tidak takut pada murka Allah, takutlah pada geram seorang laki-laki.”


Seperti itulah kecemburuan. Ia kuat seperti maut, dan gigih seperti dunia orang mati. Pada hari pembalasan dendam, ketika si penzina diadili atas kehidupannya, sang penuntut tidak akan berpayah-payah dalam menjatuhkan tuntutannya, tidak akan berbelas kasihan kepadamu, sebagaimana yang mungkin akan dirasakannya terhadap orang yang sudah merampoknya. Ia tidak akan setuju dengan pemberian pengurangan hukuman. 

Ia tidak akan mau menerima tebusan apa pun. Meskipun engkau menawarkan suap kepadanya, dan memberinya banyak pemberian untuk menenangkannya, ia akan tetap bersikeras dan tidak akan puas dengan apa pun sampai hukum dijalankan. Engkau harus dirajam sampai mati. Jika orang harus menyerahkan segenap harta isi rumahnya, itu bisa menebus pencurian (Amsal 6: 31), tetapi tidak untuk perzinaan.

Dalam kasus perzinaan, harta itu akan dianggap hina sama sekali. Oleh karena itu, biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa. Janganlah membiarkan dirimu terbuka terhadap semua kesengsaraan ini demi kenikmatan mesum yang hanya sesaat, yang pada akhirnya akan menjadi kepahitan?
Next Post Previous Post