1 Korintus 1:10 - Nasihat untuk Hidup dalam Kesatuan
Pendahuluan:
Salah satu tema yang menonjol dalam surat Paulus kepada jemaat di Korintus adalah kesatuan. Dalam 1 Korintus 1:10, Paulus memberikan nasihat kepada jemaat untuk hidup dalam kesatuan, menghindari perselisihan, dan memiliki satu hati serta satu pikiran dalam Kristus. Ayat ini berbunyi: "Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata, dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir."
Nasihat ini muncul di awal surat karena, pada waktu itu, jemaat Korintus mengalami perpecahan yang disebabkan oleh loyalitas yang berlebihan kepada pemimpin-pemimpin tertentu, seperti Paulus, Apolos, dan Kefas (Petrus). Kondisi ini membahayakan kesatuan mereka dalam Kristus dan menjadi perhatian serius bagi Paulus. Para teolog seperti John Calvin, N.T. Wright, dan Craig Keener telah mengeksplorasi lebih jauh tentang pentingnya kesatuan dalam jemaat, dan bagaimana kesatuan ini
menjadi tanda kesaksian yang hidup tentang kasih Allah bagi dunia.
1. Mengapa Kesatuan Menjadi Begitu Penting bagi Jemaat?
Kesatuan adalah fondasi yang penting dalam kehidupan Kristen karena kesatuan yang sejati mencerminkan kehadiran Allah di tengah-tengah jemaat. Di dalam Injil, Yesus sendiri menekankan pentingnya kesatuan di antara murid-murid-Nya. Dalam Yohanes 17:21, Yesus berdoa kepada Bapa, "Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."
Craig Keener, dalam bukunya "The IVP Bible Background Commentary," menjelaskan bahwa nasihat Paulus untuk hidup dalam kesatuan adalah respons terhadap kecenderungan masyarakat Romawi pada waktu itu yang sangat terpecah-pecah berdasarkan status sosial dan identitas kelompok. Keener menyoroti bahwa ketika jemaat terbagi berdasarkan pemimpin yang mereka ikuti, mereka sedang meniru pola masyarakat sekitar dan melupakan panggilan untuk menjadi satu tubuh dalam Kristus. Dengan demikian, kesatuan menjadi hal yang sangat penting karena memisahkan jemaat dari praktik duniawi dan mencerminkan kebenaran Injil kepada dunia.
2. Kesatuan dalam Satu Pikiran dan Satu Hati
Paulus menggunakan istilah "seia sekata" dan "sehati sepikir" dalam nasihatnya kepada jemaat Korintus. Istilah ini tidak berarti bahwa setiap orang harus memiliki pendapat yang sama tentang segala hal, tetapi lebih mengacu pada kesatuan dalam komitmen terhadap Kristus dan tujuan yang sama dalam pelayanan. Kesatuan pikiran dan hati mengacu pada kesatuan yang dibangun di atas kasih Kristus dan pemahaman yang sama tentang kebenaran Injil.
John Calvin, dalam bukunya "Commentaries on the Epistles of Paul the Apostle to the Corinthians," menekankan bahwa kesatuan hati dan pikiran ini tidak didasarkan pada kompromi terhadap kebenaran, tetapi pada ketundukan kepada kebenaran yang sama, yaitu Kristus. Calvin menyatakan bahwa setiap orang percaya harus meninggalkan ambisi pribadi yang dapat menyebabkan perpecahan dan menyerahkan diri untuk hidup sesuai dengan kehendak Kristus. Menurut Calvin, kesatuan dalam Kristus bukan berarti menyamakan semua pemikiran, tetapi menyatukan semua orang dalam kasih dan kerendahan hati.
Dalam Efesus 4:3-6, Paulus mengingatkan bahwa orang percaya harus berusaha memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai sejahtera, "Satu tubuh, dan satu Roh... satu Tuhan, satu iman, satu baptisan." Ayat ini menegaskan bahwa kesatuan dalam tubuh Kristus adalah panggilan untuk semua orang percaya. Kesatuan ini harus dipertahankan dengan kasih, di mana orang percaya mengesampingkan perbedaan pribadi dan fokus pada tujuan yang lebih besar, yaitu memuliakan Allah.
