1 Tawarikh 28:9: Panggilan untuk Mengenal dan Beribadah kepada Allah

1 Tawarikh 28:9: Panggilan untuk Mengenal dan Beribadah kepada Allah

Pengantar:

"Dan kamu, Salomo, anakku, kenalilah Allah, Bapamu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan sepenuh hati dan dengan kerelaan jiwa. Sebab, TUHAN menyelidiki setiap hati dan memahami setiap rencana dan pemikiran. Jika kamu mencari-Nya, Dia akan berkenan kautemui, tetapi jika kamu meninggalkan-Nya, Dia akan menolakmu sampai selama-lamanya." (1 Tawarikh 28:9, AYT)

Ayat ini merupakan bagian dari pidato terakhir Raja Daud kepada Salomo sebelum pembangunan Bait Allah. Di dalamnya, Daud memberikan nasihat mendalam kepada putranya mengenai hubungan dengan Allah. Ayat ini mencakup prinsip-prinsip penting tentang pengenalan akan Allah, penyembahan sejati, dan tanggung jawab manusia terhadap Tuhan. Dalam artikel ini, kita akan membahas makna 1 Tawarikh 28:9 berdasarkan pandangan beberapa pakar teologi, relevansinya bagi kehidupan iman, dan aplikasinya bagi umat Kristen masa kini.

1. Konteks Sejarah dan Narasi

1 Tawarikh 28 mencatat peristiwa menjelang akhir pemerintahan Raja Daud. Dia mempersiapkan Salomo, putranya, untuk melanjutkan tugas besar membangun Bait Allah. Dalam ayat 9, Daud memberikan nasihat rohani yang tidak hanya relevan bagi Salomo, tetapi juga bagi semua umat Allah sepanjang masa.

Menurut Dr. John H. Walton, seorang ahli Perjanjian Lama, pidato Daud di sini adalah momen penting yang menunjukkan bagaimana tanggung jawab kepemimpinan bangsa Israel terkait erat dengan kesetiaan kepada Allah. Pesan ini menekankan pentingnya hubungan pribadi dengan Tuhan dalam menjalankan panggilan besar.

2. “Kenalilah Allah, Bapamu”

Daud memulai nasihatnya dengan panggilan untuk mengenal Allah. Charles Spurgeon menyebutkan bahwa mengenal Allah bukan hanya soal pengertian intelektual, tetapi juga pengalaman pribadi dengan Dia. Salomo dipanggil untuk memiliki hubungan yang hidup dengan Allah, memahami karakter-Nya, dan tunduk kepada kehendak-Nya.

Spurgeon juga menyoroti bahwa frasa "Allah, Bapamu" menunjukkan pentingnya pewarisan iman. Salomo diingatkan bahwa hubungan dengan Allah adalah warisan iman yang telah dijalani oleh Daud dan kini harus diteruskan olehnya.

3. “Beribadahlah kepada-Nya dengan Sepenuh Hati dan Kerelaan Jiwa”

Penyembahan sejati menuntut hati yang penuh dan jiwa yang rela. Dr. Walter Brueggemann, seorang ahli teologi Perjanjian Lama, menekankan bahwa penyembahan yang disebutkan di sini bukan sekadar ritual, tetapi melibatkan penyerahan total kepada Allah.

Brueggemann juga mencatat bahwa kata "sepenuh hati" menunjukkan integritas dan ketulusan, sedangkan "kerelaan jiwa" menunjukkan ketaatan yang bersumber dari cinta, bukan paksaan. Allah tidak menginginkan penyembahan yang hanya bersifat lahiriah, melainkan yang berasal dari kedalaman hati.

4. “TUHAN Menyelidiki Setiap Hati dan Memahami Setiap Rencana dan Pemikiran”

Allah adalah Pencipta yang mengenal hati manusia. Dr. N.T. Wright, seorang teolog Perjanjian Baru, menyoroti ayat ini sebagai pengingat bahwa tidak ada yang tersembunyi dari Allah. Dia melihat motivasi di balik tindakan manusia, bukan hanya tindakan itu sendiri.

Wright menekankan bahwa ini adalah peringatan serius bagi Salomo untuk menjaga hatinya tetap murni di hadapan Allah. Dalam konteks kerajaan Israel, kepemimpinan Salomo akan diuji bukan hanya berdasarkan keberhasilannya, tetapi juga berdasarkan kesetiaannya kepada Tuhan.

5. “Jika Kamu Mencari-Nya, Dia Akan Berkenan Kautemui”

Pencarian akan Allah adalah tema utama dalam hubungan umat manusia dengan Sang Pencipta. John Stott, seorang teolog injili, menjelaskan bahwa janji ini menunjukkan kasih Allah yang merespons dengan penuh kemurahan kepada mereka yang dengan sungguh-sungguh mencari-Nya.

