Pengkhotbah 3:1-10 - Berubah-ubahnya Perkara Manusia
Matthew Henry ( 1662 – 1714).
BAHASAN : Pengkhotbah 3:1-10 - Berubah-ubahnya Perkara Manusia
Tujuan ayat-ayat ini untuk menunjukkan,
1. Bahwa kita hidup di dunia yang berubah-ubah, bahwa beberapa peristiwa dan keadaan hidup manusia sangat berbeda satu sama lain, tetapi semua terjadi tanpa pandang bulu. Kita terus melewati dan melewatinya lagi, seperti perputaran hari dan tahun.
Dalam perputaran roda kehidupan (Yakobus 3:6) terkadang suatu jari-jari berada di tempat teratas dan tidak lama kemudian sebaliknya, selalu ada naik dan turun, tinggi dan rendah. Dari satu ujung ke ujung yang lain, dunia seperti yang kita kenal sekarang selalu berubah, dan akan terus berubah.
2. Bahwa setiap perubahan yang terjadi dalam hidup kita, menurut waktu dan saatnya, sudah tetap, tidak dapat diubah, dan telah ditentukan oleh suatu kuasa tertinggi. Kita harus menerima segala sesuatu ketika datang, karena kita tidak memiliki kuasa untuk mengubah apa yang telah ditetapkan bagi kita.
Inilah alasan, ketika dalam kelimpahan, kita selayaknya merasa nyaman, tetapi bukan merasa aman-aman. Tidak merasa aman-aman karena kita hidup di dunia yang berubah, dan karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk berkata, besok akan sama seperti hari ini (lembah terdalam kita menjadi satu dengan gunung tertinggi kita).
Namun, kita harus tetap merasa nyaman, seperti nasihat Salomo (2:24), bersenang-senang dalam jerih payah kita, dalam ketergantungan yang penuh pada Allah dan penyediaan-Nya, tidak terbuai oleh harapan, ataupun terpuruk karena ketakutan, tetapi dengan hati yang siap menghadapi segala peristiwa.
Di sini kita melihat,
Di sini kita melihat,
[I]. Salomo mengemukakan dasar pengajarannya: Untuk segala sesuatu ada masanya ( Pengkhotbah 3:1).
1. Perkara-perkara yang tampaknya paling bertolak belakang satu sama lain, dalam perputaran peristiwa, akan mengambil gilirannya dan terjadi. Siang akan menjadi malam dan malam akan berubah lagi menjadi siang. Apakah sekarang musim panas? Musim dingin akan datang. Apakah sekarang musim dingin? Tunggu saja, sebentar lagi musim panas akan datang.
Untuk setiap perkara, ada masanya. Langit yang paling cerah pun akan berawan, ‘Post gaudia luctus’ – Sukacita menggantikan kepedihan, dan langit yang paling mendung akan menjadi cerah, ‘Post nubila Phoebus’ – Matahari akan menerobos dari balik awan.
2. Hal-hal yang menurut kita paling tidak terduga dan kebetulan, dalam pertimbangan dan rencana Allah telah ditetapkan sampai waktu persis terjadinya, serta tidak dapat dipercepat atau ditunda sejenak pun.
[II]. Bukti dan penjelasan ajaran ini, dengan mengemukakan beberapa perkara khusus, ada dua puluh delapan jumlahnya, disesuaikan dengan hari-hari perputaran bulan, yang selalu membesar dan mengecil, antara bulan purnama dan perubahannya. Beberapa perubahan ini sepenuhnya tindakan Allah, beberapa yang lain lebih tergantung pada kehendak manusia, tetapi semua ditetapkan oleh pertimbangan ilahi.
Oleh karena itu, segala sesuatu di bawah langit dapat berubah, tetapi di sorga ada keadaan yang tidak dapat berubah, dan ada keputusan tak-terubahkan mengenai perkara-perkara ini.
1). Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal. Perkara-Perkara ini ditentukan oleh pertimbangan ilahi. Jika kita lahir, maka kita pasti meninggal, dan terjadinya pada waktu yang ditentukan (Kisah Para Rasul 17:26).
