Arti dan Keutamaan Kesabaran Menurut Alkitab
Pendahuluan:
Kesabaran adalah salah satu nilai yang penting dalam kehidupan manusia. Dalam banyak budaya dan agama, kesabaran dianggap sebagai sifat yang mulia dan dihargai tinggi. Alkitab, sebagai salah satu kitab suci yang menjadi pegangan bagi umat Kristen, juga memberikan pandangan yang dalam mengenai pentingnya kesabaran. Dalam tulisan ini, kita akan mengeksplorasi arti dan keutamaan kesabaran menurut Alkitab, serta bagaimana kesabaran dapat menjadi kunci dalam menghadapi berbagai tantangan dan cobaan dalam kehidupan sehari-hari.
ARTI DARI BERSABAR
Menurut Kamus Merriam-Webster's Collegiate Dictionary, "kesabaran" berarti "kemampuan untuk menanggung berbagai rasa sakit atau ujian dengan tenang, tanpa keluhan; menunjukkan ketenangan meskipun terprovokasi; tidak terburu-buru atau terpengaruh oleh perasaan dalam bertindak; tetap bertahan meskipun dihadapkan pada perlawanan, kesulitan, dan tantangan."
Dalam teks aslinya dalam bahasa Yunani, kata yang diterjemahkan sebagai "bersabar" dalam Yakobus 5:7-11 adalah "makrothumeo," yang menurut Ron Blue menggabungkan kata "makro" yang berarti "panjang" dan "thymos" yang berarti "emosi," sehingga secara harfiah berarti "panjang pikiran atau jiwa" dengan inti makna "mengatur keadaan emosional seseorang agar tetap stabil dalam jangka waktu yang lama."
Dalam Septuaginta (terjemahan Alkitab dalam bahasa Yunani), kata ini diterjemahkan dari ungkapan Ibrani 'erekh 'appayim yang artinya "panjang sabar." Hal ini karena kemarahan sering kali ditandai dengan pernapasan yang cepat dan pendek melalui hidung, sehingga "bersabar" berarti "lambat marah." Awalnya, istilah ini dimaknai sebagai "tawakal, pasrah, penyerahan diri" atau "penerimaan yang terpaksa," namun berkembang dengan nuansa "penundaan tindakan" dan "kemampuan untuk bertahan meskipun dihadapkan pada kesulitan dan perlawanan."
Jika kita melihat bagaimana istilah "makrothumeo" digunakan dalam Alkitab, terlihat bahwa kesabaran dilakukan karena adanya harapan pasti akan pertolongan Tuhan untuk memberikan jalan keluar yang benar dan sesuai dengan kehendak-Nya.
Dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwa dalam kesabaran terdapat "perasaan kesulitan karena menghadapi masalah; reaksi yang seharusnya adalah kemarahan atau pembalasan terhadap orang yang menyebabkan masalah, tetapi dengan kesadaran dan bukan karena keterpaksaan, reaksi negatif itu ditahan dan konsekuensinya adalah menanggung kesulitan dengan segala dampak yang menyertainya, namun dengan harapan pasti akan ada campur tangan Tuhan untuk memberikan jalan keluar yang sesuai dengan kehendak-Nya."
Nasihat untuk bersabar inilah yang diberikan dalam Yakobus 5:7-11 kepada para pekerja upah yang mendapat perlakuan tidak adil dari majikan mereka yang jahat. Pada bagian sebelumnya (Yakobus 5:1-6), terungkap bahwa para pekerja telah bekerja keras sampai ladang orang kaya itu menghasilkan panen, tetapi upah mereka ditahan. Mereka tidak dapat berbuat apa-apa, bahkan menghadapi tekanan, ancaman, hukuman, dan bahkan pembunuhan.
Reaksi dunia terhadap perlakuan tidak adil ini adalah kemarahan dan balas dendam, tetapi hal ini tidak memungkinkan karena mereka tidak memiliki kekuatan. Yang dapat mereka lakukan adalah saling menyalahkan satu sama lain. Dalam situasi seperti ini, Rasul Yakobus menasihati mereka untuk bersabar dan menahan diri dari tindakan reaktif yang merusak.
ALASAN-ALASAN UNTUK BERSABAR
Nasihat firman Tuhan untuk bersabar bukan berarti membiarkan atau mau mempertahankan permasalahan ketidakadilan dengan segala penderitaan yang diakibatkannya. Nasihat untuk bersabar dimaksudkan untuk menghindarkan berkembangnya permasalahan, dan justru menjadi langkah bagi penyelesaian masalah tanpa masalah. Yakobus memberikan tiga alasan untuk bersabar, yakni: (1) Bersabar karena Tuhan Pasti Datang Menolong (Yakobus 5:7-8); (2) Bersabar karena penghakiman pasti terjadi (Yakobus 5:9); dan (3) Bersabar karena pemberian besar menanti (Yakobus 5:10-11)).
1. BERSABAR KARENA TUHAN PASTI DATANG MENOLONG (YAKOBUS 5:7-8)
Perhatikan perintahnya: “Bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan!” Jelas terlihat bahwa sikap untuk bersabar bukan berarti membiarkan permasalahan terus berlangsung. Kesabaran itu ada batasnya. Apa? Batasnya adalah “sampai kepada kedatangan Tuhan!”
Tuhan Pasti Datang Menolong
Hakim Berdiri di Ambang Pintu
Alasan mendasar untuk menghindari reaksi merusak diri sendiri dan saling menyalahkan terhadap kenyataan pahit yang kita alami adalah karena ada Hakim yang sedang mengawasi. Dia bertugas untuk menilai dan memutuskan mana yang benar dan mana yang salah dari setiap perbuatan umat-Nya. Perbuatan yang Dia anggap benar akan mendapat pujian, sementara yang Dia anggap salah akan mendapat hukuman atau disiplin.
Hakim yang dimaksud di sini adalah Yesus Kristus, Tuhan (Yakobus 1:1), yang akan datang untuk kedua kalinya untuk menghakimi orang hidup dan yang sudah mati (1Korintus 4:5; Matius 25:31-46). Dia dikatakan berdiri di ambang pintu dan siap memberikan penghakiman. Artinya, kedatangan-Nya untuk menghakimi sudah dekat, pasti, dan segera.