3. Menghindari Perpecahan dalam Tubuh Kristus
Dalam nasihat Paulus, terdapat frasa "jangan ada perpecahan di antara kamu," yang menunjukkan bahwa perpecahan adalah ancaman serius terhadap kesatuan gereja. Dalam konteks jemaat Korintus, perpecahan ini disebabkan oleh loyalitas yang berlebihan kepada pemimpin tertentu dan perdebatan tentang siapa yang lebih unggul atau benar di antara mereka. Paulus memperingatkan bahwa sikap seperti ini dapat merusak integritas tubuh Kristus.
N.T. Wright, dalam bukunya "Paul: In Fresh Perspective," menjelaskan bahwa perpecahan dalam tubuh Kristus adalah bentuk pengingkaran terhadap Injil. Menurut Wright, Injil adalah berita baik tentang rekonsiliasi antara manusia dengan Allah dan sesama. Karena itu, perpecahan dalam jemaat adalah kontradiksi terhadap pesan Injil itu sendiri. Wright menekankan bahwa setiap kali jemaat terpecah, mereka menyiratkan bahwa Kristus tidak cukup untuk mempersatukan mereka. Oleh sebab itu, setiap orang percaya harus berusaha menjaga kesatuan sebagai kesaksian tentang kebenaran Injil.
Dalam 1 Korintus 12:12-13, Paulus menggunakan analogi tubuh untuk menggambarkan kesatuan gereja, "Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak... demikian pula Kristus." Setiap anggota tubuh memiliki fungsi yang berbeda, tetapi mereka bersatu dalam satu tujuan. Perpecahan terjadi ketika anggota tubuh tidak lagi bekerja sama atau menghargai fungsi satu sama lain. Sebagai tubuh Kristus, setiap orang percaya dipanggil untuk berfungsi dengan harmoni, saling menghormati, dan mendukung.
4. Peran Kasih dalam Memelihara Kesatuan
Kasih adalah inti dari kesatuan dalam tubuh Kristus. Dalam 1 Korintus 13, Paulus menulis tentang pentingnya kasih yang sejati sebagai dasar dari setiap hubungan Kristen. Tanpa kasih, tidak mungkin mencapai kesatuan yang sejati, karena kasih adalah apa yang mengikat orang percaya dalam hubungan yang saling menghormati dan mengutamakan kepentingan sesama.
John Stott, dalam bukunya "The Cross of Christ," menekankan bahwa kasih adalah prinsip utama dalam hubungan Kristen. Menurut Stott, kasih yang dinyatakan melalui pengorbanan Kristus di kayu salib adalah teladan bagi setiap orang percaya untuk mengasihi sesama dan memelihara kesatuan dalam gereja. Kasih menuntut kita untuk mengesampingkan ego dan ambisi pribadi, karena kesatuan hanya mungkin dicapai melalui kerendahan hati dan kasih yang tulus.
Dalam Kolose 3:14, Paulus menulis, "Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan." Ayat ini menegaskan bahwa kasih adalah pengikat yang menyatukan tubuh Kristus. Kasih memungkinkan orang percaya untuk hidup bersama dalam harmoni, memaafkan, dan menerima perbedaan satu sama lain. Kesatuan yang didasarkan pada kasih menghasilkan kesaksian yang kuat kepada dunia tentang kuasa dan kebenaran Injil.
5. Kesatuan dalam Perbedaan
Kesatuan dalam tubuh Kristus bukan berarti penyeragaman. Sebaliknya, gereja mencakup orang-orang dengan latar belakang, pemikiran, dan karunia yang berbeda-beda, yang semuanya adalah anugerah dari Allah. Kesatuan yang sejati menghargai dan merayakan perbedaan, tetapi tetap berpusat pada satu tujuan yang sama, yaitu memuliakan Kristus.
Dalam Roma 12:4-5, Paulus menyatakan, "Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama." Kesatuan ini memberi ruang bagi setiap orang untuk melayani dengan caranya masing-masing, tetapi tetap berada dalam satu tujuan dan satu roh yang sama.
Timothy Keller, dalam bukunya "The Meaning of Marriage," mengaplikasikan konsep kesatuan dalam perbedaan ini dalam konteks hubungan gereja. Menurut Keller, kesatuan dalam gereja adalah refleksi dari keberagaman yang terintegrasi dalam harmoni. Kesatuan yang mengakomodasi perbedaan mencerminkan kekayaan kasih karunia Allah yang bekerja melalui berbagai karunia dan talenta yang diberikan kepada umat-Nya.