Beberapa penafsir mengamati bahwa ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, tetapi tidak ada waktu untuk hidup. Hidup begitu singkat sehingga tidak perlu disebutkan. Baru saja kita lahir, kita langsung mulai mengalami kematian. Namun, seperti ada waktu untuk lahir dan ada waktu untuk meninggal, maka akan ada waktu untuk bangkit lagi, waktu yang telah ditetapkan untuk mereka yang terbaring di dunia orang mati untuk diingat (Ayub 14:13).
2. Ada waktu bagi Allah untuk menanam suatu bangsa, seperti Allah menanam Israel di Kanaan, dan, untuk melakukannya, ada waktu untuk mencabut ketujuh bangsa yang ditanam di sana, untuk memberi tempat bagi Israel. Akhirnya, ada waktunya juga Allah berbicara mengenai Israel, untuk mencabut dan membinasakannya, saat takaran kesalahan mereka sudah penuh (Yeremia 18:7, 9). Ada waktu bagi manusia untuk menanam, waktu yang menurut musimnya, waktu dalam hidup mereka. Namun, ketika yang ditanam sudah tidak berbuah dan tidak berguna, itulah waktu untuk mencabutnya.
3. Ada waktu untuk membunuh, yaitu ketika penghakiman Allah ditimpakan atas suatu negeri dan membuat semuanya tandus. Namun, ketika Dia kembali dalam jalan kasih setia-Nya, maka itulah waktu untuk menyembuhkan yang diterkam-Nya (Hosea 6:1-2), yaitu menghibur suatu bangsa setelah Dia menindas mereka (Mazmur 90:15). Ada waktu ketika, berdasarkan hikmat, pemerintah menggunakan cara yang keras, tetapi, ada waktu ketika, juga berdasarkan hikmat, pemerintah menggunakan cara yang lebih lembut, untuk menyembuhkan, bukan merusak.
4. Ada waktu untuk merombak suatu keluarga, suatu penghidupan, kerajaan, yang memang telah siap untuk dihancurkan. Akan tetapi, Allah akan mendapatkan waktu, jika mereka berbalik dan bertobat, untuk membangun kembali yang telah dihancurkan. Ada waktu, waktu yang ditetapkan, bagi Tuhan untuk membangun Sion (Mazmur 102:14, 17).
Ada waktu bagi manusia untuk berpisah dengan keluarga, untuk menghentikan perdagangan, dengan kata lain untuk merombak, waktu yang harus dimaklumi dan dihadapi dengan persiapan oleh mereka yang sedang membangun.
5. Ada waktu ketika penetapan Allah memanggil kita untuk menangis dan meratap, ketika hikmat dan kasih manusia mau turut pada penetapan itu, mau menangis dan meratap. Contohnya, saat semua orang mengalami kemalangan dan mara bahaya, di saat itu sangat aneh jika kita tertawa, dan menari, dan bersukacita (Yesaya 22:12-13; Yehezkiel 21:10).
Akan tetapi, di lain pihak, ada waktu ketika Allah memanggil kita untuk bersukacita, waktu untuk tertawa dan menari, dan saat itulah Dia ingin agar kita menjadi hamba-Nya dengan sukacita dan gembira hati. Perhatikanlah, waktu untuk menangis dan meratap diletakkan pertama, sebelum waktu untuk tertawa dan menari, karena kita harus menabur dengan mencucurkan air mata dahulu sebelum menuai dengan bersorak-sorai.
6. Ada waktu untuk membuang batu, dengan meruntuhkan dan menghancurkan benteng-benteng, yaitu ketika Allah memberikan damai di perbatasan, dan benteng-benteng itu tidak diperlukan lagi. Akan tetapi, ada waktu untuk mengumpulkan batu untuk membangun kubu-kubu pertahanan ( Pengkhotbah 3:5).