Namun, aspek eskatologis ini harus diimbangi dengan pemahaman bahwa penghukuman atau disiplin atas orang yang berbuat dosa tidak hanya terjadi pada akhir zaman ketika Tuhan datang kembali untuk kedua kalinya.
Tuhan tidak hanya duduk diam dan melihat manusia berbuat dosa tanpa tindakan. Dia pasti menghukum orang yang berbuat dosa.
Banyak contoh menunjukkan bahwa penghukuman ilahi atas orang berdosa juga terjadi sebelum akhir zaman ini, ketika orang tersebut masih hidup. Contohnya adalah Kain yang dikutuk karena membunuh Habel (Kejadian 4:11-14), Nadab dan Abihu yang terbunuh karena tidak menghormati kekudusan TUHAN (Imamat 10:1-8), dan Miriam yang terkena kusta karena tidak menghormati hamba TUHAN, Musa (Bilangan 12). Ada banyak kasus lainnya yang mencakup berbagai bentuk penghukuman atas pelaku dosa.
Meskipun fokus dalam Perjanjian Baru adalah pada Kristus Yesus dan penyelamatan umat-Nya dari murka Allah, ganjaran tetap diberikan kepada pelaku dosa. Contohnya adalah Ananias, Saphira, dan Herodes Agrippa yang mati karena dosa mereka terhadap Tuhan (Kisah Para Rasul 5:1-11; 12:21-23), serta kasus-kasus dalam jemaat di Korintus yang mengalami berbagai macam hukuman karena tidak menghormati Perjamuan Kudus (1Korintus 11:28-31).
Dengan demikian, Sang Hakim saat ini berdiri di ambang pintu. Dia pasti dan segera datang. Penghukuman pasti akan diberikan atas setiap pelanggaran (1Petrus 1:17), mulai dari kelemahan tubuh hingga kematian, dan tidak harus menunggu kedatangan-Nya yang kedua kali.
Oleh karena itu, selagi masih ada kesempatan, mari bertobat dan berharap pada anugerah kemurahan Tuhan yang tersedia melalui karya salib Kristus. Jangan sia-siakan kesabaran TUHAN, karena maksud-Nya adalah agar kita bertobat dan diselamatkan.
Karena itu, “berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis, dan dengan mengaduh," demikianlah firman TUHAN. Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Dia menyesal karena hukuman-Nya (Yoel 2:12-13).
3. BERSABAR KARENA TUHAN PASTI MEMBERKATI (YAKOBUS 5:9)
Menarik sekali. Kesabaran bukan sekedar untuk menanti-nantikan pertolongan dari atas; kesabaran juga bukan sekedar untuk menghindarkan diri agar tidak dihukum Tuhan. Mempraktikkan kesabaran itu karena Tuhan menjanjikan berkat berlimpah bagi mereka yang membutuhkan.
Orang yang Bersabar Berbahagia
Banyak orang mengatakan bahwa "menunggu merupakan pengalaman yang paling menjengkelkan." Namun, jika yang ditunggu adalah kedatangan Tuhan, maka "menunggu kedatangan-Nya" merupakan keputusan yang paling bijaksana. Dengan tegas, Rasul Yakobus menyatakan bahwa mereka yang bertekun dianggap berbahagia. "Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun."
Tentu saja, dalam konteks ini, kata "berbahagia" yang digunakan oleh Yakobus bukan hanya sekadar perasaan senang, tenang, dan damai, tetapi lebih dari itu. Kebahagiaan ini merujuk pada suatu keadaan, kondisi, atau kualitas hidup yang pasti dan layak untuk menerima berkat yang melimpah dari Tuhan. Oleh karena itu, kata "berbahagia" sering kali diterjemahkan sebagai "diberkatilah!" Perasaan senang dan bahagia tentu hadir sebagai hasil dari limpahan berkat tersebut.
Hal ini dapat diilustrasikan dengan seorang siswa yang tekun belajar selama masa sekolahnya. Karena ketekunannya, ia memiliki kualitas hidup yang baik. Teman-teman, guru, orang tua, dan orang lain pasti menilai siswa tersebut sebagai berpotensi! Artinya, dia pasti akan menjadi orang sukses dan berhasil dalam hidupnya; kesuksesan yang didapat karena kualitas hidup yang dimilikinya.
Apakah berkat-berkat yang dicurahkan itu? Jika kita memperhatikan Yakobus 1:12, di sana Tuhan menjanjikan mahkota kehidupan. Tentu saja maksudnya bukan kehidupan kekal, karena kehidupan kekal dianugerahkan Tuhan kepada kita karena iman kepada Tuhan Yesus Kristus, dan itu bukan hasil usaha atau hasil perbuatan (Yohanes 3:16; Efesus 2:8,9).
Yang dimaksud di sini adalah mahkota kehidupan, yang akan diberikan kepada umat-Nya sebagai hasil usaha dan perbuatan. Stepahanos, yang diterjemahkan sebagai "mahkota" di sini, pada zaman dahulu merupakan sesuatu yang dikenakan di kepala sebagai tanda penghormatan, pengangkatan, dan pujian bagi para pemenang suatu perlombaan.
Ketika Tuhan Yesus menghakimi orang percaya, Ia akan memberikan mahkota kehidupan kepada mereka yang mengasihi-Nya, yakni yang bertahan dan teguh dalam iman meskipun dihadapkan pada berbagai pencobaan (2 Korintus 5:10). Mahkota ini merupakan hadiah terindah yang diberikan kepada Dia yang duduk di takhta (Wahyu 4:10), yang berhak menerima segala hormat, pujian, dan kemuliaan (Wahyu 4:11).
Namun, upah dari kesabaran tersebut bersifat dinamis dan pragmatis, yaitu diberikan selama kita masih hidup, meskipun bukan berupa mahkota. Ayub adalah contohnya. Secara rohani, dia diakui sebagai orang yang saleh dan jujur; dia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan (Ayub 1:1). Setelah anak-anaknya mengadakan pesta, Ayub memanggil dan menyucikan mereka, dan paginya ia mempersembahkan korban bakaran, karena takut bahwa mereka telah berdosa dan mengutuk Allah dalam hati mereka (Ayub 1:4-5).
