Lukas 14:7-14: Kerendahan Hati dan Kasih yang Tak Bersyarat dalam Perspektif Ajaran Yesus
Pendahuluan:
Lukas 14:7-14 adalah bagian dalam Injil Lukas di mana Yesus mengajarkan tentang pentingnya kerendahan hati dan kasih tanpa pamrih. Perumpamaan ini berisi instruksi Yesus yang mengajarkan kita untuk tidak mencari kehormatan atau penghargaan duniawi, melainkan mengutamakan kerendahan hati. Dalam bagian kedua, Yesus mengundang para pendengarnya untuk berbuat baik kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan.Artikel ini akan membahas makna teologis dari Lukas 14:7-14, menjelaskan dua tema utama yaitu kerendahan hati dan kasih yang tulus, serta relevansinya bagi kehidupan Kristen modern.
1. Latar Belakang Lukas 14:7-14
a. Konsep Perjamuan dalam Kehidupan Yahudi
Dalam konteks budaya Yahudi, perjamuan atau pesta makan adalah peristiwa penting, sering kali menjadi ajang untuk menunjukkan kehormatan, status, dan hubungan sosial. Tamu biasanya diundang sesuai dengan status mereka dalam masyarakat, dan tempat duduk ditentukan berdasarkan tingkat kehormatan mereka. Di sinilah Yesus mengamati kebiasaan tamu-tamu yang berlomba-lomba untuk menduduki tempat terhormat. Yesus menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan perumpamaan mengenai kerendahan hati dan menunjukkan bagaimana seseorang seharusnya bersikap dalam sebuah perjamuan.
Dalam The Gospel of Luke karya Joel B. Green, dijelaskan bahwa perjamuan menjadi gambaran yang tepat untuk mengajarkan tentang kerajaan Allah. Perjamuan mencerminkan kehidupan sosial pada masa itu, tetapi Yesus menggunakan momen ini untuk menunjukkan bahwa prinsip dalam kerajaan Allah sangat berbeda dari kebiasaan duniawi.
b. Kerendahan Hati sebagai Nilai Kerajaan Allah
Kerendahan hati adalah salah satu nilai yang sangat dijunjung tinggi dalam kerajaan Allah. Ketika Yesus mengajarkan tentang pentingnya tidak mencari tempat terhormat, Ia mengarahkan perhatian para pendengarnya pada sikap hati yang benar di hadapan Allah. Yesus mengajarkan bahwa kebesaran dalam kerajaan Allah tidak ditentukan oleh posisi atau kehormatan duniawi, tetapi oleh kerendahan hati dan sikap melayani.
Dalam The Cost of Discipleship oleh Dietrich Bonhoeffer, kerendahan hati dijelaskan sebagai karakter utama dari pengikut Kristus. Bonhoeffer menyatakan bahwa kehidupan dalam Kristus adalah kehidupan yang menempatkan Allah di atas segalanya dan menjadikan pelayanan sebagai prioritas, bukan penghormatan pribadi.
2. Tafsiran dan Makna Teologis Lukas 14:7-14
Lukas 14:7-14 memiliki dua pesan utama: pertama, mengenai kerendahan hati, dan kedua, tentang kasih yang tulus tanpa pamrih.
a. Kerendahan Hati dalam Perumpamaan Tempat Terendah (Lukas 14:7-11)
Yesus mulai dengan menasihati para undangan agar tidak memilih tempat terhormat saat menghadiri pesta. Dalam Lukas 14:8-9, Yesus berkata, “Apabila engkau diundang ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin ada orang yang lebih terhormat daripadamu yang diundang juga.” Yesus mengajarkan bahwa ketika seseorang dengan rendah hati memilih tempat yang rendah, ia mungkin akan diangkat ke tempat terhormat. Namun, orang yang mencari penghormatan untuk dirinya sendiri justru akan direndahkan.
Dalam Roma 12:3, Paulus menulis, “Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari yang patut kamu pikirkan.” Perumpamaan ini mengingatkan bahwa dalam kerajaan Allah, orang yang rendah hati akan ditinggikan, sementara orang yang mencari kehormatan bagi dirinya sendiri akan direndahkan.
