Amsal 9:13-18 (Undangan Orang Bodoh)

Matthew Henry (1662 – 1714).

BAHASAN : AMSAL 9:13-18 - UNDANGAN ORANG BODOH.

Kita sudah mendengar apa yang dikatakan Kristus untuk menggugah hati kita agar mengasihi Allah dan mencintai kesalehan, dan orang akan menyangka bahwa seluruh dunia pasti akan mengikuti-Nya. Namun, di sini kita diberi tahu betapa giatnya si penggoda menggoda jiwa-jiwa yang tidak waspada ke dalam jalan-jalan dosa, dan sebagian besar ia mencapai tujuannya, sedangkan bujukan Hikmat tidak berhasil.
Amsal 9:13-18 (Undangan Orang Bodoh)
Sekarang amatilah:

[I]. Siapa si penggoda itu – seorang perempuan bebal, kebebalan itu sendiri, bertentangan dengan Hikmat. Saya pribadi berpendapat bahwa yang terutama dimaksudkan dengan perempuan bebal di sini adalah kenikmatan badani (Amsal 9:13). Sebab, kenikmatan itu adalah musuh besar bagi kebajikan dan merupakan jalan masuk bagi perbuatan tercela. Kenikmatan itu mencemarkan dan merusakkan akal budi, melemahkan hati nurani, dan memadamkan pijar-pijar rasa bersalah, lebih daripada apa pun. Si penggoda ini di sini digambarkan sebagai,

1. Sangat tidak berpengetahuan: sangat tidak berpengalaman ia, dan tidak tahu malu, maksudnya, ia tidak memiliki alasan yang cukup kuat untuk ditawarkan. Apabila ia berkuasa di dalam jiwa, ia akan menguras semua pengetahuan tentang perkara-perkara yang kudus. Dan semuanya itu akan hilang dan terlupakan. Persundalan, anggur, dan air anggur menghilangkan daya pikir. Semua itu membuat manusia menjadi bodoh, dan membodoh-bodohi mereka.

2. Sangat gigih. Semakin sedikit hal yang masuk akal yang dapat ditawarkannya, semakin ganas dan mendesak-desak dia, dan ia sering kali mencapai tujuannya karena kelakuannya yang kurang ajar itu. Ia cerewet dan berisik (Amsal 9:13), senantiasa menghantui anak-anak muda dengan rayuan-rayuannya. Ia duduk di depan pintu rumahnya (ayat 14), untuk melihat-lihat mangsa, tidak seperti Abraham yang duduk di depan pintu tendanya, untuk mencari-cari kesempatan berbuat baik.

Ia duduk di atas kursi (di atas takhta, begitu yang diartikan kata itu) di tempat-tempat yang tinggi di kota, seolah-olah ia berwenang memberikan hukum, dan kita semua adalah orang yang berhutang kepada daging, supaya hidup menurut daging. Juga, seolah-olah ia punya nama besar dan dihormati, sehingga menganggap diri layak menduduki tempat-tempat yang tinggi di kota.

Dan mungkin dia berhasil mendapatkan hati lebih banyak orang dengan berpura-pura menjadi seorang rupawan daripada seorang yang menyenangkan. “Bukankah semua orang berpangkat dan terpandang di dunia” (katanya) “membiarkan diri mereka sendiri bertindak sebebas-bebasnya melebihi apa yang diperbolehkan oleh hukum-hukum kebajikan yang ketat? Jadi mengapa engkau sendiri harus merendahkan dirimu sampai sejauh itu sehingga engkau dikekang oleh hukum-hukum itu?” Demikianlah si penggoda berpura-pura tampak baik dan agung.

[II]. Siapa saja yang digoda – anak-anak muda yang berpendidikan baik. Atas kehancuran mereka inilah ia akan teramat sangat bermegah.

Perhatikanlah:

1. Apa sifat mereka yang sebenarnya. Mereka adalah orang-orang yang berlalu di jalan (Amsal 9:15), yang telah dididik di jalan-jalan agama dan kebajikan. Mereka telah memulai hidup dengan baik-baik dan penuh pengharapan. Tampaknya mereka sudah ditakdirkan dan dirancang untuk kebaikan, dan tidak (seperti orang muda itu, 7:8) melangkah menuju rumah perempuan semacam itu. Orang-orang seperti inilah yang ingin dimangsa si perempuan bebal itu, yang ingin dijeratnya. Ia menggunakan segala kelicikannya, segala pesonanya, untuk menyesat-kan mereka. Jika mereka lurus jalannya, dan tidak mau menoleh ke arahnya, ia akan terus memanggil-manggil mereka. Begitu mendesaknya godaan-godaan ini.

2. Bagaimana ia menggambarkan mereka. Ia menyebut mereka tak berpengalaman dan tidak berakal budi, dan oleh sebab itu membujuk mereka untuk datang ke sekolahnya, agar mereka disembuhkan dari kekangan-kekangan dan bentuk-bentuk lahiriah agama mereka. Beginilah cara orang mementaskannya di atas panggung (sebuah penjelasan yang begitu dekat dengan bagian ini).