Selain itu, Ayub juga adalah orang terkaya di daerahnya. Ia memiliki tujuh ribu domba, tiga ribu unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina, dan banyak hamba (Ayub 1:3).
Namun, suatu hari ia ditimpa malapetaka yang mengerikan. Dalam satu hari, segala kekayaannya lenyap, bahkan anak-anaknya juga tewas (Ayub 1:13-19). Tidak hanya itu, tubuhnya juga ditimpa penyakit parah, dari ujung kaki sampai kepala; penyakit ini sangat gatal sehingga ia harus menggunakan beling untuk menggaruknya (Ayub 2:7,8).
Dalam situasi yang demikian, Ayub bisa saja marah dan bersungut-sungut kepada TUHAN, karena tampaknya ia tidak berdosa untuk mengalami semua itu (Ayub 2:3). Namun, Alkitab mencatat bahwa Ayub tidak tergoda untuk berdosa dan tidak menuduh Allah berbuat salah terhadapnya (Ayub 1:22). Meskipun istrinya mencela kesetiaan Ayub kepada TUHAN, Ayub tetap tidak berdosa dengan bibirnya terhadap TUHAN (Ayub 2:8).
Baca Juga: 4 Cara Membangun Kesabaran (Galatia 5:22-23)
Ayub tetap bertekun! Dan akhirnya, apa yang Tuhan sediakan baginya? TUHAN memberikan padanya dua kali lipat dari segala yang dimilikinya sebelumnya (Ayub 42:10). Ia memiliki empat belas ribu domba, enam ribu unta, seribu pasang lembu, seribu keledai betina, dan banyak hamba (Ayub 42:12). TUHAN juga memberinya tujuh putra dan tiga putri yang sangat cantik, dan Ayub hidup lama sehingga dia bisa melihat keturunannya sampai ke empat generasi (Ayub 42:13-16).
Kesabaran adalah salah satu nilai yang penting dalam kehidupan manusia. Dalam banyak budaya dan agama, kesabaran dianggap sebagai sifat yang mulia dan dihargai tinggi. Alkitab, sebagai salah satu kitab suci yang menjadi pegangan bagi umat Kristen, juga memberikan pandangan yang dalam mengenai pentingnya kesabaran. Dalam tulisan ini, kita akan mengeksplorasi arti dan keutamaan kesabaran menurut Alkitab, serta bagaimana kesabaran dapat menjadi kunci dalam menghadapi berbagai tantangan dan cobaan dalam kehidupan sehari-hari.
ARTI DARI BERSABAR
Menurut Kamus Merriam-Webster's Collegiate Dictionary, "kesabaran" berarti "kemampuan untuk menanggung berbagai rasa sakit atau ujian dengan tenang, tanpa keluhan; menunjukkan ketenangan meskipun terprovokasi; tidak terburu-buru atau terpengaruh oleh perasaan dalam bertindak; tetap bertahan meskipun dihadapkan pada perlawanan, kesulitan, dan tantangan."
Dalam teks aslinya dalam bahasa Yunani, kata yang diterjemahkan sebagai "bersabar" dalam Yakobus 5:7-11 adalah "makrothumeo," yang menurut Ron Blue menggabungkan kata "makro" yang berarti "panjang" dan "thymos" yang berarti "emosi," sehingga secara harfiah berarti "panjang pikiran atau jiwa" dengan inti makna "mengatur keadaan emosional seseorang agar tetap stabil dalam jangka waktu yang lama."
Dalam Septuaginta (terjemahan Alkitab dalam bahasa Yunani), kata ini diterjemahkan dari ungkapan Ibrani 'erekh 'appayim yang artinya "panjang sabar." Hal ini karena kemarahan sering kali ditandai dengan pernapasan yang cepat dan pendek melalui hidung, sehingga "bersabar" berarti "lambat marah." Awalnya, istilah ini dimaknai sebagai "tawakal, pasrah, penyerahan diri" atau "penerimaan yang terpaksa," namun berkembang dengan nuansa "penundaan tindakan" dan "kemampuan untuk bertahan meskipun dihadapkan pada kesulitan dan perlawanan."
Jika kita melihat bagaimana istilah "makrothumeo" digunakan dalam Alkitab, terlihat bahwa kesabaran dilakukan karena adanya harapan pasti akan pertolongan Tuhan untuk memberikan jalan keluar yang benar dan sesuai dengan kehendak-Nya.
Dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwa dalam kesabaran terdapat "perasaan kesulitan karena menghadapi masalah; reaksi yang seharusnya adalah kemarahan atau pembalasan terhadap orang yang menyebabkan masalah, tetapi dengan kesadaran dan bukan karena keterpaksaan, reaksi negatif itu ditahan dan konsekuensinya adalah menanggung kesulitan dengan segala dampak yang menyertainya, namun dengan harapan pasti akan ada campur tangan Tuhan untuk memberikan jalan keluar yang sesuai dengan kehendak-Nya."
Nasihat untuk bersabar inilah yang diberikan dalam Yakobus 5:7-11 kepada para pekerja upah yang mendapat perlakuan tidak adil dari majikan mereka yang jahat. Pada bagian sebelumnya (Yakobus 5:1-6), terungkap bahwa para pekerja telah bekerja keras sampai ladang orang kaya itu menghasilkan panen, tetapi upah mereka ditahan. Mereka tidak dapat berbuat apa-apa, bahkan menghadapi tekanan, ancaman, hukuman, dan bahkan pembunuhan.
Reaksi dunia terhadap perlakuan tidak adil ini adalah kemarahan dan balas dendam, tetapi hal ini tidak memungkinkan karena mereka tidak memiliki kekuatan. Yang dapat mereka lakukan adalah saling menyalahkan satu sama lain. Dalam situasi seperti ini, Rasul Yakobus menasihati mereka untuk bersabar dan menahan diri dari tindakan reaktif yang merusak.
