Firman Yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:1-3,14)

“π‘ƒπ‘Žπ‘‘π‘Ž π‘šπ‘’π‘™π‘Žπ‘›π‘¦π‘Ž π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž πΉπ‘–π‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘›; πΉπ‘–π‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘› 𝑖𝑑𝑒 π‘π‘’π‘Ÿπ‘ π‘Žπ‘šπ‘Ž-π‘ π‘Žπ‘šπ‘Ž π‘‘π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘› π΄π‘™π‘™π‘Žβ„Ž π‘‘π‘Žπ‘› πΉπ‘–π‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘› 𝑖𝑑𝑒 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž π΄π‘™π‘™π‘Žβ„Ž. πΌπ‘Ž π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘šπ‘’π‘™π‘Žπ‘›π‘¦π‘Ž π‘π‘’π‘Ÿπ‘ π‘Žπ‘šπ‘Ž-π‘ π‘Žπ‘šπ‘Ž π‘‘π‘’π‘›π‘”π‘Ž 𝑛 π΄π‘™π‘™π‘Žβ„Ž.” (π‘Œπ‘œβ„Žπ‘Žπ‘›π‘’π‘  1:1-2)

Permulaan kitab Injil Yohanes mempunyai makna yang begitu penting dan dalam, sehingga kita harus mempelajarinya ayat demi ayat. Yohaneslah yang mempunyai pemikiran bahwa Yesus tidak lain dan tidak bukan adalah firman Allah yang kreatif, yang memberi hidup dan terang, dan bahwa Yesus adalah kekuatan Allah yang menciptakan dunia. Yesus adalah pikiran Allah yang memelihara dan menopang dunia, yang datang ke bumi dalam bentuk jasmaniah manusia.
Firman Yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:1-3,14)
𝐏𝐀𝐃𝐀 πŒπ”π‹π€ππ˜π€ 𝐀𝐃𝐀𝐋𝐀𝐇 π…πˆπ‘πŒπ€π

Pada awal Injilnya, Yohanes mengemukakan tiga hal tentang firman itu; artinya Yohanes mengemukakan tiga hal tentang Yesus.

(1) Firman itu telah ada di sini pada permulaan dari segala sesuatu. Pikiran Yohanes kembali kepada ayat pertama dari seluruh Alkitab. “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” (Kejadian 1:1). Apa yang ingin disampaikan oleh Yohanes adalah, bahwa firman itu bukanlah salah satu atau sebagian dari benda-benda yang diciptakan. Firman itu telah ada di sana sebelum penciptaan. Firman itu bukanlah bagian dari dunia yang dijadikan contoh dalam waktu. Firman itu adalah bagian dari kekekalan dan sudah ada bersama-sama dengan Allah sebelum waktu dan dunia ada. Yohanes di sini memikirkan tentang apa yang disebut pra-eksistensi Kristus.

Dalam banyak hal, ide tentang pra-eksistensi ini sangat sulit untuk dipahami, bahkan barangkali tidak mungkin untuk memahaminya. Namun sebenarnya ide itu hanya berarti suatu hal yang sederhana, praktis dan mengagumkan. Kalau firman itu ada bersama Allah sebelum waktu mulai, kalau firman Allah itu merupakan bagian dari kerangka hal-hal yang abadi, maka hal itu berarti bahwa Allah selalu sama dengan Yesus.

Sering kali kita berasumsi bahwa Allah itu lalim dan suka menakut-nakuti. Kita juga sering kali berasumsi bahwa perbuatan-perbuatan Yesus mengubah kemarahan Allah menjadi kasih, serta mengubah sikap Allah kepada manusia. Perjanjian Baru sebenarnya tidak mengenal ide semacam itu. Seluruh Perjanjian Baru, dan khususnya bagian Injil Yohanes yang kita pelajari ini, memberitahukan bahwa Allah adalah sama dengan Yesus. Apa yang Yesus lakukan adalah membuka sebuah jendela yang nyata pada waktu tertentu sehingga kita dapat memandang kasih Allah yang abadi dan tak berubah itu.
Kita mungkin bertanya: Bagaimana tentang beberapa hal yang kita baca di dalam Perjanjian Lama? 

Bagaimana bagian-bagian Alkitab yang berbicara tentang perintah-perintah Alah untuk membinasakah kota-kota, manusia, laki-laki, perempuan dan anak-anak? Bagaimana tentang kemarahan, sifat menghancurkan, dan menyadari Allah seperti yang sering kita baca di bagian-bagian yang lebih tua dari Alkitab? Jawabannya adalah: bukannya Allah yang telah berubah, melainkan pengetahuan manusia tentang Dia-lah yang berubah. Manusia menulis tentang hal-hal itu karena mereka tidak mempunyai pengetahuan yang lebih baik tentang Allah, sampai di situlah tingkat pengetahuan manusia tentang Allah pada waktu itu.

Seorang anak kecil yang mempelajari sesuatu, harus mempelajarinya tahap demi tahap. Ia tidak memulai dengan seluruh pengetahuan tentang sesuatu itu. Ia akan mulai dengan apa yang dapat ia tangkap dan mengerti, dan dari situ pengetahuannya bertambah-tambah. Kalau ia belajar tentang musik, ia tidak akan memulai dengan yang sulit-sulit seperti musik Bach dan lain-lain. Ia akan mulai dengan yang sederhana, lalu tahap demi tahap meningkat sampai pengetahuannya bertumbuh. Demikian jugalah antara manusia dengan Allah. Manusia hanya dapat menangkap dan memahami sebagian saja dari hakekat dan tingkah laku Allah. Baru ketika Yesus datang, manusia dapat secara penuh dan sempurna melihat Allah. Allah sama dengan Yesus.