Ada waktu untuk menara-menara tua runtuh, seperti menara yang ada di Siloam (Lukas 13:4), dan untuk Bait Suci sendiri dihancurkan sampai berkeping-keping sehingga tidak satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain. Tetapi ada juga waktu untuk menara dan piala ditegakkan, yaitu ketika bangsa berjaya.
7. Ada waktu untuk memeluk sahabat saat kita mendapatinya setia, tetapi ada waktu untuk menahan diri dari memeluk saat kita mendapatinya tidak adil atau tidak setia, dan ada alasan bagi kita untuk mencurigainya. Di waktu seperti ini, bijaklah bagi kita untuk menarik diri dan menjaga jarak. Ayat ini biasanya diterapkan untuk pelukan dalam pernikahan, seperti yang dijelaskan dalam 1 Korintus 7:3-5; Yoel 2:16.
8. Ada waktu untuk mengejar (KJV) mengejar uang, mengejar kedudukan, mengejar kesempatan bagus dan keuntungan besar. Saat kesempatan terbuka, itulah waktu ketika orang bijak akan mencari (demikianlah makna kata ini). Saat ia mulai menjelajahi dunia, memiliki keluarga yang semakin besar, saat ia sedang jaya-jayanya, saat ia berhasil dan memiliki usaha yang berkembang, itulah waktu baginya untuk berjuang dan memanfaatkan kesempatan selagi masih ada.
Ada waktu untuk mengejar hikmat, pengetahuan, dan kasih karunia, yaitu ketika manusia mendapat kesempatan di tangannya. Namun, biarlah ia menyadari akan datang waktunya untuk menghabiskan, saat semua yang ia miliki terlalu sedikit untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan ada waktu untuk membiarkan rugi, yaitu saat hal-hal yang diperoleh dengan cepat akan cepat hilang lenyap dan tidak dapat digenggam erat.
9. Ada waktu untuk menyimpan, ketika yang kita miliki bermanfaat, dan kita dapat menyimpannya tanpa menimbulkan pertentangan dalam hati nurani. Namun, mungkin akan datang waktu untuk membuang, ketika kasih kita kepada Allah mengharuskan kita membuang semua yang kita miliki, karena kita akan menyangkal Kristus dan melanggar hati nurani kita jika kita menyimpannya (Matius 10:37-38).
Lebih baik kita menghancurkan semua daripada menghancurkan iman. Bahkan, ketika kasih kita kepada diri sendiri menuntut kita untuk membuangnya, jika hal itu diperlukan untuk menyelamatkan hidup kita, seperti yang terjadi ketika para pelaut yang bersama dengan Yunus membuang muatan kapal ke dalam laut.
10. Ada waktu untuk merobek pakaian, seperti ketika berada dalam dukacita besar, dan ada waktu untuk menjahitnya kembali, sebagai tanda bahwa kesedihan itu sudah berlalu. Ada waktu untuk membatalkan yang kita lakukan, dan ada waktu untuk melakukan kembali yang telah kita batalkan. Jerome (Bapa Gereja – pen.) menerapkan hal ini pada peristiwa dirobeknya jemaat Yahudi dan dijahit serta dibangun kembali jemaat Injil di atasnya.
11. Ada waktu ketika sudah sepatutnya, dan memang bijaksana serta diwajibkan, bagi kita untuk berdiam diri, yaitu ketika waktu itu adalah waktu yang jahat (Amsal 5:13), ketika perkataan kita sama saja dengan melemparkan mutiara kepada babi, atau ketika kita kemungkinan akan salah bicara (Mazmur 39:3).
Akan tetapi, ada juga waktu untuk berbicara, untuk memuliakan Allah dan untuk meneguhkan orang lain, ketika berdiam diri sama saja dengan mengkhianati kebenaran, dan ketika dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. Sungguh suatu hikmat yang besar bagi orang Kristen untuk mengetahui kapan harus berbicara dan kapan harus menahan diri.