ALASAN-ALASAN UNTUK BERSABAR
Nasihat firman Tuhan untuk bersabar bukan berarti membiarkan atau mau mempertahankan permasalahan ketidakadilan dengan segala penderitaan yang diakibatkannya. Nasihat untuk bersabar dimaksudkan untuk menghindarkan berkembangnya permasalahan, dan justru menjadi langkah bagi penyelesaian masalah tanpa masalah. Yakobus memberikan tiga alasan untuk bersabar, yakni: (1) Bersabar karena Tuhan Pasti Datang Menolong (Yakobus 5:7-8); (2) Bersabar karena penghakiman pasti terjadi (Yakobus 5:9); dan (3) Bersabar karena pemberian besar menanti (Yakobus 5:10-11)).
1. BERSABAR KARENA TUHAN PASTI DATANG MENOLONG (YAKOBUS 5:7-8)
Perhatikan perintahnya: “Bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan!” Jelas terlihat bahwa sikap untuk bersabar bukan berarti membiarkan permasalahan terus berlangsung. Kesabaran itu ada batasnya. Apa? Batasnya adalah “sampai kepada kedatangan Tuhan!”
Tuhan Pasti Datang Menolong
Penafsiran umum terhadap frase "kedatangan Tuhan" sering kali menekankan aspek eskatologisnya, yaitu kedatangan kedua Tuhan Yesus. Memang benar bahwa Tuhan Yesus akan datang kembali ke bumi (Yohanes 14:3; Kisah Para Rasul 1:11; dan Wahyu 22:20) untuk menyelamatkan umat-Nya (Matius 24:21-31) dan untuk melakukan penghakiman (1Korintus 4:5).
Ketika itu terjadi, bersama-sama dengan para kudus-Nya, Ia akan menghakimi dunia yang berdosa: setiap orang akan menghadap Tahta Putih-Nya untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. Penghukuman kekal akan diberikan kepada mereka yang menolak bertobat dari dosa dan tidak beriman kepada-Nya selama hidup di bumi (Wahyu 20:11-15).
Bagi mereka yang berpaling kepada-Nya, yaitu yang bertobat dari dosa, beriman kepada-Nya, dan bertekun menanti kedatangan-Nya, Ia menjanjikan Mahkota Kebenaran (2Timotius 4:8), Mahkota Kehidupan bagi yang bertahan dalam pencobaan (Yakobus 1:12), dan Mahkota Abadi bagi mereka yang berjuang untuk menjadi pemenang (1Korintus 9:25).
Selain itu, juga disediakan Mahkota Sukacita bagi para pemenang jiwa (1Tesalonika 2:19) dan Mahkota Kemuliaan bagi mereka yang menggembalakan domba-domba-Nya dengan baik (1Petrus 5:4). Ini akan diberikan pada hari Pengadilan Kristus saat Ia menghakimi orang-orang percaya (2Korintus 5:10).
Pada kedatangan kedua kali Tuhan, keadilan dan kebenaran akan ditegakkan secara penuh, karena "Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati" (1Korintus 4:5). Oleh karena itu, kedatangan kedua kali Tuhan sangat dinanti-nantikan oleh setiap orang yang percaya pada-Nya.
Namun demikian, dalam konteks Yakobus, pesan pragmatis dari klausa "bersabar sampai kepada kedatangan Tuhan" terasa cukup kuat. Ini menunjukkan bahwa peristiwa yang dimaksudkan dengan klausa tersebut juga merupakan janji penyelesaian terhadap masalah yang sedang terjadi.
Kasus Ayub yang disebutkan dalam konteks ini menguatkan aspek pragmatis tersebut, karena kesabarannya berakhir dengan pemulihan yang diberikan Tuhan pada dirinya saat ia masih hidup. Berakhirnya penderitaan Ayub tidak menunggu kedatangan kedua Tuhan, tetapi terjadi saat ia masih hidup, bahkan sebelum kedatangan pertama Tuhan.
Dari sisi pragmatisnya, ungkapan "bersabar sampai kepada kedatangan Tuhan" mengacu pada intervensi langsung Tuhan dalam menolong orang yang setia menantikan kedatangan-Nya. Ini bisa dikaitkan dengan tindakan Tuhan dalam menjawab doa permohonan orang yang mengharapkan pertolongan hanya dari-Nya.
Gagasan bersabar ini sejalan dengan gagasan menantikan kedatangan TUHAN yang sering terlihat dalam Perjanjian Lama. Ketika umat TUHAN dihadapkan pada ancaman yang nyata, mereka mencari wajah TUHAN sebagai satu-satunya tempat pertolongan dan perlindungan, mengaku dosa, bertobat, dan berharap pada rahmat TUHAN untuk membela dan melepaskan mereka (Mazmur 130).
Berdasarkan keyakinan pada kasih, rahmat, dan kesetiaan-Nya, umat TUHAN pasrah kepada-Nya, berdiam diri, dan bertindak setia, dengan keyakinan bahwa TUHAN akan memberikan pertolongan (Mazmur 37:5). Mereka menanti TUHAN untuk menolong mereka (Mazmur 37:34).
Jadi, perintah Alkitab untuk bersabar sampai kedatangan Tuhan tidak hanya dapat dipahami secara eskatologis, yaitu sampai kedatangan kedua Tuhan Yesus. Perintah itu juga memiliki nilai pragmatis, yaitu untuk tunduk kepada tangan Tuhan yang kuat sambil menantikan intervensi-Nya dalam memberikan pertolongan saat mengalami kesulitan dan ketidakadilan.
Ketika itu terjadi, bersama-sama dengan para kudus-Nya, Ia akan menghakimi dunia yang berdosa: setiap orang akan menghadap Tahta Putih-Nya untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. Penghukuman kekal akan diberikan kepada mereka yang menolak bertobat dari dosa dan tidak beriman kepada-Nya selama hidup di bumi (Wahyu 20:11-15).
Bagi mereka yang berpaling kepada-Nya, yaitu yang bertobat dari dosa, beriman kepada-Nya, dan bertekun menanti kedatangan-Nya, Ia menjanjikan Mahkota Kebenaran (2Timotius 4:8), Mahkota Kehidupan bagi yang bertahan dalam pencobaan (Yakobus 1:12), dan Mahkota Abadi bagi mereka yang berjuang untuk menjadi pemenang (1Korintus 9:25).
