Bertekun Menurut Alkitab: Perspektif dari Beberapa Pakar Teologi

Pengantar:

Bertekun adalah salah satu kebajikan penting dalam kehidupan Kristen yang sering kali disebut dalam Alkitab. Bertekun melibatkan ketahanan, ketabahan, dan kesetiaan yang terus-menerus, terutama di tengah tantangan, penderitaan, atau godaan. Alkitab menekankan pentingnya bertekun dalam iman, bertekun dalam doa, dan bertekun dalam menjalani hidup yang benar sesuai dengan kehendak Allah. Bertekun bukan sekadar kemampuan manusia, melainkan hasil dari kasih karunia Allah yang bekerja dalam hidup orang percaya.
Bertekun Menurut Alkitab: Perspektif dari Beberapa Pakar Teologi
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi konsep bertekun dari perspektif Alkitab, serta bagaimana pandangan beberapa teolog terkemuka mengenai hal ini. Kita juga akan melihat bagaimana bertekun menjadi elemen penting dalam kehidupan Kristen dan memberikan kekuatan untuk tetap berjalan dalam kebenaran meskipun menghadapi tantangan hidup.

1. Pengertian Bertekun dalam Alkitab

Bertekun dalam Alkitab sering kali dikaitkan dengan ketabahan di tengah ujian dan penderitaan. Dalam Roma 5:3-4, Paulus menulis: “...penderitaan menghasilkan ketekunan, dan ketekunan menghasilkan tahan uji, dan tahan uji menghasilkan pengharapan.” Ayat ini menunjukkan bahwa ketekunan bukan hanya respons terhadap tantangan, tetapi juga sarana di mana karakter Kristen dibentuk.

Kata "bertekun" dalam bahasa Yunani yang digunakan di Perjanjian Baru adalah hupomone, yang berarti tetap teguh atau bertahan di bawah tekanan. Bertekun adalah sikap yang mencerminkan iman yang teguh meskipun menghadapi kesulitan. John Stott, dalam bukunya The Message of Romans, menegaskan bahwa ketekunan adalah bagian integral dari perjalanan iman Kristen. Melalui ketekunan, orang percaya tidak hanya bertahan, tetapi juga bertumbuh dalam karakter dan kedewasaan rohani.

James 1:2-4 juga memberikan perspektif yang kuat tentang pentingnya bertekun. Yakobus menulis, “Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.” Ketekunan ini tidak hanya soal bertahan, tetapi juga soal mencapai kesempurnaan iman yang menghasilkan pengharapan dalam Kristus.

2. Bertekun dalam Iman

Bertekun dalam iman berarti tetap setia kepada Allah dan memegang teguh kepercayaan kepada-Nya, meskipun menghadapi kesulitan atau godaan. Dalam Ibrani 12:1-2, kita dipanggil untuk "berlari dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita, dengan mata yang tertuju kepada Yesus." Ayat ini menunjukkan bahwa iman kita adalah sebuah perjalanan panjang, bukan sprint pendek. Perjalanan iman membutuhkan kesabaran dan ketekunan.

John Calvin, dalam Institutes of the Christian Religion, menekankan bahwa bertekun dalam iman adalah salah satu tanda orang percaya yang sejati. Calvin menjelaskan bahwa ketekunan adalah bukti dari iman yang sejati, yang tidak akan goyah di tengah godaan atau penderitaan. Ia juga menekankan bahwa ketekunan tidak mungkin dicapai tanpa pertolongan Roh Kudus. Roh Kuduslah yang memampukan orang percaya untuk terus berjalan di dalam iman, meskipun menghadapi rintangan yang berat.

R.C. Sproul, dalam bukunya The Holiness of God, menambahkan bahwa ketekunan dalam iman adalah bagian dari panggilan kekudusan yang Allah berikan kepada umat-Nya. Orang percaya dipanggil untuk terus hidup dalam ketaatan dan kesetiaan kepada Allah, bahkan ketika mereka dihadapkan pada godaan yang dapat menggoyahkan iman mereka.

3. Bertekun dalam Doa

Bertekun dalam doa juga merupakan salah satu panggilan penting dalam Alkitab. Dalam Kolose 4:2, Paulus menasihati jemaat untuk "bertekun dalam doa dengan bersyukur." Ini berarti bahwa doa harus menjadi bagian yang terus-menerus dari kehidupan Kristen, bukan hanya dilakukan ketika kita membutuhkan sesuatu, tetapi juga sebagai ungkapan hubungan kita yang hidup dengan Allah.