12. Ada waktu untuk mengasihi, dan menunjukkan bahwa kita bersahabat, untuk terbuka dan gembira, dan ini merupakan waktu yang menyenangkan. Akan tetapi, mungkin akan datang waktu untuk membenci, ketika kita melihat alasan untuk memutuskan segala kedekatan dengan beberapa orang yang tadinya sangat kita sukai, dan menjadi orang yang memisahkan diri, seperti ketika kecurigaan kita terbukti. Pada saat seperti cinta itu sangat sulit untuk diakui.
13. Ada waktu untuk perang, ketika Allah menghunus pedang untuk penghakiman dan memberinya tugas untuk menghabisi, ketika manusia menghunus pedang untuk keadilan dan mempertahankan hak-haknya, ketika bangsa-bangsa memiliki alasan untuk berperang.
Akan tetapi, kita boleh menantikan datangnya waktu untuk damai, yaitu ketika pedang Allah disarungkan dan Dia menghentikan peperangan (Mazmur 46:10), ketika perang berakhir dan di segala penjuru ada damai. Perang tidak akan berlangsung terus, demikian pula tidak akan terjadi yang disebut damai selamanya yang abadi di sisi dunia sebelah sini.
Demikianlah, dalam semua perubahan ini, Allah telah menempatkan yang satu berhadap-hadapan dengan yang lain, agar kita dapat bergembira seolah-olah tidak bergembira, dan menangis seolah-olah tidak menangis.
[III]. Kesimpulan yang ditarik dari pengamatan ini. Jika keadaan kita sekarang begitu mudah berubah-ubah,
1. Maka kita tidak boleh mengharapkan bagian kita dari keadaan kita itu, sebab hal-hal yang baik di dalamnya tidak menentu, dan tidak untuk selamanya ada ( Pengkhotbah 3:9): Apakah untung pekerja dari yang di kerjakannya? Apa yang dapat dijanjikan orang bagi dirinya dari menanam dan membangun, jika yang disangkanya dibangun dengan sempurna bisa saja segera, bahkan pasti akan, dicabut dan dirombak. Semua jerih lelah dan kekhawatiran kita tidak akan mengubah sifat keadaan yang berubah-ubah itu, dan juga tidak dapat mengubah keputusan ilahi tentang keadaan itu.
2. Maka kita harus melihat diri kita seperti sedang dalam masa percobaan menghadapi perkara-perkara itu. Sungguhlah tidak ada keuntungan dalam jerih payah kita. Suatu benda, ketika kita memilikinya, hanya memberi sedikit manfaat bagi kita.
Namun, jika kita menggunakan dengan benar hal-hal yang disediakan Sang Penyelenggara, maka akan ada keuntungan di dalamnya ( Pengkhotbah 3:10): Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia, bukan untuk membuatnya bahagia, tetapi untuk melelahkan dirinya, agar berbagai karunia yang didapatnya dilatih oleh berbagai-bagai peristiwa, agar ketergantungan mereka kepada Allah diuji dalam berbagai perubahan, agar mereka menjadi terlatih karenanya, dan diajar apa itu kekurangan dan apa itu kelimpahan (Filipi 4:12).
Perhatikanlah,
(a). Ada jerih lelah dan kesusahan yang besar di antara anak manusia. Jerih payah dan kesedihan memenuhi dunia ini.
(b). Jerih lelah dan kesusahan ini adalah bagian yang diberikan Allah bagi kita. Dia tidak pernah menetapkan dunia ini menjadi tempat istirahat kita, dan karena itu tidak pernah menyuruh kita untuk bersantai-santai di dalamnya.
(c). Bagi banyak orang, jerih lelah itu terbukti hadiah. Allah memberikannya kepada manusia, seperti dokter memberikan obat kepada pasiennya, untuk kebaikannya. Susah payah ini diberikan kepada kita agar kita jemu dengan dunia ini dan merindukan istirahat sesudahnya. Susah payah ini diberikan agar kita terus bekerja dan selalu punya sesuatu untuk dikerjakan. Sebab, tidak ada seorang pun dikirim ke dalam dunia ini untuk bermalas-malas saja. Setiap perubahan membawa suatu pekerjaan baru bagi kita, yang seharusnya membuat kita bersemangat, lebih daripada perubahan itu sendiri.