Ada suatu cerita tentang seorang gadis cilik yang diperhadapkan dengan bagian-bagian Perjanjian Lama yang berisi cerita-cerita penumpahan darah dan kekerasan. Apa yang dikatakannya? “Ah, itu terjadi sebelum Allah menjadi Kristen!” Kalau kita boleh meniru gadis cilik tersebut, maka kita dapat berkata juga, bahwa ketika Yohanes mengatakan firman itu sudah ada sejak permulaan, maka yang dimaksudkan Yohanes adalah bahwa Allah itu sudah Kristen sejak permulaan! Yohanes hendak memberitahukan, bahwa Allah sama dengan Yesus, sekarang dan pada waktu yang akan datang; tetapi manusia tidak pernah dapat mengetahui dan mengalami hal itu sampai Yesus datang.

(2) Selanjutnya Yohanes mengatakan, bahwa firman itu ada bersama Allah. Apa yang dia maksudkan? Yang ia maksudkan adalah bahwa selalu ada hubungan yang paling dekat antara firman dan Allah. Dengan kata-kata lain yang lebih sederhana, antara Yesus dan Allah selalu ada hubungan yang paling intim. Hal itu berarti bahwa tidak ada orang lain, kecuali Yesus, yang dapat memberitahu kita tentang rupa Allah, kehendak Allah, kasih, hati dan pikiran Allah.

Kita ambil contoh dari kehidupan manusia. Jika kita ingin mengetahui pikiran serta perasaan seseorang tentang sesuatu, dan jika kita tidak dapat bertanya langsung kepada orang yang bersangkutan, kita tidak akan meminta bantuan kepada kenalan orang tersebut atau kepada orang lain yang pernah mengenalnya; melainkan kami akan meminta bantuan kepada orang yang kami kenal, mengenal secara akrab dan intim orang tersebut selama bertahun-tahun. Kita tahu bahwa teman intimnya ini akan mampu menguraikan pikiran dan isi hati orang yang kita maksud.

Seperti itulah kira-kira yang akan disampaikan oleh Yohanes tentang Yesus. Ia mengatakan bahwa Yesus selalu ada bersama dengan Allah. Secara manusiawi kita dapat mengatakan, bahwa begitu akrab dan akrabnya hubungan antara Yesus dan Allah sehingga tidak ada rahasia apa-apa lagi antara Allah dan Yesus; dan bahwa karena itu maka Yesus adalah satu-satunya orang di seluruh alam semesta ini yang dapat mengungkapkan rupa dan perasaan Allah kepada kita.

(3) Akhirnya Yohanes mengatakan, bahwa firman itu adalah Allah. Perkataan ini agak sulit kita mengerti. Bantuan itu semakin nyata karena bahasa Yunani, yang dipakai Yohanes, mempunyai cara tersendiri untuk mengutarakan sesuatu. Dalam bahasa Yunani, kata benda selalu didahului oleh kata sandang. Di dalam bahasa Yunani kata untuk Allah adalah theos dengan kata sandang ho. Kalau orang Yunani berbicara tentang Allah, ia tidak hanya mengucapkan theos tetapi selalu ho theos. 

Sebaliknya jika ada kata benda yang muncul tanpa kata sandang, maka kata benda tersebut lebih berarti kata sifat daripada kata benda. Di sini Yohanes tidak mengatakan bahwa firman itu adalah ho theos. Kalau ia katakan demikian, maka secara tegas dapat diterjemahkan firman itu identik dengan Allah. Tetapi Yohanes mengatakan bahwa firman itu adalah theos, tanpa kata sandang ho, sehingga artinya bahwa firman itu mempunyai keberadaan, esensi, kualitas dan karakter seperti Allah. Kalau Yohanes mengatakan bahwa firman itu adalah Allah, ia tidak bermaksud bahwa firman itu identik dengan Allah; yang ia maksud adalah bahwa Yesus begitu sempurna seperti Allah di dalam pikiran, hati dan keberadaan, sehingga di dalam Dia kita dapat melihat rupa Allah secara sempurna.

Jadi tepat pada awal kitab Injilnya, Yohanes membeberkan, bahwa di dalam Yesus, dan hanya di dalam Dia saja, Allah dinyatakan kepada manusia; yaitu Allah yang ada dahulu, sekarang dan selanjutnya, dan yang mempunyai perasaan serta kehendak terhadap manusia.

π…πˆπ‘πŒπ€π πˆπ“π” 𝐀𝐃𝐀𝐋𝐀𝐇 ππ„ππ‚πˆππ“π€ 𝐒𝐄𝐒𝐔𝐀𝐓𝐔

“π‘†π‘’π‘”π‘Žπ‘™π‘Ž π‘ π‘’π‘ π‘’π‘Žπ‘‘π‘’ π‘‘π‘–π‘—π‘Žπ‘‘π‘–π‘˜π‘Žπ‘› π‘œπ‘™π‘’β„Ž π·π‘–π‘Ž, π‘‘π‘Žπ‘› π‘‘π‘Žπ‘›π‘π‘Ž π·π‘–π‘Ž π‘‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘˜ π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘ π‘’π‘Žπ‘‘π‘’ 𝑝𝑣 𝑔 π‘‘π‘’π‘™π‘Žβ„Ž π‘—π‘Žπ‘‘π‘– π‘‘π‘Žπ‘Ÿπ‘– π‘ π‘’π‘”π‘Žπ‘™9 π‘–π‘—π‘Žπ‘‘π‘–π‘˜π‘Žπ‘›.” (π‘Œπ‘œβ„Žπ‘Žπ‘›π‘’π‘  1:3)

Mungkin kita merasa aneh bahwa Yohanes memberikan penekanan yang begitu besar terhadap cara penjadian dunia, dan bahwa ia meng-hubungkan Yesus dengan karya penciptaan. Tetapi ia harus melakukan hal itu berhubungan dengan kecenderungan-kecenderungan tertentu yang ada pada zaman itu.