Selain itu, juga disediakan Mahkota Sukacita bagi para pemenang jiwa (1Tesalonika 2:19) dan Mahkota Kemuliaan bagi mereka yang menggembalakan domba-domba-Nya dengan baik (1Petrus 5:4). Ini akan diberikan pada hari Pengadilan Kristus saat Ia menghakimi orang-orang percaya (2Korintus 5:10).
Pada kedatangan kedua kali Tuhan, keadilan dan kebenaran akan ditegakkan secara penuh, karena "Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati" (1Korintus 4:5). Oleh karena itu, kedatangan kedua kali Tuhan sangat dinanti-nantikan oleh setiap orang yang percaya pada-Nya.
Namun demikian, dalam konteks Yakobus, pesan pragmatis dari klausa "bersabar sampai kepada kedatangan Tuhan" terasa cukup kuat. Ini menunjukkan bahwa peristiwa yang dimaksudkan dengan klausa tersebut juga merupakan janji penyelesaian terhadap masalah yang sedang terjadi.
Kasus Ayub yang disebutkan dalam konteks ini menguatkan aspek pragmatis tersebut, karena kesabarannya berakhir dengan pemulihan yang diberikan Tuhan pada dirinya saat ia masih hidup. Berakhirnya penderitaan Ayub tidak menunggu kedatangan kedua Tuhan, tetapi terjadi saat ia masih hidup, bahkan sebelum kedatangan pertama Tuhan.
Dari sisi pragmatisnya, ungkapan "bersabar sampai kepada kedatangan Tuhan" mengacu pada intervensi langsung Tuhan dalam menolong orang yang setia menantikan kedatangan-Nya. Ini bisa dikaitkan dengan tindakan Tuhan dalam menjawab doa permohonan orang yang mengharapkan pertolongan hanya dari-Nya.
Gagasan bersabar ini sejalan dengan gagasan menantikan kedatangan TUHAN yang sering terlihat dalam Perjanjian Lama. Ketika umat TUHAN dihadapkan pada ancaman yang nyata, mereka mencari wajah TUHAN sebagai satu-satunya tempat pertolongan dan perlindungan, mengaku dosa, bertobat, dan berharap pada rahmat TUHAN untuk membela dan melepaskan mereka (Mazmur 130).
Berdasarkan keyakinan pada kasih, rahmat, dan kesetiaan-Nya, umat TUHAN pasrah kepada-Nya, berdiam diri, dan bertindak setia, dengan keyakinan bahwa TUHAN akan memberikan pertolongan (Mazmur 37:5). Mereka menanti TUHAN untuk menolong mereka (Mazmur 37:34).
Jadi, perintah Alkitab untuk bersabar sampai kedatangan Tuhan tidak hanya dapat dipahami secara eskatologis, yaitu sampai kedatangan kedua Tuhan Yesus. Perintah itu juga memiliki nilai pragmatis, yaitu untuk tunduk kepada tangan Tuhan yang kuat sambil menantikan intervensi-Nya dalam memberikan pertolongan saat mengalami kesulitan dan ketidakadilan.
Tuhan Pasti Datang
Menahan diri hingga saat Tuhan datang bukanlah sekadar mengandalkan keberuntungan semata. Firman Tuhan menegaskan bahwa pertolongan-Nya kepada orang yang sabar dalam menantikan kedatangan-Nya adalah pasti. Kesabaran petani menjadi analogi yang menggarisbawahi kepastian pertolongan Tuhan.
Di Palestina, hujan pada musim gugur (Oktober-November) yang mengikuti masa penaburan benih, dan hujan pada musim semi (April-Mei) yang membantu pematangan tanaman untuk panen, merupakan peristiwa penting dalam siklus pertanian. Para petani menunggu sekitar tujuh bulan untuk hasil yang optimal. Waktu yang diperlukan itu cukup lama, dan kesabaran tinggi dibutuhkan.
Menunggu kedua musim tersebut bukanlah tindakan sia-sia atau berdasarkan keberuntungan semata. Musim hujan tersebut terjadi secara alami sesuai dengan siklus alamiahnya, mengikuti pergerakan bumi terhadap matahari atau bulan. Kedatangan musim hujan memberikan jaminan terhadap hasil panen yang baik.
Pelajaran yang dapat dipetik dari analogi ini adalah bahwa jika kedatangan musim hujan dapat diandalkan, bagaimana dengan Sang Pembuat dan Pengatur Musim? Allah yang menciptakan dan mengatur musim jauh lebih dapat diandalkan. Jika kepastian kedatangan musim hujan dapat diharapkan, bagaimana dengan Allah, Sang Pembuat hujan? Tentu saja, kepercayaan kepada-Nya jauh lebih pasti.
Oleh karena itu, berbahagialah orang yang menanti-nantikan Tuhan, yang bersabar hingga kedatangan-Nya, karena mereka pasti akan mendapatkan pertolongan terbaik dari Tuhan. Allah tidak pernah mengecewakan orang yang setia berharap kepada-Nya (Lukas 18:7). "Tuhan itu baik bagi orang yang menanti-nantikan Dia, bagi jiwa yang mencari Dia" (Ratapan 3:25).
Menahan diri hingga saat Tuhan datang bukanlah sekadar mengandalkan keberuntungan semata. Firman Tuhan menegaskan bahwa pertolongan-Nya kepada orang yang sabar dalam menantikan kedatangan-Nya adalah pasti. Kesabaran petani menjadi analogi yang menggarisbawahi kepastian pertolongan Tuhan.
Di Palestina, hujan pada musim gugur (Oktober-November) yang mengikuti masa penaburan benih, dan hujan pada musim semi (April-Mei) yang membantu pematangan tanaman untuk panen, merupakan peristiwa penting dalam siklus pertanian. Para petani menunggu sekitar tujuh bulan untuk hasil yang optimal. Waktu yang diperlukan itu cukup lama, dan kesabaran tinggi dibutuhkan.
Menunggu kedua musim tersebut bukanlah tindakan sia-sia atau berdasarkan keberuntungan semata. Musim hujan tersebut terjadi secara alami sesuai dengan siklus alamiahnya, mengikuti pergerakan bumi terhadap matahari atau bulan. Kedatangan musim hujan memberikan jaminan terhadap hasil panen yang baik.