Charles Spurgeon, dalam banyak khotbahnya, menekankan pentingnya bertekun dalam doa. Spurgeon mengajarkan bahwa doa yang terus-menerus adalah kunci untuk mengalami kuasa dan kehadiran Allah dalam kehidupan kita. Melalui doa yang tekun, orang percaya dapat menemukan kekuatan baru untuk menghadapi tantangan hidup dan mendapatkan penghiburan dari Allah di tengah penderitaan. Spurgeon juga memperingatkan bahwa tanpa ketekunan dalam doa, iman orang percaya dapat menjadi lemah dan mudah goyah.

Dalam Lukas 18:1, Yesus juga memberikan perumpamaan tentang pentingnya "berdoa dengan tidak jemu-jemu." Ini menunjukkan bahwa ketekunan dalam doa mencerminkan iman yang penuh keyakinan bahwa Allah mendengar dan menjawab doa kita sesuai dengan kehendak-Nya. John Piper, dalam bukunya Desiring God, menekankan bahwa doa bukan hanya tentang memohon kepada Allah, tetapi juga tentang menyelaraskan kehendak kita dengan kehendak-Nya. Ketekunan dalam doa berarti kita tetap datang kepada Allah, percaya bahwa Dia akan bekerja sesuai dengan rencana dan waktu-Nya.

4. Bertekun dalam Penderitaan

Penderitaan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dan sering kali menjadi ujian terbesar bagi iman. Namun, Alkitab mengajarkan bahwa orang percaya dipanggil untuk bertekun dalam penderitaan, karena penderitaan dapat membentuk karakter dan membawa kita lebih dekat kepada Allah. Roma 8:18 mengatakan bahwa "penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita."

Dietrich Bonhoeffer, dalam bukunya The Cost of Discipleship, menekankan bahwa penderitaan adalah bagian dari panggilan seorang murid Kristus. Menurut Bonhoeffer, bertekun dalam penderitaan adalah tanda dari kesetiaan kita kepada Kristus, yang juga menderita demi menebus kita. Ketika orang percaya bertekun dalam penderitaan, mereka mengikuti jejak Kristus dan memperlihatkan kekuatan kasih karunia Allah yang bekerja dalam mereka.

Herman Bavinck, dalam Reformed Dogmatics, menjelaskan bahwa penderitaan sering kali menjadi alat yang Allah gunakan untuk memurnikan iman kita. Melalui penderitaan, orang percaya dapat semakin bergantung kepada Allah dan mengalami kasih karunia-Nya yang menguatkan mereka. Ketekunan dalam penderitaan bukan hanya soal bertahan secara pasif, tetapi juga soal terus menjalani hidup dengan iman, meskipun menghadapi situasi yang sulit.

5. Bertekun dalam Kasih

Kasih juga merupakan salah satu bidang di mana orang percaya dipanggil untuk bertekun. Dalam 1 Korintus 13:7, Paulus menulis bahwa kasih "menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." Ini menunjukkan bahwa kasih Kristen adalah kasih yang bertekun, tidak goyah oleh keadaan, dan tetap teguh meskipun menghadapi tantangan.

C.S. Lewis, dalam The Four Loves, menjelaskan bahwa kasih yang sejati memerlukan ketekunan, terutama dalam hubungan yang sulit. Ketekunan dalam kasih mencerminkan komitmen yang tidak mudah putus meskipun ada kegagalan, kekecewaan, atau ketidaksempurnaan dalam hubungan. Kasih yang bertekun bukan hanya soal perasaan, tetapi juga soal keputusan untuk terus mengasihi, seperti Kristus mengasihi kita.

Dalam Galatia 6:9, Paulus juga mengingatkan, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena pada waktunya kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." Ini berarti bahwa ketekunan dalam kasih juga harus diwujudkan dalam tindakan nyata, di mana orang percaya dipanggil untuk terus berbuat baik kepada sesama, meskipun kadang-kadang kita tidak segera melihat hasilnya.

6. Ketekunan sebagai Buah Roh

Ketekunan adalah salah satu buah Roh yang disebutkan dalam Galatia 5:22-23, di mana "kesabaran" atau "longsuffering" adalah salah satu karakteristik dari buah Roh. Ketekunan ini bukanlah hasil dari usaha manusia semata, tetapi merupakan hasil dari pekerjaan Roh Kudus di dalam diri orang percaya. Roh Kudus memberi kekuatan dan ketahanan kepada orang percaya untuk terus hidup dalam kebenaran, meskipun menghadapi godaan dan tantangan yang berat.