Pada masa hidup Yohanes ada semacam bidat yang disebut Gnostisisme. Ciri khusus bidat ini adalah pendekatannya yang secara intelektual dan filosofis terhadap Kekristenan. Kepercayaan yang sederhana dari seorang Kristen dirasa tidak cukup oleh para pengikut Gnostik. Dari Kekristenan itu mereka lalu mencoba menyusun suatu sistem filosofis. Mereka menyingkapkan diri dengan persoalan adanya dosa, kejahatan, penderitaan dan kesedihan di dunia ini, lalu membuat suatu teori untuk menjelaskan hal-hal tersebut. Teori mereka sebagai berikut:

Pada awalnya ada dua hal, yaitu Allah dan benda. Benda yang sudah ada itu adalah bahan mentah yang dipakai untuk menjadikan bumi. Benda tersebut telah bercela dan tidak sempurna. Dengan kata-kata lain, dunia ini bertitik pangkal pada sesuatu yang sudah bercela. Dunia ini dijadikan dari bahan yang sudah mengandung benih-benih cacat cela. Sebaliknya Allah adalah roh murni yang tidak akan pernah bisa bersentuhan dengan benda yang sama sekali, apalagi benda yang sudah bercacat. Oleh karena itu Allah tidak mungkin melakukan ciptaan sendiri. Untuk itu Allah memancarkan serangkaian pancaran yang ke luar dari diri-Nya sendiri. 

Setiap pancaran bergerak semakin menjauh dari Allah; dan semakin jauh dari Allah semakin kurang juga pengenalannya tentang Allah. Dan pada suasana tertentu akan ada pancaran yang tidak mengenal Allah lagi. Melewati jarak ini pancaran-pancaran tersebut bukan hanya tidak akan peduli terhadap Allah, tetapi malah bermaksud memusuhi Allah. Akhirnya di dalam deretan pancaran tersebut ada satu pancaran yang menjadi begitu jauh dari Allah sehingga ia benar-benar tidak peduli tentang Allah dan benar-benar memusuhi Allah. 

Pancaran ini kemudian menjadi suatu kekuatan yang menjadikan bumi. Oleh karena ia begitu jauh dari Allah, maka ia dimungkinkan untuk menyentuh benda yang bercela dan jahat itu. Allah pencipta ini sama sekali terpisah dari Allah yang benar, dan secara mutlak bermusuhan dengan-Nya. Para pengikut Gnostik melangkah lebih jauh. Mereka mengatakan bahwa ilah pencipta itu adalah Allah Perjanjian Lama; dan bahwa Allah Perjanjian Lama ini tidak hanya sekali berbeda, tetapi juga sangat tidak peduli, serta sangat bermusuhan dengan Allah, Bapa Yesus Kristus.

Kepercayaan seperti itu tersebar luas pada masa hidup Yohanes. Orang percaya bahwa dunia jahat dan bahwa dunia dijadikan oleh Allah yang jahat. Untuk melawan ajaran seperti itulah maka Yohasnes meletakkan dua dasar kebenaran Kristen. Pikiran yang memisahkan Allah dari dunia di mana kita tinggal itu telah menjadi latar belakang dari kenyataan, di mana berulang kali Perjanjian Baru mengemukakan hubungan antara Yesus dan peristiwa kejadian. 

Di dalam Surat Kolose 1:16, Paulus menulis: “karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu yang ada di sorga dan yang ada di bumi.....segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.” Di dalam surat 1 Korintus, ia menulis tentang Yesus Kristus “yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan.” Penulis Surat Ibrani berbicara tentang seseorang, yaitu sang Putra, yang “Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.” (Ibrani 1:2). Dengan kata-kata seperti itu, Yohanes dan para penulis Perjanjian Baru lainnya menekankan dua hal :

(1) Kekristenan percaya kepada apa yang disebut penciptaan dari ketiadaan. Kita tidak percaya bahwa Allah harus bekerja dengan benda asing dan jahat dalam karya penciptaan-Nya. Kita tidak percaya bahwa dunia ini dimulai dengan cacat cela di dalamnya. Kita tidak percaya bahwa dunia ini dimulai dengan Allah dan sesuatu yang lain. Kepercayaan kita mengatakan, bahwa di balik segala sesuatu ada Allah, dan hanya Allah sendiri saja.

(2) Kekristenan percaya bahwa dunia ini adalah dunia milik Allah. Allah bukannya jauh terpisah dari dunia sehingga tidak ada kena-mengenanya, melainkan Ia sangat dekat dan terlibat dengan dunia. Para pengikut Gnostik mencoba menuduh sang pencipta atas adanya kejahatan di dunia. Sebaliknya Kekristenan percaya bahwa kesalahan yang ada di dunia ini adalah karena dosa manusia. Tetapi meskipun dosa itu telah membuat dunia cacat sehingga tidak bisa lagi seperti yang seharusnya, kita tidak akan pernah dapat menyampaikan dunia karena secara esensial dunia ini adalah milik Allah. Percaya seperti itu memberikan suatu makna yang baru terhadap harga dunia dan tanggung jawab kita kepadanya.