Di situ seorang pemuda yang bijaksana, yang sudah dididik dalam kebajikan, adalah orang bodoh dalam sandiwara itu, dan alur ceritanya dibuat untuk menjadikan dia sebagai orang neraka, yang tujuh kali lebih jahat daripada teman-temannya yang cemar, dengan dalih memoles dan memperhalus seleranya, dan menggambarkannya sebagai seorang yang cerdas dan jenaka dan juga rupawan. Apa yang pantas didakwakan terhadap dosa dan ketidaksalehan (ayat 4), bahwa itu adalah kebodohan, di sini secara sangat tidak pantas diputarbalikkan sebagai jalan-jalan kebajikan. Tetapi pada suatu hari akan terungkap siapa yang bodoh.

[III]. Apa godaannya (Amsal 9:17): air curian manis. Godaan itu mengarah pada air dan roti, sedangkan Hikmat mengantar pada hewan yang telah disembelihnya dan anggur yang telah dicampurnya. Namun demikian, roti dan air sudah cukup bagi orang-orang yang lapar dan haus. Dan ini digambarkan sebagai sesuatu yang lebih manis dan menyenangkan daripada biasanya, sebab itu adalah air curian dan roti yang dimakan dengan sembunyi-sembunyi, dengan rasa takut akan ketahuan.

Kenikmatan-kenikmatan dari hawa nafsu yang terlarang dimegah-megahkan sebagai sesuatu yang lebih menyukakan hati daripada kenikmatan-kenikmatan dari kasih yang menurut peraturan. Begitu pula, keuntungan yang diperoleh dengan cara tidak jujur lebih dipilih daripada keuntungan yang didapat secara adil. Nah, hal ini tidak hanya menunjukkan penghinaan yang lancang, melainkan juga tantangan yang kurang ajar:

1. Terhadap hukum Allah, sebab air itu lebih manis karena dicuri, dan didapat dengan melanggar batas pagar perintah ilahi. ‘Nitimur in vetitum’ – Kita lebih condong kepada apa yang dilarang. Roh pertentangan ini kita warisi dari orangtua kita yang pertama, yang mengganggap pohon terlarang sebagai pohon yang menarik hati dari semua pohon yang lain.

2. Terhadap kutukan Allah. Roti itu dimakan dengan sembunyi-sembunyi, karena takut ketahuan dan mendapat hukuman. Begitulah, orang berdosa berbangga karena sebegitu jauh ia telah membungkam rasa bersalahnya, dan bermegah atasnya, sehingga, kendati dengan rasa takut itu, ia berani berbuat dosa. Selain itu, ia membuat dirinya percaya bahwa, karena dimakan dengan sembunyi-sembunyi, maka itu tidak akan pernah diketahui atau diperhitungkan.

Baca Juga: Amsal 9:1-12 - Undangan Hikmat

Manis dan menyenangkan adalah ciri khas umpan. Tetapi, melalui apa yang ditunjukkan oleh si penggoda sendiri, umpan itu tampak begitu ganjil, dan pasti akan lenyap, sehingga sungguh mengherankan bagaimana mungkin umpan itu berpengaruh pada orang yang mengaku berakal budi.

[IV]. Sebuah penawar yang manjur untuk melawan godaan ini, dalam kata-kata yang sedikit (Amsal 9:18). Orang yang sudah begitu jauh dari akal budi sehingga terseret oleh rayuan-rayuan ini, tanpa sepengetahuannya, dituntun kepada kehancurannya sendiri yang tak dapat dihindari: ia tidak tahu, tidak mau percaya, tidak mempertimbangkan, dan si penggoda tidak mau membiarkan dia tahu, bahwa di sana ada arwah-arwah, bahwa orang-orang yang hidup dalam kenikmatan itu sudah mati selagi mereka hidup, mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa.

Kengerian-kengerian menyertai segala kenikmatan ini seperti kengerian-kengerian terhadap maut itu sendiri. Di sana ada orang-orang raksasa – Refaim. Inilah yang menghancurkan orang-orang berdosa di dunia lama, orang-orang raksasa yang ada di bumi pada waktu itu. Orang-orang yang diundangnya, yang dijamu dengan air curian itu, tidak hanya berada di jalan raya menuju ke neraka dan berdiri di tepiannya, tetapi juga sudah berada di dalam dunia orang mati, di bawah kuasa dosa, ditawan oleh Iblis untuk menuruti kehendaknya, dan senantiasa dicambuk oleh kengerian-kengerian di dalam hati nurani mereka sendiri, yang merupakan neraka di atas bumi.

Dunia Iblis adalah dunia orang mati. Dosa yang tidak disesali adalah kehancuran yang tak ter pulihkan. Itu sudah merupakan lubang kebinasaan tanpa dasar. Demikianlah Salomo menunjukkan kailnya. Dan orang-orang yang percaya kepadanya tidak akan berusaha mendekati umpannya.?
Next Post Previous Post