Pelajaran yang dapat dipetik dari analogi ini adalah bahwa jika kedatangan musim hujan dapat diandalkan, bagaimana dengan Sang Pembuat dan Pengatur Musim? Allah yang menciptakan dan mengatur musim jauh lebih dapat diandalkan. Jika kepastian kedatangan musim hujan dapat diharapkan, bagaimana dengan Allah, Sang Pembuat hujan? Tentu saja, kepercayaan kepada-Nya jauh lebih pasti.
Oleh karena itu, berbahagialah orang yang menanti-nantikan Tuhan, yang bersabar hingga kedatangan-Nya, karena mereka pasti akan mendapatkan pertolongan terbaik dari Tuhan. Allah tidak pernah mengecewakan orang yang setia berharap kepada-Nya (Lukas 18:7). "Tuhan itu baik bagi orang yang menanti-nantikan Dia, bagi jiwa yang mencari Dia" (Ratapan 3:25).
2. BERASABAR KARENA TUHAN PASTI MENGAWASI (YAKOBUS 5:9)
Dalam masyarakat terdapat peribahasa yang mengatakan "sudah jatuh, tertimpa tangga lagi!" Ini merujuk kepada seseorang yang kurang bijaksana dalam menghadapi bencana yang menimpanya, sehingga akibat dari ke tidak bijaksana annya tersebut, dia mengalami musibah baru. Kehadiran nasihat dalam peribahasa ini menunjukkan bahwa setiap orang dapat mengalami masalah baru akibat kecerobohan dalam menyelesaikan masalah yang sudah ada.
Alasan kedua untuk bersabar adalah agar, setelah mengalami kejatuhan, tidak lagi "tertimpa tangga lagi!" Mengalami perlakuan yang tidak adil atau bahkan penghinaan merupakan pengalaman yang pahit dan menyakitkan. Namun, lebih menyakitkan lagi jika kita mendapat hukuman karena reaksi yang tidak tepat terhadap perlakuan yang menyakitkan tersebut. Oleh karena itu, penting untuk berhati-hati dalam menanggapi "kejatuhan" kita, karena respons yang terburu-buru, ceroboh, dan salah dapat memiliki konsekuensi yang serius
Dalam masyarakat terdapat peribahasa yang mengatakan "sudah jatuh, tertimpa tangga lagi!" Ini merujuk kepada seseorang yang kurang bijaksana dalam menghadapi bencana yang menimpanya, sehingga akibat dari ke tidak bijaksana annya tersebut, dia mengalami musibah baru. Kehadiran nasihat dalam peribahasa ini menunjukkan bahwa setiap orang dapat mengalami masalah baru akibat kecerobohan dalam menyelesaikan masalah yang sudah ada.
Alasan kedua untuk bersabar adalah agar, setelah mengalami kejatuhan, tidak lagi "tertimpa tangga lagi!" Mengalami perlakuan yang tidak adil atau bahkan penghinaan merupakan pengalaman yang pahit dan menyakitkan. Namun, lebih menyakitkan lagi jika kita mendapat hukuman karena reaksi yang tidak tepat terhadap perlakuan yang menyakitkan tersebut. Oleh karena itu, penting untuk berhati-hati dalam menanggapi "kejatuhan" kita, karena respons yang terburu-buru, ceroboh, dan salah dapat memiliki konsekuensi yang serius
Reaksi yang Harus Dihindarkan
Untuk menghindari hukuman akibat reaksi yang ceroboh atau kesalahan dalam menanggapi perlakuan tidak adil, Rasul Yakobus menasihati jemaat-Nya agar tidak bersungut-sungut dan saling menyalahkan. Dalam beberapa versi terjemahan, hal ini dapat diterjemahkan sebagai "keluh kesah," "complain," "grudge," dan "grumble." Secara dasar, istilah tersebut mencakup ungkapan rasa sakit, ketidakpuasan, perasaan benci, jengkel, atau protes terhadap keadaan yang tidak diinginkan.
Reaksi semacam itu mungkin wajar dalam pandangan dunia. Ketika mengalami kejadian yang tidak diinginkan, terutama jika disebabkan oleh orang lain, kecenderungan manusiawi adalah mencari kambing hitam dan menyalahkan orang lain atas kesalahan tersebut.
Namun, dalam pandangan Tuhan, peristiwa yang tidak diinginkan yang menimpa umat-Nya dapat menjadi alat untuk memurnikan dan mendewasakan mereka. Tuhan tidak tidur atau berdiam diri, dan Dia bekerja dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi-Nya, sesuai dengan rencana-Nya.
Oleh karena itu, umat Tuhan tidak seharusnya marah-marah, bersungut-sungut, atau menggerutu kepada Tuhan, atau menolak kenyataan pahit yang mereka alami. Penolakan terhadap kenyataan pahit juga berarti kemarahan, sungut, dan penolakan terhadap Tuhan yang sedang bekerja dan mendatangkan kebaikan melalui kenyataan tersebut.
Contoh dari sungut-sungut Israel di padang gurun dan reaksi buruk mereka terhadap peristiwa di Mara dan Tabera menunjukkan bahwa penolakan terhadap kenyataan pahit dapat mengakibatkan hukuman. Oleh karena itu, penting untuk menghindari reaksi negatif seperti bersungut-sungut, keluh kesah, atau mencari kambing hitam, karena Tuhan sedang mengerjakan kebaikan melalui setiap peristiwa, mengubah bencana menjadi pahala, dan kutuk menjadi berkat.
Bersabarlah dan bertekunlah dalam menghadapi segala kenyataan sakit dan pahit, sambil tetap bersyukur dan bergembira di dalam Tuhan. Percayalah bahwa Dia baik, sungguh amat baik, dan sedang mendatangkan kebaikan-Nya dalam setiap situasi
Untuk menghindari hukuman akibat reaksi yang ceroboh atau kesalahan dalam menanggapi perlakuan tidak adil, Rasul Yakobus menasihati jemaat-Nya agar tidak bersungut-sungut dan saling menyalahkan. Dalam beberapa versi terjemahan, hal ini dapat diterjemahkan sebagai "keluh kesah," "complain," "grudge," dan "grumble." Secara dasar, istilah tersebut mencakup ungkapan rasa sakit, ketidakpuasan, perasaan benci, jengkel, atau protes terhadap keadaan yang tidak diinginkan.