Ada suatu cerita tentang seorang anak kecil. Ia tinggal di daerah perkampungan di suatu kota besar. Pada suatu hari ia dibawa ke desa. Ketika ia melihat tumbuh-tumbuhan yang sedang berbunga, ia bertanya: “Apakah Allah akan marah jika saya memetik beberapa kuntum bunga-Nya?” Dunia ini adalah milik Allah, dan karenanya tidak ada satu hal pun yang lepas dari pengawasan-Nya. Oleh karena itu kita pun harus memakai semua hal di dunia ini dengan kesadaran bahwa hal-hal tersebut adalah milik Allah.

Orang Kristen tidak bisa mengecilkan dunia dengan pemikiran bahwa dunia dijadikan oleh ilah yang ganas dan tak mau peduli. Sebaliknya ia malah menghargai dan memuliakannya dengan selalu mengingat bahwa Allah ada di mana-mana, di belakang dan di dalam dunia. Orang Kristen percaya, bahwa Kristus yang memperbaharui dunia adalah kawan-sekerja Allah pada waktu dunia pertama kali dijadikan. Ia juga percaya, bahwa dalam karya memaafkan-Nya Allah berusaha membawa dunia yang dahulu milik-Nya kembali kepada-Nya.

π…πˆπ‘πŒπ€π π˜π€ππ† πŒπ„ππ‰π€πƒπˆ πŒπ€ππ”π’πˆπ€

Selanjutnya dalam ayat yang ke 14, Yohanes menyatakan bahwa Firman itu telah menjadi manusia. Firman yang absurd telah menjadi materi, yang bisa diraba dan dipegang. Firman yang semula bersama-sama dengan Allah, kini telah menjadi daging (inkarnasi). Menjadi manusia, yang sama seperti manusia pada umumnya.

“, dπ‘Žπ‘› π‘‘π‘–π‘Žπ‘š 𝑑𝑖 π‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘Ÿπ‘Ž π‘˜π‘–π‘‘π‘Ž, π‘‘π‘Žπ‘› π‘˜π‘–π‘‘π‘Ž π‘‘π‘’π‘™π‘Ž⁎ π‘šπ‘’π‘™π‘–β„Žπ‘Žπ‘‘ π‘˜π‘’π‘šπ‘’π‘™π‘–π‘Žπ‘Žπ‘›-π‘π‘¦π‘Ž, π‘¦π‘Žπ‘–π‘‘π‘’ π‘˜π‘’π‘šπ‘’π‘™π‘– π‘Žπ‘Žπ‘› π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘π‘’π‘Ÿπ‘–π‘˜π‘Žπ‘› π‘˜π‘’π‘??? π‘Žπ‘– π΄π‘›π‘Žπ‘˜ π‘‡π‘’π‘›π‘”π‘”π‘Žπ‘™ π΅π‘Žπ‘π‘Ž, π‘π‘’π‘›π‘’β„Ž π‘˜π‘Žπ‘ π‘–β„Ž π‘˜π‘Žπ‘Ÿ π‘’π‘›π‘–π‘Ž π‘‘π‘Žπ‘› π‘˜π‘’π‘π‘’π‘›π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘›.” (π‘Œπ‘œβ„Žπ‘Žπ‘›π‘’π‘  1:14)

Di sini kita dihadapkan dengan kalimat yang isinya sangat penting. Yohanes menulis kitab Injilnya demi isi yang penting dalam kalimat ini. Ia telah berpikir dan berbicara tentang firman Allah, yaitu firman yang penuh kuasa, kreatif dan dinamis, yang menjadi sarana Allah menjadikan langit dan bumi serta segala isinya. Firman itu juga membimbing, mengarahkan dan mengatur alam semesta dan pikiran manusia. Sifat-sifat firman yang seperti itu sudah diketahui dan merupakan hal yang biasa bagi orang-orang Yahudi dan Yunani.

Dengan kalimat yang terdapat dalam ayat 14 di atas, Yohanes mau mengatakan hal yang lain, yang mengejutkan dan yang paling sulit masuk akal orang-orang Yahudi dan Yunani. Ia secara sederhana mengatakan: “Firman yang menciptakan dunia ini, dan akal atau pikiran ilahi yang mengendalikan keteraturan dunia ini, telah menjadi seorang pribadi yang dapat kita lihat dan lihat dengan mata telanjang.”

Kata Yunani yang dipakai untuk “melihat” firman ini adalah “theasthai”. Di dalam Perjanjian Baru kata ini dipakai lebih dari dua puluh kali, dan selalu dipakai dalam arti ”melihat dengan mata kepala.” Melihat yang dimaksud bukanlah melihat secara rohani dengan mata iman atau mata hati. Yohanes dengan tegas menyatakan, bahwa firman itu sungguh-sungguh telah datang ke bumi dalam wujud manusia dan dapat dipandang serta dilihat dengan mata manusia biasa. Ia katakan: “Jika kamu ingin melihat rupa dari firman atau akal ilahi yang mengatur dunia ini, lihatlah Yesus yang dari Nazaret itu!”
Ada perbedaan antara Yohanes dengan pikiran-pikiran yang telah ada sebelumnya, Itulah juga hal yang sama sekali baru yang dibawa olehnya ke dalam dunia Yunani, Dan untuk maksud itulah ia menulis kitab Injilnya. 

