Doa dan Anfechtungen Menurut Luther

Pendahuluan:

Dalam perjalanan rohaniah, Anfechtungen menjadi medan pertempuran yang menghadirkan tantangan berat bagi orang percaya. Situasi ini, sebagaimana dipahami oleh Luther, membawa mereka dalam pergumulan iman yang mendalam, di mana Tuhan terasa lebih nyata dalam keheningan-Nya. Meski doa menjadi sulit dilakukan dalam Anfechtungen, Luther melihatnya sebagai panggilan untuk terus bersujud. Dalam konteks ini, kita akan menjelajahi peran penting doa sebagai kebutuhan mendesak saat berada dalam peperangan spiritual ini.
Doa dan Anfechtungen Menurut Luther
Anfechtungen merupakan peperangan rohani (spiritual conflict), sehingga orang percaya sering kali mengalami kesulitan untuk berdoa dalam saat-saat demikian. Anfechtungen merupakan suatu situasi yang menunjukkan pergumulan iman dan hati nurani yang berat. Menurut Luther, dalam keadaan demikian Allah tampaknya diam, tidak hadir, atau bahkan sepertinya Ia justru menjadi lawan orang percaya.

Carr menggambarkan pengalaman dan kesimpulan Luther tersebut Anfechtungen demikian: Luther lived out his life in the tension between the hidden and the experienced God, longing for the gracious presence but always threatened by the impending absence. It is the considered opinion of reputable scholars that the remote and terrible God was often more real to the reformer than was the beloved, benign, and merciful Lord. By his own admission, he suffered Anfechtungen, that is, temptations, doubts, and anxiety of heart. For this reason, prayer was not easy for Luther

Allah dalam Anfechtungen terasa lebih nyata bagi Luther dari pada Allah yang penuh kasih, ramah, dan murah hati. Dalam keadaan ini, doa benar-benar sulit dilakukan. Anfechtungen menunjukkan bahwa orang percaya berada di dalam situasi yang gawat atau bahkan putus asa

Kittelson menguraikan mengenai tantangan berat Anfechtungen bagi Luther, demikian: Anfechtungen was what Luther latter called this grinding sense of being utterly lost. By it he intended the idea of swarming attacks of doubt that could convince people that God’s love was not for them. Latter he considered this sense of being irredeemably evil to be the work of Satan, who sought to make a Cristian’s sins, doubts, and anxieties too much even for the grace of God. At such moments just the rustling of dried leaves in forest sounded like legions of hell coming to seize one’s soul.

Bertolak dari pengertian Anfechtungen seperti di atas dapat disimpulkan bahwa jika seorang percaya berada di dalam keadaan demikian, ia sebenarnya sedang berada di dalam peperangan yang sengit. Ia sedang diuji oleh Allah, tetapi juga pada saat yang sama sedang dicobai oleh Iblis.

Dalam keadaan demikian orang percaya sukar untuk berdoa, padahal doa yang menyebabkan Anfechtungen. Ia dikelilingi oleh permusuhan dalam Anfechtungen.

Scaer membahas pengalaman Luther tersebut demikian: Right during the act of praying Luther himself was afflicted by sin, Satan, and his own conscience. Prayer was the occasion for Anfechtungen. As he prayed, Luther was afflicted with the thought that was not hearing his prayer and that God was becoming angry with him. . . . So troubled was Luther with the thought of his own sinfulness and his lack of worthiness to pray that all he could do was cry out, “Help, dear Lord

Orang percaya akan melihat ketidaklayakkannya dan ketidakberdayaannya dalam Anfechtungen. Namun justru orang percaya benar-benar membutuhkan doa saat ia berada dalam Anfechtungen.

Doa memang adalah kebutuhan setiap saat orang percaya, sebagaimana udara (oksigen) untuk bernafas. Namun demikian sebagaimana oksigen akan sangat dibutuhkan seseorang yang sedang dalam keadaan sakit tertentu, maka begitu pula dengan doa sangat dibutuhkan dalam Anfechtungen, karena saat Anfechtungen merupakan saat serangan gencar Setan.

Rogers menjelaskan pemahaman Luther bahwa serangan utama Setan adalah, [to] tempt Christians to doubt their salvation and attacks their conscience by reminding them of their great sinfulness. Luther teaches people to pray that God would help them withstand the accusations and assaults of the accuser

Karena itu, Luther mendorong orang percaya untuk selalu siap menghadapi peperangan rohani: We who would be Christians must surely expect to have the devil with all his angels and the world as our enemies and must expect that they will inflict every possible misfortune and grief upon us. For where God’s Word is preached, accepted, or believed, and bears fruit, there the holy and precious cross will also not be far behind.

Baca Juga: Tritunggal dalam Doa: Pandangan Luther

Pandangan-pandangan Luther di atas tentang Anfechtungen menunjukkan bahwa Anfechtungen justru merupakan motivasi yang kuat untuk berdoa, dan bahkan untuk tetap berdoa dalam keadaan apapun. Scaer menyimpulkan, “Rather than seeing Anfechtungen as a hindrace to prayer, the Anfechtungen are themselves invitations to pray.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, Anfechtungen menciptakan medan pertempuran rohaniah yang penuh tantangan bagi orang percaya. Luther memandangnya sebagai ujian iman yang mendalam, di mana hubungan dengan Tuhan terasa intens dalam ketidakpastian dan kesulitan. Meskipun doa menjadi sulit dalam situasi ini, Luther memotivasi agar itu justru menjadi panggilan untuk tetap bersujud. 

Kesimpulannya, Anfechtungen bukanlah penghalang untuk berdoa, melainkan undangan untuk terus membangun hubungan spiritual, menguatkan iman, dan menghadapi peperangan rohaniah dengan ketergantungan pada Tuhan. Dalam segala situasi, doa tetap menjadi kebutuhan mendesak bagi orang percaya, menjadi landasan kuat di tengah-tengah Anfechtungen.
Next Post Previous Post