Reaksi semacam itu mungkin wajar dalam pandangan dunia. Ketika mengalami kejadian yang tidak diinginkan, terutama jika disebabkan oleh orang lain, kecenderungan manusiawi adalah mencari kambing hitam dan menyalahkan orang lain atas kesalahan tersebut.
Namun, dalam pandangan Tuhan, peristiwa yang tidak diinginkan yang menimpa umat-Nya dapat menjadi alat untuk memurnikan dan mendewasakan mereka. Tuhan tidak tidur atau berdiam diri, dan Dia bekerja dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi-Nya, sesuai dengan rencana-Nya.
Oleh karena itu, umat Tuhan tidak seharusnya marah-marah, bersungut-sungut, atau menggerutu kepada Tuhan, atau menolak kenyataan pahit yang mereka alami. Penolakan terhadap kenyataan pahit juga berarti kemarahan, sungut, dan penolakan terhadap Tuhan yang sedang bekerja dan mendatangkan kebaikan melalui kenyataan tersebut.
Contoh dari sungut-sungut Israel di padang gurun dan reaksi buruk mereka terhadap peristiwa di Mara dan Tabera menunjukkan bahwa penolakan terhadap kenyataan pahit dapat mengakibatkan hukuman. Oleh karena itu, penting untuk menghindari reaksi negatif seperti bersungut-sungut, keluh kesah, atau mencari kambing hitam, karena Tuhan sedang mengerjakan kebaikan melalui setiap peristiwa, mengubah bencana menjadi pahala, dan kutuk menjadi berkat.
Bersabarlah dan bertekunlah dalam menghadapi segala kenyataan sakit dan pahit, sambil tetap bersyukur dan bergembira di dalam Tuhan. Percayalah bahwa Dia baik, sungguh amat baik, dan sedang mendatangkan kebaikan-Nya dalam setiap situasi
Hakim Berdiri di Ambang Pintu
Alasan mendasar untuk menghindari reaksi merusak diri sendiri dan saling menyalahkan terhadap kenyataan pahit yang kita alami adalah karena ada Hakim yang sedang mengawasi. Dia bertugas untuk menilai dan memutuskan mana yang benar dan mana yang salah dari setiap perbuatan umat-Nya. Perbuatan yang Dia anggap benar akan mendapat pujian, sementara yang Dia anggap salah akan mendapat hukuman atau disiplin.
Hakim yang dimaksud di sini adalah Yesus Kristus, Tuhan (Yakobus 1:1), yang akan datang untuk kedua kalinya untuk menghakimi orang hidup dan yang sudah mati (1Korintus 4:5; Matius 25:31-46). Dia dikatakan berdiri di ambang pintu dan siap memberikan penghakiman. Artinya, kedatangan-Nya untuk menghakimi sudah dekat, pasti, dan segera.
Namun, aspek eskatologis ini harus diimbangi dengan pemahaman bahwa penghukuman atau disiplin atas orang yang berbuat dosa tidak hanya terjadi pada akhir zaman ketika Tuhan datang kembali untuk kedua kalinya.
Tuhan tidak hanya duduk diam dan melihat manusia berbuat dosa tanpa tindakan. Dia pasti menghukum orang yang berbuat dosa.
Banyak contoh menunjukkan bahwa penghukuman ilahi atas orang berdosa juga terjadi sebelum akhir zaman ini, ketika orang tersebut masih hidup. Contohnya adalah Kain yang dikutuk karena membunuh Habel (Kejadian 4:11-14), Nadab dan Abihu yang terbunuh karena tidak menghormati kekudusan TUHAN (Imamat 10:1-8), dan Miriam yang terkena kusta karena tidak menghormati hamba TUHAN, Musa (Bilangan 12). Ada banyak kasus lainnya yang mencakup berbagai bentuk penghukuman atas pelaku dosa.
Meskipun fokus dalam Perjanjian Baru adalah pada Kristus Yesus dan penyelamatan umat-Nya dari murka Allah, ganjaran tetap diberikan kepada pelaku dosa. Contohnya adalah Ananias, Saphira, dan Herodes Agrippa yang mati karena dosa mereka terhadap Tuhan (Kisah Para Rasul 5:1-11; 12:21-23), serta kasus-kasus dalam jemaat di Korintus yang mengalami berbagai macam hukuman karena tidak menghormati Perjamuan Kudus (1Korintus 11:28-31).
Dengan demikian, Sang Hakim saat ini berdiri di ambang pintu. Dia pasti dan segera datang. Penghukuman pasti akan diberikan atas setiap pelanggaran (1Petrus 1:17), mulai dari kelemahan tubuh hingga kematian, dan tidak harus menunggu kedatangan-Nya yang kedua kali.
Oleh karena itu, selagi masih ada kesempatan, mari bertobat dan berharap pada anugerah kemurahan Tuhan yang tersedia melalui karya salib Kristus. Jangan sia-siakan kesabaran TUHAN, karena maksud-Nya adalah agar kita bertobat dan diselamatkan.
Karena itu, “berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis, dan dengan mengaduh," demikianlah firman TUHAN. Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Dia menyesal karena hukuman-Nya (Yoel 2:12-13).
3. BERSABAR KARENA TUHAN PASTI MEMBERKATI (YAKOBUS 5:9)
Menarik sekali. Kesabaran bukan sekedar untuk menanti-nantikan pertolongan dari atas; kesabaran juga bukan sekedar untuk menghindarkan diri agar tidak dihukum Tuhan. Mempraktikkan kesabaran itu karena Tuhan menjanjikan berkat berlimpah bagi mereka yang membutuhkan.
Orang yang Bersabar Berbahagia
Banyak orang mengatakan bahwa "menunggu merupakan pengalaman yang paling menjengkelkan." Namun, jika yang ditunggu adalah kedatangan Tuhan, maka "menunggu kedatangan-Nya" merupakan keputusan yang paling bijaksana. Dengan tegas, Rasul Yakobus menyatakan bahwa mereka yang bertekun dianggap berbahagia. "Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun."