6. Aplikasi Praktis dalam Kehidupan Jemaat Masa Kini
Kesatuan yang diajarkan oleh Paulus memiliki aplikasi praktis yang relevan bagi gereja masa kini. Berikut adalah beberapa aplikasi penting:
A. Mengutamakan Kasih di Atas Segala Hal
Kasih adalah kunci dari setiap usaha untuk menjaga kesatuan. Dalam hubungan antar jemaat, kasih memungkinkan kita untuk menghargai dan menerima perbedaan, sekaligus mengesampingkan konflik yang tidak esensial. Dalam 1 Petrus 4:8, Petrus menasihatkan, "Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa."
B. Mendorong Partisipasi dan Penghargaan Terhadap Perbedaan
Setiap anggota gereja memiliki karunia yang berbeda-beda, dan gereja dipanggil untuk menghargai peran setiap orang. Dengan memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk berkontribusi, gereja dapat memperkaya pelayanan dan mempererat kesatuan. Paulus dalam 1 Korintus 12:18 mengingatkan bahwa "Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya."
C. Menjaga Sikap Rendah Hati dan Terbuka untuk Belajar
Perpecahan sering kali terjadi ketika kita terlalu berpegang pada pendapat kita sendiri tanpa mendengarkan pendapat orang lain. Filipi 2:3 mengajarkan kita untuk "melakukan segala sesuatu dengan rendah hati dan menganggap orang lain lebih utama dari diri sendiri." Sikap rendah hati memungkinkan kita untuk terbuka terhadap pandangan orang lain dan menghindari konflik yang tidak perlu.
D. Menghindari Perdebatan yang Tidak Membangun
Perdebatan yang tidak esensial dapat merusak kesatuan gereja. Dalam 2 Timotius 2:23-24, Paulus menasihatkan, "Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak berfaedah, sebab kamu tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran." Gereja harus berfokus pada hal-hal yang membangun iman dan menghindari perdebatan yang tidak produktif.
7. Kesatuan sebagai Kesaksian Injil kepada Dunia
Kesatuan dalam gereja bukan hanya untuk kebaikan internal, tetapi juga berfungsi sebagai kesaksian yang kuat bagi dunia. Yesus sendiri mengajarkan bahwa kesatuan di antara murid-murid-Nya adalah tanda bagi dunia bahwa mereka adalah pengikut-Nya. Yohanes 13:35 mengatakan, "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi."
Kesatuan yang nyata di dalam gereja menunjukkan kepada dunia bahwa ada sesuatu yang berbeda di dalam tubuh Kristus. Dietrich Bonhoeffer, dalam bukunya "Life Together," menulis bahwa kesatuan dalam gereja adalah cerminan dari kekudusan dan kasih Allah yang bekerja di antara umat-Nya. Bonhoeffer menegaskan bahwa kesatuan gereja yang berlandaskan kasih dan kebenaran adalah bentuk kesaksian yang paling kuat kepada dunia.
Dalam Matius 5:16, Yesus mengajarkan, "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." Kesatuan gereja memberikan terang kepada dunia, karena itu menunjukkan bahwa Injil memiliki kuasa untuk menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang dalam kasih Kristus.
Kesimpulan
Nasihat Paulus dalam 1 Korintus 1:10 kepada jemaat di Korintus untuk hidup dalam kesatuan adalah panggilan yang sangat relevan bagi gereja saat ini. Kesatuan bukan berarti penyeragaman, tetapi kesatuan dalam tujuan dan kasih yang mengatasi perbedaan. John Calvin, N.T. Wright, Craig Keener, dan John Stott menekankan pentingnya memelihara kesatuan dalam kasih Kristus dan kebenaran Injil, sebagai tanda dari kehadiran Allah yang nyata di tengah jemaat.
Sebagai tubuh Kristus, gereja dipanggil untuk menjaga kesatuan melalui kasih, penghargaan terhadap perbedaan, kerendahan hati, dan penghindaran dari konflik yang tidak perlu. Kesatuan dalam gereja bukan hanya memperkuat hubungan internal, tetapi juga menjadi kesaksian yang kuat kepada dunia tentang kuasa dan kasih Allah.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dengan saling menghargai, memaafkan, dan mengutamakan kasih dalam hubungan kita dengan sesama di dalam gereja, sehingga melalui kesatuan ini, kita dapat memuliakan Allah dan menyebarkan kebenaran Injil kepada dunia.