John Owen, dalam bukunya The Mortification of Sin, menjelaskan bahwa ketekunan dalam melawan dosa hanya mungkin terjadi melalui kuasa Roh Kudus. Owen menekankan bahwa orang percaya harus mengandalkan kekuatan Roh Kudus untuk tetap teguh dalam iman dan hidup yang benar, karena manusia tidak mampu melawan dosa dan godaan dengan kekuatan sendiri. Roh Kudus memampukan orang percaya untuk tetap setia, bahkan di tengah pergumulan terbesar sekalipun.

Timothy Keller, dalam Prayer: Experiencing Awe and Intimacy with God, juga menekankan bahwa ketekunan adalah bukti dari kehidupan yang dikuasai oleh Roh. Ketika orang percaya hidup dalam hubungan yang dekat dengan Allah melalui doa, Firman, dan persekutuan, Roh Kudus akan bekerja dalam mereka untuk menguatkan iman mereka dan memampukan mereka untuk tetap bertekun dalam segala situasi.

7. Ketekunan dalam Menghadapi Godaan

Godaan adalah salah satu tantangan utama yang dapat menggoyahkan iman seseorang. Namun, Alkitab menekankan bahwa orang percaya dipanggil untuk bertekun dalam menghadapi godaan dan tetap setia kepada Allah. Dalam 1 Korintus 10:13, Paulus menulis bahwa "pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya."

Augustinus, dalam Confessions, menekankan pentingnya bertekun dalam menghadapi godaan. Dalam perjuangan pribadinya melawan dosa dan godaan, Augustinus menemukan bahwa hanya dengan berserah sepenuhnya kepada kasih karunia Allah, seseorang dapat menemukan kekuatan untuk bertahan. Augustinus percaya bahwa ketekunan dalam menghadapi godaan adalah tanda dari kasih karunia Allah yang bekerja dalam diri seseorang, dan bahwa hanya melalui iman yang teguh seseorang dapat menang atas godaan.

Jonathan Edwards, dalam Religious Affections, menekankan bahwa ketekunan dalam melawan godaan adalah tanda dari kasih dan iman yang sejati. Ketika seseorang terus berjuang melawan dosa dan godaan dengan tekun, ini menunjukkan bahwa Roh Kudus bekerja dalam hati orang tersebut, memurnikan dan membentuk mereka menjadi serupa dengan Kristus.

8. Ketekunan dalam Kehidupan Gereja

Bertekun juga sangat penting dalam kehidupan gereja. Dalam Kisah Para Rasul 2:42, kita membaca bahwa jemaat mula-mula "bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan." Ketekunan dalam pengajaran, persekutuan, dan doa adalah dasar dari kehidupan gereja yang sehat dan kuat. Tanpa ketekunan dalam hal-hal ini, gereja dapat kehilangan arah dan kekuatan rohaninya.

Dietrich Bonhoeffer, dalam Life Together, menekankan pentingnya ketekunan dalam persekutuan jemaat. Bonhoeffer percaya bahwa kehidupan gereja yang sejati hanya dapat dipertahankan melalui ketekunan dalam kasih dan komitmen satu sama lain. Ketekunan dalam menjaga kesatuan gereja, saling mendukung, dan saling mengasihi adalah tanda dari gereja yang dipenuhi oleh kasih karunia Allah.

Kesimpulan.

Bertekun adalah tema penting dalam Alkitab yang mencakup berbagai aspek kehidupan Kristen, termasuk bertekun dalam iman, doa, kasih, penderitaan, dan kehidupan gereja. Ketekunan adalah bukti dari iman yang sejati dan hasil dari karya Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya. Para teolog seperti John Calvin, R.C. Sproul, C.S. Lewis, Dietrich Bonhoeffer, dan lainnya menekankan pentingnya bertekun sebagai tanda kesetiaan dan ketabahan di tengah ujian dan godaan.

Bertekun bukan hanya soal bertahan, tetapi juga soal bertumbuh dalam kesucian, iman, dan kasih kepada Allah serta sesama. Ketika orang percaya bertekun, mereka mencerminkan karakter Kristus yang bertahan sampai akhir dan menunjukkan kekuatan kasih karunia Allah yang memampukan mereka untuk tetap setia dalam setiap keadaan.

Next Post Previous Post