Tentu saja, dalam konteks ini, kata "berbahagia" yang digunakan oleh Yakobus bukan hanya sekadar perasaan senang, tenang, dan damai, tetapi lebih dari itu. Kebahagiaan ini merujuk pada suatu keadaan, kondisi, atau kualitas hidup yang pasti dan layak untuk menerima berkat yang melimpah dari Tuhan. Oleh karena itu, kata "berbahagia" sering kali diterjemahkan sebagai "diberkatilah!" Perasaan senang dan bahagia tentu hadir sebagai hasil dari limpahan berkat tersebut.
Hal ini dapat diilustrasikan dengan seorang siswa yang tekun belajar selama masa sekolahnya. Karena ketekunannya, ia memiliki kualitas hidup yang baik. Teman-teman, guru, orang tua, dan orang lain pasti menilai siswa tersebut sebagai berpotensi! Artinya, dia pasti akan menjadi orang sukses dan berhasil dalam hidupnya; kesuksesan yang didapat karena kualitas hidup yang dimilikinya.
Kesaksian Ayub: Berkat Berlimpah
Apakah berkat-berkat yang dicurahkan itu? Jika kita memperhatikan Yakobus 1:12, di sana Tuhan menjanjikan mahkota kehidupan. Tentu saja maksudnya bukan kehidupan kekal, karena kehidupan kekal dianugerahkan Tuhan kepada kita karena iman kepada Tuhan Yesus Kristus, dan itu bukan hasil usaha atau hasil perbuatan (Yohanes 3:16; Efesus 2:8,9).
Yang dimaksud di sini adalah mahkota kehidupan, yang akan diberikan kepada umat-Nya sebagai hasil usaha dan perbuatan. Stepahanos, yang diterjemahkan sebagai "mahkota" di sini, pada zaman dahulu merupakan sesuatu yang dikenakan di kepala sebagai tanda penghormatan, pengangkatan, dan pujian bagi para pemenang suatu perlombaan.
Ketika Tuhan Yesus menghakimi orang percaya, Ia akan memberikan mahkota kehidupan kepada mereka yang mengasihi-Nya, yakni yang bertahan dan teguh dalam iman meskipun dihadapkan pada berbagai pencobaan (2 Korintus 5:10). Mahkota ini merupakan hadiah terindah yang diberikan kepada Dia yang duduk di takhta (Wahyu 4:10), yang berhak menerima segala hormat, pujian, dan kemuliaan (Wahyu 4:11).
Namun, upah dari kesabaran tersebut bersifat dinamis dan pragmatis, yaitu diberikan selama kita masih hidup, meskipun bukan berupa mahkota. Ayub adalah contohnya. Secara rohani, dia diakui sebagai orang yang saleh dan jujur; dia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan (Ayub 1:1). Setelah anak-anaknya mengadakan pesta, Ayub memanggil dan menyucikan mereka, dan paginya ia mempersembahkan korban bakaran, karena takut bahwa mereka telah berdosa dan mengutuk Allah dalam hati mereka (Ayub 1:4-5).
Selain itu, Ayub juga adalah orang terkaya di daerahnya. Ia memiliki tujuh ribu domba, tiga ribu unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina, dan banyak hamba (Ayub 1:3).
Namun, suatu hari ia ditimpa malapetaka yang mengerikan. Dalam satu hari, segala kekayaannya lenyap, bahkan anak-anaknya juga tewas (Ayub 1:13-19). Tidak hanya itu, tubuhnya juga ditimpa penyakit parah, dari ujung kaki sampai kepala; penyakit ini sangat gatal sehingga ia harus menggunakan beling untuk menggaruknya (Ayub 2:7,8).
Dalam situasi yang demikian, Ayub bisa saja marah dan bersungut-sungut kepada TUHAN, karena tampaknya ia tidak berdosa untuk mengalami semua itu (Ayub 2:3). Namun, Alkitab mencatat bahwa Ayub tidak tergoda untuk berdosa dan tidak menuduh Allah berbuat salah terhadapnya (Ayub 1:22). Meskipun istrinya mencela kesetiaan Ayub kepada TUHAN, Ayub tetap tidak berdosa dengan bibirnya terhadap TUHAN (Ayub 2:8).
Baca Juga: 4 Cara Membangun Kesabaran (Galatia 5:22-23)
Ayub tetap bertekun! Dan akhirnya, apa yang Tuhan sediakan baginya? TUHAN memberikan padanya dua kali lipat dari segala yang dimilikinya sebelumnya (Ayub 42:10). Ia memiliki empat belas ribu domba, enam ribu unta, seribu pasang lembu, seribu keledai betina, dan banyak hamba (Ayub 42:12). TUHAN juga memberinya tujuh putra dan tiga putri yang sangat cantik, dan Ayub hidup lama sehingga dia bisa melihat keturunannya sampai ke empat generasi (Ayub 42:13-16).
Kesimpulan:
Kesabaran adalah sifat yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yang dianggap tinggi dalam berbagai budaya dan agama, termasuk dalam ajaran Alkitab. Dengan memiliki kesabaran, seseorang dapat menghadapi berbagai tantangan dan cobaan dengan lebih bijaksana dan tenang. Dalam Alkitab, kesabaran dipandang sebagai buah Roh yang dapat membantu umat Kristen bertahan dan tumbuh dalam iman mereka. Oleh karena itu, mempraktikkan kesabaran merupakan suatu hal yang sangat penting bagi setiap individu dalam perjalanan hidupnya.
Kesabaran adalah sifat yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yang dianggap tinggi dalam berbagai budaya dan agama, termasuk dalam ajaran Alkitab. Dengan memiliki kesabaran, seseorang dapat menghadapi berbagai tantangan dan cobaan dengan lebih bijaksana dan tenang. Dalam Alkitab, kesabaran dipandang sebagai buah Roh yang dapat membantu umat Kristen bertahan dan tumbuh dalam iman mereka. Oleh karena itu, mempraktikkan kesabaran merupakan suatu hal yang sangat penting bagi setiap individu dalam perjalanan hidupnya.