Seorang ahli agama Kristen bernama Agustinus mengatakan, bahwa sebelum ia masuk Kristen ia telah membaca dan mempelajari tulisan para ahli filsafat non-Kristen dan tulisan-tulisan lain, tetapi ia tidak pernah menemukan tulisan yang memberitahukan bahwa firman itu telah menjadi daging.
Hal firman menjadi daging merupakan sesuatu yang tidak mungkin dalam pikiran Yunani. Orang Yunani sama sekali tidak pernah berpikir bahwa Allah kita bisa hadir dalam wujud badani. Bagi orang Yunani, tubuh atau badan itu jahat, rumah penjara tempat jiwa dibelenggu, dan suatu tempat kuburan yang membatasi ruang gerak roh. Plutarchus, yaitu seorang Yunani yang terpelajar, bahkan tidak percaya bahwa Allah mau secara langsung mengendalikan kejadian-kejadian yang ada di dunia ini. 

Kalau Allah harus melakukan hal itu, tentu Ia harus melakukannya dengan bantuan para wakil dan pengantara. Mengapa? Sebab bagi Plutarchus, melibatkan Allah dalam kejadian dan peristiwa di dunia merupakan hujatan yang sangat besar. Philo, seorang ahli filsafat lainnya, malah sama sekali tidak pernah berbicara tentang keterlibatan Allah ke dalam dunia. Ia berkata: “Jiwa Allah tidak pernah turun kepada kita manusia; apalagi turunnya itu mengambil wujud badani.” 

Marcus Aurelius, seorang kaisar Roma yang besar dan pengikut ajaran Stoa, menganggap badan atau tubuh sangat rendah dibandingkan dengan roh. “Oleh karena itu, hinakanlah tubuh daging, tulang dan jaringan yang ada di dalamnya, jaringan saraf yang ruwet, pembuluh-pembuluh darah dan nadi,”
“Susunan seluruh tubuh adalah suatu kekacauan.”

Berita yang disampaikan oleh Yohanes merupakan berita yang sangat menggemparkan, bahkan menghancurkan pandangan-pandangan yang disebutkan di atas. Yohanes memberitakan, bahwa Allah dapat dan mau menjadi seorang manusia pribadi, bahwa Allah dapat masuk ke dalam kehidupan kita, bahwa yang kekal itu dapat muncul di waktu yang tepat, dan bahwa dengan cara-caranya, manusia biasa sungguh-sungguh dapat melihat-Nya.

Pemahaman tentang Allah yang ada dalam wujud manusia merupakan pengertian yang baru dan sangat mengejutkan, sehingga tidak ada keraguan jika ada banyak orang, termasuk warga gereja sendiri, yang tidak dapat mempercayainya.

Apa yang dikatakan oleh Yohanes adalah bahwa firman itu telah menjadi sarx. Kata Yunani “sarx” adalah kata yang selalu dipakai oleh Paulus untuk menyebut “daging”, hakekat manusia dengan segala kelemahan serta kemungkinannya untuk jatuh ke dalam dosa. Yang mengejutkan banyak orang adalah justru pikiran yang ada di belakang pemakaian dan pengenaan kata “daging” tersebut bagi Allah. Mereka yang terkejut dan menolak pikiran itu, khususnya para warga gereja waktu itu, ternyata cukup banyak. Mereka lalu membentuk satu kelompok yang disebut kelompok Decotis.

Nama “decotis” berasal dari kata bahasa Yunani “dokein” yang artinya “menyerupai”. Orang-orang docetis itu beranggapan bahwa pada kenyataannya Yesus hanyalah hantu, tubuh manusia-Nya bukan tubuh yang nyata, dan Ia tidak bisa merasa lapar, lelah, susah dan duka. Bagi mereka Yesus adalah roh yang tak berbadan, tapi tampak dalam bentuk manusia. Yohanes tidak bisa mengelakkan pertentangan antara dirinya dengan para docetis itu. 

Hal itu secara lebih terang tampak di dalam Suratnya yang Pertama. “Demikianlah kita mengenal Roh Allah; setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, dan setiap roh yang tidak mengaku Yesus tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh anti Kristus.” (1 Yohanes 4:2-3). Kalau kita lihat lebih jauh, maka jelaslah bahwa docetisme itu muncul dari penilaian yang salah dan tidak senang dengan kata-kata yang menyebut Yesus sebagai yang benar-benar, sungguh-sungguh dan nyata-nyata manusia. Bagi Yohanes pandangan para docetis ini bertentangan dengan seluruh Injil Kristen.

Kalau kita renungkan, maka kita pun mungkin sering hanya mau menerima kenyataan bahwa Yesus adalah sepenuhnya Allah, dan cenderung melupakan kenyataan yang lain yaitu bahwa Yesus juga sepenuhnya manusia. Kalimat “Firman itu telah menjadi daging” merupakan proklamasi yang agung tentang kemanusiaan Yesus yang sepenuhnya. Proklamasi seperti itu mungkin hanya kita temukan di dalam tulisan Yohanes.