The Pursuit of Holiness oleh Jerry Bridges menjelaskan bahwa kerendahan hati adalah dasar dari kehidupan Kristen yang sejati. Kerendahan hati adalah penyerahan diri kepada Allah, menempatkan kepentingan-Nya di atas kehormatan pribadi. Ini mengingatkan orang percaya bahwa mereka adalah alat dalam tangan Tuhan, bukan objek dari kemuliaan diri.
b. Kasih Tanpa Pamrih dalam Perumpamaan tentang Mengundang ke Perjamuan (Lukas 14:12-14)
Yesus melanjutkan ajaran-Nya dengan memberikan perintah yang menantang: ketika mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang yang tidak dapat membalas, seperti orang miskin, cacat, lumpuh, dan buta. Yesus berkata, “Engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalas engkau” (Lukas 14:14). Yesus menekankan bahwa mereka yang memberikan kasih tanpa mengharapkan imbalan akan diberkati pada waktu kebangkitan orang-orang benar.
Kasih yang tulus ini adalah kasih yang tak bersyarat, yang mencerminkan kasih Allah kepada manusia. Matius 5:46-47 mengajarkan, “Apabila kamu hanya mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?” Kasih tanpa pamrih adalah salah satu ciri khas dari kasih Allah, dan orang percaya dipanggil untuk menunjukkan kasih ini dalam hubungan dengan orang lain.
Dalam Mere Christianity oleh C.S. Lewis, kasih tanpa pamrih dijelaskan sebagai bentuk tertinggi dari kasih yang dapat ditunjukkan manusia. Ini adalah kasih yang memberi, tanpa mengharapkan imbalan atau pengakuan, yang mencerminkan kasih sejati dari Allah.
3. Pesan Teologis dari Lukas 14:7-14
a. Kerendahan Hati sebagai Tanda Kesetiaan kepada Allah
Perumpamaan tentang tempat terendah mengajarkan bahwa kerendahan hati adalah tanda kesetiaan kepada Allah. Yesus mengajarkan bahwa siapa yang merendahkan diri akan ditinggikan, dan siapa yang meninggikan diri akan direndahkan. Ini menunjukkan bahwa dalam kerajaan Allah, kebesaran tidak diukur dari posisi sosial atau status, tetapi dari sikap hati yang rendah hati dan rela melayani.
Filipi 2:3-4 menasihati, “dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri.” Sikap rendah hati bukan hanya soal etika, tetapi tanda kesetiaan kepada kehendak Allah yang lebih besar.
Dalam Institutes of the Christian Religion oleh John Calvin, kerendahan hati dikaitkan dengan pengakuan akan ketergantungan manusia kepada Allah. Kerendahan hati adalah kesadaran bahwa manusia tidak memiliki apa-apa tanpa Allah dan bahwa semua kehormatan dan kemuliaan harus dikembalikan kepada-Nya.
b. Kasih Tanpa Pamrih sebagai Cerminan Kasih Allah
Yesus mengundang orang-orang untuk mengasihi tanpa pamrih, untuk memberi tanpa mengharapkan balasan. Ini mencerminkan kasih Allah yang memberikan anugerah-Nya kepada manusia, meskipun manusia tidak mampu membalas kasih tersebut. Allah mengasihi manusia bukan karena mereka layak, tetapi karena kasih-Nya yang besar. Orang percaya dipanggil untuk menunjukkan kasih yang sama kepada sesama.
Roma 5:8 berkata, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” Kasih yang sejati adalah kasih yang memberi, yang tidak didasarkan pada apa yang bisa diperoleh, tetapi pada ketulusan dan kasih karunia.
Dalam The Cross of Christ oleh John Stott, kasih Allah dijelaskan sebagai kasih yang tidak bersyarat, yang memberi tanpa menghitung pengorbanan. Kasih yang tanpa pamrih ini adalah dasar dari iman Kristen dan menjadi teladan bagi orang percaya dalam hidup sehari-hari.