Stott juga mencatat bahwa mencari Allah melibatkan lebih dari sekadar doa atau membaca Kitab Suci; ini adalah komitmen untuk hidup dalam ketaatan dan pengabdian kepada-Nya. Janji ini memberikan pengharapan bahwa Allah dekat bagi siapa saja yang dengan tulus mendekat kepada-Nya.

6. “Jika Kamu Meninggalkan-Nya, Dia Akan Menolakmu”

Daud memberikan peringatan yang serius kepada Salomo. Kesetiaan kepada Allah bukanlah pilihan opsional, tetapi suatu keharusan. R.C. Sproul, seorang teolog Reformed, menekankan bahwa bagian ini menyoroti keadilan Allah. Meninggalkan Allah membawa konsekuensi serius, yaitu keterpisahan dari kehadiran-Nya.

Sproul juga menunjukkan bahwa ini adalah gambaran tentang tanggung jawab manusia. Allah telah menyediakan kasih karunia dan penyertaan-Nya, tetapi manusia bertanggung jawab untuk tetap setia kepada-Nya.

7. Aplikasi dalam Kehidupan Kristen

1 Tawarikh 28:9 memiliki relevansi yang mendalam bagi orang percaya:

  1. Pengenalan akan Allah sebagai Prioritas Utama
    Orang Kristen dipanggil untuk mengenal Allah bukan hanya sebagai Pencipta, tetapi juga sebagai Bapa yang penuh kasih. Mengenal Allah melibatkan pengenalan karakter-Nya melalui Firman, doa, dan pengalaman iman sehari-hari.

  2. Penyembahan yang Sepenuh Hati
    Penyembahan kepada Allah harus bersumber dari hati yang tulus dan jiwa yang rela. Ini menuntut penyerahan total kepada Tuhan, mengesampingkan kepentingan diri sendiri.

  3. Pencarian yang Tekun
    Pencarian akan Allah adalah perjalanan seumur hidup. Ini membutuhkan komitmen, kerendahan hati, dan kesediaan untuk berubah sesuai dengan kehendak-Nya.

  4. Menghindari Bahaya Meninggalkan Allah
    Peringatan Daud kepada Salomo relevan bagi semua orang percaya. Kita dipanggil untuk menjaga hubungan yang erat dengan Allah agar tidak jatuh dalam godaan untuk meninggalkan-Nya.

8. Perspektif Eksistensial: Hubungan yang Personal dengan Allah

Paul Tillich, seorang teolog eksistensial, melihat 1 Tawarikh 28:9 sebagai panggilan untuk memiliki hubungan yang personal dengan Allah. Dalam dunia yang sering kali terasingkan dari kehadiran Ilahi, ayat ini menawarkan penghiburan bahwa Allah adalah Pribadi yang dapat dikenal dan didekati.

Baca Juga: 3 Respons Nabi Yunus Atas Panggilan Tuhan

Tillich juga menekankan bahwa mencari Allah adalah proses transformasi, di mana manusia menemukan identitas sejati mereka dalam hubungan dengan Sang Pencipta.

9. Relevansi Teologi dalam Kepemimpinan

1 Tawarikh 28:9 memberikan pelajaran penting bagi para pemimpin rohani dan sekuler:

  • Kepemimpinan yang sejati dimulai dengan pengenalan akan Allah.
  • Pemimpin dipanggil untuk melayani dengan integritas dan kerelaan hati.
  • Kesetiaan kepada Allah adalah dasar dari kepemimpinan yang berhasil.

Dr. Timothy Keller, seorang pengkhotbah terkenal, menekankan bahwa pemimpin Kristen harus menjadikan hubungan dengan Allah sebagai inti dari visi dan misi mereka. Tanpa hubungan yang erat dengan Allah, kepemimpinan akan kehilangan arah dan tujuan.

Kesimpulan Teologis

1 Tawarikh 28:9 adalah panggilan yang mendalam untuk mengenal dan melayani Allah dengan hati yang tulus dan jiwa yang rela. Dalam ayat ini, Daud memberikan nasihat yang tidak hanya relevan bagi Salomo, tetapi juga bagi setiap orang percaya.

Ayat ini menegaskan bahwa Allah adalah Pribadi yang dapat dikenal, disembah, dan dicari. Kesetiaan kepada-Nya membawa berkat dan penyertaan, sedangkan meninggalkan-Nya membawa konsekuensi serius.

Dalam terang Perjanjian Baru, ayat ini menemukan penggenapannya dalam Yesus Kristus, yang membuka jalan bagi kita untuk mengenal Allah secara pribadi. Kiranya kita hidup dalam pengenalan akan Dia, beribadah dengan sepenuh hati, dan tetap setia kepada-Nya sepanjang hidup kita.

Berdoalah agar Roh Kudus memberikan pengertian dan kekuatan untuk hidup sesuai dengan panggilan Allah dalam 1 Tawarikh 28:9

Next Post Previous Post