Di dalam Yesus kita melihat bahwa firman Allah yang berkuasa mencipta itu mengambil wujud manusia bagi dirinya sendiri. Di dalam Yesus kita melihat akal Allah, yang berkuasa mengendalikan segala sesuatu, mengambil wujud manusia untuk dirinya sendiri. Di dalam Yesus kita melihat Allah yang hidup secara manusiawi. Di dalam Yesus kita melihat kehidupan manusia yang benar. Dan kehidupan yang seperti itulah yang Allah kehendaki dari kita semua.

“, dπ‘Žπ‘› π‘‘π‘–π‘Žπ‘š 𝑑𝑖 π‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘Ÿπ‘Ž π‘˜π‘–π‘‘π‘Ž, π‘‘π‘Žπ‘› π‘˜π‘–π‘‘π‘Ž π‘‘π‘’π‘™π‘Ž⁎ π‘šπ‘’π‘™π‘–β„Žπ‘Žπ‘‘ π‘˜π‘’π‘šπ‘’π‘™π‘–π‘Žπ‘Žπ‘›-π‘π‘¦π‘Ž, π‘¦π‘Žπ‘–π‘‘π‘’ π‘˜π‘’π‘šπ‘’π‘™π‘– π‘Žπ‘Žπ‘› π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘π‘’π‘Ÿπ‘–π‘˜π‘Žπ‘› π‘˜π‘’π‘??? π‘Žπ‘– π΄π‘›π‘Žπ‘˜ π‘‡π‘’π‘›π‘”π‘”π‘Žπ‘™ π΅π‘Žπ‘π‘Ž, π‘π‘’π‘›π‘’β„Ž π‘˜π‘Žπ‘ π‘–β„Ž π‘˜π‘Žπ‘Ÿ π‘’π‘›π‘–π‘Ž π‘‘π‘Žπ‘› π‘˜π‘’π‘π‘’π‘›π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘›.” (π‘Œπ‘œβ„Žπ‘Žπ‘›π‘’π‘  1:14)

Ayat di atas mungkin merupakan satu-satunya ayat yang terbesar di dalam Perjanjian Baru, dan karena itu kita perlu mempelajarinya lebih jauh agar kita bisa lebih mengenal kekayaan isinya.

Kita telah melihat bahwa Yohanes beberapa memakai kata yang penting dalam tulisannya. Kata-kata tersebut muncul terus-menerus dan menguasai pikiran, dan menjadi pokok atau tema berita yang diuraikannya. Ada tiga kata penting lagi yang juga dipakai oleh Yohanes.

(1) Kata yang pertama adalah anugerah.

Kata “anugerah” ini mengandung dua pikiran pokok:

(a) Pikiran pokok yang pertama adalah adanya sesuatu yang diterima seseorang, meskipun orang tersebut sebenarnya tidak pantas dan tidak berhak menerimanya.

Kata “anugerah” mengandung arti adanya sesuatu yang kita terima meskipun sebenarnya kita tidak akan pernah dapat memperolehnya melalui usaha dan bagi diri kita sendiri. Kenyataan bahwa Allah telah datang ke dunia untuk hidup dan mati bagi manusia bukan suatu hal yang terjadi karena usaha atau hak manusia. Kenyataan itu terjadi semata-mata karena kasih yang sejati dari Allah saja. Kata “anugerah” menekankan dua hal sekaligus, yaitu kenistaan ​​manusia dan kebaikan Allah yang tanpa batas.

(b) Pikiran pokok yang kedua adalah keindahan.

Dalam bahasa Yunani modern kata “anugerah” berarti “indah, menarik hati”. Di dalam Yesus kita melihat bahwa Allah itu benar-benar menarik hati. Dahulu orang selalu berpikir tentang Allah dalam hubungan-Nya dengan soal kekuasaan, kebesaran atau keagungan, kekuatan dan hukuman. Mereka terpancang pada pemikiran tentang kekuasaan Allah yang akan menghancurkan semua lawan dan mengalahkan semua pemberontakan. Tetapi di dalam Yesus kita semua diperhadapkan dengan kasih Allah yang lembut.

(2) Kata yang kedua adalah kebenaran.

Kata ini merupakan salah satu kata yang paling banyak dipakai di dalam Injil Yohanes. Kita akhirnya menemuinya di situ. Secara singkat saja kita akan mempelajari dan mencatat apa yang dikatakan oleh Yohanes tentang Yesus dan kebenaran.

(a) Yesus adalah tempat terjadinya kebenaran. Ia berkata: “Akulah kebenaran.” (Yohanes 14:6). Untuk melihat kebenaran kita harus melihat Yesus. Bagi setiap orang biasa hal ini merupakan sesuatu yang indah dan kekal. Memang ada orang yang mampu memahami hal-hal yang abstrak, tetapi kebanyakan orang lebih mudah berpikir dengan gambaran yang nyata. Kita bisa berbicara panjang lebar tentang keindahan secara abstrak, yang pada akhirnya akan membawa kita ke definisi yang mendekati arti keindahan. Tetapi jika kita dapat secara nyata menunjukkan benda yang indah, maka semuanya menjadi lebih jelas.

Sejak manusia mulai berpikir tentang Allah, manusia telah mencoba membuat definisi tentang siapa dan apa Allah itu. Tetapi akal dan pikiran mereka yang kerdil tidak pernah sampai pada definisi yang diinginkannya. Sekarang kita bisa menghentikan semua usaha tersebut lalu melihat kepada Yesus Kristus dan berkata: “Yesus itulah Allah”. Yesus datang kepada manusia untuk menampilkan Allah itu kepada manusia, sehingga orang-orang yang biasa maupun para ahli pikir sama-sama dapat mengenal Allah seakrab mungkin.