4. Aplikasi Lukas 14:7-14 bagi Kehidupan Kristen
Pelajaran dari Lukas 14:7-14 sangat relevan untuk kehidupan Kristen, terutama dalam hal kerendahan hati, hubungan dengan sesama, dan cara kita mengasihi tanpa pamrih.
a. Mempraktikkan Kerendahan Hati dalam Kehidupan Sehari-hari
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk mempraktikkan kerendahan hati dalam setiap aspek kehidupan. Ini berarti tidak mencari pengakuan atau penghormatan dari orang lain, tetapi dengan rendah hati menjalani hidup yang mencerminkan kasih dan kesetiaan kepada Allah. Kerendahan hati tidak hanya terlihat dari tindakan, tetapi juga dari cara kita berpikir dan berbicara kepada orang lain.
Yakobus 4:10 mengingatkan kita, “Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu.” Kerendahan hati adalah sikap yang murni di hadapan Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai pusat dari segala sesuatu yang kita lakukan.
b. Memberikan Kasih Tanpa Pamrih kepada Orang Lain
Yesus mengajarkan bahwa kita harus menunjukkan kasih yang tulus kepada mereka yang tidak mampu membalas. Dalam kehidupan modern, ini bisa berarti membantu orang miskin, menyemangati mereka yang putus asa, atau melayani mereka yang tidak dapat membalas kebaikan kita. Kasih tanpa pamrih adalah salah satu cara kita meneladani kasih Allah dalam kehidupan sehari-hari.
1 Yohanes 4:19 menyatakan, “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.” Dengan menunjukkan kasih yang tulus tanpa pamrih, kita membawa terang Kristus dalam dunia ini dan menjadi saksi kasih Allah kepada sesama.
c. Mengutamakan Kepentingan Sesama di Atas Kepentingan Diri Sendiri
Dalam perumpamaan tentang tempat terendah, Yesus mengingatkan kita bahwa kebesaran dalam kerajaan Allah tidak diukur dari posisi atau kehormatan pribadi, tetapi dari sikap yang mau mengutamakan orang lain. Dengan mengutamakan kepentingan orang lain di atas diri sendiri, kita mencerminkan kasih Kristus yang mengorbankan diri-Nya bagi kita.
Filipi 2:5 mengajarkan, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Dengan mengutamakan sesama, kita meneladani sikap Kristus yang penuh kasih dan pengorbanan.
5. Relevansi Lukas 14:7-14 dalam Kehidupan Modern
Di tengah masyarakat modern yang sering kali fokus pada kesuksesan, status, dan penghormatan pribadi, ajaran Yesus dalam Lukas 14:7-14 memberikan panduan yang berbeda.
a. Menolak Budaya Kesombongan dan Mempraktikkan Kesederhanaan
Yesus mengajarkan kita untuk menolak kesombongan dan hidup dengan kerendahan hati. Di dunia yang mengagungkan kesuksesan dan status, Yesus mengundang kita untuk menjalani hidup yang sederhana, dengan fokus pada kasih dan pelayanan, bukan pada pengakuan diri.
b. Mengasihi Mereka yang Terpinggirkan
Dalam ajaran tentang mengundang mereka yang tidak bisa membalas, Yesus menunjukkan bahwa kasih sejati harus ditujukan kepada mereka yang sering kali diabaikan oleh masyarakat. Orang percaya dipanggil untuk menunjukkan kasih Allah dengan membantu mereka yang membutuhkan, tanpa mengharapkan balasan.
c. Hidup dengan Fokus pada Kerajaan Allah
Yesus mengajarkan kita untuk tidak hidup demi penghargaan dunia, tetapi demi penghargaan di kerajaan Allah. Orang Kristen dipanggil untuk hidup dengan fokus pada kehendak Allah, yang mengutamakan kerendahan hati dan kasih yang tulus.
Kesimpulan
Lukas 14:7-14 memberikan pengajaran yang mendalam tentang kerendahan hati dan kasih tanpa pamrih. Yesus mengundang para pengikut-Nya untuk hidup dengan rendah hati, tidak mencari pengakuan atau penghormatan pribadi, tetapi mengutamakan kasih yang tulus kepada sesama.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menghidupi ajaran ini dengan menjadi saksi kasih Allah, meneladani kerendahan hati Yesus, dan mengasihi sesama tanpa mengharapkan balasan. Dalam menjalani hidup seperti yang diajarkan oleh Yesus, kita memuliakan Allah dan membawa dampak nyata di dunia yang penuh dengan kebutuhan akan kasih dan pengharapan.