(b) Yesus adalah pewarta atau penyampai (komunikator) kebenaran. Ia memberitahu para murid-Nya, bahwa jika mereka tetap bersama-Nya mereka akan mengetahui kebenaran (Yohanes 8:31). Ia memberitahu Pilatus bahwa tujuan kedatangannya-Nya ke dunia ini adalah menyaksikan kebenaran (Yohanes 18:37).

Orang tentu akan mengerumuni guru atau pengkhotbah yang benar-benar bisa memberi mereka bimbingan yang kuat dan teguh dalam urusan hidup dan pikiran yang kacau. Yesus adalah tokoh yang demikian. Dialah yang menyingkapkan tabir bayang-bayang dan menjadikan semuanya terang. Dialah yang menunjukkan jalan yang benar bagi kita di tengah-tengah kesimpang-siuran hidup. Dialah yang memampukan kita menentukan pilihan yang benar di tengah-tengah kebingungan untuk mengambil keputusan. Dialah yang memberitahu kita tentang apa yang harus dipercaya di tengah-tengah suara-suara yang melayang.

(c) Bahkan ketika Yesus meninggalkan dunia ini secara badaniah, Roh-Nya masih tetap bersama kita untuk membimbing kita ke dalam kebenaran. Roh Yesus adalah Roh Kebenaran (Yohanes 14:16; 15:26; 16:13). Dia tidak hanya meninggalkan sebuah buku petunjuk dan sejumlah ajaran. Untuk mengetahui apa yang harus kita lakukan, kita tidak perlu harus meneliti buku-buku pegangan yang sering sulit Dipahami. Sekarang pun, kalau kita ingin tahu apa yang harus kita lakukan bisa bertanya kepada Yesus, karena Roh-Nya benar-benar ada bersama kita. Roh-Nya akan selalu berdiam di dalam diri setiap orang yang sungguh-sungguh percaya kepada-Nya.

(d) Kebenaran itu memerdekakan kita (Yohanes 8:32). Di dalam kebenaran itu ada kekuatan yang memerdekakan. Anak kecil sering memperoleh gambaran yang salah dan takut tentang sesuatu, dan karenanya ia bisa merasa sangat ketakutan. Tetapi kalau dia diberitahu tentang hal yang benar, dia terbebas dari ketakutannya. Seseorang yang sakit mungkin merasa takut, lalu ia berobat ke dokter. Meskipun penyakitnya mungkin cukup mengganggu, tetapi dengan nasihat dokter ia setidak-tidaknya terbebas dari ketakutan yang tak menentu yang selama ini menghantui pikiran.

Kebenaran yang dibawa Yesus membebaskan kita dari ketakutan untuk berhubungan dengan Allah. Kalau tadi kita merasa takut, merasa tidak pantas dan bersalah kepada Allah, maka kebenaran Yesus membekali kita dari semua perasaan itu. Kebenaran itu membebaskan kita dari frustasi, kelemahan dan kekalahan. Yesus Kristus adalah pembebas yang agung di dunia ini.

(e) Kebenaran itu bisa menimbulkan rasa sakit hati. Banyak orang yang berusaha membunuh Yesus karena Yesus menceritakan kebenaran kepada mereka (Yohanes 8:40). Kebenaran itu bisa mengutuk dan memberkan kesaalahan-kesalahan seseorang. Orang-orang yang sinis mengatakan: “Kebenaran dapat menjadi seperti sinar terang yang muncul ke mata yang sakit.” Mereka juga mengatakan, bahwa guru yang tidak pernah mengganggu bukanlah guru yang baik. Orang bisa saja menutup mata dan mendengarkan kebenaran; mereka saja bisa membunuh orang yang memberitakan kebenaran. Tetapi kebenaran akan tetap kokoh berdiri. Dengan menolak mendengarkan suara yang memberitakan kebenaran tak seorang pun dapat menghancurkan kebenaran itu. Pada akhirnya kebenaran itu akan sampai juga padanya.

(f) Kebenaran itu juga tidak dapat dipercaya (Yohanes 8:45). Ada dua alasan utama untuk tidak mempercayai kebenaran. Alasan pertama untuk tidak percaya adalah, bahwa untuk berbohong agaknya merupakan hal yang terlalu baik. Alasan kedua adalah bahwa tidak sedikit orang yang sudah terpukau oleh kebenaran setengah-setengah seperti rupa sehingga mereka tidak mau berubah. Di dalam banyak hal kebenaran yang setengah-setengah itu merupakan musuh yang paling jahat dari kebenaran yang utuh.

(g) Kebenaran bukanlah sesuatu yang abstrak. Kebenaran adalah sesuatu yang harus diberlakukan (Yohanes 3:211). Kebenaran adalah sesuatu yang harus diketahui dengan akal dan pikiran, diterima di dalam hati, dan diterapkan dalam kehidupan nyata.

(3) Kata yang ketiga, adalah kemuliaan.

“Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” (Yohanes 1:14)

Kajian, pemikiran dan perenungan yang dilakukan seumur hidup pun tidak akan dapat mengungkap seluruh kebenaran yang ada di dalam ayat ini. Di atas kita telah mempelajari dua kata pokok yang juga merupakan tema dari ayat ini, yakni anugerah dan kebenaran. Sekarang kita mempelajari yang ketiga, yakni kemuliaan. Berkali-kali Yohanes memakai kata ini dalam rumahnya dengan Yesus Kristus. Terlebih dahulu kita akan mempelajari apa yang Yohanes katakan tentang kemuliaan Kristus. Setelah itu kita akan mencoba memahami keseluruhan sedikit apa yang Yohanes maksudkan.

(a) Hidup Yesus Kristus adalah manifestasi atau pernyataan kemuliaan. Ketika Yesus membuat mujizat merobah air menjadi anggur di kota Kana di Galilea, Yohanes mengatakan bahwa Yesus menyatakan kemuliaan-Nya (Yohanes 2:11). Melihat Yesus dan mengalami kuasa serta kasih-Nya sama derngan memasuki suatu kemuliaan yang baru.

(b) Kemuliaan yang Ia wujudkan adalah kemuliaan Allah. Kemuliaan itu tidak Yesus terima dari manusia (Yohanes 5:41). Ia tidak mengejar kemuliaan-Nya sendiri, melainkan kemuliaan Dia yang mengutus-Nya (Yohanes 7:18). Sang Bapa sendirilah yang memuliakan Yesus (Yohanes 8:50, 54). Dalam kebangkitan Lazarus, Marta tidak akan melihat kemuliaan lain kecuali kemuliaan Bapa (Yohanes 11:4). Pembangkitan Lazarus dari kematian adalah untuk kemuliaan Bapa, dan dengan demikian sang Anak pun akan dimuliakan (Yohanes 11:4). Kemuliaan yang ada pada Yesus, yang melekat pada-Nya, yang terpancar pada diri-Nya, dan yang berlaku pada-Nya, adalah kemuliaan Allah.

(c) Namun demikian, kemuliaan itu adalah juga kemuliaan-Nya sendiri. Menjelang akhir hidup-Nya Yesus berdoa, kiranya Allah memuliakan Dia dengan kemuliaan yang telah Ia miliki sejak sebelum dunia ada (Yohanes 17:3). Yesus tidak memancarkan sinar kemuliaan pinjaman; kemuliaan itu adalah miliknya sendiri secara sah.

(d) Kemuliaan milik-Nya sendiri itu dipancarkan kepada para murid-Nya. Kemuliaan yang diberikan Yesus kepada mereka adalah kemuliaan yang diberikan Bapa kepada Yesus (Yohanes 17:22). Jadi Yesus seolah-olah berbagi kemuliaan dengan Allah, dan para murid berbagi kemuliaan dengan Yesus. Kedatangan Yesus juga kedatangan kemuliaan Allah di antara manusia.

Apa yang Yohanes maksudkan dengan semuanya itu? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus melihat ke dalam Perjanjian Lama. Bagi orang Yahudi, tentang “Sekhinah” sangat penting. “Sekhinah” adalah sebuah kata dari bahasa Ibrani, yang berarti “yang bertempat tinggal.” Kata ini di dalam Perjanjian Lama dipakai untuk kehadiran Allah yang nyata di antara manusia.

Dalam perjalanan di padang gurun Sinai, dan sebelum bangsa Israel diberi makanan manna, mereka “memalingkan mukanya ke arah padang gurun, maka tampaklah kemuliaan Tuhan dalam awan.” (Keluaran 16:10). Sebelum Sepuluh Perintah Allah diberikan, “kemuliaan Tuhan diam di atas gunung Sinai.” (Keluaran 24:16). Ketika Kemah Pertemuan telah berdiri dan diperlengkapi, “kemuliaan Tuhan memenuhi Kemah Suci.” (Keluaran 40:34). 

Ketika Bait Allah yang Didirikan oleh Salomo diresmikan dan dipersembahkan kepada Tuhan, para imam tidak dapat masuk untuk menyelenggarakan kebaktian “sebab kemuliaan Tuhan memenuhi rumah Tuhan.” (1 Raja-raja 8:11). Ketika Yesaya memperoleh penglihatan di dalam Bait Allah ia mendengar paduan suara malaikat yang bernyanyi bahwa “seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya.” (Yesaya 6:3). Yehezkiel yang sedang dikuasai Roh Tuhan melihat “gambar kemuliaan Tuhan.” (Yehezkiel 1:28).


Di dalam Perjanjian Lama Kemuliaan Tuhan datang pada saat-saat kehadiran Allah. Dengan begitu dapat kita katakan secara sederhana, bahwa kemuliaan Tuhan berarti kehadiran Allah.

Dalam usahanya menyampaikan kemuliaan Yesus, Yohanes memakai gambaran yang mudah. Seorang ayah bisa memberikan wibawa dan kehormatannya kepada anak laki-lakinya yang tertua. Seorang pewaris kerajaan atau putra mahkota tentu sudah dibekali dengan kemuliaan ayahnya. Yesus pun demikian. Di dalam Yesus yang datang ke dunia ini, orang melihat kemuliaan dan keagungan Allah yang berpusat pada kasih. Di dalam Yesus yang datang ke dunia ini, orang melihat keajaiban Allah, dan keajaiban-Nya itu adalah kasih.

Manusia melihat bahwa kemuliaan dan kasih Allah itu satu dan sama. Kemuliaan Allah tidaklah sama dengan kemuliaan seorang penguasa yang lalim. Kemuliaan Allah adalah kemuliaan kasih. Kemuliaan-Nya tidak menjadikan kita merasa takut dan hina, malah sebaliknya menjadikan kita tak henti-hentinya untuk kagum, mencintai dan memuji Allah di dalam Yesus Kristus, Tuhan dan menyelamatkan umat manusia.
Next Post Previous Post